• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Pengantar. dianggap tabu bila dilakukan oleh kaum laki-laki. Terlebih dalam kultur khusus,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "A. Pengantar. dianggap tabu bila dilakukan oleh kaum laki-laki. Terlebih dalam kultur khusus,"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pengantar

Perawatan tubuh pada umumnya hanya dilakukan oleh kaum perempuan dan dianggap tabu bila dilakukan oleh kaum laki-laki. Terlebih dalam kultur khusus, budaya Jawa misalnya muncul anggapan bahwa perempuan harus pintar masak, manak dan macak. Kata macak diartikan sebagai perawatan tubuh yang dilakukan secara seksama oleh kaum perempuan agar mereka tetap tampil cantik dan menarik, selain itu yang dianggap wajar melakukan segala aktivitas yang bersangkutan dengan perawatan tubuh adalah perempuan. Jika seorang laki-laki tidak sesuai dengan sudut pandang diatas dan mengembangkan sifat feminisme seperti gemar berdandan, melakukan perawatan tubuh dan sangat memperhatikan penampilan akan menyalahi kodrat lazimnya seorang laki-laki.

Tidak demikian halnya yang terjadi pada saat sekarang ini, nilai-nilai baru yang mewarnai gaya hidup masyarakat Indonesia khususnya laki-laki yang tinggal di perkotaan, cenderung berorientasi pada nilai-nilai kebendaan. Artinya bahwa telah terjadi pergeseran orientasi nilai budaya pada jenis kegiatan, minat maupun pendapat yang lebih mementingkan penampilan secara fisik, glamour dan sebagainya, sehingga bisa dipastikan bahwa keberadaan gaya hidup tersebut menimbulkan kesan modern. Kini para pria yang tinggal di kota besar menjadi bagian penikmat dari layanan salon atau klinik kecantikan yang mulai menjamur di kota-kota besar (http://www.suaramerdeka.com). Salah satu buktinya adalah riset yang dilakukan oleh MarkPlus&Co bekerjasama dengan Adwork Euro RSCG salah satu perusahaan

(2)

periklanan, yang melakukan penelitian di Jakarta terhadap 400 responden pria kelas atas pada bulan Desember 2003. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pria semakin perduli dengan perawatan diri, mereka sekarang tidak malu pergi ke salon untuk facial, manicure, ataupun berdandan untuk memperbaiki penampilan (Kartajaya dkk, 2004)

Berdasarkan hasil riset Euro RSCG “The Future Of Man” yang dilakukan pada bulan Juni 2004, kemudian mereka menyimpulkan bahwa telah hadir sekelompok pria yang jumlahnya terus bertambah dan menentang semua pembatasan terhadap peranan pria tradisional. Mereka melakukan apa yang mereka inginkan, membeli apa yang mereka inginkan, dan menikmati apa yang mereka inginkan, terlepas dari anggapan sebagian orang yang menganggap ini sebagai hal yang “tidak laki-laki”. Dari temuan riset juga terungkap bahwa kini pria semakin “nyaman” mengekspresikan sisi-sisi feminin layaknya wanita. Mereka setuju bahwa berpenampilan menarik merupakan hal yang penting bagi mereka. Mereka melihat bahwa tidak menjadi masalah jika pria melakukan manicure dan melakukan facial (Media Indonesia, 28 Maret 2004).

Fenomena ini disebut dengan istilah metroseksual. Kaum metroseksual lebih bebas dalam mengekspresikan dirinya, berbeda dengan jalan pemikiran tradisional yang masih merujuk pada nilai-nilai budaya lokal. Contohnya dalam hal menjaga penampilan, pria generasi lama mungkin merasa bahwa menghabiskan waktu 30 menit untuk berdandan sangatlah “wanita sekali” tapi sebaliknya bagi pria

(3)

metroseksual aktivitas tersebut sah saja dilakukan, asalkan alasan dibalik itu semua bisa diterima.

Dari hasil riset terungkap bahwa sekitar 79 persen dari responden pria di Jakarta mengambarkan dirinya sebagai seorang yang senang bersosialisasi. Karena didukung oleh kesamaan karakter, para pria metroseksual memiliki hobi berkumpul dalam komunitasnya, mereka membicarakan segala sesuatu mulai dari trend terbaru sampai membicarakan lelucon terburuk (Media Indonesia, 4 April 2004). Selain itu kaum metroseksual selalu mengerjakan akivitasnya secara berkelompok, dengan arti lain secara tidak langsung terbentuk ikatan pertemanan diantara mereka. Berdasarkan data maupun pengamatan yang dilakukan, maka tampak bahwa yang merupakan ciri-ciri gaya hidup metroseksual adalah selalu memiliki pola perilaku yang cenderung pada kesenangan hidup. Hal ini dapat dilihat dari jenis aktivitas, minat maupun pendapat yang cenderung tertuju pada objek-objek tertentu.

Sarlito (dalam Harjanti , 2001) berpendapat bahwa dalam diri setiap orang ada kebutuhan akan pengakuan dari orang lain, sehingga mempengaruhi kebiasaan gaya hidup yang lebih menekankan gaya atau penampilan daripada fungsi produk itu sendiri dan pengakuan dari lingkungan lebih penting dari rasa puas atau fungsi produk. Penjelasan di atas diperkuat oleh teori Mclelland (dalam Harjanti , 2001) bahwa salah satu keutuhan hidup manusia adalah need for affiliation atau ketergantungan kepada kelompok dimana kebutuhan berafiliasi tersebut dapat memandang individu untuk memiliki pola perilaku yang cenderung sama dengan pola perilaku kelompoknya.

(4)

Melihat kecenderungan-kecenderungan diatas dapat diketahui bahwa status, gengsi, maupun penampilan fisik yang merupakan alasan individu memiliki gaya hidup metroseksual lebih terjadi pada intensitas yang tinggi pada ikatan pertemanan yang terjalin disebabkan adanya motif berafiliasi seperti kebutuhan diakui, diterima, dan diperhatikan oleh lingkungan.

Berdasarkan hal-hal diatas muncul suatu permasalahn mengenai gaya hidup metroseksual dan dalam penelitian ini permasalahn yang diangkat adalah apakah ada hubungan antara motif berafiliasi dengan gaya hidup metroseksual.

B. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara motif berafiliasi dengan gaya hidup metroseksual. Semakin tinggi motif berafiliasi maka semakin tinggi gaya hidup metroseksual, sebaliknya semakin rendah motif berafiliasi maka gaya hidup metroseksual akan semakin rendah.

C. Metode Penelitian

Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode angket dan skala. Angket digunakan untuk menanyakan identitas diri seperti umur, penghasilan. Skala digunakan untuk mengungkapkan gaya hidup metroseksual dan motif berafiliasi.

(5)

Pada penelitian ini menggunakan skala dengan empat alternatif jawaban, yaitu : Sangat Sesuai, Sesuai, Tidak Sesuai, Sangat Tidak Sesuai. Disajikan dalam bentuk aitem favorabel dan unfavorable dengan pemberian skor satu sampai empat. Secara rinci alat ukur yang digunakan adalah :

1. Skala gaya hidup metroseksual

Skala gaya hidup metroseksual merupakan alat ukur untuk mengungkap ciri-ciri gaya hidup metroseksual yang dikemukakan oleh Hermawan Kartajaya (2004) yaitu sangat memperhatikan penampilan, memiliki kesadaran yang tinggi mengenai konsep kesetaraan gender, fashion oriented, social butterfly

2. Skala motif berafiliasi

Skala motif berafiliasi mengungkap aspek motif berafiliasi. Adapun aspek motif berafiliasi yang akan diungkap dalam penelitian ini dikembangkan dari teori yang dikemukakan oleh Hill (1987), yaitu :(1) kebutuhan akan dukungan emosional ; dapat berwujud kebutuhan untuk mendapatkan simpati dari orang lain (2) aspek kebutuhan akan stimulasi positif ; kebutuhan akan situasi afektif maupun kognisi yang menyenangkan dalam proses afiliasi (3) aspek kebutuhan akan perhatian ; kebutuhan akan perasaan, harga diri, pujian, memiliki kompetensi dalam pergaulan, diakui orang lain (4) aspek untuk melakukan perbandingan sosial ; kebutuhan untuk mengatasi ketidakjelasan tentang identitas dirinya denga jalan mencari informasi dari lingkungan sosial tempat individu berada.

(6)

D. Metode Analisa Data

Untuk menguji hipotesis penelitian penulis menggunakan analisis statistik dengan teknik korelasi Product Moment dari Pearson. Keseluruhan kompilasi data dilakukan melalui program komputer SPSS For Windows versi 11.0

E. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil try out, uji validitas dan reliabilitas alat ukurnya adalah : a. Skala Motif Berafiliasi

Hasil uji reliabilitas skala motif berafiliasi ini menggunakan teknik Cronbach alpha dengan hasil sebesar 0,9089. Batasan yang digunakan pada uji validitas adalah 0,3 dari 43 aitem awal yang gugur sebanyak 18 aitem dan yang sahih sebanyak 25 aitem

b. Gaya Hidup Metroseksual

Hasil uji reliabilitas skala motif berafiliasi ini menggunakan teknik Cronbach alpha dengan hasil sebesar 0,9089. Batasan yang digunakan pada uji validitas adalah 0,3 dari 43 aitem awal yang gugur sebanyak 18 aitem dan yang sahih sebanyak 25 aitem

1. Deskripsi Data Penelitian

Untuk memperoleh gambaran umum mengenai data penelitian dapat dilihat pada tabel deskripsi data berisikan fungi-fungsi ststistik dasar yang disajikan secara lengkap pada tabel berikut ini:

(7)

Tabel 5

Deskripsi data penelitian

Variabel Skor Hipotetik Skor Empirik

XMin XMax Mean SD XMin XMax Mean SD GHM 33 132 82,5 16,5 73 130 104,87 11,706

MB 25 100 62,5 12,5 44 98 83,91 8,444

Berdasarkan deskripsi data penelitian diatas dapat dilihat skor yag diperoleh untuk variabel motif berafiliasi mean empiriknya 104,87 dan mean hipotetiknya 82,5. Sementara untuk variabel gaya hidup metroseksual mean empiriknya adalah 83,91 dan mean hipotetiknya adalah 62,5.

Deskripsi data pada tabel 5 tersebut diatas menunjukkan bahwa mean empirik variabel motif berafiliasi lebih besar daripada mean hipotetiknya, sehingga kecenderungan motif berafiliasi tinggi. Sedangkan mean empirik untuk variabel gaya hidup metroseksual lebih besar daripada mean hipotetiknya. Hal ini berarti bahwa gaya hidup metoseksual adalah tinggi.

Sebelum melakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang mencakup uji normalitas dan linieritas. Hal ini perlu dilakukan karena teknik korelasi yang digunakan adalah teknik product moment yang harus menggunakan data yang berdistribusi normal dan linier.

1. Uji asumsi mencakup uji normalitas dan linieritas yang dilakukan sebelum analisis data atau uji hipotesis.

(8)

a. Uji Normalitas

Uji normalitas menggunakan teknik One Sample Kolmogorov Smirnov Test. Variabel gaya hidup metroseksual menunjukkan K-SZ = 1,321 ; p = 0,061 (p>0,05) sedangkan variabel motif berafiliasi K-SZ = 1,074 ; p = 0,199 (p>0,05)

Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa kedua alat ukur tersebut memiliki sebaran yang normal.

b. Uji Linieritas

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui linieritas variabel gaya hidup metroseksual dengan variabel motif berafiliasi. Uji linieritas ini dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS versi 11,0. Diperoleh bahwa f = 14,386 ; p = 0,001 (p<0,05), dan deviation from linierity f = 1,135 ; p = 0,374 (p>0,05). Hasil uji linieritas tersebut menunjukkan antara gaya hidup metroseksual dengan motif berafiliasi bersifat linier dan tidak ada kecenderungan menyimpang dari garis linier.

2 Uji Hipotesis

Hubungan antara motif berafiliasi dengan gaya hidup metroseksual dapat diketahui dengan cara melakukan uji hipotesis. Hasil analisis data menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson pada program komputer SPSS versi 11,0, diperoleh angka koefisien korelasi sebesar 0,482 dengan p = 0,000 (p<0,01), sumbangan efektif 23,33 persen sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara motif berafiliasi dengan gaya hidup metroseksual dapat

(9)

diterima. Hasil uji korelasi tersebut menunjukkan adanya hubungan yang sangat signifikan antara kedua variabel penelitian.

F. Pembahasan

Motif berafiliasi yang berupa kebutuhan untuk memperoleh hubungan timbal balik dengan orang lain merupakan salah satu hal yang cukup mendasar dalam menentukan seseorang untuk bergabung dengan kelompok. Dengan bergabung dengan kelompok, seseorang akan lebih banyak berinteraksi dan saling menerima diantara sesamanya.

Organisasi atau kelompok yang dibentuk masyarakat sebagian besar disebabkan adanya kesamaan dalam hal latar belakang, pengalaman, maupun pandangan anggota-anggotanya. Berdasarkan teori pembandingan sosial menekankan bahwa keinginan individu untuk berafiliasi terjadi karena ingin membandingkan perasaan yang dimilikinya dengan kelompok yang diikutinya. Motif afiliasi individu timbul karena adanya kesamaan antara yang dimilikinya dengan orang lain atau kelompok. Festinger (Davidoff,1991) menyatakan bahwa kehadiran orang yang sama akan memberikan kesempatan pada orang lain untuk mengadakan evaluasi terhadap perasaan, keyakinan dan ketrampilan. Scahcter (dalam Yanto, 1983) mengemukakan bahwa seseorang mungkin bergabung dengan suatu kelompok karena dia mempunyai tujuan pribadi yang hanya dapat dicapai melalui afiliasi dengan orang lain (kelompok), aktivitas-aktivitas yang dilakukan kelompok akan bisa mempengaruhi anggotanya.

(10)

Motif afiliasi yang kuat pada komunitas pria metroseksual yang menjadi subjek penelitian ini terlihat mereka cenderung bergabung dalam kelompok, berhubungan dengan anggota kelompok lainnya, siap menerima anggota kelompok, cenderung mempunyai suasana hati yang lebih baik dalam berinteraksi dengan orang lain, maupun perhatian yang besar terhadap orang lain.

Berdasarkan pengamatan peneliti, kelompok mereka mempunyai hubungan pribadi yang cukup kuat dan dalam, setia terhadap anggota yang lainnya dan hubungan komunikasi yang meluas sifatnya. Adanya sifat hubungan yang meluas menimbulkan berkurangnya kendala yang menghambat pola interaksi yang sudah ada. Situasi yang demikian menimbulkan motif afiliasi yang tinggi bagi anggota-anggota kelompoknya.

Usia dapat mempengaruhi keinginan individu untuk berprilaku sesuai dengan keinginannya. Orang dewasa mampu mengendalikan perasaan pribadinya dalam mengerjakan sesuatu atau berhadapan dengan orang lain, sehingga ia tidak mementingkan dirinya sendiri tapi mementingkan pula perasaan orang lain. Menurut Mappiare (dalam Nur, 1996) pada usia 24-27 tahun kebanyakan pria muda mulai mengambil bagian dalam aktivitas sosial secara luas,sedangkan pada usia 30 tahun (baik pria maupun wanita) telah mencapai penyesuaian terhadap beragai perubahan dan memantapkan diri dalam berbagai aktivitas-aktivitas sosial. Banyak pria setengah baya yang memiliki banyak uang yang dapat disumbangkan dalam berbagai organisasi sehingga hal ini smakin memperluas kesempatan mereka untuk mengikuti

(11)

kegiatan-kegiatan yang merupakan wujud minat mereka dan hal itu memungkinkan untuk maksud-maksud tertentu. Misalnya mereka bergabung dengan kelompok sebagai ajang mengobrol, ajang bertukar pendapat, membangun networking dan relasi, menyalurkan hobi dan emosi.

Salah satu ciri pria metroseksual adalah gemar sharing dengan teman-teman komunitasnya. Mereka membicarakan tentang film apa yang layak untuk ditonton di malam minggu, merek baju apa yang pantas dipakai, suplemen apa yang paling efektif untuk membesarkan otot ketika fitness, semua ini dibicarakan pria metroseksual dalam komunitasnya. Dalam suatu komunitas biasanya terbentuk suatu hubungan atau relasi yang sifatnya jangka panjang, akibat dari hal ini adalah anggota komunitas juga biasanya mengenal pribadi satu sama lain secara lebih baik dan lebih dekat. Kalau sudah saling mengenal seperti itu tidak dapat disangkal lagi mereka akan saling percaya. Kepercayaan inilah yang mendasari terbentuknya komunitas metroseksual. Anggota suatu komunitas pada umumnya mempercayai apa yang dikemukakan oleh anggota komunitas lainnya.

Salah satu responden mengungkapkan bahwa selama ini banyak hal yang ia ketahui bedasarkan rekomendasi teman dalam komunitas yang melibatkan dirinya. Ada beberapa perkumpulan yang ia ikuti selain perkumpulan gereja, mulai dari perkumpulan teman-teman seprofesi sampai ke perkumpulan yang mempunyai hobi yang sama. Secara rutin, subjek tetap mengikuti pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh komunitasnya tersebut. Diantaranya adalah klub memancing, klub itu mengadakan pertemuan setiap bulan, jika sudah bertemu maka obrolannya tidak

(12)

hanya seputar peralatan pancing tapi berkembang ke tempat-tempat hang out, fesyen, sampai rumah. Subjek percaya pada semua yang direkomendasikan teman-temannya. Rekomendasi itu ia jadikan refrensi dalam memilih suatu produk atau informasi mengenai tempat-tempat yang mengasikkan. Subjek mencontohkan bahwa salon yang menjadi langganannya sekarang merupakan rekomendasi dari seorang teman di klub profesinya. Temannya mempromosikan bahwa salon tersebut memberikan pelayanan yang nyaman dan ekslusif dengan tenaga profesional, subjek pada awalnya hanya coba-coba saja untuk membuktikan ucapan temannya itu dan ternyata memang betul, sekarang subjek menjadi pelanggan bersama-sama teman yang mempromosikan salon tersebut.

Hal ini sangat berdampak bagi para pemasar. Komunitas dianggap penting untuk memasarkan produk mereka. Berita dari mulut ke mulut di kalangan konsumen umumnya dan pria metroseksual khususnya memang semakin berkembang. Saat ini, begitu banyak tawaran atau produk yang “menggiurkan” kaum metroseksual. Adanya perdagangan bebas juga membuat merk-merk asing semakin menjamur dan pilihan tentu semakin banyak. Hal ini menyebabkan informasi yang kaum metroseksual dengar, lihat, baca, semakin banyak pula. Semakin banyak informasi ini juga terkadang membuat mereka bingung. Semakin mereka bingung, mereka akan lebih senang mendengarkan, meminta rekomendasi dari teman atau komunitas mereka. Kaum metroseksual akan lebih percaya pada informasi yang diberikan oleh teman atau komunitas mereka. Mereka merasa yakin bahwa teman atau komunitas akan memberikan rekomendasi yang terbaik. Sebagai konsumen suatu produk, mereka

(13)

sering menerima opini dari orang lain sewaktu memberikan bukti-bukti yang dapat dipercaya dan dibutuhkan mengenai realitas. Suatu contoh yang paling nyata adalah ketika sulit menilai karakter merek atau produk melalui observasi, mereka kemudian akan merasa pemakaian atau rekomendasi dari orang lain adalah hal yang bijaksana dan abstrak (Engel, 1994)

Lebih lanjut, apabila dilihat dari atribut yang melekat pada gaya hidup mereka, pria metroseksual akan memasuki suatu kelompok yang anggotanya memiliki banyak kesamaan, misalnya pada kelompok eksekutif yang didalamnya gaya hidup anggotanya disimbolkan dengan pakaian, sepatu, parfum, aksesori laki-laki dan sebagainya.

Menurut Wirawan (2004) modernisasi dan globalisasi menyebabkan munculnya manusia jenis baru ini. Modernisasi mengubah gaya hidup menjadi lebih maju seirama perkembangan zaman. Terjadi pergeseran sosial dan perubahan gaya hidup dengan meninggalkan nilai lama. Modernisasi juga mengharuskan perubahan sikap dan mental dalam rangka penyesuaian dengan lingkungan baru. Sementara itu industrialisasi berkaitan dengan penyebaran barang yang diproduksinya. Agar hasil produksi laku di pasaran, para kapitalis dan sistemnya sengaja “membuat” budaya yang berhubungan dengan hasil produksinya, diantaranya perlengkapan untuk budaya metroseksual. Nantinya perlengkapan yang tadinya hanya sebatas kebutuhan skunder dapat menjadi primer.

Munculnya kaum metroseksual dipercayai juga disebabkan peran trend setter, apakah itu artis, ataupun tokoh masyarakat, yang jelas publik mempunyai

(14)

kecenderungan untuk meniru, memperhatikan apa saja yang dilakukan, apa saja yang digunakan oleh para artis. Hal ini sudah mengakar dlam budaya Amerika, apa yang dipakai oleh para artis Hollywood dalam acara pesta dan dalam kesehariannya diliput oleh tv asing lalu disebarluaskan dalam setiap ruang santai keluarga. Sama halnya dengan keadaan di Indonesia, sebagai masyarakat negri berkembang masyarakat Indonesia selama ini banyak menjadikan masyarakat barat sebagai acuan life style.Para artis seakan menjadi panutan bagi para fans untuk menentukan apa yang layak dan tidak, mungkin karena kepiawaian dalam bidangnya atau karena pesona fisiknya, namun beberapa figur terbukti menjadi trend setter dalam masyarakat. Karena pria metroseksual adalah pria yang technology enthusiast dan selalu ingin yang terdepan terhadap segala perkembangan yang ada seperti fashion dan life style, mereka memperhatikan trend yang berkembang dan berkeinginan untuk mengikutinya. Banyak dari mereka yang mendapatkan informasi dari media, pengamatan langsung atau informasi yang mereka terima dari sekitarnya. Hal ini akan didiskusikan ketika mereka berkumpul dalam komunitasnya. Kebudayaan merupakan salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang. Kebudayaan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh individu sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif yaitu meliputi cara-cara atau pola pikir, merasakan dan bertindak.

(15)

Stanton (Dharmmesta dan Handoko, 2000) mengartikan kebudayaan adalah simbol dan fakta yang kompleks yang diciptakan oleh manusia dan diteruskan dari generasi ke generasi sebagai penentu dan pengatur perilaku individu dalam masyarakat. Simbol tersebut dapat bersifat tidak kentara (sikap, pendapat, kepercayaan, nilai, bahasa, agama) atau bersifat kentara (alat-alat, perumahan, produk, karya seni dan sebagainya). Sebelumnya untuk memasarkan produknya kaum kapitalis barat sengaja membentuk citra wanita cantik adalah perempuan berkulit putih dan berambut panjang. Hal ini kemudian ditiru oleh sebagian perempuan kawasan tropis yang berusaha memutihkan kulit dan memanjangkan rambut mereka, tentunya dengan sarana dan prasarana yang telah disediakan oleh kapitalis industri barat. Kini barat kembali sengaja membentuk citra kaum laki-laki, metroseksual sebagai pria modern yang suka berdandan, sehat, berkantong tebal. Untuk penyebaran citra ini dibuat pula kebutuhan pelengkap penampilan dan perawatan tubuh para pria mulai dari pembersih kulit, wajah, kuku, rambut, pewangi tubuh dan sebagainya.

Data yang didapat di lapangan bahwa mereka tidak malu untuk melakukan perawatan tubuh seperti layaknya wanita. Inti dari pemikiran ini adalah bahwa munculnya kaum metroseksual sebagai salah satu bentuk pergeseran nilai kelaki-lakian akibat masuknya wanita kedalam dunia kerja. Norma ini kemudian mempengaruhi kebijakan dunia kerja yang mulai memasukkan penampilan diri sebagai kriteria dalam penilaian karyawan. Semakin banyak wanita yang bekerja mengakibatkan pria berpikir ulang bahwa mereka juga harus tampil menarik di lingkungan kerja. Pria yang bekerja di lingkungan kerja banyak wanitanya akan lebih

(16)

memperhatikan penampilan dibandingkan dengan rekan mereka yang lingkungan kerjanya tidak ada wanitanya. Dalam hal ini wanita dijadikan sebagai kelompok refrensi bagi pria metroseksual. Kelompok refrensi merupakan salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi seseorang bergaya hidup tertentu. Kelompok refrensi adalah kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung pada sikap dan perilaku seseorang. Pengaruh itu akan menghadapkan individu pada perilaku dan gaya hidup tertentu. Terbentuknya suatu kelompok berasal dari adanya kesamaan minat, visi dan persepsi. Jadi kelompok yang mendukung pendapat bahwa globalisasi pasti mengandung hal-hal yang modern, mengandung prestise serta selalu mengutamakan kesenangan pasti akan selalu berusaha untuk melakukan hal yang sama dengan kelompoknya supaya ia tidak dianggap kuno dan ketinggalan zaman oleh anggota yang lain.

Penelitian ini memiliki kelemahan dalam hal penentuan kriteria subjek yang tidak terlalu jelas antara lain peneliti tidak memberikan definisi yang spesifik tentang subjek sehingga akan mempengaruhi pengambilan responden yang mungkin tidak tepat, contohnya kategori A dalam sosial ekonomi tidak diukur sehingga faktor ini dapat menjadi kelemahan dalam penelitian ini. Saat penyebaran angket peneliti pada awalnya hanya mengira-ngira bahwa subjek berusia antara 24-45 tahun hanya berdasarkan kondisi fisik yang terlihat dari luar dan peneliti mengetahui usia subjek sebenarnya setelah subjek mengisi angket. Kelemahan lain dalam penelitian ini adalah, peneliti sebelumnya tidak mengetahui latar belakang subjek apakah subjek termasuk dalam golongan atas, golongan menengah atau golongan rendah. Sehingga

(17)

tidak menutup kemungkinan untuk terjadi bias dalam arti saat pengisian angket tidak sesuai dengan kondisi subjek yang sesungguhnya.

Metroseksual memang tergolong liberal dalam hal pemikiran dan cukup terbuka untuk mendiskusikannya. Mereka juga gemar berkumpul dalam komunitasnya guna berbagi pengalaman dan kesenangan. Itulah sebabnya di kalangan metroseksual hal baru sangat mudah menyebar dan menjadi trend. Pria metroseksual memiliki kecenderungan menghargai sesuatu yang baru, mereka memperhatikan trend yang berkembang dan berkeinginan untuk mengikutinya dan hal ini akan didiskusikan ketika mereka sedang berkumpul dalam komunitasnya.

(18)

G. Kesimpulan

Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara motif berafiliasi dengan gaya hidup metroseksual. Semakin tinggi motif berafiliasi maka akan semakin tinggi gaya hidup mrtroseksual. Sebaliknya semakin rendah motif berafiliasi maka akan semakin rendah pula gaya hidup metroseksual. Dalam penelitian ini gaya hidup metroseksual tinggi disebabkan karena motif afiliasi yang tinggi.

H. Saran

Saran bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan bahasan yang sama. Disarankan untuk melengkapi dengan data wawancara dan observasi. Disarankan pula untuk menggunakan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi gaya hidup meetroseksual. Faktor-faktor tersebut bisa berasal dari dalam maupun dari luar diri seseorang. Faktor dari luar misalnya seberapa besar pengaruh trend-setter atau peran media dalam melatarbelakangi timbulnya gaya hidup metroseksual. Selain itu perlu kiranya memperhatikan konsep tentang gaya hidup metroseksual secara spesifik sehingga dapat memberikan batasan usia yang jelas bagi subjek yang akan digunakan dalam penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

3.3 Peserta didik dapat Mengaitkan isi kandungan surat Al Fatihah tentang tauhid Rubbubiyah dengan kehidupan 3.4 Peserta didik dapat menerjemahkan An-Nas, Al-Falaq

2. Apa sebabnya tindakan itu harus dilaksanakan? 3. Dimanakan tindakan itu harus dilaksanakan? 4. Kapankah tindakan itu harus dilaksanakan? 5. Siapa yang harus melaksanakan

Hasil penelitian menunjukkan tidak bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P&gt;0,05) terhadap fenomena kelenturan fenotipik dalam sifat-sifat reproduksi (umur dewasa kelamin,

30 tahun (fresh graduate-employee/ entrepreneurship). Pada blok saluran Guten.inc memiliki dua jenis saluran untuk menyampaikan produknya kepada segmen konsumen yaitu saluran online

Visi PT Yamaha Indonesia adalah menciptakan berbagai produk dan pelayanan yang mampu memuaskan berbagai macam kebutuhan dan keinginan dari berbagai pelanggan Yamaha di

Pasien maternal yang memiliki hipertensi sebelum atau pada masa kehamilan lebih berisiko mengalami preeklampsia karena pada kondisi hipertensi akan terjadi vasokontriksi

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Memotret implementasi MBS di SMP NU; dan 2) Memotret kondisi SMP NU menggunakan pendekatan EDS. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif