• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBANGUN CITRA LABORATORIUM KIMIA RAMAH LINGKUNGAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEMBANGUN CITRA LABORATORIUM KIMIA RAMAH LINGKUNGAN."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

MEMBANGUN CITRA LABORATORIUM KIMIA RAMAH LINGKUNGAN I Ketut Lasia1), Ni Made Wiratini2), I Ketut Budiada3)

1)

Pranata Lab. Jurdik Kimia Undiksha,2)Dosen Jurdik Kimia Undiksha, 3)

Pranata Lab. Jurdik Fisika Undiksha e-mail: [email protected].

Abstrak

Laboratorium kimia adalah salah satu pengguna bahan kimia. Bahan-bahan kimia yang digunakan sering menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan. Dampaknya adalah citra laboratorium kimia menjadi pencemar lingkungan. Untuk memulihkan citra laboratorium kimia yang ramah lingkungan diperlukan berbagai upaya. Upaya-upaya tersebut adalah penerapan sistem managemen lingkungan, penanganan B3 secara tepat, pemanfaatan bahan praktikum berbasis lingkungan, menggunakan bahan kimia secukupnya, memperkenalkan alat-alat kimia dengan skala mikro, dan melakukan praktikum secara bersiklus.

Kata-kata kunci: laboratorium kimia, ramah lingkungan, citra

Abstract

Chemistry laboratory is one of using chemical. It chemical is usually hazardous to environment. It effects, chemistry laboratory becomes bad image. Bad image of chemistry laboratory must be rehabilitated. Chemistry laboratory can be rehabilitated by using environment management system, good handling hazardous chemical, using chemical is not so much in experiment, using micro apparatus, and cycling experiment.

Key words: chemistry laboratory, environmentally, good image PENDAHULUAN

Penggunaan bahan-bahan kimia di dunia telah berkembang pesat. Sebagian besar bahan-bahan kimia tersebut merupakan bahan berbahaya. Data menunjukkan hampir 11 juta jenis bahan kimia telahdiidentifikasi pada tahun 1995, baik yangterdapat di alam maupun yang dibuat oleh manusia, dan hampir setiap tahun 1.000 jenis bahan kimia baru masuk ke perdagangan. Bahan kimia yang telah digunakan dan diperdagangkan secara umum sekitar 63.000 jenis, 50.000 jenis diantaranya digunakan sehari-hari, 1.500 jenis merupakan bahan aktif pestisida, sekitar 4.000 jenis sebagai bahan aktif obat-obatan, dan 2.500 jenis digunakan sebagai bahan tambahan makanan. Dari sekian banyak bahan kimia tersebut, baru beberapa ratus jenis saja yang telah dievaluasidampaknya tehadap kesehatan dan lingkungan. Perdagangan bahan kimia dunia pada tahun 1991 mencapai nilai 1,2 M US$, 40% berkaitan dengan petrokimia. Pemakaian bahan kimia di Indonesia (1991) sekitar 0,46% dari nilai perdagangan dunia. Salah satu pemakai bahan kimia adalah laboratorium kimia (Enri Damanhuri,2008).

Laboratorium adalah suatu tempat mahasiswa, dosen, dan peneliti melakukan percobaan. Percobaan yang dilakukan menggunakan berbagai bahan kimia, peralatan gelas dan instrumentasi khusus yang dapat menyebabkan kecelakaan bila dilakukan

dengan cara yang tidak tepat. Kecelakaan terjadi karena kelalaian atau kecerobohan dalam bekerja. Kecelakaan tidak hanya dapat terjadi terhadap praktikan saja, tetapi dapat berimbas terhadap orang di sekitarnya. Keselamatan kerja di laboratorium merupakan dambaan bagi setiap individu yang sadar akan kepentingan kesehatan, keamanan, dan kenyamanan kerja. Bekerja dengan selamat dan aman berarti menurunkan resiko kecelakaan (Muhtaridi, 2011)

Sumber kecelakaan terbesar bekerja di laboratorium kimia berasal dari bahan-bahan kimia. Pemahaman jenis, sifat, dan cara menanggulangi bahan kimia sangat diperlukan oleh praktikan di laboratorium (Muhtaridi, 2011). Kekurangpahaman tentang bahan kimia berpotensi merusak kesehatan praktikan dan lingkungan di sekitar laboratorium (Lisa Moran dan Tina Masciangioli, 2010).

Kecelakaan akibat bahan-bahan kimia dapat terjadi jika bahan-bahan masuk ke dalam tubuh praktikan melalui mulut, kulit, dan pernafasan. Bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan dapat berakibat sebagai: a) asphyxiant: bahan kimia yang menyebabkan kehilangan kesadaran karena kekurangan oksigen dalam darah, misalnya nitrogen, hidrogen, dan karbon monoksida. b) Irritant: bahan kimia yang melukai jaringan sistem pernafasan dan paru-paru, misalnya hidrogen khlorida yang merupakan bahan

(2)

korosif. Bahan kimia yang bersifat toksik dapat merusak jaringan di lokasi kontaknya (efek lokal) atau berpengaruh negatif dengan jalan lain, dan mengakibatkan efek sistemis. Sebagai contoh, bila merkuri terserap oleh kulit maka akan dapat merusak ginjal atau pusat sistem syaraf (Enri Damanhuri, 2008).

Pengaruh racun bahan kimia dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu yang dibutuhkan terjadinya penyakit atau gangguan, yaitu: a) bersifat akut: kerusakan yang terjadi akibat bahan dengan pemaparan singkat, seperti terhisapnya gas HCl beberapa detik menyebabkan kerusakan langsung pada paru-paru; bisa saja keterpaparan ini terjadi secara berulang-ulang sampai menimbulkan kerusakan. b) bersifat kronis: suatu pengaruh atau keadaan sakit yang muncul sedikit demi sedikit dalam waktu yang agak lama setelah pemaparan pertama, misalnya timbulnya kanker liver angiosarcoma yang muncul beberapa tahun setelah menghirup vinyl khlorida. c) bersifat laten: suatu pengaruh atau keadaan sakit yang baru berkembang setelah masa inkubasi terlampaui, misalnya benzene akan mengakibatkan aplastic anemia setelah sekitar 10 tahun sejak pertama kali terjadinya pemaparan (Enri Damanhuri, 2008). Oleh karena itu, laboratorium kimia sebagai pengguna bahan-bahan kimia dikenal sebagai sumber cedera, penyakit, bahkan kematian bagi praktikan dan lingkungannya (http:// ppbn.or.id/site). Laboratorium kimia juga dikenal sebagai sumber pencemar lingkungan.

Berdasarkan uraian di atas, teknik pengelolaan bahan kimia yang efektif dan aman perlu disebarluaskan sehinggga bermanfaat untuk masyarakat dan lingkungan sehingga terbangun citra laboratorium kimia ramah lingkungan. Dengan demikian, tulisan ini akan membahas upaya untuk membangun citra laboratorium kimia yang ramah lingkungan. PEMBAHASAN

Sumber limbah

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), maka limbah dibagi menurut:

a. Limbah yang berasal dari sumber tidak spesifik;

b. Limbah yang berasal dari sumber spesifik; c. Limbah dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, kebocoran, rusak kemasan atau yang tidak memenuhi spesifikasi.

Cara lain untuk menentukan limbah termasuk B3 atau tidak, maka pertama kali harus diketahui jenis dan karakteristik limbah. Untuk menentukan limbah kedalam kategori limbah berbahaya atau tidak dengan jalan melihat sifat-sifat limbah berbahaya (UIUC Chemical Waste Management Guide, 2006) yaitu:

a. Mudah terbakar (flammable)

1) Cairan yang memiliki titik nyala < 60oC; 2) Bukan cairan yang dalam kondisi normal

dapat terbakar sendiri; 3) Gas yang mudah terbakar;

4) Bahan kimia yang mudah teroksidasi (oxidizer).

b. Korosif (Corrosive)

1) Larutan yang memiliki pH ≤ 2 atau ≥ 12.5; 2) Larutan yang dapat menjadi penyebab korosi besi dengan laju ≥ ¼ inch per tahun pada suhu 55°C

c. Reaktif (reactive)

1) Dalam kondisi normal tidak stabil dan dapat berubah setiap saat tanpa ada pemicu; 2) Cepat bereaksi dengan air;

3) Dapat meledak apabila bercampur dengan air;

4) Apabila bercampur dengan air

menghasilkan gas beracun, uap yang dalam jumlah tertentu dapat menjadi ancaman kesehatan manusia dan lingkungan;

5) Dapat membentuk sianida atau sulfida pada pH 2 – 12.5 dapat membentuk gas beracun, uap yang dalam jumlah tertentu dapat menjadi ancaman kesehatan manusia dan lingkungan;

6) Dapat menjadi bahan peledak apabila direaksikan dengan bahan kimia tertentu. d. Beracun (toxic)

1) Apabila tutup kemasan rusak, bahan ini dapat memberikan uap beracun dengan paparan sekitar tempat penyimpanannya; 2) Bahan ini dapat mengganggu sistem metabolisme saluran darah didalam tubuh manusia sehingga keterpaan dalam selang waktu tertentu (nilai ambang batas) mengakibatkan kematian.

Timbulan limbah laboratorium (waste generator)

Bahan kimia berbahaya yang dipergunakan di laboratorium, pada saat pertama kali kemasan dibuka sesungguhnya sudah menghasilkan limbah yang dapat menjadi ancaman potensi penurunan kesehatan manusia ataupun degradasi lingkungan. Dalam gambar 2.1 dapat diterangkan bagaimana

(3)

Gambar 2.1 Proses terbentuknya Limbah Berbahaya Sumber : EPA-233-B-00-001

Gambar 2.1 menunjukkan setiap substansi yang berhubungan dengan laboratorium apabila dipergunakan sebagai bahan baku reaksi kimia pasti menghasilkan limbah, seberapa banyak jumlah dari limbah tersebut yang merupakan potensi bahaya dapat dihitung berdasarkan laju buangan limbah dalam 1 (satu) bulan dengan satuan kilogram. Apabila mengacu kepada United States Environtmental Protection Agency (EPA) jumlah buangan limbah dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:

a. Laboratorium yang memproduksi limbah jumlah kecil (conditionally exempt small quantity generator, CESQG);

b. Jumlah timbulan limbah lebih kecil dari 100 Kg per bulan Laboratorium yang memproduksi limbah jumlah sedang (small quantity generator, SQG);

c. Jumlah timbulan limbah antara 100 dan 1000 Kg per bulan Laboratorium yang memproduksi limbah jumlah besar (large

quantity generator, LQG);

Gambar 2.2 Laju Timbulan Limbah Berbahaya per Bulan Sumber : EPA-233-B-00, 2001)

Kuantitas limbah laboratorium cairan sangat banyak ditemukan. Oleh karena itu, pengukuran dikonversikan menjadi satuan berat dengan mengalikannya dengan density atau spesific gravity (mendekati nilai 1 apabila cairan encer). Misalnya jumlah timbulan limbah cair selama 1 (satu) bulan = 100 liter, asumsi berat jenis cairan = 1, maka kuantitas timbulan limbah cair selama 1 (satu) bulan = 100 x 1 Kg = 100 Kg. Perhitungan didasarkan pada jumlah hari dalam 1 (satu) bulan kalender, maka laporan

yang diberikan juga wajib mencantumkan produksi timbulan limbah (waste generator) dalam bulan yang tersebut.

Cara menangani dan mengurangi limbah Penerapan system managemen lingkungan

United Nation of World Commission on Environment and Development menuntut masyarakat agar memenuhi kebutuhan manusia dengan meningkatkan potensi produktif melalui cara-cara yang ramah lingkungan, maupun dengan menjamin tersedianya peluang yang adil

(4)

bagi semua pihak sehingga tercipta

pembangunan yang berkelanjutan

(WCED,1987).

Sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan, implementasi terhadap persyaratan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO 14001 termasuk didalamnya laboratorium, secara garis besar konsep SML

ISO 14001 telah diadopsi oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) menjadi suatu prosedur standard dengan kode SNI 19-14001-2005 yang memuat semua persyaratan sistem manajemen yang berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan. Standard ini berdasarkan metodologi Plan, Do, Check, Act (PDCA).

Gambar 2.3 Konsep Sistem Manajemen Limbah (SML) Sumber : SNI 19-14001, 2005

Yang dimaksud dengan PDCA adalah:

a. Rencanakan (Plan) :Menetapkan tujuan dan proses yang diperlukan untuk memberikan hasil yang sesuai dengan kebijakan lingkungan organisasi.

b. Lakukan(Do) :Menerapkan proses tersebut c. Periksa (Check) :Memantau dan mengukur

proses terhadap kegiatan lingkungan, tujuan, sasaran, persyaratan peraturan perundangan-undangan dan ketentuan lain yang diikuti organisasi, serta melaporkan hasilnya.

d. Tindakan (Act) :Melaksanakan tindakan untuk meningkatkan kinerja system manajemen lingkungan secara berkelanjutan.

Tindakan nyata (Action Plan) yang dilakukan laboratorium dalam rangka tetap memelihara kondisi lingkungan agar dapat senantiasa terkendali dalam bentuk :

a. Secara konsisten mampu memenuhi persyaratan system manajemen lingkungan baik yang diatur melalui Undang- Undang maupun Peraturan Pemerintah atau keputusan Kepala Daerah.

b. Senantiasa melakukan upaya perbaikan terhadap lingkungannya.

c. Berpijak kepada kehandalan lingkungan yang sudah tercipta sebelumnya sebagai dasar

perbaikan berkesinambungan (continual improvement).

d. Melakukan upaya maksimal terhadap investasi dalam rangka pemeliharaan lingkungan.

e. Berupaya untuk melakukan integrasi antara objektif lingkungan dengan objektif bisnis secara menyeluruh.

f. Berupaya memberikan lingkungan yang aman bagi pekerja.

Issue lingkungan menjadi penting dalam membangun citra loboratorium kimia, untuk mempermudah melakukan identifikasi awal kemungkinan-kemungkinan dampak negatif yang dapat terjadi. Dengan demikian dapat dilakukan proses pencegahan daripada mengatasinya kerusakan lingkungan yang telah terjadi (Robby Lasut, 2006).

Dalam lingkup laboratorium dapat dinyatakan sebagai:

a. Lebih baik melakukan analisis kimia secara benar sejak awal daripada melakukannya berulang kali karena terjadi kesalahan di akhir pekerjaan.

b. Lebih murah mencegah kebocoran bahan kimia daripada melakukan pembersihan jika sudah terjadi kebocoran.

(5)

c. Lebih murah mencegah polusi sebelum terjadi daripada mengelolanya kalau polusi sudah terbentuk.

Selanjutnya issue lingkungan juga merupakan investasi jangka panjang oleh karena melalui manajemen lingkungan laboratorium dapat bekerja secara efektif dan memiliki tujuan atau sasaran yang dicapai oleh organisasi secara keseluruhan.

Kegiatan manajemen inventori bahan kimia dan manajemen limbah laboratorium termasuk dalam upaya untuk memenuhi persyaratan SML ISO 14001 diantaranya secara proaktif senantiasa melakukan:

a. Perbaikan terhadap Standard Operating Procedure (S.O.P) kelola bahan kimia dan penyimpanannya.

b. Perbaikan terhadap Standard Operating Procedure (S.O.P) kelola limbah

c. Penataan bahan kimia di gudang yang memenuhi ketentuan umum serta aman bagi pekerja dan lingkungan.

Penanganan B3 secara tepat

Limbah berbahaya laboratorium kimia yang tidak bisa diolah lagi (disposal) diperlakukan dengan mengemas dan memberi identitas pada kemasan. Tempat kemasan dari limbah dimaksud harus mendapat perhatian serius, karena pengelolaan yang salah terhadap limbah disposal dapat menjadi ancaman gangguan kesehatan bagi pekerja dan kerusakan lingkungan di laboratorium. Upaya

yang dilakukan dalam rangka pembuangan limbah berbahaya tersebut adalah sebagai berikut (Robby Lasut, 2006).

a. Identifikasi penamaan tempat penampung limbah (labelling of waste container);

b. Tempat penampung limbah mutlak harus diberi identifikasi “LIMBAH BERBAHAYA” untuk menghindari terjadinya salah pengelolaan;

c. Pencantuman jenis dan karakteristik limbah sangat membantu pekerja didalam melakukan kemasan limbah berbahaya; d. Kemasan yang tepat (proper container); e. Tempat kemasan/botol penyimpanan limbah

berbahaya diupayakan sejenis dengan asal limbah tersebut atau dapat dipakai botol yang memiliki kapasitas 4-5 liter dengan tutup yang masih berfungsi dengan sempurna;

f. Penyimpanan berdasarkan karakteristik limbah berbahaya (storage, compability & safety) untuk mencegah kontaminasi dengan substansi lain;

g. Tidak dibenarkan untuk menyimpan kemasan limbah berbahaya berada dekat dengan saluran pembuangan (drainage, sink) atau meletakkannya berdampingan dengan limbah berbahaya lain dari substansi yang tidak sesuai (imcompability) untuk menghindari apabila terjadi kebocoran dan limbah tersebut dapat beraksi membentuk ledakan, nyala atau menghasilkan racun.

Gambar 2.4 Identifikasi Limbah Berbahaya Sumber : Waste Determination, GWU,2006 Pemanfaatan bahan berbasis lingkungan

Pemanfaatan potensi lingkungan, seperti penggunaan indikator alam kunyit,

kembang sepatu dan yang lainnya sebagai indikator adalah salah satu upaya untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang

(6)

disebabkan oleh praktikum kimia. Pemanfaatan potensi lingkungan dalam laboratorium kimia dapat mengurangi biaya operasional laboratorium kimia yang terkesan mahal, mengurangi kesan praktikum kimia berbahaya, dan pembelajaran menjadi kontekstual. Pemanfaatan potensi lingkungan dalam praktikum ternyata dapat meningkatkan pemahaman konsep pebelajar dan dapat meningkatkan kreatifitasnya (Lasia, 2012 dan Wiratini, dkk.2011).

Penggunaan bahan kimia secukupnya

Bahan kimia di laboratorium kimia memiliki harga yang cukup mahal apalagi dengan kualifikasi pro analisis. Disamping itu, dampak penggunaan bahan kimia secara berlebihan dapat mencemari lingkungan di sekitar laboratorium kimia. Dengan demikian citra laboratorium kimia yang identik dengan bahan-bahan berbahaya semakin melekat. Penggunaan bahan kimia secukupnya adalah jawaban untuk membangun citra laboratorium kimia yang ramah lingkungan.

Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi limbah laboratorium kimia adalah dengan memperkenalkan alat-alat kimia dengan skala mikro dan melakukan dengan praktikum secara bersiklus. Penggunaan alat-alat kimia skala mikro dan praktikum secara bersiklus memiliki beberapa keuntungan, antara lain: hemat bahan, tujuan praktikum dapat tercapai, dan biaya opersional bahan dalam praktikum menjadi murah, serta secara otomatis mengurangi limbah hasil praktikum(Karyasa, 2010).

PENUTUP Simpulan

Upaya membangun citra laboratorium kimia ramah lingkungan dapat dilakukan dengan: penerapan sistem managemen lingkungan, penanganan B3 secara tepat, pemanfaatan bahan berbasis lingkungan, menggunakan bahan kimia secukupnya, memperkenalkan alat-alat kimia dengan skala mikro, dan melakukan praktikum secara bersiklus.

Saran

Harga bahan kimia sangat mahal dan dampak yang ditimbulkan sangat luas terhadap kehidupan manusia. Untuk itu, penggunaan bahan kimia seharusnya secara bijaksana, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif. DAFTAR PUSTAKA

DHWM Guidance Document, State of Ohio Environtmental Protection Agency, Akses Inetrnet 5 Juli 2006: www.epa.state.oh.us/ dhwm/pdf/Episodic_Generation.pdf

Enri Damanhuri. 2008. Diktat Pengelolaan B3. Jakarta. Dikti.

Environmental Management Guide For Small Laboratories, EPA 233-B-00-001, dalam LS&EM V7, No.5

George Washington University, Waste Determinations, akses internet 5 Juli2006

http://www.gwu.edu/~riskmgnt/hazmat/waste determinations.pdf

ISO 17025 -2005. Panduan Persyaratan Sistem Manajemen Laboratorium.

Karyasa I W. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Anorganik. Undiksha: Singaraja.

Managing of Your Hazardous Waste. Environmental Protection Agency (EPA). 2001

Muhtaridi. 2011. Keselamatan Kerja Di Laboratorium. Makalah dalam pelatihan laboran di Makasar.

Lasia, I K dan Wiratini, Ni M. 2012. Membangun Penguasaan Konsep IPA Kelas V SD melalui Laboratorium Berbasis Lingkungan. Jurnal IKA Undiksha. Vol 10, No 1. Hal.88-100

Lisa Moran dan Tina Masciangioli. 2010. Keamanan Dan Keselamatan Laboratorium Kimia: Panduan Pengelolaan Bahan Kimia Dengan Bijak. Washington: The National Academi Press.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 junto 85 tahun 1999

Robby Lasut. 2006. Implementasi Manajemen Bahan Kimia dan Limbah Laboratorium Kimia (Studi Kasus di Laboratorium PT Pupuk Kaltim, tbk ) tesis, Semarang: Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro

UIUC CHEMICAL WASTE MANAGEMENT GUIDE Revised 7/2006, akses internet 5

Agustus 2006

http://www.ehs.uiuc.edu/css/guidesplans/was teguide/chapter3.aspx?tb

ID=gp

Waste/Hazardous Waste bulletin ≠1.01, Januari 2002

Wiratini Ni M, Suardana I N, Lasia I K. 2011. Pemanfaatan Potensi lingkungan Lokal dalam membuat Prosedur Praktikum kontekstual. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran. Jilid 44, No 1-3. Hal. 60-68.

Gambar

Gambar 2.1 Proses terbentuknya Limbah Berbahaya  Sumber : EPA-233-B-00-001
Gambar 2.3 Konsep Sistem Manajemen Limbah (SML)  Sumber : SNI 19-14001, 2005
Gambar 2.4 Identifikasi Limbah Berbahaya  Sumber : Waste Determination, GWU,2006  Pemanfaatan bahan berbasis lingkungan

Referensi

Dokumen terkait

Metode pemakaian Pompa Angguk atau Sucker Rod Pump (SRP) digunakan apabila suatu sumur minyak sudah tidak dapat lagi mengangkat fluida dari dasar sumur ke atas permukaan secara

menunjukan bahwa untuk karakter tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, umur berbunga, jumlah polong berisi, jumlah polong hampa, bobot biji, jumlah biji dan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu: 1) Untuk meneliti apakah asimetri informasi, ukuran perusahaan dan Leverage secara

Hasil analisis regresi logistik ganda, menunjukkan bahwa variabel- variabel yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah usia anak, kunjungan ANC, makanan prelakteal dan

HUKUM DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA DI BIDANG MEREK (Studi Putusan Nomor 1483/Pid.Sus/2013/PN.JKT.PST) Penulisan Hukum (Skripsi) ini merupakan tugas akhir yang

Pupuk Organik Cair BIOC Beta di produksi dengan teknik formulasi terbaru yang mempunyai kandungan dan komposisi yang tepat dan berimbang serta mengandug unsur hara makro dan

Secara umum gejala leptospirosis, antara lain demam (ringan atau tinggi), nyeri kepala yang bisa menyerupai nyeri kepala pada DBD, seringkali disertai tubuh yang menggigil, nyeri

Kajian upaya peningkatan daya saing peternakan kambing Saburai skala kecil di Kabupaten Tanggamus diharapkan dapat merumuskan tahapan pengembangan sumberdaya peternak