• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. ANALISA. A. Sejarah Desa, Pemukiman, dan Tata Guna Lahan Desa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. ANALISA. A. Sejarah Desa, Pemukiman, dan Tata Guna Lahan Desa"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

75

V. ANALISA

A. Sejarah Desa, Pemukiman, dan Tata Guna Lahan Desa

Keempat desa terpilih pada kegiatan inventarisasi sosial budaya ini memiliki sejarah desa yang hampir sama, yaitu merupakan masyarakat yang tinggal secara turun temurun di desa yang hingga saat ini merupakan generasi kesepuluh sampai kesebelas. Khusus untuk masyarakat di Desa Campa, menurut sejarahnya dahulu tinggal di bukit-bukit sekitar desa yang kemudian turun bukit dan membentuk perkampungan yang menjadi Desa Campa. Masyarakat yang tinggal di desa terpilih mayoritas merupakan masyarakat lokal/asli desa setempat. Hanya Desa Parado Wane yang selain mayoritas masyarakat lokal/asli desa setempat, sebagian lagi merupakan masyarakat pendatang dari daerah Ngali dan Tolotangga.

Bentuk pemukiman keempat desa terpilih adalah sama yaitu mengelompok pada satu wilayah, dengan rumah berbentuk panggung untuk bangunan rumah lama dan semi permanen untuk bangunan rumah baru. Adapun mayoritas masyarakat desa terpilih sudah menggunakan bentuk rumah semi permanen (dari batu bata dan semen), dan sebagian bentuk rumah panggung. Khusus untuk Desa Parado Wane bentuk rumah dari bambu juga banyak dijumpai, karena selain murah, batang bambu juga mudah didapat di hutan sekitar desa.

Aksesibilitas keempat desa terpilih sudah baik, yaitu dengan sudah adanya jalan aspal sebagai jalan utama, jalan diperkeras, dan jembatan yang menghubungkan antar desa, kecamatan dan kabupaten. Sumber penerangan di keempat desa terpilih mayoritas sudah menggunakan listrik dari jaringan PLN, sehingga untuk penerangan masyarakat di malam hari dan kebutuhan tenaga listrik untuk peralatan rumah tangga lainnya sudah tersedia. Untuk keperluan sumber air sehari-hari yang digunakan oleh keempat desa terpilih berbeda-beda. Di Desa Campa mayoritas sumber air berasal dari mata air yang dialirkan melalui pipa atau selang, Desa Monggo mayoritas berasal dari PAM, Desa Simpasai mayoritas berasal dari sumur

(2)

76

pompa, dan Desa Parado Wane mayoritas berasal dari sumur perigi. Keempat desa terpilih tidak khawatir akan kekurangan air karena kualitas air yang ada juga baik.

Untuk keperluan memasak sehari-hari keempat desa terpilih mayoritas masyarakatnya masih mengandalkan kayu bakar sebagai bahan bakarnya, dan hanya sebagian kecil saja yang sudah menggunakan gas/listrik sebagai bahan bakar untuk memasak. Khusus di Desa Campa sebagian besar masyarakatnya menggunakan minyak tanah untuk keperluan memasak sehari-hari.

Penggunaan lahan terbanyak di Desa Campa dan Monggo adalah untuk tanah sawah. Di Desa Campa juga banyak terdapat tegalan/kebun dan hutan negara, sementara di Desa Monggo penggunaan lahan lainnya menjadi urutan kedua terbanyak setelah tanah sawah. Untuk penggunaan lahan di Desa Simpasai dan Paradowane didominasi oleh tegalan/kebun. Di Desa Simpasai juga terdapat hutan negara, sementara di Desa Parado Wane penggunaan lahan lainnya juga berimbang dengan luasan tegalan/kebunnya. Penggunaan lahan yang didominasi oleh tanah sawah dan ladang/perkebunan ini berkaitan erat dengan mayoritas masyarakat di empat desa terpilih yang bermatapencaharian dari pertanian/ladang, disamping juga usaha peternakan, budidaya tanaman kehutanan, dan pemanfaatan hasil hutan lainnya.

Sistem perladangan masyarakat rata-rata sudah menetap. Di Desa Campa dan Desa Monggo, pada saat ini masyarakat sudah tidak melakukan perluasan areal kerja lagi (perambahan) untuk perkebunan/perladangan. Sementara di Desa Simpasai dan Desa Parado Wane masih ada juga beberapa masyarakat yang masih melakukannya. Di Desa Simpasai , lahan perambahan tersebut oleh masyarakat biasanya mula-mula ditanami padi, cabe, bawang merah, dan jenis tanaman palawija lainnya, tetapi disela-selanya ditanami pohon hutan seperti jati dan mahoni. Setelah tanaman hutan tersebut besar, maka lahan itu akan tidak ditanami tanaman padi/palawija lagi. Sementara di Desa Parado Wane lahan tersebut untuk ditanami padi dan palawija serta tanaman perkebunan/kehutanan lainnya.

(3)

77

Sejarah Desa, Pemukiman, dan Tata Guna Lahan Desa sedikit banyak akan memberi pengaruh terhadap keberadaan kawasan hutan di sekitar desa. Sejarah masyarakat di empat desa terpilih yang sudah turun temurun tinggal di desa dan memanfaatkan areal hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup dari pemungutan hasil hutan akan sulit untuk dirubah karena itu sudah menjadi kebiasaan mereka dari dulu.

Kondisi pemukiman/perumahan yang sebagian masih berbahan baku kayu juga akan menjadi ancaman tersendiri terhadap keberadaan tegakan hutan. Penebangan hutan masih bisa menjadi pilihan pemenuhan kebutuhan akan kayu bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan untuk perumahan selain dari membeli. Aksesibilitas jalan yang baik juga bisa memberi banyak dampak terhadap kehidupan masyarakat sekaligus terhadap keberadaan hutan. Di satu sisi akses jalan yang baik akan memudahkan mobilitas barang dan orang yang bermuara pada peningkatan taraf hidup dan kesejahteran masyarakat. Di lain pihak, pada kondisi tertentu hal ini juga bisa menjadi ancaman tersendiri bagi keberadaan hutan di daerah-daerah yang masih melakukan perambahan hutan dan melakukan pemungutan hasil hutan kayu untuk dijual.

Disinilah perlunya pembinaan secara terus menerus kepada masyarakat desa sekitar kawasan hutan tentang bagaimana memanfaatkan fungsi hutan secara bertanggung jawab dan lestari sesuai peraturan yang berlaku.

Dalam hal tata guna lahan, ancaman akan penggunaan kawasan hutan untuk lahan pertanian/ladang dan perkebunan juga menjadi hal yang harus mendapat perhatian, mengingat mayoritas masyarakat keempat desa bermatapencaharian dari pertanian/ladang. Dari keempat desa terpilih, hanya desa Simpasai dan di Desa Parado Wane yang sebagian masyarakatya masih melakukan perluasan areal kerja lagi (perambahan) untuk perkebunan/ perladangan. Itupun sebagian sudah/akan ditanami tanaman kehutanan selain ditanami Padi/Palawija dan tanaman perkebunan lainnya. Namun demikian, kondisi ini tetap harus mendapat perhatian yang

(4)

78

besar dari para penyusun kebijakan agar dapat membuat formula yang baik dalam rencana pengelolaan sehingg keberadaan kawasan hutan dapat terjaga, namun tetap memperhatikan kebutuhan akan lahan masyarakat untuk kehidupan mereka.

B. Sistem dan Struktur Masyarakat

Secara umum dari keempat desa terpilih yang dilakukan kegiatan inventarisasi, semuanya memiliki struktur masyarakat homogen yang didominasi oleh etnis Mbojo. Mereka sudah menempati desa-desa tersebut secara turun temurun hingga kini diperkirakan sudah sampai generasi ke kesepuluh sampai kesebelas.

Selain mayoritas Etnis Mbojo, di dua desa tersebut yakni Desa Simpasai dan Desa Paradowane juga ada etnis lainnya yang sudah tinggal menetap walaupun dahulunya merupakan warga pendatang. Di desa Simpasai terdapat beberapa orang dari etnis Jawa, Makassar, Sasak, dan Mentawai. Sementara di Desa Paradowane terdapat juga sedikit etnis Jawa dan Flores diantara mayoritas etnis Mbojo yang merupakan masyarakat asli desa setempat, dan sebagian lagi merupakan masyarakat pendatang dari daerah Ngali dan Tolotangga. Bahasa utama yang digunakan sehari-hari adalah Bahasa Bima. Bahasa Indonesia digunakan untuk kegiatan formal.

Masyarakat di empat desa terpilih mayoritas memeluk agama Islam. Seluruh masyarakat Desa Campa, Desa Simpasai dan Desa Paradowane beragama Islam. Hanya di Desa Monggo yang terdapat penduduk beragama Kristen Katolik sebanyak 119 orang atau 1,9% dari penduduk Desa Monggo. Komposisi masyarakat menurut jenis kelamin di keempat desa tersebut hampir berimbang. Di Desa Campa 48,4% laki-laki dan 51,6% perempuan, di Desa Monggo 51% laki-laki dan 49% perempuan, di Desa Simpasai 51% laki-laki dan 49% perempuan, dan di Desa Paradowane 49,7% laki-laki dan 50,3% perempuan.

Sebagian besar masyarakat dari empat desa ini bermata-pencaharian dari pertanian/ladang dan disamping juga usaha beternak.

(5)

79

Rata-rata mereka juga mengembangkan tanaman hutan, yang paling banyak adalah jenis Pohon Jati. Tingkat pendidikan masyarakat juga rata-rata sudah cukup baik. Berdasarkan wawancara dengan tokoh masyarakat, hasil rekapitulasi kuisioner serta data Profil Desa diketahui sudah cukup banyak masyarakat yang menamatkan sekolah sampai SMP/SMA, bahkan ada yang sampai ke Perguruan Tinggi. Hanya di Desa Monggo rasio jumah penduduk berpendidikan SMP keatas masih kurang banyak bila dibandingkan dengan jumlah penduduk/tingkat kepadatan penduduknya.

Sistem dan struktur masyarakat tersebut tentunya mempunyai pengaruh yang cukup banyak pada kondisi dan keberadaan kawasan hutan di sekitar desa. Struktur masyarakat yang homogen, baik dari sisi etnis, agama, maupun bahasanya, sebenarnya akan memudahkan tokoh masyarakat desa untuk mengkomunikasikan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pemanfaatan hutan beserta upaya pelestariannya. Struktur tingkat pendidikan masyarakat yang cukup baik juga sejatinya dapat memberi pengaruh yang cukup tinggi terhadap kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian dalam pemanfaatan hutan. Meskipun tidak selamanya benar, umumnya tingkat pendidikan yang baik berkolerasi positif pada tingkat pemahaman fungsi dan kelestarian hutan yang baik juga. Namun demikian, pada kenyataannya desakan ekonomilah yang akhirnya banyak berperan dalam kesadaran dan tindakan masyarakat desa terkait dengan pemanfaatan dan pelestarian hutan.

C. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil wawancara dengan masyarakat, diketahui kondisi perekonomian masyarakat keempat desa terpilih adalah sedang/cukup baik. Hasil wawancara dengan responden di keempat desa mengenai pendapatan rumah tangganya yang mayoritas merasa sama baik/lebih baik dalam tiga tahun terakhir ini. Hanya di desa Monggo yang jumlah respondennya berimbang antara yang merasa pendapatan rumah tangganya lebih baik/sama baik dengan yang merasa lebih buruk/sama buruk. Namun pada kualitas makanan pokok,

(6)

80

kualitas/variasi lauk pauk yang dikonsumsi setiap hari, kemampuan membeli pakaian, dan keadaan perumahan masyarakat mayoritas responden merasa lebih baik/sama baik dari sebelumnya.

Mayoritas masyarakat keempat desa terpilih adalah petani. Mereka juga mengembangkan tanaman kehutanan, peternakan dan sebagian juga ada perikanan. Sebagai petani keempat desa terpilih mayoritas mengusahakan tanaman padi , jagung, dan kacang kacang-kacangan serta palawija lainnya. Tanaman kehutanan yang paling banyak dikembangkan adalah jenis Jati, disamping juga ada tanaman perkebunan lainnya.

Sarana perekonomian di Desa Simpasai lebih lengkap dibanding ketiga desa terpilih lainnya yaitu berupa pasar umum, toko, kios/warung kelontong, warung nasi/restoran, pedagang bakso, bengkel, bensin eceran, dan counter HP/penjual pulsa. Sedangkan tiga desa lainnya belum ada pasar umum di desa, akan tetapi sudah terdapat kios/warung kelontong sebagai sarana untuk membeli kebutuhan sehari-hari mereka. Untuk lembaga perekonomian hanya di Desa Parado Wane yang belum ada koperasi. Di Desa Monggo selain koperasi juga terdapat pegadaian. Desa Simpasai selain koperasi juga sudah ada KUD dan BUUD. Rata-rata sarana perekonomian di keempat desa terpilih sudah cukup baik.

Tingkat pendidikan rata-rata juga sudah cukup baik. Hanya di Desa Monggo yang lebh rendah/belum sebaik ketiga desa lainnya. Sarana pendidikan dan kesehatan juga sudah tersedia dengan adanya sekolah, puskesmas pembantu, Poskesdes/Polindes, dan Posyandu walaupun dengan sebaran yang belum merata. Di Desa Campa, Monggo, dan Parado Wane sekolah yang tersedia sampai tingkat SMP/sederajat, sementara di Desa Parado Wane sudah ada SMA.

Sarana sosial kemasyarakatan berupa rumah ibadah juga sudah cukup tersedia di keempat Desa. Karena mayoritas beragama Islam, maka sarana ibadah yang banyak tersedia adalah masjid dan musholla/langgar. Di Desa Monggo juga ada dua buah gereja untuk tempat peribadatan sebagian masyarakat yang beragama Kristen katolik.

(7)

81

Kondisi sosial ekonomi masyarakat desa sekitar kawasan hutan menjadi faktor yang cukup penting dalam kaitannya dengan keberlangsungan/keberadaan kawasan hutan. Umumnya tingkat ekomomi yang rendah cenderung menggiring masyarakat desa untuk memanfaatkan areal hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup, baik dari pemungutan hasil hutan maupun penggunaan areal hutan untuk sawah/ladang.

Berdasarkan pengamatan dilapangan, didukung dengan hasil wawancara dan data penunjang lainya diketahui tingkat perekonomian masyarakatnya sedang/cukup baik. Mayoritas masyarakat di keempat desa terpilih bermatapencaharian dari pertanian/ladang sambil mengembangkan tanaman kehutanan/perkebunan dan peternakan. Kondisi ekonomi yang sedang/cukup baik ini bisa dimungkinkan dari hasil pertanian/perladangan, tanaman kehutanan dan peternakan yang mereka usahakan, ataupun juga bisa dari pemungutan hasil hutan khususnya kayu yang masih mungkin mereka lakukan. Sebagai contoh di desa Campa, meskipun dari hasil wawancara diketahui bahwa saat ini masyarakat desa sudah tidak melakukan perluasan areal kerja (perambahan) untuk perkebunan/perladangan, namun menurut penuturan petugas kehutanan setempat, sampai saat ini masih cukup banyak masyarakat yang melakukan penebangan hutan untuk mencari kayu. Hal ini perlu menjadi perhatian dan perlu dilakukan pengamatan lebih jauh dengan waktu yang lama untuk memastikannya.

Sarana penunjang yang ada baik untuk kegiatan perekonomian, pendidikan, kesehatan, kesehatan, peribadatan dll juga dapat berperan penting dalam membantu masyarakat dalam beraktifitas dan meningkatkan kesejahteraan kehidupan mereka. Di keempat desa terpilih sarana penunjang tersebut sudah tersedia cukup baik. Di Desa Campa, Monggo, dan Parado Wane sekolah yang tersedia sampai tingkat SMP/sederajat, sementara di Desa Parado Wane sudah ada SMA. Kondisi ini akan menstimulasi tingkat kesadaran masyarakat untuk melanjutan sekolah/menyekolahkan anak mereka. Terbukti tingkat pendidikan

(8)

82

masyarakat di Desa Monggo lebih rendah/belum cukup baik dibandingkan dengan ketiga desa lainnya.

D. Kondisi Politik Lokal Yang Mempengaruhi Keberadaan Hutan dan

Mempengaruhi Masyarakat Desa

Kondisi politik lokal yang ada di empat desa terpilih sedikit banyak mempengaruhi keberadaan hutan dan perilaku masyarakat desa dalam interaksinya dengan hutan. Semua desa tersebut masih memiliki ketergantungan dengan keberadaaan hutan disekitar tempat tinggal mereka sebagai sumber ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan hidup liannya.

Rata-rata dari keempat desa tersebut memanfaatkan hutan baik dari pemungutan hasil hutan maupun penggunaan lahan kawasan hutan untuk bertani/ladang, mengembangkan tanaman hutan dan perkebunan, serta pemeliharaan hewan ternak. Secara umum di keempat desa tersebut tidak ada hukum adat tertentu yang yang mengatur tentang wewenang untuk memanfaatkan kawasan hutan. Dalam hal penentuan status kepemilikan lahan juga tidak ada norma adat tertentu yang digunakan selain aturan dari pemerintah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh masyarakat dan rekapitulasi kuisioner dari responden/masyarakat, umumnya masyarakat keempat desa tersebut telah mengetahui keberadaan kawasan hutan di sekitar tempat tinggal mereka. Sebagian besar mengetahui batas desa dengan kawasan hutan yang ditandai dengan adanya Pal Batas, disamping juga ada yang mengetahui batas-batas yang berupa sungai dan jalan. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa mereka masih sering melakukan aktifitas di dalam kawasan hutan demi kebutuhan hidup dan ekonomi.

Di Desa Monggo pada era tahun 1990-an pernah terjadi konflik hebat karena permasalahan batas wilayah yang melibatkan masyarakat Desa Monggo dengan Desa Donggo hingga menimbulkan korban jiwa. Konflik tersebut akhirnya dapat terselesaikan dengan bantuan/fasilitasi dari

(9)

83

pemerintah, dan adanya kesepakatan yang jelas antara kedua desa. Konflik kecil juga pernah terjadi di Desa Paradowane antara masyarakat Desa Parado Wane dengan Desa Tolotangga dalam pemanfaatan areal di kawasan hutan, namun konflik tersebut juga telah dapat diselesaikan dengan musyawarah diantara tokoh masyarakat. Sementara di dua desa lainnya yakni Campa dan Simpasai tidak pernah terjadi konflik yang melibatkan masyarakat setempat.

Keempat desa berharap bahwa pengelolaan hutan kedepannya adalah sistem yang berbasis kemasyarakatan dimana mayarakat dapat terlibat aktif mengelola dengan bantuan/dukungan dari pemerintah. Secara khusus Desa Simpasai mengharapkan sistem pengelolaan yang pernah diterapkan oleh Perhutani ketika beroperasi di Desa Simpasai pada tahun 1995-1996, dimana dibentuk kelompok-kelompok tani yang diberikan mengelola lahan masing-masing 1 Ha untuk satu Kepala Keluarga. Hal ini juga serupa dengan harapan masyarakat Desa Parado Wane yang menginginkan masyarakat diberi bagian masing-masing untuk mengelola lahan yang ada.

Dari sisi rasa aman, berdasarkan wawancara dan rekapitulasi kuisioner, ketiga desa terpilih yakni Desa Campa, Monggo dan Simpasai merasa saat ini lebih baik/lebih aman. Hanya Desa Paradowane yang sebagian besar warganya merasa tingkat rasa aman mereka menurun/lebih buruk dalam tiga tahun terakhir.

Kondisi politik lokal seperti tersebut diatas sebenarnya memudahkan aparat desa ataupun pemerintah dalam upaya pengelolaan hutan kedepan. Meskipun masyarakat di semua desa terpilih masih memiliki ketergantungan dengan keberadaaan hutan disekitar tempat tinggal mereka, namun demikian sejauh ini tidak/belum ada hukum adat tertentu yang yang mengatur tentang wewenang untuk memanfaatkan kawasan hutan ataupun dalam penentuan status kepemilikan lahan, selain aturan dari pemerintah. Dengan demikian tidak ada aturan adat lokal yang berbenturan dengan aturan yang diterapkan pemerintah.

(10)

84

Pemahaman masyarakat terhadap keberadaan kawasan hutan sekitar tempat tinggal mereka juga menjadi hal penting yang mempengaruhi akses masyarakat terhadap hutan. Sebagian besar masyarakat telah mengetahui batas desa dengan kawasan hutan yang ditandai dengan adanya Pal Batas, dll. Hal ini sebenarnya menjadi modal awal yang baik dalam upaya memberi kesadaran yang lebih kepada masyarakat akan pentingnya pelestarian hutan dibalik pemanfaatan fungsinya. Disinilah peranan pembinaan kepada masyarakat kembali diperlukan.

Kondisi desa yang relatif aman juga dapat menjadi kunci untuk pemberdayaan masyarakat kedepan. Dengan adanya perasaan aman, maka masyarakat dapat beraktifitas dengan baik. Konflik yang pernah terjadi seperti di Desa Monggo dan di Desa Parado Wane dapat dijadikan pelajaran untuk penentuan kebijakan kedepan sehingga tidak terulang lagi. Khusus untuk Desa Paradowane yang sebagian besar warganya merasa tingkat rasa aman mereka menurun/lebih buruk dalam tiga tahun terakhir juga perlu mendapat perhatian untuk dapat ditanggulangi/diperbaiki.

Harapan masyarakat yang besar akan pengelolaan hutan kedepan yang berbasis kemasyarakatan, dimana mayarakat dapat terlibat aktif mengelola hutan dengan bantuan/dukungan dari pemerintah juga dapat menjadi kekuatan yang baik untuk memberikan peran yang lebih banyak kepada masyarakat dalam mengelola hutan dengan rasa memiliki tan tanggung-jawabyang tinggi. Secara khusus harapan masyarakat Desa Simpasai dan Parado Wane yang menginginkan dibentuk kelompok-kelompok tani yang diberikan mengelola lahan masing-masing 1 Ha untuk satu Kepala Keluarga (khususnya di hutan produksi) dapat menjadi pertimbangan yang baik bila memungkinkan dari sisi aturan.

E. Analisa Usaha Kehutanan dan Tani Masyarakat

Dalam memanfaatkan areal hutan, keempat desa terpilih mayoritas mengambil hasil hutan berupa kayu, madu dan bambu. Kecenderungan

(11)

85

hasil hutan satu tahun terakhir ini dirasakan rata-rata menurun. Tiga dari empat desa mayoritas merasakan hasil hutan menurun. Hanya responden di Desa Simpasai yang sebagian besar merasa stabil dan sebagian lagi merasa menurun dan meningkat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui juga bahwa di keempat desa terpilih areal hutan yang ada mayoritas ditanami dengan tanaman jati dan tanaman kehutanan lainnya.

Di Desa Campa awalnya areal hutan yang ada digunakan untuk berladang. Sejak 10 tahun terakhir sebagian besar ladang telah ditanami tanaman kehutanan jenis Kayu Jati, sehingga praktis mereka sudah tidak beladang lagi (tanaman jenis padi/palawija di ladang sudah semakin berkurang), kecuali di lahan sawah yang datar. Menurut tokoh masyarakat setempat jenis tanaman yang sesuai dikembangkan di areal hutan Desa Campa adalah jenis durian, kopi, cengkeh, dan rambutan. Sebagai desa yang mayoritas penduduknya petani, jenis komoditi yang dikembangkan masyarakat Desa Campa di lahan/sawah mereka sekarang adalah Padi/Palawija. Selain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan kehutanan masyarakat juga mengembangakan usaha peternakan dan perikanan.

Di Desa Monggo kegiatan masyarakat yang terkait dengan pemanfaatan areal hutan adalah berupa mencari kayu (jati, luhu, dan sala), madu, dan buah sirsak. Masyarakat desa juga mengembangkan tanaman kehutanan jenis jati dan mahoni, serta tanaman perkebunan jenis buah Sirsak. Namun demikian menurut tokoh masyarakat Desa Monggo Jenis tanaman yang sesuai dikembangkan di areal hutan adalah semua jenis tanaman. Komoditas tanaman pangan yang dikembangkan adalah padi, jagung, dan kacang-kacangan. Komoditas buah-buahan yang dibudidayakan masyarakat Desa Monggo adalah mangga, pepaya, pisang, nangka, dan kedondong. Hasil perkebunan menurut jenis komoditasnya di Desa Monggo adalah kelapa, pinang, jambu mete, jarak pagar, dan kapuk. Di sektor peternakan yang banyak dikembangkan adalah sapi, kerbau,

(12)

86

ayam kampung, bebek, kuda, dan kambing. Jenis ikan yang dibudidayakan tidak terlalu banyak, antara lain ikan nila, ikan gurame dan belut. Volumenyapun belum cukup banyak.

Di Desa Simpasai, berdasarkan hasil wawancara dengan responden dapat diketahui bahwa masyarakat di hutan mengambil kayu jenis jati, ketining, luhu, mahoni, gmelina, dan kayu rimba lainnya yang dipakai sendiri atau dijual. Masyarakat Desa Simpasai juga banyak membudidayakan tanaman kehutanan jenis Jati dan Mahoni, bahkan masyarakatnya berharap suatu saat Desa Simpasai dapat menjadi penghasil jati terbesar. Menurut tokoh masyarakat setempat, jenis tanaman hutan yang cocok dikembangkan di Desa Simpasai adalah jenis jati, mahoni, kelanggo, sonokeling, dan sengon. Tanaman pertanian yang dikembangkan oleh masyarakat umumnya adalah berupa tanaman padi, jagung, kacang kedelai dan cabe. Jenis komoditas buah-buahan yang dibudidayakan masyarakat Desa Simpasai adalah mangga dan pisang. Tanaman perkebunan menurut jenis komoditasnya pada masyarakat Desa Simpasai adalah kelapa, pinang dan jambu mete. Usaha peternakan yang dikembangkan masyarakat Desa Simpasai sapi, kerbau, ayam kampung, bebek, kambing dan sedikit kuda.

Di Desa Parado Wane, hasil wawancara dengan masyarakat/responden memperlihatkan bahwa hasil hutan kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah tanaman jati, sonokeling, rondu, ketimis, mahoni, sambi dan lain-lain. Intensitas pengambilannya ada yang sering dan ada pula yang jarang mengambil. Menurut tokoh masyarakat setempat, tanaman yang sesuai untuk dikembangkan di desa adalah tanaman jenis sengon dan buah-buahan seperti durian, jeruk, kemiri, alpukat, sawo, dan rambutan. Komoditas tanaman pangan yang dikembangkan masyarakat adalah padi, jagung, kacang-kacangan, ubi kayu, ubi jalar, dan cabe. Sementara komoditas buah-buahan yang dibudidayakan adalah mangga, salak, durian, pisang, nangka dan jambu kelutuk. Tanaman perkebunan yang paling banyak diusahakan adalah kemiri. Ada juga kelapa, pinang dan jambu mete. Di sektor peternakan,

(13)

87

jenis ternak yang dipelihara adalah sapi, kerbau, ayam kampung, bebek, dan.

Usaha kehutanan dan tani masyarakat diatas sangat terkait erat dengan keberadaan hutan disekitar mereka. Rata-rata masyarakat mengembangkan tanaman kehutanan jenis Jati, Mahoni dll. Banyak juga dikembangkan tanaman perkebuanan dan buah-buahan. Umumnya areal penanamannya di ladang/areal yang semulanya berhutan. Khusus untuk Desa Monggo, ada komoditi yang popular di masyarakat yakni buah Sirsak/Srikaya. Kemudian di Desa Parado Wane ada komoditi Kemiri. Sementara di sektor tanaman pangan yang diusahaka adalah Padi/Palawija. Ada juga peternakan dan perikanan. Tentunya semua komoditas yang dikembangkan ini memerlukan penggunaan lahan. Dengan pertambahan penduduk setiap tahun akan memerlukan lahan yang semakin meningkat. Hal ini dapat menjadi ancaman bagi keberadaan hutan di sekitar desa.

Namun demikian, dibalik ancaman yang timbul akibat hal-hal diatas, adanya usaha penanaman tanaman kehutanan dan perkebunan khususnya tanaman keras oleh masyarakat sejatinya juga dapat memberi dampak positif terhadap keberadaan hutan. Bila dapat diarahkan dengan baik, maka masyarakat dapat memanfaatkan lahan-lahan terlantar/bekas ladang untuk kembali ditanami tanaman kehutanan dan perkebunan tanaman keras. Terbukti di empat desa, khususnya di Desa Simpasai sudah terlihat banyaknya lahan yang sudah tertutup tanaman Jati. Tentunya hal ini harus dibarengi dengan pengawasan yang ketat dan pengaturan yang jelas agar tidak kembali merongrong keberlangsungan ekologi dan keberadaan hutan.

Referensi

Dokumen terkait

salat telah t ba hendaklah kita melaksanakan salat sesuai dengan kemampuan. Ket ka sedang bepergian, kita blsa me aksanakan salat di dalam kendaraan, misalnya di dalam

(4) untuk melaksanakan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Desa membentuk Panitia Pengangkatan calon Perangkat Desa yang ditetapkan dengan Keputusan

Pada awal keberadaan usaha konveksi di Tingkir Lor, bahan baku yang digunakan adalah kain limbah industri konveksi Damatex. Kain limbah ini diperoleh atas

Keberadaan ibu telah diperhatikan oleh Islam dan diberikan untuknya hak- hak, maka dia juga mempunyai kewajiban mendidik anak-anaknya dengan menanamkan kemuliaan kepada

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan simulasi model pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berbasis kesenjangan harapan-kenyataan tentang pelaksanaan

Scafolding yang digunakan adalah banyak ruang sampel yang dilambangkan dengan n(S) dan banyak kejadian yang dilambangkan dengan n(A) serta penggunaan rumus

Dari penjelasan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Financial Literacy dan Faktor Demografi Terhadap Perilaku Pembayaran