• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VIII ASPEK TEKNIS PER SEKTOR 8.1. Pengembangan Permukiman - DOCRPIJM 603146b83f BAB VIIIbab 8 aspek teknis per sektor Fix

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB VIII ASPEK TEKNIS PER SEKTOR 8.1. Pengembangan Permukiman - DOCRPIJM 603146b83f BAB VIIIbab 8 aspek teknis per sektor Fix"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VIII

ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

8.1. Pengembangan Permukiman

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan. Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

8.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Berdasarkan arahan kebijakan dalam RTRW Kabupaten Pekalongan, Pembangunan Perumahan dan Permukiman diarahkan untuk meningkatkan kualitas hunian, lingkungan kehidupan, pertumbuhan wilayah, memperluas lapangan kerja serta menggerakkan kegiatan ekonomi guna mewujudkan pemerataan dan kesejahteraan rakyat.

Sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Perukiman Kabupaten Pekalongan, arahan kebijakan terarah pada konsep pemerataan pemenuhan sarana dan prasarana yang layak, terciptanya lingkungan yang bersih sehat dan aman dengan segala fasilitas lingkungan permukiman khususnya bagi masyarakat golongan ekonomi rendah dan kawasan-kawasan yang terkonsentrasi oleh kawasan kumuh.

Adapun ketentuan peraturan zonasi pada kawasan peruntukkan permukiman di Kabupaten Pekalongan, antara lain :

a) pengembangan pada lahan yang sesuai dengan kriteria fisik, meliputi: kemiringan lereng, ketersediaan dan mutu sumber air minum, bebas dari potensi banjir/ genangan;

b) pembatasan perkembangan kawasan terbangun yang berada atau berbatasan dengan kawasan lindung;

(2)

d) pengembangan permukiman ditunjang dengan pengembangan fasilitas pendukung unit permukiman seperti: fasilitas perdagangan dan jasa, hiburan, pemerintahan, pelayanan sosial (pendidikan, kesehatan, dan peribadatan); e) pada kawasan peruntukan permukiman dapat dikembangkan kegiatan industri

menengah, kecil dan rumah tangga yang tidak menimbulkan polusi; dan

f) optimalisasi pemanfaatan lahan-lahan tidur untuk pengembangan sarana prasarana permukiman.

Sedangkan kebijakan pengembangan sarana permukimman di Kabupaten Pekalongan meliputi :

a) Kawasan Pedesaan sebagai kawasan permukiman diarahkan memiliki dan dilengkapi dengan pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi

b) Untuk mendorong pembangunan perdesaan dilakukan pembentukan kawasan agropolitan, Desa KTP2D melalui keterkaitan kawasan perkotaan-pedesaan c) Penataan kawasan perkotaan dilakukan sesuai dengan fungsi dan peran

masing-masing yakni sebagai daerahh permukiman, pusat kegiatan ekonomi wilayah, pusat pengolahan dan distribusi hasil pertanian, perdagangan, jasa, pemerintahan, pendidikan, kesehatan serta transportasi pergudangan dsb. d) Pengembangan permukiman pada tempat-tempat yang menjadi pusat pelayanan

penduduk disekitarnya seperti ibukota kecamatan, ibukota kabupaten agar dialokasikan di sekeliling kota yang bersangkutan atau merupakan perluasan areal permukiman yang telah ada

e) Pembangunan perumahan baru untuk masyarakat menengah dan kurang mampu

f) Penataan lingkungan kawasan kumuh perumahan di Kabupaten Pekalongan.

8.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

a. Permasalahan Kebutuhan Perumahan di Kabupaten Pekalongan

Kebutuhan ruang kawasan perumahan dan permukiman erat katannya dengan jumlah penduduk yang menempati wilayah tersebut. Jumlah kebutuhan rumah di Kabuoaten Pekalongan yang menurut angka prediksi hingga dengan tahun 2021 didasarkan pada kekurangan jumlah rumah (backlog) dan pertumbuhan penduduk.

(3)

unit rumah. Pengembangan perumahan dan permukiman di Kabupaten Pekalongan disebabkan dari beberapa faktor yang akhirnya membutuhkan ruang yang tidak sedikit dalam melakukan aktivitasnya. Dalam penentuanpengalokasian ruang bagi pemenuhan kebutuhan rumah, terlebih dahulu ditentukan jumlah kebutuhan rumah di Kabupaten Pekalongan.

b. Permasalahan Kondisi Fisik Perumahan

Kualitas fisik rumah yang tersebar di permukiman kawasan Perdesaan Kabupaten Pekalongan pada masih sangat bervariasi. Dikawasan padat dan kumuh sebagian rumah masih menggunakan bahan semi permanen. Sementara di bagian kawasan strategis permanensi bangunan sebagian besarnya telah bermuatan material bangunan yang layak dan memenuhi standar, seperti berdinding bata dan beratap genteng.Demikian juga dengan kualitas lingkungan pada Kabupaten Pekalongan sangat beragam. Kawasan permukiman yang dibangun oleh developer dan kawasan permukiman di sepanjang jalan utama dapat dikatan cukup baik. Tetapi beda halnya dengan kawasan permukiman padat di kampung nelayan maupun kampung kota di bagian utara Kabupaten Pekalongan yang terkena pengaruh rob maupun banjir genangan akibat buruknya kondisi drainase permukiman.

Sebagian besar kondisi perumahan di Kabupaten Pekalongan sudah berupa rumah permanen. Namun masih ada sebagian rumah dengan lantai masih berupa tanah dengan dinding terbuat dari bambu/ gedheg/ bahan non permanen lainnya serta lantai yangmasih tanah. Kondisi fisik tersebut akan membawa peningkatan pada permasalahan peningkatan kualitas perumahan permukiman dan kesehatan penghuninya. Selain itu di beberapa lokasi kondisi jalan lingkungan juga rusak akibat sering tergenang banjir (rob atau genangan) dan sebagian masih berupa jalan tanah yang becek.

c. Permasalahan Perumahan Dan Permukiman Yang Tidak Sesuai Dengan

Tata Ruang Perumahan

Beberapa permasalahan perumahan dan permukiman terkait dengan lokasi permukiman yang tidak sesuai dengan tata ruang diantaranya:

 Permukiman diatas Bantaran Rel KA

(4)

tempat tumbuh bangunan liar. Lama kelamaan semakin berkembang dan menjadi tempat bermukim.

Tabel 8.1

Kawasan Permukiman Eksisting Sepanjang 10 m dari rel KA

Keterangan Kecamatan Desa Luas (Ha)

Permukiman sepanjang bantaran rel kereta api

Sragi Sragi, Tegalontar 4.35 Siwalan Tenggeng wetan 2.63 Wiradesa Waru kidul, Waru

lor, Kampil, Pekuncen

4.91

Tirto Dadirejo, Pacar 3.89

Luas Total 15.78

Sumber: RP4D Kabupaten Pekalongan

 Perumahan dan permukiman yang berada di kawasan rawan bencana

Daerah rawan bencana seharusnya menjadi daerah lindung yang tidak boleh digunakan untuk tempat bermukim, apalagi dijadikan sebagai kawasan permukiman. Akan tetapi, dilapangan banyak daerah-daerah rawan bencana yang ditempati penduduk sebagai tempat hunian. Masalah yang mempengaruhi ini adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kawasan-kawasan lindung terlarang untuk permukiman. Selain itu, akibat dari kurang tegasnya pengendalian pembangunan dari aparat Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan

 Daerah Rawan Banjir

(5)

adanya perhatian khusus pada tanggul di setiap sungai untuk meminimalisir terjadinya banjir

Tabel 8.2

Kawasan Permukiman Eksisting Rawan Banjir

Keterangan Kecamatan Desa Luas

Permukiman rawan banjir

Siwalan Yosorejo, Rembun, Blacanan 122.67 Wonokerto Tratebang, Wonokerto Kulon,

Wonokerto Wetan, Pecakaran, Sijambe, Rowoyoso

213.78

Tirto Jeruksari, Mulyorejo, Tegaldowo, Karangjompo, Samborejo, Tanjung, Dadirejo

361.99

Wiradesa Kemplong, Mayangan, Pekuncen, Bener, Kepatihan, Kauman

253.39

Sragi Bulakpelem, Purwodadi, Gebangkerep

122.68

Karangdadap Kalilembu, Karangdadap, Kaligawe 127.43

Luas Total 1201.94

Sumber: RP4D Kabupaten Pekalongan

 Daerah Rawan Longsor

Terjadinya longsor disebabkankan oleh kondisi kelerengan yang cukup tinggi yang disertai oleh kondisi kelerengan yang cukup tinggi yang disertai oleh jenis tanah yang mendukung terjadinya gerakan tanah di wilayah tersebut. Kondisi tersebut diperparah dengan tingginya curah hujan di kedua wilayah tersebut. Bencana longsor yang menimpa telah mengakibatkan kerusakan pada rumah penduduk, seperti dinding dan lantai rumah retak.

(6)

Tabel 8.3

Kawasan Permukiman Eksisting Rawan Longsor

Keterangan Kecamatan Desa Luas

(Ha)

Permukiman rawan longsor

Kajen Linggoasri 22.72 Karanganyar Legokkalong,

Lolong

86.95

109.67 Sumber: RP4D Kabupaten Pekalongan

 Daerah Rawan Kekeringan

Pada umumnya, kekeringan terjadi saat musim kemarau tiba sehingga menyebabkan menyusutnya debit air sungai di Paninggaran sehingga keringnya saluran irigasi, terutama di area persawahan. Daerah rawan yang keekringan ini merupakan daerah ujung serapan yang sulit mendapatkan air di saat itu musim kemarau. Hal tersebut akan mempengaruhi hasil produksi pertanian yang harusnya dihasilkan oleh Kabupaten Pekalongan sehingga akan mempengaruhi pendapatan daerah dan kesejahteraan penduduk setempat.

Tabel 8.4

Kawasan Permukiman Eksisting Rawan Kekeringan

Keterangan Kecamatan Desa Luas (Ha)

Permukiman rawan kekeringan

Siwalan Tengeng Kulon, Tengeng Wetan, Blimbing Wuluh, Tunjungsari

155.64

Sragi Klunjukan, kedungjaran 81.39 Bojong Legokclile, Randumukti

Waren

70.54

Luas Total 307.57

Sumber: RP4D Kabupaten Pekalongan

 Kawasan Rawan Abrasi

(7)

berbatasan dengan pantai utara laut jawa. Terjadinya abrasi mengakibatkan beberapa rumah warga rusak bahkan ada yang sudah hancur diempas gelombang.

Tabel 8.5

Kawasan Permukiman Eksisting dan Rencana Permukiman Rawan Abrasi

Keterangan Kecamatan Desa Luas (ha)

Permukiman rawan abrasi

Wonokerto Semut, Api-api 53.38

Sumber: RP4D Kabupaten Pekalongan

 Perumahan dan Permukiman yang Berada di Bantaran Sungai

Bantaran sungai atau sempadan sungai, yaitu kawasan sepanjang kiri kanan sungai dengan jarak 100 meter untuk sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman, sementara itu untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 – 15 meter. Namun kenyataannya masih banyak permukiman yang berada didaerah bantaran sungai. Hal ini tentu tidak baik untuk kelangsungan hidup penduduknya.

Tabel 8.6

Kawasan Permukiman Eksisting di Sepanjang Sempadan Sungai

Keterangan Kecamatan Desa Luas

Permukiman sepanjang sempadan

sungai

Siwalan Boyoteluk, Depok, Yosorejo,

Pait, Blimbing wuluh

2.82

Wonokerto Tretebang, Wonokerto Kulon,

Api-api

21.52

Tirto Mulyorejo, Tegaldowo,

Karangjompo, Pacar,

Dadirejo, Silirejo

14.94

Wiradesa Bener, Karangjati 31.79

Buaran Watusalam 14.14

Karangdadap Pegadon, Kebonsari,

Pangkah, Kalilembu,

Karangdadap

25.56

Kedungwuni Rengas, Bugangan,

Karangdowo, Kedungwuni,

Kedungpatangewu,

(8)

Keterangan Kecamatan Desa Luas

Pakisputih, Langkap

Wonopringgo Suroboyan, Pegaden Tengah,

Gondang, Legokgunung,

Jetak kidul

22.42

Bojong Sembungjambu, Legokclile,

Randumukti waren,

Pantianom, Bukur, Jajar

wayang, Kemasan

34.61

Sragi Ketanon ageng, Mrican,

Kedungjaran, Purworejo,

Kalijambe, Sumub kidul

48.82

Kajen Wonorejo, Kutorejo 13.56

Karanganyar Lolong, Karanggondang,

Legokkalong, Karangsari,

Pododadi, Kutosari

10.13

Luas Total 276.16

Sumber: RP4D Kabupaten Pekalongan

 Perumahan dan permukiman yang berada di sepanjang 10 m dari jalan tol

Berdasarkan peraturan yang berlaku, bangunan diperbolehkan terbangun diluar garis sempadan tol. Pada Kabupaten Pekalongan, masih terdapat bangunan rumah tinggal yang terbangun di kawasan sepanjang pinggiran jalan tol. Berikut ini merupakan jumlah luas lahan yang telah digunakan sebagai kawasan permukiman

Tabel 8.7

Kawasan permukiman Eksisting 10 m dari Jalan Tol

Keterangan Kecamatan Desa Luas

Permukiman

disepanjang

tol

Sragi Sijeruk, Bulakpalem, Purwodadi,

Klunjukan

4.19

Bojong Sembungjambu, Karangsari, Babalan

kidul, Babalan lor, Jajar wayang

3.8

Kedungwuni Rengas, Tangkil kulon, tangkil tengah,

Ambokembang, Pekajangan

6.81

(9)

Keterangan Kecamatan Desa Luas

Karangdadap Salakbrojo, Pegandon 2.6

Luas Total 18.19

 Perumahan dan permukiman yang berada di sepanjang 10 m dari jalurSUTET Permukiman yang berada disepanjang 10 m jalur SUTET merupakan salah satu kawasan yang tidak sesuai dengan tata ruang permukiman karena merupakan daerah berbahaya yang mengandung tegangan listri tinggi dan dapat membahayakan keselamatan manusia apabila terdapat bangunan rumah disekitarnya

Tabel 8.8

Kawasan Permukiman Eksisting Sepanjang 10 m dari jalur SUTET Keterangan Kecamatan Desa Luas (Ha)

Permukiman

sepanjang

jalur SUTET

Siwalan Mejasem, Wonosari,

Tenggeng wetan, Tunjungsari

8.37

Wiradesa Wiradesa, Waru Lor, Kampil 1.45

Tirto Dadirejo, Silirejo, Sidorejo 1.48

Sragi Tegal suruh, Bulakpelem,

Klunjukan

1.75

Bojong Sembungjambu, Babalan

kidul, Jajar wayang

2.1

Kedungwuni Rengas, Tangkil kulon,

Ambokembang, Salakbrojo

6.3

Karangdadap Kebonsari, Pangkah 1.6

Luas Total 23.05

8.1.3. Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

(10)

Tabel 8.9

Proyeksi Kebutuhan Rumah Berdasarkan Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Pekalongan Tahun Proyeksi 2019

No Kecamatan

Proyeksi Kebutuhan Rumah

Tahun

Jumlah 816.006 181.120 113.0294 543.406 101.453

Sumber: Hasil Perhitungan dan Analisis, 2014

(11)

Tabel 8.10

Jumlah Kebutuhan Rumah Berdasarkan Backlog dan Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Pekalongan Sampai Tahun 2019

No Kecamatan

Kebutuhan Rumah Kebutuhan

Total

Rumah

Kebutuhan Rumah Tahun

2019

Besar Menengah Kecil

1 Kajen 3.833 11.195 15.028 1.503 4.508 9.017

Sumber: Hasil Perhitungan dan Analisis, 2014

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan untuk mengetahui jumlah kebutuhan rumah sampai tahun 2019, yaitu dengan berdasarkan kebutuhan rumah akibat kekurangan rumah(backlog) dan kebutuhan rumah akibat penurunan kepadatan, maka jumlah total kebutuhan rumah di Kabupaten Pekalongan adalah sebanyak 121.215 unit rumah

(12)

penggunaan lahan tunggal terbesar di kota. Lahan yang digunakan untuk kawasan perumahan dan permukiman ini harus memenuhi persyaratan yang layak huni dan berkelanjutan

Dengan menggunakan luasan yang dikembangkan dari standar minimum luas perumahan sederhana dan hasil pengamatan lapangan, terhadaup luas kapling yang saat ini banyak berkembang di Kabupaten Pekalongan (tipe kecil 60-98 m², tipe menengah 98-120 m² dan tipe besar 120-200 m²). berikut perkiraan kebutuhan luas lahan untuk perumahan dan permukiman hingga tahun 2019.

Tabel 8.11

Perkiraan Kebutuhan Luas Lahan Untuk Peruntukan Perumahan di Kabupaten Pekalongan

Klasifikasi

Perkiraan Kebutuhan Luas Lahan (Ha)

Min Max

Tinggi 30 60-98 6 441.804 2650,82 4329,68

Sedang 20 98-120 3 220.902 2164,84 2650,82

Rendah 15 120-200 1 73.634 883,61 1472,68

Total Kebutuhan Lahan Perumahan Berdasarkan Klasifikasi di Lapangan

5699,27 8453,18

Sumber: Hasil Perhitungan dan Analisis, 2014

Total kebutuhan lahan untuk perumahan berdasarkan klasifikasi luasan kapling minimal seluas 5.699,27 Ha dan maksimal seluas 8.453,18 Ha.

8.1.4. Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan yang bersumber dari SPPIP (Strategi Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan). Namun di Kabupaten Pekalongan belum dibuat dokumen strategi tersebut.

8.1.5. Usulan Program dan Kegiatan

(13)

Tabel 8.12

Usulan Program dan Kegiatan Sektor Pengembangan Permukiman No Usulan Program dan Kegiatan Lokasi

1 USRI Kec. Wiradesa

2 Penyusunan SPPIP Kabupaten Pekalongan

3 Penyusunan RPKPP Kabupaten Pekalongan

4 Fasilitasi Penyusunan RISPK Kabupaten Pekalongan

5 Pembangunan Prasarana dan Sarana

Lingkungan Permukiman di Daerah Paskabencana

Desa Trajumas, Kec. Kandangserang

6 Pembangunan PSD Kawasan Rawan

Bencana

Kec Kandangserang

7 Peningkatan Kualitas Permukiman

Kumuh

Kec. Kedungwuni, Kec. Wiradesa, Kec. Buaran, Kec. Wonopringgo. Kec. Bojong, Kec. Tirto, Siwalan, Wonokerto, Sragi

8 Stimulan Perumahan Swadaya bagi RTM Desa Wonokerto Wetan, Kec. Wonokerto

Desa Wonokerto Kulon, Kec. Wonokerto Sumber : Analisis Tim Penyusun, 2014

8.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik diperkotaan maupun diperdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

Identifikasi kebutuhan sektor penataan bangunan dan lingkungan di Kabupaten Pekalongan antara lain:

1. Permukiman kumuh di daerah perkotaan

2. Permukiman-permukiman tradisional dan bangunan gedung bersejarah, padahal memiliki potensi wisata

3. Kawasan strategis, untuk mendorong pertumbuhan kota. 4. Sarana lingkungan hijau/ open space atau public space. 5. Keandalan bangunan gedung pemerintah dan swasta.

8.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

(14)

Sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Perukiman Kabupaten Pekalongan, arahan kebijakan terarah pada konsep pemerataan pemenuhan sarana dan prasarana yang layak, terciptanya lingkungan ya ng bersih sehat dan aman dengan segala fasilitas lingkungan permukiman khususnya bagi masyarakat golongan ekonomi rendah dan kawasan-kawasan yang terkonsentrasi oleh kawasan kumuh.

Adapun ketentuan peraturan zonasi pada kawasan peruntukkan permukiman di Kabupaten Pekalongan, antara lain :

a) pengembangan pada lahan yang sesuai dengan kriteria fisik, meliputi: kemiringan lereng, ketersediaan dan mutu sumber air minum, bebas dari potensi banjir/ genangan;

b) pembatasan perkembangan kawasan terbangun yang berada atau berbatasan dengan kawasan lindung;

c) prioritas pengembangan permukiman untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan peningkatan pelayanan fasilitas permukiman;

d) pengembangan permukiman ditunjang dengan pengembangan fasilitas pendukung unit permukiman seperti: fasilitas perdagangan dan jasa, hiburan, pemerintahan, pelayanan sosial (pendidikan, kesehatan, dan peribadatan); e) pada kawasan peruntukan permukiman dapat dikembangkan kegiatan industri

menengah, kecil dan rumah tangga yang tidak menimbulkan polusi; dan

f) optimalisasi pemanfaatan lahan-lahan tidur untuk pengembangan sarana prasarana permukiman.

Sedangkan kebijakan pengembangan sarana permukimman di Kabupaten Pekalongan meliputi :

a) Kawasan Pedesaan sebagai kawasan permukiman diarahkan memiliki dan dilengkapi dengan pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi

b) Untuk mendorong pembangunan perdesaan dilakukan pembentukan kawasan agropolitan, Desa KTP2D melalui keterkaitan kawasan perkotaan-pedesaan c) Penataan kawasan perkotaan dilakukan sesuai dengan fungsi dan peran

masing-masing yakni sebagai daerahh permukiman, pusat kegiatan ekonomi wilayah, pusat pengolahan dan distribusi hasil pertanian, perdagangan, jasa, pemerintahan, pendidikan, kesehatan serta transportasi pergudangan dsb. d) Pengembangan permukiman pada tempat-tempat yang menjadi pusat pelayanan

(15)

dialokasikan di sekeliling kota yang bersangkutan atau merupakan perluasan areal permukiman yang telah ada

e) Pembangunan perumahan baru untuk masyarakat menengah dan kurang mampu

f) Penataan lingkungan kawasan kumuh perumahan di Kabupaten Pekalongan.

8.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan,dan Tantangan

Beberapa permasalahan perumahan dan permukiman terkait dengan lokasi permukiman yang tidak sesuai dengan tata ruang diantaranya:

 Permukiman diatas Bantaran Rel KA

Lahan di sekitar jalur kereta api berpotensi besar menjadi permukiman illegal karena biasanya PT.KAI tidak mempunyai cukup tenaga dan anggaran untuk mengamankan ribuan kilometer jalan kereta api. Sehingga di beberapa tempat tumbuh bangunan liar. Lama kelamaan semakin berkembang dan menjadi tempat bermukim.

Tabel 8.13

Kawasan Permukiman Eksisting Sepanjang 10 m dari rel KA

Keterangan Kecamatan Desa Luas (Ha)

Permukiman sepanjang bantaran rel kereta api

Sragi Sragi, Tegalontar 4.35 Siwalan Tenggeng wetan 2.63 Wiradesa Waru kidul, Waru

lor, Kampil, Pekuncen

4.91

Tirto Dadirejo, Pacar 3.89

Luas Total 15.78

Sumber: RP4D Kabupaten Pekalongan

 Perumahan dan permukiman yang berada di kawasan rawan bencana

(16)

 Daerah Rawan Banjir

Beberapa kecamatan yang merupakan daerah rawan banjir dikarenakan letaknya berbatasan dengan laut jawa sehingga rawan abrasi selain itu penyebab lainnya akibat terlalu sempitnya saluran dan tanggul di beberapa sungai dan pendangkalan dasar sungai, terutama di Kecamatan Sragi dan siwalan, sehingga tidak dapat menampung volume air yang membludak ketika turun hujan deras. Selain itu, banjir juga disebabkan oleh kurang terawatnya sarana yang ada karena banjir pernah terjadi akibat jebolnya tanggul disepanjang aliran Sungai Winong. Apabila tanggul mendapatkan perawatan secara berkala, maka diperkirakan kekuatan konstruksinya mampu menahan kekuatan volume air sungai yang tinggi. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian khusus pada tanggul di setiap sungai untuk meminimalisir terjadinya banjir

Tabel 8.14

Kawasan Permukiman Eksisting Rawan Banjir

Keterangan Kecamatan Desa Luas

Permukiman rawan banjir

Siwalan Yosorejo, Rembun, Blacanan 122.67 Wonokerto Tratebang, Wonokerto Kulon,

Wonokerto Wetan, Pecakaran, Sijambe, Rowoyoso

213.78

Tirto Jeruksari, Mulyorejo, Tegaldowo, Karangjompo, Samborejo, Tanjung, Dadirejo

361.99

Wiradesa Kemplong, Mayangan, Pekuncen, Bener, Kepatihan, Kauman

253.39

Sragi Bulakpelem, Purwodadi, Gebangkerep

122.68

Karangdadap Kalilembu, Karangdadap, Kaligawe 127.43

Luas Total 1201.94

Sumber: RP4D Kabupaten Pekalongan

 Daerah Rawan Longsor

(17)

Kondisi tersebut diperparah dengan tingginya curah hujan di kedua wilayah tersebut. Bencana longsor yang menimpa telah mengakibatkan kerusakan pada rumah penduduk, seperti dinding dan lantai rumah retak.

Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan khusus terhadap pengembangan kawasan perumahan pada daerah yang memiliki topografi belerang tinggi dengan jenis tanah yang sensitive pada gerakan tanah dan memiliki curah hujan tinggi seperti di Kecamatan Kajen dan Kecamatan Karanganyar. Pada umumnya, masyarakat dengan golongan ekonomi menengah kebawah menempati lahan manapun karena keterbatasan daya beli sehingga tetap bertahan meskipun menempati lahan dengan resiko terkena bencana longsor.

Tabel 8.15

Kawasan Permukiman Eksisting Rawan Longsor

Keterangan Kecamatan Desa Luas

(Ha)

Permukiman rawan longsor

Kajen Linggoasri 22.72 Karanganyar Legokkalong,

Lolong

86.95

109.67 Sumber: RP4D Kabupaten Pekalongan

 Daerah Rawan Kekeringan

Pada umumnya, kekeringan terjadi saat musim kemarau tiba sehingga menyebabkan menyusutnya debit air sungai di Paninggaran sehingga keringnya saluran irigasi, terutama di area persawahan. Daerah rawan yang keekringan ini merupakan daerah ujung serapan yang sulit mendapatkan air di saat itu musim kemarau. Hal tersebut akan mempengaruhi hasil produksi pertanian yang harusnya dihasilkan oleh Kabupaten Pekalongan sehingga akan mempengaruhi pendapatan daerah dan kesejahteraan penduduk setempat.

Tabel 8.16

Kawasan Permukiman Eksisting Rawan Kekeringan

Keterangan Kecamatan Desa Luas (Ha)

Permukiman rawan kekeringan

Siwalan Tengeng Kulon, Tengeng Wetan, Blimbing Wuluh, Tunjungsari

(18)

Keterangan Kecamatan Desa Luas (Ha)

Sragi Klunjukan, kedungjanan 81.39 Bojong Legokcile, Randumukti,

Waren

70.54

Luas Total 307.57

Sumber: RP4D Kabupaten Pekalongan

 Kawasan Rawan Abrasi

Wilayah yang berbatasan dengan garis pantai dapat selalu menjadi daerah yang rawan terhadap abrasi, begitu pula pada Kecamatan Wonokerto yang berbatasan dengan pantai utara laut jawa. Terjadinya abrasi mengakibatkan beberapa rumah warga rusak bahkan ada yang sudah hancur diempas gelombang.

Tabel 8.17

Kawasan Permukiman Eksisting dan Rencana Permukiman Rawan Abrasi

Keterangan Kecamatan Desa Luas (ha)

Permukiman rawan abrasi

Wonokerto Semut, Api-api 53.38

Sumber: RP4D Kabupaten Pekalongan

 Perumahan dan Permukiman yang Berada di Bantaran Sungai

Bantaran sungai atau sempadan sungai, yaitu kawasan sepanjang kiri kanan sungai dengan jarak 100 meter untuk sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman, sementara itu untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 – 15 meter. Namun kenyataannya masih banyak permukiman yang berada didaerah bantaran sungai. Hal ini tentu tidak baik untuk kelangsungan hidup penduduknya.

Tabel 8.18

Kawasan Permukiman Eksisting di Sepanjang Sempadan Sungai

Keterangan Kecamatan Desa Luas

Permukiman sepanjang sempadan

sungai

Siwalan Boyoteluk, Depok, Yosorejo,

Pait, Blimbing wuluh

2.82

Wonokerto Tretebang, Wonokerto Kulon,

Api-api

21.52

Tirto Mulyorejo, Tegaldowo,

Karangjompo, Pacar,

(19)

Keterangan Kecamatan Desa Luas

Dadirejo, Silirejo

Wiradesa Bener, Karangjati 31.79

Buaran Watusalam 14.14

Karangdadap Pegadon, Kebonsari,

Pangkah, Kalilembu,

Karangdadap

25.56

Kedungwuni Rengas, Bugangan,

Karangdowo, Kedungwuni,

Kedungpatangewu,

Pakisputih, Langkap

35.85

Wonopringgo Suroboyan, Pegaden Tengah,

Gondang, Legokgunung,

Jetak kidul

22.42

Bojong Sembungjambu, Legokclile,

Randumukti waren,

Pantianom, Bukur, Jajar

wayang, Kemasan

34.61

Sragi Ketanon ageng, Mrican,

Kedungjaran, Purwerejo,

Kalijambe, Sumub kidul

48.82

Kajen Wonorejo, Kutorejo 13.56

Karanganyar Lolong, Karanggondang,

Legokkalong, Karangsari,

Podosari, Kutosari

10.13

Luas Total 276.16

Sumber: RP4D Kabupaten Pekalongan

 Perumahan dan permukiman yang berada di sepanjang 10 m dari jalan tol

Berdasarkan peraturan yang berlaku, bangunan diperbolehkan terbangun diluar garis sempadan tol. Pada Kabupaten Pekalongan, masih terdapat bangunan rumah tinggal yang terbangun di kawasan sepanjang pinggiran jalan tol. Berikut ini merupakan jumlah luas lahan yang telah digunakan sebagai kawasan permukiman

Tabel 8.19

Kawasan permukiman Eksisting 10 m dari Jalan Tol

(20)

Keterangan Kecamatan Desa Luas

Permukiman

disepanjang

tol

Sragi Sijeruk, Bulakpalem, Purwodadi,

Klunjukan

4.19

Bojong Sembungjambu, Karangsari, Babalan

kidul, Babalan lor, Jajar wayang

3.8

Kedungwuni Rengas, Tangkil kulon, tangkil tengah,

Ambokembang, Pekajangan

6.81

Buaran Pakumbulan 0.79

Karangdadap Salakbrojo, Pegandon 2.6

Luas Total 18.19

Sumber: RP4D Kabupaten Pekalongan

 Perumahan dan permukiman yang berada di sepanjang 10 m dari jalurSUTET

Permukiman yang berada disepanjang 10 m jalur SUTET merupakan salah satu kawasan yang tidak sesuai dengan tata ruang permukiman karena merupakan daerah berbahaya yang mengandung tegangan listri tinggi dan dapat membahayakan keselamatan manusia apabila terdapat bangunan rumah disekitarnya

Tabel 8.20

Kawasan Permukiman Eksisting Sepanjang 10 m dari jalur SUTET Keterangan Kecamatan Desa Luas (Ha)

Permukiman

sepanjang

jalur SUTET

Siwalan Mejasem, Wonosari,

Tenggeng wetan, Tunjungsari

8.37

Wiradesa Wiradesa, Waru Lor, Kampil 1.45

Tirto Dadirejo, Silirejo, Sidorejo 1.48

Sragi Tegal suruh, Bulakpelem,

Klunjukan

1.75

Bojong Sembungjambu, Babalan

kidul, Jajar wayang

2.1

Kedungwuni Rengas, Tangkil kulon,

Ambokembang, Salakbrojo

6.3

Karangdadap Kebonsari, Pangkah 1.6

Luas Total 23.05

(21)

Kebutuhan perumahan merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi warga di Kabupaten Pekalongan. Sebagai daerah yang cukup cepat perkembangannnya, maka kebutuhan akan perumahan diperkirakan akan cukup tinggi pula. Kondisi perumahan di Kabupaten Pekalongan dapat dibedakan menjadi perumahan tipe kecil, sedang dan besar. Untuk 1 unit rumah, penduduk pendukungnya berjumlah 5 jiwa. Tiap 1 rumah tipe besar berbanding 3 dengan rumah tipe sedang dan berbanding 6 dengan rumah tipe kecil. Untuk mengetahui proyeksi kebutuhan fasilitas perumahan di Kabupaten Pekalongan dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 8.21

Proyeksi Kebutuhan Rumah Berdasarkan Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Pekalongan Tahun Proyeksi 2019

No Kecamatan

Proyeksi Kebutuhan Rumah

Tahun

Jumlah 816.006 181.120 113.0294 543.406 101.453

Sumber: Hasil Perhitungan dan Analisis, 2014

(22)

Tabel 8.22

Jumlah Kebutuhan Rumah Berdasarkan Backlog dan Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Pekalongan Sampai Tahun 2019

No Kecamatan

Kebutuhan Rumah Kebutuhan

Total

Rumah

Kebutuhan Rumah Tahun

2019

Besar Menengah Kecil

1 Kajen 3.833 11.195 15.028 1.503 4.508 9.017

Sumber: Hasil Perhitungan dan Analisis, 2014

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan untuk mengetahui jumlah kebutuhan rumah sampai tahun 2019, yaitu dengan berdasarkan kebutuhan rumah akibat kekurangan rumah(backlog) dan kebutuhan rumah akibat penurunan kepadatan, maka jumlah total kebutuhan rumah di Kabupaten Pekalongan adalah sebanyak 121.215 unit rumah

(23)

perumahan dan permukiman ini harus memenuhi persyaratan yang layak huni dan berkelanjutan

Dengan menggunakan luasan yang dikembangkan dari standar minimum luas perumahan sederhana dan hasil pengamatan lapangan, terhadaup luas kapling yang saat ini banyak berkembang di Kabupaten Pekalongan (tipe kecil 60-98 m², tipe menengah 98-120 m² dan tipe besar 120-200 m²). berikut perkiraan kebutuhan luas lahan untuk perumahan dan permukiman hingga tahun 2019.

Tabel 8.23

Perkiraan Kebutuhan Luas Lahan Untuk Peruntukan Perumahan di Kabupaten Pekalongan

Klasifikasi

Perkiraan Kebutuhan Luas Lahan (Ha)

Min Max

Tinggi 30 60-98 6 441.804 2650,82 4329,68

Sedang 20 98-120 3 220.902 2164,84 2650,82

Rendah 15 120-200 1 73.634 883,61 1472,68

Total Kebutuhan Lahan Perumahan Berdasarkan Klasifikasi di

Lapangan

5699,27 8453,18

Sumber: Hasil Perhitungan dan Analisis, 2014

Total kebutuhan lahan untuk perumahan berdasarkan klasifikasi luasan kapling minimal seluas 5.699,27 Ha dan maksimal seluas 8.453,18 Ha.

8.2.4. Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan PBL

(24)

8.2.5. Usulan Program dan Kegiatan

Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program dan kegiatan dalam waktu jangka menangah (5 tahun). Beberapa program tersebut diantaranya:

Tabel 8.24

Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan PBL No Usulan Program

dan Kegiatan

Lokasi

1 Pengembangan Sarana Prasarana

Aksesibilitas Bangunan Gedung RSUD Kajen

2 Penyusunan RTBL Kecamatan Buaran dan Kecamatan Wiradesa

3 Penyusunan RTBL Kawasan

Kampung Batik Kecamatan Wiradesa

Desa Kauman, Desa Kemplong dan Kelurahan Kepatihan

4 Dukungan Sarana Prasarana Dasar

RTH

Kecamatan Buaran dan Kecamatan Wiradesa, Kajen

5 Dukungan Prasarana Sarana Dasar

RTH di Kecamatan Wiradesa

Kelurahan Pekuncen

6 Dukungan PSD RTH Alun-Alun

Kota Kajen Alun-Alun Kota Kajen

7 Dukungan PSD RTH Kec. Wiradesa

8 Pembangunan PSD Permukiman

Perdesaan/Agropolitan

Desa Pododadi, Desa Kutosari, Desa Sidomukti, Desa Pedawang, Desa Gutomo, Kec. Karanganyar, Desa

Larikan, Desa Harjosari, Desa Sidoharjo, Desa

Wringinagung, Desa Wringinagung, Kec. Doro, Desa Tlogopakis, Desa Kayupuring, Desa Curugmuncar, Desa Tlogohendro, Kec Petungkriyono, Desa Kalirejo, Kec. Talun

Sumber : Analisis Tim Penyusun, 2014

8.3. Sistem Penyediaan Air Minum

8.3.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Berdasarkan Rencana pengembangan jaringan air baku untuk air minum di Kabupaten Pekalongan meliputi pemanfaatan sumber-sumber air baku permukaan dan air tanah mencakup pembangunan, rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana pengelolaan air baku untuk air bersih. Hal tersebut dilakukan melalui:

a) pembersihan bangunan-bangunan yang masuk di area sempadan sungai terutama pada sungai-sungai yang masuk ke kawasan pusat kota maupun kawasan strategis;

b) pengembangan biopori dan sumur resapan pada kawasan permukiman penduduk di kawasan perkotaan yang padat;

(25)

d) peningkatan pembangunan bendung atau bendungan di sungai-sungai yang potensial sebagai upaya memperbanyak tampungan air bagi keperluan cadangan air baku;

e) pembatasan penambahan dan penggunaan sumur bor bagi kepentingan non rumah tangga dalam skala besar (industri, perdagangan, jasa) lebih dari 10 % (sepuluh persen) dari jumlah yang ada pada wilayah Cekungan Air Tanah di Kecamatan Siwalan, Kecamatan Wiradesa, Kecamatan Wonokerto dan Kecamatan Tirto; dan

f) peningkatan pelayanan perpipaan PDAM Tirta Kajen di semua wilayah kota kecamatan hingga 80% yang terlayani dan peningkatan SPAM untuk wilayah perdesaan hingga 60% yang terlayani

Sedangkan ketentuan umum peraturan zonasi sistem prasarana air minum yang terkandung dalam Perda RTRW Kabupaten Pekalongan, meliputi:

a) pemanfaatan sumber air untuk kebutuhan air minum wajib memperhatikan kelestarian lingkungan;

b) pembangunan instalasi pengolahan air minum tidak diizinkan dibangun langsung pada sumber air baku;

c) pembangunan dan pernasangan jaringan primer, sekunder dan sambungan rumah (SR) yang memanfaatkan bahu jalan wajib dilengkapi izin galian yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang;

d) pembangunan dan pernasangan jaringan primer, sekunder dan sambungan rumah yang melintasi tanah milik perorangan wajib dilengkapi pernyataan tidak keberatan dari pemilik tanah;

e) pembangunan fasilitas pendukung pengolahan air minum yang diizinkan meliputi kantor pengelola, bak penampungan/reservoir, tower air, bak pengolahan air dan bangunan untuk sumber energi listrik dengan:

1. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) setinggi-tingginya 30 % (tiga puluh persen); 2. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) setinggi-tingginya 60 % (enam puluh

persen); dan

(26)

8.3.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

Permasalahan penyediaan air minum di perumahan dan permukiman di Kabupaten Pekalongan adalah:

a) Minimnya sumber air baku untuk kebutuhan domestik (sehingga banyak masyarakat terutama di pesisir utara) menggunakan sumber air dari sumur dangkal dengan kondisi yang tidak layak untuk MCK

b) Kapasitas air yang disuplai PDAM masih sangat kurang

c) Masih banyaknya masyarakat berpenghasilan rendah dan miskin yang tidak mampu mengakses pelayanan air bersih

d) Belum semua Kecamatan terlayani oleh PDAM, baik PDAM Kota maupun Kabupaten. Kecamatan yang terlayani hanya Doro, Kajen, Kesesi, Sragi, Wonopringgo, Kedungwuni, Tirto, Karanganyar, Buaran, dan Wiradesa.

Prasarana air bersih terdiri dari dua sistem, yaitu perpipaan dan non perpipaan. Untuk sistem non perpipaan biasanya digunakan oleh masyarakat di wilayah yang belum mendapatkan pelayanan PDAM dan biasanya merupakan masyarakat yang tinggal di wilayah perdesaan. Sedangkan untuk sism perpipaan biasanya digunakan di perkotaan.

A. Sistem Non Perpipaan

Adalah sistem pemenuhan kebutuhan air langsung dari sumbernya (diperoleh dari air tanah dengan pembuatan sumur gali maupun sumur pompa tangan). Kemudian dapat juga diperoleh melalui air permukaan seperti sungai dan mata air. Air bersih di Kabupaten Pekalongan dimanfaatkan sebagai air minum, keperluan rumah tangga, pertokoan, tempat ibadah, rumah sakit, rumah makan, hotel, dan lain-lain.

B. Sistem Perpipaan

Adalah sistem pemenuhan kebutuhan air bersih yang diperoleh melalui sistem jaringan yang dikelola dan didistribusikan. Pengelolaan dan distribusi tersebut sepenuhnya dilakukan oleh PDAM Kabupaten Pekalongan. Prasarana air bersih harus memenuhi syarat, baik kuantitas maupun kualitas. Kapasitas minimum sambungan rumah tangga 60liter/orang/hari dan sambungan kran umum 30 liter/orang/per hari.

8.3.3. Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum

(27)

Tabel 8.25

Proyeksi Kebutuhan Air Minum Kabupaten Pekalongan Tahun 2014-2019

Tahun Jumlah Penduduk

Standar

(Liter/orang/hari)

Proyeksi Kebutuhan

Air Minum (Liter)

2006 889.562 60 53.373.720

2007 955.202 60 57.312.120

2008 965.745 60 57.944.700

2009 1.029.906 60 61.794.360

2010 1.094.067 60 65.644.020

2011 1.158.228 60 69.493.680

2012 1.222.389 60 73.343.340

2013 1.286.550 60 77.193.000

2014 1.350.711 60 81.042.660

2015 1.414.872 60 84.892.320

2016 1.479.033 60 88.741.980

2017 1.543.194 60 92.591.640

2018 1.607.355 60 96.441.300

2019 1.671.516 60 100.290.960

Sumber: Analisis Tim Penyusun, 2014

Dari analisis di atas, dapat diperkirakan total air minum yang diperlukan pada tahun 2019 sejumlah 100.290.960 liter. Jumlah tersebut dapat dipenuhi dengan pengoptimalan pelayanan PDAM ke seluruh wilayah di Kabupaten Pekalongan. Berikut ini proyeksi kebutuhan air minum dirinci per Kecamatan dan proyeksi kebutuhan air minum berdasarkan keperluan domestik dan non domestik menurut RISPAM Kabupaten Pekalongan.

Tabel 8.26

Proyeksi Kebutuhan Air Minum Per Kecamatan Tahun 2014-2019

No Kecamatan Proyeksi Kebutuhan

2014 2015 2016 2017 2018 2019

1 Kandangserang 9.74 11.45 13.30 15.29 17.43 19.71

2 Paninggaran 14.19 16.26 18.57 21.02 23.64 26.40

3 Lebakbarang 11.13 12.10 13.08 14.06 15.05 16.03

4 Petungkriyono 7.39 8.33 9.32 10.36 11.44 12.58

5 Talun 11.47 13.10 14.83 16.67 18.61 20.74

(28)

No Kecamatan Proyeksi Kebutuhan

2014 2015 2016 2017 2018 2019

7 Karanganyar 7.05 8.63 10.36 12.25 14.30 16.50

8 Kajen 17.15 20.20 23.51 27.07 30.90 34.99

9 Kesesi 18.69 21.97 25.52 29.34 33.44 37.82

10 Sragi 14.68 17.59 20.76 24.21 27.93 31.91

11 Siwalan 30.75 34.35 38.12 42.04 46.12 50.36

12 Bojong 21.71 25.28 29.12 33.23 37.63 42.31

13 Wonopringgo 6.28 7.94 9.77 11.79 13.99 16.37

14 Kedungwuni 20.56 24.81 29.47 34.54 40.01 45.89

15 Karangdadap 4.85 6.18 7.66 9.29 11.07 12.99

16 Buaran 11.56 13.72 16.07 18.62 21.35 24.28

17 Tirto 21.31 24.94 28.87 33.09 37.61 42.42

18 Wiradesa 15.69 18.58 21.71 25.10 28.74 32.63

19 Wonokerto 22.30 25.33 28.54 31.93 35.51 39.27

Sumber: RISPAM Kabupaten Pekalongan tahun 2013 dan Analisis Tim Penyusun, 2014

Tabel 8.27

Proyeksi Kebutuhan Air Minum Berdasarkan Jenis Kebutuhan Tahun 2014-2019

No Jenis Kebutuhan Proyeksi Kebutuhan

Satuan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 I Jumlah Penduduk Jiwa 878.977 889.066 899.155 909.244 919.333 929.422 Tigkat Pelayanan % 36 39 42 45 45 51 Penduduk Terlayani Jiwa 316.432 346.736 377.645 409.160 409.160 474.005

II Domestik

A Sambungan Rumah

Tingkat Pelayanan % 28 30 32 34 36 38 Jumlah Penduduk Terlayani Jiwa 88.601 104.021 120.846 139.114 158.861 180.102 Jumlah Penduduk/RT Jiwa 5 5 5 5 5 5 Jumlah SR Unit 17.720 20.804 24.169 27.823 31.772 31.772 Pemakaian air ltr/jiwa/hari 150 150 150 150 150 150 Kebutuhan Air ltr/det 153,82 180,59 209,80 241,52 275,80 312,17

B Kran/Hidran/umum

Tingkat Pelayanan % 8 9 10 11 12 13 Jumlah Penduduk Terlayani Jiwa 25.315 31.206 37.765 45.008 52.954 61.621 Jumlah Penduduk/HU Jiwa 100 100 100 100 100 100 Pemakaian air ltr/jiwa/hari 30 30 30 30 30 30 Kebutuhan air ltr/det 8,79 10,84 13,11 15,63 18,39 21,40 Kebutuhan air domestik ltr/det 162,61 191,43 222,92 257,15 294,19 334,11

III Non Domestik

(29)

No Jenis Kebutuhan Proyeksi Kebutuhan

Satuan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Domestik

Keb Air (10% dom) ltr/det 16,26 19,14 22,29 25,71 29,42 33,41

IV

Jumlah Dom dan Non

Dom Unit 17.752 20.837 24.203 27.958 31.808 36.061 Jumlah Kebutuhan Air ltr/det 178,87 210,57 245,21 282,86 323,61 367,52

V Tingkat NRW % 30% 29% 28% 27% 26% 25%

Kehilangan Air ltr/det 54,02 61,49 69,15 76,94 84,78 92,61

VI Total Kebutuhan Air

Rata-rata ltr/det 233 272 314 360 408 460 Hari Maksimum ltr/det 289 326 377 432 490 552 Sumber: RISPAM Kabupaten Pekalongan tahun 2013 dan Analisis Tim Penyusun, 2014

8.3.4. Program dan Kriteria Kesiapan, serta Skema Kebijakan Pendanaan

Pengembangan SPAM

Program SPAM yang dikembangkan oleh Pemerintah antara lain: A. Program SPAM IKK

Kriteria Program SPAM IKK adalah:

 Sasaran : IKK yang belum memiliki SPAM  Kegiatan :

o Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama)

o Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target SambunganRumah (SR) total

 Indikator :

o Peningkatan kapasitas (liter/detik)

o Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM B. Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)

Kriteria Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah:  Sasaran : Optimalisasi SPAM IKK

 Kegiatan : Stimulan jaringan pipa distribusi maksimal 40% dari target total SR untuk MBR

 Indikator :

o Peningkatan kapasitas (liter/detik)

(30)

Kriteria Program Perdesaan Pola Pamsimas adalah:  Sasaran : IKK yang belum memiliki SPAM  Kegiatan :

o Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama)

o Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total

 Indikator :

o Peningkatan kapasitas (liter/detik)

o Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM D. Program Desa Rawan Air/Terpencil

Kriteria Program SPAM IKK adalah:

 Sasaran : Desa rawan air, desa miskin dan daerah terpencil (sumber air baku relatif sulit)

 Kegiatan : Pembangunan unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama

 Indikator : Penambahan jumlah desa yang terlayani SPAM

E. Program Pengamanan Air Minum

Kriteria Program Pengamanan Air Minum adalah:

 Sasaran : PDAM-PDAM dalam rangka mengurangi resiko

 Kegiatan : Pengendalian kualitas pelayanan air minum dari hulu sampai hilir

 Indikator : Penyediaan air minum memenuhi standar 4 K.

Selanjutnya pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) mengacu pada Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) yang disusun berdasarkan:

1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota; 2. Rencana pengelolaan Sumber Daya Air;

3. Kebijakan dan Strategi Pengembangan SPAM;

4. Kondisi Lingkungan, Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat; 5. Kondisi Kota dan Rencana Pengembangan SPAM.

(31)

8.3.5. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM

Usulan dan prioritas program komponen Pengembangan SPAM disusun berdasarkan paket-paket fungsional dan sesuai kebijakan prioritas program seperti pada RPJM. Penyusunan tersebut memperhatikan kebutuhan air minum berkaitan dengan pengembangan atau pembangunan sektor dan kawasan unggulan. Dengan demikian usulan sudah mencakup pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan pembangunan ekonomi. Usulan program harus dapat mencerminkan besaran dan prioritas program, dan manfaatnya ditinjau dari segi fungsi, kondisi fisik, dan non-fisik antar kegiatan dan pendanaannya. Adapun beberapa usulan program dan kegiatan pengembangan SPAM yang ada di Kabupaten Pekalongan, beberapa diantaranya :

Tabel 8.28

Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM No Usulan Program dan Kegiatan Lokasi

1 Pengembangan SPAM Optimalisasi

150 liter/detik Kec. Bojong, Kedungwuni, Tirto dan Wiradesa

Pengembangan SPAM Perdesaan Desa Wiroditan

2 Revitalisasi SPAM IKK (jaringan

Perpipaan Perkotaan)

Kec. Kajen, Kedungwuni dan Wiradesa

3 Pengembangan SPAM Perdesaan Kec. Bojong

4 Pengembangan SPAM IKK (150

liter/detik)

Kali Sumilir

5 Pengembangan SPAM IKK Kec. Kajen, Kesesi , Sragi, Kec. Karanganyar,

Wonopringgo, Bojong dan Wiradesa, Karangdadap

6 Pembangunan Jembatan Pipa SPAM Kec. Karangdadap

7 SPAM di Desa Rawan Air Desa Brondong, Kec. Kesesi

8 Bantuan Program Penyehatan PDAM Kab. Pekalongan

9 Pengadaan Motor dan Pompa Sumur

Dalam 10 liter/detik Kec. Wonokerto, Kedungwuni dan Sragi

Sumber : Analisis Tim Penyusun, 2014

8.4. Penyehatan Lingkungan Permukiman

8.4.1. Air Limbah

A. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Berdasarkan uraian dan ketentuan yang termuat dalam perda RTRW Kabupaten Pekalongan, arahan kebijakan dan lingkup kegiatan yang diupayakan terkait dengan pengelolaan air limbah meliputi beberapa hal sebagai berikut :

a. pembangunan Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) untuk mengolah limbah tinja yang ada;

(32)

c. pembangunan sistem pengelolaan air limbah terpusat.

Ketentuan umum peraturan zonasi rencana sistem prasarana pengolahan limbah berdasarkan ketentuan yang termuat dalam Perda RTRW Kabupaten Pekalongan meliputi:

1) setiap kegiatan usaha yang memproduksi air limbah diwajibkan untuk menyediakan instalasi pengolahan limbah individu dan/atau komunal sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku, meliputi:

 pengembangan perumahan dengan jumlah lebih dari 30 (tiga puluh)

unit;

 akomodasi wisata dengan jumlah kamar lebih dari 5 (lima) unit;

 restoran/rumah makan dengan jumlah tempat duduk lebih dari 50 (lima puluh) unit;

 kompleks perdagangan dan jasa dengan luas lantai bangunan lebih dari 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi);

 industri kecil/rumah tangga yang menghasilkan air limbah;  bengkel yang melayani ganti oli dan tempat cuci kendaraan;

 usaha garmen yang dalam produksinya menggunakan zat-zat kimia dan

pewarna; dan

 usaha petemakan yang menghasilkan air limbah dalam skala yang

besar.

2) sistem pengelolaan air limbah meliputi pengelolaan primer, sekunder dan tersier, meliputi:

 pengelolaan primer yaitu pengelolaan dengan menggunakan pasir dan benda-benda terapung melalui bak penangkap pasir dan saringan untuk menghilangkan minyak dan lemak;

 pengelolaan sekunder dibuat untuk menghilangkan zat organik melalui oksidasi; dan

 pengelolaan secara tersier hanya untuk membersihkan saja.

3) pembangunan instalasi pengolahan limbah yang wajib mengikuti ketentuan teknis sebagai berikut:

 tidak mencemari sumber air minum yang ada di daerah sekitarnya baik

air permukaan maupun air tanah;  tidak mengotori permukaan tanah;

(33)

 tidak menimbulkan bau yang mengganggu;

 konstruksi agar dibuat secara sederhana dengan bahan yang mudah didapat dan murah; dan

 jarak minimal antara sumber air dengan bak resapan 10 meter.

B. Isu strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

Sistem pembuangan air kotor yang terdapat di Kabupaten Pekalongan hingga saat ini masih ditangani secara individu oleh tiap-tiap rumah tangga dan industri (home industri), sebagian dibuang ke dalam septictank-septictank dan sebagian lagi dibuang ke saluran pembuangan/selokan sebelum ke sungai yang ada disekitar permukiman. Cara-cara pembuangan melalui saluran-saluran dan sungai sebetulnya tidak dapat dibenarkan karena dapat menurunkan derajat kesehatan lingkungan dan masyarakat.

Adapun sistem pembuangan yang baik dapat dibedakan menjadi 2 cara penanganan yang tergantung dari lokasi sumber air buangan. Untuk daerah yang tidak dapat dijangkau oleh sistem saluran dapat diterapkan sistem pembuangan secara individual. Penerapan sistem individu ini bisa dilaksanakan secara komunal dengan sejumlah rumah yang berdekatan. Sedangkan untuk daerah yang dapat dijangkau oleh sistem saluran, sistem pembuangan dapat dilakukan melalui saluran-saluran perkotaan. Jumlah air limbah buangan diperhitungkan dengan asumsi pemakaian air bersih yaitu 80 liter/jiwa/hari untuk orde I dan II sedangkan 60 liter/jiwa/hari untuk orde III dan IV, air dibuang ke saluran sebanyak 80%.

C. Analisis Kebutuhan Pengelolaan Air Limbah

Berdasarkan lingkup kebijakan dan arahan beserta isu strategis, tantangan dan permasalahan terkait limbah yang ada di Kabupaten Pekalongan, berikut dapat diproyeksikan jumlah air limbah yang dapat menjadi pertimbangan dalam penyediaan layanan prasarana pengelolaan limbah di Kabupaten Pekalongan.

D. Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Air Limbah

Beberapa rencana program dan kriteria pengembangan air limbah yang ada di Kabupaten Pekalongan meliputi :

(34)

b) pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal di seluruh wilayah kota kecamatan yang ada di daerah yang dilengkapi dengan jaringan perpipaan; dan

c) pembangunan sistem pengelolaan air limbah setempat dan pembangunan sistem pengelolaan air limbah terpusat.

Secara spesifik, kebijakan pengelolaan air limbah juga tercantum dalam rencana pengendalian berupa ketentuan umu peraturan zonasi yang tertuang dalam Perda RTRW Kabupaten Pekalongan, dimana ketentuan tersebut mengatur rencana sistem pengelolaan limbah yang terkait dengan sistem permukiman yaitu setiap kegiatan usaha yang memproduksi air limbah diwajibkan untuk menyediakan instalasi pengolahan limbah individu dan/atau komunal sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku. Adapun ketentuan teknis tersebut sebagai berikut :

 pengembangan perumahan dengan jumlah lebih dari 30 (tiga puluh) unit;  akomodasi wisata dengan jumlah kamar lebih dari 5 (lima) unit;

 restoran/rumah makan dengan jumlah tempat duduk lebih dari 50 (lima

puluh) unit;

 kompleks perdagangan dan jasa dengan luas lantai bangunan lebih dari 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi);

 industri kecil/rumah tangga yang menghasilkan air limbah;  bengkel yang melayani ganti oli dan tempat cuci kendaraan;

 usaha garmen yang dalam produksinya menggunakan zat-zat kimia dan

pewarna; dan

 usaha peternakan yang menghasilkan air limbah dalam skala yang besar.

8.4.2. Persampahan

8.4.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Berdasarkan uraian dan ketentuan yang termuat dalam perda RTRW Kabupaten Pekalongan, arahan kebijakan dan lingkup kegiatan yang diupayakan terkait dengan persampahan meliputi beberapa hal sebagai berikut :

(35)

pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) modern di Desa Wangandowo, Kecamatan Bojong;

2) penambahan sarana pengangkut sampah;

3) pengembangan sistem pengolahan sampah langsung dari sumber sampah;

4) pengolahan sampah dengan metode 3 R (reduce, reuse dan recycle) untuk mengurangi jumlah timbunan sampah; dan

5) pengembangan sistem pengolahan limbah sampah menjadi sumber energi baru.

8.4.2.2. Isu strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

Permasalahan persampahan yang dijumpai di perumahan dan permukiman Kabupaten Pekalongan berkaitan dengan:

1) Belum semua wilayah terjangkau oleh layanan dari dinas yang menangani kebersihan, sehingga masih banyak masyarakat yang membuang sampah di pekarangan (on-site) dan tidak terselesaikan dengan baik dan menyebabkan timbunan sampah dalam jumlah besar

2) Layanan persampahan masih terkonsentrasi pada kawasan kota dan sekitarnya

3) Jumlah transfer depo jumlahnya masih kurang sehingga belum memenuhi kebutuhan

4) Masih dijumpai timbunan sampah di beberapa lokasi seperti pada saluran-saluran kota dan sudut –sudut kota

5) Masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan

6) TPA kondisinya sudah overload karena jumlah sampah yang dihasilkan masyarakat lebih banyak daripada jumlah sampah yang tertampung di TPA. Selain itu, sarana pengengkutan sampah seperti truk angkut sampah belum memadai.

8.4.2.3. Analisis Kebutuhan Persampahan

(36)

pencemaran lingkungan seperti timbulnya bau yang tidak sedap, gangguan lalat penyebar penyakit dan sebagainya, dan bertambah pula luas lahan untuk menampung timbulnya sampah yang ada. Dengan demikian, untuk mendukung aktivitas perumahan dan permukiman. Berikut ini adalah standar tempat pengumpulan sampah lingkungan:

 Kapasitas tempat sampah lingkungan minimal bervolume 2m³, berdasarkan jumlah rumah yang dilayani 200 rumah

 Tempat sampah dibuat dari bahan rapat air

 Penempatan tempat sampah lingkungan setiap jarak ±150 m Standar sarana pendukung:

 Gerobak sampah, kapasitas 0.8 m³/hari  Transfet Depo, kapasitas 10 m³/hari  Dump Truck, kapasitas 6 m³/hari

Penghasil sampah terbesar di Kabupaten Pekalongan berasal dari kegiatan permukiman dan pasar tradisional dengan volume 1106,24 m³/hari dari volume total sebesar 1.862,29 m³/hari. Sehingga dibutuhkan prasarana sampah yang memadai untuk mengangkut sampah-sampah tersebut.

Tabel 8.29

Volume Sampah Rata-Rata/hari di Kabupaten Pekalongan Tahun 2013 Volume Terangkut Sisa/swadaya

(M³) (M³) (M³)

1.600,41 m³/hari 192 m³/hari 1.408,41 m³/hari

Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Bidang Kebersihan dan Pertamanan, 2013

(37)

Tabel 8.30

Kebutuhan Prasarana Sampah Tahun 2013 Menurut Standar di Kabupaten Pekalongan

NO. KECAMATAN JUMLAH

Lingkungan Gerobak Sampah Transfer Depo Dump Truck

Standar Proyeksi Standar

(38)

NO. KECAMATAN JUMLAH RUMAH

TIMBUNAN SAMPAH (M³/HARI)

Prasarana Sampah Tempat Sampah

Lingkungan Gerobak Sampah Transfer Depo Dump Truck

Standar Proyeksi Standar

Proyeksi (jlh/hari

)

Standar Proyeksi

(jlh/hari) Standar

Proyeksi (jlh/hari)

19 TALUN 6.025 59.03 30

JUMLAH 181.120 1.862,29 906 2328 186 310

(39)

Tabel 8.31

Proyeksi Kebutuhan Prasarana Sampah Hingga tahun 2019 Menurut Standar di Kabupaten Pekalongan

No Kecamatan Jumlah

Rumah

Tahun 2019

Prasarana Sampah

Tempat Sampah Lingkungan

2013 Standar Proyeksi Kebutuhan

1 Kandangserang 11.569 45

200

58 13

2 Paninggaran 16.212 38 81 43

3 Lebakbarang 4.021 11 20 9

4 Petungkriyono 3.910 13 20 7

5 Talun 12.783 30 64 34

6 Doro 14.704 43 74 31

7 Karanganyar 14.813 39 74 35

8 Kajen 21.742 53 109 56

9 Kesesi 23.549 77 118 41

10 Sragi 22.454 73 112 39

11 Siwalan 14.830 53 74 21

12 Bojong 21.048 42 105 63

13 Wonopringgo 12.893 87 64 -23

14 Kedungwuni 29.391 42 147 105

15 Karangdadap 12.483 67 62 -5

16 Buaran 15.000 60 75 15

17 Tirto 22.311 47 112 65

18 Wiradesa 18.839 49 94 45

19 Wonokerto 15.022 36 75 39

Jumlah 307.574 905 200 1.538 633

Sumber: Hasil Perhitungan dan Analisis, 2014

(40)

8.4.2.4. Program dan Kriteria Kesiapan Pengelolaan Persampahan

Beberapa program pengelolaan persampahan yang ada di Kabupaten Pekalongan meliputi:

1) Penyediaan dokumen Masterplan bidang persampahan

2) Peningkatan system TPA dari open dumping menjadi sanitary landfill serta prasarana pendukung

3) Peningkatan layanan sarana dan prasarana persampahan

4) Tersusunnya peraturan daerah terkait persampahan untuk mendukung kebersihan lingkungan di Kabupaten Pekalongan

5) Penyadaran dan pembinaan kesehatan lingkungan terhadap masyarakat 6) Mengoptimalkan peran forum dan Pokmas untuk mendorong masyarakat

untuk mengolah sampah

8.4.3. Drainase

8.4.3.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Berdasarkan rencana pengembangan prasarana drainase dalam kebijakan RTRW kabupaten Pekalongan meliputi:

1) perbaikan kawasan bagian hulu atau lindung sebagai area tangkapan air hujan sehingga akan mengurangi aliran air permukaan dan mengurangi debit air sungai pada musim penghujan tetapi pada musim kemarau dapat meningkatkan debit air sungai;

2) pembuatan sempadan sungai pada kawasan tengah dan hilir sungai; dan 3) pembuatan saluran yang lebih memadai pada kawasan yang sering

mengalami genangan akibat luapan air sungai.

4) Adapun Ketentuan umum peraturan zonasi sistem prasarana drainase Kabupaten Pekalongan, meliputi:

 tidak diizinkan membangun pada kawasan resapan air dan tangkapan air hujan;

 setiap pembangunan wajib menyediakan jaringan drainase lingkungan dan/atau sumur resapan yang terintegrasi dengan sistem drainase sekitarnya sesuai ketentuan teknis yang berlaku;

(41)

 pengembangan kawasan terbangun yang didalamnya terdapat jaringan drainase wajib dipertahankan secara fisik maupun fungsional dengan ketentuan tidak mengurangi dimensi saluran serta tidak menutup sebagian atau seluruh ruas saluran yang ada.

8.4.3.2. Isu strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

Permasalahan drainase perkotaaan Kabupaten Pekalongan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: peningkatan debit, penyempitan dan pendangkalan saluran, reklamasi, amblesan tanah, limbah, sampah dan pasang surut air laut. Permasalahan utamanya adalah belum adanya skenario yang jelas dalam pembagian alur air sehingga banyak saluran-saluran drainase yang tidak terintegrasi dengan baik ditambah pula dengan peningkatan jumlah penduduk di perkotaan yang sangat cepat, dimana peningkatan jumlah penduduk selalu diikuti dengan peningkatan perumahan dan peningkatan limbah baik limbah cair maupun padat (sampah). Masih sedikitnya saluran drainase yang ada di Kabupaten Pekalongan menjadikan air hujan mengalir secara sembarang menuju sungai terdekat. Meskipun ini terjadi hanya pada saat hujan, tetapi hal ini cukup mengganggu, karena aliran air tersebut biasanya membawa sampah dan setelah hujan reda akan menimbulkan genangan-genangan kecil yang potensial menimbulkan berbagai penyakit. Beberapa saluran drainase tersier tidak berujung pada sistem sekunder/primer yang ada. Tempat pembuangan akhir dari saluran tersebut hanya merupakan tanah kosong atau kebun. Hal ini jelas tidak sesuai dengan pola hidup sehat.

Dari ketiga sistem drainase yang ada, sampai saat ini yang masih berfungsi secara optimal hanyalah Sungai Kaligawe. Hal ini disebabkan karena: elevasi Sungai Sengkarang sudah berada di atas Kota Kedungwuni; Sungai Capgawen tidak terintegrasi sistem drainasenya sehingga jumlah tampungan berkurang.

Adapun permasalah teknis yang dapat terangkum dari hasil pengamatan di lapangan adalah sebagai berikut:

(42)

2. Sedimentasi pada beberapa sungai akibat kerusakan daerah penyangga, merupakan salah satu potensi penyebab terjadinya banjir di Kabupaten Pekalongan, dimana sedimentasi ini secara langsung akan mengurangi kapasitas saluran drainase yang ada.

3. Adanya jaringan irigasi yang masuk ke wilayah permukiman mengakibatkan beralihnya fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase, padahal sistem jaringan irigasi berfungsi untuk menggenangi kawasan sedangkan sistem drainase berfungsi untuk mengeringkan kawasan.

4. Adanya perubahan land use yang nantinya akan berpengaruh pada debit air yang mengalir

5. Hampir sebagian besar Kabupaten Pekalongan tersusun atas lapisan tanah endapan alluvial, dimana lapisan tanah ini merupakan tanah dengan tingkat kesuburan tinggi, namun sifat tanah ini belum stabil, sehingga apabila dibebani akan mengalami penurunan tanah yang signifikan

6. Banyaknya saluran yang terputus karena tertutup oleh bangunan khususnya saluran sekunder yang melewati kawasan permukiman, sehingga drainase tidak terintegrasi dengan baik

7. Pola aliran air yang lebih dominan mengalir ke Kelurahan Kedungwuni Timur karena elevasinya lebih rendah dari daerah lain. Sedangkan saluran primer tidak mampu menampung debit air yang melimpah 8. Masih bercampurnya limbah industri dengan limbah rumah tangga 9. Kondisi gorong-gorong dan saluran sempit

10.Saluran drainase tersumbat sampah

11.Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga drainase.

8.4.3.3. Analisis Kebutuhan Drainase

(43)

untuk mengalirkan debit air tersebut. Sehingga dalam rencananya harus mulai diterapkan sebuah upaya untuk penggunan sistem ekodrainase. Jika selama ini jenis saluran drainase di Kabupaten Pekalongan merupakan drainase yang konvensional yang memanfaatkan saluran drainase dengan membuatnya sebagai saluran untuk mempercepat pengatusan kawas an dengan mengalirkan secepat-cepatnya ke saluran utama, maka dalam rencananya saluran drainase konvensional tersebut akan dimodifikasi dengan tipe saluran ekodrainase.

Ekodrainase diupayakan untuk mengantisipasi terjadinya genangan dengan cara kerjanya yaitu memanfaatkan daya tampung sementara saluran sehingga ketika semua air buangan dari berbagai arah bertemu dalam saluran drainase utama akan memperkecil terjadinya luapan. Saluran ekodrainase sangat berbeda dengan saluran drainase konvensional yang berupaya membuang air (buangan secepat-cepatnya ke saluran drainase utama, namun dengan upaya menampung sementara sehingga kemampuan saluran drainase utama dapat ditingkatkan.

8.4.3.4. Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Drainase

Adapun program pengembangan drainase dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

1.Penyusunan DED Drainase di wilayah yang rawan genangan 2.Peningkatan akses layanan drainase

3.Penegakan peraturan pendirian bangunan 4.Kampanye Kebersihan lingkungan

5.Pembangunan drainase berbasis masyarakat

8.4.4. Usulan Program dan Kegiatan serta Pembiayaan Proyek

Usulan Program dan Kegiatan serta Pembiayaan Proyek terkait sektor Penyehatan

(44)

Tabel 8.32

Usulan Pembiayaan Pengembangan Air Limbah

No Uraian Detail

Lokasi Volume Satuan

Sumber Pendanaan x Rp 1.000,-

PDAM Swasta

Masya-rakat DAK

(45)

Tabel 8.33

Usulan Pembiayaan Pengembangan Persampahan

No Uraian Detail

Lokasi Volume Satuan

Sumber Pendanaan x Rp 1.000,-

PDAM Swasta

(46)

No Uraian Detail

Lokasi Volume Satuan

Sumber Pendanaan x Rp 1.000,-

Tahun Anggaran APBN

APBD Prov

APBD Kabupaten

/Kota

PDAM Swasta

Masya-rakat DAK Rp.

Murni PLN HLN

6

Pembangunan Prasarana Sarana Sanpah Terpadu/3R

Kec. Kajen 1 Paket 400,000 0 0 0 50,000 0 0 0 0 2016

7

Pembangunan Prasarana Sarana Sampah Terpadu/3R

Kec. Wiradesa 1 Paket 400,000 0 0 0 50,000 0 0 0 0 2016

8

Pembangunan Prasarana sarana Sampah Terpadu/3R

Desa Samborejo Kec Tirto

1 Paket 400,000 0 0 0 50,000 0 0 0 0 2016

Gambar

Tabel 8.1 Kawasan Permukiman Eksisting Sepanjang 10 m dari rel KA
Tabel 8.2 Kawasan Permukiman Eksisting Rawan Banjir
Tabel 8.5 Kawasan Permukiman Eksisting dan Rencana Permukiman Rawan Abrasi
Tabel 8.7 Kawasan permukiman Eksisting 10 m dari Jalan Tol
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saat menemukan teman maupun kelompok yang nyaman bagi remaja tersebut, remaja akan sulit untuk melepaskan diri dari kelompok sebaliknya remaja akan mulai mengadopsi nilai-

Hasil analisis menunjukkan nilai p sebesar 0,001 (p < 0,05) yang berarti ada hubungan yang signifikan antara stres akademik dan Adversity Quotient pada mahasiswa tahun

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yesus atas segala penyertaan, pengalaman, kesempatan, serta pilihan yang diberikan sehingga penelitian yang berjudul “Dukungan

Imam Ghozali menyatakan ada sepuluh adab yang harus diperhatikan ketika seseorang berdoa kepada Allah yaitu: (1) Memilih waktu yang tepat untuk mengajukan doa

Dengan mengacu pada kebutuhan nurturance khususnya menyayangi anak-anak, diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi para pengasuh mengenai pengaruh

Qur’an. Niat adalah syarat yang paling penting dan paling utama dalam masalah hafalan Al- Qur’an. Sebab, apabila seseorang melaukan sebuah perbuatan tanpa dasar

Motor bakar adalah salah satu pesawat kalor yang mengubah energi panas hasil pembakaran bahan bakar dalam selinder menjadi energi mekanik yang keluar pada poros

Tim Pusat Layanan Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala atas segala perhatian, dukungan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis selama penggarapan