• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kepariwisataan, yaitu sebagai tempat berinteraksi antara wisatawan dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kepariwisataan, yaitu sebagai tempat berinteraksi antara wisatawan dengan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Destinasi pariwisata memiliki peran penting dalam sistem kepariwisataan, yaitu sebagai tempat berinteraksi antara wisatawan dengan penyedia jasa, salah satunya adalah dengan pengelola daya tarik wisata. Perjalanan wisata yang dilakukan wisatawan ke suatu destinasi pariwisata merupakan interaksi wisatawan sebagai individu dan penyedia jasa sebagai organisasi dan individu yang berperan melayani berbagai keinginan dan kebutuhan wisatawan. Salah satu harapan wisatawan dari rangkaian perjalanannya adalah mendapatkan pengalaman yang memuaskan. Interaksi wisatawan dan penyedia jasa tidak selamanya mendapatkan pengalaman yang memuaskan, tetapi ada juga yang tidak memuaskan. Ketidakpuasan yang dialami wisatawan adalah bentuk kegagalan layanan (service failure) oleh penyedia jasa.

Berbagai studi menggambarkan bahwa kegagalan layanan tidak dapat dihindari, karena kegagalan layanan yang dialami oleh konsumen disebabkan harapannya tidak sesuai dengan kenyataan (Ndubisi dan Tam, 2007; Kim et al., 2009). Kim et al. (2009), menemukan kegagalan layanan yang tidak ditangani dengan baik, menyebabkan wisatawan tidak puas dan memutuskan untuk meninggalkan hotel tanpa menyampaikan keluhan. Lebih lanjut, dinyatakan bahwa wisatawan yang tidak puas diantaranya dengan menyampaikan informasi negatif kepada orang lain.

(2)

Barlow dan Moller (1996 dalam Valenzuela 2005), menemukan konsumen yang mengalami kegagalan layanan tidak semua menyampaikan keluhan. Hasil penelitiannya menemukan sebanyak 37 persen konsumen tidak menyampaikan keluhan yang disebabkan berbagai hal, diantaranya karena layanan yang terlalu lama dan birokrasi yang rumit (Lovelock dan Wirtz, 2007: 392). Sebanyak 21 persen konsumen tidak menyampaikan keluhan kepada penyedia jasa, namun menyampaikan keluhan kepada orang lain dan sebanyak 28 persen menginginkan ganti rugi (Barlow dan Moller, 1996 dalam Valenzuela, 2005).

Keluhan yang tidak ditangani dengan baik menyebabkan berbagai konsekuensi, seperti tidak ingin berkunjung kembali dan rekomendasi Word of Mouth (WOM) yang negatif (Lovelock dan Wirtz, 2007: 391; Pai et al., 2012). Sebaliknya, keluhan yang ditangani dengan baik akan menyebabkan kepuasan dan meningkatkan keinginan untuk berkunjung kembali dan rekomendasi WOMyang positif. Usaha penanganan keluhan karena adanya kegagalan layanan merupakan salah satu strategi yang digunakan penyedia jasa untuk memuaskan, mempertahankan pelanggaan, dan meningkatkan kunjungan ulang, serta rekomendasi WOM yang positif.

Studi yang dilakukan TARP, 1986 (dalam Lovelock dan Wirtz, 2007: 395; Davidow, 2003), menemukan pengaruh penanganan keluhan terhadap keinginan untuk membeli kembali produk jasa, yaitu sebanyak 9 sampai 37 persen konsumen tidak menyampaikan keluhan dan tidak mendapatkan penanganan yang memuaskan akan membeli produk yang berbeda. Lebih lanjut, dinyatakan bahwa

(3)

konsumen yang menyampaikan keluhan dan dilayani dengan memuaskan sebanyak 9 sampai dengan 19 persen akan melakukan pembelian produk yang sama. Studi yang dilakukan beberapa pemerhati mengindikasikan pentingnya penanganan kegagalan layanan sebagai salah satu strategi untuk memuaskan konsumen dan meningkatkan kunjungan ulang serta rekomendasi WOM yang positif terhadap wisatawan yang berkunjung pada suatu destinasi pariwisata (Kim et al., 2009)

Berbagai konsekuensi ketika ketidakpuasan terjadi karena adanya kegagalan layanan, menjadi salah satu dasar pertimbangan penelitian ini dilakukan. Hal ini diperkuat hasil studi perilaku konsumen yang dilakukan Lovelock dan Wirtz (2007: 392), menemukan beberapa alasan konsumen menyampaikan keluhan, yaitu: (1) konsumen menginginkan kompensasi atau ganti rugi (redress), (2) melampiaskan kemarahan, dengan tujuan membangun self estem, (3) membantu untuk meningkatkan layanan, dengan menyampaikan keluhan, dan penyedia jasa akan dapat memberikan jalan keluar yang tepat, serta (4) alasan altruistik, yaitu untuk menyenangkan orang lain.

Penanganan keluhan pasca pemulihan layanan biasanya dikaitkan dengan teori keadilan. Teori ini berasal dari teori pertukaran sosial atau social exchange theory (Homans, 1958; Homans, 1961 dalam Ghalandari et al., 2013). Pertukaran mengandung makna bahwa konsumen mengharapkan kompensasi dari biaya yang telah dikeluarkan untuk mendapatkan barang dan jasa (Ghalandari, 2013). Lebih lanjut, dinyatakan ada tiga variabel yang digunakan untuk menilai keadilan dalam industri jasa, yaitu: persepsi keadilan distributif, keadilan prosedural, dan keadilan

(4)

interaksional (McCollough et al., 2000; Lovelock dan Wirtz, 2007: 394; Kuenzel dan Katsaris, 2009; Pai et al., 2012).

Keadilan distributif mengandung makna bahwa ketika terjadi kegagalan layanan dan konsumen menyampaikan keluhan, maka konsumen berhak mendapatkan kompensasi, seperti diskon dan reward oleh penyedia jasa. Kompensasi bagi konsumen merupakan hak yang harus diperoleh dan merupakan kewajiban penyedia jasa untuk memberikannya. Dikaitkan dengan penelitian ini, pengelola daya tarik wisata atau pihak yang berkepentingan dalam bisnis pariwisata berkewajiban memberikan rasa keadilan dalam penanganan keluhan.

Keadilan kedua yang diharapkan oleh konsumen dari penyedia jasa adalah fleksibelitas dan efisiensi penanganan keluhan, seperti adanya kemudahan dan kecepatan yang disebut dengan keadilan prosedural. Konsumen menginginkan mendapatkan kemudahan ketika menyampaikan keluhan dan mendapatkan penanganan dengan cepat. Apabila keluhan ditangani dengan cepat, maka konsumen merasakan mendapatkan keadilan, sebaliknya, apabila keluhan tidak ditangani dengan cepat, dipersepsikan tidak mendapatkan keadilan.

Keadilan ketiga yang diharapkan oleh konsumen, berupa penanganan keluhan yang ramah, bijaksana dan adanya permintaan maaf dari penyedia jasa, dalam penanganan keluhan karena adanya kegagalan layanan. Konsumen akan merasa mendapatkan keadilan bila adanya permintaan maaf dari penyedia jasa ketika menangani keluhan dibandingkan dengan tidak melakukan permintaan maaf. Konsekuensi dari penanganan keluhan, merupakan proposisi dalam teori

(5)

pertukaran sosial, yaitu timbulnya niat untuk melakukan pembelian ulang dan mengurangi WOM yang negatif (Pai et al., 2012).

Pai et al (2012) menyatakan kepuasan pasca pemulihan layanan merupakan elemen penting dalam mempertahankan dan mengharapkan kunjungan ulang konsumen. Lebih lanjut dinyatakannya keadilan distributif dan keadilan interaksional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pasca pemulihan layanan konsumen yang menggunakan jasa penerbangan di Taiwan. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi keadilan distributif dan interaksional dalam penanganan keluhan, maka kepuasan pelanggan semakin meningkat dan menyebabkan keinginan untuk membeli kembali serta mengurangi rekomendasi WOMyang negatif.

Studi pasca pemulihan layanan juga dilakukan Nikbin et al. (2010b), yang meneliti industri penerbangan Iran Air, menemukan adanya pengaruh positif dan signifikan persepsi keadilan distributif dan interaksional terhadap kepuasan pasca pemulihan layanan, dan pengaruh persepsi keadilan distributif, lebih tinggi dibandingkan dengan persepsi keadilan interaksional. Penelitian yang dilakukan Gautam (2011) juga menemukan persepsi keadilan distributif dan interaksional berpengaruh terhadap kepuasan pasca pemulihan layanan konsumen pada industri penerbangan di India.

Berbagai fenomena pasca pemulihan layanan mengindikasikan bahwa kegagalan layanan tidak dapat dihindari. Penanganan keluhan yang efektif dapat menjadi strategi untuk meningkatkan kunjungan ulang wisatawan ke suatu destinasi pariwisata. Hasil penelitian sebelumnya mengindikasikan adanya

(6)

variasi hasil penelitian pengaruh persepsi keadilan terhadap kepuasan pasca pemulihan layanan. Penelitian pemulihan layanan atau service recovery kebanyakan dilakukan pada indusri penerbangan, walaupun pada industri lain juga pernah dilakukan seperti pada industri perbankan (Yunus, 2009), industri hotel (Kuenzel dan Katsaris, 2009), dan partai politik (Susila, 2011), serta travel agent (Li, 2011), namun penelitian kepuasan pasca pemulihan layanan pada destinasi pariwisata masih terbatas.

Kunjungan wisatawan ke suatu destinasi pariwisata tidak dapat dipisahkan dari citra suatu destinasi pariwisata. Banyak hal yang mempengaruhi keputusan untuk melakukan perjalanan wisata atau tidak, salah satunya disebabkan karena citra suatu destinasi pariwisata (Um dan Crompton, 1990; Pike, 2008: 200). Pike (2008: 2000) menyatakan bahwa citra suatu destinasi pariwisata dapat menyebabkan kepuasan wisatawan yang berkunjung pada suatu destinasi pariwisata. Penelitian yang dilakukan Mohamad et al. (2011) di Malaysia menemukan adanya pengaruh citra destinasi pariwisata terhadap kepuasan wisatawan yang berkunjung pada destinasi pariwisata Malaysia. Hasil penelitiannya menggambarkan peran citra destinasi pariwisata sebagai variabel prediktor yang mempengaruhi keputusan untuk melakukan perjalanan wisata. Fenomena keputusan melakukan perjalanan dan berbagai konsekuensinya tidak hanya dipengaruhi oleh variabel prediktor namun dapat dipengaruhi oleh variabel lain, yaitu variabel moderator (Sugiono, 2004).

Penelitian ini menggunakan citra destinasi pariwisata Bali sebagai variabel moderator atau variabel yang dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh

(7)

variabel prediktor terhadap variabel kriteria. Peneliti ingin mengetahui peran citra destinasi pariwisata Bali sebagai pemoderasi pengaruh persepsi keadilan terhadap kepuasan pasca pemulihan layanan wisatawan yang berkunjung ke Bali.

Pentingnya citra dalam konteks organisasi maupun bisnis digambarkan Gautam (2011), yang melakukan penelitian pada industri penerbangan di India. Penelitian tersebut menemukan citra organisasi berperan sebagai pemoderasi pengaruh ketiga dimensi keadilan terhadap kepuasan pasca pemulihan layanan. Penelitian kepuasan pasca pemulihan layanan telah banyak dilakukan, namun masih minim yang mengintegrasikan konstruk keadilan, kepuasan pasca pemulihan layanan dan niat berperilaku, yaitu niat berkunjung kembali dan rekomendasi WOM, serta citra destinasi pariwisata sebagai pemoderasi pengaruh persepsi keadilan terhadap kepuasan pasca pemulihan layanan.

Penelitian ini dilakukan untuk mengatasi beberapa kelemahan penelitian sebelumnya, yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1) Dilihat dari sisi objek penelitian, hasil-hasil studi sebelumnya kebanyakan dilakukan pada industri penerbangan atau airline (Nikbin et al., 2010b; Gautam, 2011; Pai et al., 2012). Di luar bidang tersebut belum banyak dilakukan penelitian;

2) Adanya saran untuk melaksanakan penelitian yang sama ditempat yang berbeda dan objek yang berbeda sehingga menghasilkan konsistensi hasil (Yunus, 2009; Nikbin et al., 2010b; Gautam, 2011; Ghalandari, 2013); 3) Minimnya penelitian yang mengintegrasikan teori keadilan dengan kepuasan

pasca pemulihan layanan, citra destinasi pariwisata, serta niat berperilaku wisatawan yang berkunjung pada suatu destinasi pariwisata.

(8)

Bali sebagai salah satu destinasi pariwisata dunia memiliki daya tarik tersendiri dibandingkan dengan destinasi pariwisata lain di Indonesia. Walaupun demikian, bukan berarti Bali bebas dari persaingan. Bali sebagai destinasi pariwisata internasional, dikunjungi oleh Wisatawan Mancanegara yang berasal dari 53 negara di dunia, mengalami kompetisi dalam menarik wisatawan untuk berkunjung. Hal ini diperkuat oleh data pertumbuhan kunjungan wisatawan yang mengalami fluktuasi sejak 2008-2013 (Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2014: 28).

Sejak tahun 2008-2013 jumlah kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Nusantara ke Bali sebanyak 45.340.558 orang (Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2014: 28). Rata-rata kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Nusantara setiap tahun sebanyak 7.556.710 orang. Jumlah ini terdiri atas Wisatawan Mancanegara sebanyak 2.603.182 orang, Wisatawan Nusantara sebanyak 4.963.581 orang, dengan rata-rata pertumbuhan sebanyak 19,5 persen. Angka pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan angka pertumbuhan kunjungan Wisatawan Mancanegara selama periode yang sama sebanyak 10,8 persen. Jumlah kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Nusantara ke Bali disajikan pada Tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1

Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Nusantara ke Bali Tahun 2008-2013

Tahun Wisatawan Mancanegara Wisatawan Nusantara Total

Jumlah (orang) Pertumbuhan (%) Jumlah (orang) Pertumbuhan (%) Jumlah (orang) Pertumbuhan (%) 2008 1.968.892 - 2.898.794 - 4.807.686 - 2009 2.229.945 13,3 3.521.135 21,5 5.751.080 19,6 2010 2.493.058 11,8 4.646.343 32,0 7.139.401 24,1 2011 2.756.579 10,6 5.675.121 22,1 8.431.700 18,1 2012 2.892.019 4,9 6.063.558 6,8 8.955.557 6,2 2013 3.278.598 13,4 6.976.536 15,1 10.255.134 14,5 Jumlah 15.619.091 53,9 29.781.487 97,5 45.340.558 82,6 Rata-rata 2.603.182 10,78 4.963.581 19,49 7.556.760 16,5

(9)

Berdasarkan data kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Nusantara ke Bali pada Tabel 1.1, pertumbuhan kunjungan mengalami fluktuasi selama periode 2008 sampai dengan 2013. Jumlah kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Bali selama periode 2008 sampai tahun 2013 mengalami peningkatan. Namun, pertumbuhan kunjungan mengalami penurunan pada tahun 2010--2012, dari 13,3 persen pada tahun 2009 menjadi 11,8 persen pada tahun 2010, dan 10,6 persen pada tahun 2011, menjadi sebanyak 4,9 persen pada tahun 2012. Peningkatan pertumbuhan kunjungan terjadi pada tahun 2013 menjadi 13,4 persen.

Pertumbuhan kunjungan Wisatawan Nusantara dalam kurun waktu 2008 sampai 2013 mengalami fluktuasi, pada tahun 2011 dan 2012. Pada tahun 2010 pertumbuhan kunjungan wisatawan sebanyak 32 persen dan mengalami penurunan menjadi 22 persen pada tahun 2011, dan menjadi 6,8 persen pada tahun 2012. Angka pertumbuhan rata-rata Wisatawan Nusantara sebanyak 19,5 persen, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan rata-rata Wisatawan Mancanegara sebanyak 10,8 persen. Secara umum jumlah kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Nusantara yang berkunjung ke Bali mengalami peningkatan, dengan rata-rata pertumbuhan setiap tahun sebanyak 16,5 persen. Angka pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebanyak 24 persen dan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2012 sebanyak 6,2 persen.

Fluktuasi pertumbuhan yang menurun mengindikasikan adanya persaingan pada suatu destinasi pariwisata (Crouch, 2007: 3) dan adanya perubahan perilaku konsumen dalam memilih suatu destinasi pariwisata. Keputusan untuk melakukan perjalanan dipengaruhi oleh faktor individu wisatawan, yaitu: kepribadian (personality), belajar (learning), motivasi (motivation), persepsi (perception), dan sikap (attitude), sebagai salah satu atribut yang berperan dalam pemilihan suatu

(10)

destinasi pariwisata (Moutinho, 2000: 42; Schiffman dan Kanuk, 2008: 179; Suprapti, 2010: 2).

Permasalahan pada destinasi pariwisata Bali juga diperkuat adanya tanggapan wisatawan terhadap destinasi pariwisata Bali, mulai dari yang positif sampai kesan negatif. Kesan positif dibuktikan dengan adanya penghargaan yang diraih pulau Bali sejak tahun 2007 sampai dengan 2011. Pada tahun 2007, Bali meraih beberapa penghargaan seperti World Best Island dari majalah Travel Leisure New York. Asia’s Best Holiday Destination dari Smart Asia Travel Magazine dan Asia Spa Capital of The Year, serta Baccarat Asia Spa Award, dari Asia Spa Magazine, Hongkong (http://www.disparda.baliprov.go.id, 2014)

Pada tahun 2008 dan 2009, Bali mendapat penghargaan berturut-turut Best Exotic Destination- Luxury Travel Reader’s Award dari Luxury Travel Magazine, London dan The Best Spa Destination of the World pada tahun2009 dari majalah SENSE Jerman. Pada tahun 2010 dan 2011 Bali mendapat penghargaan sebagai The Best Island dari The Fifth Annual DestinAsia dan The 1st Global Tourism Thermal List dari The Most Prefered Tourist Attraction for Chinese. Penghargaan juga diberikan majalah pariwisata Rusia, yaitu Conde Nast Traveler yang memberikan penghargaan sebagai pulau terindah di dunia pada tahun 2013. Penghargaan berlanjut yang diperoleh sebagai pulau terbaik di Asia pada tahun 2014 versi majalah pariwisata internasional yang bernama Travel+Leisure (http://www.disparda.baliprov.go.id, 2014).

Bali juga mendapat kesan negatif yang dapat diketahui dari adanya keluhan wisatawan, mulai dari bandara, pelabuhan laut, dan ketika menukar uang ditempat penukaran uang sampai pelayanan pada daya tarik wisata, serta kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat tentang kebersihan

(11)

(Balipost.co.id.2012). Studi pendahuluan dilakukan dengan melihat langsung kondisi tiga daya tarik wisata dan wawancara dengan beberapa wisatawan menggambarkan bahwa keluhan wisatawan berkaitan dengan kebersihan daya tarik wisata dan pedagang acung yang menjajakan dagangan kepada wisatawan (Foto kebersihan lingkungan daya tarik wisata dan pedagang acung disajikan pada Lampiran 8).

Studi pendahuluan tentang berbagai keluhan yang disampaikan menunjukkan bahwa keluhan adalah bentuk kegagalan layanan pada suatu destinasi pariwisata, yang tidak dapat dihindari. Berbagai usaha yang telah dilakukan pengelola daya tarik wisata untuk mengetahui kesan dan keluhan layanan diantaranya yang dilakukan pengelola daya tarik wisata Tanah Lot. Pengelola daya tarik wisata menyediakan kuesioner yang diberikan kepada wisatawan untuk memberikan penilaian dan menyampaikan keluhan ketika berkunjung pada daya tarik wisata ini. Manajemen juga menyiapkan sumber daya manusia, dan kantor yang memadai untuk menangani berbagai keluhan yang disampaikan wisatawan.

Keluhan wisatawan juga disampaikan kepada Dinas Pariwisata Provinsi Bali, melalui email dan disampaikan langsung oleh para pemandu wisata. Keluhan yang disampaikan wisatawan diantaranya berkaitan dengan pelayanan di Bandara Ngurah Rai, kemacetan lalu lintas, kebersihan di jalan raya, dan kebersihan pada daya tarik wisata, serta keamanan di hotel (Wawancara dengan Ibu Ambari, sekretaris Dinas Pariwisata dan Ibu Adriani kepala divisi pengumpulan data Dinas

(12)

Pariwisata Provinsi Bali, pada tanggal 1 Juli 2013, 13.00 Wita di Kantor Dinas Pariwisata Provinsi Bali).

Keluhan yang disampaikan wisatawan kepada Dinas Pariwisata Provinsi Bali menunjukkan kesesuaian dengan hasil studi empiris yang dilakukan Dinas Pariwisata Provinsi Bali pada tahun 2012. Studi tersebut menggunakan 1000 responden Wisatawan Mancanegara dan 1000 responden Wisatawan Nusantara. Pandangan kedua jenis wisatawan terhadap kebersihan ke Bali masih kurang baik, mencapai 17 persen dan 15 persen (Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2013).

Kondisi lalu lintas juga mendapat tanggapan negatif dari Wisatawan Mancanegara, yaitu kurang baik dan sangat kurang baik, mencapai 34 dan 23 persen. Wisatawan Mancanegara yang masih merasakan ketidakpuasan mencapai 1,1 persen, sedangkan ketidakpuasan Wisatawan Nusantara pada musim sepi mencapai 1,7 persen merasakan kurang puas dan cukup puas sebesar 16,5 pada musim sepi (Pujaastawa dan Sudana, 2012: 68). Keinginan Wisatawan Mancanegara untuk melakukan kunjungan ulang masih menunjukkan adanya keragu-raguan, mencapai 34 persen dan tidak ingin melakukan kunjungan ulang sebanyak 5,7 persen (Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2013). Berbagai keluhan yang disampaikan oleh wisatawan yang berkunjung ke Bali menjadi dasar pertimbangan peneliti untuk melakukan penelitian pengaruh persepsi keadilan terhadap kepuasan pasca pemulihan layanan wisatawan yang berkunjung ke Bali.

(13)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan kajian teoretis dan empiris pada latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1) Bagaimanakah pengaruh persepsi keadilan (keadilan distributif, prosedural dan interaksional) terhadap kepuasan pasca pemulihan layanan wisatawan yang berkunjung ke Bali ?

2) Bagaimanakah pengaruh kepuasan pasca pemulihan layanan terhadap niat berperilaku (niat berkunjung kembali dan rekomendasi Word of Mouth atau WOM) wisatawan yang berkunjung ke Bali ?

3) Bagaimanakah citra destinasi pariwisata Bali memoderasi pengaruh persepsi keadilan (distributif, prosedural, dan interaksional) terhadap kepuasan pasca pemulihan layanan wisatawan yang berkunjung ke Bali?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan, tujuan penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini untuk menganalisis kepuasan pasca pemulihan layanan wisatawan yang berkunjung pada destinasi pariwisata Bali, dengan mengevaluasi hubungan antar konstruk; persepsi keadilan, niat berperilaku dan citra destinasi pariwisata sebagai variabel pemoderasi (menguatkan atau melemahkan) pengaruh persepsi keadilan terhadap kepuasan wisatawan pasca pemulihan layanan. Penelitian ini menggunakan teori pertukaran sosial sebagai teori utama atau grand theory dan teori keadilan sebagai teori aplikasi atau applied theory.

(14)

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Untuk mendeskripsikan pengaruh persepsi keadilan terhadap kepuasan pasca pemulihan layanan wisatawan yang berkunjung ke Bali.

2) Untuk mendeskripsikan pengaruh kepuasan pasca pemulihan layanan terhadap niat berperilaku (niat berkunjung kembali dan rekomendasi WOM) wisatawan yang berkunjung ke Bali.

3) Untuk mengkonfirmasi citra destinasi pariwisata memoderasi pengaruh persepsi keadilan terhadap kepuasan pasca pemulihan layanan wisatawan yang berkunjung ke Bali.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat akademis

Hasil analisis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi teoretis sebagai berikut.

1) Memperkuat bukti peran teori pertukaran sosial yang diimplementasikan dalam bentuk persepsi keadilan sebagai anteseden kepuasan pasca pemulihan layanan yang menyebabkan keinginan untuk berperilaku, seperti niat untuk berkunjung kembali dan rekomendasi WOM positif wisatawan yang berkunjung ke Bali.

2) Menemukan peran citra destinasi pariwisata sebagai pemoderasi pengaruh persepsi keadilan distributif, prosedural dan interaksional terhadap kepuasan pasca pemulihan layanan wisatawan yang berkunjung ke Bali.

(15)

1.4.2 Manfaat praktis

Beberapa manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Bagi pemerintah Provinsi Bali, penelitian ini diharapkan sebagai sumber informasi tentang berbagai jenis keluhan, dan strategi pemulihan layanan, serta konsekuensinya terhadap keinginan untuk berkunjung kembali dan rekomendasi WOM wisatawan yang berkunjung ke Bali.

2) Bagi pemerintah dan pengelola daya tarik wisata dapat mempertahankan dan meningkatkan citra destinasi pariwisata Bali sebagai variabel yang dapat memperkuat pengaruh persepsi keadilan terhadap kepuasan pasca pemulihan layanan sehingga dapat meningkatkan keinginan untuk berkunjung kembali dan memberikan rekomendasi Word of Mouth (WOM) yang positif kepada wisatawan yang berkunjung ke Bali.

3) Bagi pelaku pariwisata terutama pengelola daya tarik wisata, dan Biro Perjalanan Wisata, upaya penanganan keluhan dapat menjadi strategi untuk meningkatkan kunjungan ulang dan rekomendasi WOM yang positif bagi wisatawan yang berkunjung ke Bali.

Referensi

Dokumen terkait

Bagi sesama mahasiswa dan masyarakat umum yang tertarik dengan masalah perbankan dan hukum, diharapkan penelitian ini dapat berguna sebagai sumber untuk memperkenalkan

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pengelola pajak bumi dan bangunan sebagai bahan pertimbangan maupun masukan dalam pembuatan

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :.. 1) Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi tentang data empiris yang dapat dipergunakan sebagai

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut.. Secara teoritis, penelitian

Manfaat praktis penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut. Bagi siswa, penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut. 1) Membantu siswa untuk meningkatkan hasil

1.4 Manfaat Penelitian Terdapat dua manfaat dalam penelitian ini, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan teori utama

1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah penelitian ini dapat menjadi bahan bagi peneliti tentang pengembangan potensi diri dan menjadi

1.6 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis, berikut merupakan penjabarannya: 1.6.1 Manfaat