• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. LANDASAN TEORI. Tabel 2. Persyaratan Kondisi Iklim dan Tanah yang Optimum untuk Kopi Robusta dan Arabika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. LANDASAN TEORI. Tabel 2. Persyaratan Kondisi Iklim dan Tanah yang Optimum untuk Kopi Robusta dan Arabika"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Kopi

Kopi merupakan tanaman tropis yang dapat tumbuh di mana saja asalkan temperaturnya tidak terlalu dingin atau bukan merupakan daerah tandus (Aak, 1988). Kondisi lingkungan tumbuh tanaman kopi yang paling berpengaruh terhadap produktivitas tanaman kopi adalah tinggi tempat dan tipe curah hujan. Sebab itu, jenis tanaman kopi yang ditanam harus disesuaikan dengan kondisi tinggi tempat dan curah hujan di daerah setempat (Ernawati et al., 2008). Jenis kopi yang ditanam di perkebunan rakyat di Lampung adalah kopi arabika dan robusta. Persyaratan tumbuh optimum kedua jenis ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Persyaratan Kondisi Iklim dan Tanah yang Optimum untuk Kopi Robusta dan Arabika

Sumber: Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008

Khusus syarat tumbuh yang berhubungan dengan iklim (curah hujan rata-rata dan jumlah bulan kering) untuk provinsi Lampung, telah ada hasil penelitian yang dapat dipakai sebagai acuan. Tabel 3 menunjukkan nilai distribusi curah hujan rata-rata bulanan di setiap daerah tipe hujan provinsi Lampung. Sedangkan Gambar 3 menunjukkan daerah hasil pembagian tipe dan isohyet tahunan berdasarkan jumlah curah hujan bulanan tiap tipe daerah kemudian dibuat distribusi dengan nilai interval 500 mm. Isohyet adalah garis pada peta yang menunjukkan tempat-tempat yang mempunyai tinggi curah hujan yang sama.

(2)

Tabel 3. Nilai Distribusi Curah Hujan Rata-rata Bulanan

Sumber: Setyanto dan Gunawan, 2009

Sumber: Setyanto dan Gunawan, 2009

Gambar 3. Peta Kesesuaian Iklim Untuk Tanaman Kopi Provinsi Lampung

(3)

2.1.1 Jenis Kopi

Jenis kopi banyak sekali jumlahnya, tetapi yang umum ditanam di Indonesia ada tiga jenis, yaitu:

a. Kopi Arabika (Coffea arabica): berdaun kecil, halus mengkilat, ukuran daun 12 -- 15 cm x 6 cm, dan panjang buah 1,5 cm. Kopi arabika biasanya diperbanyak dengan benih, sehingga bahan tanamnya berupa varietas. Kopi arabika menjadi bahan dasar untuk dijadikan kopi luwak di Lampung.

Sumber: Aak, 1988

Gambar 4. Kopi Arabika

Keterangan:

A. Pucuk plagiotrop

B. Bagian di bawah permukaan daun C. Bagian pucuk yang mulai berbunga D. dan E. Bunga

(4)

b. Kopi Canephora (Coffea canephora): dikenal sebagai kopi robusta, berdaun besar, ukuran daun lebih dari 20 cm x 10 cm bergelombang, sedangkan panjang buah ± 1,2 cm. Kopi robusta diperbanyak secara vegetatif, sehingga bahan tanaman yang digunakan berupa klon. Kopi robusta memiliki sifat menyerbuk silang, maka untuk meningkatkan pertumbuhan dan produktivitasnya dapat dicapai dengan menggunakan 3 – 4 klon unggul (poliklonal) yang berkomposisi dengan tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan tertentu (Ernawati et al., 2008).

Sumber: Aak, 1988

Gambar 5. Kopi Canephora

Keterangan: A. Bagian pucuk

B. Bagian cabang dengan bunga C. Bunga yang dibelah

(5)

c. Kopi Liberika: berdaun lebat, besar, mengkilat, buah besar sampai 2 atau 3 cm, tetapi biji kecil.

Sumber: Aak, 1988

Gambar 6. Kopi Liberika

Keterangan:

A. Cabang plagiotrop dengan calon bunga B. Daun, permukaan atas

C. Bunga dalam keadaan dibelah D. dan E. Pertumbuhan buah F. Buah.

(6)

2.1.2 LahanPenanaman

Lahan penanaman yang akan digunakan, perlu dikaji beberapa aspek, terutama:

a. Sifat fisis tanah

Sifat fisis tanah meliputi tekstur, struktur, air, dan udara di dalam tanah. Tanah untuk tanaman kopi berbeda-beda, menurut keadaan dari asal tanaman itu. Pada umumnya tanaman kopi menghendaki tanah lapisan atasnya dalam, gembur, subur, dan banyak mengandung humus dan permeable, atau dengan kata lain tekstur tanah harus baik. Tanah yang strukur/teksturnya baik adalah tanah yang berasal dari abu gunung berapi yang cukup mengandung pasir. Tanah yang demikian pergiliran udara dan air di dalam tanah akan berjalan dengan baik. Tidak menghendaki air tanah yang dangkal, karena dapat membusukkan perakaran, sekurangnya kedalaman air tanah 3 m dari permukaannya. Akar tananam kopi mempunyai kebutuhan oxygen yang tinggi, yang berarti tanah yang drainasenya kurang baik dan tidak cocok dengan tanah liat berat. Karena tanah itu sulit ditembus akar, peredaran air, dan udara pun akan menjadi jelek. Demikian pula tanah pasir berat, pada umumnya kapasitas kelembaban kurang, karena kurang dapat mengikat air. Selain itu tanah pasir berat juga kurang mengandung N atau zat lemas. Zat lemas sangat dibutuhkan terutama dalam pertumbuhan vegetatif. Hal ini dapat dibuktikan pada pertumbuhan tanaman di tanah-tanah hutan belantara yang baru saja dibuka.

Sebaliknya pada tanah-tanah yang ditanami kembali (tanaman ulang = replanting) pertumbuhan dan hasilnya kurang memuaskan. Maka apabila dipandang perlu tanaman ulang ini hendaknya diganti dengan tanaman yang tidak sejenis, karena tanaman yang berlainan kebutuhan zat makanan juga berbeda.

b. Sifat kimia tanah

Sifat kimia tanah yang dimaksud di sini ialah meliputi kesuburan dan pH. Di atas telah dikemukakan, bahwa tanaman menghendaki tanah yang dalam, gembur, dan banyak mengandung humus. Hal ini tak dapat dipisah-pisahkan

(7)

dengan keadaan sifat kimia tanah, sebab satu sama lain saling berkaitan. Tanah yang subur berarti banyak mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan berproduksi.

Tanaman kopi menghendaki reaksi yang agak asam dengan pH 5½ -- 6½. Tetapi hasil yang baik sering kali diperoleh pada tanah yang lebih asam, dengan catatan keadaan fisisnya baik, dengan daun-daun cukup ion Ca++ untuk fisiologi zat makanan dengan jumlah makanan tanaman yang cukup. Pada tanah yang bereaksi lebih asam, dapat dinetralisasi dengan kapur tohor, atau yang lebih tepat diberikan,dalam bentuk pupuk; misalnya: serbuk tulang/Ca - (P02) + Calsium metaphosphat/Ca (P02

Pada umumnya tanah yang lebih asam kandungan mineralnya lebih rendah. Walaupun syarat-syarat yang berhubungan dengan tanah itu dapat dipenuhi dengan baik, tetapi perusahaan perkebunan kopi itu belum tentu menguntungkan, karena masih harus memperhatikan faktor lain, terutama iklim.

).

2.1.2.1 Karakteristik Lahan

Karakteristik lahan yang erat kaitannya untuk keperluan evaluasi lahan dapat dikelompokkan ke dalam 3 faktor utama, yaitu topografi, tanah, dan iklim. Karakteristik lahan tersebut (terutama topografi dan tanah) merupakan unsur pembentuk satuan peta tanah (Ritung et al., 2007).

2.1.2.2 Kualitas Lahan

Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribute yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi pengguna tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics) (Ritung et al., 2007).

2.1.2.3 Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat

(8)

ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial) (Ritung et al., 2007).

2.1.2.4 Evaluasi Lahan

Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan (Ritung et al., 2007).

2.2 Manajemen Pengetahuan

Manajemen pengetahuan (knowledge management) merupakan suatu model gabungan berbagai aspek pengetahuan dalam suatu usaha, oleh karena itu didalamnya termasuk penciptaan, pengkodean, dan pendistribusian pengetahuan (Sevani, 2009). Menurut Turban (2001), manajemen pengetahuan membantu organisasi mengidentifikasi, memilih, mengatur, menyebarkan, dan mengirimkan informasi dan keahlian penting di dalam memori organisasi dalam bentuk yang tidak terstruktur.

2.2.1 Akuisisi Pengetahuan

Akuisisi pengetahuan merupakan tahap di mana akan dilakukan proses pengumpulan pengetahuan dari para pakar oleh knowledge engineer (KE), yang akan dimasukkan dalam sistem berbasis pengetahuan (knowledge based system). Menurut Marimin (2007), proses akuisisi pengetahuan terdiri dari tiga tahap, yaitu komunikasi, formulasi atau implementasi parsial (permodelan pengetahuan), dan tahap validasi (keabsahan data sistem dan interpretasi pengetahuan).

2.2.2 Representasi Pengetahuan

Pemilihan metode representasi yang akan digunakan perlu mempertimbangkan beberapa persyaratan, seperti kemudahan representasi, kemudahan dalam penalaran, efisiensi proses akuisisi, dan efisiensi proses penalaran (Marimin, 2007). Pengetahuan yang telah diakuisisi dari para pakar pada tahap sebelumnya harus direpresentasikan kedalam bentuk yang tepat untuk

(9)

kemudian disimpan dalam basis pengetahuan (Sevani, 2009). Representasi pengetahuan merupakan bagian yang memuat obyek-obyek pengetahuan serta hubungan yang dimiliki antar obyek tersebut. Basis pengetahuan merupakan sumber kecerdasan sistem yang dimanfaatkan oleh mekanisme inferensi untuk mengambil kesimpulan (Marimin, 2007).

2.2.3 Mekanisme Inferensi

Menurut Sevani (2009), mesin inferensi menentukan cara penarikan kesimpulan yang akan digunakan pada sistem pakar. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan memanipulasi dan mengarahkan pengetahuan yang ada dalam basis pengetahuan sehingga akhirnya tercapai suatu kesimpulan. Mengembangkan mesin inferensi perlu memperhatikan teknik penelusuran dan pengendalian yang akan digunakan. Teknik pengendalian yang digunakan dalam perancangan sistem pakar menentukan kesesuaian lahan adalah mata rantai maju (forward chaining), yaitu dimulai dari sekumpulan fakta kemudian dianalisis dan digunakan untuk proses penarikan kesimpulan.

2.3 Sistem pakar

Sistem pakar adalah perangkat lunak komputer yang menggunakan pengetahuan (aturan-aturan tentang sifat dari unsur suatu masalah), fakta, dan teknik inferensi untuk masalah yang biasanya membutuhkan kemampuan seorang ahli. Sistem pakar merupakan sistem yang mengkombinasikan kaidah (inference rules) dan dasar pengetahuan (knowledge base) tertentu yang diberikan oleh satu atau lebih pakar dalam bidang tertentu yang disimpan dalam komputer untuk menghasilkan suatu alasan dan keputusan (reasoning and decision making). Dalam hal ini komputer dapat melaksanakan tugas seperti seorang pakar.

Pengetahuan yang digunakan dalam sistem pakar terdiri dari kaidah-kaidah (rules) atau informasi dari pengalaman tentang tingkah laku suatu unsur dari suatu gugus persoalan. Kaidah-kaidah biasanya memberikan deskripsi tentang kondisi yang dikuti oleh akibat dari prasyarat tersebut. Tujuan perancangan sistem pakar adalah untuk mempermudah kerja atau bahkan mengganti tenaga ahli, penggabungan ilmu dan pengalaman dari beberapa

(10)

tenaga ahli. Sistem pakar atau sistem berbasis pengetahuan kecerdasan (Intelligent Knowledge Based System) merupakan salah satu bagian dari kecerdasan buatan yang memungkinkan komputer dapat berpikir dan mengambil kesimpulan dari sekumpulan aturan (Marimin, 2005).

Sistem pakar didefinisikan sebagai suatu sistem yang bercirikan sebagai berikut:

1. Menangani permasalahan dunia nyata, permasalahan-permasalahan kompleks yang membutuhkan interpretasi seorang pakar.

2. Memecahkan permasalahan-permasalahan ini dengan menggunakan suatu model komputer dari penalaran seorang pakar dan menggapai hasil yang sama dengan kesimpulan yang akan dihasilkan seorang pakar jika dihadapkan pada permasalahan yang sama.

Beberapa kelemahan sistem pakar, yaitu:

1. Sistem-sistem tersebut tidak mampu untuk mengenali masalah-masalah di mana pengetahuannya tidak dapat diterapkan dan tidak cukup.

2. Sistem-sistem tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk menguji apakah kesimpulannya masuk akal atau tidak.

3. Penjelasan secara rinci dari proses penalaran sistem-sistem tersebut kebanyakan tidak memunculkan persoalan yang mendasar.

2.4 Metode Bayes

Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal (Marimin, 2005).

(11)

Persamaan Bayes yang digunakan untuk menghitung nilai setiap alternatif adalah Total Nilaii 1 ij( j) m j Nilai Krit

= = di mana: Total Nilaii Nilai

= total nilai akhir dari alternatif ke-i

ij

Krit

= nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j

j

i = 1, 2, 3, . . . , n; n= jumlah alternatif = tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-j

j = 1, 2, 3, . . . , m; m= jumlah kriteria

2.5 Faktor Kepastian (Certainty Factor)

Para pengembang MYCIN menyadari bahwa pendekatan Bayesian terlalu kasar, karena terlalu banyak data dan/atau anggapan/perkiraan yang diperlukan. Selain itu, sistem diagnosa medis berdasarkan Metode Bayesian tidak diterima karena sistem tidak memberikan penjelasan sederhana bagaimana telah mencapai kesimpulan. Alasan tambahan para dokter dalam hal pengumpulan bukti yang mendukung/bertentangan dengan hipotesis tertentu. Pengembang MYCIN mengembangkan suatu logika yang bekerja dengan cara ini, yaitu faktor kepastian.

Faktor Kepastian mirip dengan probabilitas bersyarat, tapi agak berbeda. Bukannya mewakili derajat probabilitas suatu hasil, tetapi hasilnya yang mewakili ukuran keyakinan. Apabila probabilitas berkisar dari 0 (false) untuk 1 (benar), CF berkisar dari:

-1 diyakini tidak akan terjadi dan 1 diyakini kasus terjadi

Ukuran absolut dari CF mengukur tingkat keyakinan . Faktor Kepastian (Certainty Factors) merupakan penurunan dan pengembangan dari teori peluang berkondisi (Bayes theorem) (Marimin, 2007). Faktor kepastian didapatkan dari operasi pengurangan nilai kepercayaan (measure of belief) oleh nilai ketidakpercayaan (measure of disbelief). Tujuan utama penggunaan faktor kepastian adalah untuk memproses ketidakpastian dari fakta dan gejala dengan menghindarkan keperluan data dan perhitungan yang besar.

(12)

Skala ukuran nilai kepercayaan (MB) dan nilai ketidakpercayaan (MD) digunakan untuk mengukur kekuatan fakta, notasi yang digunakan adalah:

MB[h,e]= X, berarti “ukuran kenaikan tingkat kepercayaan untuk hipotesis h, didasarkan pada fakta e sama dengan X”

MD[h,e]= Y, berarti “ukuran kenaikan tingkat ketidakpercayaan untuk hipotesa h, didasarkan pada fakta e sama dengan Y”

2.6 Siklus Hidup Pembuatan Sistem

Dalam sikus pembuatan sistem, Model Siklus Hidup Air Terjun (Waterfall Life Cycle Model) sering dipakai dalam pengembangan atau pembuatan peranti lunak. Menurut Turban dan Aronson (2001), model siklus air terjun ini terbagi ke dalam beberapa tahap/fase, yaitu kebutuhan (need), perencanaan (planning), analisis (analysis), perancangan (design), implementasi (implementation), dan sistem jadi (system). Tahapan-tahapan ini saling berkaitan satu sama lainnya, sehingga mungkin saja saling tindih (overlapping). Pada model ini, tugas pada setiap fase dilakukan secara berurutan, sehingga fase selanjutnya hanya dapat dilakukan setelah fase sebelumnya selesai dikerjakan. Kelebihan model ini adalah tahapan yang ada telah terdefinisi dan terbagi secara jelas, sehingga akan menghasilkan keluaran yang tepat dan jelas.

Gambar

Tabel 2.  Persyaratan Kondisi Iklim dan Tanah yang Optimum untuk   Kopi Robusta dan Arabika
Tabel 3.  Nilai Distribusi Curah Hujan Rata-rata Bulanan
Gambar  4.  Kopi Arabika  Keterangan:
Gambar 5.  Kopi Canephora  Keterangan:
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan berlakunya surat edaran ini, Surat Edaran Gubernur Kepulauan Riau Nomor 414/SET-STC19/II/2021 tanggal 16 Februari 2021 tentang Ketentuan Perjalanan

Terselenggaranya Satu Sistem Dukungan Pengambilan Keputusan Bagi Pimpinan Capaian sasaran strategis tahun 2012 ditunjukkan oleh capaian IKU dominan, “jumlah Sistem

Pakar antropolog yang satu ini menjelaskan lebih jauh, budaya adalah cara dan patokan hidup manusia yang terpola dengan baik merupakan produk dan bertahan dari

Skenario pengembangan rawa pasang surut Danda Besar dapat dibedakan menjadi: (a) penataan lahan, (b) pengaturan tata air mikro dengan membuat saluran kuarter, saluran

Tabel 3 menunjukkan bahwa daya serap air pada sampel kontrol memiliki nilai paling tinggi, sedangkan pada sampel lain nilai kadar air semakin menurun seiring

Masalah yang dihadapi dalam budidaya kacang hijau di lahan kering adalah rendahnya hasil, salah satunya terbatasnya benih toleran cekaman kekeringan oleh karena itu

d) Pokmas asal delapan desa di Kabupaten Selayar kesulitan menjalankan pengawasan, karena jorollo dalam keadaan rusak berat dan tidak punya handy talky.. Demikian halnya

Hotel Resort Bintang 3 di Indramayu direncanakan akan didesain dengan memperhatikan beberapa aspek penting yang dapat memaksimalkan potensi daerah setempat serta