Program Studi Teknik Material Institut Teknologi Bandung
Ibnu Maulana Yusuf 137 02 051
6
BAB II
DASAR TEORI
II.1. PEMURNIAN AIR
Proses pemurnian air pada dasarnya dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pemurnian secara biologi, kimiawi, dan fisik. Secara biologi, pemurnian air dapat dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme berupa bakteri maupun alga. Mikroorganisme tersebut biasanya secara alami sudah terdapat pada limbah, namun dalam jumlah yang sedikit. Peningkatan kadar mikroorganisme dapat dilakukan dengan melakukan pengaturan sistem udara atau dengan cara menambahkan mikroorganisme dari hasil pengembang-biakkan di laboratorium. Beberapa mikroorganisme yang biasa digunakan antara lain: bakteri nitrosomonas
untuk menguraikan amonia, microalgae untuk mengurangi kadar fosfat, atau petrobacterium yang digunakan untuk menguraikan limbah minyak yang tumpah
diperairanP [5, 6]
P
.
Pemurnian secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan zat kimia yang bersifat disinfeksi. Disinfektan tersebut akan membunuh mikroorganisme yang berlebih dan mencemari perairan. Karena disinfektan sendiri bersifat toxic dan
terakumulasi, maka penggunaan zat kimia tersebut harus dibatasi dalam kadar tertentu, yang masih dapat ditoleransi oleh lingkungan. Zat-zat kimia yang biasa dipergunakan sebagai disinfektan terutama golongan halida (klor, brom, dan iod), ozonP
[7]
P
; alumunium sulfat, dan tembaga sulfatP [8]
P
.
Sedangkan pemurnian secara fisik dapat dilakukan dengan memanfaatkan karakteristik fisik dari kontaminan yang terkandung dalam air. Cara ini merupakan metode yang sudah digunakan sejak lama sehingga paling banyak dan paling sering digunakan oleh manusia. Yang termasuk dalam teknik pemurnian air secara fisik antara lain: boiling, destilasi dan evaporasi, UV system, sedimentasi,
dan filterisasiP [7]
P
.
Pada penelitian ini, dilakukan proses pembuatan media untuk pemurnian air secara fisik, yaitu filterisasi. Filterisasi adalah proses pemurnian air dimana air yang telah di-treatment dibiarkan mengalir melalui bahan berpori. Mekanisme
Program Studi Teknik Material Institut Teknologi Bandung
Ibnu Maulana Yusuf 137 02 051
7 pemurnian air yang berlangsung pada media filterisasi adalah adsorpsi dan pertukaran ionP
[6, 7]
P
.
II.2. MEDIA FILTERISASI
Media yang dapat dipergunakan sebagai filter harus memiliki struktur jaringan berpori dengan ukuran mikro dan dalam jumlah yang banyak, selain itu juga harus memiliki ketahanan gores dan stabilitas termal yang cukup tinggiP
[9]
P
. Dengan kata lain, parameter yang mempengaruhi performansi suatu filter, antara lain: luas permukaan, volume atau struktur pori, dan kekuatan mekaniknya. Luas permuakaan media filterisasi akan menentukan jumlah material yang dapat diserap, volume pori akan menentukan ukuran molekul dapat diserap, dan kekuatan mekanik dapat mencegah terjadinya kerusakan pada saat dilakukan
instalation, regeneration, dan recyclingP [10]
P
.
Kombinasi antara jenis material dan teknik pemrosesan yang dilakukan, dapat menghasilkan filter dengan kekuatan yang relatif tinggi, memiliki ketahanan yang tinggi terhadap serangan kimia, tahan terhadap temperatur tinggi, memiliki porositas yang tinggi, dan struktur dengan pori-pori yang relatif seragamP
[9]
P
.
Tabel 2.1. Luas permukaan untuk beberapa jenis material,
ditentukan menggunakan metode BET (mP
2
P
/gr)P
[11]
P
Materials Specific Surface Area
(mP
2
P
/gr)
Humic acids from soils 1900
Activated carbon 500–1500 Freshly precipitated Fe-hydroxide 300
FeOOH 250–300
MnOB2B 100–300
Activated silica 250
Diatomeous earth 200
Montmorillonite 50–150 Aluminum hydroxide floc 50–100
Illite 30–80 Kaolinite 10–50 Calcite (<2 μm) 12,5
Program Studi Teknik Material Institut Teknologi Bandung
Ibnu Maulana Yusuf 137 02 051
8 Material yang sering digunakan sebagai media untuk filtersasi air antara lain: zeolite, silika-aktif, karbon-aktif, mangan-dioksida, macropores-resins, dan
tanah liat (clay)P [11, 3]
P
. Sedangkan teknik-teknik pemrosesan yang dapat dilakukan untuk membuat media filter, yaitu: casting, plastic-forming, dan pressingP
[4]
P
. Dalam penelitian ini, media filterisasi yang dipergunakan adalah dari karbon-aktif dan silika-aktif, sedangkan proses pembuatan yang dilakukan adalah pressing
granuluntuk membentuk green-body.
U
II.2.1. Karbon-Aktif
Tabel 2.1. menujukkan bahwa karbon-aktif memiliki luas permukaan yang sangat besar dan kandungan porositas-mikro yang sangat banyak. Satu gram karbon-aktif dapat memiliki luas permukaan 500–1500 mP
2
P
, yang biasanya ditentukan menggunakan metode BET melalui adsorpsi gas nitrogen. Karbon-aktif dapat diperoleh dari berbagai sumber dengan kandungan karbon yang tinggi (misalnya tempurung kelapa, kayu, dan batu-bara) melalui proses karbonisasi. Karbon yang dihasilkan kemudian diaktivasi, baik secara fisik maupun kimiawiP
[11]
P
.
Gambar 2.1. Karbon dari tempurung kelapa, sebelum (kiri)
dan setelah (kanan) proses aktivasi.
P
(http://www.tramfloc.com)
Di bawah mikroskop elektron, karbon-aktif memiliki struktur jaringan dan pori sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.1. Micropores yang terdapat
Program Studi Teknik Material Institut Teknologi Bandung
Ibnu Maulana Yusuf 137 02 051
9 pada struktur karbon-aktif menjadikan karbon-aktif memiliki permukaan yang luas sehingga memungkinkan terjadinya proses adsorpsi yang maksimal dan berlangsung secara kontinyu. Secara fisik, proses adsorpsi terjadi akibat adanya gaya Van der Waals antara permukaan karbon dengan material teradsorpsiP
[11]
P
.
Gambar 2.2. Mekanisme adsorpsi senyawa organik oleh karbon-aktif.
Selain dipergunakan sebagai filter air di rumah-tangga, karbon-aktif juga dipergunakan pada fasilitas pengolahan air perkotaanP
[11]
P
. Pada lampiran 1., dicantumkan daftar senyawa-senyawa kimia yang dapat diadsorpsi oleh karbon-aktif, pengelompokan dilakukan berdasarkan pada tingkatan probabilitas kemampuan senyawa tersebut diadsorpsi oleh karbon-aktif.
U
II.2.2. Silika-Aktif
Penggunaan silika-aktif sebagai media filterisasi telah lama dilakukan, yaitu berupa lapisan pasir silika pada sistem bed-filter. Luas permukaan spesifik
yang dimiliki silika-aktif berdasarkan pengujian menggunakan metode BET adalah ~250 mP
2
P
/gram. Silika merupakan salah satu senyawa oksida yang paling banyak terdapat dialam. Sekitar 60% permukaan bumi mengandung silika, baik yang berdiri sendiri maupun gabungan dengan senyawa lain membentuk senyawa yang lebih kompleksP
[12]
P
Program Studi Teknik Material Institut Teknologi Bandung
Ibnu Maulana Yusuf 137 02 051
10
Gambar 2.3. Silika dalam bentuk pasir dan gelas yang dipergunakan
pada pemurnian air di Orangdale–Kanada.P
[13]
P
Proses filterisasi air menggunakan silika-aktif memungkinkan berlangsungnya dua mekanisme permurnian, yaitu adsorpsi dan pertukaran ionP
[14]
P
. Silika yang diaktivasi dalam larutan oksidator kuat akan memiliki lapisan oksidator dipermukaannya. Pertukaran ion terjadi antara oksidator dengan logam-logam terlarut, dengan demikian logam-logam terlarut tersebut akan membentuk senyawa-senyawa oksida yang tidak-larut dalam air sehingga menjadi lebih mudah untuk teradsorpsi oleh media filter.
Gambar 2.4. Mekanisme pertukaran-ion dan proses adsorpsi pada filter silika
Program Studi Teknik Material Institut Teknologi Bandung
Ibnu Maulana Yusuf 137 02 051
11
U
II.2.3. Proses FilterisasiU
Ada tiga tahapan mekanisme yang terjadi dalam proses filterisasi, yaituP [3, 4]
P
: 1. Macro-transport, fluida dan zat-zat terlarut bergerak melalui sistem
macro-pores (dengan ukuran pori >50 nm),
2. Micro-transport, fluida dan zat-zat terlarut masuk ke dalam sistem meso-pores (dengan ukuran pori 2–50 nm) dan micro-pores (ukuran pori <2 nm),
3. Sorption, menempelnya material organik (pada filter karbon) atau oksida
logam (pada filter silika) dipermukaan macro, meso, dan micro-pores.
Sorption dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorption dan absorption. Adsorpsi adalah istilah yang dipergunakan untuk menjelaskan
adanya konsentrasi zat terlarut yang lebih besar pada interface antara fluida dan
adsorban padat, dibandingkan yang berada pada fluida. Sedangkan absorpsi diartikan sebagai suatu proses dimana zat yang terabsorpsi tidak menempel dipermukaan absorban, tetapi berdifusi ke dalam material absorban. Absorpsi biasanya berlangsung pada fluida berupa gas sehingga istilah ini jarang dipergunakan pada fluida cairP
[11]
P
.
Gambar 2.5. Perbedaan antara adsorpsi dan absorpsi
P
Program Studi Teknik Material Institut Teknologi Bandung
Ibnu Maulana Yusuf 137 02 051
12 Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas filterisasi antara lainP
[10]
P
: 1. Sifat fisik; Dalam hal ini berupa jumlah dan distribusi pori yang dimiliki
oleh media filterisasi, semakin banyak dan terdistribusi maka kontaminan akan semakin mudah terfilter.
2. Sifat kimia; Gaya listrik antara kontaminan dan adsorban memungkinkan terjadinya pertukaran ion antara permukaan filter dengan kontaminan.
3. Sifat kontaminan; Dengan pertimbangan bahwa material yang sejenis cenderung mudah untuk bergabung, maka kontaminan yang bersifat organik akan mudah untuk difilterisasi menggunakan material organik pula.
4. Temperatur dan pH; Adsorpsi akan semakin meningkat dengan semakin menurunnya pH dan temperatur.
5. Waktu kontak; Semakin lama waktu kontak antara kontaminan dengan filter, maka akan semakin banyak kontaminan yang menempel di permukaan filter. Cara lain meningkatkan waktu kontak adalah dengan memperluas daerah yang dilewati oleh kontaminan.
Semakin banyak kontaminan yang harus difilter atau semakin lama filter dipergunakan, maka performansi filter akan semakin menurun akibat penjenuhan. Hal ini diperlihatkan secara skematis pada gambar 2.6.
Gambar 2.6. Penurunan performansi filter seiring dengan
semakin banyaknya volume fluida yang difilterisasi.P
[11]
Program Studi Teknik Material Institut Teknologi Bandung
Ibnu Maulana Yusuf 137 02 051
13
II.3. PROSES PEMBUATAN MEDIA FILTERISASI
Berdasarkan kadar air dan tekanan yang diberikan (gambar 2.7.), pemrosesan keramik dapat dibagi menjadi tiga proses utama, yaitu casting, plastic-forming, dan dry atau semi-dry pressing. Di dalam penelitian ini, proses
pembentukan yang utama dilakukan dengan metode pressing, pra-pembentukan
dilakukan dengan plastic-forming melalui proses ekstrusi untuk membentuk
granul, sedangkan proses pencampuran antara material dengan aditif dilakukan dengan membentuk slurry.
Gambar 2.7. Proses pembentukan pada keramik berdasarkan
tekanan yang dibutuhkan dan kadar air yang dipergunakanP
[15]
P
.
U
II.3.1. Pencampuran Material dan AditifU (Mixing)
Proses pencampuran (mixing) dipergunakan untuk meningkatkan
keseragaman sifat fisik dan kimia dari material-material yang dicampur. Campuran disebut homogen ketika komposisi pada setiap bagian campuran menjadi seragam. Selama mixing, skala minimum segregasi dan skala
maksimum homogenitas tercapai ketika aglomerat dan larutan aditif terdispersi dengan baik. Mekanisme yang terjadi pada saat mixing, yaitu konveksi, shear,
dan difusi. Konveksi mentransfer zat dari satu bagian ke bagian lainnya dalam larutan. Shear akan meningkatkan interface antara zat-zat yang dicampur
Program Studi Teknik Material Institut Teknologi Bandung
Ibnu Maulana Yusuf 137 02 051
14 secara acak selama proses difusiP
[16]
P
. Gambar 2.8., memberikan gambaran skematik dari mekanisme mixing diatas.
Gambar 2.8. Mekanisme yang terjadi selama proses mixing.
Pembentukan slurry dipilih sebagai metode pencampuran antara material
dengan aditif karena memiliki viskositas yang rendahP [17]
P
. Kandungan air yang berada dalam slurry berkisar antara 25–40 %beratP
[15]
P
, nilai dalam kisaran bergantung pada jenis material yang dipergunakan. Dengan demikian, proses pencampuran (mixing) menjadi lebih mudah dilakukan dan hasil pencampuran
lebih homogen. Oleh karena itu, untuk pemrosesan keramik yang memerlukan homogenitas campuran yang tinggi, selalu diawali dengan membentuk slurry.
U
II.3.2. Pembentukan GranulU (Granulation)
Pembentukan granul dilakukan dengan tujuan menghasilkan feed-material
berupa aglomerat dengan ukuran tertentu yang akan dipergunakan secara luas sebagai feed-material pada proses pressing, calcining, proses peleburan, dan
sebagai support katalis. Proses granulasi dapat dilakukan secara langsung dari
hasil mixing dengan metode compaction, ekstrusi, atau spray-granulation
(pelletizing). Proses granulasi secara tidak-langsung biasanya dilakukan dengan
menggunakan metode spray-drying.
Granul yang dihasilkan dari metode kompaksi biasanya bersifat padat, keras, dan kuat jika dikompaksi diatas 10 MPa. Campuran antara material dan larutan aditif dimasukkan ke dalam die-compaction atau dilewatkan pada rolling, dalam hal ini ukuran dan bentuk granul yang dihasilkan bergantung
pada bentuk dan ukuran dari dies atau rolls. Proses granulasi menggunakan
Program Studi Teknik Material Institut Teknologi Bandung
Ibnu Maulana Yusuf 137 02 051
15 hasil ekstrusi yang memiliki bentuk seperti spaghetti, dipotong-potong hingga
membentuk granul dengan ukuran tertentu. Pembentukan granul dengan metode
spray-granulation dilakukan dengan cara menyemprotkan larutan aditif pada
serbuk yang bergerak secara kontinyu. Granul akan terbentuk melalui dua tahapan, yaitu pengintian aglomerat dan pertumbuhan aglomerat akibat penggabungan aglomerat maupun partikel-partikel lainnyaP
[16]
P
.
Gambar 2.9. Pembuatan granul dengan roll: (a) Compaction,
(b) briquetting, dan (c) Pelletizing.
Gambar 2.10. Proses granulasi dengan cara ekstrusi.
P
[www.bioceramics.uni-bremen.de]
P
Gambar 2.11. Granul memiliki flowability yang sangat baik sehingga
dapat meningkatkan filling-density dan menurunkan gradient-density.
Granulasi umumnya dilakukan pada produk-produk keramik yang dibentuk dengan cara pressing. Dalam bentuk granul, flowability yang dimiliki
oleh material akan meningkat sehingga meningkatkan filling-density dan
menurunkan density-gradientP [18]
P
Program Studi Teknik Material Institut Teknologi Bandung
Ibnu Maulana Yusuf 137 02 051
16
U
II.3.3. Pembentukan Green-bodyU (Press-forming)
Pressing adalah proses pembentukan secara kompaksi material dimana
material yang akan dibentuk dimasukkan ke dalam rigid-die atau flexible-mold.
Proses pressing umumnya dipergunakan untuk proses pembentukan material
dengan bentuk yang relatif sederhana dan memiliki penampang yang cenderung seragam. Tingkat kompaksi yang tinggi, memungkinkan penggunaan metode
pressing untuk proses pembentukan material yang memerlukan tingkat presisi
yang tinggi, karena kompaksi yang terjadi dapat meminimalisir penyusutanP [16, 17]
P
. Perbandingan antara metode pembentukan secara pressing dengan metode
pembentukan lainnya, diperlihatkan pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Berbagai metode pembentukan pada keramikP
[17]
P
Kadar air yang terkandung dalam feed-material sangat berpengaruh
terhadap proses pressing. Jika serbuk atau granul yang dipergunakan sebagai feed-material memiliki kandungan air yang terlalu rendah, kandungan air
tersebut tidak akan cukup untuk menghasilkan tegangan permukaan yang dapat mengikat partikel secara bersama-sama. Kadar air yang terlalu tinggi akan membuat material menjadi lengket dan sukar dibentukP
[19]
P
. Pada beberapa proses
pressing, dilakukan penambahan binder dan plasticizer untuk meningkatkan formability material keramik.