• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan tanah sewa oleh pemiliknya perspektif hukum Islam dan hukum pertanahan: studi kasus di Smart Solution Rungkut Pesantren Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan tanah sewa oleh pemiliknya perspektif hukum Islam dan hukum pertanahan: studi kasus di Smart Solution Rungkut Pesantren Surabaya."

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN TANAH SEWA OLEH PEMILIKNYA

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERTANAHAN

(Studi Kasus di Smart Solution Rungkut Pesantren Surabaya)

S K R I P S I Oleh :

Risca Nur Umami

NIM. C02213064

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syari’ah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam

Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan (field research) tentang “Pemanfaatan Tanah Sewa Oleh Pemiliknya Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pertanahan di Bimbingan Belajar Smart Solution Rungkut Pesantren Surabaya”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah mengenai bagaimana pemanfaatan tanah sewa oleh pemiliknya di Bimbingan Belajar Smart Solution Rungkut Pesantren Surabaya dan bagaimana analisis hukum Islam dan hukum pertanahan terhadap Pemanfaatan Tanah Sewa Oleh Pemiliknya Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pertanahan di Bimbingan Belajar Smart Solution Rungkut Pesantren Surabaya.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan metode deskriptif analisis, yaitu pembahasan dimulai dengan mengumpulkan data yang diperoleh dari lapangan tentang pemanfaatan tanah sewa oleh pemiliknya di Bimbingan Belajar Smart Solution Rungkut Pesantren Surabaya. Kemudian data dianalisis menggunakan hukum Islam yakni ija>rah{ dan dengan menggunakan hukum pertanahan yakni tentang sewa menyewa yang terdapat dalam UUPA terhadap pemanfaatan tanah sewa oleh pemiliknya di Bimbingan Belajar Smart Solution Rungkut Pesantren Surabaya.

Penelitian ini menghasilkan bahwa pemanfaatan tanah sewa oleh pemiliknya di Bimbingan Belajar Smart Solution Rungkut Pesantren Surabaya, yakni Pak Ducha sebagai pemilik tanah memberikan sewa kepada Pak Akhmad selaku penyewa, berupa tanah. Pemilik memberikan sewa kepada penyewa untuk menyewakan tanah kosong guna dibangun bangunan untuk ruang kelas bimbingan belajar. Dengan jangka waktu selama masa bimbingan belajar itu masih aktif. Biaya sewa yang dibebankan sebesar Rp 500.000 setiap bulannya.

Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan, pemanfaatan tanah sewa oleh pemiliknya di Bimbingan Belajar Smart Solution Rungkut Pesantren Surabaya menurut hukum Islam adalah tidak sah karena pemilik dan penyewa belum memenuhi rukun ija>rah. Sedangkan menurut hukum pertanahan praktik pemanfaatan tanah sewa oleh pemiliknya tersebut juga belum memenuhi aturan yang ada. Karena adanya pengambil alihan oleh pemilik karena objek sewa tanah merupakan hak bagi penyewa.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TRANSLITERASI ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Kajian Pustaka ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 10

G. Definisi Operasional ... 10

(8)

I. Sistematika Pembahasan ... 15

BAB II TINAJAUAN UMUM TENTANG IJA>RAH ... 17

A. Sewa Menyewa Menurut Hukum Islam ... 17

1. Definisi Sewa Menyewa (ija>rah{) ... 17

2. Dasar Hukum Sewa Menyewa (ija>rah{) ... 20

3. Rukun dan Syarat Sewa Menyewa (ija>rah{) ... 23

4. Macam – Macam Sewa Menyewa (ija>rah{) ... 29

5. Sifat dan Hukum Sewa Menyewa (ija>rah{) ... 30

6. Pembatalan dan Berakhirnya Sewa Menyewa (ija>rah{)... 31

7. Pengembalian Sewa Menyewa (ija>rah{) ... 33

B. Hutang Piutang Menurut Hukum Pertanahan ... 34

1. Definisi Sewa Menyewa ... 34

2. Kewajiban Penyewa dan Yang Menyewakan ... 35

3. Resiko Dalam Sewa Menyewa ... 36

4. Sewa Menyewa Tanah ... 36

5. Perbedaan Hak Sewa Untuk Bangunan dan Hak Sewa Atas Bangunan ... 39

BAB III IMPLEMENTASI PEMANFAATAN TANAH SEWA OLEH PEMILIKNYA PADA BIMBINGAN BELAJAR SMART SOLUTION RUNGKUT PESANTREN SURABAYA ... 40

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40

(9)

2. Struktur Organisasi Bimbingan Belajar Smart Sokution ... 41

3. Sejarah Berdirinya Bimbingan Belajar Smart Solution ... 45

4. Visi dan Misi Bimbingan Belajar Smart Solution ... 49

5. Tujuan dan Sasaran Bimbingan Belajar Smart Solution ... 50

6. Produk Bimbingan Belajar Smart Solution ... 51

B. Implementasi Pemanfaatan Tanah Sewa Oleh Pemiliknya pada Bimbingan Belajar Smart Solution Rungkut Pesantren Surabaya .. 52

1. Asal Usul Terjadinya Bimbingan Belajar Smart Solution ... 52

2. Pelaksanaan Akad Bimbingan Belajar Smart Solution ... 54

3. Implementasi Pemanfaatan Tanah Sewa Oleh Pemiliknya pada Bimbingan Belajar Smart Solution ... 56

4. Latar Belakang Pemanfaatan Tanah Sewa Oleh Pemiliknya pada Bimbingan Belajar Smart Solution ... 58

BAB IV ANALISIS PEMANFAATAN TANAH SEWA OLEH PEMILIKNYA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERTANAHAN PADA BIMBINGAN BELAJAR SMART SOLUTION SURABAYA 61 A. Analisis Pemanfaatan Tanah Sewa Oleh Pemiliknya pada Bimbingan Belajar Smart Solution Rungkut Pesantren Surabaya Perspektif Hukum Islam ... 61

(10)

BAB V PENUTUP ... 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan

orang lain, saling tolong menolong, tukar menukar untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Manusia juga selalu terlibat dalam suatu akad atas hubungan

mua>malah. Mua>malah adalah interaksi atau hubungan timbal balik manusia

dengan empat pihak, yaitu dengan Allah SWT, dengan sesama manusia, dengan

lingkungan dan dengan dirinya sendiri.1 Sebagai umat Islam sudah sewajarnya

kita menjalankan praktik mua>malah tidak hanya enggan menggunakan rasio akal

semata, namun tetap memegang teguh ajaran Al-Qur’an dan Hadist.

Dalam syariat Islam dibahas mengenai hukum-hukum yang berkaitan tentang

perbuatan manusia. Hukum tersebut mengatur dua macam hal, yakni hukum

ibadat dan hukum mua>malah. Hukum ibadat mengatur hubungan manusia dengan

Tuhan, seperti wajibnya shalat, zakat, dan puasa. Sedangkan hukum mua>malah

mengatur hubungan manusia antara satu dengan yang lain, seperti halalnya jual

beli, sewa menyewa, hibah, dan lain sebagainya yang menjadi kajian ilmu fikih.2

Salah satu ruang lingkup mua>malah adalah sewa menyewa (ija>rah). Menurut

Sayyid Sabiq, ija>rah diartikan adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat

1

M. Quraish Shihab, Fatwa-Fatwa Quraish Shihab Ibadah dan Muamalah, (t,tp, t.p,t.t), 7.

2

(12)

2

dengan jalan penggantian. 3 Pengertian di atas menunjukkan bahwa yang

dimaksud dengan sewa menyewa adalah pengambilan manfaat suatu benda.

Berkaitan dengan hal ini, benda yang berkaitan dengan objek sewa tidak

berkurang sama sekali karena yang berpindah hanyalah manfaat dari benda

tersebut. Contoh dari manfaat barang seperti kendaraan, rumah dan manfaat

karya seperti pemusik. 4 Ketika akad ija>rah sah, pihak penyewa berhak

mendapatkan upah karena ija>rah adalah barter. Dijelaskan juga dalam Al-Qur’an,

surat Al-Baqarah: 233 sebagai berikut5:

َو ْلا َ

و ِلا

َد

ُت

ُ ي ْر

ِض

ْع َن

َا ْو

َل َد

ُ ن

َح ْو

َل

ِْي

َكا

ِم َل

ِْي

ِل

َم ْن

َا َرا

َد َا

ْن

ُي ِت م

رلا

َض

َعا

َة

َو َع

َل

ْلا َم

ْو ُل ْو

ِد َل

ُ ِر

ْز ُ ق

ُه ن

َو ِك

ْس َو

ُ ت ُه

ن

اَهَعْسُو اِا سْفَ ن ُف لَكُت َا ِفْوُرْعَمْلاِب

راَضُت َا

اَِدَلَوِب ةَدِلاَو

َو

َا

َم ْو ُل

د

ُ ل

ِب َو َل

ِد ِ

َو

َع َل

ْلا

َو ِرا

ِث

ِم

ْث ُل

َذ

ِل

َك

ْنِاَف

َا

َرَتَو اَمُهْ ِ م ٍضاَرَ ت ْنَع ا اَصِفاَداَر

ا

اَمِهْيَلَع َحاَُج َلَف ٍرُو

اْوُعِضْرَ تْسَت ْنَا ْ ُْدَرَا ْنِاَو

ْوَا

َل

َلَف ْمُكَد

م ْمُتْم لَساَذِا ْمُكْيَلَع َحاَُج

اَء ا

ِفْوُرْعَمْلاِب ْمُتْيَ ت

َلْوُق تاَو

اْوُمَلْعاَو

رْ يِصَب َنْوُلَمْعَ ت اَِِ َل نَا

Artinya: “ Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu membrikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertaqwalah kepada Allah SWT Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.

3

Sayyid Sabiq, Fikih Sunah 13, alih bahasa H.Kamaluddin A.Marzuki, Cet.10 (Bandung:

Al-Ma’arif, 1996), 15.

4

Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, ( Jakarta: Sinar Grafika, 1993), 52.

5

(13)

3

Dan diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 44 No.5 tahun 1960

tentang hak sewa untuk bangunan dijelaskan sebagai berikut:6

1. Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak atas sewa tanah, apabila

ia berhak mempergunakantanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.

2. Pembayaran uang sewa dapat dilakukan :

a. Satu kali atau tiap waktu-waktu tertentu

b. Sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan

3. Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam Pasal ini tidak boleh disertai

syarat-syarat yang mengandung unsur pemerasan.

Dalam penjelasan syarat sahnya ija>rah, Undang-Undang Pokok Agraria No.5

Pasal 44 tahun 1960 menerangkan bahwa sewa menyewa harus dilakukan dengan

kerelaan antara kedua belah pihak tanpa ada unsur paksaan, harus ada perjanjian

dan penyewa mempunyai hak penuh untuk tanah yang disewanya sesuai dengan

perjanjian yang ada.

Warga Kelurahan Rungkut Pesantren Surabaya ini, telah

mengimplementasikan akad sewa menyewa (ija>rah). Objek yang disewakan

adalah tanah. Tanah yang yang biasanya disewakan adalah tanah kosong. Dan

seringkali digunakan untuk mendirikan bangunan di atasnya, dikarenakan

berdekatan dengan pabrik Sampoerna dan tempat Bimbingan Belajar Smart

Solution sehingga banyak pendatang yang ingin menyewanya, baik menyewa

tanah maupun bangunan di atasnya. Melonjaknya pendatang dari beberapadesa

untuk memburu rupiah di kota Surabaya dan melonjaknya jumlah pelajar yang

tinggal di daerah sekitar ini menjadi alasan utama masyarakat di Kelurahan

Rungkut Pesantren ini untuk menjadikan tanah atau bangunannya untuk sebuah

peluang bisnis, yang saling menguntungkan.

6

(14)

4

Pelaksanaan sewa menyewa tanah di Rungkut Pesantren yang terjadi adalah

tanah yang menjadi objek sewa menyewa. Yang mana sesuai dengan kesepakatan

awal yang terjadi adalah akad kerja sama. Pemilik tanah yang pada waktu itu

adalah salah satu pegawai di Bimbingan Belajar Smart Solution dan penyewa

adalah pemilik Bimbingan Belajar Smart Solution. Pemilik tanah bersedia

menyewakan tanahnya untuk didirikan bangunan di atas tanahnya. Dengan

melakukan pinjaman uang serta menjaminkan surat tanah yang akan disewakan

tersebut di sebuah Bank swasta dan didirikan bangunan dua lantai guna untuk

usaha Bimbingan Belajar Smart Solution. Yang mana para pihak ini bersepakat

untuk membayar angsuran pinjamannya sebesar Rp 3.000.000,- ke Bank tersebut

dengan dibagi dua. Para pihak juga bersepakat, bahwa kesepakatan ini

berlangsung selama Bimbingan Belajar Smart Solution masih aktif.

Setelah berjalan selama satu bulan pemilik masih berjalan sesuai dengan

kesepakatan yaitu membayar setengah dari angsuran, namun pada bulan

berikutnya pemilik tanah tidak mau membayar setengah bagian dari angsurannya

ke Bank tersebut. Dan pemilik menggunakan satu ruangan yang seharusnya

dalam perjanjian, ruangan tersebut digunakan sebagai kelas dalam Bimbingan

Belajar Smart Solution . Pemilik menggunakan ruangan tersebut tanpa adanya

pemberitahuan terhadap penyewa, hingga sampai saat ini pun pemilik belum juga

melakukan konfirmasi atas ruangan yang digunakan pemilik untuk ruangan

pribadi. Ruangan tersebut adalah ruangan kelas VIII yang digunakan untuk

proses belajar mengajar siswa les Bimbingan Belajar Smart Solution kelas VIII,

(15)

5

pemilik. Dari pihak penyewa tidak ingin menuntut tentang haknya yang di ambil

alih sampai saat ini, karena pasti akan mempengaruhi untuk perkembangan

Bimbingan Belajar Smart Solution. Dan masih tetap membayar biaya sewa tanah

dan listrik untuk setiap bulannya kepada pemilik sebesar Rp 500.000,-.

Hakikat sewa menyewa merupakan jual beli atas manfaat suatu objek akad

tanpa adanya pengambilalihan selama masa penyewaan berlangsung. Karena

objek sewa menyewa adalah tanah, maka pemilik tanah hanya berhak sebatas

tanah. Untuk bangunan sepenuhnya adalah hak penyewa.

Berangkat dari latar belakang di atas penulis bermaksud mengkaji tentang

implementasi pelaksanaan akad sewa menyewa yang terjadi di Smart Solution

Rungkut Pesantren Surabaya. Penulis mengkaji tentang pelaksanaan akad sewa

menyewa tanah untuk mendirikan bangunan di atasnya dari sudut pandang

hukum Islam dan hukum pertanahan, maka penulis melakukan penelitian dan

penyusunan dengan judul “Pemanfaatan Tanah Sewa Oleh Pemiliknya Perspektif

Hukum Islam dan Hukum Pertanahan (Studi kasus di Smart Solution Rungkut

Pesantren Surabaya)”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Untuk lebih memudahkan dan mengetahui lebih jelas tentang skripsi ini

maka akan dijelaskan beberapa gambaran pembahasan yang akan ditulis di bab

berikut diantaranya :

1. Awal mula adanya perjanjian sewa menyewa tanah yang akan didirikan

(16)

6

2. Pandangan hukum Islam terhadap perjanjian sewa menyewa tanah yang akan

didirikan bangunan di atasnya

3. Rukun dan syarat perjanjian sewa menyewa tanah

4. Pengambilalihan sebagian objek sewa menyewa secara sepihak

5. Implementasi Pemanfaatan Tanah Sewa Oleh Pemiliknya di Smart Solution

Rungkut Pesantren Surabaya

6. Perspektif hukum Islam dan hukum Pertanahan tentang Pemanfaatan Tanah

Sewa Oleh Pemiliknya di Smart Solution Rungkut Pesantren Surabaya

Dari beberapa identifikasi masalah tersebut, penulis perlu menjelaskan

batasan dan ruang lingkup persoalan yang akan dikaji dalam penelitian ini agar

terfokus dan terarah. Adapun batasan dalam skripsi ini adalah:

1. Implementasi Pemanfaatan Tanah Sewa Oleh Pemiliknya di Smart Solution

Rungkut Pesantren Surabaya

2. Perspektif hukum Islam dan hukum pertanahan tentang Pemanfaatan Tanah

Sewa Oleh Pemiliknya di Smart Solution Rungkut Pesantren Surabaya

C. Rumusan Masalah

Dari batasan masalah di atas dan untuk memberikan arah yang jelas, maka

penulis dapat merumuskan masalah ini dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana Pemanfaatan Tanah Sewa Oleh Pemiliknya di Smart Solution

Rungkut Pesantren Surabaya ?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam dan hukum Pertanahan terhadap

(17)

7

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang

sudah pernah dilakukan seputar masalah yang diteliti sehingga terlihat jelas

bahwa kajian yang akan dilakukan ini bukan merupakan pengulangan atau

duplikat dari kajian atau penelitian yang telah ada.7 Penelitian tentang hukum

sewa bangunan ini bukanlah yang pertama dilakukan, ada penelitian yang

dilakukan dan mirip dengan penelitian yang diteliti oleh peneliti lain, antara lain

sebagai berikut :

1. Skripsi yang ditulis Rizqi Dwi Khasanaini, “Tinjauan Hukum Islam dan

Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 44 ayat 3 Terhadap Tanah Hijau: Studi

Kasus Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Bersertifikat Ijo Antara Pemkot

Surabaya dengan warga Surabaya”, penelitiannya adalah adanya unsur

pemerasan disini, yakni warga Surabaya selain dibebani untuk membayar

uang sewa, juga dibebani dengan berbagai pungutan yang sangat

memberatkan yakni antara lain: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Retribusi

Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Bea Perolehan Atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB), dan lain sebagainya. Sedangkan menurut keterangan dari Pemkot

Surabaya menetapkan uang retribusi adalah sah. Perbuatan pengambilan

uang retribusi bukan merupakan perbuatan melanggar hukum karena

tindakan tersebut dilakukan atas dasar aturan-aturan berlaku. Penulis

7

(18)

8

menyarankan agar Pemkot Surabaya segera melepas surat hijau karena tanah

di bawah lahan surat ijo adalah tanah negara bukan aset Pemkot Surabaya.8

2. Skripsi yang ditulis Heriansyah, “Analisis Hukum Islam Terhadap Sewa

Menyewa Tanah Bengkok di Desa Tlogoagung Kecamatan Baureno

Kabupaten Bojonegoro”, penelitiannya adalah kepala desa yang

mendapatkan tanah bengkok menyewakan kepada masyarakat, pelaksanaan

sewa menyewa ini ketika kepala desa ini masih hidup dalam koridor hukum

Islam, namun ketika meninggalnya kepala desa diteruskan oleh ahli warisnya

namun tidak sesuai dengan hukum Islam dikarenakan sudah tidak

mempunyai hak dengan seiring dengan terpilihnya kepala desa yang baru,

sewa menyewa tanah bengkok ini kembali sah menurut hukum Islam, jika

pihak penyewa sudah memenuhi syarat sewa menyewa yakni barang harus

memiliki aqid atau dia memiliki kekuasaan penuh untuk akad, serta

keluarnya pemberian ijin kepala desa yang baru untuk melanjutkan sisa

jangka waktu sewa menyewa tanah bengkok tersebut kepada ahli waris

kepala desa yang lama.9

3. Skripsi yang ditulis oleh Haryati, “Analisis Hukum IslamTerhadap Praktek

Lelang Undian Dalam Penyewaan Tanah Kas Desa, Studi di Desa

Sumberagung Kecamatan Ngraho Kabupaten Bojonegoro”. Penelitiannya

adalah tentang praktek lelang undian dalam penyewaan tanah kas desa yang

8Rizqi Dwi Khasanaini, “Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 44

ayat 3 Terhadap Tanah Hijau: Studi Kasus Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Bersertifikat Ijo Antara Pemkot Surabaya dengan warga Surabaya”, (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, 2014)

9Heriansyah,”Analisis Hukum Islam Terhadap Sewa Menyewa Tanah Bengkok di Tlogoagung

(19)

9

diikuti oleh setiap KK (kartu keluarga) dengan satu nama disetiap KK,

namun ketika undian sudah keluar dengan satu nama dan seseorang yang

menyewakan hak sewa kepada orang lain yang mau menyewa tanah kas desa

itu dengan harga harga yang lebih tinggi dari yang sudah ditentukan oleh

perangkat desa, meski pihak yang ada diundian ada yang tidak suka aka

dialihkan ke orang lain dengan harga yang lebih tinggi hal itu diperbolehkan

dalam Islam dengan alasan hal itu sedah menjadi kebiasaan masyarakat

dalam menyewakan barang sewaan kepada orang lain.10

Berdasarkan dari penelitian yang sudah ada, pada penelitian ini menekankan

pada pengambilalihan pemanfaatan tanah sewa oleh bangunan tanpa

pemberitahuan. Dan wanprestasi salah satu pihak yang tidak sesuai dengan awal

kesepakatan.

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, penelitian ini

bertujuan :

1. Untuk mengetahui Pemanfaatan Tanah Sewa Oleh Pemiliknya di Smart

Solution Rungkut Pesantren Surabaya.

2. Untuk mengetahui bagaimana Tinjauan Hukum Islam dan Hukum

Pertanahan terhadap pemanfaatan tanah sewa di Smart Solution Rungkut

Pesantren Surabaya.

10

(20)

10

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini diharapkan mempunyai

nilai tambah dan manfaat baik serta dapat memberikan manfaat teoritis maupun

praktis antara lain :

1. Dari segi teoritis, hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk memperluas

dan menambah ilmu pengetahuan dan menyempurnakan teori yang sudah

ada.

2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan

pertimbangan dan masukan, khususnya terhadap masyarakat di Rungkut

Pesantren Surabaya.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu

variabel dengan cara memberikan arti. 11 Untuk mendapatkan gambaran yang

jelas dan menghindari kesalahan pemahaman pembaca dalam mengartikan judul

skripsi ini. Maka penulis mengemukakan secara terperinci maksud judul

mengenai “Pemanfaatan Tanah Sewa Oleh Pemiliknya Perspektif Hukum Islam

dan Hukum Pertanahan (Studi kasus di Smart Solution Rungkut Pesantren

Surabaya)” , sebagai berikut :

1. Pemanfaatan adalah sesuatu yang akan dimanfaatkan oleh manusia karna

mempunyai nilai guna. Memanfaatkan satu ruang kelas pada Bimbingan

Belajar Smart Solution.

11

(21)

11

2. Tanah Sewa adalah tanah kosong yang disewakan oleh pemilik tanah

kepada penyewa untuk didirikan bangunan di atasnya guna untuk usaha

Bimbingan Belajar Smart Solution.

3. Hukum Islam adalah aturan-aturan yang mengatur tentang kehidupan

manusia yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist serta ijma’ para ulama.

Dengan menggunakan landasan hukum Islam yakni ija>rah.

4. Hukum pertanahan adalah aturan-aturan yang mengatur tentang tanah.

Dalam penelitian ini peneliti merujuk pada Undang-Undang Pokok Agraria

No 5 tahun 1960 dan peraturan-peraturan pelaksana lainnya.

H. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kulitatif karena metode ini sangat menghubungkan peneliti dan responden secara

langsung. Dengan menggunakan jenis penelitian lapangan (field research) yang

bisa memfokuskan pada kasus yang terjadi di lapangan. Teknik untuk

mendapatkan data diperoleh dari observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Untuk menghasilkan gambaran yang maksimal terkait “Pemanfaatan Tanah

Sewa Oleh Pemiliknya Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pertanahan (Studi

kasus di Smart Solution Rungkut Pesantren Surabaya)”, dibutuhkan serangkaian

langkah yang sistematis. Langkah-langkah tersebut terdiri dari :

1. Data yang dikumpulkan

(22)

12

1) Data tentang implementasi pemanfaatan tanah sewa di Smart

Solution Rungkut Pesantren Surabaya.

2) Data tentang objek sewa tanah di Smart Solution Rungkut Pesantren

Surabaya.

3) Data tentang fungsi objek sewa di Smart Solution Rungkut Pesantren

Surabaya.

4) Data hukum Islam dan hukum pertanahan tentang pemanfaatan tanah

sewa oleh pemiliknya di Smart Solution Rungkut Pesantren

Surabaya.

b. Data Sekunder

1) Profil Smart Solution

2) Sejarah Smart Solution

3) Produk Smart Solution

2. Sumber Data

a. Sumber Primer

Sumber primer adalah sumber yang langsung berkaitan dengan obyek

penelitian.12 Penyusun dalam penelitian ini menggunakan, antara lain:

1) Pihak yang menyewakan (mu’jir)

2) Pihak yang menyewa (musta’jir)

3) Saksi yang mengetahui perjanjian sewa

12

(23)

13

b. Sumber sekunder

Sumber sekunder adalah sumber yang diperoleh melalui pihak lain,

tidak langsung diperoleh peneliti dari subyek penelitiannya. Sumber

sekunder biasanya berwujud dokumen atau data laporan yang telah ada,

13 meliputi:

1) Bambang Suhandi, dkk, Studi Hukum Islam

2) Hendi Suhendi, Fikih Mua>malah

3) Boedi Harsosno, Hukum Agraria Indonesia

4) Muhammad Syafii Antonio, Bank syariah dari teori ke praktik

5) I Wayan Suandra, Hukum Pertanahan Indonesia

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang tepat dalam pengumpulan data, maka

diperlukan beberapa macam cara untuk mengumpulkan data, antara lain:

a. Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan

sistematik mengenai fenomena yang diselidiki, agar dapat memperoleh

data yang akurat dan valid untuk menyusun penelitian.

b. Wawancara adalah sebuah percakapan antara dua orang atau lebih yang

pertanyaannya diajukan oleh peneliti kepada subyek atau sekelompok

subyek penelitian untuk dijawab.14Melakukan wawancara langsung

kepada para pihak yang terkait dalam penyewaan tanah,yakni pemilik

tanah, orang yang menyewa tanah dan seorang saksi.

13

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 91.

14

(24)

14

c. Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal yang berupa

catatan, dokumen, dan sumber data lainnya.15 Sumber-sumber yang

berkaitan dengan masalah pemanfaatan tanah sewa oleh bangunan yang

akan dibahas.

4. Teknik Pengolahan Data.

Setelah data berhasil dikumpulkan dari lapangan maupun penulisan.

Maka peneliti menggunakan teknik pengolahan data dengan tahapan-tahapan

sebagai berikut:

a. Organizing, yaitu menyusun data yang diperoleh secara sistematis

menurut kerangka paparan yang telah direncanakan sebelumnya.

b. Editing, yaitu data yang sudah dikumpulkan tersebut lalu diperiksa

kembali secara cermat. Pemeriksaan tersebut meliputi segi kelengkapan

sumber informasi, kejelasan makna, kesesuaian dan keselarasan antara

satu dan yang lainnya, relevansi dan keseragaman, serta kesatuan

kelompok data kembali data yang diperoleh.

c. Analizing, yaitu menganalisa data-data tersebut sehingga diperoleh

kesimpulan-kesimpulan tertentu.

5. Teknik Analisis Data

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu suatu penelitian yang

menghasilkan data deskriptif analisis dari pengamatan dan sumber-sumber

tertulis.

15

(25)

15

Data yang diperoleh adalah dari data primer dan data sekunder,

dianalisis menggunakan deskripsi analisis yaitu mendeskripsikan masalah

tentang pemanfaatan tanah sewa oleh bangunan di Smart Solution Rungkut

Pesantren Surabaya.

Dalam mendeskripsikan masalah tersebut, menggunakan alur berpikir

induktif yang diawali dengan menggambarkan dan menguraikan data secara

lengkap tentang pemanfaatan tanah sewa oleh bangunan di Smart Solution

Rungkut Pesantren Surabaya, kemudian dijelaskan satu persatu secara

spesifik dan selanjutnya ditarik kesimpulan.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis sehingga mudah dipahami,

maka penulis menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut :

Bab pertama berisi tentang bab pendahuluan yang berisi latar belakang,

identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan

penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan

sistematika pembahasan.

Bab kedua berisi tentang landasan teori yang menjelaskan tentang

pengertian sewa menyewa, landasan hukumnya, rukun dan syarat yang harus

dipenuhi dalam akad sewa menyewa, berakhirnya sewa menyewa dan hal-hal

yang menghentikan akad sewa menyewa, serta hikmahnya berdasarkan Hukum

Islam untuk mengomentari pelaksanaan sewa-menyewa yang terjadi di Smart

(26)

16

Bab ketiga berisi tentang objek penelitian, implementasi pemanfaatan tanah

sewa di Smart Solution Rungkut Pesantren Surabaya.

Bab keempat berisi tentang analisis hukum Islam dan hukum pertananahan

taterhadap implementasi pemanfaatan tanah sewa oleh pemiliknya di Smart

Solution Rungkut Pesantren Surabaya dan kerangka teori yang dipakai, maka

untuk mengetahui tentang pemanfaatan tanah sewa oleh bangunan pada sewa

menyewa bangunan di atas tanah di Smart Solution Rungkut Pesantren

Surabaya.

Bab lima berisi tentang penutup yang mana penyusun akan mengambil suatu

kesimpulan terhadap hasil penelitian dan saran-saran yang dapat

(27)

BAB II

SEWA MENYEWA

DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERTANAHAN

A. Sewa Menyewa Dalam Hukum Pertanahan

Dalam hukum Islam sewa menyewa lebih dikenal dengan ija>rah, yaitu

sebagai berikut :

1. Definisi Ija>rah

Lafal Ija>rah dalam bahasa Arab berarti upah, sewa, jasa atau imbalan.

Ija>rah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi

keperluan hidup manusia, seperti sewa menyewa, kontrak, atau menjual jasa

perhotelan, dan lain-lain.1

Ija>rah secara bahasa berasal dari kata al-ajru ( ر ْج ْل ا) yang artinya

al-‘iwadh (ض و ع ا ْل) yang dalam bahasa Indonesia memiliki arti ganti dan upah.2

Menurut syara’ , ija>rah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat

dengan jalan penggantian.3

Dalam makna luas, Ija>rah bermakna suatu akad yang berisi penukaran

manfaat sesuatu dengan jalan memberi imbalan dalam jumlah tertentu. Hal

ini sama artinya dengan menjual manfaat sesuatu benda, bukan menjual ‘ain

dari benda itu sendiri.4

1

Nasroen Harun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 228.

2

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), 114.

3

Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Kamaluddin A.Marzuki, Jilid: XIII, (Bandung: Al-Ma’arif, 1 ), .

4

(28)

18

Menurut syara’ berarti melakukan akad mengambil manfaat sesuatu

yang diterima dari orang lain dengan jalan membayar sesuai dengan

perjanjian yang telah ditentukan dengan syarat-syarat tertentu.5

Menurut syariat Islam, Ija>rah adalah jenis akad untuk mengambil

manfaat dengan kompensasi. Manfaat tersebut bisa berbentuk barang, karya

ataupun bisa pula berbentuk kerja kasar pribadi seperti pelayan.6

Sedangkan menurut istilah, ija>rah terdapat banyak definisi yang telah

dikemukakan oleh para ulama dengan tujuan dan subtansi yang sama, antara

lain sebagai berikut:

Menurut ulama’ Hanafiyah, ija>rah adalah:

ُع ْق

د

ُي ِف ْي

ُد

َْت ِل ْي

ُك

َم ْ

َف َع

ٍة

َم ْع ُل

ْو َم ٍة

َم ْق

ُص

ْو َد ٍة

ِم

َن

ْلا َع

ِْي

ْلا

ُم

ْس َت

ْءا

ِج

َر ِة

ِب َع ْ

و

ٍض

Artinya: Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan.

Menurut ulama’ Malikiyah, ija>rah adalah:

َت ْس

ِم َي

ُة

تلا

َع ُقا

ِد

َع َل

َم ى

ْ َف

َع ِة

َداا

ِم

ى

َو َ ب ْع

ِض

ْلا

َم ْ

ُق ْو

َا

ِن

Artinya: Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat menusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan.7

Menurut ulama’ Syafi’iyah, ija>rah adalah:

َع ْق

د

َع َل

َم ى

ْ َف

َع ٍة

َم ْق

ُص

ْو َد ٍة

َم ْع

ُل ْو َم

ٍة

ُم َب

َحا

ٍة

َق ِبا

َل ٍة

ِل ْل

َب ْذ

ِل

َو

ِءاا

َب

َحا

ِة

ِب َع ْ

و

ٍض

َم ْع

ُل ْو ٍم

Artinya: Akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu.8

5

Moh. Syaifulloh Al-Aziz, Fiqh Islam Lengkap, (Surabaya: Terbit Terang, 2005), 377.

6

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 4, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 203.

7

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah...., 114.

8

(29)

19

Adapun menurut fatwa DSN bahwa ija>rah adalah akad pemindahan hak

guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui

pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan,

tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada

penyewa.9

Menurut Muhammad Al-Syarbini Al-Khotib bahwa yang dimaksud

ija>rah adalah:

َْت

طوُرُرِب ٍضَوِعِب ٍةَعَفْ َم ُكْيِل

Artinya: Pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dengan syarat-syarat.

Ada beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa ija>rah adalah

menukarkan sesuatu dengan imbalan tertentu yang dalam terjemahan bahasa

Indonesia disebut sewa menyewa atau upah mengupah. Sewa menyewa

merupakan jual beli manfaat atas barang tertentu, sedangkan upah mengupah

merupakan jual beli jasa atau tenaga atas perbuatan atau pekerjaan tertentu.

Tujuan disyariatkan ija>rah menurut Amir Syarifuddin adalah untuk

memenuhi atau meringankan bebutuhan umat manusia dalam pergaulan

hidup. Seseorang mempunyai uang akan tetapi tidak dapat bekerja, di sisi

lain ada yang mempunyai tenaga dan membutuhkan uang. Dengan transaksi

ija>rah kedua belah pihak dapat memperoleh manfaat dari akad tersebut.10

9

Adi Warman Karim, Bank Islam – Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), 128.

10

(30)

20

2. Dasar Hukum Ija>rah

Ija>rah dalam bentuk sewa menyewa atau bentuk upah mengupah

merupakan kegiatan muamalat yang telah disyariatkan dalam Islam. Hukum

asal ija>rah menurut jumhur ulama’ adalah mubah atau boleh bila

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh syara’

berdasarkan Al-Qur’an, Hadist, dan ketetapan ijma’ ulama’.

Adapun dasar-dasar hukum yang diperbolehkan dengan adanya praktik

akad ija>rah adalah Al-Qur’an, as-Sunnah dan al-Ijma’.

a. Dasar hukum ija>rah dalam Al-Qur’an:

1) Dalam Al-Qur’an ditentukan kebolehan memperkerjakan orang lain

kemudian memberikan upah pekerja tersebut berupa menikahkan

anaknya, sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Qashas

ayat 26:

َلَاق

ْت

ِا

ْح

َد

َُه

َ ي ا

َئ

َب ا

ِت

ْسا َت

ْئ ِج

ْر ُ

ِا ن

َخ ْ ي

َر َم

ِن

ْسا َت

ْئ َج

ْر

َت

ْلا

َق ِو

ى

َْْا

ِم

ُْي

Artinya: Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku

ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dipercaya”.11

2) Dalam Al-Qur’an juga terdapat penjelasan bahwa antara seseorang

dengan orang lain hendaknya saling tolong menolong. Oleh karena

itu Alloh meninggikan orang tersebut, sebagaimana terdapat dalam

Al-Qur’an surat Zukhruf ayat 32:

11

(31)

21

َا ُ

ْم َ ي

ْق

ِس

ُم ْو

َن

َر َْح

َت

َر ِ ب

َك

َْن

ُن

َق َس

ْم َ

َ ب ا

ْ ي َ ُه

ْم

م ِع

ْي َر

َ ت ُه

ْم

ِى

َْْا

َي ِةو

دلا

ْ ن َي

َو ا

َر َ ف ْع

َ ا

َ ب ْع

َض

ُه ْم

َ ف

ْو َق

َ ب ْع

ٍض

َد َ

ر َج

ٍت

ِ ل َي ت

ِخ

َذ

َ ب ْع

َض

ُه ْم

َ ب ْع

ض

ُس ا

ْخ ِ

ر ي

َو ا

َر َْح

ُت

َر ِ ب

َك

َخ ْ ي

ر

ِ م

ا

ََْ

َم ُع

ْو َن

Artinya: Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu ? kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.12

3) Begitu pula dalam Al-Qur’an ditentukan penjelasan bahwa

memberikan upah karena menyusui anak, sebagaimana dalam surat

Al-Baqarah ayat 233:

ْنَا ْ ُْدَرَا ْنِاَو

ِفْوُرْعَمْلاِب ْمُتْيَ تَا ا م ْمُتْم لَس اَذِا ْمُكْيَلَع َحاَُج َلَف ْمُكَد َاْوَااْوُعِضْرَ تْسَت

رْ يِصَب َنْوُلَمْعَ ت اَِِ َل نَااْوُمَلْعاَو َلْوُق تاَو

Artinya: Jika kamu ingin anakmu disusukan orang lain, maka tidak

dosa bagimu apabila kamu memberikan bayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Alloh dan ketahuilah bahwa Alloh Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.13

b. Dasar hukum ija>rah dalam Sunnah:

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a Rosululloh SAW bersabda:

ِا

ْح َت

َج

َم َ

ر ُس

ُلو

َص ل

ل

َع ى

َل ْي ِ

َو

َس ل

َم َ

و َا ْع

َط

لا ى

ِذ

َح ى

َج

َم ُ

َا

ْج َر

ُ َو

َل ْو

َك

َنا

َح َر

ما

َْل ا

ُ ي ْع

ِط

ِ

Artinya: Berbekamlah dan beliau memberi upah kepada orang yang berbekam itu. seandainya pembekamnya haram niscaya beliau tidak memberikan upah.14

ْجَا َرْ يِجَْْا ْوُطْعُا

ُ قَرَع فََِ ْنا َلْبَ ق َُر

Artinya: Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.15

12 Ibid, 444. 13 Ibid, 35. 14

(32)

22

َع ْن

َس َع

ْد

ْب ِن

َا

ِب

َو َق

َا صا

ْن

َر ُس

ْو ُل

ِل

َص ل

ُل ى

َع َل

ْي ِ

َو َس

َل َم

َق

َلا

َك :

َنا

َن

ْك َر

َْاا ى

ْر

ِض

َِِ

ا

َع َل

ِسلا ى

َو

ِقا

ِم

َن

َزلا ْ

ر ِع

َ ف َ

َه

ى

َر ُس

ْو ُل

ِل

َص ل

ُل ى

َع َل

ْي ِ

َو َس

َل ْم

َع ْن

َذ

ِل

َك

َو

َما َر َن

َا ا

ْن

َن ْك

َر ْ ي َه

ا

ِب َذ

َ

ِب

َا ْو

َو َر

ِق

َئاس لاو دواد وبا ,دحأ اورُ ز

Artinya: Dari As’ad bin Abu Waqqash sesungguhnya Rasululloh SAW bersabda: Dahulu kami menyewa tanah dengan (jalan membayar dari) tanaman yang tumbuh. Lalu Rasululloh SAW melarang kami cara itu dan memerintahkan kami membayarnya dengan uang emas atau perak (HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasai).16

Hadis di atas menerangkan bahwa bahwa pada zaman dahulu sewa

menyewa tanah dibayar dengan bagi hasil dari tanaman. Namun

Rasululloh SAW melarang hal tersebut kemudian Rasululloh SAW

memerintahkan dengan membayar emas dan perak. Rasululloh SAW

bersabda:

َع ْن

َع

َع ,لدب

ْن

َن ِفا

ْع

َع ,

ْن

َع ْب

ِد

ُل

ُع

َم ْر

َر

ِض

َي

ُل

َع

ْ ُه

َم

َا ا

ْح َ ب

ُر َ

َا ن

َر

ُس ْو

َل

َص ل

ل

َع ى

َل ْي ِ

َو َس

َل َم

َع

َما

َل َا

ْ َل

َخ ْي

َ ب َر

ِب ا

َر

ْط

ِر

َع َل

ى

َم

َْيا

ُر ُج

ِم

ْ َه

ِم ا

ْن

ش

ٍر

َا ْو

َز ْر ِع

َىراخبلا اورُ

Artinya: Dari Abdulloh, dari Nafi’, sesungguhnya Abdulloh Ibnu Umar r.a bahwasanya Rasululloh SAW pernah mempekerjakan penduduk Khoibar dengan memperoleh setengah dari hasilnya berupa buah dan tanaman. (HR. Bukhori)17

c. Dasar hukum ija>rah dalam ijma’.

Menganai disyaratkannya ija>rah para ulama ilmuan dan

cendikiawan bersepakat tentang keabsahan ija>rah, sekalipun hanya ada

sebagian kecil diantara mereka yang berbeda pendapat tetapi itu tidak

15

A u Dawud Sulai a i Asy ats, Ensiklopedi Hadist 5, (Jakarta: Almahira, 2013), 728.

16

Imam Nasaiy, Sunan Nasaiy, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), 271.

17

(33)

23

dianggap.18 Dari ayat Al-Qur’an dan beberapa hadis Rasululloh SAW

tersebut jelaslah bahwa akad ija>rah atau sewa menyewa hukumnya

diperbolehkan, karena memang akad tersebut dibutuhkan oleh

masyarakat.

Disamping Al-Qur’an dan Sunnah, dasar hukum ija>rah adalah

Ijma’. Sejak zaman sahabat sampai sekarang ija>rah telah disepakati oleh

para ahli hukum Islam. Hal tersebut dikarenakan masyarakat sangat

membutuhkan akad ini. Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, ada

orang kaya yang memiliki rumah tidak ditempati. Di sisi lain ada orang

yang tidak memiliki tempat tinggal. Dengan dibolehkannya ija>rah maka

yang tidak memiliki tempat tinggal bisa menempati rumah orang lain

yang tidak digunakan untuk beberapa waktu tertentu, dengan

memberikan imbalan berupa uang sewa disepakati bersama tanpa harus

membeli rumah tersebut.

3. Rukun dan Syarat Ija>rah

a. Rukun Ija>rah

Rukun merupakan sesuatu yang mesti ada dalam sebuah akad atau

transaksi. Tanpa rukun akad tidak akan sah dan mutlak adanya. Menurut

Hanafiyah rukun ija>rah yaitu ijab (ungkapan menyewakan) dan qobul

(persetujuan terhadap sewa menyewa) dari kedua belah pihak yang

18

(34)

24

bertransaksi. Antara lain dengan menggunakan kalimat ija>rah ,

al-isti’jar, al-ikra.19 Sedangkan menurut jumhur ulama’ ada empat, yaitu :20

1) Aqid (orang yang berakad), yaitu mu’jir (orang yang

menyewakan) dan musta’jir (orang yang menyewa).

2) Sighat (ijab dan qobul).

3) Upah atau uang sewa imbalan ( ujrah ).

4) Manfaat barang yang disewakan atau jasa dan tenaga seseorang

yang bekerja.

b. Syarat ija>rah

Syarat ija>rah merupakan sesuatu yang bukan bagian dari akad, tetapi

sahnya sesuatu tergantung padanya. Adapun syarat-syaratnya yakni

sebagai berikut :

1) Mu’jir dan musta’jir

Mu’jir dan musta’jir yaitu orang yang melakukan akad

sewa-menyewa atau upah-mengupah. Mu’jir adalah orang yang

memberikan upah dan yang menyewakan, musta’jir adalah orang

yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa

sesuatu.21 Disyaratkan pada mu’jir dan musta’jir adalah baligh,

berakal, cakap melakukan tasharruf (mengendalikan harta), dan

19

Rachmad Syafei Fiqh Muamalah...., 125.

20

Wahbah Az-Juhaili, Al-Fiqih Al-Islami Wa Adilatuhu jilid V, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 387.

21

(35)

25

saling meridhai. Sebagaimana firman Alloh SWT , dalam QS

An-Nisa ayat 29 :22

َأَي ي

َه

لاا

ِذ ْي

َن

َء َما

ُ ْو

َا ا

َت ْأ

ُك ُل

ْو َاا ْم

َو َلا

ُك

ْم َ ب

ْ ي َ

ُك

ْم ِب

ْلا َب

ِط

ِل

ِا

َأ آ

ْن

َت ُك

َنو

َِت َر

ة

َع ْن

َ ت َر

ٍضا

ِم ْ

ُك

ْم

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu”.

Menurut ulama’ Syafi’iyah dan Hanabilah disyariatkan telah

baligh dan berakal, apabila orang yang belum atau tidak baligh dan

berakal seperti orang gila dan anak kecil maka akad ija>rah tidaklah

sah. Namun menurut ulama’ Hanafiyah dan Malikiyah

berpendapat bahwa kedua orang yang berakad itu tidak harus

mencapai usia baligh, maka anak yang baru mumayyiz

diperbolehkan melakukan akad ija>rah hanya saja pengesahannya

memerlukan persetujuan dai walinya. 23

Bagi orang berakad ija>rah juga disyaratkan mengetahui manfaat

barang yang diakadkan dengan sempurna sehingga dapat

mencegah terjadinya perselisihan dikemudian hari. Apabila

manfaat yang menjadi obyek tidak jelas, maka akdnya tidak sah.

Kejelasan manfaat dapat dilakukan dengan menjelaskan jenis

manfaatnya dan penjelasannya berapa lama manfaat itu di tangan

penyewanya.

22

Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’a da Terje ah ya...., 73.

23

(36)

26

2) Shigat

Shigat adalah ucapan atau pernyataan yang dilakukan saat akad

yang terdiri dari ijab dan qobul antara mu’jir dan musta’jir. Ijab

adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang

berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad,

sedangkan qobul adalah perkataan yang keluar dari pihak yang

berakad pula yang diucapkan setelah adanya ijab.24

Ijab qobul dalam akad ija>rah ini ada dua, yakni ijab qobul

sewa-menyewa seperti: “Saya sewakan bangunan ini kepadamu

dengan harga Rp 800.000 selama satu bulan”, kemudian musta’jir

menjawab: “Saya terima sewa bangunan ini dengan harga tersebut

selama satu bulan”, dan ijab qobul upah-mengupah seperti: “Saya

serahkan halaman kosong ini kepadamu untuk ditanami, dengan

upah Rp 500.000 selama satu minggu, kemudian musta’jir

menjawab: “Saya akan kerjakan pekerjaan itu sesuai dengan apa

yang engkau ucapkan”.

3) U>>><jrah

U>>><jrah adalah upah atau ganti atas pengambilan manfaat barang

atau tenaga orang lain.25 U>>><jrah disyaratkan diketahui jumlahnya

oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa-menyewa maupun

24

Ismail Nawawi, Fi h Mu’a alah, (Surabaya:CV Putra Media Nusantara, 2010), 37.

25

(37)

27

mengupah. Serta dengan ketentuan harus jelas dan memiliki nilai

ekonomis.26

4) Ma’qud ‘alaih

Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan,

disyaratkan pada barang yang disewakan dengan beberapa syarat

sebagai barang:

a) Objek ija>rah itu boleh diserahkan dan digunakan secara

langsung dan tidak ada cacatnya. Para ulama’ fiqih sepakat

bahwa tidak boleh menyewakan sesuatu yang tidak diserahkan

dan dimanfaatkan langsung oleh penyewa. Misalnya,

seseorang menyewa rumah, maka rumah itu dapat langsung

diambil kuncinya dan dimanfaatkan oleh penyewa.

b) Objek ija>rah adalah sesuai syara’ , tidak boleh menyewa

seseorang untuk menyantet orang lain, menyewa orang untuk

membunuh orang lain, begitu juga tidak boleh menyewa

rumah atau gedung bangunan untuk dijadikan tempat-tempat

maksiat.

c) Obyek yang disewakan bukan merupakan suatu kewajiban

bagi penyewa, misalnya menyewa orang untuk melaksanakan

sholat untuk diri penyewa atau menyewa orang yang belum

naik haji untuk menggantikan haji penyewa. Akad seperti ini

tidak sah dikarenakan shalat dan berhaji merupakan suatu

26

(38)

28

kewajiban yang harus dilakukan sendiri oleh penyewa itu

sendiri.

d) Obyek ija>rah merupakan sesuatu yang biasa disewakan seperti

rumah, kendaraan, dan alat-alat perkantoran.

e) Adanya penjelasan waktu batas pelaksanaan akad

sewa-menyewa. Sebagian ulama’ tidak memberikan batas waktu

maksimal atau minimal dengan syarat harus ada batasan

waktu berakhirnya akad. Ulama’ Hanafiyah tidak

mensyaratkan untuk penetapan awal waktu akad, sedangkan

ulama’ Syafi’iyah mensyariatkannya sebab apabila tidak

dibatasi, hal itu dapat menyebabkan ketidaktahuan waktu

yang wajib dipenuhi. Dalam pengucapan masa sewa menurut

ulama’ Syafi’iyah, seseorang tidak boleh berkata, “Saya

menyewakan rumah ini setiap bulan Rp 100.000” sebab

pernyataan seperti ini membutuhkan akad baru setiap kali

membayar. Akad yang benar adalah dengan berkata, “Saya

menyewa selama sebulan”. Sedangkan menurut jumhur ulama’

akad tersebut dipandang sah akad pada bulan pertama,

sedangkan pada bulan sisanya bergantung pada pemakaiannya.

Selain itu yang paling penting adalah adanya keridhoan dan

(39)

29

f) Penjelasan tentang jenis pekerjaan sangat penting dan

diperlukan ketika menyewa orang untuk bekerja sehingga

tidak terjadi kesalahan atau pertentangan.27

Sedangkan menurut Wahbah az-Zuhayli akad ija>rah dianggap sah

apabila telah memenuhi syarat sah ija>rah sebagai berikut:

1) Adanya kerelaan antara kedua pelaku akad

2) Hendaknya objek akad (manfaat) harus diketahui manfaatnya guna

menghindari perselisihan. Penjelasan objek kerja dalam penyewaan

tenaga kerja adalah sebuah tuntutan untuk menghindari

ketidakjelasan. Karena ketidakjelasan dari objek kerja akan

mengakibatkan perselisihan dan rusaknya akad ija>rah . Sehingga

objek akad ija>rah harus jelas jenis, tipe, kadar, dan sifat dari objek

tersebut.

3) Objek akad dapat diserahkan secara nyata (hakiki) maupun syara’.

4) Manfaat yang dijadikan objek ija>rah dibolehkan secara syara’.

5) Hendaknya upah berupa harta yang bernilai dan dapat diketahui.28

4. Macam-Macam Ija>rah

Menurut ulama’ Syafi’iyah, akad Ija>rah terdiri atas dua macam, yakni:29

a. Ija>rah atas ‘ain (benda). Yang berarti menyewa menfaat benda yang

kelihatan, seperti menyewa sebidang tanah untuk ditanami atau sebuah

27

‘a h at Syafe’i, Fiqh Muamalah...., 128.

28

Wahbah az-Zuhayli, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu...., 390.

29

(40)

30

rumah untuk didiami. Asalkan bendanya itu dapat dilihat atau diketahui

tempat dan letaknya. Hal ini juga disebut sewa-menyewa.

b. Ija>rah dhimmah (tenaga). Yang berarti mengupahkan benda untuk

dikerjakan, menurut pengakuan si pekerja, barang itu akan diselesaikan

nya dalam jangka waktu tertentu, menurut upah yang ditentukan. Hal ini

juga dinamakan upah-mengupah.

5. Sifat dan Hukum Ija>rah

Sifat dan Hukum Ija>rah, yakni sebagai berikut :

a. Sifat ija>rah

Ulama’ fiqih berpendapat tentang sifat akad ija>rah, apakah

bersifat mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama’ Hanafiyah

berpendapat bahwa akad ija>rah itu bersifat lazim (mengikat), tetapi bisa

dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak

yang berakad, seperti salah satu pihak wafat atau kehilangan kecakapan

bertindak hukum. Akan tetapi, jumhur mengatakan bahwa akad ija>rah

itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat pada barang itu tidak bisa

dimanfaatkan. Akibat perbedaan ini terlihat dalam kasus apabila salah

seorang telah meninggal dunia, maka akad ija>rah bersifat batal, karena

manfaatnya tidak dapat diwariskan. Akan tetapi, jumhur ulama’

(41)

31

Jadi, kematian salah satu pihak yang berakad tidak membatalkan akad

ija>rah.30

b. Hukum ija>rah

Hukum ija>rah shahih adalah tetapnya kemanfaatan bagi penyewa

dan tetapnya upah bagi pekerjaatau orang yang menyewakan ma’qud

‘alaih, sebab ija>rah termasuk jual beli pertukaran, hanya saja dengan

kemanfaatannya.

Adapun hukum ija>rah rusak, menurut ulama’ Hanafiyah, jika

penyewa telah mendapat manfaat tetapi orang yang menyewa atau yang

bekerja dibayar lebih kecil dari kesepakatan pada waktu akad, hal ini

terjadi apabila akad ija>rah rusak pada syarat. Akan tetapi, jika kerusakan

disebabkan oleh penyewa, tidak memberitahukan jenis pekerjaan

perjanjiannya, upah harus diberikan semestinya. Sedangkan menurut

Jafar dan ulama’ Syafi’iyah berpendapat bahwa ija>rah fasid sama

dengan jual beli fasid, yakni harus dibayar sesuai dengan nilai atau

ukuran yang dicapai oleh barang sewaan.31

6. Pembatalan dan Berakhirnya Akad Ija>rah

Para ulama’ berbeda pendapat mengenai sifat akad ija>rah yang

mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama’ Hanafiyah berpendapat akad

ija>rah bersifat mengikat tetapi dapat dibatalkan secara sepihak apabila

terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad. Adapun jumhur ulama’

30

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2006), 662.

31

(42)

32

mengatakan bahwa akad ija>rah bersifat mengikat kecuali ada cacat atau

barang tidak bisa dimanfaatkan. Akad ija>rah dapat menjadi batal dan

berakhir bila ada hal-hal sebagai berikut:

a. Terjadinya cacat pada barang sewaan ketika ditanya penyewa.

b. Rusaknya barang yang disewakan, seperti ambruknya rumah.

c. Rusaknya barang yang diupahkan, seperti bahan baju yang diupahkan

untuk dijahit.

d. Telah terpenuhnya manfaat yang diakadkan sesuai dengan masa yang

telah ditentukan dan selesainya pekerjaan.

e. Menurut Hanafiyah salah satu pihak dari yang berakad boleh

membatalkan akad ija>rah bila ada kejadian yang luar biasa, seperti

terbakarnya gedung, tercurinya barang dagangan, dan kehabisan

modal.32

f. Menurut ulama’ Hanafiyah apabila terdapat uzur seperti rumah disita

maka akad berakhir. Sedangkan jumhur ulama’ melihat bahwa uzur

yang membatalkan ija>rah itu apabila objeknya mengandung cacat atau

manfaatnya hilang.33

Secara umum, ada beberapa hal yang mengakibatkan berakhirnya

perjanjian sewa menyewa (ija>rah), adalah sebagai berikut :

a. Terjadinya aib pada barang sewaan, yaitu barang yang menjadi objek

perjanjian sewa menyewa terdapat kerusakan ketika di tangan pihak

32

Abdul Rahman Ghazaly, et al. Fiqh Muamalat...., 283-284.

33

(43)

33

penyewa, yang mana kelalaian tersebut diakibatkan oleh pihak penyewa

sendiri, misalnya menggunakan barang tidak sesuai dengan peruntukan

barang tersebut. Dalam hal seperti ini pihak yang menyewakan dapat

memintakan pembatalan akad.

b. Rusaknya barang yang disewakan, yaitu barang yang menjadi objek

perjanjian sewa menyewa mengalami kerusakan atau musnah sama

sekali sehingga tidak dapat dipergunakan lagi sesuai dengan apa yang

diperjanjikan, misalnya yang terjadi objek sewa menyewa adalah mobil,

kemudian mobil yang digunakan masuk ke dalam jurang dan terbakar.34

c. Waktu yang telah disepakati dalam ija>rah telah berakhir. Apabila yang

disewakan itu rumah, maka rumah itu dikembalikan lagi kepada

pemiliknya, dan apabila yang disewakan itu jasa seseorang maka orang

tersebut berhak menerima upahnya.35

d. Para fuqaha sepakat bahwa ija>rah habis dengan sebab masa ija>rah karena

halangan (uzur), karena sesuatu yang ditetapkan sampai batas tertentu

maka ia dianggap habis ketika sampai batas itu, seperti tanah yang

disewa terdapat tanaman yang belum dapat dipanen. Dalam hal ini

tanaman tersebut dibiarkan sampai bisa dipanen dengan kewajiban

membayar upah umum.36

34

Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), 57-58.

35

Abdul Rahman Ghazaly, et al, Fiqih Muamalah...., 283.

36

(44)

34

7. Pengembalian Sewa

Jika ija>rah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan barang

sewaan, jika barang itu dapat dipindahkan, ia wajib menyerahkannya kepada

pemiliknya, dan jika bentuk barang adalah benda tetap, ia wajib

menyerahkannya kembali dalam keadaan kosong, jika barang sewaan itu

tanah, ia wajib menyerahkankepada pemiliknya dalam keadaan kosong dari

tanaman, kecuali bila ada kesulitan untuk menghilangkannya.37

Madzhab Hambali berpendapat bahwa ketika ija>rah telah berakhir

penyewa harus melepas barang sewaan dan tidak ada kemestian

mengembalikan untuk menyerah-terimakannya seperti barang titipan.

Selanjutnya mereka juga berpendapat bahwa setelah berakhirnya masa akad

ija>rah dan tidak terjadi kerusakan yang tanpa disengaja, maka tidak ada

kewajiban menanggung bagi penyewa.38

B. Sewa Menyewa Tanah Dalam Hukum Pertanahan

Perjanjian sewa menyewa tanah dalam hukum pertanahan memang tidak

dijelaskan secara detail dan terperinci. Untuk perjanjian sewa menyewa tunduk

pada hukum perdata Burgerlijk Wetboek (BW), sedangkan untuk obyek tanahnya

tunduk pada hukum pertanahan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

1. Definisi Sewa Menyewa

Sewa menyewa adalah suatu perjanjian yang mana pihak satu

mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya

37

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah..., 123.

38

(45)

35

kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan

pembayaran suatu harga yang telah disanggupi pembayarannya. Demikianlah

definisi yang diberikan oleh Pasal 1548 B.W mengenai perjanjian sewa

menyewa.39 Yang dimaksudkan pihak satu yakni penyewa dan pihak lainnya

yakni yang menyewakan.

2. Kewajiban Penyewa dan Yang Menyewakan

Antara pihak satu sebagai penyewa dan pihak lainnya sebagai yang

menyewakan mempunyai kewajiban masing-masing yang berbeda, antara

lain sebagai berikut:40

a. Kewajiban pihak yang menyewakan

1) Menyerahkan barang yang disewakan kepada penyewa

2) Memelihara barang yang disewakan sehingga dapat dipakai untuk

keperluan yang dimaksudkan

3) Memberikan kepada si penyewa kenikmatan tentram dari barang

yang disewakan selama berlangsungnya persewaan

Selama terjadi akad persewaan, maka si penyewa diwajibkan

melakukan pembetulan-pembetulanatas barang yang disewa jika ada

kerusakan atau pada barang yang memerlukan perawatan, namun jika

terjadi cacat pada barang sewaan maka kepada pihak yang

menyewakan harus menanggung kerugian dengan memberikan ganti

39

R Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradya Paramita, 2004), 381.

40

(46)

36

rugi. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada Pasal 1551 dan 1552

KUH Perdata.

b. Kewajiban pihak penyewa

1) Memakai barang yang disewa sebagai seorang penyewa yang baik

sesuai dengan tujuan yang diberikan kepada braang itu menurut

perjanjian sewanya

2) Membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan menurut

perjanjian

3) Jika penyewa memakai barang yang disewa untuk suatu keperluan

lain dari apa yang menjadi tujuan pemakainya, atau suatu keperluan

sedemikian rupa sehingga menimbulkan kerugian kepada pihak yang

menyewakan ini, maka dapat meminta pembatalan sewanya.

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada Pasal 1561 KUH Perdata.

3. Resiko Dalam Sewa Menyewa

Menurut Pasal 1553 KUH Perdata dalam sewa menyewa, resiko

mengenai barang yang disewakan dipikul oleh si pemilik barang yaitu pihak

yang menyewakan. Kerugian atau resiko dalam sewa menyewa seperti

musnahnya barang yang disewakan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang

menyewakan.

Jika barangnya hanya sebagian yang musnah, si penyewa dapat memilih

(47)

37

ia akan meminta bahkan pembatalan perrjanjian sewa menyewa atau berhak

atas ganti rugi.

4. Sewa Menyewa Tanah

Sewa menyewa disini adalah sewa menyewa tanah. Menurut tinjauan

hukum di Indonesia, hukum mengenai pertanahan ini mempersoalkan

masalah pertanahan atau yang terdiri dari sekumpulan norma yang mengatur

manusia dalam masalah pertanahan agar tanah tersebut bermanfaat bagi

kesejahteraan manusia.41

Peraturan tentang perjanjian sewa menyewa yang termuat dalam bab

ketujuh dari buku III B.W berlaku untuk segalam macam sewa menyewa,

mengenai semua jenis barang, baik bergerak maupun tidak bergerak. Seperti

halnya perjanjian sewa menyewa disini adalah perjanjian sewa menyewa

tentang barang yang tidak bergerak yakni tanah. Dari segi obyeknya, sewa

menyewa tanah ini diatur dalam UUPA. Terdapat dalam UUPA no 5 tahun

1960 Pasal 44 dan Pasal 45, yakni sebagai berikut.42

Pasal 44 UUPA no 5 Tahun 1960 adalah :

1) Seseorang atau badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.

2) Pembayaran sewa dapat dilakukan:

a) Satu kali atau tiap-tiap waktu tertentu

b) Sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan

3) Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam pasal ini tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.

41

G.Kartasapoetra dkk, Hukum Tanah, (Bandung: PT Rineka Cipta, 1991), 84.

42

(48)

38

Hak sewa untuk bangunan adalah seseorang atau badan hukum yang

mempunyai hak sewa atas tanah dengan mempergunakan atau

memanfaatkan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan

membayar sejumlah uang yang telah disepakati kepada pemiliknya

sebagai uang sewa. Pembayaran dilakukan sesuai kesepakatan antara

kedua belah pihak yang telah disepakati di awal akad. Pembayaran

dilakukan dalam waktu tertentu, bisa juga ketika sebelum atau sesudah

tanah tersebut dipergunakan. Dalam praktek ini, pembayaran dilakukan

dalam satu bulan sekali. Dan dalam perjanjian sewa menyewa ini tidak

boleh ada unsur keterpaksaan atau karna suatu hal yang merugikan salah

satu pihak.

Pasal 45 UUPA no 5 Tahun 1960 adalah :

1) Warga negara Republik Indonesia

2) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia

3) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia

4) Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia

Implementasinya sewa menyewa ini adalah seseorang yang berwarga

negara dan berkedudukan di Indonesia. Yang menyewa tanah untuk didirikan

bangunan di atasnya dengan membayar uang sewa setiap bulannya.

Perjanjian sewa menyewa ini sudah disepakati oleh kedua belah pihak dan

tidak ada unsur keterpaksaan karena saling menguntungkan satu sama

(49)

39

Hak sewa atas tanah mempunyai sifat dan ciri-ciri sebagai berikut:

1) Bersifat pribadi, dalam arti tidak dapat dialihkan tanpa izin pemiliknya

2) Dapat diperjanjikan, hubungan sewa putus bila penyewa meninggal

dunia

3) Tidak terputus bila Hak Milik dialihkan

4) Tidak dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan

5) Dapat dilepaskan

6) Tidak perlu didaftar, cukup dengan perjanjian yang dituangkan diatas

akta otentik atau akta bawah tangan.43

Tanah yang menjadi obyek sewa menyewa ini bersifat pribadi dan

jelas kepemilikannya. Tanah tersebut tidak dalam dibebani oleh Hak

Tanggungan atau dalam jaminan hutang.

5. Perbedaan Hak Sewa Untuk Bangunan dan Hak Sewa Atas Bangunan

Dalam hak sewa untuk bangunan, pemilik tanah menyerahkan tanahnya

dalam keadaan kosong kepada penyewa dengan maksud agar penyewa dapat

mendirikan bangunan di atas tanah tersebut. Bangunan itu menurut hukum

menjadi milik penyewa, kecuali ada perjanjian lain.

Sedangkan hak sewa atas bangunan yaitu penyewa menyewa bangunan

di atas tanah hak orang lain dengan membayar sejumlah uang sewa dann

dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh pemilik bangunan dengan

43

(50)

40

penyewa bangunan. Jadi obyek perbuatan hukumnya adalah bangunan bukan

(51)

BAB III

IMPLEMENTASI PEMANFAATAN TANAH SEWA OLEH PEMILIKNYA

PADA BIMBINGAN BELAJAR SMART SOLUTION RUNGKUT

PESANTREN SURABAYA

A. Gambaran Umum Bimbingan Belajar Smart Solution Rungkut Pesantren

Surabaya

Untuk mengetahui lebih jauh gambaran tentang objek penelitian, berikut ini

akan dijelaskan tentang keadaan Bimbingan Belajar Smart Solution, yakni

sebagai berikut :

1. Letak Geografis

Pada dasarnya keadaan suatu wilayah sangat menentukan watak dan

sifat seseorang maupun masya

Gambar

Tabel 3.1
  Gambar  3.1
Tabel 3.2
 Tabel 3.3
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan Algoritma Greedy pada graph di atas, hasil akhir yang akan didapatkan sebagai jarak terpendek adalah A-C-D-E-F-B.. Hasil jarak terpendek yang

Sedangkan secara lengkap batasan dari pengukuran pendidikan prasekolah (usia dini) dapat didefinisikan sebagai suatu upaya dan proses memilih, mengumpulkan, serta

Berdasarkan data responden Pendidikan Lansia dalam pencengahan Penyakit Rheumatoid Arthritis di kelurahan medan labuhan menunjukkan bahwa dari 41 lansia yang

Dari hasil penelitian diperoleh persentase kelayakan rata-rata 71% sehingga dapat disimpulkan bahwa media tersebut telah layak digunakan.. Kata Kunci: media, kimia,

Aplikasi e-market ini akan memberikan layanan kepada kelompok usaha pemuda binaan Dinpora Propinsi Jawa Tengah yang memberikan kemudahan dalam mengelola toko

Pupuk ialah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik maupun yang anorganik dengan maksud untuk mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah dan bertujuan

Kominfo, antara lain: a. Laporan Perkembangan Transformasi Digital dan penyusunan Digital Roadmap serta realisasinya; b. Peran strategis Kemkominfo dalam upaya

I Marilah kita berdoa kepada Allah Bapa kita dengan perantaraan Yesus, yang telah mengundang kita untuk menjadi pengikut-pengikutnya:.. P Bagi para petugas Gereja: