• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unduh BRS Ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Unduh BRS Ini"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BA DA N P U S AT S T AT I S T I K

BPS PROV I N SI SU M AT ERA SELAT AN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA

SELATAN MARET 2016

GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR 0,348

 Pada Maret 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Sumatera Selatan (Sumsel) yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,348. Angka ini fluktuatif, menurun jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2015 yang sebesar 0,360 dan meningkat dibandingGini Ratio September 2015 yang sebesar 0,334.

 Gini Ratio Sumsel di daerah perkotaan pada Maret 2016 sebesar 0,373, turun sebesar 0,017 poin dibanding Gini Ratio Maret 2015 yang sebesar 0,390 dan naik 0,019 poin dibanding Gini Ratio September 2015 yang sebesar 0,354. SementaraGini Ratio di daerah perdesaan pada Maret 2016 sebesar 0293 menurun 0,021 poin dibandingGini Ratio Maret 2015 yang sebesar 0,314 dan meningkat 0,007 poin dibanding Gini Ratio September 2015 yang sebesar 0,286.

 Selama periode Maret 2015–Maret 2016, distribusi pengeluaran dari kelompok penduduk 40 persen terbawah masih dalam kategori ketimpangan rendah namun distribusinya fluktuatif, yaitu m e n u r u n dari 19,27 pada Maret 2015 dan 20,51 persen pada September 2015 menjadi 18,86 persen pada Maret 2016.

 Distribusi pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah di daerah perkotaan pada Maret 2016 tercatat sebesar 16,77 persen menurun dibanding Maret 2015 yang sebesar 17,63 persen dan 19,21 persen pada September 2015. Sementara di daerah perdesaan distribusi pengeluaran dari kelompok penduduk 40 persen terbawah pada Maret 2016 adalah sebesar 20,86 persen menurun dibanding Maret 2015 (21,28 persen) dan September 2015 (22,83 persen).

1. PerkembanganGini Ratio Tahun 2010 – Maret 2016

Salah satu ukuran ketimpangan yang sering digunakan adalahGini Ratio. Nilai Gini Ratio berkisar antara 0-1. Semakin tinggi nilai Gini Ratio menunjukkan ketimpangan yang semakin tinggi. Gini Ratio pada tahun 2010 tercatat sebesar 0,340 dan fluktuatif hingga September 2015 mencapai 0,334. Pada Maret 2016 Gini Ratio tercatat sebesar 0,348 menurun dibandingkan Gini Ratio pada Maret 2015 yang sebesar 0,360 dan meningkat jika dibandingkan dengan Gini Ratio pada September 2015 yang sebesar 0,334. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemerataan pengeluaran di Sumatera Selatan mengalami fluktuasi selama periode Maret 2015–Maret 2016.

(2)

mengalami penurunan sebesar 0,017 poin dibanding Gini Ratio Maret 2015 yang sebesar 0,390 dan meningkat sebesar 0,019 poin dari Gini Ratio September 2015 yang sebesar 0,354. Untuk daerah perdesaan Gini Ratio Maret 2016 adalah sebesar 0,293 menurun 0,021 poin dibanding Gini Ratio Maret 2015 yang sebesar 0,314 serta meningkat 0,007 poin dibanding Gini Ratio September 2015 yang sebesar 0,286.

Tabel 1

Gini Ratio Sumatera Selatan Menurut Tipe Daerah Maret 2010 – Maret 2016

Tahun Tipe Daerah Total

Perkotaan Pedesaan

(1) (2) (3) (4)

Maret 2010 0,348 0,309 0,340

Maret 2011 0,340 0,334 0,342

Sept 2011 0,416 0,365 0,401

Maret 2012 0,448 0,331 0,396

Sept 2012 0,415 0,341 0,397

Maret 2013 0,409 0,329 0,383

Sept 2013 0,410 0,318 0,375

Maret 2014 0,438 0,316 0,399

Sept 2014 0,400 0,317 0,380

Maret 2015 0,390 0,314 0,360

Sept 2015 0,354 0,286 0,334

Maret 2016 0,373 0,293 0,348

Sumber: BPS, diolah dari Susenas 2010-2016

Gambar 1.

PerkembanganGini Ratio Sumatera Selatan, Maret 2010-Maret 2016

(3)

2. Perkembangan Distribusi Pengeluaran Maret 2015 – Maret 2016

DisampingGini Ratio ukuran ketimpangan lain yang sering digunakan adalah persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah atau yang dikenal dengan ukuran Bank Dunia. Berdasarkan ukuran ini tingkat ketimpangan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu tingkat ketimpangan tinggi jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah angkanya dibawah 12 persen, ketimpangan sedang jika angkanya berkisar antara 12-17 persen, serta ketimpangan rendah jika angkanya berada diatas 17 persen. Pada Maret 2016, persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 18,86 persen yang berarti ada pada kategori ketimpangan rendah. Persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah pada bulan Maret 2016 ini menurun jika dibandingkan dengan kondisi Maret 2015 yang sebesar 19,27 persen dan menurun pula jika dibandingkan dengan kondisi September 2015 yang sebesar 20,51 persen.

Sejalan dengan informasi yang diperoleh dari Gini Ratio bahwa ketimpangan di perkotaan lebih parah dibandingkan dengan ketimpangan di perdesaan, ukuran Bank Dunia juga menunjukkan hal yang sama, yaitu di perkotaan tergolong ketimpangan sedang (di bawah 17 persen) sementara di perdesaan tergolong ketimpangan rendah (di atas 17 persen).

Berdasarkan daerah tempat tinggal, persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah di daerah perkotaan pada Maret 2016 adalah sebesar 16,77 persen yang berarti ada pada kategori ketimpangan sedang. Angka ini tercatat lebih rendah dibanding kondisi September 2015 yang sebesar 19,21 persen, namun lebih tinggi dari kondisi Maret 2015 yang sebesar 17,63 persen. Sementara di daerah perdesaan, persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah pada Maret 2016 adalah sebesar 20,86 persen yang berarti ada pada kategori ketimpangan rendah dan angkanya menurun baik dibanding kondisi Maret 2015 (21,28 persen) maupun September 2015 (22,83 persen).

Tabel 2

Distribusi Pengeluaran Penduduk di Sumatera Selatan Maret 2015, September 2015 dan Maret 2016 (Persentase)

Daerah / Tahun 40% Bawah 40% Tengah 20% Atas Total

Perkotaan

Maret 2015 17,63 35,51 46,86 100,00 Spetember 2015 19,21 37,32 43,46 100,00 Maret 2016 16,77 39,37 43,85 100,00

Pedesaan

Maret 2015 21,28 38,35 40,37 100,00 Spetember 2015 22,83 38,93 38,24 100,00 Maret 2016 20,86 41,34 37,80 100,00

Kota-Desa

(4)

Gambar 2.

Perkembangan Persentase Pengeluaran Kelompok Penduduk Sumatera Selatan 40 Persen terbawah Maret 2015, September 2015 dan Maret 2016

(5)

Tabel 3.

Gini Ratio menurut Provinsi, Maret 2015, September 2015, dan Maret 2016

PROVINSI

2015 2016

MARET SEPTEMBER MARET

Kota Desa K+D Kota Desa K+D Kota Desa K+D

11 Aceh 0,367 0,292 0,334 0,368 0,293 0,339 0,343 0,288 0,333 12 Sumatera Utara 0,360 0,296 0,336 0,332 0,285 0,326 0,334 0,282 0,319 13 Sumatera Barat 0,358 0,304 0,342 0,325 0,280 0,319 0,353 0,288 0,331 14 Riau 0,392 0,328 0,364 0,385 0,330 0,366 0,369 0,309 0,347 15 Jambi 0,381 0,339 0,361 0,354 0,319 0,344 0,377 0,313 0,349

16 Sumatera Selatan 0,390 0,314 0,360 0,354 0,286 0,334 0,373 0,293 0,348

17 Bengkulu 0,405 0,345 0,376 0,398 0,338 0,371 0,385 0,302 0,357 18 Lampung 0,403 0,345 0,376 0,399 0,313 0,352 0,393 0,330 0,364 19 Bangka Belitung 0,291 0,263 0,283 0,284 0,259 0,275 0,289 0,240 0,275 21 Kepulauan Riau 0,361 0,293 0,364 0,333 0,283 0,339 0,351 0,284 0,354 31 DKI Jakarta 0,431 0,431 0,421 0,421 0,411 0,411 32 Jawa Barat 0,433 0,316 0,415 0,446 0,310 0,426 0,423 0,317 0,413 33 Jawa Tengah 0,420 0,326 0,382 0,402 0,344 0,382 0,381 0,323 0,366 34 DI Yogyakarta 0,443 0,334 0,433 0,428 0,332 0,420 0,423 0,334 0,420 35 Jawa Timur 0,442 0,344 0,415 0,428 0,327 0,403 0,423 0,333 0,402 36 Banten 0,411 0,269 0,401 0,390 0,261 0,386 0,402 0,264 0,394 51 Bali 0,382 0,332 0,377 0,406 0,350 0,399 0,369 0,329 0,366 52 Nusa Tenggara Barat 0,399 0,333 0,368 0,376 0,342 0,360 0,391 0,317 0,359 53 Nusa Tenggara Timur 0,332 0,288 0,339 0,301 0,303 0,348 0,330 0,281 0,336 61 Kalimantan Barat 0,354 0,301 0,334 0,361 0,286 0,330 0,373 0,296 0,341 62 Kalimantan Tengah 0,366 0,293 0,326 0,340 0,268 0,300 0,359 0,296 0,330 63 Kalimantan Selatan 0,377 0,299 0,353 0,374 0,282 0,334 0,346 0,297 0,332 64 Kalimantan Timur 0,313 0,293 0,316 0,319 0,273 0,315 0,314 0,288 0,315 65 Kalimantan Utara 0,298 0,270 0,294 0,322 0,282 0,314 0,304 0,268 0,300 71 Sulawesi Utara 0,386 0,324 0,368 0,356 0,345 0,366 0,386 0,355 0,386 72 Sulawesi Tengah 0,425 0,329 0,374 0,415 0,303 0,370 0,387 0,320 0,362 73 Sulawesi Selatan 0,421 0,380 0,424 0,386 0,346 0,404 0,422 0,367 0,426 74 Sulawesi Tenggara 0,414 0,369 0,399 0,411 0,355 0,381 0,407 0,367 0,402 75 Gorontalo 0,423 0,369 0,420 0,391 0,366 0,401 0,414 0,392 0,419 76 Sulawesi Barat 0,395 0,348 0,363 0,383 0,339 0,362 0,393 0,347 0,364 81 Maluku 0,312 0,323 0,340 0,328 0,307 0,338 0,327 0,313 0,348 82 Maluku Utara 0,282 0,263 0,280 0,315 0,256 0,286 0,295 0,249 0,286 91 Papua Barat 0,343 0,476 0,440 0,349 0,461 0,428 0,326 0,376 0,373 94 Papua 0,339 0,380 0,421 0,347 0,387 0,392 0,312 0,383 0,390

INDONESIA 0,428 0,334 0,408 0,419 0,329 0,402 0,410 0,327 0,397

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Gambar 2.

Referensi

Dokumen terkait

Tahap Pasca Kontruksi (Operasional) Aktifitas pasien rawat jalan, pengunjung dan petugas Puskesmas Penuruna n tingkat kebersiha n ruangan, peningka tan timbulan sampah Jumlah

Di Wilayah Kecamatan Sako yang merupakan daerah endemis DBD dengan angka kejadian DBD tertinggi pertama pada tahun 2019 terjadi 26 kasus penyakit dan tahun 2018 terjadi

Etnobotani adalah penelitian ilmiah murni yang mengunakan pengalaman pengetahuan tradisional dalam memajukan dan improvisasi kualitas hidup, tidak hanya bagi manusia tetapi

Kusuma Arta Pemula 5 Segara Gede 06/12/03 Sambirenteng Tejakula Made Astaya Wayan Kari Ketut Nama Pemula 6 Jaladi Karya 09/01/92 Sambirenteng Tejakula Nyoman Sudana Ketut

Muntinghe yang dianggap sebagai orang yang memiliki pengetahuan dan kemampuan di bidang hukum diangkat sebagai sekretaris Dewan Hindia, yang bertugas mendampingi Gubernur

Metode pengambilan data berupa penelitian perpustakaan dengan membaca literatur-literatur terkait tugas akhir seperti buku-buku maupun pencarian di internet,

Tabel 4 dan 5 menunjukkan bahwa perlakuan jenis ekstrak antara konsentrasi biji dan daun nimba sama-sama memberi pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase

Dalam sambutannya Wakil Bupati Yuli Hastuti mengatakan, pelajar merupakan bagian yang potensial di bidang pembangunan olahraga, sehingga penyelenggaraan POPDA merupakan