BUDAYA ZIARAH MAKAM RADEN AYU PUTRI ONTJAT TANDHA WURUNG DI DESA TERUNGWETAN KECAMATAN KRIAN
KABUPATEN SIDOARJO
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Sastra Satu (S-1) pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh Nur Rahmawati NIM: A0.22.12.088
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul: Budaya Ziarah Makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung Desa Terungwetan, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo. Fokus masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah 1) Bagaimana asal mula budaya ziarah makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung di Desa Terungwetan? 2) Apa nilai-nilai dalam kegiatan ziarah yang dilakukan di makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung di Desa Terungwetan? 3) Mengapa masyarakat melakukan budaya ziarah makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung didesa terung wetan?.
Untuk mengidentifikasi permasalah tersebut, peneliti menggunakan metode Ethnografi diskripsi. Dalam penelitian ini peneliti terlibat langsung terhadap objek yang diteliti dengan tahapan; pencarian data hingga pada akhiran menemukan sumber lisan. Sumber primer berupa dari wawancara dengan juru kunci, masyarakat atau pelaku ziarah makam. Serta buku-buku referensi pendukung yang berkaitan dengan pembahasan ini. Data-data tersebut dikumpulkan kemudian dilakukan analisis dan interpretasi.
ABSTRACT
This thesis is entitled: Cultural Pilgrimate To The Tomb Of Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung, Terung Wetan Village, Krian, Sidoarjo. The problems examined in this thesis is: 1) How how the origin of cultural pilgrimage to the tomb of Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung in the terung wetan village. 2) What are the values in pilgrimage activities carried out in the tomb Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung in the terung wetan village. 3) Why do cultural community pilgrimage to the tomb Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung.
To identify these problems, researches used ethnographic methods description. In this study, the researcher involved directly against the object under study with the stages. Searching file until they finally found oral sources such as inter views eith the caretaker, community or pilgrin tom. As well as supporting reference books related this discussion.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
TABEL TRANSLITERASI ... v
PERSEMBAHAN ... vi
MOTTO ... viii
ABSTRAK ... ix
KATA PENGANTAR ... xii
DAFTAR ISI ... xiv
BAB I: PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Masalah ... 10
D. Kegunaan Penelitian ... 10
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 11
G. Metode Penelitian ... 16
H. Sistematika Bahasan ... 22
BAB II: GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA TERUNGWETAN KECAMATAN KRIAN KABUPATEN SIDOARJO ... 24
A. Letak Geografis Desa Terungwetan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo ... 24
B. Demografi Masyarakat Desa Terungwetan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo ... 28
C. Kehidupan Sosial Masyarakat Terungwetan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo ... 32
1. Keadaan Ekonomi ... 32
2. Keadaan Pendidikan ... 36
3. Keadaan Keagamaan ... 42
BAB III: BUDAYA ZIARAH MAKAM RADEN AYU PUTRI ONTJAT TANDHA WURUNG DI DESA TERUNGWETAN KECAMATAN KRIAN KABUPATEN SIDOARJO... 44
A. Pengertian Dan Tujuan Ziarah Makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung ... 44
B. Kisah Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung ... 47
BAB IV: ADAT ISTIADAT DALAM ZIARAH MAKAM RADEN AYU
PUTRI ONTJAT TANDHA WURUNG DI DESA
TERUNGWETAN KECAMATAN KRIAN KABUPATEN
SIDOARJO ... 56
A. Ziarah Makam Dalam Agama Islam ... 56
B. Nilai-Nilai Islam Dalam Kegiatan Ziarah Makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung ... 62
C. Motivasi Ziarah Makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung ... 67
BAB V: PENUTUP ... 70
A.Kesimpulan ... 70
B.Saran-saran ... 72
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam masuk ke Nusantara sejak abad ke-7 Masehi dengan jalur perdagangan. Para pedagang muslim berasal dari Arab, Persia, dan India sampai ke pulau Nusantara.1 Pada masa itu perdagangan membentang antara Laut Merah hingga Cina.2 Lebih lanjut, para sejarawan menyepakati bahwa Islam masuk ke Nusantara dengan damai tanpa diwarnai dengan ketegangan.
Penyebaran Islam di Jawa oleh adanya para wali dengan menggunakan pendekatan budaya, salah satunya melalui musik atau syi’ir. Pada saat itu, masyarakat menganut kepercayaan dari nenek moyangnya. Setelah Islam mulai menyebar di Jawa, masyarakat mulai meninggalkan kepercayaan animisme dan mereka percaya serta menganut ajaran Islam yang diajarkan oleh para wali. Hal ini menyebabkan para wali mempunyai tempat yang tinggi di masyarakat.
Penyebaran Islam pun juga memasuki daerah plosok-plosok pedesaan salah satunya di Desa Terungwetan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.
Di Desa Terungwetan adalah sebuah Kadipaten Terung yang dipimpin oleh Adipati Raden Husein pada masa Kerajaan Majapahit Islam. Desa Terung ini berasal dari kata curung yang artinya bengawan, yang berada di bawah jempatan kepuh kembar. Bengawan iitu di kenal masyarakat dengan sebutan dengan Bengawan Terung. Dulunya, Bengawan ini digunakan sebagai tempat pemberhentian kapal atau diseebut dengan pelabuhan, disitu terdapat pohon yang tumbuh dan masyarakat mengenalnya dengan nama Kepuh Kembar. Pohon tersebut dahulunya
1 Badri Yatim, Sejarah Peradapan Islam Dirasah Islamiyah II (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2008). 191.
2
berfungsi sebagai pengikata kapal yang mau bertengger.3 Dahulunya bengawan Terumg tersebut adalah pelabuhan besar dibuat persinggahan para pedagang luar.
Raden Kusen memiliki empat orang istri yaitu Nyai Wilis, Mas Ayu Cendana binti Bhre Pakembangan, Nyai Wonokromo, dan Nyai Mertasari. Raden Husen memiliki tujuh putera dan tiga putri serta salah satu dari putri tersebut bernama Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung, dari istri keduanya yang bernama Mas Ayu Cendana. Raden Ayu putri Ontjat adalah anak ketiga dari tiga bersaudara yaitu Mas Ayu Kriyan dan Mas Ayu Winong.
Raden Ayu Putri Ontjat Thanda Wurung memiliki sifat atau karakteristik yang sangat disegani oleh masyarakat desa. Wataknya yang lemah lembut, tutur bahasanya halus dan sopan. Wajahnya yang rupawan, sikapnya yang mau membaur dengan masyarakat setempat walaupun Ia adalah seorang anak Adipati serta Ia patuh terhadap orangtunya. Pada masa kecil Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung senang bermain dengan anak-anak di sekitar desa Terung seperti dodolan pasaran4
Pada saat remaja Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung senang berjualan kembang, Suatu ketika, Raden Kusein diberi tugas untuk pergi ke Blambangan oleh kesultanan Demak Bintoro untuk mencari pusaka kerajaan yakni pusaka dapur sangkelat yang hilang dicuri oleh Blambangan. Pada saat itu, Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung berjualan bunga dipasar kembang Terung. Di saat itu, sang putri lupa tidak membawa pangot atau
3 Sumadji, Wawancara, Terungwetan, 05 Maret 2016.
4 Menurut Mumtaz Hifzi Azami, dodolan adalah kata dalam bahasa jawa yang memiliki dua nama
3
belati untuk memotong boreh atau yang disebut dengan daun pandan. Beliau kebingungan karena tidak membawa pangot, disaat sang putri kebingungan dan menoleh ke kanan ke kiri, tiba-tiba ada seorang pemuda tampan yang berdiri dihadapan sang putri konon diyakini pemuda itu adalah Raden Makdum Ibrahim/ kanjeng Sunan Bonang putra Sunan Ampel sepertinya hendak membeli bunga sang putri. Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung dengan kaget menyapa sang pemuda tersebut dengan menanyakan membawa pangot apa tidak. Pemuda itu menjawab ia membawa pangot, nah disitulah Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung meminjam pangot yang dibawa pemuda tampan tersebut dengan syarat pangotnya tidak boleh di pangku atau diletakkan diatas paha saat duduk. Pada saat itu, Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung tersebut dengan asyik memotong bunga dan tidak sadar pangot itu dipangku dan secepat kilat secara ghaib pangot tersebut hilang secara bersamaan pemuda tersebut juga menghilang.
4
sang ayah tetap tidak percaya dengan pengakuan putrinya demi menahan malu Raden Kusen bersumpah atau sabdo pandito ratu akan menghukum putrinya dengan hukuman mati dibunuh dengan pusaka Korowalang. Dalam hati kecil sang ayahanda meskipun berat, namun telah “nibakno sabdo”5, walaupun istri Raden Kusen membela sang putri bahwa sang putri tetap suci, tetapi tetap sumpah Raden Kusen harus dilaksanakan yaitu menghukum mati Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung. Demi kesetiaan dan berbakti kepada orang tua Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung ini rela dibunuh dengan permohonan:
1. Jika nanti setelah dieksekusi darahnya berbau wangi dan berwarna putih, pertanda bahwa raden ayu masih suci dan tidak bersalah.
2. Karena matinya dengan cara dibunuh oleh ayahandanya sendiri, raden ayu putri ontjat tandha wurung memohon agar jasadnya dibuang ke bengawan terung.6 Jika jasadnya melawan arus berarti beliau tidak bersalah.
Menurut cerita, saat eksekusi mati pada hari anggoro kasih dilaksanakan, tiba-tiba darah Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung berwarna putih dan berbau harum atau wangi. Namun apa hendak dikata, Raden Kusen pun terkejut dan menyesal melihat kejadian tersebut, yang ternyata Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung masih suci. Maka, demi memenuhi permohonan sang putri, Jasad Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung diangkat dan dilemparkan ke Bengawan Terung yang semula arusnya mengalir deras
5 Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) Online sabda adalah perkataan (bagi Tuhan, nabi,
raja, dan sebagainya. Berarti dalam bahasa Jawa Nibakno artinya jatuh Sabdo artinya perkataan digabung menjadi menjatuhkan perkataan atau sumpah atau sudah bersumpah.
6 Sudi Sawna, et al. “Sekilas Tentang Terung Sebagai Sebuah Peradaban Sejarah Dan Raden Ayu
5
seketika terhenti dalam sekejap hal itu semakin membuktikan bahwa Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung benar-benar tidak bersalah.
Tempat Jasad Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung yang tiba-tiba surut ainya, kemudian segera diberi batu nisan oleh para kerabatnya sebagai penanda pusara Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung. Setelah kejadian kramat tersebut, Raden Kusen dijuluki dengan Hadipati Pecattondo Terung dan Raden Ayu Sundari Cempokowati juga diberi julukan Raden Ayu Putri Pecattondo Terung. Sebutan ini dimaknai: andaikata kehamilan Raden Ayu Putri Sundari Cempokowati sampai sembilan bulan sepuluh hari lazimnya seorang wanita hamil, kelahirannya berwujud apa karena sudah dibunuh sulit untuk ditebak atau tondonya pecat/ontjat/wurung. Alhasil diberi sebutan raden ayu putri ontjat tandha wurung.7
Kuburan Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung terletak di tengah-tengah hutan bambu yang tidak terawat. Ada seorang asli warga desa Terungwetan pulang dari pondok di Kediri yang dipercaya mempunyai indera keenam, beliau melihat kuburan Putri Terung di tengah-tengah hutan bambu dan tidak terawat. Setelah melihat keadaan tersebut, beliau mengajak para pemuda-pemudi untuk melestarikan budaya kuno Putri Terung ini.8 Sejak itu banyak penziarah makam Putri Terung dari beberapa penjuru daerah. Namun, ada juga peziarah makam dari luar desa yang datang langsung untuk mengunjungi makam Putri Terung.
Dalam pandangan Islam ziarah makam adalah termasuk salah satu ibadah yang awalnya diharamkan, yaitu diawal perkembangan Islam. Namun kemudian dianjurkan dalam agama. Pengharaman ziarah makam, sebelumnya disebabkan oleh orang dahulu di zaman Rasulullah yang meninggalkan pola
7 W. Soekaryadi Kertoatmodjo. “Legenda Tutur Tinular” Raden Ayu Sundari Cempokowati (a)
Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Terung (1400 S / 1478 M) Di Desa Terungwetan, Kec. Krian, Kab. Sidoarjo (Jatim) & Seklumat Kekeramatan Wilayah Petilasan Pecattondo Terung Di Terungkulon-Terungwetan, 2007, 7-8.
6
kepercayaan Jahilliyah, yang salah satu bentuknya seringkali meminta-minta kepada makam. Pada dasarnya perbuatan tersebut termasuk perbuatan syirik yang dosanya tidak akan diampuni bila terbawa mati dan belum sempat bertaubat. Termasuk kebiasaan mereka mengkramatkan makam atau kuburan serta melakukan berbagai ritual lainnya yang hukumnya haram.
Pada akhirnya, para sahabat sudah kuat keimanannya, lebih dewasa cara berfikirnya serta sudah tidak mengingat lagi masa lalunya tentang ritual aneh-aneh terhadap makam, maka Rasulullah SAW pun memperbolehkan berziarah kubur.
Berziarah makam atau kubur adalah sesuatu yang disyariatkan oleh dalam agama, disebutkan dalam hadits-hadist Rasulullah SAW dan ijma’. Dalam dalil-dalil dari hadits Rasulullah SAW tentan disyariatkannya ziarah kubur diantaranya:
Hadits Buraidah bin Al-hushaib r.a dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, Kuntu nahaitukum ‘an ziyaaratil qubuuri fazuuruhaa fa-innahaa
tuzah-hidud dunyaa wa tudzak-kirul aakhirah.
Artinya: “Sesungguhnya aku pernah melarang kalian untuk menziarahi kubur, maka (sekarang) berziarahlah kalian, karena ziarah kubur itu dapat berzuhud terhadap dunia serta dapat mengingatkan alam akhirat (kematian)”.9
Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Muslim (3/65 dan 6/82) dan Imam Abu Daud (2/72 dan 131) dengan tambahan lafadz yang artinya, “Sebab ziarah kubur itu akan mengingatkan pada hari akhirat”.
7
Dan dari jalan abu daud hadits ini juga diriwayatkan maknanya oleh imam al-baihaqy (4/77), imam an-nisa’i (1/285-286 dan 2/329-330), dan imam ahmad (5/350, 355-356 dan 361).10
Ziarah makam juga diartikan dengan berkunjungnya sekelompok orang atau individu ke tempat kuburan atau makam. Ritual ziarah makam yang dianggap suci itu bertujuan untuk menambah berkah selain juga dengan tujuan yang berbeda tergantung masing-masing individu dengan tujuan lain diantaranya agar rezekinya lancar, mudah dilancarkan dari segala hal, didekatkan jodohnya dan lain sebagainya. Secara spiritual, berziarah ke makam adalah cara untuk berhubungan kembali dengan roh-roh orang yang telah meninggal, sehingga makam dipercaya sebagai tempat tinggalnya roh-roh tersebut.11
Tradisi ziarah makam mulai menjadi satu kebiasaan yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat penganut animisme atau yang masih mempercayai wali sebagai salah satu wujud pemberi Berkah. Masyarakat di desa Terungwetan Krian Sidoarjo masih percaya dengan budaya ziarah makam merupakan suatu ritual yang sakral.
Ritual ini dipahami sebagai bentuk pelesterian warisan tradisi dan budaya para nenek moyang. Ziarah dalam tradisi masyarakat dilakukan hampir setiap hari, tetapi yang sangat ramai berziarah ada waktu-waktu tertentu yaitu pada hari kamis kliwon malam jum’at legi.
10 Fimadani, Hukum Ziarah Kubur Dalam Islam, di dalam www.fimadani.com (1 Juli 2016) 11 Moh. Mustaqim, “Tradisi Ziarah Makam AerMata Batu Eboe di Buduran Bangkalan”, (Skripsi
8
Peziarah adalah orang yang mengunjungi tempat yang dikeramatkan untuk memohon kepada Tuhan melalui perantara Putri Terung tersebut. Penziarah ada dua versi yaitu penziarah Islam kejawen dan penziarah Islam pada umumnya. Penziarah kejawen biasanya ke makam mambakar dupa, membawa sesajen dan bunga untuk ditaburkan di makam Putri Terung tersebut bertujuan untuk mengucap syukur dan untuk berhubungan dengan roh atau ngganyang untuk meminta sesuatu melalui perantara putri terung. Penziarah Islam juga ziarah ke makam Putri Terung membawa bunga untuk ditaburkan ke makam Putri Terung dan membaca doa seperti tahlil dan istighosah layaknya Islam pada umumnya. Bertujuan untuk mengingat kematian, juga menganggap suci makam putri terung dan mencari berkah.12
Sebagian penziarah menganggap makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung itu “bertuah”, di malam-malam tertentu seperti hari kamis kliwon malam jum’at legi di kompleks pusara Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung ramai di kunjungi orang-orang yang berziarah dan mengalap berkah, mereka juga rela berpuasa dan bersemedi untuk memanjatkan doa agar terkabul apa yang diinginkannya. Di dalam ruangan pusara Raden Ayu, pengelolah situs makam menyediakan bedak beserta pupurnya. Sebagian pengunjung meyakini dengan membedaki mukanya khususnya penziarah perempuan merupakan bentuk penghormatan kepada arwah Raden Ayu. Itu termasuk tahapan ritual yang harus mereka lakoni saat ngalap berkah di makam ini.
Budaya ziarah makam Raden Ayu Ontjat Tandha Wurung di desa Terungwetan kecamatan Krian kabupaten Sidoarjo, menarik untuk diteliti lebih lanjut sebagai kajian budaya yang menggunakan metode etnografi diskriptif. Sebagaimana kajian dalam hal ini dengan judul “Budaya Ziarah
9
Raden Ayu Ontjat Tandha (Wurung) Di Desa Terung Wetan Kecamatan
Krian Kabupaten Sidoarjo”.
Diharapkan dengan adanya kajian ini dimaksudkan untuk mengembangkan kajian budaya Islam khususnya di fakultas adab jurusan sejarah dan kebudayaan islam dan memberi khazanah serta wawasan kepada mahasiswa yang ada di Fakultas Adab Dan Humaniora ini dengan metode tersebut dan data-data sebagai barometer untuk penelitian selanjutnya yang hampir sama dengan penulis sesuai dengan aspek kajiannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana asal mula budaya ziarah makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung di desa Terungwetan?
2. Apa nilai-nilai islam dalam kegiatan ziarah yang dilakukan di makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung di desa Terungwetan kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo?
10
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui asal mula budaya ziarah makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung di desa Terungwetan.
2. Untuk mengetahui apa ada nilai-nilai Islam dalam kegiatan budaya ziarah yang dilakukan di makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung di desa Terungwetan kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.
3. Untuk mengetahui kenapa masyarakat berziarah ke makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung.
D. Kegunaan Penelitian
Berhubungan dengan tujuan penelitian diatas maka peneliti mengharapkan nantinya akan memberi maanfaat setidaknya dalam dua aspek:
1. Aspek Akademis
Diharapkan aspek ini akan menambah dan memperluas pengetahuan tentang Budaya Islam Lokal. Secara akademis banyak yang belum tahu selurunya mengenai peristiwa tersebut. Hal tersebut bisa dijadikan bekal yang sesuai bagi keilmuan penulis di Fakultas Adab Dan Humaniora dibidang kebudayaan.
2. Aspek Praktis
11
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik
Penelitian merupakan kajian budaya yaitu kajian mengenai adat ziarah yang berjudul budaya ziarah makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung Di Desa Terungwetan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. Sebagaimana kita ketahui masyarakat Jawa pada umumnya mempunyai kebiasaan untuk ziarah makam seperti pada ziarah makam para wali. Dalam hal ini, kajian yang berjudul budaya ziarah makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung didesa terung wetan, kecamatan krian, kabupaten sidoarjo, memfokuskan kajiannya pada kepercayaan-kepercayaan masyarakaat terung wetan terhadap makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung yang diyakini membawa berkah, dengan memohon restu untuk keberhasilan dalam kehidupan seperti mendapat jodoh, dimudahkan rizkinya, diberi kesehatan serta kecantikan atau awet muda dengan mengenakan bedak seusai kegiatan ziarah makam tersebut. Sungguh kajian kebudayaan lebih luas terhadap bahasannya sistem gagasan, tindakan dan hasil karya.
Lebih lanjut Koentjaningrat mengatakan bahwa kebudayaan memiliki tujuh unsur yang universal yaitu :
1. Bahasa.
2. System pengetahuan. 3. Organisasi sosial.
12
7. Kesenian.13
Berkenaan dengan sistem religi, suatu kebudayaan mempunyai ciri-ciri yaitu memlihara emosi, keagamaan yang merupakan unsur terpenting dalam religi dengan 3 unsur yang lain diantaranya : sistem keyakinan, sistem upacara keagamaan, dan suatu umat ini yang menganut religi itu.
Sistem keyakinan secara khusus mengandung banyak subunsur. Mngenai ini para ahli Antropologi biasanya menaruh perhatian terhadap konsepsi tentang dewa-dewa yang baik maupun yang jahat; sifat dan tanda dewa-dewa; konsepsi tentang makhluk-makhluk halus lainnyaseperti roh leluhur, roh-roh lain yang baik maupun yang jahat.14
Maka pada komunitas terung wetan terhadap Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung mempunyai kepercayaan sebagai roh leluhur di makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung. Adalah pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa dan fakta-fakta khusus dan konkret kearah konsep-konsep mengenai ciri-ciri umum
Fakta-fakta yang diperoleh dalam peelitian Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung, sesengguhnya didapatkan juga umumnya dimasyarakaat Jawa yang berkeyakinan dengan berziarah ke makam orang suci akan mendapat keberkahan dan doa yang diminta akan dikabulkan. Sudah barang tentu para peziarah ke makam-makam para wali.
Bagi para peziarah dengan keyakinannya mendapatkan keberkahan, rizki, kesehatan, dan kecantikan, serta lain sebagainya. Oleh
13
karenanya kerangka berfikir dalam penelitian disini menggunakan kerangka berfikir secara induktif, yang dimaksud adalah pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa dan fakta-fakta khusus dan konkret, kearah konsep-konsep mengenai ciri-ciri umum.
Fakta-fakta yang diperoleh dalam penelitian makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung, umumnya masyarakat Jawa yang juga berkeyakinan dengan berziarah ke makam orang suci akan mendapatkan keberkahan dan do’a yang diminta akan cepat terkabul. Sudah barang tentu para penziarah ke makam-makam para wali.
Malinowski (1884-1942), mengajukan sebuah orientasi teori yang dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat di mana unsur itu terdapat. Dengan kata lain pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan memeprtahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan, dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan bersangkutan.15
Peneliti akan menggunakan teori di atas untuk mengkaji akan Budaya Ziarah Makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung di Desa Terungwetan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. Dengan teori fungsionalisme, maka akan dapat diketahui alasan, fungsi, dan kegunaan budaya itu dilakukan hingga menjadi adat-istiadat (kebiasaan) bagi masyarakat di desa tersebut.
14
Penelitian ini juga menggunakan teori agama, pada umumnya berusaha untuk menjawab dua pertanyaan yakni apa asal agama dan apa fungsinya. Teori ini menjelaskan pembentukan keyakinan agama sebagaimana dipelajari dalam ilmu-ilmu social. Teori agama ini sebagian besar mencoba untuk menjelaskan karakteristik universal tertentu dari keyakinan dan praktik keagamaan. Teori ini tidak membahas penjelasan teologis agama pada umumnya maupun sejarah agama-agama tertentu atau agama pada umumnya.16
Dari teori diatas untuk mengkaji asal mula ziarah makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung serta menjelaskan mengapa ziarah makam tersebut dilakukan dan sekaligus menjelaskan nilai-nilai dalam kegiatan ziarah makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung di Desa Terungwetan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.
F. Penelitian Terdahulu
Peneliti belum menemukan tulisan ilmiah yang memfokuskan kajian tentang kisah Raden Ayu Putri Ontjat Tandha wurung, kegiatan ziarah dimakam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha wurung, dan respon masyarakat terhadap ziarah makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha wurung.
1. Jazilatun Ni’mah, Skripsi Ziarah kubur dalam perspektif pendidikan Islam (Studi Kasus Ziarah ke Makam KH. Ali Mas’ud Desa Paggerwejo
Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo). Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Ampel Surabaya 2009. Penelitian ini
15
mengkaji tentang masalah pendidikan Islam dalam prosesi ziarah kubur yang diperoleh oleh pelaku ziarah.
2. Harida, Skripsi Tradisi Ziarah Ke Makam Waliyah Zainab Desa
Diponggo Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur.
16
G. Metode Penelitian
Metode berasal dari bahasa latin methodos, sedangkan methodos sendiri berakar dari kata meta dan hodos. Meta yang artinya menuju, memulai, mengikuti, sesudah, sedangakan kata hodos yang artinya jalan, cara, arah. Dalam pengertian yang lebih luas metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya.17
Dalam halnya Metode penelitian adalah cara menurut sistem aturan tertentu untuk mengarahkan suatu kegiatan dalam penelitian. Adapun penelitian disini menggunakan metode etnografi diskripsi, yang berarti pengumpulan bahan kehidupan masyarakat dan kebudayaan di suatu daerah. Lebih jelasnya dalam hal ini yaitu budaya ziarah makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung. Lebih lanjut bentuk-bentuk atau wujud akulturasi Islam dan budaya lokal dalam budaya ziarah makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung di Desa Terungwetan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo yang berlangsung hingga kini.
Adapun langkah-langkah ethnogafi deskripsi yang digunakan disini sebagai berikut :
1. Pengumpulan data
Perolehan atau pengumpulan data dilakukan secara observasi berarti pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau tema yang diteliti. Observasi yang
17 Nyoman Khuta Ratna, Metodologi Penelitian Kajian Budaya Dan Ilmu Sosial Humaniora Pada
17
dilakukan penulis disini adalah obsevasi partisipatoris, dimana penulis harus siap membaur dengan masyarakat. Sasaran penelitian ketika berlangsungnya budaya ziarah yang dilakukan masyarakat desa Terungwetan. Dalam penelitian ini peneliti dapat mengambil jarak sebagai pengamat atau dapat melibatkan diri dalam situasi yang dilaksanakan. Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang perilaku manusia yang terjadi dalam kenyataan.
Langkah pertama yang ditempuh oleh peneliti adalah mengumpulkan data sebagai proses untuk menemukan sumber-sumber yang digunakan oleh peneliti. Data-data yang dimaksud bisa berupa artefak yaitu benda-benda peninggalan yang berupa makam dan batu nisan serta seperti lainnya berupa sumur dan batu manggis serta data lainya yang berupa bacaan kepustakaan, baik buku, artikel, skripsi, disini juga diperoleh data-data kepustakaan lainnya yang sekiranya mendukung penelitian tentang Budaya Ziarah Makam Raden Ayu Ontjat Tandha Wurung.
Oleh karenanya, memperoleh data-data seperti yang diatas dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Data Primer
18
wawancara, observasi, dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti.18 Sumber data primer ada dua yaitu tertulis dan tidak tertulis Sumber data tertulis seperti artikel yang memuat kisah Raden Ayu Ontjat Tandha Wurung di desa Terungwetan kecamatan Krian kabupaten Sidoarjo. Penulis juga melacak sumber yang tidak tertulis dengan mewawancarai bapak Sunan As’ari selaku lurah PJ di desa Terungwetan dan pak Sumaji selaku juru kunci makam Raden Ayu Ontjat Tandha Wurung, dokumen asli tentang kisah Raden Ayu Ontjat Tandha Wurung serta foto-foto artefaknya.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data penguat yang dapat memberikan informasi pendukung dalam upaya memberikan informasi atau menguraikan fakta-fakta sehingga akan memperjelas data primer. Data sekunder ini berupa buku-buku. Adapun buku-buku yang mendukung dengan judul penelitian adalah:
1) Sulchan Yasyin,. Kamus Pintar Bahasa Indonesia Dengan
EYD & Kosakata Baru. Surabaya: AMANAH .1995.
2) Nur Syam, Islam Pesisir Yogyakarta: LkiS. 2005.
3) Moh. Mustaqim, “Tradisi Ziarah Makam AerMata Batu Eboe di Buduran Bangkalan”, (Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Sejarah Peradapan Islam Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011)
18 Husen Umar, Metode Penelitian Untuk skripsi dan Tesis (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
19
4) Soekaryadi Hadiwi Jaya, “legenda tutur tinular” raden ayu putri sundari cempokowati (a) Raden Ayu Putri Pecattondo Terung (1400 S/ 1478 M), 2007.
5) Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
6) Alo Lilirweri, Makna Budaya Dalam Komonikasi Antar
Budaya, Yogyakarta: PT LKIS Priting Cemerlang, 2002.
7) Husen Umar, Metode Penelitian Untuk skripsi dan Tesis Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003
8) Nyoman Khuta Ratna, metodologi penelitian kajian budaya dan ilmu sosial humaniora pada umumnya Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
2. Interview atau wawancara
Interview merupakan salah satu cara pengambilan data yang dilakukan melalui kegiatan komunikasi lisan dalam bentuk struktur, yaitu tanya jawab dengan beberapa orang yang mengetahui tentang Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung. Peneliti menggunakan metode wawancara untuk mendapatkan informasi yang diperlukan melalui wawancara dengan sejumlah narasumber.
3. Dokumentasi
20
4. Verifikasi
Setelah data penelitian terkumpul, selanjutnya penelitian melakukan pengujian untuk meembuktikan kelayakan sumber-sumber atau data yang didapatkan. Analisis berarti menguraikan data sehingga data tersebut dapat ditarik pengertian dan kesimpulan. Verifikasi adalah metode pengujian dengan cara menguji rumusan kaidah atau memperkuat pengertian yang telah dicapai dan dilakukan dalam kenyataan alam atau masyarakat yang hidup.19Dalam metode ini penulis juga mengintepretasikan data-data yang telah tersusun dan terseleksi.
Maka dari itu dengan mempergunakan metode kualitatif untuk memperkuat pengertiannya dengan menerapkan pengertian itu dalam kenyataan, yaitu pada beberapa masyarakat yang hidup. Untuk mengambil data kualitatif menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu suatu cara pengambilan kesimpulan berdasarkan fenomena dan fakta, untuk memahami unsur-unsur pengetahuan yang menyeluruh, mendiskripsikannya dalam suatu kesimpulan. dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada gejala-gejala umum yang ada dalam kehidupan manusia. Pada tahap ini peneliti melakukan penafsiran dan analisis data yang telah diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara dari narasumber budaya juga dibagi menjadi dua yaitu, budaya Islam dan budaya lokal.
21
5. Interpretasi
Interpretasi merupakan sebuah kegiatan mengadakan penafsiran terhadap fakta dari pengolahan data. Data-data dari berbagai fakta, mesti dirangkaikan dan dihubungkan sehingga menjadi kesatuan yang harmonis dan logis. 20 suatu interptretasi bisa merupakan bagian dari suatu p;resentasi atau penggambaran informasi yang diubah untuk menyesuaikan dengan suatu kumpulan simbol spesifik. Informasi tersebut bisa berupa informasi lisan, tulisan, gambar atau berbagai bentuk bahasa lainnya yang dimengerti. Makna yang kompleks dapat timbul sewaktu penafsir baik secara sadar atau tidak melakukan rjukan terhadap suatu objek dengan memempatkannya pada kerangka pengalaman dan pengatahuan yang lebihnluas. Setelah itu peneliti melakukan penafsiran dan pemahaman dari sumber tertulis dan sumber lisan dengan berdasarkan pada aspek pembahasan tentang budaya lokal sebuah study kasus ziarah makam Raden Ayu Puteri Ontjat Tandha Wurung diterung wetan.
6. Penulisan
Metode ini adalah metode terahir yaitu merupakan cara penulisan, pemaparan atau laporan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti kemudian peneliti menulis dan mencoba menyajikan penelitian tersebut ke dalam suatu karya ilmiah yang berupa skripsi. Sehingga hasil penelitian ini dapat dibaca dan berguna bagi orang lain.
22
H. Sistematika Pembahasan
Pembahasan dalam penulisan karya skripsi ini, penelitih nantinya akan membagi kedalam beberapa bab dan setiap bab akan terdiri beberapa sub bab sekaligus ruang lingkup kajiaannya, sebagai berikut:
BAB I, berisi pendahuluan. Bab ini terdiri dari beberapa sub bab yang menguraikan tentang: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teoritik, penelitihan terdahulu, metode penelitihan, dan sistematika pembahasan.
BAB II, berisi tentang gambaran umum masyarakat Desa Terungwetan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. Bab ini menjelaskan tentang letak geografis desa Terungwetan, demografis masyarakat desa Terungwetan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo, keadaan ekonomi, keadaan pendidikan, dan kondisi keagamaan.
BAB III, berisi tentang budaya ziarah makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung di desa Terungwetan diantaranya, pengertian dan tujuan budaya ziarah ke makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung, kisah Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung, dan asal mula budaya ziarah makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung,
23
BAB II
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA TERUNGWETAN
KECAMATAN KRIAN KABUPATEN SIDOARJO
A. Kondisi Geografis Desa Terungwetan Kecamatan Krian Kabupaten
Sidoarjo.
Terungwetan adalah sebuah desa yang terletak di pusat pemerintahan Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo, yang memiliki luas wilayah mencapai 114, 135 ha. Desa ini berbatasan dengan desa Jatikalang yang berada di kecamatan krian di bagian sebelah utara Desa Terungwetan, di bagian sebelah selatan berbatasan dengan desa candinegoro yang berada di kecamatan wonoayu, serta dibagian sebelah barat desa terungwetan ini berbatasan dengan desa terungkulon yang berada di kawasan wilayah kecamatan krian, dan di bagian sebelah timur desa terungwetan ini berbatasan dengan desa jokosatru yang berada di daerah kecamatan sukodono. Luas wilayah desa terungwetan tersebut terdiri dari luas pemukiman 7, 98 ha, luas persawahan 84 ha yang meliputi sawah irigasi teknis, luas makam umum desa 350 m2, luas perkarangan 20
ha, perkantoran 500 m2, luas prasana umum lainnya 2,5 ha.1
Desa Terungwetan memiliki tanah dengan tingkat yang berbeda-beda. Secara umum, tanah yang dimiliki oleh desa ini tidak mencapai tingkat yang sangat subur melainkan mencapai tingkat tanah subur atau selebihnya tingkat tanah sedang. Warna tanah desa Terungwetan ini
25
sebagian besar berwarna abu-abu dan tekstur dari tanah desa tersebut berupa lampungan.
Secara topografis, desa Terungwetan ini terletak di kawasan campuran berbatasan dengan kecamatan lainnya dan desa ini bebas dari genangan banjir. Desa Terungwetan ini sebagian besar wilayahnya berdaratan datar. Wilayah desa Terungwetan ini tidak berdaratan rendah, tidak berbukit-bukit, tidak berpegunungan, tidak di lereng gunung maupun tidak di tepi pantai atau pesisir, dan tidak berkawasan rawa serta juga tidak berkawasan gambut.2
Mengenai orbitasinya, jarak Desa Terungwetan ke pusat pemerintahan kecamatan berjarak kurang lebih 3 km, dengan lama jarak yang di tempuh menggunakan kendaraan bermotor kurang lebih ¼ jam dan dengan berjalan kaki atau kendaraan nonbermotor kurang lebih 1 jam. Sementara itu, jarak Desa Terungwetan ke ibu kota Kabupaten terletak pada jarak kurang lebih 17 km, dengan lama jarak yang ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor kurang lebih ½ jam dan kalau ditempuh dengan jalan kaki atau kendaraan nonbermotor kurang lebih 3 jam. Desa Terungwetan ini termasuk desa yang strategis karena sepenuhnya dapat dijangkau oleh sarana transportasi, baik kendaraan umum maupun kendaraan pribadi.
26
secara garis besar sumber daya alam di desa terungwetan ini memiliki pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan, lebih jeasnya sebagai berikut:
1. Pertanian
Secara agraris tanah dan sawah relatif luas sebagai lahan pertanian. Hal ini disebabkan karena suhu udara di desa Terungwetan ini berkisar antara kurang lebih 30-35o celcius, sehingga sangat cocok untuk
dijadikan lahan pertanian. Ada beberapa yang diusahakan oleh para petani desa Terungwetan yang dianggap sesuai dengan kondisi lahan yang ada, diantaranya kebanyakan para petani menanam padi dan tebu. Mata pencaharian masyarakat Terungwetan adalah mayoritas bekerja sebagai petani. Masyarakat desa Terungwetan mayoritas bekerja sebagai petani, kekayaan sumber daya pertanian ini bisa diandalkan. Keluasan tanah milik desa ini, secara umum digunakan untuk keperluan bertani oleh masyarakat. Desa ini juga memiliki irigasi dari sungai. Hasil pertanian yang didapat berupa tanaman padi sawah luas 35 ha. Pemasaran hasil tanaman pangan ini dijual melalui pengecer.3
2. Perikanan
Sumber daya alam perikanan di desa Terungwetan ini tidak berkembang secara maksimal. Ikan-ikan lebih banyak dihasilkan dari tempat-tempat penampungan air seperti empang atau kolam dengan luas 0,2 ha. Desa ini memilih memproduksi ikan berjenis lele yang
27
setiap bulan mencapai 5 ton/th. Meski demikian, sumber daya alam perikanan ini bukanlah sumber daya alam yang agak tidak menonjol dari sumber daya alam pertanian di desa Terungwetan ini. Bagaimana pun ikan adalah sebagai bahan konsumsi masyarakat dan bibit dari ikan-ikan tersebut diperoleh dari penjual bibit ikan. Pemasaran hasil perikanan ini dijual melalui tengkulak.
3. Perkebunan
Desa Terungwetan ini juga mempunyai perkebunan, perkebunan yang dimaksud ialah perkebunan rakyat yang meliputi perkebunan tebu. Perkebunan tebu ini berluaskan 30 ha milik swasta atau negara 30 ha milik rakyat setempat.
4. Peternakan
Di desa Terungwetan ini juga terdapat potensi pertenakan yang meliputi sapi diperkirakan jumlah populasinya hanya 1 ekor, ayam kampung diperkirakan populasinya kurang lebih 1500 ekor, bebek kurang lebih 10.000 ekor, dan kambing diperkirakan kurang lebih 55 ekor. Di desa ini juga ada pengolahan hasil ternak seperti hasil dari telur bebek yaitu usaha telur asin hanya satu orang pemiliknya. Pemasaran hasil ternak ini dijual melalui tengkulak dan dijual melalui pengecer.4
Demikianlah letak geografis dan topografis Desa Terungwetan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. Penjelasan sumber daya alam juga
28
di rasa penting juga untuk bisa mengeskplorasi secara lebih dalam mengenai keadaan alam Desa Terungwetan yang pada gilirannya bisa mempermudah untuk mengidentifikasi demografi masyarakat Desa Terungwetan yang akan dibahas pada pembahasan selanjutnya.
B. Demografis Masyarakat Desa Terungwetan Kecamatan Krian
Kabupaten Sidoarjo.
Demografi adalah ilmu pengetahuan yang membicarakan seluk beluk tentang susunan, jumlah maupun pertambahan penduduk dalam suatu wilayah atau negara.5
Keadaan demografi (kondisi penduduk) berhubungan dengan kondisi penduduk, meningkat dan menurunnya laju perkembangan penduduk suatu daerah dapat diketahui melalui data-data yang terdapat dalam demografi daerah itu sendiri. Fungsi data demografi adalah sebagai informasi tetang perkembangan penduduk pada setiap perubahan tahun. Dengan adanya demografi pada suatu daerah akan membantu perkembangan penduduk pada kondisi daerah tersebut setiap orang yang berkepentingan atau membutuhkan data tersebut.
Desa Terungwetan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo termasuk desa yang memiliki penduduk dengan tingkat kepadatan yang sedang, berdasarkan sejumlah aspek terutama keluasan tanah yang dimiliki. Jumlah penduduk di desa ini setiap tahunnya mengalami perubahan jumlah penduduk. Menurut data yang diperoleh peneliti dari badan pusat
29
statistik Sidoarjo pada setiap tahunnya mengalami pertumbuhan penduduk menurut jenis kelaminnya, dimulai dari tahun 1991 berdasarkan hasil sensus penduduk yang penduduknya berjumlah 2.514 jiwa, golongan laki-laki berjumlah 1.238 jiwa dan golongan perempuan berjumlah 1.276 jiwa. Kemudian pada tahun 2010, golongan dari laki-laki berjumlah 1.107 jiwa dan golongan perempuan berjumlah 1.095 jiwa, secara keseluruhan berjumlah 2.202 jiwa. Pada tahun 2011, golongan laki-laki berjumlah 1.108 jiwa dan golongan dari perempuan berjumlah 1.095 jiwa, secara keseluruhan berjumlah 2.203 jiwa. Pada tahun 2012, golongan laki-laki berjumlah 1.147 jiwa dan golongan perempuan berjumlah 1.125 jiwa, keseluruhan penduduk berjumlah 2.272 jiwa. Tahun berikutnya tahun 2013, jumlah penduduk laki-laki berjumlah 1167 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 1172 jiwa, keseluruhan penduduk pada tahun ini berjumlah 2339 jiwa.6 Dan tahun 2014 jumlah penduduk golongan
laki-laki berjumlah 1.141 jiwa dan penduduk golongan perempuan berjumlah 1.126 jiwa, keseluruhan penduduk desa ini pada tahun ini berjumlah 2.267 jiwa, serta pada tahun ini jumlah kepala keluarga berjumlah 658 KK.7
Jumlah penduduk berdasarkan usia sebagai berikut:
6 Badan Pusat Statistik Sidoarjo.
7 Profil Desa Dan Kelurahan. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa
[image:40.595.87.541.187.759.2]
30
Tabel 2,I
Jumlah Penduduk Menurut Usia8
USIA LAKI-LAKI PEREMPUAN USIA LAKI-LAKI PEREMPUAN
0-12 bulan 2 orang 5 orang 39 tahun 24 orang 31 orang
1 tahun 3 orang 7 orang 40 30 orang 25 orang 2 9 orang 6 orang 41 12 orang 25 orang 3 12 orang 7 orang 42 27 orang 41 orang 4 12 orang 23 orang 43 21 orang 32 orang 5 19 orang 10 orang 44 27 orang 18 orang 6 10 orang 21 orang 45 21 orang 32 orang 7 15 orang 16 orang 46 26 orang 31 orang
8 18 orang 13 orang 47 25 orang 20 orang 9 21 orang 16 orang 48 20 orang 20 orang 10 10 orang 15 orang 49 30 orang 19 orang 11 5 orang 19 orang 50 33 orang 18 orang 12 10 orang 22 orang 51 20 orang 36 orang 13 18 orang 7 orang 52 24 orang 29 orang 14 10 orang 6 orang 53 26 orang 12 orang
15 8 orang 9 orang 54 15 orang 29 orang 16 20 orang 4 orang 55 23 orang 23 orang 17 5 orang 6 orang 56 18 orang 23 orang
31
18 10 orang 9 orang 57 27 orang 21 orang 19 7 orang 10 orang 58 19 orang 32 orang
20 5 orang 6 orang 59 21 orang 28 orang 21 8 orang 11 orang 60 7 orang 20 orang 22 7 orang 9 orang 61 15 orang 5 orang
23 10 orang 8 orang 62 4 orang 6 orang
24 15 orang 15 orang 63 3 orang 7 orang
25 9 orang 16 orang 64 6 orang 4 orang
26 3 orang 10 orang 65 5 orang 5 orang
27 17 orang 12 orang 66 2 orang 8 orang
28 9 orang 17 orang 67 3 orang 7 orang
29 12 orang 7 orang 68 8 orang 2 orang
30 27 orang 20 orang 69 4 orang 6 orang
31 21 orang 20 orang 70 1 orang 9 orang
32 32 orang 20 orang 71 8 orang 2 orang
33 20 orang 29 orang 72 7 orang 3 orang
34 20 orang 19 orang 73 6 orang 4 orang
35 32 orang 19 orang 74 5 orang 6 orang 36 20 orang 23 orang 75 3 orang 8 orang
37 20 orang 37 orang Lebih
[image:42.595.131.515.184.524.2]
32
Tabel 2.2
Jumlah Penduduk Menurut Kewarganegaraan9
Kewarganegaraan Laki-Laki Perempuan
Warga Negara Indonesia 1113 Orang 1124 Orang Warga Negara Asing 1 Orang 2 Orang
Jumlah 1114 orang 1126 orang
Dari tabel diatas jumlah penduduk menurut kewarganegaraan di desa terungwetan ini kebanyakan berpenduduk warganegara indonesia (WNI) yang berjumlah 2237 orang sedangkan warga negara asing (WNA) hanya berjumlah 3 orang saja.
C. Kehidupan sosial masyarakat Terungwetan Kecamatan Krian
Kabupaten Sidoarjo.
1. Keadaan Ekonomi
Ada beberapa macam mata pencaharian yang digenderungi oleh penduduk desa setempat antara lain bertani (menjadi petani), bekerja di sektor jasa atau berdagang, dan bekerja di sektor industri. Mata pencaharian tersebut tercatat memiliki perbedaan presentase yang drastis. Para penduduk yang bermata pencaharian atau profesi sebagai petani mencapai angka 240 orang. Sementara itu, mereka yang bekerja disektor
9 Profil Desa Dan Kelurahan. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa
33
jasa atau perdagangan kurang lebih 12 orang, dan yang bekerja di sektor industri tercatat hanya 4 orang.10
Bisa dipahami mengapa kegiatan lebih cenderung diminati masyarakat sebagai profesi untuk memenuhi kebutuhan hidup atau sebagai mata pencaharian. Karena tidak lain dari lahan yang dimiliki desa Terungwetan ini sebagian besar sebagai lahan pertanian Lahan bertani di desa ini sangat luas, ditambah lagi dengan tingkat kesuburan tanah yang masuk dalam kategori baik/sedang, tentunya memberi banyak kesempatan pada masyarakat setempat untuk memaksimalkan potensi pertanian yang ada tersebut.
Pertanian dalam konteks masyarakat desa Terungwetan adalah pekerjaan yang paling mudah, paling dekat, dan paling tampak. Dikatakan paling dekat karena bisa ditemui dengan mudah oleh masyarakat dan adanya kenyataan bahwa hidup masyarakat desa begitu tergantung pada pertanian, dianggap mudah karena masyarakat tumbuh berkembang di lingkungan masyarakat yang dari awal profesinya kebanyakan sebagai petani, sehingga bertani bukanlah barang asing yang justru menjadi pekerjaan yang populer di kalangan masyarakat dan mudah dilakukan, dan yang dianggap paling tampak adalah hasilnya yang kemudian menunjukkan keberhasilan pertanian.
34
Sebagian hasil pertanian di desa Terungwetan ini lebih banyak berupa makanan pokok masyarakat, maka sampai kapanpun aktifitas pertanian akan selalu dibutuhkan. Peranian di desa ini menghasilkan padi sawah yang memiliki luas 35 ha. Pemilik lahan pertanian tanaman pangan yang memiliki lahan kurang dari 1 ha berjumlah 115 keluarga, yang memiliki lahan 1,0-5,0 ha berjumlah 5 keluarga, sehingga dapat di total keluarga petani yang mempunyai lahan pertanian berjumlah 120 keluarga.11
[image:44.595.129.513.241.715.2]Kondisi ekonomi desa Terungwetan ini terbilang menengah keatas. Sumber ekonomi penduduk desa ini yang mata pencahariannya antara lain bertani, dagang, dan lainnya. Pekerjaan ini juga di sebut dengan sektor jasa atau perdagangan yang meliputi sebagai berikut:
Tabel 2.3
Mata Pencaharian Penduduk Desa Terungwetan12
No. Mata Pencaharian Jumlah
1. Petani 240 orang
2. Buruh tani 45 orang
3. Pegawai negeri sipil 45 orang
4. Pengrajin industri rumah tangga 4 orang 5. Pedagang keliling 12 orang
11 Profil Desa Dan Kelurahan. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa
Departemen Dalam Negeri Tahun 2014.
35
6. Peternak 12 orang
7. Dokter swasta 3 orang
8. Bidan swasta 2 orang 9. Pembantu rumah tangga 2 orang
10. TNI 18 orang
11. POLRI 3 orang
12. Pensiunan TNI/PNS/POLRI 6 orang 13. Pengusaha kecil dan menengah 2 orang
14. Arsitektur 2 orang
15. Karyawan swasta 536 orang 16. Karyawan pemerintah 3 orang
Jumlah 935 orang
36
masyarakat yang mempunyai penghasilan ekonomi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2. Keadaan pendidikan
Dalam lingkungan desa pasti ada tingkatan pendidikan diantara masyarakatnya. Pendidikan merupakan faktor yang sangat dominan guna mencerdaskan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan juga akan meningkatkan kualitas suatu negara karena dengan adanya pendidikan akan meningkatkan sumber daya manusia.
Sarana pendidikan yang berfungsi untuk mencerdaskan anak bangsa dibutuhkan keberadaannya di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Diharapkan berguna untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang berilmu dan berwawasan luas. Dengan begitu generasi penerus bangsa mengalami kemajuan di segala bidang dan tidak sampai tertinggal dengan negara-negara lainnya.
[image:47.595.138.510.188.539.2]
37
Tabel 2.4
Sarana Pendidikan Menurut Jenis Sekolah Dan Statusnya13
No. Jenis Pendidikan Negeri Swasta Jumlah
1. Play group - 1 1
2. Tk 1 - 1
3. Sd/ sederajat 1 - 1
4. Smp/mts - - -
5. Sma/ma - - -
6. Ponpes - 2 2
Jumlah 5
Dari tabel diatas dapat diuraikan fasilitas pendidikan yang ada di desa Terungwetan ini terdiri dari Play Group yang berjumlah 1 berstatus swasta, SD yang berjumlah 1 berstatus Negeri yaitu SD Negeri Terungwetan, dan pondok pesantren yang berjumlah 2 berstatus swasta yaitu pondok darul falah 57 dan pondok darul falah 91.
Adapun tingkat pendidikan penduduk desa Terungwetan dapat dilihat pada tabel berikut:
13 Profil Desa Dan Kelurahan. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa
[image:48.595.136.515.224.714.2]
38
Tabel 2.5
Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Terungwetan14
14 Profil Desa Dan Kelurahan. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa
Departemen Dalam Negeri Tahun 2014.
No. Keterangan Jumlah
1 Usia 3-6 tahun belum masuk TK 56 orang 2 Usia 3-6 tahun sedang TK/play group 57 orang
3 Usia 7-18 tahun yang sedang sekolah 192 orang 4 Tamat SD/sederajat 580 orang 5 Usia 12-56 tahun tidak tamat SLTP 58 orang 6 Usia 18-56 tahun tidak tamat SLTA 106 orang 7 Tamat SMP/sederajat 580 orang 8 Tamat SMA/sederajat 580 orang 9 Tamat D-1/sederajat 9 orang
10 Tamat D-2/sederajat 9 orang 11 Tamat D-3/sederajat 19 orang 12 Tamat S-1/sederajat 46 orang 13 Tamat S-2/sederajat 6 orang 14 Tamat S-3/sederajat -
15 Tamat SLB A -
39
Dari paparan tabel diatas dapat diuraikan mengenai tingkat pendidikan penduduk desa Terungwetan dapat diklasifikasikan sebagai berikut, yang belum masuk TK berjumlah 56 orang, yang sedang sekolah TK/play group berjumlah 57 orang, penduduk umur 7-18 tahun yang sedang sekolah berjumlah 192 orang, sedangkan penduduk yang tamat SD berjumlah 580 orang, penduduk yang tidak tamat SLTP berjumlah 58 orang, penduduk yang tidak tamat SLTA berjumlah 106 orang, serta penduduk yang tamat SMP berjumlah 580 orang, penduduk yang tamat SMA berjumlah 580 orang, sementara penduduk yang tamat D-1 berjumlah 9 orang, tamat D-2 juga berjumlah 9 orang, tamatan D-3 berjumlah 19 orang, tamatan S-1 berjumlah 46 orang, dan penduduk yang tamat S-2 berjumlah 6 orang.
Pada saat ini, berdasarkan standar kelulusan yang banyak digunakan dalam persyaratan dunia kerja adalah tamatan SMA, salah satu tingkatan yang paling rendah dalam standar persyaratan dunia kerja, tamatan SMA tidak bisa berkarir lebih tinggi dari pada menjadi buruh, pembantu, atau karyawan dalam tingkat yang paling rendah dalam suatu perusahaan. Sedangkan yang lulusan S-1 atau Strata-1 telah menjadi hal yang lumayan dalam dunia kerja dan posisinya lebih tinggi dari pada tamat SMA demikian pula dengan lulusan S-2 atau Strata-2 juga lebih unggul
17 Tamat SLB C -
40
tingkatan dalam dunia kerja dari pada S-1. Serta tamatan S-3 atau Strata-3 adalah yang paling dicari untuk menduduki posisi penting.
Menurut Malik Fadjar, pendidikan merupakan investasi manusia,15
oleh karena itu, ia akan menjadi penentu bagi perkembangan manusia selanjutnya. Pendidikan menjadi tolak ukur kemajuan sebuah masyarakat, pendidikan yang kurang baik akan melahirkan SDM yang kurang baik, dan oleh karena itu akan berdampak pada masa depan bangsa yang sulit untuk maju, sebaliknya kondisi pendidikan yang maju akan melahirkan sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif, yang hal tersebut menjadi alamat baik bagi perkembangan sebuah bangsa dan negara. Menurut Malik Fadjar, untuk memajukan sebuah bangsa dan negara, hal pertama dan utama yang harus diperhatikan adalah kondisi pendidikannya.16
Mengenai kesejahteraan desa Terungwetan ini sudah dikatan maju, lebih jelasnya perhatikan tabel berikut ini:
15 Ahmad Barizi (ed). Pemikiran holistik pendidikan A. Malik Fadjar (Malang: UIN Press, 2003).
1.
16 Dikutip Moh. Lutfi. “Nilai-Nilai Islam dan budaya lokal dalam tradisi “rokat pandebeh di desa
[image:51.595.139.517.184.553.2]
41
Tabel 2.6
Kesejahteraan Penduduk17
No. Uraian Keterangan
1 Keluarga Prasejahtera 4 keluarga 2 Keluarga sejahtera 1 149 keluarga
3 Keluarga sejahtera 2 271 keluarga 4 Keluarga sejahtera 3 218 keluarga 5 Keluarga sejahtera 3 plus 16 keluarga
Jumlah 658 keluarga
Dari keterangan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa desa terungwetan ini terbilang sejahtera karena dilihat dari tabel diatas dan berdasarkan data desa angka keluarga sejahtera 2 yang menduduki tingkat teratas yang berjumlah 271 keluarga, serta jumlah keluarga sejahtera 3 berjumlah 218 keluarga, sedangkan jumlah keluarga 1 berjumlah 149 keluarga, dan yang paling rendah jumlahnya adalah keluarga prasejarah yang berjumlah hanya 4 keluarga maka dapat dikatakan bahwa desa terungwetan ini merupakan masyarakat yang tergolong cukup sejahtera.
17 Profil Desa Dan Kelurahan. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa
42
D. Keadaan Keagamaan
Kehidupan keagamaan masyarakat Desa Terungwetan kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo belum di masukin budaya barat, hanya anak-anak mudah saja yang dipengaruhi oleh budaya barat, sosial budayanya masih melekat di desa ini.18 Di desa Terungwetan penduduknya mayoritas
beragama Islam, salah satu kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia untuk memeluk satu agama yang diyakininya dari tujuh agama yang diakui oleh negara Indonesia dan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu tempat peribadatan desa Terungwetan ini terdiri dari tiga masjid dan sembilan mushola.19 Sarana peribadatan ini digunakan untuk
melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran agama Islam.
Ditinjau dari segi budayanya, masyarakat di desa Terungwetan ini masih sangat kental adat budayanya, dalam hal ini masyarakat masih tergolong mempercayai hal-hal yang mistik atau ghaib dan tempat-tempat yang dianggap kramat. Tradisi lokal ini masih dipegang teguh oleh masyarakat di desa ini untuk melaksanakannya dan budaya ini telah disusupi dengan nilai-nilai Islam di dalamnya, apalagi orang-orang tuanya kalau ada hajatan harus pergi k makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung untuk meminta ijin dan mengalab berkah. Di desa ini masih ada upacara adat seperti ruah desa dan kleman. Pada hari kamis kliwon malam jum’at legi banyak juga yang menyelenggarakan bancaan di makam Raden Ayu ini bertujuan untuk berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui
18 Sunan As’ari. Carik desa.Wawancara. desa Terungwetan. 09 Mei 2016
19 Profil Desa Dan Kelurahan. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa
43
Raden Ayu untuk mengalab berkah. Ruah desa di desa Terungwetan ini diadakan di makam putri ayu dengan “nanggap”20 wayang kulit dan kalau
mengadakan ruah desa lagi habis nanggap wayang, diadakan seperti halnya tujuh belas Agustusan.21
Sementara itu, ditinjau dari segi keagamaan mayarakat di desa Terungwetan ini memiliki tingkat kehidupan keagamaan yang kental dan solidaritas serta saling bergotong royong. Masyarakat desa ini juga mempunyai kegiatan rutinitas di desa seperti halnya pada hari senin ada kegiatan Jami’iyah kidul, hari rabu ada kegiatan manakip, hari kamis juga ad kegiatan yasinan bagi laki-laki, hari jum’at diadakan kegiatan yasinan perempuan dan sabtu malam minggu juga mengadakan kegiatan jami’iyah kidul.
Dengan adanya kegiatan tersebut masyarakat di desa Terungwetan ini terbilang damai dan religius. Karena adanya kegiatan desa tersebut diharapkan untuk selalu mengingat Tuhan Yang Maha Esa dan dapat meminimalisir rendahnya tingkat religius terhadap Tuhan. Kegiatan desa ini juga diharapkan dapat merubah sifat-sifat yang dimiliki masyarakat bahwasannya ketaatan juga penting terhadap Tuhan karena itu adalah suatu bentuk rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
BAB III
BUDAYA ZIARAH MAKAM RADEN AYU PUTRI ONTJAT TANDHA
WURUNG DI DESA TERUNGWETAN KECAMATAN KRIAN
KABUPATEN SIDOARJO
A. Pengertian Dan Tujuan Budaya Ziarah ke makam Raden Ayu Putri
Ontjat Tandha Wurung
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya berasal dari kata majemuk yaitu budi-daya yang berarti budi itu
akal. Budaya terbentuk dari unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan
politik, adat istiadat, bangunan, pakaian dan karya seni. Budaya dapat
diartikan dengan hal-hal yang bersangkutan dengan akal dan cara hidup
yang selalu berkembang dan berubah dari waktu ke waktu.1
Sementara itu, kata ziarah menurut bahasa adalah menengok.
Ziarah makam artinya menengok makam. Ziarah ke makam Raden Ayu
Putri Ontjat Tandha Wurung berarti menengok makam Raden Ayu Putri
Ontjat Tandha Wurung. Ziarah kubur bukan hanya menengok dan
mengetahui dimana tempat seseorang dikubur atau hanya sekedar
mengetahui makam atau kuburan tersebut. Akan tetapi terkadang
seseorang ke makam untuk berziarah mendoakan orang yang sudah
dimakamkan dan mengirim doa untuknya.
45
Kaitannya dengan tujuan budaya ziarah makam Raden Ayu Putri
Ontjat Tandha Wurung bahwa budaya ini memiliki tujuan untuk mengalab
berkah dan meminta pada Tuhan di tempat makam tersebut. Pada dasarnya
orang yang pergi ke makam yang dikramatkan untuk berdoa meminta
kepada Tuhan bukan meminta kepada pesarean tersebut tetapi tempat
sarana untuk beribadah dan berdoa melalui perantara makam kramat
tersebut konon katanya orang yang diziarahi lebih dekat dengan Tuhan dan
doa yang diinginkan cepat terkabul.2 Seperti halnya tempat untuk
beribadah yakni masjid. Tempat makam tersebut dipercaya oleh
masyarakat Desa Terungwetan adalah tempat yang suci dan makam orang
itu dianggap suci.
Dalam pandangan dan keyakinan masyarakat Desa Terungwetan,
ziarah kubur atau makam ini sangat mempengaruhi masyarakat, ziarah ke
makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung menjadi kebiasaan yang
dilakukan oleh masyarakat Terungwetan, pada hari-hari biasa mereka
berziarah sama seperti halnya berziarah pada makam-makam tokoh Islam
lainnya seperti walisongo adalah makam Sembilan wali sebagai makam
tokoh-tokoh Islam yang menjadi wisata religi bagi mereka. Penziarah
mengunjungi atau menziarahi makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha
Wurung bertujuan untuk mengalab berkah dan sebagai tempat untuk
meminta kepada Tuhan agar permintaannya terkabul. Masyarakat
Terungwetan ini berkeyakinan bahwa berdoa di makam tersebut dengan
46
melalui orang yang diaziarahi akan cepat terkabul dan makam Raden Ayu
Putri Ontjat Tandha Wurung adalah aset desa yang dilestarikan oleh
masyarakat Desa Terungwetan karena Raden Ayu Putri Ontjat Tandha
Wurung adalah cucu dari Raja Majapahit yakni Raja Brawijaya V.
Ritual keagamaan ini memiliki posisi penting dalam pandangan
masyarakat desa terungwetan, mengingat cara keberagaman mereka yang
amat kental dengan nuansa tradisional-lokal. Keyakinan-keyakinan yang
ada pada budaya ziarah makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung
merupakan hasil dari hubungan dialogis antara unsur-unsur Islam yang
keberadaannya bisa di lacak hingga Hindu-Budha.
Jadi, tujuan budaya ziarah makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha
Wurung sebagai mengalab berkah dan meminta derajatnya ditinggikan
oleh Tuhan melalui perantara orang yang diziarahi seperti Raden Ayu
Putri Ontjat Tandha Wurung.
Budaya pelaksanaan ziarah makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha
Wurung memiliki pengaruh penting tidak hanya dalam lingkaran internal
melainkan dilingkaran eksternal masyarakat luas, sebagaimana pada
pembahasan selanjutnya.
B. Kisah Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung
Raden Ayu Putri Ontjat Tandha3 Wurung adalah putri dari Raden
Kusen dari istri kedua yaitu Mas Ayu Cendana binti Bhre Pakembangan
mempunyai tiga saudara putri. Raden Kusen adalah Adipati Terung
47
keturunan Raja Majapahit Brawijaya V yang bernama Prabu Kertawijaya
Wijayaparakrama Warddhana. Raja Brawijaya V menikahi putri cina yang
bernama Retno Subanci putri Syech Bentong dan mempunyai putera
Raden Patah, Prabu Brawijaya V juga menikahi Nini Endang
Sasmitaputra, dia adalah seorang raksasa yang menjelma sebagai
perempuan cantik yang pada waktu itu melihat sang prabu berburu dan
mengagumi sang prabu. Dia pun menginginkan sang prabu sehingga dia
menjelma sebagai wanita cantik dan pergi ke daerah pasar dan menjadi
rebutan para lelaki di pasar dan pemuda, wanita cantik itu dipanggil sang
prabu, pada saat itu sang prabu terkesima melihat perempuan tersebut dan
menikahinya. Selang beberapa bulan Nini Endang Sasmitapura hamil dan
mengidam daging mentah dan disitulah sang prabu baru sadar jika selirnya
adalah sang raksasa diusirlah selir raksasa tersebut pada waktu hamil. Selir
tersebut meninggalkan kerajaan dan kembali ke hutan, selang beberapa
bulan sang selir pun melahirkan seorang putera yang dinamakan Arya
Damar. 4
Pada kemudian hari Arya Damar mulai beranjak dewasa ia
bertanya kepada ibunya siapa ayahandanya dan ibunya menjawab ayahmu
adalah Prabu Brawijaya V Raja Majapahit, Arya Damar pun mencari
ayahandanya. Dan bertemunya sang prabu dengan Arya Damar, ia diberi
tantangan untuk menaklukan Palembang dan itupun terbukti bahwa Arya
Damar bisa menaklukannya, dan ia di beri gelar Arya Abdillah Adipati
48
Palembang dan dihadiahi oleh sang prabu seorang selirnya yang bernama
Retno Subanci seorang putri Cina, menikah dengan Retno Subanci binti
Syech Bentong melahirkan seorang putera yang bernama Raden Kusen
Adipati Terung.
Raden Kusen beristri empat, mempunyai tujuh putera dan tiga
putri. Istri pertama bernama Nyai Wilis (cucu Sunan Ampel) memiliki
putera Raden Sudirejo yang menjadi Adipati Palembang bergelar Adipati
Widarakandang, putera keduanya bernama Arya Terung yang menjadi
Adipati Sengguruh, dan putera ketiganya bernama Arya Blitar. Istri kedua
dari Raden Kusen adalah Mas Ayu Cendana binti Bhre Pakembangan
menurunkan putri yang bernama Mas Ayu Kriyan yang bergelar Ratu
Pradabinabar yang dinikahi oleh Sunan Kudus, putri keduanya bernama
Mas Ayu Winong yang dinikahi oleh Pangeran Kanduruwan bin Raden
Patah yang menjadi Adipati Sumenep, dan putri bungsunya bernama Mas
Ayu Sedeng Kaputren yang disebut masyarakat dengan Raden Ayu Putri
Ontjat Tandha. Dari istri ketiga ini bernama Nyai Wonokromo yang
melahirkan tiga putra yaitu putera pertama bernama Pangeran Tundhung
Musuh yang menjadi Adipati Surabaya, putera kedua bernama Pangeran
Arya Lena yang juga menjabat sebagai Adipati Surabaya, dan putera
bungsunya bernama Pangeran Jabug yang juga menjadi Adipati Surabaya.
49
yang melahirkan Raden Santri yang menjadi Adipati Sumedang dan
menurunkan Pangeran Geusan Ulun yang menjadi Adipati Sumedang.5
Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung mempunyai nama pribadi
yakni bernama Raden Ayu Putri Sundari Cempokowati, beliau ini
memiliki jiwa mandiri dibuktikan dengan kebiasaan berjualan bunga di
pasar. Diyakini oleh masyarakat sekitar bahwa pasar kembang tersebut
berlokasi disebelah utaranya pertigaan monument garuda desa terungwetan
sekarang.
Suatu ketika, Raden Kusein diberi tugas untuk pergi ke
Blambangan oleh Kesultanan Demak Bintoro untuk mencari pusaka
kerajaan yakni pusaka dapur sangkelat yang hilang dicuri oleh
Blambangan. Pada saat itu, Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung
berjualan bunga dipasar kembang Terung. Disaat itu, sang putri lupa tidak
membawa pangot atau belati untuk memotong boreh atau yang disebut
dengan daun pandan. Beliau kebingungan karena tidak membawa pangot,
disaat sang putri kebingungan dan menoleh ke kanan ke kiri, tiba-tiba ada
seorang pemuda tampan yang berdiri dihadapan sang putri konon diyakini
pemuda itu adalah Raden Makdum Ibrahim/ Kanjeng Sunan Bonang putra
Sunan Ampel sepertinya hendak membeli bunga sang putri. Raden Ayu
Putri Ontjat Tandha Wurung dengan kaget menyapa sang pemuda tersebut
dengan menanyakan membawa pangot apa tidak. Pemuda itu menjawab ia
membawa pangot, nah disitulah raden ayu meminjam pangot yang dibawa
50
pemuda tampan tersebut dengan syarat pangotnya tidak boleh di pangku
atau diletakkan diatas paha saat duduk. Pada saat itu, raden ayu tersebut
dengan asyik memotong bunga dan tidak sadar pangot itu dipangku dan
secepat kilat secara ghaib pangot tersebut hilang secara bersamaan pemuda
tersebut juga menghilang.
Selang beberapa bulan, sang ayahanda yaitu Raden Kusen kembali
ke kerajaan Kadipaten Terung dari peperangan melawan Blambangan,
bertepatan dengan kembalinya sang ayahanda, perut Raden Ayu Putri
Ontjat Tandha Wurung semakin membesar dan semakin terlihat. Sang
ayahandapun sangat terkejut melihat putrinya betapa marahnya Raden
Kusen melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa putrinya sedang
hamil. Kendatipun sudah dijelaskan oleh sang putri ikhwal kejadian saat
berjualan bunga lupa tidak membawa pangot kemudian dipinjami oleh
pemuda misterius dan sang putri mengaku tidak pernah berhubungan
dengan laki-laki manapun, tetapi sang ayah tetap tidak percaya dengan
pengakuan