• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tradisi ziarah makam banyubiru dalam era modernisasi (Studi Kasus di Desa Jatingarang Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tradisi ziarah makam banyubiru dalam era modernisasi (Studi Kasus di Desa Jatingarang Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo)"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat hidup bersama-sama menghasilkan kebudayaan. Nilai-nilai

budaya yang bersifat tradisional sudah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia

terutama masyarakat Jawa. Sebagian masyarakat Jawa dalam berperilaku selalu

berpegang pada pandangan hidupnya yang religius dan mistis, serta pada sikap

hidupnya yang etis dan menjunjung tinggi moral atau derajat hidupnya.

Pandangan hidupnya selalu menghubungkan segala sesuatu dengan Tuhan yang

terkesan gaib dengan menghormati arwah nenek moyang serta kekuatan-kekuatan

yang tidak terlihat oleh indera manusia. Ketakutan manusia pada kekuatan

supernatural berubah menjadi pandangan bahwa kekuatan tersebut berada dalam

dunia nyata dan mempengaruhi nasib manusia, sehingga muncullah gagasan

bahwa kekuatan itu membutuhkan pemujaan damai, khusus, dan berbeda.

Ritual-ritual yang masih ada pada masyarakat Jawa merupakan kekayaan budaya yang

turun temurun antara generasi, walaupun anggota masyarakat senantiasa silih

berganti disebabkan adanya transformasi budaya generasi tua ke generasi muda.

Orang Jawa mempunyai gaya hidup kebatinan yang meliputi berbagai

bentuk kebudayaan Jawa, misalnya kepercayaan akan ramalan, penafsiran dari

lambang-lambang dan kesakten barang-barang keramat dan makam-makam.

Menurut Kodiran dalam Koentjaraningrat (1999:347), orang Jawa percaya kepada

suatu kekuatan yang melebihi segala kekuatan di mana saja yang pernah dikenal,

yaitu kesakten, kemudian arwah atau roh leluhur dan makhluk-makhluk seperti

memedi, lelembut, tuyul, demit, serta jin dan lainnya yang menempati alam

sekitar tempat tinggal mereka . menurut kepercayaan makhluk-makhluk halus

tersebut dapat mendatangkan sukses, kebahagiaan, ketenteraman, sehingga perlu

adanya membangun hubungan yang baik.

Pemujaan dan penghormatan kepada roh-roh oleh sebagian masyarakat

Jawa masih tampak terlihat, terlepas dari sifat roh yang dianggap baik atau jahat.

(3)

commit to user

penghormatan kepada roh-roh tetapi kesemuanya itu berlatar belakang pada alasan

bahwa roh-roh tersebut sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia antara

lain untuk keselamatan dan kesejahteraan.

Masyarakat Jawa mengenal adanya dunia gaib yang dihuni oleh

makhluk-makhluk halus seperti roh –roh orang yang sudah meninggal dunia. Hal

ini tampak dalam kehidupan mereka dengan adanya pemberian sesaji seperti air

dan kembang setaman yang ditujukan kepada arwah-arwah leluhur pada malam

Jumat Kliwon. Sesaji ini dianggap dapat memberikan perlindungan kepada

kehidupan mereka.

Orang Jawa juga mempunyai keyakinan mengenai hubungan antara

manusia dan roh-roh halus sebagai sarana bantu Yang Kuasa untuk menampakkan

diri secara tidak langsung kepada manusia. Orang Jawa juga mengenal zat-zat

gaib. Menurut Suyono (2007:4), zat-zat gaib menurut orang Jawa dapat dibagi

menjadi empat yaitu:

1. Dewa-dewi utama dan dewa-dewi lainnya, serta makhluk-makhluk halus lain yang dipercayai oleh ajaran Budha dan Hindhu. Kepercayaan ini terutama dianut oleh orang Baduwi dan orang jawa yang nenek moyangnya sebelum memeluk agama tersebut.

2. Zat yang dipuja sebagai Tuhan dari benda-benda angkasa dan

unsur-unsur yang berasal dari magisme dan dualisme. Orang Jawa mengenal ajaran ini dari kalangan Hindhu Parsi. Kepercayaan ini terutama dihargai serta dianut oleh orang Tengger dan keturunannya yang beragama Hindhu Parsi.

3. Setan-setan, jin-jin dan makhluk halus yang berasal pemujaan alam.

Kepercayaan ini terutama dianut oleh orang Pasek sebagai penduduk asli dari pulau Jawa dan keturunannya yang telah beragama Islam, mereka tetap menghargai dan takut terhadap jin, setan dan makhluk halus yang bersumber dari pemujaan terhadap alam.

4. Makhluk-makhluk yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan kitab-kitab

agama Islam lainnya. Makhluk-makhluk gaib ini dihargai dan ditakuti oleh mereka yang beragama Islam.

Masuknya berbagai agama sebelum kedatangan Islam di pulau Jawa

membawa dampak yang besar pada adat-istiadat, tata cara hidup maupun praktek

keagamaan sehari-hari orang Jawa. Keyakinan oleh sebagian masyarakat adanya

Tuhan, dewa-dewa, setan, roh-roh alam, roh-roh manusia, dan berbagai jenis

(4)

commit to user

berbagai kepercayaan mengenai kekuatan mistik melahirkan berbagai takhayul.

Kepercayaan yang ada di masyarakat Jawa berbeda-beda antara wilayah yang satu

dengan lainnya. Masyarakat di desa pada umumnya dalam menjalani dan

melaksanakan kehidupan dan penghidupannya diwarnai oleh berbagai macam

tradisi yaitu dalam mewujudkan hubungan-hubungan antara masyarakat dengan

Tuhan, hubungan masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya maupun

masyarakat dengan alam lingkungannya.

Masyarakat Jawa memandang bahwa berkah dapat dibendakan sehingga

mampu dirasakan manfaatnya dan dapat diketahui orang lain. Berkah itu berupa

dunyo, turangga lan kukila, yaitu harta yang banyak, kendaraan yang bagus atau

pangkat yang baik dan “suara burung yang cantik”. Ketiganya dipandang sebagai

perlambang kemapanan seseorang dan dinilai berhasil apabila kesemuanya itu

tercapai. Untuk mencapai sebuah kemapanan tentunya diperlukan usaha dan kerja

keras, serta doa karena semua turun semata-mata karena karunia Illahi, maka bagi

sebagian orang, para wali sebagai orang yang dekat dengan Allah, merupakan

perantara yang tepat. Sebagian orang Jawa percaya, meskipun para wali telah

meninggal tetapi yang meninggal hanyalah jasadnya, rohnya masih utuh dan

hidup. Roh para wali itu mengetahui siapa yang datang ke makamnya dan

mendengarkan bagaimana doanya, sebuah keniscayaan jika doa tersebut cepat

sampai kepada Allah.

Apabila dihubungkan dengan kemajuan zaman dan pandangan kaum

modernis yang lebih mementingkan rasionalisme, seringkali banyak yang menilai

tradisi ini sudah seharusnya ditinggalkan, namun kenyataannya tradisi ini masih

banyak sekali dilakukan. Masyarakat Desa Jatingarang, Kecamatan Weru,

Kabupaten Sukoharjo adalah masyarakat yang masih sangat menghormati tradisi

termasuk tradisi ziarah makam Banyubiru. Makam Banyubiru mempunyai

keistimewaan sendiri dibandingkan dengan makam-makam lain yang ada di desa

Jatingarang. Makam Banyubiru adalah makam dari seorang tokoh ulama atau wali

yang juga menjadi murid dari Sunan Kalijaga, salah satu dari Wali Sanga.

Besarnya jasa dalam menyebarkan agama Islam di Jawa-bahkan nusantara,

(5)

commit to user

memiliki kekuatan-kekuatan atau ilmu-ilmu yang lebih dari orang-orang biasa.

Pandangan ini kemudian menimbulkan suatu usaha pada sebagian masyarakat

dalam hal mengkeramati atau mensucikan benda-benda peninggalan termasuk

makam-makam para wali, termasuk makam Banyubiru.

Masyarakat melaksanakan tradisi ziarah makam Banyubiru karena

mereka percaya bahwa apabila mereka melakukan ziarah tersebut apa yang

mereka inginkan akan terwujud, misalnya : keinginan untuk mendapatkan harta

yang berlimpah. Masyarakat yang datang untuk berziarah bukan hanya berasal

dari desa Jatingarang saja, melainkan juga berasal dari luar desa, bahkan luar

Kabupaten Sukoharjo seperti dari daerah Wonogiri, Klaten, Yogyakarta dan

daerah-daerah lain di wilayah sekitar Kabupaten Sukoharjo. Makam Banyubiru

biasa dikunjungi oleh para peziarah pada malams Jumat Kliwon. Tata cara ziarah

di makam Banyubiru sama dengan makam-makam yang lain, hanya saja makam

Banyubiru sering dijadikan tempat untuk menggelar pementasan wayang kulit

oleh sebagian masyarakat. Pementasan wayang kulit ini sengaja dilakukan di

dalam kompleks pemakaman Banyubiru untuk mendapatkan restu dari makam

Banyubiru dalam memperlancar hajatan orang-orang yang mengadakan hajatan

tersebut. Misalnya ketika kegiatan bersih desa masyarakat selalu mengadakan

pementasan wayang kulit di kompleks pemakaman Banyubiru. Contoh yang lain

ketika pemilihan Kepala Desa bahkan pemilihan Gubernur Jawa Tengah yang

baru saja dilakukan beberapa waktu yang lalu, juga diadakan pementasan wayang

kulit di kompleks pemakaman Banyubiru.

Perkembangan zaman yang semakin maju dalam berbagai bidang telah

membawa beberapa pengaruh pada kebudayaan masyarakat secara langsung

maupun tidak langsung. Sebagian masyarakat tanpa sadar telah terpengaruh oleh

berbagai macam perkembangan tersebut, namun ada juga sebagian masyarakat

yang menyadari adanya pengaruh dari perkembangan zaman tersebut. Hal ini

terjadi pula pada kehidupan masyarakat di sekitar kompleks makam Banyubiru.

Sebagian masyarakat Banyubiru juga sudah merasakan dan menerima adanya

beberapa pengaruh modernisasi, seperti dengan adanya kecanggihan teknologi dan

(6)

commit to user

sebagian masyarakat Banyubiru sudah mulai berpikiran modern dan mereka bisa

menerima hal-hal yang bersifat modern serta dapat diterima akal manusia. Akan

tetapi ada juga sebagian masyarakat yang tetap melakukan hal-hal yang bersifat

tradisional dan kadang tidak bisa diterima akal sehat. Hal ini dapat ditunjukkan

dengan adanya sebagian masyarakat yang tetap memegang teguh kepercayaan

bahwa tradisi ziarah makam Banyubiru dapat mendatangkan berkah bagi mereka

yang telah melaksanakan tradisi ziarah makam Banyubiru tersebut. Sebagian

masyarakat tetap melaksanakan tradisi ziarah makam Banyubiru walaupun,

mereka juga menerima arus modernisasi. Bagi sebagian masyarakat ini adanya

modernisasi tidak akan membuat mereka meninggalkan tradisi kepercayaan

mereka. Kepercayaan sebagian masyarakat tentang adanya keistimewaan pada

makam Banyubiru yang dipercaya dapat mendatangkan berkah dan mengabulkan

segala permohonan peziarah masih sangat kuat meskipun telah menumbuhkan

berbagai macam perubahan seperti nilai dan tindakan masyarakat.

Kepercayaan tradisi ziarah makam Banyubiru yang masih dianut oleh

sebagian masyarakat Banyubiru ini apabila dikaitkan dengan arus modernisasi

sudah tidak relevan lagi. Secara logika apabila seseorang ingin mendapatkan harta

atau kesejahteraan hidup di dunia maka mereka harus meraihnya dengan usaha

yang nyata yaitu bekerja dan berdoa. Akan tetapi hal ini tidak dilakukan oleh

sebagian masyarakat yang masih percaya dengan adanya keistimewaan pada

makam Banyubiru. Mereka ingin meraih kesejahteraan hidup di dunia hanya

dengan melakukan tradisi ziarah makam Banyubiru. Tindakan tersebut tentu saja

tidak dapat diterima oleh logika manusia apalagi tindakan tersebut dilakukan pada

era yang modern seperti saat sekarang ini. Berdasarkan pada uraian yang telah

dijelaskan di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui kemudian meneliti

lebih lanjut tentang “Tradisi Ziarah Makam Banyubiru Dalam Era

Modernisasi”(Studi kasus di Desa Jatingarang, Kecamatan Weru, Kabupaten

Sukoharjo ).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dapat

(7)

commit to user

Makam Banyubiru dalam Era Modernisasi di Desa Jatingarang, Kecamatan Weru,

Kabupaten Sukoharjo?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam pelaksanaan Tradisi Ziarah

Makam Banyubiru dalam Era Modernisasi.

2. Untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan Tradisi Ziarah Makam Banyubiru

dalam Era Modernisasi.

3. Untuk mendeskripsikan perubahan dalam pelaksanaan Tradisi Ziarah Makam

Banyubiru dalam Era Modernisasi.

4. Untuk mendeskripsikan persepsi masyarakat tentang Tradisi Ziarah Makam

Banyubiru dalam Era Modernisasi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah wawasan ilmu tentang keanekaragaman bentuk budaya tradisi

yang terdapat dalam masyarakat Jawa.

b. Menambah wawasan tentang makna dan prosesi pelaksanaan tradisi ziarah

makam Banyubiru dalam era modernisasi.

c. Sebagai bahan masukan untuk melakukan penelitian sejenis.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan masukan bagi masyarakat untuk melestarikan budaya daerah.

b. Memberikan masukan bagi pemerintah daerah untuk memberdayakan

tradisi yang hidup didalam masyarakat.

c. Menunjukkan pandangan yang positif kepada masyarakat terhadap

(8)
(9)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tradisi Ziarah Makam Banyubiru.

a. Pengertian Kebudayaan

Tradisi merupakan bagian dari kebudayaan. Masyarakat hidup

bersama-sama menghasilkan kebudayaan. Kebudayaan sendiri berasal dari bahasa

Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau

“akal”, sedang bahasa latin kebudayaan adalah colere yang berarti “mengolah”,

“mengerjakan”, terutama mengolah tanah atau bertani. Arti ini berkembang

menjadi culture sebagai segala daya usaha manusia untuk mengubah alam.

(Koentjaraningrat, 2004:9). Soerjanto Poespowardojo (1989:219) menyatakan

bahwa “Kebudayaan adalah keseluruhan proses dan hasil perkembangan

manusia yang disalurkan dari generasi ke generasi untuk kehidupan manusiawi

yang lebih baik”. Jadi menurut pendapat di atas kebudayaan diperoleh melalui

suatu proses yang berlangsung secara terus menerus dan berkembang untuk

mendapatkan hasil yang lebih baik dan diwariskan oleh generasi sebelumnya.

Kebudayaan menurut Tylor yang dikutip Sapardi (2000:77) adalah

“keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni,

kesusilaan, hukum, adat istiadat serta kesanggupan dan kebiasaannya yang

dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat.” Dengan demikian,

kebudayaan berarti segenap pengetahuan tentang pola-pola berpikir yang

dimiliki oleh segenap warga masyarakat. Dari kedua pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan sistem pengetahuan, kepercayaan,

seni, adat istiadat yang dipelajari dan disalurkan dari generasi ke generasi.

Kebudayaan juga merupakan upaya masyarakat secara dialektis untuk

terus menerus menjawab setiap tantangan yang dihadapkan kepadanya dengan

menciptakan berbagai sarana dan prasarana. Intinya adalah proses terus

menerus menyimak kadar dinamika dari sistem nilai dan sistem kepercayaan

(10)

commit to user

keseluruhan proses dan hasil perkembangan manusia yang berupa pola-pola

pemikiran dan tindakan sehingga masyarakat mampu menciptakan berbagai

sarana dan prasarana yang disalurkan dari generasi ke generasi.

Kebudayaan pada umumnya mempunyai paling sedikit tiga wujud Dr.

Hans J.Daeng (2000) yaitu (1) Wujud kebudayaan sebagai suatu himpunan

gagasan, (2) Wujud kebudayaan sebagai jumlah perilaku yang berpola, (3)

Wujud kebudayaan sebagai sekumpulan benda dan artefak.(h.45-46). Dengan

melihat pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa wujud kebudayaan yang

pertama adalah wujud yang abstrak. Sebagai suatu himpunan gagasan, suatu

kebudayaan tidak dapat dilihat atau diamati karena tersimpan dalam kepala

orang yang dibawa kemanapun ia pergi. Kebudayaan dalam wujud himpunan

gagasan ini disebut culture system atau sistem budaya, juga disebut covert

culture. Wujud yang kedua, kebudayaan disebut social system atau sistem

sosial, sedang dalam wujud yang ketiga adalah kebudayaan fisik, physical

culture. Wujud yang kedua dan ketiga disebut overt culture.

Menurut Adamson Hoebel yang dikutip oleh Gatut Murniatmono dkk

(1981:2), mengatakan bahwa “Culture it’s the integrated system of learned

behavior potterns characteristic of the member of society”. Dari pengertian

tersebut dapat diterjemahkan bahwa kebudayaan adalah system integrasi dari

perilaku, karakter yang dipelajari oleh anggota masyarakat. Pembatasan

kebudayaan yang ajukan oleh Adamson Hoebel itu, mempunyai arti adanya

kesatuan masyarakat. Perbuatan atau tindakan itu biasanya merupakan hasil

dari pemikiran manusia, yang dapat dipelajari oleh anggota kelompok yang

lain dan dijadikan sebagai pedoman tingkah laku setiap warganya.

Berdasarkan pendapat yang sampaikan oleh Dr.Hans J Daeng dan Adamson

Hoebel tentang kebudayaan, dapat dilihat adanya persamaan pendapat bahwa

dalam kebudayaan terdapat suatu perilaku atau tingkah laku yang berpola dan

diperoleh oleh masyarakat melalui proses belajar serta dijadikan pedoman oleh

anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Kebudayaan ditinjau dari isinya, sering ditonjolkan sebagai konsep

(11)

commit to user

semua kebudayaan umat manusia di seluruh dunia, baik yang hidup dalam

masyarakat pedesaan yang kecil maupun dalam masyarakat kota yang besar

dan kompleks. Menurut Koentjaraningrat (2004), unsur- unsur universal

kebudayaan tersebut terdiri atas: (1) Religi, (2) Organisasi Sosial, (3) Sistem

Pengetahuan, (4) Bahasa, (5) Kesenian, (6) Sistem Mata Pencaharian Hidup

atau Ekonomi, (7) Sistem Teknologi. (h.2). Kebudayaan universal tersebut

mencakup seluruh kebudayaan manusia dimanapun di dunia dan menunjukkan

ruang lingkup dari kebudayaan serta isi dari konsepnya.

Menurut Soerjanto Poespowardojo (1989:219-220),

batasan-batasan kebudayaan terdiri dari gagasan pokok yang mencakup perkembangan

dan kemajuan masyarakat, hasil bersama dan humanisasi.

1). Kebudayaan mencakup segala perkembangan dan kemajuan masyarakat.

Kebudayaan dalam hal ini tidak hanya meliputi bidang sastra dan

seni melainkan juga hasil-hasil di bidang ekonomi, teknik, sosial dan lain

sebagainya. Kebudayaan juga mencakup ide serta nilai yang terdapat

dalam diri manusia maupun ungkapannya dalam bentuk-bentuk kehidupan

seperti tata lembaga, tata peraturan serta benda dan peralatan yang

dihasilkan oleh usaha manusia. Jadi kebudayaan adalah pengertian yang

luas dan kesemuanya itu berkisar pada manusia sebagai factor yang

sentral. Manusia adalah sumber kebudayaan.

2). Kebudayaan adalah hasil bersama

Masing-masing individu dibentuk dan berkembang menjadi

seorang pribadi dalam kebudayaan masyarakat, oleh karena itu suatu

kebudayaan melibatkan banyak generasi sebagai pendukung dan

pengembangannya.

3). Kebudayaan pada hakekatnya adalah humanisasi

Humanisasi merupakan suatu proses peningkatan hidup yang lebih

baik dalam lingkungan masyarakat yang manusiawi, oleh karena itu

nilai-nilai manusiawi menjadi dasar dan ukuran bagi langkah-langkah

pembangunan dan modernisasi. Dengan kata lain, nilai-nilai etis

(12)

commit to user

Sistem nilai budaya merupakan bagian dari sistem budaya yaitu

aspek dari sistem gagasan. Sistem nilai budaya adalah sejumlah pandangan

mengenai soal-soal yang paling berharga dan bernilai dalam hidup, oleh

sebab itu disebut sistem nilai. Sebagai inti dari suatu sistem kebudayaan,

sistem nilai budaya menjiwai semua pedoman yang mengatur tingkah laku

warga pendukung kebudayaan yang bersangkutan. Pedoman tingkah laku

itu adalah adat istiadatnya, norma-normanya, aturan etikanya, aturan

moralnya, aturan sopan santunnya, pandangan hidup, ideology pribadi.

Secara esensial, kebudayaan bersifat mengatur kehidupan manusia

agar mengerti dan mampu memahami tentang bagaimana seharusnya dalam

bertindak, berbuat dan menentukan sikap ketika berhubungan dengan orang

lain. Setiap orang dalam berbagai bentuk kehidupannya, senantiasa akan

menciptakan kebiasaan (habit), minimal untuk kepentingan pribadinya, baik

disadari maupun tidak disadari, sehingga wajar apabila kebiasaan yang ada

pada orang satu dengan lainnya saling berkaitan. Kebiasaan yang positif atau

bersifat baik tentu saja akan diakui serta akan dilakukan oleh sesame warga

masyarakat. Kadang-kadang terjadi pengakuan yang lebih mendalam dan

dijadikan patokan bagi orang lain yang seterusnya diangkat sebagai prinsip

dasar alam relasi sosial, sehingga tingkah laku atau tindakan masing-masing

warga dapat dikendalikan dan diatur sedemikian rupa, pada tahap lanjut maka

terciptalah apa yang dikenal dengan norma-norma atau kaidah-kaidah.

Menurut Goodenough yang dikutip Oetomo (2000:3), menyatakan

“kebudayaan suatu masyarakat terdiri dari apa-apa yang harus diketahui atau

dipercayai untuk dapat berfungsi sedemikian rupa sehingga dianggap pantas

oleh anggota-anggotanya.Kebudayaan bukanlah fenomena material, tidak

terdiri dari benda-benda, perilaku dan emosi. Ia lebih merupakan suatu

pengaturan hal-hal itu. Yang ada dalam pikiran orang adalah bentuk-bentuk

benda dan hal-hal, model-model untuk mempersepsi,

menghubung-hubungkan, dan selebihnya menafsirkan.”

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Oetomo dapat

(13)

perangkat-commit to user

perangkat, model-model pengetahuan yang secara selektif dapat digunakan

untuk mempersepsi, menghubung-hubungkan, mendorong dan menciptakan

tindakan-tindakan yang diperlukannya.

Menurut Koenjaraningrat yang dikutip Suyatmi dan

Supriyadi(1995:29), kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan,

tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang

harus dibiasakan dari hasil budi dan karyanya itu. Dengan demkian,

kebudayaan merupakan hasil dari cipta, rasa, karsa manusia yang dijadikan

pedoman hidup manusia.

Menurut Ralp Linton yang dikutip Victor Barnouw (1979:5),

“Culture is the configuration of learned behavior and result of behavior

whose component element are shared and trasmitted by the member of a

particular society”. Pengertian di atas dapat diartikan kebudayaan adalah

bentuk atau wujud dari tingkah laku dan hasil kelakuan yang unsur-unsur

pembentukanya didukung serta diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu.

Hal ini menunjukkan adanya beberapa objek yang termasuk di dalam

konfigurasi yang berupa hasil dari perilaku dalam pengertian di atas untuk

suatu opini atau pendapat yang terbagi dalam objek material kebudayaan

dalam melihat perilaku tersebut sebagai kebudayaan. Berdasarkan definisi

yang telah dikemukakan oleh Koentjaraningrat dan Ralp Linton, dapat

disimpulkan bahwa ada persamaan pandangan mengenai kebudayaan yaitu

mereka memandang bahwa di dalam suatu kebudayaan terdapat perilaku yang

sudah menjadi kebiasaan bagi setiap anggota masyarakat, dan

kebiasaan-kebiasaan tersebut biasanya diwariskan oleh generasi sebelumnya.

Berdasarkan beberapa pendapat tokoh di atas, peneliti lebih

cenderung pada teori Koenjaraningrat terkait dengan kebudayaan yang ada

dalam suatu masyarakat, karena memang dalam suatu masyarakat terdapat

berbagai hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Hasil cipta berupa berbagai ilmu

pengetahuan, hasil rasa terlihat dalam bentuk norma-norma keindahan yang

menghasilkan berbagai macam kesenian dan hasil karsa berupa norma-norma

(14)

commit to user

b. Pengertian Tradisi

Berbicara masalah tradisi, tentu saja tidak terlepas dari konteks

kebudayaan. Ada kesepakatan di kalangan antropolog yang pada pokoknya

menganggap tradisi, norma, nilai, kebiasaan, dan adat-istiadat merupakan

bagian dari kebudayaan. Sebagaimana premis dari Koentjaraningrat yang

memandang kebudayaan itu sebagai keseluruhan dari kelakuan dan hasil

kelakuan yang harus didapatkan dengan cara belajar, dan kesemuanya itu

tersusun dalam kehidupan masyarakat, (Koentjaraningrat, 1999). Dengan

demikian tidak ada manusia yang tidak mempunyai kebudayaan.

Tradisi berasal dari bahasa latin, tradere, yang berarti memindahkan

atau memberikan sesuatu kepada orang lain untuk disimpan.(Giddens,

2003:36). Dalam pengertian yang sederhana tradisi diartikan sebagai sesuatu

yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dalam suatu kelompok

masyarakat. Yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang

diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan. Tradisional

sering diartikan sebagai harta warisan dari generasi ke generasi dalam bentuk

cultural, artefact maupun cultural in action. Warisan-warisan ini antara lain

susunan pemerintahan local, bahasa local, berbagai nilai dan norma-norma

kemasyarakatan, berbagai bentuk kepercayaan, berbagai bentuk ekspresi

kebudayaan dan kesenian, semua ini adalah bagian dari apa yang diterimakan

oleh sejarah itu. Tradisional berkaitan dengan kebiasaan yang diwariskan dari

generasi ke generasi dengan segala ciri yang melekat dengannya, yang

berhubungan dengan segala kekunoannya (ancient).

Tradisional sebagai sebuah sifat mempunyai 4 ciri yaitu (1) Memiliki

jangkauan yang terbatas pada lingkungan kultur yang mendukungnya, (2)

Merupakan pencerminan dari satu kultur yang berkembang sangat perlahan,

karena dinamik dari masyarakat yang mendukungnya memang demikian, (3)

Merupakan bagian dari satu ‘kosmos’ kehidupan yang bulat yang tidak

terbagi-bagi dalam pengkotakan spesialisasi, (4) Bukan merupakan hasil

kreativitas individu-individu, tetapi tercipta secara anonym bersama dengan

(15)

commit to user

menurut (Sedyawati, 1981:39) Tradisi merupakan milik suatu kelompok

pendukung kebudayaan tertentu. Dengan melihat kedua pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa sebenarnya tradisi berkaitan erat dengan kebudayaan

masyarakat pendukungnya.

Menurut Suyono (1985:4), tradisi (tradition) sering juga dianggap

sebagai adat-istiadat, yaitu suatu aturan yang sudah mantap dan mencakup

segala konsepsi sistem budaya dari satu kebudayaan untuk mengatur tindakan

kehidupan manusia dalam kehidupan sosial. Tradisi biasa digunakan dalam

untuk menggantikan kata yang berkaitan dengan masa lalu seperti

kepercayaan, kebudayaan, nilai-nilai, perilaku, dan pengetahuan atau keahlian

yang diturunkan secara turun temurun dengan proses sosialisasi dari satu

generasi ke generasi selanjutnya dalam sebuah sosial masyarakat.

Tradisi adalah adat istiadat yang secara turun temurun dipelihara .

(Soerjono Soekanto, 1985;520). Menurut Hugo F. Reading (1986:446), tradisi

adalah (1) Warisan kekayaan sosial atau keyakinan-keyakinan yang diterima

secara buta, (2) Warisan keyakinan sosial atau keyakinan yang mencakup

kepatuhan pada apa yang dianggap selalu ada, (3) Suatu lembaga yang

eksistensinya dilembagakan. J.P. Chaaplin (2005;516), berpendapat bahwa “

Tradisi adalah praktik atau adat yang diwariskan dari generasi ke generasi”.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat diambil kesimpulan, bahwa tradisi

adalah adat istiadat atau keyakinan dan kepatuhan terhadap apa yang dianggap

selalu ada yang diwariskan dan dipelihara secara turun temurun serta

keberadaannya dilembagakan. Pendapat dari Soerjono Soekanto, Hugo

F.Reading dan J.P Chaaplin tersebut mempunyai persamaan yaitu bahwa

tradisi selalu diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya.

Menurut Koentjaraningrat yang dikutip Budiono Herusatoto

(1983:103-106), tradisi, adat istiadat atau adat kelakuan dapat dibagi dalam

empat tingkatan yaitu tingkat nilai budaya, tingkat norma-norma, tingkat

hukum dan tingkat aturan khusus.

(16)

commit to user

Tingkat nilai budaya adalah berupa ide-ide yang mengkonsepsikan

hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat, dan biasanya berakar

dalam bagian emosional dari alam jiwa manusia, misalnya gotong royong atau

sifat suka bekerjasama berdasarkan solidaritas yang besar. Dalam gerak

langkah pelaksanaannya atau tindakannya orang jawa memiliki

ungkapan-ungkapan simbolis seperti: saiyeg saeko praya yang artinya bergerak bersama

untuk mencapai tujuan bersama. Hal tersebut dilaksanakan dalam rangka

bersih desa, membuat atau memperbaiki jalan, saluran air, membangun balai

desa atau prasarana yang diperlukan untuk kepentingan bersama seluruh

warga.

2) Tingkat Norma-norma

Tingkatan norma-norma adalah sistem norma-norma yang berupa

nilai-nilai budaya yang sudah terikat pada peranan masing-masing anggota

masyarakat dalam lingkungannya, misalnya peranan sebagai atasan atau

bawahan dalam suatu jenjang pekerjaan, peranan sebagai orang tua atau anak,

guru atau murid. Masing-masing peranan memiliki sejumlah norma yang

menjadi pedoman bagi tingkah laku masing-masing, yang dalam bahasa jawa

disebut unggah-ungguh atau kode etik. Dalam tingkat norma-norma, dimana

sistem norma yang berlaku berupa nilai-nilai budaya yang sudah terkait

kepada peranan masing-masing anggota masyarakat, terlihat secara umum

dalam sikap dan tindakan antara yang lebih muda atau lebih tua. Demikian

pula dalam derajad kepangkatan, jabatan, atau kedudukan serta usia. Yang

muda akan datang ke yang lebih tua untuk sowan atau menghadap, tuwi

kasugengan atau menengok kesehatannya, atur pisungsut atau menyampaikan

sesuatu yang biasanya berupa makanan sebagai tanda kasih dan hormat,

sungkem atau menghaturkan sembah, biasanya dilakukan pada hari raya

lebaran, nyuwun pangestu atau mohon izin dan doa restu.

3) Tingkat Hukum

Tingkatan hukum adalah sistim hukum yang berlaku, misalnya hukum

adat perkawinan dan hukum adat kekayaan. Di dalam harta kekayaan

(17)

commit to user

artinya pembawaan dari masing-masing mempelai baik yaitu mempelai

laki-laki dan mempelai perempuan. Barang “gono’ adalah milik masing-masing

orang yang membawanya di dalam perjodohan itu selaku barang warisan dan

barang pemberian orang tua. Barang “gini’ artinya barang yang diperoleh

selama suami istri perjodohan dan karenanya dianggap diperoleh berdasarkan

atas kerjasama antara dua orang. Suami tidak berkewajiban gotong royong

nyambut gawe, kerjasama dengan istrinya untuk kesejahteraan keluarga

sebagai ajang hidup pokok bersama.

4) Tingkat Aturan Khusus

Tingkat aturan khusus adalah aturan-aturan yang mengatur

kegiatan-kegiatan yang jelas terbatas ruang lingkupnya dalam masyarakat dan bersifat

konkrit, misalnya aturan sopan santun. Orang Jawa dalam sikap dan

tindakannya berupa ungkapan-ungkapan seperti sapa gawe nganggo, sapa

nandur ngunduh, siapa membuat akan memakai dan siapa menanam akan

memetik hasilnya artinya setiap perbuatan yang baik tentu akan menghasilkan

pula buah berupa kebaikan, yang akan diterima kembali pada saat nanti,

sebaliknya siapa pernah berbuat yang mencelakakan orang lain, pada suatu

saat tentu juga akan menerima akibatnya yang akan dicelakakan oleh orang

lain juga.

Pengertian tradisi seperti yang ditulis oleh Muhammad Abed Al Jabiri

dalam AL Turats Wal Hadatsah, tradisi adalah sesuatu yang hadir dan

menyertai kekinian kita yang berasal dari masa lalu kita atau orang lain baik

itu terjadi pada masa lalu jauh maupun dekat. (Dikutip pada tanggal 16 Mei

2011 dari : http://www.suaramerdeka.com/harian/05/11/01/nas07.htm).

Selanjutnya dalam kutipan mengenai tradisi adalah sesuatu yang dilakoni terus

menerus dan berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga

sesuatu yang kita lakoni terus menerus di masa sekarang dan dapat di

lestarikan di masa depan juga akan disebut dengan sesuatu yang tradisional di

masa depan. (Dikutip dari : http://www.geocities.com/su art 1/sejarah.html)

Dari kedua pengertian tradisi di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi

(18)

commit to user

dari kebudayaan manusia. Tanpa tradisi kita tidak dapat memahami kekinian

kita sehingga kenyataannya bahwa kita berada dalam sejarah tertentu dengan

kepentingan tertentu tidak bisa di abaikan.

Menurut Koenjaraningrat yang dikutip Gatut Muriatmono (1981:6),

yang dimaksud dengan adat-istiadat adalah sebagai berikut: “Adat istiadat

adalah suatu kompleks norma-norma yang oleh individu-individu yang

menganutnya itu dianggap ada di atas manusia yang hidup bersama dalam

kenyataan suatu masyarakat”. Dari batasan yang dikemukakan oleh

Koenjaraningrat tersebut di atas, dapat diperoleh suatu pengertian bahwa adat

istiadat adalah suatu pedoman bagi setiap individu yang hidup sebagai warga

masyarakat, dimana adat istiadat itu berlaku. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa secara tidak langsung adat istiadat itu berpengaruh dalam

pola berfikir setiap manusia dalam anggota masyarakat.

Menurut Prof. M.Harjono yang dikutip I Nyoman Beratha (1982:22),

tradisi adalah suatu pengetahuan atau ajaran-ajaran yang diturunkan dari masa

ke masa. Ajaran dan pengetahuan mana menurut prinsip universal

digambarkan menjadi kenyataan dan kebenaran yang relative. Dengan

demikian segala kenyataan dan kebenaran yang lebih rendah itu adalah

peruntukan (application) daripada prinsip-prinsip universal. Dapat

disimpulkan bahwa “Tradisi adalah pengetahuan tentang Tuhan YME yang

diturunkan ke alam-alam kenyataan dan kebenaran yang relative (misteri)

sehingga segala kenyataan dan kebenaran yang mutlak dan universal ke

alam-alam yang rendah itu adalah peruntukan (application) daripada prinsip-prinsip

universal.

Berdasarkan pendapat kedua tokoh di atas, dapat dilihat adanya

persamaan dalam suatu tradisi yaitu adanya nilai-nilai, norma-norma atau

ajaran-ajaran yang dijadikan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat

sehingga segala tingkah laku dan perilaku masyarakat harus sesuai dengan

nilai-nilai atau norma-norma tersebut.

Menurut Kuntowijoyo yang dikutip haru Puspowati (2004:14), tradisi

(19)

commit to user

keratin (istana centris), bersifat statis dan mempunyai target. Tradisi kecil

terdapat dalam masyarakat (masyarakat centris), bersifat dinamis dan

mempunayai target. Perbedaan kedua tradisi ini karena mempunyai symbol

dan norma yang tidak lagi didukung oleh lembaga-lembaga sosial atau oleh

model sosial dan budaya itu serta adanya kekuatan-kekuatan budaya yang

bertentangan dengan masyarakat. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan

bahwa kedua tradisi ini sama-sama mempunyai tujuan yang ingin dicapai

dalam suatu komunitas. Suatu tradisi dapat bertahan dalam suatu masyarakat

jika symbol dan normanya didukung oleh lembaga-lembaga sosial dan tidak

bertentangan dengan pandangan, kekuatan-kekuatan masyarakat.

Adat istiadat merupakan suatu aturan yang sudah mantap dan

mencakup segala konsepsi sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk

mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial. (Ariyono

Suyono, 1985:4). Tradisi sebagai suatu kebiasaan dari kehidupan suatu

penduduk asli yang dihasilkan oleh manusia dan sesuai dengan keadaan

masyarakat pendukungnya berupa nilai-nilai budaya, norma-norma dan

menjadi suatu sistem atau peraturan yang ditaati oleh masyarakat tersebut.

Menurut Rendra,(2002), tradisi adalah kebiasaan bersama dalam masyarakat

manusia yang secara otomatis akan dipengaruhi aksi dan reaksi dalam

kehidupan sehari-hari para anggota masyarakat itu.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

tradisi merupakan suatu gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah

berproses dalam waktu lama dan dilakukan secara turun temurun dimulai dari

nenek moyang. Tradisi telah membudaya akan menjadi sumber dalam

berakhlak dan berbudi pekerti seseorang. Tradisi merupakan sesuatu hal yang

telah menjadi kebiasaan seseorang. Tradisi telah melewati proses yang cukup

lama yaitu nenek moyang sampai sekarang, sehingga tradisi dapat mengalami

beberapa perubahan dalam melalui proses tersebut.

Tradisi mempunyai berbagai macam bentuk antara lain berupa

slametan, wilujengan atau tirakatan dan masih banyak dilakukan masyarakat

(20)

commit to user

manusia maupun yang berhubungan dengan hal-hal keramat lainnya. Siklus

slametan ada yang berhubungan dengan titik-titik tahap kehidupan seorang

individu, dan ada siklus yang tidak begitu meriah dalam pelaksanaannya yang

berhubungan dengan kalender tahunan umat Islam. Setelah memungut pola

waktu Islam dalam menghitung bulan menurut rembulan dan hari-hari suci

yang berkaitan ini (yang makna ortodoksnya menjadi perhatian kaum santri

saja), orang Jawa merasa berkewajiban merayakan periode-periode waktu

keduanya menurut satu-satunya cara yang mereka ketahui yaitu dengan

mengadakan slametan.

Slametan atau wilujengan adalah suatu upacara pokok atau unsur

terpenting dari hampir semua ritus dan upacara dalam sistem religi orang Jawa

pada umumnya dan penganut Agama Jawi khususnya. Slametan tidak hanya

diadakan dengan maksud untuk memelihara hubungan baik dengan arwah

nenek moyang. Upacara slametan juga mempunyai aspek-aspek keagamaan,

karena selama suatu upacara seperti itu segala perasaan agresif terhadap orang

lain akan hilang dan orang akan merasa tenang.

Menurut Koenjaraningrat (1994;347-348), upacara slametan dapat

dibedakan menjadi upacara yang bersifat keramat, tidak bersifat keagamaan,

benar-benar bersifat keramat, bersifat keramat dengan melibatkan semua

warga, bersifat keramat yang diadakan pada hari-hari besar dan upacara yang

bersifat keramat yang berkenaan dengan peristiwa-peristiwa tertentu.

1) Upacara slametan yang bersifat keramat

Upacara slametan yang bersifat keramat adalah upacara slametan

dimana orang atau orang-orang yang mengadakannya merasakan getaran

emosi keramat, terutama pada waktu menentukan diadakannya slametan

tersebut, tetapi juga pada waktu upacara sedang berlangsung. Keputusan

untuk mengadakan suatu upacara slametan kadang-kadang diambil

berdasarkan suatu keyakinan keagamaan yang murni dan adanya suatu

perasaan khawatir akan hal-hal yang tidak diinginkan atau akan adanya

malapetaka, tetapi kadang-kadang juga hanya merupakan suatu kebiasaan

(21)

commit to user

keagamaan yang keramat juga timbul dalam diri para anggota keluarga

yang mengadakan upacara slametan karena suasana khidmat yang tercipta

pada waktu itu, yang juga dapat merasuki jiwa orang lain yang hadir pada

upacara itu.

2) Upacara slametan yang tidak bersifat keagamaan

Upacara slametan yang tidak bersifat keagamaan yaitu upacara

yang tidak menimbulkan getaran emosi keagamaan pada orang-orang yang

mengadakan slametan itu maupun pada orang-orang yang hadir, walaupun

pada slametan itu telah diminta hadir seorang pegawai keagamaan untuk

membacakan doa. Maksud dari slametan seperti ini hanyalah untuk

memelihara rasa solidaritas sosial dan untuk menciptakan suasana damai,

bebas dari rasa permusuhan dan prasangka terhadap orang lain atau dapat

juga merupakan suatu perayaan saja atas suatu peristiwa yang penuh

kebahagiaan.

3) Upacara slametan yang benar-benar bersifat keramat dan menggetarkan

emosi keagamaan seseorang

Upacara ini antara lain dapat terlihat dalam rangkaian upacara

kematian pada hari ketujuh, keempat puluh, keseratus dan keseribu.

4) Upacara slametan yang bersifat keramat yang melibatkan semua warga

desa

Upacara ini antara lain yaitu upacara bersih dhusun yang

mempunyai unsur-unsur yang lebih banyak dan juga menyangkut biaya

yang lebih besar daripada suatu upacara slametan biasa.

5) Upacara-upacara keramat yang diadakan pada hari hari besar Islam

Upacara yang diadakan pada hari besar antara lain yaitu Bakda

Besar, suran, Mbubur Suran, Saparan, Dina Wekasan muludan,

Jumadiawalan, Jumadiakhiran, Rejeban (Mikradan), Ngruwah (Megengan),

Maleman, Riyayan, Sawalan (Kupatan), Sela dan sedhekah Haji.

6) Upacara-upacara slametan yang khusus bersifat keramat dan yang

berkenaan dengan peristiwa-peristiwa tertentu atau keperluan-keperluan

(22)

commit to user

Upacara ini antara lain seperti upacara ngruwat yang diadakan

setelah seseorang sembuh dari suatu penyakit yang gawat atau upacara

slametan yang diadakan untuk memenuhi suatu janji pada diri sendiri dan

upacara slametan yang diadakan karena mendapat mimpi buruk.

Upacara slametan dapat digolongkan ke dalam empat macam

sesuai dengan peristiwa atau kejadian dalam kehidupan manusia sehari-hari

yaitu:

1) Slametan dalam rangka lingkaran hidup seseorang seperti hamil tujuh

bulan, kelahiran, upacara potong rambut pertama, upacara menyentuh

tanah untuk pertama kali, upacara menusuk telinga, sunat, kematian, serta

saat-sat setelah kematian.

2) Slametan yang bertalian dengan bersih desa, penggarapan tanah pertanian

dan setelah panen padi.

3) Slametan yang berhubungan dengan hari-hari dan bulan-bulan besar islam.

4) Slametan pada saat-saat yang tidak tertentu, berkenaan dengan

kejadian-kejadian seperti membuat perjalanan jauh, menempati rumah kediaman

baru, menolak bahaya (ngruwat), janji apabila telah berhasil sembuh dari

suatu sakit dan lain-lain.

Menurut Kodiran dalam Koentjaraningrat (1999: 347-348), slametan

adalah suatu upacara makan bersama makanan yang telah diberi doa sebelum

dibagikan. Slametan ini tidak terpisahkan dari pandangan alam pikiran

partisipasi nerima yaitu menyerahkan diri kepada takdir dan erat hubungannya

dengan kepercayaan kepada unsur-unsur kekuatan sakti maupun

makhluk-makhluk halus. Hampir semua slametan ditujukan untuk memperoleh

keselamatan hidup dengan tidak ada gangguan apapun. Upacara slametan

dalam lingkaran hidup seseorang khususnya berhubungan dengan kematian

serta saat sesudahnya adalah suatu adat kebiasaan yang sangat diperhatikan

dan sering dilakukan oleh hampir seluruh lapisan golongan masyarakat/orang

(23)

commit to user

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

slametan selalu dilakukan oleh masyarakat Jawa baik slametan yang bersifat

religius maupun non religius. Slametan yang sering dilakukan antara lain

upacara terkait dengan kelahiran, kematian, perkawinan, dan upacara yang

berhubungan dengan hal-hal keramat baik pada hari-hari besar agama maupun

berhubungan dengan peristiwa-peristiwa tertentu. Slametan merupakan ritus

inti untuk melanjutkan, memelihara atau meningkatkan tatanan sebuah acara

makan komunal religius yang diikuti oleh para tetangga dan kerabat untuk

mencapai keadaan slamet. (Mulder, 2001:97-98). Dengan demikian, maka

slametan memperlihatkan keinginan untuk mencari keselamatan dalam

memelihara tatanan dan mencegah datangnya bala. Slametan berfungsi

menunjukkan komunitas harmonis, rukun yang menjadi prasyarat efektif

dalam mendatangkan berkah para dewa, arwah dan leluhur.

Dalam masyarakat tradisional, individu tidak dapat dipisahkan oleh

lingkungan dan kepercayaannya atau adat istiadatnya yang sangat dipegang

teguh oleh masyarakat. Mereka berhubungan dengan alam dan lingkungannya

secara langsung dan dan terikat dengan alam semesta beserta kekuatannya.

Kekuasaan manusia terhadap alam sangat lemah dan mereka hormat dengan

kekuasaan alam yang tercermin dalam suatu kegiatan slametan termasuk

slametan ziarah kubur yang masih banyak dilakukan oleh masyarakat

tradisional maupun masyarakat modern.

Adapun ciri-ciri masyarakat tradisional adalah:

1). Kehidupan masyarakat tradisional didasarkan atas hubungan kekeluargaan

2). Kegiatan ekonomi berpusat pada pertanian dengan menjadikan pertanian

sebagai mata pencaharian pokok.

3). Dalam kehidupan sosial budaya masih sangat kuat dipengaruhi oleh tradisi

adat dan kepercayaan serta nilai tradisional masih sangat dominant.

4). Kehidupan masyarakat tradisional cenderung berpola social behavior yaitu

sebagai hasil interaksi berbagai aspek kehidupan sejarah, lingkungan

hidup, falsafah, agama dan kepercayaan.

(24)

commit to user

6). Masih memiliki proses formalisering sebagai contoh pembesar merasa

besar bila disambut dengan upacara dan menggunakan tanda kebesaran.

7). Memiliki stratifikasi yang banyak diekspresikan dengan gelar, kekayaan,

bahasa, tata cara pernikahan, pangkat dan sebagainya.

(http://www.google.co.id/masyarakat/htm).

Dengan melihat ciri-ciri masyarakat tradisional di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa masyarakat tradisional adalah masyarakat pedesaan yang

masih sangat kuat memegang teguh adat dan kepercayaan, interaksi

masyarakat berdasarkan hubungan kekeluargaan, kegotongroyongan, dan

masih mementingkan status sosial.

Dalam suatu masyarakat, tradisi dapat diwariskan kepada generasi

berikutnya salah satunya dengan melaksanakan tradisi secara berulang-ulang

sehingga akan menjadi suatu kebiasaan. Tradisi yang sudah ada juga dapat

dipadukan dengan berbagai nilai-nilai baru yang muncul, tetapi masyarakat

harus bisa selektif dalam memilah nilai-nilai yang sesuai dengan masyarakat

dan yang tidak sesuai dengan masyarakat.

Masyarakat Desa Jatingarang Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo

masih mempunyai tradisi atau kepercayaan yang kuat. Nilai-nilai adat ini

dapat dilihat dalam berbagai kegiatan seperti dalam upacara perkawinan,

upacara kematian yang meliputi mendak telung dina, pitung dina, patang

puluh dina, satus dina dan nyewu, upacara kelahiran seperti sepasaran dan

selapanan, upacara nyadran dan sedhekah bumi.Hubungan kekeluargaan dan

kegotongroyongan masih sangat kuat. Apabila ada masalah warga masyarakat

berusaha mencari solusi dari masalah tersebut dengan jalan musyawarah.

Hubungan sosial antar anggota masyarakat masih tinggi dapat dilihat dengan

adanya sikap saling menghormati, gotong royong, dan rasa saling menghargai

antar anggota masyarakat.

a. Ziarah Makam

Ziarah merupakan tradisi yang sudah dilakukan oleh masyarakat sejak

(25)

commit to user

Islam, yaitu pada masa agama Yahudi dan agama Kristen yang sudah lama

berpijak di daerah-daerah Arab, seperti: Palestina, Syria dan Mesir. Ziarah

berasal dari bahasa Arab yaitu Ziyarah, yang mempunyai arti mengunjungi.

Dalam ajaran Islam berziarah adalah berkunjung atau menuju ke suatu tempat.

Dari pengertian dan definisinya ziarah kubur adalah suatu kegiatan atau

aktivitas mengunjungi makam dari orang yang telah meninggal dunia baik

yang dulu semasa hidupnya kita kenal maupun yang tidak kenal. Berziarah

makam ke tempat orang yang dulunya pernah kita kenal seperti: makam orang

tua, makam saudara, makam teman, makam guru, dan lain sebagainya,

sedangkan ziarah ke makam orang yang dulu tidak kita kenal misalnya: ziarah

ke taman makam pahlawan, makam ulama Islam, dan lain-lain.

Pengertian ziarah di Kota Makkah adalah berkunjung ke

tempat-tempat suci atau tempat-tempat bersejarah di sekitar Kota madinah dan sejumlah

lokasi lainnya. Ziarah pada umumnya dilakukan masyarakat untuk mendoakan

seseorang yang telah meninggal supaya arwah orang tersebut dapat tenang

disisi Tuhan, meskipun ada juga sebagian masyarakat yang pergi berziarah

untuk tujuan lain bukan untuk mendoakan, melainkan berziarah dengan tujuan

utama untuk meminta-minta permohonan kepada makam tersebut, karena

mereka menganggap makam adalah tempat yang keramat dan magis.

Berdasarkan pengertian ziarah dari beberapa sumber di atas dapat ditarik

kesimpulan bahwa ziarah adalah suatu kegiatan berkunjung ke suatu tempat

yang dianggap mulia atau keramat untuk mendoakan dan mengambil pelajaran

dari kematian.

1) Tata Cara Ziarah

Manusia dalam melakukan suatu kegiatan pasti mempunyai tata

cara urutan kegiatan dan aturan-aturan yang ditaati. Menurut ssss M.

Syamsi Hasan (2001:247), dalam melaksanakan ziarah terdapat tata cara

atau petunjuk dalam berziarah yaitu:

a). Berwudhu telebih dahulu sebelum berangkat ke makam.

(26)

commit to user

c). Setelah sampai di makam hendaknya menunduk dan menghadap ke

timur.

d). Membaca ayat-ayat Alquran.

e). Membaca tahlil.

f). Membaca doa untuk ketenangan orang yang sudah dimakamkan.

g). Melakukan ziarah dengan penuh khusyuk dan khidmad.

h. Tidak boleh menduduki makam.

i). Selesai berziarah, hendaknya memperbanyak amal kebaikan.

2) Adab dalam berziarah kubur yang baik dan benar menurut Islam adalah:

a) Berperilaku sopan dan ramah ketika mendatangi areal pemakaman.

b) Niat dengan tulus dan ikhlas karena ingin mendapatkan Rhido dari

Allah SWT, bukan untuk meminta sesuatu pada orang yang sudah

meninggal.

c) Tidak duduk, menginjak-injak, tidur-tiduran di atas makam orang yang

sudah meninggal.

d) Tidak melakukan tindakan-tindakan tidak senonoh seperti buang air

besar, kencing, meludah, melakukan hubungan suami istri, buang

sampah sembarangan, dan lain-lain.

e) Mengucapkan salam kepada penghuni alam kubur.

f) Mendoakan arwah orang yang telah meninggal agar bahagia dan tenang

di alam kubur sana dengan ikhlas.

3) Kesalahan yang sering dilakukan peziarah

Di bawah ini adalah beberapa kesalahan yang sering dilakukan

oleh peziarah pada umumnya yaitu:

a) Duduk di atas makam.

b) Menyembah makam.

c) Meminta sesuatu kepada makam.

d) Berpesta di samping makam.

e) Menangis, merengek-rengek menyesali nasib.

f) Menyediakan sesaji untuk ketenangan arwah orang yang meninggal.

(27)

commit to user

Tujuan utama orang melakukan ziarah adalah untuk mendoakan

arwah orang yang sudah meninggal agar tenang disisi Tuhan. Selain

berziarah untuk mendoakan orang yang sudah meninggal, dengan

melakukan ziarah juga dapat bermanfaat bagi peziarah sendiri yaitu:

a) Berziarah dapat mengingatkan tentang alam akhirat dan kematian.

b) Berziarah dapat membuka hati dan pikiran peziarah bahwa hidup di

dunia itu hanya sementara, hidup yang kekal adalah di akhirat.

c) Berziarah dapat dijadikan suri tauladan agar peziarah dapat

meningkatkan amal kebajikannya.

Dalam http/www.library.ohiou.edu/indopbs/1997/04/23/0056.html,

ziarah adalah amalan yang bertujuan menyaksikan secara nyata tempat-tempat

bersejarah dalam pertumbuhan dan perkembangan agama Islam, sehingga akan

mempertebal iman.

Dengan melihat beberapa tujuan ziarah di atas dapat disimpulkan

bahwa tujuan ziarah adalah untuk mengingatkan kita tentang kematian dan alam

akhirat, mengingatkan bahwa hidup di dunia hanyalah sementara, hidup yang

kekal adalah di akhirat nanti dan juga untuk lebih meningkatkan iman dan taqwa

kepada Tuhan.

Menurut para teolog Islam ziarah di bagi menjadi dua yaitu:

1. Ziarah Syar’iyah,

Ziarah Syar’iyah adalah ziarah yang dilakukan dengan maksud

mendoakan si mayat dan mengambil pelajaran (I’tibar) dengan keadaan

mereka dahulunya bahwa mereka dulu begini dan begitu. Mereka telah mati,

telah dipendam, telah menjadi tanah dan mereka telah menjumpai apa yang

telah mereka perbuat, baik berupa kebaikan atau keburukan. Dengan melihat

pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ziarah syar’iyah tidak untuk

mengambil pelajaran dan menebalkan sikap materialistis yang mementingkan

kehidupan duniawi, karena kehidupan di dunia ini adalah tipuan dan tidak

kekal, sedangkan kita semua akan mati dan akan dikubur. Maka sebaiknya kita

tidak tertipu oleh kesenangan dunia.

(28)

commit to user

Ziarah Bid’iyah adalah ziarah yang dimaksudkan untuk memohon

kepada si mayat untuk memenuhi hajat seseorang atau minta doa dan syafaat

kepadanya atau berdoa di dekat kuburannya dengan keyakinan bahwa dengan

itu akan lebih dikabulkan doanya. Semua bentuk kegiatan seperti ini adalah

mubtada’ah (diada-adakan) dan tidak diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW

dan tidak dilakukan oleh para sahabat beliau, baik di kuburan sendiri maupun

di kuburan orang lain. Tindakan seperti ini tentunya termasuk jenis syirik dan

menyebabkan timbulnya syirik.

Banyak sekali hadits-hadits dan kaul Ulama yang mengemukakan

tentang kebolehan ziarah. Kita akan mengambil faedah dan khidmahnya

ziarah kepada makam para Nabi, Wali dan para Sholihin. Adapun cara-cara

ziarah telah dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw. Diantaranya sebagai

berikut:

1. Dari Burtaedah ra. berkata Rasullullah Saw. : Aku dahulu mencegah

ziarah ke kubur, akan tetapi sekarang aku memerintahkan, berziarahlah

kamu. (HR.Muslim) Dalam riwayat lain: Barang siapa yang ingin ziarah

ke kubur hendaklah diziarahinya, karena berziarah itu mengingatkan kita

kepada akhirat.

2. Dari Aisyah, istri Rasullah Saw. Berkata: Keadaan Rasulullah setiap

malam gilirannya menginap di tempat Siti Aisyah dan akhir malamnya

Rasulullah pergi ke kubur Baqi lalu bersabda: Selamat sejahtera kepadamu

hai kaum Muslimin. Tentu datang kepadamu apa yang dijanjikan padamu,

besok masanya. Dan aku Insya Allah akan mengikuti kami. Yaa Allah

ampunilah penduduk Baqi (tempat kuburan syuhada).

3. Dari Buraidah ra. berkata: bahwa Rasulullah Saw. Benar-benar

mengajarkan kepada para Sahabatnya diwaktu pergi ke kubur agar

membaca: Salam kepada ahli kubur kaum mu’minin dan muslimin. Dan

Insya Allah aku akan mengikuti kamu. Aku mohon kepada Allah untuk

kami dan kamu agar selamat.

4. Dari sahabat Ibnu Abbas ra. berkata: Rasulullah Saw berjalan melewati

(29)

commit to user

membaca salam sejahtera bagimu wahai ahli kubur. Semoga Allah

mengampuni kami dan kamu. Kamu telah mendahului kami dan kamipun

nanti berikutnya.

5. Nabi Muhammad Saw. Pernah bersabda: Barang siapa ziarah kepadaku

setelah mati, itu seolah-olah seperti ziarah kepadaku diwaktu aku masih

hidup. (Riwayat daru Qutni).

6. Barang siapa berziarah ke kuburku, dia wajib mendapat syafa’atku

( Riwayat Daru Qutni).

7. Kaul Imam Hambali: Bilamana kamu ziarah ke makam, bacalah Fatihah,

surat Falaq binnas, al-Ikhlas lalu pahalanya serahkan kepada ahli kubur.

Sebenarnya amal perbuatan yang demikian itu akan sampai kepada mereka

(ahli kubur).

8. Masih kaum Imam Hambali: Menerima dari ulama salaf,

bermacam-macam kebaikan yang dapat sampai kepada orang yang telah meninggal

diantaranya: Sodaqoh, shalat, puasa, haji, I’tikaf, membaca al-Qur’an dan

dzikir juga yang menyerupainya.

(http//abuaqila06.wordpress.com/2008/05/22/pengertian-danmanfaat-ziarah/).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa makna ziarah

tidak hanya meliputi mendoakan orang yang meninggal tetapi juga meminta doa

atau syafaat dari orang yang telah meninggal. Dari dua hal tersebut di atas maka

yang dianjurkan oleh agama hanyalah ziarah dengan maksud mendoakan si

mayit/orang yang meninggal.

2. Modernisasi

a. Pengertian Modernisasi

Modernisasi merupakan bentuk perubahan sosial yang penting. Kata

modernisasi berasal dari bahasa Latin yaitu modo (cara) dan ernus (masa

kini). Jadi, secara harfiah modernisasi adalah proses menuju masa kini atau

proses menuju masyarakat modern. (Idianto M,2005:45). Dalam

modernisasi, terjadi suatu perubahan sosial dan budaya serta masyarakat

yang sedang memperbaharui diri berusaha mendapatkan ciri-ciri atau

(30)

commit to user

Menurut J.W Schoolrl yang dikutip Idianto M (2005:460,

modernisasi adalah penerapan pengetahuan ilmiah pada semua kegiatan,

bidang kehidupan dan aspek kemasyarakatan. Aspek yang paling utama

dalam modernisasi adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

misalnya pengetahuan tentang gejala alam dan mekanisasi sistem pertanian.

E.Moore dalam Idianto M (2005:46) menyatakan “Modernisasi adalah

suatu proses transformasi total kehidupan bersama dalam bidang teknologi

dan organisasi sosial dari kehidupan yang tradisional kea rah pola-pola

ekonomis dan politis, yang didahului oleh negara-negara barat yang telah

stabil. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan, modernisasi adalah

penerapan teknologi dan pengetahuan dalam segala aspek kehidupan

masyarakat termasuk dalam organisasi sosial. Modernisasi begitu tampak

terlihat dalam aspek teknologi yaitu munculnya berbagai macam teknologi

modern seperti mesin-mesin, alat komunikasi seperti telepon genggam yang

telah banyak di gunakan oleh masyarakat.

Modernisasi adalah suatu proses yang bersifat preventif dan kontruktif agar

proses-proses perubahan, termasuk perubahan nilaidan norma masyarakat

tersebut dapat memproyeksikan kecenderungan yang ada dalam masyarakat

pada masa yang akan datang dan untuk itu diperlukan syarat-syarat sebagai

berikut:

1). Cara-cara berfikir ilmiah yang melembaga dalam suatu kelas-kelas

penguasa dan masyarakat pada umumnya. Lembaga-lembaga yang

dapat menggerakkan masyarakat kea rah tersebut antara lain adalah

sekolah dan perguruan tinggi yang baik

2). Negara yang mempunyai sistem administrasi yang baik dan jauh dari

KKN serta semangat kerja yang tinggi.

3). Sistem pengumpulan data yang baik, teratur dan terorganisir serta

terintegrasi dalam suatu badan tertentu. Misalnya BPS atau LIPI, agar

tidak tertinggal diperlukan pembaharuan data setiap saat.

4). Menciptakan suasana yang kondusif dalam suatu masyarakat dengan cara

(31)

commit to user

5). Kedisiplinan yang tinggi serta tidak melanggar HAM warga negara.

6). Kesamaan cara pandang tentang perubahan seperti apa yang diinginkan

dan harus dikendalikan secara terpusat dalam suatu kelompok masyarakat.

Hal ini penting agar proses modernisasi yang berlangsung tidak

dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan luar yang tidak sejalan dengan

modernisasi tersebut. (IdiantoM,2005:47).

Eisenstandt yang dikutip M.Franscis Abraham, (1995:4), menyatakan

bahwa “Menurut sejarahnya, modernisasi merupakan proses perubahan

menuju tipe sistem sosial, ekonomi dan politik yang telah berkembang di

Eropa Barat dan Amerika Utara dari abad ke-19 dan 20 meluas ke

negara-negara Amerika Serikat, Asia serta Afrika.” Perspektif evolusioner tersebut

menjelaskan tahap-tahap modernisasi yang sama atau melalui suatu urutan

yang telah ditentukan (sama). Karena itu modernisasi yang mengacu kepada

proses perkembangan, Eropa Barat dan Amerika Utara yang telah

mencapainya pada masa yang lebih awal dan sekarang bangsa-bangsa di

Dunia Ketiga berjuang untuk mencapai fase perkembangan yang disebut

sebagai (ditandai oleh) “modern”. Jadi, modernisasi berarti suatu proses

perubahan dalam berbagai bidang kehidupan antara lain terutama bidang

politik, sosial dan ekonomi yang terjadi secara bertahap untuk lebih

berkembang sehingga mampu mencapai kehidupan modern.

Sarjana ahli modernisasi baru-baru ini telah menghasilkan literature

yang berlimpah, namun para sarjana tidak sepakat mengenai pendekatan

mereka terhadap atau definisi konsep modernisasi. Para ekonom

mengintepretasikan modernisasi dalam arti model-model pertumbuhan yang

berisakan indeks-indeks semacam indicator ekonomi, standar hidup,

pendapatan perkapita dan lain-lain. Para ilmuwan politik menganalisis

modernisasi menurut proses politik, pergolakan sosial dan

hubungan-hubungan kelembagaan. Para sosiologi telah mendefinisikan modernisasi

dengan berbagai macam tetapi tetap di dalam kerangka perspektif evolusioner

yang mencangkup transisi multilinear masyarakat yang sedang berkembang

(32)

commit to user

bidang di masyarakat ke arah modernisasi merupakan suatu konsep

modernisasi.

Modernisasi adalah suatu bentuk perubahan sosial, biasanya

merupakan perubahan sosial yang terarah (directed change) yang didasarkan

pada perencanaan (jadi juga merupakan intented atau planned change) yang

bisa dinamakan sosial planning. Modernisasi merupakan suatu persoalan yang

harus dihadapi masyarakat yang bersangkutan karena prosesnya meliputi

bidang-bidang yang sangat luas, menyangkut proses disorganisasi,

problema-problema sosial, konflik antar kelompok, hambatan-hambatan terhadap

perubahan dan sebagainya. (Soerjono Soekanto,1985:347).

Hal ini menunjukkan bahwa perubahan sosial sebagai akibat

modernisasi dapat menimbulkan masalah dalam masyarakat karena adanya

hambatan-hambatan dalam proses modernisasi tersebut. Menurut Mulder

(1974:55-56), modernisasi berarti progress yaitu suatu proses seseorang

semakin lama semakin lebih menguasai alam kebendaan yang berputar secara

terus menerus. Jadi, modernisasi terus berlangsung tanpa henti untuk suatu

tujuan yang lebih baik dalam jangka waktu yang lama. Berdasarkan pendapat

Soerjono Soekanto dan Mulder dapat disimpulkan bahwa modernisasi yang

terus berlangsung tersebut belum tentu dapat berjalan dengan lancar.

Adanya perubahan-perubahan dalam berbagai bidang di masyarakat

juga dapat menimbulkan terjadinya suatu masalah. Dengan demkian

modernisasi tidak hanya membawa dampak positif tetapi juga dapat

menimbulkan dampak negatif seperti misalnya adanya teknologi 3G dapat

memudahkan masyarakat dalam berkomunikasi tetapi 3G juga dapat

membawa dampak negatif jika disalahgunakan sehingga dapat merugikan

orang lain. Pujiwati Sayogjo (1985;13), juga memberikan definisi tentang

modernisasi sebagai suatu tipe perubahan sosial yang berasal dari revolusi

industri di Inggris (1760-1830) dan revolusi politik di perancis (1789-1830).

Hal ini menunjukkan proses perubahan mempunyai ciri-ciri tertentu yang

bersifat menyeluruh sepanjang waktu yang ditetapkan. Berdasarkan pendapat

(33)

commit to user

merupakan proses perubahan secara terusmenerus dalam jangka waktu yang

telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang lebih baik.

Menurut Black dalam M.Francis Abraham (1995:5), modernisasi

adalah proses dengan mana secara historis lembaga-lembaga yang

berkembang secara perlahan disesuaikan dengan perubahan fungsi secara

cepat yang menimbulkan peningkatan yang belum pernah dicapai sebelumnya

dalam hal pengetahuan manusia, yang memungknkan untuk menguasai

lingkungannya, yang menimbulkan revolusi ilmiah. Menurut Lerner yang

dikutip M.Francis Abraham (1995:5), memaparkan modernisasi dalam arti

sejumlah variable psikologis yang membentuk suatu jenis karakteristik

mentalitas dari manusia modern secara khas. Marion Levy dalam M.Francis

Abraham (1995:5), meletakkan “sebagai ukuran modernisasi, rasio sumber

daya kekuasaan yang mati (tidak bergerak), dan yang hidup (bergerak). Makin

tinggi rasio tersebut, makin modernisasinya.” Berdasarkan beberapa pendapat

di atas dapat disimpulkan bahwa modernisasi merupakan proses

perkembangan dan perubahan fungsi lembaga yang membentuk karakteristik

mentalitas manusia sehingga mempunyai rasio kekuasaan sumber daya yang

tinggi.

Chodak dalam M.Francis Abraham (1995:5), mengidentifikasi tiga tipe

modernisasi yaitu modernisasi industri yang meninggalkan keperluan

menyesuaikan organisasi sosial dengan tuntutan (syarat industri), modernisasi

akulturasi dan modernisasi induksi.

1). Modernisasi industri yang meninggalkan keperluan menyesuaikan

organisasi sosial dengan tuntutan (syarat industri )

Modernisasi tipe ini biasanya ditandai dengan

perkembangan-perkembangan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat lebih

berfikir ilmiah dan mulai menerapkan teknologi dalam kehidupannya.

Misalnya, tenaga-tenaga manusia digantikan dengan mesin. Ilmu

pengetahuan dan teknologi ini dapat menambah kemampuan manusia

dalam mengungkap rahasia-rahasia dan perubahan-perubahan pada

(34)

commit to user

khusus modernisasi mempunyai peranan-peranan dan fungsi yang strategis

dan dihubungkan dengan manufaktur (permesinan) dalam masyarakat.

2). Modernisasi akulturasi

Modernisasi akulturasi yaitu penciptaan suatu budaya baru semi

berkembang dan budaya penyangga, yang dihasilkan dari lapisan atas

budaya asing berdasarkan budaya tradisional. Budaya-budaya asing masuk

dan mempengaruhi budaya tradisional sehingga dapat menciptakan budaya

baru. Nilai-nilai budaya asing dan budaya asli dipadukan sehingga tercipta

budaya baru yang sesuai.

3). Modernisasi induksi

Modernisasi induksi yang berisikan usaha-usaha terorganisir yang

mengarah pada pembentukan infrastruktur dan perkembangan

(pembangunan) sosial-ekonomi. Secara sosial, dalam modernisasi terdapat

perubahan-perubahan pada pola-pola kelembagaan dan peranan status

dalam struktur sosial masyarakat. Unsur-unsur pokoknya mencakup

perubahan sosial yang terencana, sekularisme, perubahan sikap dan

tingkah laku, revolusi pengetahuan dan perubahan-pola-pola hubungan

sosial masyarakat. Secara ekonomi, ditandai dengan perubahan tingkat

konsumsi dan standar hidup yang semakin tinggi. Masyarakat mempunyai

pemkiran matang untuk meningkatkan produksi, meningkatkan skill atau

kemampuan yang dibutuhkan, mengenal sistem ekonomi dan strategi yang

teratur.

Modernisasi mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama

yang bersifat tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta

organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri

negara-negara barat yang stabil. Karakteristik umum modernisasi suatu

masyarakat yang menyangkut aspek-aspek kehidupan modern antara lain

mekanisasi, mass media yang teratur, urbanisasi, peningkatan pendapatan

perkapita dan sebagainya. Ciri-ciri negara Barat tersebut menunjukkan

(35)

commit to user

lain ditunjukkan dengan penerapan metode baru, menerima gagasan baru

dan memiliki ketepatan waktu.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

suatu modernisasi pasti akan menimbulkan suatu perubahan dalam

berbagai bidang kehidupan masyarakat baik secara cepat maupun lambat.

Perubahan-perubahan ini akan diterima atau ditolak oleh suatu masyarakat

antara lain dapat dilihat dari prosesnya. Proses yang terarah dan terencana

biasanya akan lebih mudah dalam mencapai suatu perubahan dalam

masyarakat terutama perubahan yang bersifat positif.

Dari berbagai pendapat tokoh di atas, peneliti cenderung pada teori

Soerjono Soekanto karena pada dasarnya suatu modernisasi yang terjadi

dalam masyarakat tidak dapat langsung diterima oleh masyarakat atau

komunitas tertentu tetapi melalui suatu proses yang terencana agar

perubahan tersebut dapat terarah dan diterima oleh suatu masyarakat.

Perubahan dalam berbagai bidang kehidupan itu belum tentu memberi

dampak positif dan akan timbul suatu hambatan dalam dalam

penyebarannya jika masyarakat tidak mau menerima adanya modernisasi.

b. Konteks Sosial Modernisasi

Industrialisasi, urbanisasi dan sekularisme pada umumnya

dianggap sebagai proses yang menghasilkan kondisi yang mendukung

modernisasi dan teknologi maju dipandang sebagai suatu prasyarat pokok.

Konteks sosial modernisasi di dalam masyarakat sedang berkembang

berbeda sama sekali, padahal modernisasi di Barat merupakan

prosesbertahap evolusi dari pertanianh menjadi masyarakat yang

sepenuhnya industri dan perkotaan, pendatang akhir modernisasi dipaksa

melompat dari budaya bajak yang sederhana menjadi era jet modern dalam

satu decade.

Menurut M.Francis Abraham (1995:14-16), konteks sosial

modernisasi dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu nasionalisme,

ideology politik, perencanaan nasional dan transaksi antar budaya.

(36)

commit to user

Gerakan-gerakan nasionalisme menentang pemerintah kolonial

pada abad XX, terutama setelah perang Dunia II, menjadi fokus

revolusi budaya di negara-negara yang sedang bangkit. Pembentukan

negara merdeka mempercepat proses mobilitas politik dan

pembentukan infrastruktur, difusi, inovasi dan transformasi sosio

budaya melalui partisipasi massa secara lebih besar.

Nasionalisme juga dapat memberikan suatu dorongan

modernisasi dan dorongan bagi orientasi bersama. Nasionalisme

membentuk identitas yang kuat bagi rakyat, mendorong atau

memperkuat kebanggaan dan prestise nasional, memperbesar loyalitas

rakyat terhadap negara, memerlukan dan membenarkan pengorbanan

demi kepentingan nasional dan menglegitimasikan pembaharuan juga

perubahan revolusioner oleh para elit politik.

2). Ideologi Politik

Salah satu hasil gelombang besar nasionalisme adalah ideologi

politik baru. Dilema bangsa-bangsa yang sedang bangkit jelas

mengadopsi sistem perusahaan kapitalis Barat yang bebas atau pola

sosialis blok soviet. Beberapa negara yang sedang berkembang

menghadapi dilemma dengan cara meolaknya. Mereka merasa tidak

satupun dari sistem-sistem tersebut dalam bentuk yang sekarang adalah

cocok dengan masyarakat mereka. Mereka berusaha menggabungkan

cita-cita demokrasi dengan idealisme komunis.

3). Perencanaan Nasional

Konteks sosial dan politik yang terpenting dalam modernisasi di

dalam masyarakat yang sedang berkembang adalah sistem perencanaan

nasional yang menyiapkan cetak biru bagi modernisasi sosial dan

ekonomi bangsa. India membentuk Komisi Perencanaan Nasional

untuk mendorong Rencana Lima Tahunan dan negara-negara lain

membentuk organisasi pusat perencanaan. Dalam konvensi UUD di

negara-negara tersebut yang menyediakan konstitusi baru,

Gambar

Gambar  1. Kerangka Berpikir
Tabel 1. Jadwal Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Tata urut baku dalam hal melaksanakan ziarah di makam Raden Ayu Siti Khotijah tidak bersifat baku, namun setidaknya dapatlah digambarkan urutan ziarah yang pada

Makam Kyai Ageng Sutawijaya atau yang dikenal dengan nama Bumi Arum Majasto sebagai salah satu rempat wisata religi yang letaknya di desa Majasto Kecamatan