• Tidak ada hasil yang ditemukan

commit to user 3.Dusun Kauman

B. Deskripsi Hasil dan Analisis Data

Pembahasan atas hasil penelitian ini adalah analisis yang didasarkan pada tujuan penelitian awal. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan makna yang terkandung dalam pelaksanaan Tradisi Ziarah Makam Banyubiru dalam Era Modernisasi di Desa Jatingarang, Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo, (2) Mendeskripsikan proses pelaksanaan Tradisi Ziarah Makam Banyubiru dalam Era Modernisasi di Desa Jatingarang, Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo , (3) Mendeskripsikan perubahan dalam pelaksanaan Tradisi Ziarah Makam Banyubiru dalam Era Modernisasi di Desa Jatingarang, Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo, (4) Mendeskripsikan persepsi masyarakat tentang Tradisi Ziarah Makam Banyubiru dalam Era Modernisasi di Desa Jatingarang, Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo.

Selanjutnya mengenai deskripsi permasalahan penelitian dapat dianalisa sebagai berikut :

1. Latar Belakang Nama Ki Ageng Banyubiru

Nama Ki Ageng Banyubiru sebenarnya diambil dari nama suatu daerah di Desa Jatingarang yaitu Banyubiru. Ki Ageng Banyubiru sendiri adalah salah satu putra dari kerajaan Majapahit. Beliau adalah putra dari raja Majapahit yang bernama Raden Brawijaya ke-5. Nama asli dari Ki Ageng banyubiru adalah Raden Jaka Loba Hariwangsa atau sering dipanggil dengan sebutan Ki Ageng Purwata Sidik. Sejak runtuhnya kerajaan Majapahit, Pangeran Hariwangsa ternyata tidak ingin terjun di kancah politik, beliau memilih untuk mendalami ilmu agama Islam yang diajarkan oleh gurunya, Sunan Kalijaga. Bahkan sejak Majapahit diserang Prabu Girindrawardana, pangeran Hariwangsa atau Raden Jaka Loba itu sudah menyebarkan agama Islam di sekitar pening Ambarawa.

commit to user

Sunan Kalijaga memerintahkan Pangeran Hariwangsa untuk lebih mendalami agama Islam dan menetap di Banyubiru untuk beberapa tahun. Pangeran Hariwangsa mengikuti apa yang diperintahkan oleh gurunya, yaitu Sunan kalijaga. Pangeran Hariwangsa akhirnya tinggal di Banyubiru dan beliau mendirikan padepokan di Banyubiru. Semenjak itu Pangeran hariwangsa semakin terkenal dengan sebutan Ki Ageng Banyubiru. Ki Ageng Banyubiru akhirnya mengajarkan agama atau berdakwah sesuai dengan cara yang telah diberikan oleh Sunan Kalijaga. Kegiatan penduduk yang sebenarnya berbau musyrik tidak langsung ditentang secara frontal, tetapi sedikit demi sedikit mereka diberi peringatan, dinasehati dan ditunjukkan jalan yang benar. Ki Ageng Banyubiru menetap di Banyubiru sampai akhir hayatnya. Sampai sekarang ini masyarakat di Banyubiru masih merawat makam Ki Ageng Banyubiru dan makam tersebut dijadikan tempat untuk meminta-minta sesuatu. Kepercayaan tentang makam Banyubiru yang masih tertanam kuat sampai saat ini, bukan hanya dari masyarakat Banyubiru sendiri melainkan juga dari luar daerah.

2. Latar Belakang Ziarah Makam Banyubiru

Menurut keterangan dari masyarakat setempat, tradisi ziarah makam Banyubiru sudah ada sejak jaman dahulu, yaitu sejak jaman nenek moyang. Tradisi ini sudah dilaksanakan secara turun temurun sebagai suatu kebudayaan yang berasal dari jaman kerajaan. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh WD selaku juru kunci, yaitu ziarah ini sudah umum dilaksanakan sejak dahulu bahkan oleh raja-raja dan hanya merupakan naluri dari leluhur. (lampiran halaman 96 dan 126 ). Selanjutnya pendapat yang sama juga diungkapkan oleh PR yaitu tradisi ziarah makam ini sudah dilaksanakan sejak nenek moyang. (Lampiran halaman 101 dan 130). Menurut PN, seorang guru di Watukelir juga mengungkapkan bahwa kegiatan ziarah makam Banyubiru ini sudah lama ada dan sampai sekarang masih dilakukan oleh masyarakat. (Lampiran halaman 104 dan 134). Pendapat yang sama juga disampaikan oleh JM, seorang tokoh agama di Banyubiru, yaitu tradisi ziarah makam ini sudah dirintis oleh orang-orang sejak jaman dahulu. (Lampiran halaman 116 dan 143 ).

commit to user

Selain itu, menurut keterangan masyarakat biasanya orang-orang yang permohonannyaa terkabul akan mengadakan pementasan wayang di area makam Banyubiru. Hal ini dilakukan sebagai ungkapan terima kasih sekaligus untuk memberikan hiburan bagi warga sekitar makam Banyubiru. Pendapat yang sama disampaikan oleh WD selaku juru kunci makam Banyubiru, yaitu ada yang hanya sekedar datang sekilas dan berdoa lalu pulang, ada yang harus menggunakan proses atau tata cara berziarah yang baik dengan menabur bunga, dan ada pula yang sampai malam hari dengan penerangan lilin karena harapannya ingin segera terwujud. Biasanya kalau harapan peziarah terwujud atau terkabul maka mereka akan mengadakan pementasan wayang di area makam ini. Kegiatan ini dilakukan sebagai ungkapan terima kasih mereka dan memberikan hiburan bagi masyarakat sekitar makam ini. (Lampiran halaman 97 dan 127 ).

Kesimpulannya bahwa ziarah makam Banyubiru ini sudah dilaksanakan sejak nenek moyang kita bahkan oleh raja-raja dan kegiatan ini sudah dilakukan turun temurun sejak orang-orang dahulu dan masih dipelihara serta dilakukan oleh orang-orang pada masa sekarang. Kegiatan ziarah makam Banyubiru ini pada umumnya tidak berbeda dengan ziarah makam yang lain, hanya saja biasanya peziarah datang pada malam Jumat Kliwon. Beberapa orang menggangap kalau datang pada malam Jumat Kliwon maka permohonan cepat terkabul. Peziarah yang permohonannya terkabul biasanya mengadakan pementasan wayang di area makam Banyubiru sebagai ungkapan terima kasih dan untuk memberikan hiburan kepada masyarakat sekitar makam.

3. Makna yang terkandung dalam pelaksanaan Tradisi Ziarah

Makam Banyubiru dalam Era Modernisasi

Kebiasaan atau rutinitas melakukan ziarah di makam bagi sebagian orang dianggap penting agar mengingatkan diri pada kematian. Para warga di desa Jatingarang sudah sejak lama melakukan kegiatan rutin guna mendoakan para sesepuh mereka yang dimakamkan tersebut. Namun beberapa peziarah ada pula yang mengartikan berbeda dari kegiatan itu.

commit to user

Ziarah pada dasarnya dianggap sebagai sebuah tradisi bagi banyak warga muslim khususnya orang Jawa. Walaupun ada penerus dari tokoh-tokoh yang dimakamkan di pemakaman tersebut beralih agama, tidak membatasi mereka untuk melakukan sesuatu sebagai wujud menghormati leluhurnya sendiri. Ziarah itu sendiri ada yang menganggap sebagai suatu hal yang wajib agar seseorang tidak lupa kepada sang pencipta serta lebih serius menjalani kehidupan dengan melakukan usaha-usaha. Sehingga apa yang dilakukan ditempat ziarah, bukan semata-mata hanya melihat sekumpulan batu nisan yang tergeletak dengan hiasan bunga.

Pengunjung makam Banyubiru datang dan berkunjung serta mendoakan, lebih yakin dan percaya bahwa berdoa di sana akan mendapatkan berkah dan kelancaran dalam usahanya. Mulai dari bisnis, kemuliaan sampai dengan urusan jodoh juga bagi mereka dianggap benar-benar manjur atau terbukti. Seperti yang diungkapkan oleh SB, (“ Kalau saya sebenarnya baru pertama ini pergi ke makam Banyubiru. Saya tahunya juga dari kenalan saya, dan saya diberitahu kalau banyak pengunjung yang berziarah ke makam Banyubiru permohonannya dapat terkabul”). (W/SB/08/04/2011).

Apa yang disampaikan oleh SB menguatkan tentang keyakinan mereka terhadap kegiatan ziarah yang menjadikan segala doa dan usahanya menjadi lancar. Ini berarti ada tujuan khusus dari kegiatan berziarah di makam Banyubiru tersebut. Sebenarnya, tujuan utama ziarah pada masa lampau hanya sebatas mendoakan arwah yang sudah mati agar diampuni dosa-dosanya. Tetapi ada yang salah mengartikan dan justru menjadi satu informasi yang bercampur mistis seperti doa terkabul karena berkunjung ke makam Banyubiru dan sebagainya.

Pada masa sekarang peziarah yang mengunjungi makam Banyubiru lebih memaknainya dengan mengacu pada kegiatan mendoakan leluhur mereka dan anggota keluarga yang telah ditinggalkan. Selain itu, mereka lebih tergerak untuk untuk menghayati apa yang telah mereka lakukan di kehidupan dunia, dan merenungi segala perbuatan mereka yang lampau. Hal ini juga diungkapkan oleh KM, seorang peziarah dari Semarang,yang menyatakan bahwa Ziarah makam itu adalah berkunjung ke makam orang yang sudah mati untuk mendoakan dan

commit to user

Dengan berziarah diharapkan dapat membangkitkan gairah keislaman sebagai bekal ketika besok kita sudah tidak ada di dunia ini.(Lampiran halaman 113 dan 141).

Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa sebagian masyarakat adapula yang menjadikan ziarah ke makam Banyubiru tersebut sebagai tempat permintaan atau permohonan suatu hal supaya terkabul dengan perantara makam Ki Ageng Banyubiru sendiri. Mereka percaya, meskipun Ki Ageng Banyubiru telah meninggal tetapi rohnya masih utuh dan hidup. Roh Ki Ageng Banyubiru itu mengetahui siapa yang datang ke makamnya dan mendengarkan bagaimana doanya.

Selain itu kabar yang diperoleh dari teman atau tetangga juga menjadi daya tarik sendiri bagi orang lain untuk berkunjung ke makam Banyubiru. Mereka cenderung melihat daya tarik itu berdasarkan keyakinan bahwa ucapan orang banyak yang terbukti, hampir sama dengan SB, informan BW juga berpendapat mirip mengenai kunjungan makam itu. Dia mengungkapkan bahwa: (“ Kalau saya sebenarnya baru pertama ini pergi ke makam Banyubiru. Saya tahunya juga dari kenalan saya, dan saya diberitahu kalau banyak pengunjung yang berziarah ke makam Banyubiru permohonannya dapat terkabul”). Hal ini sesuai dengan lampiran halaman 138.

Ini menunjukkan bahwa pengaruh dari satu kabar bisa membuat seseorang tergoda dan tertarik untuk mencoba. Pengaruh tersebut memberikan dampak yang mampu memacu keinginan melakukan sesuatu yang sebenarnya dianggap sebagai ritual yang umum dilakukan umat muslim yaitu berziarah. Namun dengan niat yang berbeda, kegiatan ziarah tersebut dapat menjadi hal-hal yang kurang bisa diterima oleh akal atau bagi sebagian orang dikatakan aneh.

Adapula yang memiliki anggapan bahwa dengan berziarah ke makam Banyubiru, permasalahan yang dihadapi dapat terselesaikan dengan mudah. Di dalam peliknya masalah yang dihadapi manusia kadangkala menjadikan rasionalitas mereka tidak berdaya, sehingga timbul kecemasan dan ketidaktentraman. Untuk mendapatkan ketentraman salah satu caranya adalah dengan melakukan ziarah sebagi contoh ziarah makam Banyubiru. Seperti yang

commit to user

dialami BW, di mana dirinya sedang mengalami musibah yaitu perihal penyakit isterinya yang tidak kunjung sembuh. Dengan bermodalkan doa dan harapan, dia menemui sang juru kunci sambil berkonsultasi bagaimana cara BW bisa menghadapi masalah yang menghadangnya.

Pada awalnya BW kurang yakin akan perihal kepercayaan bahwa dengan berkunjung dan berdoa di makam Banyubiru, dirinya akan diberikan keleluasaan dalam menghadapi masalahnya. Tetapi dia menjadi yakin manakala banyak orang yang telah membuktikan ritual ziarah tersebut. Seperti yang diungkapkannya bahwa : (“Sebenarnya saya itu tidak percaya dengan hal-hal yang berbau mistik, tapi bagaimana lagi, kondisi istri saya ya tetap saja begitu, padahal sudah saya bawa berobat kemana-mana, semoga saya ziarah makam banyubiru ini untuk kesembuhan istri saya”). (W/BW/20/05/2011).

Berbeda dengan SY yang mempunyai tujuan ziarah untuk mendoakan agar usahanya selalu lancar dan diberikan kemudahan dalam mencari rezeki. Dia berharap dengan selalu berkunjung dan menziarahi makam Banyubiru pada hari- hari tertentu, semua doanya dapat cepat tersampaikan dan terkabul. SY mengaku bahwa semenjak berziarah ke makam Banyubiru usaha dagangannya menjadi lebih laris daripada sebelumnya. Bagi SY berziarah ke makam Banyubiru itu sah- sah saja, soalnya itu juga sudah menjadi tradisi bagi sebagian orang yang mempercayai kesaktian dari makam Banyubiru dan mampu menjadi anugerah tersendiri. Seperti yang diungkapkannya bahwa : “ Kalau saya ziarah ke makam Banyubiru itu ya sah-sah saja, kepercayaan tiap orang itu berbeda-beda, yang penting saya tidak membuat rugi orang lain”. (W/SY/26/06/2011).

Berbeda dengan beberapa pendapat di atas, PN mengungkapkan bahwa di era modernisasi ini tradisi ziarah makam Banyubiru masih perlu dilakukan asalkan sesuai dengan ajaran agama dan tidak menyalahi aturan-aturan yang sudah ada. Justru dengan adanya modernisasi ini pemikiran masyarakat semakin maju, semakin rasional dalam menanggapi sesuatu, jadi mungkin masyarakat bisa lebih rasional lagi dalam menginginkan sesuatu yaitu bukan dengan meminta kepada benda yang sudah mati seperti makam tetapi bila menginginkan sesuatu

commit to user

harus dengan bekerja, berusaha dan tidak lupa berdoa. (Lampiran halaman dan 106 dan 134 ).

Jadi, intinya adalah setiap orang mempunyai pemaknaan tersendiri terhadap kegiatan ziarah. Hanya yang menjadi landasan bagi setiap peziarah yaitu niat atau tujuan awal mereka berziarah. Mulai dari yang hanya sekedar berkunjung untuk mengenal atau mengetahui makam Banyubiru, berziarah agar selalu teringat akan kehidupan selanjutnya, menjalankan ritual-ritual tertentu sebagai syarat yang diharuskan, terwujudnya tujuan utama dari doa yang disampaikan, mengirimkan doa dan memohon agar segala sesuatu yang diharapkan dapat segera terwujud serta diberikan jalan keluar.

4. Proses Pelaksanaan Tradisi Ziarah Makam Banyubiru dalam Era

Modernisasi

Adapun dalam prosesi ziarah, ada beberapa hal yang perlu dilakukan agar dianggap menghormati makam dan tidak asal melakukan sesuatu yang dianggap buruk. Di antara hal-hal yang perlu dilakukan adalah menyiapkan bunga kanthil, bunga kenanga, bunga melati, kemenyan bakar, dupa, dan arang. Peralatan tersebut dianggap mempunyai makna tersendiri dan mempunyai suatu hal magis yang dapat segera mengabulkan doa mereka. Makna-makna dari peralatan tersebut antara lain : Bunga Kantil yang dianggap sebagai syarat bunga supaya permohonannya cepat terkabul atau berhasil, Bunga Kenanga yang dianggap sebagai kenang-kenangan untuk Ki Ageng Banyubiru dan sebagai pengingat atas jasanya terdahulu, Bunga Melati sebagai satu hal yang wajib ada karena doa atau permohonan yang diajukan atas dasar ketulusan dan guna menjernihkan niat hati, Kemenyan dan kelengkapan lainnya digunakan sebagai media untuk mengingatkan diri atau perenungan maupun usaha mendekatkan diri kepada sang pencipta. Sehingga pelaksanaan dalam ziarah bagi pengunjung memiliki nilai dan arti tersendiri. Mereka bukan sekedar berziarah melihat makam dan mendoakan saja, namun mempunyai penjiwaan terhadap unsur religiusnya.

commit to user

Sebagai bukti bahwa makam Banyubiru bukanlah tempat pemakaman yang umunya diziarahi, di lingkungan makam Banyubiru terdapat sumber mata air yang disebut “Air Sendang Sembilan” dimana para peziarah memanfaatkan air sendang sembilan untuk membersihkan diri atau mensucikan dari serta ada yang menganggapnya sebagai obat penyembuh. Nama-nama ke sembilan sendang tersebut antara lain Sendang Margomulyo, Sendang Krapak, Sendang Banyubiru, Sendang Bendosari, Sendang Gupak Warak, Sendang Danu Mulyo, Sendang Siluwih, dan Sendang Panjang Emas. Sendang-sendang tersebut bertempat di satu

kebayanan atau dusun bernama Sarehan. Ini berarti makam tersebut memiliki

keistimewaan yang membuat para peziarah tertarik untuk datang ke sana.

Selain bukti fisik, di sana juga ada hal-hal yang dilarang atau tidak boleh dilakukan pada saat berziarah, antara lain tidak diperbolehkan berbuat asusila, khusus peziarah tidak boleh tidur di dalam bangsal atau disekeliling makam, bila ada tamu yang menginap untuk melanjutkan ziarahnya diharuskan melapor kepada pihak RT atau sesepuh dusun, serta segala macam yang bernuansa negatif dan hal-hal yang sangat dilarang oleh agama. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh WD, juru kunci makam Banyubiru.(Lampiran halaman 97 dan 126 ). Hal senada juga diungkapkan BR (lampiran halaman 108 dan 136).

Itu sebabnya warga desa sekitar makam selalu menjaga dengan baik lingkungannya serta tetap melakukan pengawasan terhadap para pengunjung yang datang untuk berziarah ke makam. Para warga tetap memberikan kebebasan untuk pengunjung selama apa yang dilakukan tidak melanggar adat dan norma yang berlaku di desa mereka. Selain itu, setiap pengunjung yang bersungguh-sungguh dalam berdoa tentu akan dihormati dan dihargai oleh para warga, karena bagi warga sendiri hal tersebut sudah menjadi tugas dan menjadi berkah dalam membantu orang lain.

5. Perubahan dalam pelaksanaan Tradisi Ziarah Makam Banyubiru

commit to user

Pada tradisi ziarah terjadi beberapa perubahan dalam pelaksanaannya dalam era modernisasi di Desa Jatingarang. Bila masa lampau masih menggunakan peralatan yang dikhususkan, di mana peziarah pada waktu dulu biasanya membawa 3 bunga, yaitu bunga kantil, kenanga dan melati. Peziarah percaya bahwa bunga Kantil akan dapat memudahkan permohonannya terkabul. Adapun bunga Kenanga digunakan sebagai pengingat akan Ki Ageng Banyubiru. Sedangkan bunga Melati melambangkan ketenangan hati, maksudnya agar hati si peziarah bisa tenang dalam menjalani kehidupan. Perlengkapan yang lain adalah kemenyan untuk dibakar sebagai pelengkap meditasi. Selain itu peziarah juga memanfaatkan air dari 9 mata air (Sendang). Adapun kesembilan mata air (Sendang) tersebut yaitu:

a. Sendang Margomulyo

b. Sendang Krapyak

c. Sendang Margojati

d. Sendang Banyubiru

e. Sendang Bendosari

f. Sendang Gupak Warak

g. Sendang Danu Mulyo

h. Sendang Siluwih

i. Sendang Panjang Emas.

Kesembilan mata air (sendang) tersebut berada di dalam satu wilayah kebayanan Sarehan, Desa Jatingarang. Air dari sembilan sendang tersebut dimanfaatkan para peziarah untuk membersihkan diri dan untuk sarana pengobatan. Mereka yakin dan percaya bahwa sumber mata air tersebut dapat membuat kesehatan mereka membaik serta jiwa mereka bisa lebih tenang dari sebelumnya.

Pada masa sekarang, bentuk modernisasi telah mengubah pemikiran peziarah di mana seorang peziarah yang ingin berdoa, langsung berdoa di tempat pemakaman tanpa harus membawa persyaratan seperti bunga kantil, kenanga, melati ataupun membakar kemenyan. Mereka menganggap ritual dan persyaratan seperti itu sudah kuno dan harus berfikir secara logis.

commit to user

6. Persepsi masyarakat tentang Tradisi Ziarah Makam Banyubiru

dalam Era Modernisasi

Ritual ziarah bagi sebagian masyarakat dijadikan sebagai sebuah kegiatan yang berperan untuk mengingatkan diri mereka terhadap kehidupan setelah duniawi. Tokoh ulama banyak yang menerangkan jikalau berziarah akan menambah rasa keimanan seseorang dan selalu teringat pada sang pencipta. Melalui penghayatan pada saat mendoakan seseorang yang telah meninggal dunia, peziarah tentu akan lebih tergerak hatinya agar berusaha untuk menjadi seseorang yang baik dan merubah segala sesuatu yang dirasakan mereka salah. Ini berarti setiap peziarah memiliki persepsi sendiri terhadap arti dari aktifitas ziarah atau berkunjung untuk mendoakan orang yang telah meninggal.

Persepsi dari apa yang telah dilakukan oleh masyarakat cenderung menekankan pada perilaku religius mereka, di mana banyak orang melakukan ziarah akan tenang hatinya dan kehidupan mereka akan senantiasa teratur. Persepsi ini juga memiliki orientasi atau sebuah tujuan yang berbeda, sehingga dalam kaitannya dengan ziarah persepsi tersebut dikategorikan ke dalam dua bentuk.

Bentuk pertama adalah persepsi dari peziarah yang orientasi nilai religius. Mereka yang mengunjungi makam, bukan hanya sekedar datang untuk berdoa tetapi mempunyai maksud tertentu yang bisa menjadikan perubahan dalam kehidupannya. Seperti berziarah untuk mengingatkan diri mereka akan kehidupan setelah dunia, mengharapkan agar yang telah meninggal dunia ikut mendoakan yang masih hidup supaya kehidupan mereka lancar dari segala aspek, sampai pada tujuan-tujuan khusus yakni mengajukan suatu keinginan agar cepat terkabul. Dilihat secara logis, mereka yang memiliki persepsi bahwa ziarah dapat menenangkan hati dan jadi pengingat mereka tentu menganggap bahwa kegiatan tersebut adalah hal yang perlu atau harus dilakukan. Sebab, dengan mengingat pada apa yang telah dilakukan di dunia seseorang akan lebih menata hidupnya. Berbeda dengan para peziarah yang mengorientasikan diri mereka untuk hal-hal

commit to user

yang sifatnya kurang sesuai, yakni memohon sesuatu dengan perantara makam dan meminta sesuatu dengan harapan cepat terkabul melalui perantara benda- benda atau ritual yang harus mereka jalani.

Bentuk kedua adalah persepsi peziarah dengan orientasi nilai sosial. Ini menandakan bahwa pada era modern ini para pengunjung yang berziarah lebih mengarah pada hal mengenai bagaimana menjalin komunikasi kembali dengan kerabat yang sudah jarang bertemu, serta sebagai sebuah aktifitas untuk lebih menghormati seseorang yang telah meninggal dunia. Nilai sosial yang terkandung diantaranya adalah interaksi dengan orang lain atau kerabat akan lebih meningkat, para peziarah akan saling tukar informasi keberadaan masing-masing saat ini, serta sebagai lahan tempat mereka mengungkapkan permasalahan kepada orang lain atau memberikan jalan keluarnya. Jadi, era modernisasi secara tidak langsung merubah secara perlahan persepsi masyarakat mengenai makna dan arti dari berziarah.

Dalam era modernitas, seseorang juga akan cenderung mempunyai pola pemikiran tentang segala sesuatu yang sebenarnya dapat mereka jadikan sebagai penghasilan hidup. Ternyata, kegiatan berziarah ke makam Banyubiru menjadi salah satu bentuk mata pencaharian bagi sebagian orang yang tinggal di sekitar makam tersebut.

Kehidupan manusia yang semakin modern menjadi tolak ukur berkembangnya mata pencaharian masyarakat sekitar makam Banyubiru. Misalnya jasa-jasa air penampungan sendang dari botol atau tempayan yang disewakan, bunga-bunga untuk sesaji, barang-barang kelengkapan untuk berdoa, souvenir buatan tangan dari warga sekitar, makanan atau minuman, sampai dengan jasa membimbing doa pada saat berada di dalam makam. Ini menunjukkan bahwa modernisasi membawa perubahan terhadap gaya hidup dan pola mata pencaharian masyarakat yang umumnya bertani berubah menjadi pedagang atau bekerja samping sebagai penawar jasa doa. Persepsi masyarakat menjadi sedikit bergeser, di mana yang seharusnya terorientasi kepada makna religius berubah menjadi makna komersil. Hal ini sebenarnya bukan menjadi kaidah dari makna ziarah yang sesungguhnya.

commit to user

C. Temuan Studi Terkait dengan Kajian Teori

Kegiatan berziarah ke makam pada dasarnya adalah sebuah kebiasaan

Dokumen terkait