• Tidak ada hasil yang ditemukan

tradisi ziarah kubur studi kasus perilaku masyarakat muslim karawang yang mempertahankan tradisi ziarah pada makam syeh quro di kampung pulobata karawang tahun 1970-2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "tradisi ziarah kubur studi kasus perilaku masyarakat muslim karawang yang mempertahankan tradisi ziarah pada makam syeh quro di kampung pulobata karawang tahun 1970-2013"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

TRADISI ZIARAH KUBUR STUDI KASUS PERILAKU MASYARAKAT

MUSLIM KARAWANG YANG MEMPERTAHANKAN TRADISI ZIARAH

PADA MAKAM SYEH QURO DI KAMPUNG PULOBATA KARAWANG

TAHUN 1970-2013

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora

Untuk Memenuhi persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh:

HANA NURRAHMAH

1110022000021

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

TRADISI ZIARAH KUBUR STUDI KASUS PERILAKU MASYARAKAT

MUSLIM KARAWANG YANG MEMPERTAHANKAN TRADISI ZIARAH

KUBUR PADA MAKAM SYEH QURO DI KAMPUNG PULOBATA

KARAWANG TAHUN 1970-2013

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memeroleh

Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh Hana Nurrahmah NIM: 1110022000021

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

LEMBARAN PERNYATAAN

Dengan Ini Saya Menyatakan Bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli dari saya sendiri yang diajukan memenuhi

syarat dalam memperoleh gelar Sarjana jenjang Strata Satu (S1) di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sumber yang saya gunakan dalam ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli atau

merupakan hasil jiplakan karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 26 September 2014

(4)
(5)

i

ABSTRAK

Hana Nurrahmah

Tradisi ziarah Kubur Studi Kasus Perilaku Masyarakat Muslim Karawang Yang Mempertahankan Tradisi Ziarah Pada Makam Syeh Quro Di Kampung Pulobata Karawang Tahun 1970-2013

Dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan Sosiologi dan Antropologi, penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengangkat dan menulis sejarah tentang “Tradisi ziarah Kubur Studi Kasus Perilaku Masyarakat Muslim Karawang Yang Mempertahankan Tradisi Ziarah Pada Makam Syeh Quro Di Kampung Pulobata

Karawang tahun 1970-2013”

Tradisi adalah suatu kebiasaan yang berkembang di masyarakat baik yang menjadi adat kebiasaan, kepercayaan turun menurun, meliputi nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan. Kemudian menjadi suatu sistem atau peraturan yang sudah menyatu dengan konsep sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial.

Begitu pula makna ziarah mempunyai banyak makna, salah satunya bahwa ziarah kubur adalah mendatangi makam dengan tujuan untuk mendoakan ahli kubur dan sebagai ibroh (pelajaran) bagi peziarah bahwa tidak lama lagi juga akan menyusul. Hukum ziarah pada mulanya haram, kemudian Rasulullah Saw membolehkannya.

Tradisi ziarah kubur yang penulis fokuskan adalah “Tradisi Ziarah Kubur Studi Kasus

Perilaku Masyarakat Muslim Karawang yang mempertahankan tradisi ziarah kubur

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi berjudul Tradisi ziarah kubur studi kasus perilaku masyarakat Muslim Karawang yang mempertahankan tradisi ziarah pada makam Syeh Quro di kampung Pulobata Karawang tahun 1970-2013. Disusun guna memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu, Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh kerena itu, penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada semua pihak terutama kepada:

1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA, selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Prof Dr. Oman Faturrahman, M.Hum, selaku

Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. M. Ma’ruf Misbah, MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Solikatus Sa’diyah, M.Pd, selaku Sekertaris Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, yang selalu memberikan pelayanan kepada mahasiswanya dengan baik.

5. Prof Budi Sulistiono M, Hum dan Imam Subhi

M.A, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang selalu memberikan masukan dan kritik kepada penulis.

6. Awalia Rahma M.A, selaku Dosen Penasehat

Akademik yang memberikan arahan serta motivasi yang luar biasa kepada penulis.

7. Drs. Saidun Daerani M.A, selaku dosen yang

(7)

iii

8. Bapak dan Ibu dosen yang selalu memberikan

bimbingan dan pelajaran selama penulis mengikuti perkuliahan. 9. Umi Hj. Ai Qona’ah yang selalu memberikan

bimbingan, dukungan baik materil maupun non materil, serta selalu mendoakan penulis hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi, teruntuk Ayahanda Tercinta H. Turmuzi (Alm) sehingga bisa terselesaikan skripsi ini ku persembahkan hanya untukmu.

10. Untuk Emak HJ. Amah, Nyai HJ. Siti Khosiah

(Almh), mamang-mamang ku, ncing-ncing ku, kak Mimi, Ka Robby, ponakan ku yang lucu-lucu Karomi, dan neng Ima, A Asep, saudari Kembar ku Hani Nuraini, dan Adik kecil ku Abu Rizqy yang jadi penyemangat penulis dikala kesulitan, Teh dewi dan Keluarga yang ada di Karawang.

11. Pengurus yang berada di komplek makam Syeh

Quro baik Juru kunci dan yang lainnya.

12. Pemda Kabupaten Karawang, baik di Dinas

Budaya Dan Pariwisata, dan Arsip dan Dokumentasi kabupaten Karawang.

13. Teman-teman SKI seperjuangan angkatan 2010:

Fitri, Irna, Nana, Tati, Ela, dan yang lainnya, Teman-teman kosan Manda ( Mita dll), Teman-teman Bidik misi angkatan 2010.

14. Segenap keluarga besar BIDIK MISI UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

15. Serta kepada Someone yang selalu

mengantarakan penulis ketempat penelelitian, memberikan semangat dukungan dan selalu menunggu hingga terselesaikannnya Skripsi ini.

16. Para karyawan/karyawati Perpustakaan Utama

dan Fakultas Adab dan Humaniora yang telah menyediakan fasilitas dalam rangka penulisan skripsi ini.

(8)

iv

penulis mengaharapkan kritik dan saran dari pembaca demi lebih baiknya skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat untuk semua Aamiin.

Jakarta, 26 September 2014

(9)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK.... ...i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Permasalahan ... 11

C.TujuanPenelitian ... 12

D.Metode Penelitian ... 12

E. Studi Pendahuluan ... 15

F. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II GAMBARAN UMUM KARAWANG A.Letak Geografis Karawang ... 19

B.Sejarah Singkat Karawang ... 22

C.Kondisi Sosial dan Keagamaan Masyarakat Karawang ... 33

BAB III DESKRIPSI TRADISI ZIARAH KUBUR A.Makna ziarah kubur ... 41

B.Ziarah kubur menurut Pandangan Islam ... 45

C.Ziarah Kubur sebagai unsur Tradisi dan Budaya ... 49

D.T ujuan Ziarah Kubur... 53

BAB IV TRADISI ZIARAH KUBUR DI MAKAM SYEH QURO A.Riwayat tentang Syeh Quro ... 55

B.Pelaksanaan ziarah kubur di makam Syeh Quro... 59

(10)

vi

B.2. Waktu dan Penyelenggaraan Ziarah ... 66

B.3. Tata ruang makam ... 71 C.Struktural Kepengurusan Makam ... 73

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan ... 81 B.Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA

(11)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kajian skripsi ini ingin melihat masyarakat Karawang sekarang yang lekat dengan kegiatan industri, ternyata masih ada tradisi-tradisi setempat, salah satunya tradisi ziarah kubur di makam Syeh Quro. Kenyataan lapangan, penulis

melihat tradisi tersebut masih tetap eksis, persoalannya mengapa pada masyarakat Karawang tradisi ziarah masih bertahan? Menurut asumsi penulis, bahwa

kebertahanan tradisi ini tidak terlepas dari peran Syeh Quro terhadap penyebaran agama Islam di Tatar Sunda khususnya di Karawang, Sehingga Masyarakat

Karawang masih menjaga tradisi ziarah kubur tersebut.1

Upacara ziarah kubur yang dilakukan oleh sebagian umat Islam masih dipertahankan, terutama oleh kalangan masyarakat. Ziarah kubur yang dilakukan

di makam telah memberikan tambahan ekonomi kepada penduduk sekitar lokasi kuburan keramat, sehingga masyarakat banyak yang berjualan makanan,

keperluan ziarah, oleh-oleh bagi para peziarah.2 Bagi tokoh-tokoh agama tertentu,

terutama bagi kalangan tradisional upacara tradisi lokal ini bermanfaat untuk alat mobilisasi masyarakat kelas bawah, alat politik bagi tokoh-tokohnya, dan

menjadikan sumber ekonomi bagi tokoh keagamaan setempat.

1

Survei Penulis misalnya pada tanggal 5, 12 Oktober 2013 di Kampung Pulobata, Desa Pulo Kalapa, Kecamatan Lemahabang Wadas, Kabupaten Karawang.Dalam praktek tradisi tersebut mereka masih mempertahankan tradisi ziarah di makam Syeh Quro. Yang datang ke makam Syaikh Quro untuk berziarah dari berbagai kalangan masyarakat baik dari wilayah Karawang maupun dari luar Karawang.

2

(12)

2

Bila dilihat secara mendalam, maka tradisi yang masih dipertahankan oleh sebagian besar umat Islam di Indonesia adalah benar-benar peninggalan nenek

moyang yang masih primitif atau pra Islam.3 Upacara tradisi lokal yang hampir

seluruhnya merupakan peninggalan-peninggalan pra Islam yang tetap

dipertahankan oleh masyarakat. Dengan berbagai nilai Islam,4 tradisi-tradisi

tersebut berusaha untuk diakulturasikan5 kedalam Islam dan disatukan sedemikian

rupa agar terlihat Islami.

Jadi, kegiatan ziarah kubur dikatakan sebagai syiar Islam karena dapat mengingatkan seseorang tentang akhirat, yang selanjutnya dapat memacu untuk

lebih giat beribadah dan meningkatkan ketaqwaan. Peziarah dapat berbuat baik kepada yang sudah meninggal (dikuburannya) dengan mengucapkan salam, mendoakannya, memohon ampun dan mengambil pelajaran-pelajaran dari riwayat

hidup orang yang sudah meninggal tersebut. Selain itu, tidak jarang bahwa

peziarah juga sering melakukan tawassul.6

Keberadaan daerah Karawang, telah dikenal sejak masa kerajaan Padjajaran (yang berpusat di Bogor), karena pada masa itu Karawang merupakan satu-satunya jalur lalu lintas yang sangat penting sebagai jalur transportasi

3

Ayatrohaedi, Sunda Kala Cuplikan Sejarah Sunda Berdasarkan Naskah-naskah Panitia WangsakertaCirebon, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 2005), Cet.I, h. 136

4

Yang dimaksudkan dengan nilai-nilai Islam disini adalah seperti membaca Yasin, Dzikir, Tahlil.

5

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru, 1980), h. 262

6

(13)

3

hubungan antara kedua Kerajaan besar, yakni Kerajaan Padjajaran dengan

Kerajaan Pakuan yang berpusat di Ciamis.7

Adapun bukti yang menguatkan adanya pelabuhan karawang di Kampung Bunut Kelurahan Karawang Kulon (di dekat Masjid Agung karawang yang di

bangun oleh Syeh Quro) yaitu ditemukannya kapak batu Neolit, beberapa kepingan uang VOC dari tembaga dan uang Gulden dari bahan perak, pecahan-pecahan porselen dari Tiongkok dan sebuah makam Embah Dalem yang tidak lain

adalah wakil raja yang memerintah di suatu wilayah (penguasa setempat).8

Kesinambungan budaya terlihat pada masa Islam, tradisi megalitik (pra

sejarah) yang mengagungkan roh leluhur dan menjadi ciri dari lokal masyarakat Karawang pada masa itu, berlanjut hingga masa Islam. Terpeliharanya makam para tokoh dan sesepuh karawang pada masa lalu, makam Syeh Quro merupakan

contoh dari kesinambungan budaya tersebut.9

Karawang termasuk salah satu kabupaten yang penduduknya masih kuat

memegang adat-istiadat, tradisi nenek moyang atau leluhur.10 Berbagai ritual yang

berkaitan dengan kehidupan masih dilaksanakan oleh sebagian masyarakat Karawang. Selain itu di kabupaten Karawang terdapat situs-situs bersejarah atau

yang dianggap bersejarah oleh masyarakat setempat.11

7

Tjetjep Supriadi, Sejarah berdirinya Kabupaten Karawang,(Bandung: Theme 76),h. 29.

8

Syamsurizal, Ikhtisar Sejarah singkat Syeh Qurotul'ain, (Karawang: Mahdita, 2009), h. 11.

9

NinaHerlina Lubis, dkk., Sejarah Kabupaten Karawang, (Karawang: Pemerintah Kabupaten Karawang Dinas Kebudayaan dan Pariwisata,201), h. 60-61

10

Tradisi ziarah kubur yang masih dipertahankan oleh masyarakat Karawang dan sekitarnya.

11

(14)

4

Keberadaan situs-situs tersebut masih dianggap fungsional oleh sebagian masyarakat Karawang serta dari luar Karawang, indikator utamanya adalah dalam

momen-momen tertentu cukup banyak orang yang melakukan ziarah salah satunya adalah makam Syeh Quro yang berada di Pulobata Desa Pulokalapa

Kecamatan Lemahabang Wadas Kabupaten Karawang yang sering didatangi oleh

para peziarah untuk berbagai kepentingan.12

Karawang pada masa Islam juga merupakan kawasan penting13 pelabuhan

Caravan yang sudah eksis sejak masa Kerajaan Sunda tampaknya terus berperan hingga masa Islam. Salah satu situs arkeologi dari masa Islam di Karawang adalah

makam Syeh Quro. Menurut tulisan yang tertera pada panil di depankomplek makam, Nama lengkap Syeh Quro adalah Syech Qurotul Ain.

Menurut naskah Purwaka Caruban Nagari, Syeh Quro adalah seorang

ulama yang juga bernama Syeh Hasanudin. Beliau adalah putra ulama besar Perguruan Islam dari negeri Campa yang bernama Syech Yusuf Siddik yang

masih ada garis keturunan dengan Syech Jamaluddin serta Syech Jalaluddin ulama besar Mekah. Pada tahun 1418 datang di Pelabuhan Muara Jati, daerah Cirebon. Tidak lama di Muara Jati, kemudian pergi ke Karawang dan mendirikan

pesantren. Disebutkan bahwa letak bekas pesantren Syeh Quro berada di Desa Talagasari, Kecamatan Talagasari, Karawang. Di Karawang dikenal sebagai Syeh

Quro karena beliau adalah seorang yang hafal Al-Quran (hafidz) dan sekaligus qori yang bersuara merdu. Sumber lain mengatakan bahwa Syeh Quro datang di

12

NinaHerlina lubis dkk., Sejarah Kabupaten Karawang, h. 75

(15)

5

Jawa pada 1416 dengan menumpang armada Laksamana Cheng Ho yang diutus

Kaisar Cina Cheng Tu atau Yung Lo (raja ketiga jaman Dinasti Ming).14

Setelah melakukan penyebaran agama Islam di Karawang Syeh Quro kemudian menjalani hidup menyendiri di Kampung Pulobata, Desa Pulokalapa.

Di kampung ini beliau melakukan ujlah untuk mendekatkan diri kepada Allah

agar memperoleh kesempurnaan hidup.Demikian ini beliau lakukan hingga akhir

hayat.15

Makam Syeh Quro berada pada lahan seluas 2.566 m dengan Koordinat 107 28 90, 00 BT, 06 15 10,10 LS. Lokasi makam Syeh Quro dibangun diatas sisa

reruntuhan bata, sisa reruntuhan bata itu dua diantaranya masing-masing berukuran 16 X 18 X 11 cm dan 16 X 19 X 10 cm. Makam Syeh Quro sering terjadi perdebatan antara peziarah dengan generasi penerus penemu makam Syeh

Quro, mereka yang mempercayai bahwa di Pulobata tersebut bukanlah makam tetapi makom, akan tetapi generasi penemu makam Syeh Quro mempunyai bukti

bahwa makam di Pulobata adalah benar makam Syeh Quro karena ada surat keputusan dari kerajaan Cirebon yang tembusannya sampai ke Presiden RI yang ke-2.16

Komplek makam berada di sebelah selatan jalan desa, sebelum memasuki komplek makam tepatnya disebelah timur terdapat lahan parkir dan lahan untuk

berjualan. Bangunan di komplek pemakaman ini merupakan bangunan baru hasil

14

Dewan Keluarga Masjid Agung Karawang. Sejarah dan Peranan Masjid Agung Karawang dalam Pembinaan Umat yang Beriman dan Bertakwa, (Karawang: DKM Agung Karawang, 1993), h. 21.

15

Syamsurizal, Ikhtisar Sejarah singkat Syeh Qurotul'ain, h.14

16

(16)

6

renovasi. Pada bagian depan terdapat pembatas berupa pagar tembok dengan hiasan lengkung dan setiap puncak lengkung pagar diberi hiasan berupa kubah

masjid, sedangkan sisi-sisi lengkungan pagar berhias kaligrafi. Di sebelah barat gerbang terdapat salah satu sumur dari sumur-sumur keramat yang berada di

komplek makam, sedangkan disebelah timur gerbang terdapat panil bertuliskan

Ingsun titi masjid langgar lanfakir miskin anak yatim Dhuafa.17 Pada halaman

komplek makam juga terdapat masjid18 dan cungkup makam Syeh Quro.

Bangunan cungkup merupakan bangunan inti yang terbagi dalam tiga bagian, yaitu bagian depan merupakan ruang terbuka, bagian tengah diperuntukan

peziarah yang ingin berdoa, dan bagian makam merupakan makam Syeh Quro. Nisan makam terbungkus kain putih. Akan tetapi para peziarah tidak diperbolehkan masuk ke ruangan ini hanya sampai di depan pintu masuk.

Sementara dibagian depan pintu masuk terdapat peralatan ziarah seperti tempat pembakaran kemenyan, botol air mineral yang berisi air sumur keramat yang

dinamakan sumur awisan. Sekarang ini makam Syeh Quro menjadi tujuan wisata

Ziarah dari berbagai kota khususnya pada setiap jum‟at malam sabtu (ritual

malam sabtuan).19

17

Wawancara Pribadi dengan Oman Rohman tulisan itu merupakan pesan Syeh Quro, Karawang 12 Oktober 2013, pukul 13.30 WIB

18

Menurut sumber tradisi, masjid ini oleh Syeh Quro dibungkus saputangan untuk

kemudian dipindahkan ke Cirebon melalui “mata batin”nya. Masjid yang sekarang ada merupakan “replica ulang” dari masjid tersebut, sedangkan masjid pindahan di Cirebon bernama Astana

Gunung Jati” (wawancara pribadi dengan Oman Rohman, kuncen Makam Syeh Quro, 12 Oktober 2013, , pukul 13.30 WIB)

19

(17)

7

Makam Syeh Quro sering dikunjungi peziarah terutama pada malam Sabtu, mengapa malam Sabtu karena makam Syeh Quro ini ditemukan pada

malam Sabtu, yang kemudian dijadikan sebagai kegiatan tawasul Sabtuan rutin yang kini diikuti oleh ribuan peziarah.Di tempat ini ada pula makam Syeh

Bentong (Syekh Abdulah Dargom),20santri Syeh Quro.

Makam Syeh Quro terletak di Dusun Pulobata Desa Pulo Kalapa Kecamatan Lemahabang Wadas Kabupaten Karawang. Lokasi makam penyebar

agama Islam tertua, yang lebih dulu dibandingkan Wali Songo tersebut, berada sekitar 30 km ke wilayah timur laut dari pusat Kota Karawang.

Adapun yang membedakan tradisi di makam Syeh Quro dengan tempat

lainnya adalah kuncen, tradisi bakar kemenyan,dan hanya dilakukan pada tradisi

malam sabtuan21 atau peringatan Haul ditemukannya makam Syeh Quro. Menurut

hasil wawancara dengan salah satu kuncen mengatakan bahwa:22 “bakar

kemenyan, yang dikatakan dengan bakar kemenyan disini adalah bukan karena hal

mistik ataupun gaib melainkan dengan bakar kemenyan tersebut sebagai perantara

kita pada Allah dengan mengambil hakikatnya pada api”.

Keberadaan makam Syeh Quro mempunyai dampak terhadap

perekonomian23 dan pengaruh politik24 terhadap masyarakat yang berada di

mendatangkan berkah bagi peziarah yang mendapatkan buah quldi tersebut. Peziaarah yang datang tidak hanya masyarakat kalangan menengah ke bawah melainkan juga beberapa pejabat karawang dan luar karawang (wawancara pribadi dengan Oman Rohman, kuncen makam Syaik Quro, 12 Oktober 2013, pukul 13.30 wib)

20

Ajip Rosidi, dkk.,Ensiklopedi Sunda : Alam, Manusia dan Budaya(Termasuk Budaya Cirebon dan Banten), (Jakart: PT Dunia Pustaka , 2000), h. 638

21

Tradisi malam sabtuan berasal dari awal mulanya ditemukan pada malam sabtu oleh

seorang yang bernama Raden Somaredja alias ayah Dji‟in. 22

Wawancara pribadi dengan bapak Jojo, Karawang, 12 oktober 2013 pukul 11.00 wib

23

(18)

8

sekitar, dimana ada diantaranya satu partai politik25 yang mendukung kegiatan

acara tersebut terutama pada waktu-waktu tertentu, salah satu bentuk

dukungannya adalah memberikan bantuan berupa materil maupun non materil dalam rangka kegiatan yang berlangsung pada acara tersebut, seperti acara

Haul26di makam Syeh Quro.

Peran pemerintahan Desa dan Pemerintah Kabupaten Karawang turut ikut

serta dalam setiap kegiatan besar yang diadakan oleh masyarakat Pulobata.27

Salah satu kesenian yang diadakan adalah kesenian wayang golek,28 acara do‟a

dan Dzikir bersama.

Menurut hasil wawancara penulis ada figur partai politik29 yang

mempunyai keinginan untuk menjabat salah satu jabatan di Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah datang ke makam Syeh Quro berziarah dengan tujuan

mendapatkan jabatan tersebut, tentunya dengan hati dan niat yang tulus maka semuanya itu akan terlaksana.

Tradisi malam Sabtuan diadakan karena penemuan makam pada malam

Sabtu, kata “Sabtu” berasal dari bahasa arab “Sab‟ah” yang artinya hari ke tujuh.

24

Pengaruhnya terhadap politik adalah kemenangan bagi partai politik tersebut seperti pada masa pemilu

25

Partai politik yang mendukung kegiatan tersebut adalah PKB , karena merupakan aliran NU yang masih mendukung adanya kegiatan tradisi tahlil, dzikir, dan ziarah Kubur. (hasil wawancara pribadi dengan bapak Jojo, Karawang, pukul 11.00 wib)

26

Haul adalah awal ditemukannya makam Syeh Quro bukan tahun wafatnya, hal ini didapatkan oleh penulis menurut hasil wawancara.

27

Wawancara pribadi dengan bapak Jojo, Karawang, 12 oktober 2013 pukul 11.00 wib

28

Wayang Golek merupakan kesenian tradisional dari Jawa Barat yaitu kesenian yang menampilkan dan membawakan alur sebuah cerita yang bersejarah. Wayang Golek ini menampilkan golek yaitu semacam boneka yang terbuat dari kayu yang memerankan tokoh tertentu dalam cerita pawayangan serta dimainkan oleh seorang Dalang dan diiringi oleh nyanyian serta iringan musik tradisional Jawa Barat yang disebut dengan degung.

29

(19)

9

Ritual Sabtuan diadakan sesuai dengan hari ditemukannya makam Syeh Quro yaitu pada hari jumat malam sabtu. Pada dasarnya ritual malam Sabtuan hanya

dilakukan oleh masyarakat sekitar yang ingin mendoakan Syeh Quro karena dianggap berjasa dalam menyebarkan Agama Islam di Tatar Sunda khususnya

Karawang. Namun, ritual ini terus berkembang hingga kepelosok daerah lainnya sampai ke luar wilayah Karawang dan menjadi tradisi dalam mengaharapkan berkah. Ditunjang dengan adanya mitos pohon Quldi yang terdapat pada bagian

belakang komplek pemakaman Syeh Quro dapat mendatangkan berkah bagi peziarah yang mendapatkan buah Quldi tersebut. Peziarah yang datang tidak

hanya masyarakat kalangan menengah ke bawah melainkan juga beberapa pejabat

karawang dan luar karawang.30

Dalam mempertahankan tradisi ini pemerintah Kabupaten Karawang

mendukungnya karena merupakan warisan budaya yang harus tetap dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat sekitar, adapun kegiatan rutin yang sering diadakan

di makam Syeh Quro seperti Haul, pihak pemerintah ikut serta dalam kegiatan acara tersebut, jadi menurut penelusuran penulis sampai saat ini kenapa tradisi di makam Syeh Quro masih dipertahankan, karena tradisi ini merupakan warisan

budaya dari leluhur mereka sejak zaman dahulu.31

Menurut penjelasan kuncen tradisi Haul yang dilaksanakan di makam

Syeh Quro adalah bukan peringatan haul wafatnya Syeh Quro melainkan awal mula ditemukan makam Syeh Quro. Karna biasanya orang memahami tradisi haul

30

Hal ini berdasarkan penelitian penulis, yang datang langsung ke Makam Syeh Quro pada tanggal 12 Oktober 2013, dengan mewawancarai Bapak Jojo,pukul 13.30 wib.

31

(20)

10

adalah peringatan tahun kematian orang tersebut, hal ini pulalah yang membedakan tradisi ziarah di makam Syeh Quro dengan tradisi ziarah di tempat

ziarah lainnya.32

Setiap malam Sabtu akhir bulan Sya'ban ribuan jama'ah mengadakan

dzikir dan tawasul akbar di makam Syeh Quro di Dusun Pulobata Desa Pulokalapa Kecamatan Lemahabang Wadas Kabupaten Karawang. Namun demikian, kegiatan rutin tawasulan pun tetap dilaksanakan setiap malam Sabtu

yang lebih dikenal dengan Malam Sabtu-an di Syeh Quro. Ribuan Jamaah tersebut selain berasal dari daerah sekitar juga berasal dari Subang, Bekasi, Purwakarta,

Jakarta, Cirebon, Bandung, Bogor dan lain-lain

Hasil penelitian penulis masyarakat yang datang untuk berziarah ke makam Syeh Quro datang secara rombongan dan ada juga yang datang secara

individu, tapi sejauh ini hasil penelitian penulis yang datang kesini adalah secara berombongan terutama pada acara haul yang di adakan di makam Syeh Quro,

setiap acara haul tempat di sekitar makam Syeh Quro penuh karena yang datang dari berbagai kalangan dan golongan. Adapun kegiatan khusus yang diadakan

pada tempat ini yaitu kegiatan ceramah dan pementasan wayang golek.33

Dari sudut perekonomian kedatangan para peziarah khususnya di malam sabtu, menguntungkan bagi masyarakat yang ada disekitar karena mendapat

keberkahan dari hasil berjualan. Untuk saat ini pengelolaan tempat masih di kelola oleh masyarakat Pulobata. Di tempat Syeh Quro ada 2 tempat yang pertama

32

Wawancara penulis dengan beberapa kuncenyang diantaranya adalah bapak Jojo dan bapak Entis (mantan Kepala Desa Pulobata), Karawang, 12 Oktober 2013, pukul 13.00 wib.

33

(21)

11

makam Syeh Quro dan yang kedua makam Syeh Bantong acara ziarah yang biasa di lakukan jum'at malam sabtu di mulai dari pukul 22.00-02.00 WIB, bahkan ada

juga peziarah yang sampai menginap di lingkungan ini.34

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang pemikiran diatas timbul permasalahan yang dapat diidentifikasikan, antara lain persoalan mengenai kebertahanan tradisi ziarah

kubur pada makam Syeh Quro di Kampung Pulobata Karawang dan tahapan-tahapan dalam pelaksanaan ziarah di makam Syeh Quro.

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan gambaran yang tertuang dari latar belakang diatas, penulis merasa perlu untuk memberikan batasan kajian dan merumuskan terlebih dahulu

masalah yang akan dibahas oleh peneliti agar arah tujuan dan sasaran yang akan disampaikan lebih jelas dan terarah. Dengan demikian penelitian ini difokuskan

pada “Tradisi ziarah kubur studi kasus perilaku masyarakat muslim Karawang

yang mempertahankan tradisi ziarah pada makam Syeh Quro di kampung Pulobata Karawang tahun 1970-2013.”

3. Rumusan Masalah

Masalah pokok dalam penelitian ini adalah, mengapa tradisi ziarah kubur

masih bertahan di masayarakat Karawang? Adapun Sub masalahnya sebagai berikut:

a. Bagaimana makna ziarah kubur menurut pandangan Islam?

34

(22)

12

b. Bagaimana proses pelaksanaan ziarah kubur di makam Syeh Quro?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan skripsi ini ditunjukan untuk mencapai beberapa tujuan, yang diantaranya adalah :

1. Untuk mengungkapkan bagaimana makna ziarah Kubur menurut pandangan

Islam.

2. Untuk mengungkapkan bagaimana proses pelaksanaan ziarah kubur di Makam

Syeh Quro.

D. Metode Penelitian

Adapun dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan

Sosiologi melalui ilmu bantu Grandrich riset (melakoni sebagai pelaku dalam

suatu peristiwa yang sedang diteliti dengan cara ikut andil dalam kegiatan

tersebut), dan Antropologi yaitu Mengungkapkan nilai-nilai yang mendasari pelaku tokoh sejarah, status dan gaya hidup, sistem yang mendasari pola

hidup.Jadi dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan Antroplogi, dan

Sosiologi.35 Berdasarkan sistematika dalam metode penelitian sejarah ada 4 tahap

yang harus dilalui, yakni Heuristik, Verifikasi, interpretasi, dan historiografi.36

1. Pengumpulan data

Pada bagian ini penulis mencari dan mengumpulkan data atau sumber-sumber

yang berhubungan dengan pembahasan penulisan skripsi ini, baik sumber Primer maupun sumber Sekunder. Sumber data primer merupakan buku-buku,

35

Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 4-5, 144-156.

36

(23)

13

naskah, yang telah dialih bahasakan yang berisikan kumpulan tulisan-tulisan yang membahas tentang Syeh Quro, metode sejarah lisan atau interview, dipergunakan

sebagai pelengkap sumber primer, penulis melakukan proses wawancara terhadap tiga orang tokoh sebagai narasumber, yang pertama yakni bapak Thamrin pada

tanggal 17 Maret 2013, selaku Kuncen Makam Syeh Quro, untuk mengetahui bagaimana proses berjalanya tradisi ziarah kubur di makam Syeh Quro. Narasumber yang kedua yakni bapak Jojo dan bapak Oman Rohman, pada tanggal

12 Oktober 2013 di Karawang, beliau adalah sesepuh dari kampung Pulobata tempat ditemukannya makam Syeh Quro. Metode sejarah lisan ini sebagai

pelengkap terhadap bahan dokumenter (buku-buku dan Naskah-naskah).

Sedangkan sumber data sekunder berupa buku-bukudan jurnal-jurnal bahkan sumber lain yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Proses pencarian dan

pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode "Library Recearch: yaitu penulis berkunjung kebeberapa perpustakaan seperti : Perpustakaan UIN

Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan Nasional di lantai 3, 5, dan 7, Jl. Salemba Raya 28 A Jakarta Pusat, Arsip Nasional, Jl. Ampera Raya Cilandak Timur Jakarta Selatan No 7. Karena

keterbatasan data di Jakarta, akhirnya penulis memutuskan pencarian data di Perpustakaan Daerah Karawang Jawa Barat, Arsip Daerah Karawang, dan Dinas

Pariwisata dan Budaya Kabupaten Karawang. Selain metode Library Research,

penulis juga mengunjungi tempat Makam Syaikh Quro yang berada di Kampung Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Karawang,

(24)

14

Karawang yang konon disitulah Pesantren Quro berada yang sekarang dialih fungsikan menjadi Masjid Agung Karawang. Setelah data-data tersebut diperoleh,

lalu penulis menghimpunnya, dan tentunya setelah melalui seleksi guna di jadikan rujukan utama dalam menulis tema yang akan dibahas.

Masih mengenai langkah pengumpulan data, observasi lapangan dilakukan dengan jalan melakukan wawancara kepada Kuncen makam Syaikh Quro. Dalam hal ini, informasi yang didapatkan adalah berupa sejarah lisan, yaitu dari

tokoh-tokoh yang terlibat dalam tradisi ziarah kubur sebagai tokoh-tokoh utama maupun pengikutnya, atau orang yang langsung mendengar dari saksi pertama. Metode

sejarah lisan ini dipergunakan sebagai metode pelengkap terhadap bahan

dokumenter.37 Di samping itu, untuk melengkapi data dokumenter juga dilakukan

pengamatan, terutama mengenai pusat kegiatan tersebut.

2. Pengolahan dan Klasifikasi Data

Setelah data-data itu diperoleh maka tahapan selanjutnya mengidentifikasi

data-data berdasarkan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, sumber-sumber lain yang diperoleh seperti artikel-artikel atau jurnal-jurnal yang didapatkan, kemudiandimasukan sebagai data penunjang untuk tema yang akan

dibahas.

3. Analisa dan Kritik Sumber

Semua sumber telah dikumpul baik berupa buku, majalah, ensiklopedia, Koran dan lain-lain. Maka penulis melakukan kritik dan uji terhadapnya. Dimaksudkan untuk mengidentifikasi keabsahan tentang keaslian sumber

37

(25)

15

(otentisitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern, dan keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas) yang di telusuri melalui kritik intern.

4. Menyusun dan menjadi sebuah Tulisan

Fase terakhir dalam metode ini adalah historiografi merupakan cara penulisan,

pemaparan atau laporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan.38 Tahap ini

adalah rangkaian dari keseluruhan dari teknik metode pembahasan.

Adapun sumber pedoman yang digunakan dalam penulisan hasil penelitian ini

adalah buku Pedoman penulisan karya ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang diterbitkan oleh UIN Press, dengan harapan bahwa penulisan ini tidak hanya baik

dari segi isi, tetapi juga baik dari segi metode penulisan.39

E. Studi Pendahuluan

Sejauh penelusuran yang telah dilakukan, penulis belum menemukan

begitu banyak yang membahas dan menulis secara khusus dan komperhensif tentang tradisi ziarah kubur di makam Syeh Quro, tetapi setidaknya penulis

menemukan tiga buah buku yang didalamnya terdapat pembahasan mengenai Syeh Quro, dan satu judul skripsi tentangan peran Syeh Quro dalam menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, sedangkan dua buku yang pembahasannya tentang

Syeh Quro adalah:

Buku pertama berjudul : Ikhtisar Sejarah Singkat Syekh Qurotul’ain,40

buku ini diterbitkan dari Kepala Desa setempat yang digunakan sebagai buku panduan untuk melakukan tawasul di tempat makam Syeh Quro, di kampung

38

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian sejarah, h. 91.

39

Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi, (Jakarta: CEQDA, April 2007),

40

(26)

16

Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Karawang. Propinsi Jawa Barat. Buku ini hanya sedikit pembahasan tentang Syeh Quro,

karena memang buku ini adalah buku Ikhtisar sejarah Syeh Quro, selebihnya isi dari buku ini adalah pembahasan mengenai doa-doa dan Panduan mengenai

tawasul41 di tempat makam Syeh Quro. Menurut penulis bahwa buku ini masih

kurang penjelasan tentang tradisi ziarah, maka penulis beranggapan bahwa judul skripsi yang penulis ambil tidak sama pembahasannya, dengan buku di atas.

Buku yang kedua berjudul: Sejarah dan peranan Masjid Agung Karawang

dalam pembinaan umat yang beriman dan bertakwa,42 buku ini diterbitkan dari dewan keluarga masjid agung Karawang, dalam buku ini terdapat beberapa pembahasan mengenai sejarah Syeh Quro dan perjalanan Dakwah beliau. Yang terdiri dari dua bab dalam buku ini, akan tetapi sebenarnya isi buku ini tidak

secara khusus membahas tentang Syeh Quro, karena substansi isi buku ini yakni mengenai sejarah dan peranan Masjid Agung Karawang. Penulis tidak

menemukan pembahasan tentang ziarah kubur di makam Syeh Quro pada buku tersebut, karena tidak ada pembahasannya dengan judul skripsi yang penulis ambil maka tidak akan sama pembahasanya dengan buku tersebut.

Buku yang ketiga yang berjudul Carita Purwaka Caruban Nagari,43 dalam

buku ini hanya sekilas tentang sejarah Syeh Quro dalam menyebarkan agama

41

Harun Nasution, “Tawasul”,h. 938

42

DewanKeluarga Masjid Agung Karawang.. Sejarah dan Peranan Masjid Agung Karawang dalam Pembinaan Umat yang Beriman dan Bertakwa, h. 17.

43

(27)

17

Islam di Jawa Barat, dalam buku ini tidak dijelaskan secara mendetail bagaimana proses terjadinya tradisi ziarah kubur setelah wafatnya Syeh Quro.

Selain dari pada itu penulis menemukan skripsi yang pembahasannya

tentang “Peranan Syeh Quro dalam Penyebaran Agama Islam di Jawa Barat

abad XV M”, dalam pembahasan judul skripsi tersebut pembahasanya lebih

kepada Peranan Syeh Quro dalam penyebaran agama Islam di Jawa Barat khususnya Karawang, bagaimana cara beliau menyebarkan agama Islam melalui

metode dakwah, dan pendidikannya kepada para santrinya. Akan tetapi pembahasan penulis lebih kepada Tradisi ziarah Kubur Studi Kasus : Perilaku

masyarakat muslim Karawang yang mempertahankan tradisi ziarah pada makam Syeh Quro di Kampung Pulobata Karawang tahun 1970-2013, sebagai judul skripsi.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini, penulis membagi kedalam Lima Bab

tulisan, termasuk di dalamnya bab pendahuluan dan penutup, berikut dituliskan secara singkat bab satu sampai bab limabeserta sub-babnya masing-maing.

Bab Pertama, memaparkan tentang bab Pendahuluan, sebagaimana telah dibahas di dalamnya menguraikan beberapa hal pokok mengenai latar belakang masalah, rumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian,

studi pendahuluan dan sistematika penulisan.

Bab kedua, memaparkan tentang Gambaran umum Karawang, yang di antaranya adalah Letak Geografis Karawang, Sejarah Singkat Karawang, Kondisi

(28)

18

Bab ketiga, memaparkan tentang Deskripsi Tradisi ziarah kubur permasalahan yang dibahas dalam bab ini meliputi makna ziarah kubur, ziarah

kubur menurut pandangan Islam, ziarah kubur sebagai unsur tradisi dan Tujuan ziarah kubur.

Bab keempat, memaparkan Tradisi Ziarah Kubur di makam Syeh Quro, pembahasanya yang diawali dengan riwayat tentang Syeh Quro,Pelaksanaan ziarah kubur yang terdiri dari persiapan sebelum ziarah kubur, waktu dan

penyelenggaraan ziarah kubur, dan pihak-pihak yang terlibat dalam ziarah kubur, serta hikmah yang bisa diambil pada pelaksanaan Tradisi ziarah kubur.

Bab kelima, merupakan bab penutup dan kesimpulan serta saran-saran atas keseluruhan pembahasan skripsi ini. Pada pembahasan bab ini diharapkan dapat menarik benang merah dari uraian pada bab-bab sebelumnya menjadi satu

(29)

19 BAB II

GAMBARAN UMUM KARAWANG

A. Letak Geografis Karawang

Kabupaten Karawang adalah sebuah kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Barat, ibu kotanya adalah Karawang, wilayah Kabupaten Karawang berada di pesisir pantai utara Jawa bagian barat. Secara topografis sebagian besar wilayah

ini termasuk dalam dataran alluvial dengan ketinggian 0.6 m di atas permukaan laut, dan kemiringan tanah 0.2%, di beberapa tempat dalam kawasan ini masih

terdapat rawa, sedangkan daerah perbukitan di sebelah selatan merupakan daerah persawahan yang jaraknya cukup jauh dari garis pantai sekarang (lebih dari 200 Km). Oleh karena itu, wilayah Kabupaten Karawang merupakan wilayah

persawahan dengan pengairan (irigasi), dan sebagian besar penduduknya hidup

sebagai petani dan nelayan di daerah pantai.44

Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 1070 02‟-1070 40‟

BT dan 50 56‟-60 34‟ LS dengan batasa-batas wilayahnya sebelah Utara

berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten

Subang, sebelah Tenggara berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta, sebelah Selatan Barat Daya berbatasan dengan Kabupaten Bogor, sebelah Selatan

berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupetn Bekasi, berikut ini adalah gambaran Peta Kabupaten Karawang:

44

(30)

20

(31)

21

Kabupaten Karawang merupakan salah satu kabupaten penghasil padi di

Provinsi Jawa Barat, luas wilayahnya mencapai 175,327 hektar atau 3,7 persen dari luas provinsi Jawa Barat. Dari kondisi geografisnya Karawang dijadikan

penyangga pangan untuk wilayah Jawa Barat, Banten dan DKI, yaitu sejak tahun 1962. Karawang bersama Bekasi, Purwakarta, Subang, Indramayu, Serang dan Tangerang daerah penghasil beras yang utama dan dijadikan sebagai proyek

Nasional Daerah Swasembada Beras.45 Berikut adalah statistik hasil dari area

pertanian (penghasilan padi), dari tahun 2008-2012.46

Karawang bagian selatan terdapat sebuah gunung yang dikenal dengan nama Sanggabuana dengan ketinggian ± 1.291 m diatas permukaan laut. Nama gunung ini memiliki arti yang mengesankan kemegahan. Sangga yaitu

45

Bintang, dkk., Catatan Sejarah Karawang dari masa kemasa, (Karawang: CV Viva Tanpas, 2007), h. 2.

46

Karawang Dalam Angka 2013, (Karawang: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Karawang dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang, 2013), h. 109.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

(32)

22

menyangga, buana yaitu alam semesta. Bayangkan bahwa gunung ini dianggap penyangga alam semesta, tentunya nama ini mengindikasikan bahwa gunung ini

memiliki arti penting sebagai pusat suatu kekuatan.

B. Sejarah singkat Karawang

Secara etimologis, nama Karawang diambil dari bahasa Sunda yaitu rawa yang diberi imbuhan Ka dan An sehingga terbentuklah kata Karawaan, yang

memiliki arti tanah rawa.47 Dalam bahasa sunda, sebuah kata yang diberi imbuhan

seperti itu memiliki makna menerangkan suatu keadaan. Sumber lain menyebutkan Krawang berarti tanah yang terbagi atau penuh lobang. Nama

tersebut sesuai dengan keadaan geografis Karawang yang berawa-rawa, bukti lain yang dapat memperkuat pendapat tersebut, selain sebagian rawa-rawa yang masih ada hingga saat ini, banyak nama tempat diawali dengan kata rawa, seperti :

Rawasari, Rawagede, Rawamerta, Rawagempol dan lain-lain.48

Berdirinya Kabupaten Karawang tidak dapat dilepaskan dari perubahan

politik yang terjadi di Tatar Sunda pada akhir abad ke-16. Ketika Kerajaan Sunda masih beridiri, daerah Karawang merupakan salah satu wilayah kekuasaannya. Menurut kesaksian Tome Pires, sejak tahun 1513, Karawang merupakan salah

satu dari tujuh pelabuhan yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda.49

Bagi Kerajaan Sunda, pelabuhan Karawang tidak hanya sebagai tempat

pusat perdagangan melainkan berstatus sebagai pintu masuk wilayah pedalaman

47

MvO Resident Krawang, A. Sangster, 31 Oktober 1931.

48

Wawancara pribadi dengan bapak H. Firman selaku bidang Budaya di Dinas Budaya dan Pariwisata, di Karawang, Tanggal Rabu 19 Maret 2014 pukul 11.15 wib.

49

(33)

23

bagian Timur Kerajaan tersebut dengan menyusuri beberapa sungai besar, antara

lain Citarum.50

Seiring dengan runtuhnya Kerajaan Sunda tahun 1579 di wilayah Tatar Sunda terdapat empat pusat kekuasaan baru yaitu Cirebon, Banten

Sumedanglarang dan Galuh. Dengan runtuhnya Kerajaan Sunda, wilayah Karawang menjadi salah satu wilayah kekuasaan Sumedanglarang.

Seiring dengan keruntuhan Kerajaan Sunda, wilayah Karawang menjadi

salah satu wilayah kekuasaan Kerajaan Sumedanglarang.51 Meskipun demikian,

pengaruh Cirebon sangat kuat di daerah ini sehingga sampai tahun 1619, daerah

Karawang diklaim sebagai bagian dari wilayah kekuasaan Kesultanan Cirebon. Sementara itu, pengaruh Mataram masuk ke wilayah Karawang melalui Kerajaan

Sumedanglarang.52

Pada 1620, Pangeran Aria Suriadiwangsa I (penguasa Sumedanglarang) mengakui kekuasaan Mataram dan menyatakan pengabdiannya kepada penguasa

Mataram. Setelah peristiwa ini wilayah Sumedanglarang lebih dikenal dengan sebutan Priangan. Untuk menjalankan roda pemerintahan, Sultan Agung mengangkat Pangeran Aria Suriadiwangsa I sebagai wedana-bupati daerah

Priangan dengan gelar Rangga Gempol I. Termasuk wilayah Karawang yang pada masa itu Kesultanan Banten mempunyai ambisi untuk menguasai wilayah bekas

Kerajaan Sunda, namun ambisinya tersebut tertahan seiring dengan semakin

50

Edi S Ekadjati,. Penyebaran agama Islam di Jawa Barat, (Bandung: Proyek Penunjang Peningkatan Kebudayaan Nasional Provinsi Jawa Barat, 1975). H. 97.

51

Kerajaan Sumedang Larang berpusat di Kutamaya (sekarang jaraknya tak jauh dari sebelah barat kota sumedang) Statusnya berubah menjadi kabupaten sejak tahun 1620.

52

(34)

24

menguatnya Pengaruh Mataram atas Cirebon dan Priangan. untuk mewujudkan ambisinya tersebut, penguasa Banten menjadikan Karawang sebagai benteng

pertahanan terdepan dalam menghadapi politik ekspensi kerajaan Mataram.53

Daerah Karawang secara resmi masuk dalam wilayah pengaruh Mataram,

akan tetapi pada kenyataannya pasukan Banten berleluasa bisa memasuki wilayah Karawang. Dalam rangka menjadikan Karawang sebagai benteng pertahanan terdepan, pada akhir abad ke-16, Pangeran Nagaragan dari kesultanan Banten

membangun sebuah Kampung di sebelah sungai citarum, yang diberinama

Hudong Udong (Udug-Udug),54 di kampung Udug-Udug tersebut kemudian

dijadikan tempat tinggal pangeran serta para pengawalnya.

Mendengar berita tersebut Sultan Agung penguasa Mataram mengutus Surengrono (Aria Wirasaba) dari Mojo Agung Jawa Timur, untuk berangkat ke

Karawang dengan membawa 1000 prajurit dan keluarganya, dari Mataram melalui Banyumas dengan tujuan untuk membebaskan Karawang dari pengaruh Banten.

Mempersiapkan logistik dengan membangun gudang-gudang beras dan meneliti rute penyerangan Mataram ke Batavia.

Di Banyumas, Aria Surengrono meninggalkan 300 prajurit dengan

keluarganya untuk mempersiapkan Logistik dan penghubung ke Ibu Kota Mataram. Dari Banyumas perjalanan dilanjutkan dengan melalui jalur utara

melewati Tegal, Brebes, Cirebon, Indramayu dan Ciasem. Di Ciasem ditinggalkan lagi 400 prajurit dengan keluarganya, kemudian perjalanan dilanjutkan lagi ke Karawang.

53Nina Herlina Lubis, Sejarah Tatar Sunda, (Bandung: Satya Historika, 2003), h. 89-94.

54

(35)

25

Setibanya di Karawang, dengan sisa 300 prajurit dan keluarganya, Aria Surengrono, menduga bahwa tentara Banten yang bermarkas di udug-udug,

mempunyai pertahanan yang sangat kuat, karena itu perlu diimbangi dengan kekuatan yang memadai.

Langkah awal yang dilakukan Surengrono membentuk 3 (Tiga) Desa yaitu desa Waringinpitu (Telukjambe), Parakan Sapi (di Kecamatan Pangkalan) yang kini telah terendam air Waduk Jatiluhur ) dan desa Adiarsa (sekarang termasuk di

Kecamatan Karawang, pusat kekuatan di desa Waringipitu. Ketiga perkampungan tersebut dijadikan sebagai pos pertahanan untuk menyerang kesultanan Banten,

hingga tahun 1625 pasukan mataram tidak berhasil mengusir pasukan banten dari daerah karawang karena kekuatannya hanya tinggal sepertiga lagi. Namun aria wirasaba tidak pernah melaporkan kegagalannya kepada Sultan Mataram.

Karena jauh serta sulitnya hubungan antara Karawang dengan Mataram, Aria Wirasaba belum sempat melaporkan tugas yang sedang dilaksanakannya

kepada sultan di Mataram. Karena tidak adanya laporan tersebut pada sultan Mataram, maka ia menganggap bahwa misi yang diberikannya kepada Aria Wirasaba telah dianggap gagal.

Pada tahun 1632 M, Sultan Agung mengutus Wiraperbangsa dari Galuh dengan membawa 1000 Prajurit dan keluarganya menuju Karawang. Tujuan

ditugaskannya pasukan Wiraperbangsa oleh sultan Mataram adalah untuk membebaskan Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik sebagai bahan persiapan melakukan penyerangan kembali terhadap VOC(Belanda) di

(36)

26

Tugas yang diberikan Sultan Agung yang kepadanya telah dilaksankan dengan baik, dan hasilnya tersebut dilaporkan kepada Sultan Agung. Atas

keberhasilannya tersebut Wiraperbangsa oleh Sultan Agung dianugerahi Jabatan Wedana (setingkat Bupati) di Karawang dan diberi gelar Adipati Kertabumi III

serta diberi hadiah sebelah keris yang diberi nama “Karosinjang”.

Setelah Wiraperbangsa wafat jabatan Bupati di Karawang dilanjutkan oleh Puteranya yang bernama Adipati Kertabumi IV yang diberi gelar Raden

Singaperbangsa III, ketika diangkat sebagai Wedana Karawang, R. A Singaperbangsa IV berkedudukan di Cibunut yang sekarang bernama Kampung

Bunut, sekitar Alun-alun Karawang.55

Mengenai pengangkatan Adipati Kertabumi IV sebagai penguasa

Karawang tercantum dalam sebuah piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Besar56

yang Berbunyi sebagai berikut:

Penget ingkang Piagem Kanjeng ing Ki Rangga Gede

Sumedang kagadehaken ing Si Astrawadana. Milane Sun gadehi Paiagem Sun kongkon angraksa kagengan Dalem, siti Nagara Agung, Kilen wates

Cipamingkis, wetan Cilamaya, sirta sun kongkong anunggoni lumbung isinipun pari limang takes punjul tiga welas jait.

Wodening pari sinambut dening Ki Singaperbangsa Basakala tan angrawahi Piagem, lagi lampahipun Kiyai Yudabangsa kaping Ki Wangsataruna

Ingkang potusan Kanjeng Dalem ambkta tata titi Yang kalih ewu Wadananipun Kiyai Singaperbagsa, Kalih ki wirasaba kang dipun wadanakaken ing manira. Sasangpun katampi dipunpernahken ing

Waringinpitu lang ing Tanjungpura. Angraksa Siti Gung Bongas kilen.

55

Bintang T, Sejarah Karawang dari masa ke masa, (Karawang: Viva Tanpas, 2007), h. 58

56

Wawancara pribadi dengan bapak H Firman :“Menurut Bapak H Firman (bidang budaya) di Dinas Budaya Dan Pariwisata Kabupaten Karawang bahwa keberadaan piagam tersebut

(37)

27

Kala nulis piagem ing dina Rebo tanggal Sapuluh Sasi mulud tauh Alip. Kang anulis piagem manira, Anggaprana. (Bahasa Jawa).57

Terjemahan piagam tersebut dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut: Maka, ingatlah piagam Kanjeng kepada Ki

Rangga Gede dari Sumedang, yang dibawa oleh Ki Astrawardana. Adapun maksud dia membawa Piagam, karena (Ki Astrawardana) dia mengemban

Tugas menjaga wilayah kekuasaan Raja “Nagara Agung”

Wilayah itu dibatasi dibatasi oleh Cipamingkis di sebelah Baratdan Cilamaya di sebelah Timur. Seterusnya,

Ki Astrawardana harus menunggui lumbung padi, yang Isinya sebanyak lima tangkes tiga belas jait. Nantinya, Padi itu harus diangkut oleh Singaperbangsa, jika Perintah sudah diterimanya. Surat perintah itu akan Diserahkan oleh Ki Yudabangsa dan Ki Wangsataruna, Yang saat ini sedang dalam perjalanan sambil membawa 2.000 orang. Orang sebanyak itu akan akan diserahkan kepada Ki Singaperbangsa dan Ki Wirasaba. Kedua orang itu telah diangkat sebagai Wedana. Kedua orang itu telah diangkat oleh raja. Jika surat pengangkatannya telah

diterima, keduanya harus ditempatkan masing-masing di Waringinpitu dan Tanjungpura. Tugasnya menjaga Nagara Agung dari sebelah Barat dari ancaman musuh. Piagam ini ditulis hari rabu,

Tanggal sepuluh Mulud, tahun Alif. Yang menulis piagam ini Adalah Anggaprana.

Berdasarkan beberapa sumber yang ada menetapkan bahwa hari jadi Kabupaten Karawang pada tanggal 14 September 1633 M atau hari Rabu tanggal

10 Mulud 1555 tahun Jawa/ Saka. Untuk perayaan hari jadi Kabupaten Karawang diadakan dua kali perayaan yakni pada tanggal 10 Mulud dan 14 September, pada

tanggal 10 Mulud diadakan ziarah ke makam-makam pahlawan yang ada disekitar Karawang dan utamanya ziarah ke makam Singaperbangsa (Bupati pertama Kabupaten Karawang) yang berada di Manggung Ciparage Desa Manggungjaya

Kecamatan Cilamaya. Dan tanggal 14 September diadakannya bersama masyarakat Karawang.

57

(38)

28

Silsilah dan urutan para Bupati Karawang berdasarkan Sejarah singkat hari

jadi Karawang58 adalah sebagai berikut:

No Nama Bupati Tahun Pemerintahan

1 Raden Adipati singaperbangsa59 1633-1677

2 Raden Anom Wirasuta60 1677-1721

3 Raden Jayanagara61 1721-1731

4 Raden Singanagara62 1731-1752

5 Raden Muhammad Saleh63 1752-1786

6 Raden Singasari64 1786-1809

7 Raden Aria Sastradipura65 1809-1811

58

Sutedja dkk, Sejarah Singkat hari jadi Karawang berikut silsilah dan urutan para bupatinya, (Karawang: Kantor Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Karawang, 2013), h. 11-26.

59

Raden Adipati Singaperbagsa putera Wiraperbangsa dari Galuh (wilayah Kerajaan Sumedanglarang), bergelar Adipati Kertabumi IV. Pada masa pemerintahan Adipati Singaperbangsa, Pusat pemerintahan Kabupaten Karawang berada di Bunut Kertayasa, sekarang termasuk wilayah keluarahan Karawang Kulon Kecamatan Karawang Barat.

Raden Adipati Singaperbangsa wafat pada tahun 1677, di makamkan di Manggungjaya Ciparage Desa Manggungjaya Kecamatan Cilamaya Kulon. Raden Adipati Singaperbangsa dikenal pula dengan sebutan Kyai Panembahan Singaperbangsa atau Dalem Kalidaon atau disebut juga dengan Eyang Manggung.

60

Raden Anom Wirasuta adalah putera Raden Adipati Singaperbangsa, yang diberi gelar Adipati Panatayuda I.

61

Radena Jaya Nagara adalah Putera RAden Anom Wirasuta yang diberi gelar Adipati Panatayudha II.

62

Raden Singanagara adalah putera Raden Jayanagara yang bergelar Raden Aria Panatayudha III.

63

Raden Muhammad Saleh adalah putera Raden Singanegara yang diberi gelar Raden Adipati Panatayudha IV. Raden Muhammad saleh juga dikenal pula dengan sebutan Raden Muhammad Zainal Abidin atau Raden Dalem

64

Raden Singasari adalah Putera Raden Muhammad Saleh, yang diberi gelar Raden Adipati Aria Singasari atau Panatayudha V.

65

(39)

29

8 Raden Adipati Suryalaga66 1811-1813

9 Raden Aria Sastradipura67 1813-1820

10 Raden Adipati Suryanata68 1821-1829

11 Raden Adipati Suryawinata69 1829-1849

12 Raden Muhammad Enoh70 1849-1854

13 Raden Adipati Sumadipura71 1854-1863

14 Raden Adi Kusumah72 1863-1886

15 Raden Surya Kusumah73 1886-1911

16 Raden Tumenggung Aria Gadanagara74 1911-1925

17 Raden Adipati Aria Suryamiharja75 1925-1942

66

Raden Adipati Suryal;aga pada waktu kecil bernama Raden Ema, beliau adalah putera sulung Raden Adipati Suryalaga bupati Sumedang (1765-1783).

67

Raden Aria Sastradipura dua kalinya ditugaskan sebagai Cutak di Karawang, setelah yang pertama pada periode tahun 1809-1811

68

Raden Adipati Suryanata adalah putera Raden Adipati Wiranata (Dalem Sepuh Bogor keturunan Cikandul).

69

Raden Adipati Suryawinata atau Haji Muhammad Sirod, Putera Adipati wiranata Dalem Sepuh Bogor, (Adik Adipati Suryanata, Bupati Karawang yang memerintah pada tahun 1821-1829)

70

Raden Muhammad enoh adalah Putera Dalem Aria Wiratanudatar VI, yang bergelar Raden Sastranagara.

71

Raden Adipati Sumadipura adalah putera Raden Adipati Sastradipura (Bupati Karawang ke-8) yang dilahirkan pada tahun 1814 dengan sebutan Uyang Ajian atau Dalem Sepuh. Raden Adipati Sumadipura bergelar Raden Tumenggung Aria Sastradinigrat I, beliau juga dalah yang membangun Pendopo Kabupaten, Masjid Agung dan Situ Buled di Purwakarta

72

Raden Adi Kusumah atau Apun Hasan adalah Putera Uyang Ajian yang bergelar Raden Adipati Sastradiningrat II.

73

Raden Surya Kusumah atau Apun Harun adal putera Raden Adi Kusumah yang bergelar Raden Adipati Sastradinigrat III.

74

(40)

30

18 Raden Panduwinata76 1942-1945

19 Raden Juarsa77 1945-1948

20 Raden Ateng Surapraja dan R. Marta78 1948-1949

21 R.M. Hasan Surya Saca Kusumah79 1949-1950

22 Raden Rubaya80 1950-1951

23 Moh. Tohir Mangkudijoyo81 1951-1960

24 Letkol INF. H. Husni Hamid82 1960-1971

25 Kolonel INF. Setia Syamsi83 1971-1976

75Raden Adipati Suryamiharja adalah putera Raden Rangga Haji Muhammad Syafe‟I,

yang bergelar Raden Adipati Songsong Kuning. Raden Adipati Aria Suryamiharja merupakan Bupati Karawang terakhir sebelum masa pendudukan Jepang.

76

Raden Panduwinata dikenal dengan sebutan Raden Kanjeng Pandu suriadiningrat, beliau merupakan Bupati pada masa kependudukan Jepang.

77

Berhubung sedang bergejolaknya Revolusi, maka pada masa Pemerintahan Raden Juarsa, Pusat Pemerintahan Kabupaten dipindahkan dari Purwakarta ke Subang.

78

Pada tahun 1948-1949 di Kabupaten Karawang ditunjuk dua orang Bupati oleh Pemerintahan yang berbeda yaitu: a). Raden Ateng Surapraja adalah Bupati Karawang yang ditunjuk oleh Negara Pasundan yang berkedudukan di Subang. b) R. Marta adalah Bupati Karawang jaman gerliya yang ditunjuk oleh pimpinan badan Pemerintahan Sipil Jawa Barat bulan Oktober 1948.

79

R.M. Hasan Surya Saca Kusumah adalah Bupati Karawang yang diangkat oleh Republik Indonesia Serikat (RIS) sesuia dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang pembentukan Kabupaten Karawang di lingkungan Pemerintahan Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat

80

Raden Rubaya adalah Putera Suryanatamiharja yang berasal dari Sumedang yang menjadi Wedana Leles di Garut

81

Moh Tohir Mangkudijoyo putera Jaka asal Plered Purwakarta, pada masa pemerintahannya beliau didampingi oleh Kepala Daerah Moh. Ali Muchtar Putera Cakrawiguna (Komisi Plered) asal Jatisari

82

Letkol Inf. H. Husni Hamid putera ketiga Haji Abdul Hamid ayang berasal dari Cilegon, Banten. Sebelum menjadi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang jabatan beliau adalah Dandim 0604 Karawang.

83

(41)

31

26 Kolonel INF. Tata Suwanta Hadisaputra84 1976-1981

27 Kolonel CZI.H. Opon Sopanji85 1981-1986

28 Kolonel CZI. H. Sumarno Suradi86 1986-1996

29 Kolonel INF. Drs. H. Dadang S. Muhtar87 1996-2000

30 PLT R.H. Daud Priatna SH, M.Si88 2000

31 Letkol (Purn) Achmad Dadang89 2000-2005

32 PLT. Drs.H.D. Salahudin Mufti, M,Si90 18-11-2005

s/d15-12-2005

33 Drs. H. Dadang S. Muchtar91 2005-2010

84

Kolonel Inf. Tata Suwanta Hadisaputra, putera Taslim Kartajumena asal Cirebon, dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 April 1924. Jabatan beliau sebelum menjadi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang, adalah Dandim Garut, yang kemudian tugasnya dialihkan ke Korem Tarumanegara di Garut, Anggota DPRD Tingkat I Jawa Barat di Bandung.

85

Kolonel CZI. H. Opon Sopandji, putera Atmamihardja asal Sukapura Tasikmalaya. Sebelum menjabat sebagai Bupati Daerah Tingkat II Karawang, beliau adalah sebagai ketua DPRD Kabupaten Bogor.

86

Kolonel CZI. H. Sumarno Suradi, putera Suradi asal Bandung, sebelum menjabat sebagai Bupati Daerah Tingkat II Karawang, beliau menjabat sebagai Kepala Markas Wilayah Pertahanan Sipil (Ka. Mawil Hansip) VIII Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat.

87

Kolonel Inf. Drs. H. Dadang S. Muchtar, putera RE. Herman asal Cirebon, lahir di Klangenan Cirebon pada tanggal 4 September 1952. Sebelum menjabat Bupati Daerah Tingkat II Karawang, beliau menjabat Asisten Logistik Kodam III Siliwangi (1996).

88

R.H. Daud Priatna SH, M.Si, putera R Khoesoe Abdoel asal Pedes, Karawang, lahir pada tanggal 29 Juli 1941.beliau menjabat sebagai Bupati Berdasarkan SK. Menteri Dalam Negeri Nomor 131. 32. 055 tanggal 20 Februari 2000, disamping menjabat sebagai wakil Bupati beliau juga merangkap sebagai Pejabat Bupati Karawang.

89

Letnan Kolonel Purnawirawan Achmad Dadang, putera Tjasban, lahir pada tanggal 8 Agustus 1948 di Desa Cilamaya Karawang. Dilantik sebagai Bupati Karawang pada tanggal 16 Desember 2000. Sebelum menjabat sebagai Bupati Karawang beliau menjabat Dandim Aceh Timur Langsa dan Ketua DPRD Tingkat II Aceh Timur Langsa.

90

(42)

32

34 PLT. Ir. H. Iman Sumantri92 Desember2010

35 Drs. H. Ade Swara, MH93 2010-2015

Dengan berbagai Sejarah kedudukan Ibu Kota kabupaten Karawang banyak

mengalami perubahaan dalam penamaan ibu kota, yang diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kabupaten Karawang dengan ibu kotanya di Karawang dari tahun 1653-1819

(166 tahun).

2. Kabupaten Karawang ibu kotanya di Wanayasa sekitar tahun 1820-1830 (10

tahun).

3. Kabupaten Karawang dengan Ibu Kotanya di Purwakarta tahun 1830- 1449.

Melalui keputusan Wali Negara Pasundan tanggal 29 Januari 1949 nomor 12 Kabupaten Karawang dipecah menjadi 2 yaitu: Karawang Barat dengan Ibu

Kota Karawang dan Karawang Timur menjadi Kabupaten Purwakarta dengan ibu kota di Subang.

4. Dengan undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 1950 tentang

pembentukan daerah kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Barat tahun

91

Drs. H. Dadang S. Muchtar, putera RE Herman asal Cirebon, dilahirkan pada tanggal 4 September 1952 di Klangenan Cirebon. Beliau kembali memimpin Kabuppaten Karawang hasil Pilihan Rakyat langsung pada PILKADA tahun 2005.

92

Ir. H. Iman Sumantri, putera Mayor Purnawirawan TNI Ishak Iskandar, Lahir di Cimahi Bandung pada tanggal 15 November 1965. Beliau menjabat sebagai bupati berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 131/ Kep.1714-Pem-um/ 2010 tanggal 15 Desember 2010 melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Bupati Karawang dari tanggal 17 Desember 2010 sampai dengan tanggal 27 Desember 2010.

93

(43)

33

1950. Karawang secara resmi dinyatakan sebagai kabupaten yang berdiri sendiri dengan Ibu Kota di Karawang.

Kabupaten Karawang telah terbagi menjadi 30 Kecamatan dengan jumlah desa seluruhnya sebanyak 297 desa dan 12 Jumlah desa terbanyak ada di

Kecamatan Telagasari, dan Tempuran yaitu 14 Desa dan yang paling sedikit

adalah Kecamatan Majalaya dan Ciampel, yaitu sebanyak 7 Desa.94

C. Kondisi Sosial dan Keagamaan masyarakat Karawang

Pada tahun 2012 jumlah penduduk kabupaten Karawang mencapai 2.207.181 jiwa, jumlah tersebut merupakan hasil proyeksi dan angka yang masih

sementara. Jumlah penduduk laki-laki pada tahun 2012 berjumlah 1.137.818 jiwa, dan penduduk perempuan berjumlah 1.069.363 jiwa. Jika dilihat pada data tersebut maka jumlah dari penduduk kabupaten Karawang adalah 106,40 yang

artinya penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk

perempuan.95

Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang, Karawang Dalam Angka 2013, (Karawang: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Karawang dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang, 2013).

94

Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang, Karawang Dalam Angka 2013, (Karawang: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Karawang dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang, 2013), h. 7

95

(44)

34

Jenis mata pencaharian penduduk Karawang umumnya adalah sebagai petani, masyarakat petani jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan lebih

banyak dibandingkan dengan penduduk berjenis kelamin laki-laki. Sementara itu untuk kelompok usia anak-anak, laki-laki jauh lebih banyak dibandingkan dengan

anak-anak berjenis kelamin perempuan. Kondisi yang berbeda pun dapat dilihat oleh masyarakat pribumi yang bukan petani karena baik usia dewasa maupun anak-anak, jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki lebih banyak

dibandingkan dengan jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan. Jumlah penduduk karawang yang berprofesi sebagai petani diperkirakan 91,56 %,

sedangkan jumlah penduduk karawang yang berprofesi di luar pertanian sekitar 8,44 %.

Memasuki pada awal abad ke-20, penduduk pribumi Karawang memiliki

berbagai macam pencaharian yang beranekaragam antara lain pertanian, perdagangan dan kerajinan, serta perikanan. Sementara itu kabupaten Karawang

termasuk salah satu kabupaten yang yang menjadi sentra pembudidayaan padi. Pembudidayaan padi tidak hanya dilakukan di areal persawahan, melainkan juga sebagian masyarakat membudidayakan tanaman tersebut di ladang.

Jumlah penduduk kabupaten Karawang pada tahun 2012 berdasarkan agama yang dianut adalah sebagi berikut: Islam sebanyak 98,55%, Katolik 0,22%,

Protestan 0,93%, Budha 0,26%, dan Hindu 0,04%.96 Berdasarkan jumlah

persentase tersebut maka jumlah sarana peribadatan seperti masjid, langgar,

96

(45)

35

musholla, gereja klenteng, dan vihara terdapat diberbagai tempat yang berada di wilayah Karawang.

Agama Islam masuk ke Karawang dibawa oleh ulama Besar yang bernama Syeh Hasanudin bin Yusuf Idofi dari Campa, yang terkenal dengan sebutan Syeh

Quro. Ia merupakan putra ulama besar perguruan Islam di Campa yang bernama Syeh Yusuf Sidik. Syeh Quro datang ke pelabuhan Karawang melalui jalur laut, ketika sampai di Pelabuhan Karawang bersama rombongannya meminta izin

kepada penguasa setempat untuk mendirikan bangunan disekitar pelabuhan. Setelah mendapatkan izin oleh penguasa setempat mendirikan bangunan dari

pelabuhan tempat kapal berlabuh. Bangunan ini kemudian terkenal dengan sebutan Pesantren Quro (Masjid Agung Karawang).

Tahapan-tahapan dalam menyebarkan agama Islam yang dilakukan oleh

Syeh Quro adalah membangung Langgar (Pesantren), Musholla sebagai tempat ibadah, serta tempat tinggal. Dakwah yang disampaikan oleh Syeh Quro mudah

dipahami oleh masyarakat Karawang, sehingga banyak masyarakat yang berbondong-bondong untuk menganut agama Islam.

Bukti adanya penyebaran agama Islam yang pertama kali oleh Syeh Quro

adalah Masjid agung97 Karawang letaknya berdekatan dengan alun-alun

Kabupaten Karawang. Di masjid terdapat potongan balok Tiang utama (empat

tiang) yang masih utuh, kayu balok bagian atap Masjid Agung lama dan kayu lain bagian dinding masjid yang masih tersimpan di lantai tiga masjid agung Karawang.

97

(46)
[image:46.595.109.478.191.733.2]

36

Tabel jumlah Sarana Peribadatan berdasarkan Kecamatan tahun

2012

Kecamatan Masjid Musholla Langgar Gereja Vihara

Pangkalan 72 8 79 - -

Tegalwaru 44 - 34 - -

Ciampel 52 - 34 - -

Telukjambe Timur

104 - 102 1

Telukjambe Barat 58 - 202 -

Klari 128 216

Cikampek 69 7 99 10

Purwasari 56 79

Tirtamulya 57 93

Jatisari 284 196

Banyusari 44 145

Kotabaru 78 97

Cilamaya Wetan 51 10 220 2

Cilamaya Kulon 46 10 198

Lemahabang 59 5 122

(47)

37

Majalaya 34 82

Karawang Timur 93 1 131 1 1

Karawang Barat 79 134 14

Rawamerta 48 133

Tempuran 56 129

Kutawaluya 50 138

Rengasdengklok 52 202 4

Jayakarta 27 9 182

Pedes 48 216

Cilebar 47 112

Cibuaya 39 160

Tirtajaya 71 5 121

Batujaya 40 130

Pakisjaya 34 3 64

Total 1.973 4.090 4.037 2 31

2011 1.728 2.567 1.735 16 11

2010 1.667 1.355 3.006 8 11

2009 1.575 1.285 3.066 13 11

2008 1.648 1.344 3.004 13 11

(48)
[image:48.595.109.561.148.757.2]

38

Tabel jumlah penganut agama di Karawang 2012

Kecamatan Islam Katolik Protestan Budha Hindu Total

Pangkalan 40.062 5 57 9 9 40.142

Tegalwaru 38.697 2 11 1 38.711

Ciampel 42.803 31 113 15 12 42.974

Telukjambe Timur

53.643 1.471 4.067 456 162 59.799

Telukjambe Barat 127.728 25 218 2 5 127.378

Klari 183.730 655 2.435 137 71 187.028

Cikampek 117.988 582 2.938 346 11 121.865

Purwasari 65.590 114 602 37 5 66.348

Tirtamulya 55.153 6 13 7 55.179

Jatisari 86.623 84 517 19 15 87.258

Banyusari 59.530 6 7 5 59.548

Kotabaru 134.464 592 2.664 283 77 137.979

Cilamaya Wetan 94.187 21 318 28 67 94.621

(49)

Gambar

Tabel jumlah Sarana Peribadatan berdasarkan Kecamatan tahun
Tabel jumlah penganut agama di Karawang 2012

Referensi

Dokumen terkait