• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MAKASSAR NOMOR: 1459/PID/B/2013/PN.MKS TENTANG TINDAK PIDANA PERKOSAAN TERHADAP ANAK KANDUNG DI BAWAH UMUR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MAKASSAR NOMOR: 1459/PID/B/2013/PN.MKS TENTANG TINDAK PIDANA PERKOSAAN TERHADAP ANAK KANDUNG DI BAWAH UMUR."

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN

PENGADILAN NEGERI MAKASSAR NOMOR:

1459/PID/B/2013/PN.MKS TENTANG TINDAK PIDANA

PERKOSAAN TERHADAP ANAK KANDUNG DI BAWAH

UMUR

SKRIPSI

Oleh Kristin Salfiyati NIM : C03212014

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah Dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam

SURABAYA

(2)

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN

PENGADILAN NEGERI MAKASSAR NOMOR:

1459/PID/B/2013/PN.MKS TENTANG TINDAK PIDANA

PERKOSAAN TERHADAP ANAK KANDUNG DI BAWAH

UMUR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu Syariah dan Hukum

Oleh

:

Kristin Salfiyati NIM: C03212014

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah Dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam

Surabaya

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “.Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan

Pengadilan Negeri Makassar Nomor: 1459/Pid/B/2013/PN.Mks. Tentang Perkosaan Anak Kandung Di Bawah Umur.” adalah hasil penelitian putusan untuk menjawab pertanyaan yaitu bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor: 1459/PID/B/2013/PN.Mks tentang perkosaan anak kandung di bawah umur dan bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor: 1459/PID /B/2013/PN.mks tentang perkosaan anak kandung di bawah umur.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan, penulis melakukan pengidentifikasian secara sistematis dari sumber yang terkait dengan objek kajian. Setelah data terkumpul, data diolah dengan bentuk kualitatif kemudian dianalisis dengan metode deskriptif analisis untuk memperoleh kesimpulan terhadap objek kajian (Nomor: 1459/Pid/B/2013/Pn.Mks).

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa di tinjau dari hukum pidana Islam tentang hukuman bagi pelaku, pelaku dijatuhi hukuman rajam, karena pelakunya dipandang sebagai pezina muhsan. Dan ditinjau dalam pandangan hukum positif hukuman penjara 8 tahun yang diberikan hakim kepada terdakwa dalam kasus perkosaan terhadap anak kandung dibawah ini jauh dari sanksi pidana maksimal yakni 15 tahun penjara. Dan Pertimbangan hukum hakim dalam memutus putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor: 1459/Pid/B/2013/PN.Mks tentang kasus perkosaan terhadap anak kandung yaitu berpendapat bahwa pelaku telah terbukti

melakukan tindak pidana “memaksa anak melakukan persetubuhan terhadap anak”

sebagaimana yang diatur dalam pasal 81 ayat (1) dan ayat (2) UU RI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

(11)

i

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 9

C. Rumusan Masalah ... 10

D. Kajian Pustaka ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12

G. Definisi Operasional... 13

H. Metode Penelitian ... 15

(12)

ii

BAB II Zina Menurut Hukum Pidana Islam ... 20

A. Pengertian Zina ... 20

B. Unsur-Unsur Perzinahan ... 24

C. Macam-Macam Perzinahan dan Hukumannya ... 42

D. Pembuktian Sanksi Untuk Hukuman Perzinahan ... 47

BAB III PERKARA PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MAKASSAR NOMOR:1459/PID/B/2013/PN.MKS TENTANG PERKOSAAN ANAK KANDUNG DI BAWAH UMUR ... 53

A. Definisi Tentang Direktori... 53

B. Pengertian Direktori Putusan ... 54

C. Deskripsi Kasus Tindak Pidana Terhadap Anak Kandung di Bawah Umur Nomor: 1459/Pid/B/2013/PN.Mks Pengadilan Negeri Makassar ... 55

D. Pertimbangan dan Dasar Hukum Yang Dipakai Hakim Dalam Menyelesaikan Kasus Tindak Pidana Perkosaan Anak Kandung di Bawah Umur Nomor: 1459/Pid/B/PN.Mks Pengadilan Negeri Makassar ... 63

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERKOSAAN ANAK KANDUNG DI BAWAH UMUR (NOMOR: 1459/PID/B/2013/PN/MKS) ... 67

A. Analis Pertimbangan dan Dasar Hukum Hakim dalam Menetapkan Perkara Nomor: 1459/Pid/B/2013/PN.Mks Putusan Pengadilan Negeri Makassar ... 68

B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Perkara Nomor: 1459/Pid/B/2013/PN.Mks Putusan Pengadilan Negeri Makassar ... 71

BAB V PENUTUP ... 77

A. Kesimpulan ... 77

(13)

iii

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

(14)

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kejahatan bukanlah sesuatu yang fitri pada diri manusia, kejahatan

bukan pula “profesi” yang diusahakan oleh manusia, juga bukan penyakit yang menimpa manusia. Kejahatan (Jarimah) adalah tindakan melanggar peraturan, yang mengatur perbuatan-perbuatan manusia dalam hubungannya dengan Rabbnya, dengan dirinya sendiri dan dengan manusia yang lain.1

Kejahatan merupakan persoalan yang dialami manusia dari waktu ke waktu.Hal ini menunjukkan bahwa kejahatan terjadi dan berkembang dalam lingkungan kehidupan manusia.Menurut Lombroso dalam teori Born Criminal yakni manusia pertama adalah penjahat semenjak lahirnya, ia mengatakan: laki-laki adalah pembunuh, pencuri dan pemerkosa, sedangkan wanita adalah pelacur. Karena peranan sejarah yang sifatnya selektif dan korektif, maka kemudian mereka kehilangan sifat biadabnya dan memperoleh sifat beradabnya, sehingga masyarakat modern adalah masyarakat yang tidak jahat tetapi ada penjahat.

1Agung Wahyono, Siti Rahayu, Tinjauan Tentang Peradilan Anak di Indonesia, (Jakarta: Sinar

(16)

2

Masalah kejahatan adalah problem manusia yang merupakan suatu kenyataan sosial dan produk dari masyarakat yang selalu mengalami perkembangan, bahkan dapat dikatakan bahwa usia kejahatan seumur dengan manusia karena di mana terdapat masyarakat maka disitu terdapat kejahatan.2

Kekejaman manusia terhadap manusia lain masih saja terus berlangsung, seolah olah sifat kejam itu merupakan hal yang diwariskan. Meski ilmu pengetahuan dan teknologi telah maju dengan pesat.Namun masih saja memperlihatkan kebengisannya.Hal ini dapat terlihat dengan masih adanya perang, penganiayaan, pembunuhan dan perkosaan.Keadaan tersebut membuktikan bahwa sifat kekejaman manusia kepada sesamanya.Manusia nampaknya memang tidak dapat menghindarkan dirinya dari kekejaman meski telah berusaha membuat berbagai macam undang-undang sistem moral, dankode etik dengan segala sanksi-sanksinya.

Salah satu bentuk kejahatan yang sering terjadi di masyarakat adalah kejahatan perkosaan.Kejahatan perkosaan tersebut bukan merupakan hal yang baru. Kejahatan perkosaan sama tuanya dengan keberadaan kehidupan manusia. Pemunculannya tidak saja dalam masyarakat modern, melainkan juga dalam masyarakat primitif.

2Koesparmono Irsan, Kejahatan Susila dan Pelecehan dalam Perspektif Kepolisian,(Jakarta:

(17)

3

Pada kasus kejahatan perkosaan pelakunya tidak lagi mengenal status pangkat, pendidikan, jabatan dan usiakorban. Semua ini akan dilakukan apabila mereka merasa terpuaskan hawa nafsunya. Penyebab dari paksaan perkosaan adalah kegagalan dalam perkembangan nilai-nilai moral yang memadai dan rendahnya kontrol dalam dorongan seksual dan dorongan kebencian. Karna perkosaan bisa saja dilakukan oleh penderita schizophrenics atau penderita psikopati.3

Kejahatan perkosaan bisa juga terjadi pada sesama dewasa dan juga pelaku tidak mengenal batas usia dan bahkan menimpa pada anak yang masih dibawah umur. Selama individu masih mempunyai daya seksual, anak anak sampai orang lanjut usia masih sangat mungkin untuk dapat melakukan tindak kejahatan perkosaan. Kejahatan perkosaan benar-benar perbuatan yang keji, karena selain perbuatan ini tidak disenangi oleh masyarakat dan juga keluarga yang menjadi korban.

Sehubungan dengan hal di atas, islam mengakui bahwa manusia mempunyai hasrat yang paling tinggi dan besar untuk melangsungkan hubungan seksual, terutama terhadap lawan jenis. Untuk itu islam melalui hukum yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits mengatur penyaluran

kebutuhan biologis yang halal dan sah. 4 Namun

penyimpangan-penyimpangan tetap saja terjadi, contoh perzinaa, hal ini disebabkan

3Sawitri Supardi Sadarjoen, Bunga Rampai Kasus Gangguan Prikoseksual, (Bandung: PT.Refika

Aditama, 2005), 14.

4Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshari, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta:

(18)

4

dorongan biologis yang tidak terkontrol dengan baik, dikarenakan kurangnya pemahaman serta menjalankan agama.5

Agar setiap anak kelak mampu memiliki tanggung jawab sebagai tunas, potensi dan penerus cita cita pejuangan bangsa, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik secara fisik, mental, sosial, serta berakhlak mulia. Untuk mewujudkan hal tersebut maka perlu dilakukan upaya perlindungan serta mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya.

Di Indonesia sering terjadi pemerkosaan yang dilakukan kepada anak di bawah umur karena perhatian di bidang perlindungan anak menjadi salah satu tujuan pembangunan tentang kesejahteraan anak.Dalam tindak pidana kejahatan hukum yang mengatur ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam KUHP pasal yang mengatur tentang

tindak kejahatan perkosaan yaitu pasal 286 yang berbunyi “ barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar nikah, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan

pidana penjara paling lama Sembilan tahun”.6

Dengan demikian anak perlu upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk

5Ibid, 77.

(19)

5

tumbuh dan berkembang secara optimal, untuk itu dalam kasus perkosaan terhadap anak diatur dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yakni pasal 81 ayat 1 dan 2

Pasal 81 ayat (1) “Setiap orang yang sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksakan anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000 (enam puluh juta rupiah).

Ayat 2”Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

(20)

6

Ironisnya, Kasus-kasus kekerasan terhadap anak tersebut terjadi justri di lingkungan terdekat anak, yakni rumah tangga, sekolah, lembaga pendidikan dan lingkungan social anak.Sedangkan pelakunya adalah orang yang seharusnya melindungi anak, seperti orangtua, paman, guru, bapak/ibu angkat, maupun ayah/ibu tiri.

Maraknya kasus pemerkosaan terhadap anak merupakan cermin kegagalan apparat penegak hokum dalam menempatkan hokum dalam hal ini UU No. 23 tahun 2002 seharusnya dijadikan sebagai kekuatan yang mampu memprevensi dan menindak pelaku perkosaan secara optimal.Dalam hal ini sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Makasar No. 1459/Pid/B/2013, yang mana perkosaan yang dilakukan ayah terhadap anak kandung dibawa umur.

Dalam perkara tersebut dipaparkan bahwa, pada tanggal 25 juni 2013.Risnawati (korban) dipaksa Muddin Dg. Kulle (terdakwa) yang merupakan bapak kandung risnawati.7 Yang mana pada tanggal tersebut

dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Maka majelis hakim mengeluarkan putusan nomor 1459/pid/b/2013 yang memutuskan bahwa terdakwa secara sah melakukan tindak pidana "memaksa anak melakukan persetubuhan terhadap anak” menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana selama 8 (delapan) tahun dan

(21)

7

denda Rp. 100.000.000.- (seratus juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan.8

Dalam putusan tersebut Hakim menimbang bahwa dari keterangan saksi-saksi dan terdakwa diperoleh fakta bahwa terdakwa Muddin DG.Kulle adalah orang yang telah menyetubuhi anaknya sendiri.Dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan perserubuhan dengannya dan terdakwa telah terbukti dengan sengaja melakukan ancaman kekerasan memaksa anak kandungnya, yang masih dibawah umur untuk melakukan persetubuhan dengannya.

Meskipun demikian, pada kenyataanya pelaku permerkosaan terhadap anak dibawah umur sukar dijerat oleh hukum karena banyak kalangan masyarakat (keluarga) yang enggan bahkan adaa yang malu untuk melaporkan kejadian yang telah menimpa anaknya atau anggota keluargannya.Dapat dilihat dari berbagai media masa maupun dari lingkungan kehidupan sehari-hari ada tindak pidana yang tidak dilansir media masa karena menutup aib.Untuk itu peran keluarga sangat penting dan diperlukan agar hak hak anak dapat perlindungan dan pelaku bisa merasa jera dengan sanksi yang dijatuhkan atas perbuatannya.

Sesuatu hal yang sangat mengenaskan yakni tindak pidana perkosaan tersebut dilakukan oleh ayah terhadap anak kandung atau disebut juga Incest.Incestmerupakan hubungan seks di antara pria atau wanita di

(22)

8

dalam atau di luar ikatan perkawinan dan mereka terkait dalam hubungan keturunan yang dekat sekali.Sebenarnya secara legal dan biologis mereka tidak diizinkan melakukan pernikahan dan melakukan hubungan sanggama. Incest banyak terjadi di kalangan rakyat dari tingkat social dan ekonomis yang rendah dan pada orang-orang keturunan darah campuran (mixed blood). Perbuatan incestini disebut pula sebagai peristiwa

“penodaan darah”, dan produk tingkah laku incest ini sering kali melahirkkan anak-anak yang cacad jasmaniah dan rohaniahnya.

Para ulama telah sepakat bahwa tidak ada hukuman hadd bagi wanita yang dipaksa untuk melakukan persetubuhan yang dilarang (zina).Dalam hal ini keadaan tersebut digolongkan kepada keadaan darurat.9 Hukuman

islam pada hakikatnya adalah peraturan Allah untuk menata kehidupan manusia. Peraturan itu dapat terealisir dalam kehidupan nayata bila ada kesadaran dari umat Islam untuk mengamalkannya, yakni melaksanakan setiap perintah dan menjauhi seluruh larangan yang digariskan oleh

Al-Qur’an dan Hadist.Namun manusia dalam kenyataannya tidak bisa lepas dari masalah kejahatan.

Adapun perbedaan antara hukuman zina dengan hukuman perkosaan adalah bahwa hukuman zina dikenakan kepada kedua belah pihak (laki-laki dan perempuan), sedangkan hukuman perkosaan hanya diberikan kepada pelaku perkosaan saja dan tidak dikenakan kepada korban.Pada

(23)

9

masa Nabi Muhammad SAW pun pernah terjadi seseorang perempuan yang diperkosa.Terhadap kasus ini Rasulullah SAW tidak menjatuhkan hukuman terhadap perempuan itu.10

Berdasarkan Permasalahan di atas penulis ingin mengadakan

penelitian yang berkenaan dengan “Tinjauan Hukum Pidana Islam

Tentang Tindak Pidan Perkosaan Terhadap Anak Kandung Dibawah

Umur”(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 1459/pid/b/2013/PN.Mks.)

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari paparan Latar Belakang di atas maka pokok yang akan dikaji dalam pembahasan ini adalah:

1. Tindak pidana perkosaan anak dibawah umur berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 pasal 81.

2. Tindak Pidana perkosaan anak dibawah umur ditinjau dari hukum pidana Islam.

3. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara Nomor: 1459/pid/b/2013/PN.Mks.

4. Sanksi yang diterapkan bagi pelanggar Pasal 81 Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang perkosaan anak kandung dibawah umur.

(24)

10

5. Sanksi yang diterapkan bagi pelanggar Pasal 81 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perkosaan anak kandung dibawah umur dalam hukum pidana Islam.

Adapun batasan masalah dalam pembahasan ini adalah:

1. Pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara Nomor: 1459/pid/b/2013/PN.Mks. tentang perkosaan anak dibawah umur. 2. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana perkosaan

anak dibawah umur (studi putusan Nomor: 1459/pid/B/2013/PN. Mks)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut

1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor: 1459/PID/B/2013/PN.Mks tentang perkosaan anak kandung di bawah umur?

2. Bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor: 1459/PID/B/2013/PN.mks tentang perkosaan anak kandung?

D. Kajian Pustaka

(25)

11

yang akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian ini bukan merupakan pengulangan atau duplikasi dari penelitian yang pernah ada.11

Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan topik yang akan diteliti dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

Dengan pengetahuan penulis, perkosaan anak dibawah umur diatur dalam Pasal 81 ayat 1 No. 23 Undang-Undang Tahun 2002 tentang perlindungan anak, Masalah perkosaan anak dibawah umur ini sebenarnya sudah dibahas oleh peneliti-peneliti sebelumnya, diantaranya skripsi yang berjudul “Analisis Fiqh Jinayah Terhadap Tindak Pidana Perkosaan Bersama Yang Dilakukan Kepada Anak Dibawah Umur : Studi Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 3410/PID.B/2010/PN.SBY.” oleh Faris Achmad Ibrahim. Dalam hukum pidana Islam tindak pidana perkosaan bersama yang dilakukan kepada anak di bawah umur merupakan tindak pidana zina ghairu muhsan yang dalam hukum positif termasuk tindak pidana kejahatan terhadap kesusilaan datur dalam pasal 81 ayat (1) UU AsyR.I. No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak jo. 55 ayat (1) ke-1 KUHP, pidana zina ghairu muhsan sendiri adalah seratus kali dera dan diasingkan selama satu tahun.12

11Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan

Skripsi, (Surabaya: t.p., 2014).,8.

12Ibrahim Faris Achmad, .”Analisis Fiqh Jinayah Terhadap Tindak Pidana Perkosaan Bersama

Yang Dilakukan Kepada Anak Dibawah Umur : Studi Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No.

(26)

12

Skripsi yang disusun oleh Asyifa yang judul “Studi Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo No. 189/Pid.B//2009/PN.Sda Tentang Pemerkosaan Anak Di Bawah Umur”

menjerat pelaku perkosaan dengan hukuman pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dan denda sebesar Rp. 60,000,000,- (enam puluh juta rupiah) subsidair 5 bulan atas dasar pertimbangan dari hal-hal yang memberatkat dan meringankan.13

Dalam skripsi ini penulis menindak lanjuti putusan hakim Pengadilan Negeri Makassar tentang tindak pidana perkosaan anak kadung dibawah umur dengan nomor putusan: 1459/pid/b/2013/Pn.Mks. Pada putusan ini dirasa hakim telah menjatuhi hukuman yang relatif meringankan pelaku tindak pidana perkosaan anak kandung dibawah umu. Dari pernyataan tersebut maka penulis ingin membahas putusan hakim tersebut guna mendapatkan gambaran yang lebih jelas, juga untuk melengkapi penelitian-penelitian tentang tindak pidana pemalsuan terhadap uang. Perbedaan skripsi ini dengan skripsi terdahulu yaitu skripsi ini menggunakan dasar hukum UU No 23 tahun 2002 dan juga pelaku di putusan ini adalah ayah kandung korban sedangkan skripsi terdahuu pelaku dari perkosaan anak dibawh umur adalah tidak dari keluarganya sendiri melainkan orang lain dan juga ada yang masih menggunakan KUHP.

13Asyifa, .”Studi Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo No.

189/Pid.B//2009/PN.Sda Tentang Pemerkosaan Anak Di Bawah Umur.” (Skripsi---UIN Sunan

(27)

13

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang hendak dicapai sejalan dengan pertanyaan-pertanyaandi atas yaitu:

1. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim tentang putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor: 1459/pid.B/2013/PN.Mks terhadap perkosaan anak kandung dibawah umur.

2. Untuk mengetahui analisis hukum pidana Islam terhadap putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor: 1459/pid/B/2013/PN.Mks terhadap perkosaan anak kandung dibawah umur.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan ada nilai guna pada dua aspek: 1. Aspek keilmuan, dapat dijadikan sebagai sumbangan

pemikiranatau pedoman untuk menyusun hipotesis penulisan berikutnya bila ada kesamaan masalah serta dapat bermanfaat memperluas khasanah ilmu pengetahuan tentang perkosaan anak kandung dibawah umur yang di tinjau dari hukum pidana islam. 2. Dari segi praktis, dapat digunakan sebagai lahan pertimbangan

(28)

14

G. Definisi Operasional

Agar tidak menyimpang apa yang dimaksud, maka di sini perlu dijelaskan dan dibatasi pengertian dari judul skripsi.

1. Hukum Pidana Islam adalah tindak kejahatan atau pidana, ilmu tentang hukum syara’ yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang dilakukan dan hukumannya, yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.14

2. Tindak Pidana Perkosaan adalah suatu tindakan criminal berwatak seksual yang terjadi ketika seorang manusia atau lebih memaksa manusia lain untuk melakukan hubungan seksual.15

3. Anak kandung di bawah umur adalah Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkanian yang sah, dan Hasil pembuahan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut,16 yang mana

seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan mendapatkan perlindungan hukum.17

Jadi maksud dari judul ini ialah untuk meneliti pertimbangan hukum hakim dalam putusan pengadilan Makassar terhadap pelaku tindak pidana perkosaan yang dilakukan ayah terhadap anak kandung dibawah umur dan juga menganalisis tindak pidana tersebut dari sudut pandang hukum pidana Islam.

14http://www.islamcendekia.com/2014/01/pengertian-hukum-pidana-islam-dan-fiqh-jinayah.html

15https://id.wikipedia.org/wiki/Pemerkosaan

16Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 99.

(29)

15

H. Metode Penelitian

1. Data Yang Dikumpulkan

a. Data mengenai putusan Pengadilan Negeri Makassar No. 1459/pid/B/2013/PN.Mks tentang tindak pidana perkosaan anak kandung dibawah umur.

b. Ketentuan tentang perzinahan menurut hukum pidana Islam.

2. Sumber Data

a. Sumber data primer

Sumber data primer dalam penelitian ini diambil dari dokumen-dokumen direktori putusan mahkamah agung republic Indonesia dalam putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomer: 1459/pid/B/2013/PN.Mks tentang Perkosaan anak kandung dibawah umur.

b. Sumber data sekunder

Yaitu data yang diambil dan diperoleh dari bahan pustaka dengan mencari data atau informasi berupa bahan-bahan tertulis seperti buku-buku, dokumen peraturan-peraturan dan bahan bahan lainnya. Adapun buku-buku literature yang dipakai adalah:

(30)

16

2) Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah) karya A. Jazuli 3) Fiqih Jinayah karya Masyrofah.

4) Hukum Pidana Islam karya Ahmad Wardi Muslich.

5) Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam karya Ahmad Wardi Muslich.

6) Undang Undang Hukum Pidana karya Moeljatno.

7) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana karya Moeljatmo. 8) Ensiklopedi Hukum Pidana Islam karya asy-Syahid Abdul

Qadir Audah.

9) Asas-asas Hukum Pidana Islam karya Ahmad Hanafi. 10) Jinayah karya Marsum.

11) Putusan Pengadian Negeri Makassar Nomor: 1459/Pid/B/PN.Mks.

3. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan bentuk penelitian yakni kajian pustaka (Library Research), maka penelitian ini dilakukan menggunakan:

a. Tekhnik dokumentasi yaitu tekhnik mencari data dengan cara membaca dan menelaah dokumen, dalam hal ini dokumen putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor: 1459/PID/B/2013/PN.MKS.

(31)

17

4. Teknik Pengolahan Data

Penulis akan memaparkan dan mendeskrisipkan semua data yang penulis dapatkan yaitu dengan data data yang ada di diretori putusan mahkamah agung republik Indonesia putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor: 1459/PID/B/2013/PN.Mks , kemudian menganalisa data yang telah dideskripsikan dan kemudian ditarik kesimpulan.

5. Teknis Analisis Data

Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

mengunaakn teknik deskriptif analisis yaitu membuat deskripsi, atau

menjelaskan secara sistematis atas data yang berhasil dihimpun

terkait dengan pembahasan. Metode yang digunakan dalam

menganalisis data dalam skripsi ini menggunakan metode deduktif

yaitu data-data yang diperoleh secara umum yang kemudian

dianalisis untuk dikumpulkan secara khusus.

I. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan skripsi ini, dijelaskan dalam lima bab, yaitu:

(32)

18

Bab II, bab ini merupakan tinjauan hukum pidana Islam terhadap teori perzinahan yang meliputi, Pengertian, Unsur-unsur Perzinahan, Macam-macam Perzinahan dan Hukumannya, Pembuktian Sanksi Untuk Hukuman Perzinahan.

Bab III, bab ini membahas tentang Gambaran Umum Pengadilan Negeri Makassar, Wewenang Pengadilan Negeri Makassar, Deskripsi Kasus Tindak Pidana Perkosaan Anak Kandung di Bawah Umur No. 1459/pid/B/2013/PN.Mks Pengadilan Negeri Makassar, Pertimbangan dan Dasar Hukum Hakim yang Dipakai Hakim dalam Menyelesaikan Kasus Tindak Pidana Perkosaan Anak Kandung di Bawah Umur No. 1459/Pid/B/2013/PN.Mks Pengadilan Negeri Makassar.

Bab IV, bab ini mengemukakan tentang analisis Pertimbangan dan Dasar Hukum Hakim dalam Menetapkan Perkara No. 1459/pid/B/2013/Pn.Mks Putusan Pengadilan Negeri Makassar dan Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Perkara Nomor: 1459/Pid/B/2013/PN.Mks Putusan Pengadilan Negeri Makassar

(33)

BAB II

ZINA MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

A. Pengertian Zina

Kata zina berasal dari bahasa arab, yaitu zanaa-yazni-zinaa-aan yang berarti atal mar-ata min ghairi ‘aqdin syar’iiyin aw milkin, artinya menyetubuhi wanita tanpa diketahui akad nikah menurut syara’ atau

disebabkan wanitanya budak belian.1 Para ulama dalam memberikan

definisi zina ini berbeda redaksinya, namun dalam subtansinya hampersama.2

1) Menurut Malikiyah sebagaimana dikutib oleh Abdul Audah, memberikan definisi zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh mukalaf terhadap farji manusia (wanita) yang bukan miliknya secara disepakati dengan kesengajaan.

2) Menurut pendapat Syafi’iyah zina adalah memasukkan zakar ke

dalam farji yang diharamkan karena zatnya tanpa ada syubhat dan menurut tabiatnya menimbulkan syahwat.

3) Menurut Hanafiyah zina adalah nama bagi persetubuhan yang haram dalam qubul (kemaluan) seorang perempuan yang masih hidup dalam keadaan ikhtiar (tanpa paksaan) di dalam negeri yang adil yang dilakukan oleh orang-orang kepadanya berlaku hukum

1 Ibnu Hajar Ash-Qalany, Bulugh al-Maram, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), 190.

(34)

21

Islam, dan wanita tersebut bukan miliknya dan tidak ada syubhat dalam miliknya.

Definisi zina yang dikemukakan oleh para mazhab tersebut secara esensi tidak ada perbedaan yang signifikan, karena pada dasarnya perbuatan zina ada dua unsur yang harus terpenuhi yaitu:

a. Adanya persetubuhan antara dua orang yang berlainan jenis. b. Adapun laki-laki atau perempuan tersebut tidak dalam ikatan

yang sah.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa zina itu merupakan perbuatan yang sangat terlarang dan merupakan dosa yang amat besar, selain itu perbuatan itu juga akan memberikan peluang bagi berbagai perbuatan yang memalukan lainnya yang akan menghancurkan landasan keluarga yang sangat mendasar, yang akan mengakibatkan terjadinya banyak perselisihan dan pembunuhan, serta menyebarkan berbagai macam penyakit baik jasmani maupun rohani, 3 oleh karena Al-Qur’an

menjelaskan kepada manusia tentang zina ini dalam Surat Al-Israa’ ayat

32.



























Artinya“.Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang

keji.dan suatu jalan yang buruk.”

(35)

22

Jarimah Zina termasuk dalam jarimah hudud, jarimah hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had. Had atau hudud mencakup seluruh atau semua jarimah, baik hudud sendiri, qisas maupun diat, karena

hukuman pada keseluruhannya itu telah ditentukan secara syara’. Berbeda

halnya dengan yang dijelaskan oleh Sayyid Sabiq, beliau menjelaskan bahwa hudud ialah sanksi yang telah ditetapkan untuk melaksanakan hak Allah. Oleh karena itu, menurutnya, ta’zir dan qis}as tidak termasuk

kedalam hudud, karena ta’zir itu keputusannnya diambil dari pendapat

hakim setempat, sedangkan qisas merupakan hak sesama manusia dalam menuntut balas dan keadilan.4

Adapun pengertian tentang zina mukrah adalah perkosaan dalam bahasa arab disebut al wath’u bi al ikraah (hubungan seksual dengan paksaan). Jika seorang laki-laki memerkosa sesorang perempuan, seluruh fuqaha sepakat perempuan itu tak dijatuhi hukuman zina, baik hukuman zina cambuk 100 kali maupun hukuman rajam.5

Ibnu Qayyim mengisahkan pada surah al-an’am ayat 145 ini dijadikan hujjah oleh Ali bin Abi Thalib ra di hadapan Khalifah Umar bin Khathab ra untuk membebaskan seorang perempuan yang dipaksa berzina oleh seorang pengembala, demi mendapat air minum karena perempuan

itu sangat kehausan. Adapu dalil sunnah adalah sabda Nabi SAW, “Telah

diangkat dari umatku (dosa/sanksi) karena ketidaksengajaan, karena lupa,

(36)

23

dan karena apa-apa yang dipaksakan atas mereka.” (HR Thabrani dari Tsauban RA, Imam Nawawi berkata, “ini hadits hasan”)

Pembuktian perkosaan sama dengan pembuktian zina, yaitu dengan salah satu dari tiga bukti (al bayyinah) terjadinya perzinaan beriku: pertama, pengakuan orang yang berbuat zina sebanyak empat kali secara jelas, dan dia tak menarik pengakuannya itu hingga selesainya eksekusi hukuman zina. Kedua, kesaksian empat laki-laki Muslim yang adil (bukan fasik) dan merdeka, yang mempersaksikan satu perzinaan (bukan perzinaan yang berbeda-beda) dalam satu majelis (pada waktu dan tempat yang sama), dengan kesaksian yang menyifati perzinaan dengan jelas, ketiga, kehamilan (al-habl), yaitu kehamilan pada perempuan yang tidak bersuami.

Jika seorang perempuan mengklaim di hadapan hakim (qadhl) bahwa dirinya telah diperkosa oleh seorang laki-laki, sebenarnya dia telah melakukan qadzaf (tuduhan zina) kepada laki-laki itu, kemungkinan

(37)

24

dijatuhi hukuman menuduh zina (had al qadzaf), yakni 80 kali cambukan sesuai dengan Qs An Nuur: 4:6Adapun jika laki-laki yang dituduh

memperkosa itu fasik, yakni bukan orang yang baik-baik yang menjaga diri dari zina, maka perempuan itu, tidak dapat dijatuhi hukuman menuduh zina.

B. Unsur-Unsur Perzinahan

Dari definisi zina tersebut yang dikemukakan oleh para ulama dapat diketahui bahwa unsur-unsur jarimah zina itu ada dua, yaitu:

a. Persetubuhan yang diharamkan dan dianggap zina7

1) Persetubuhan yang Diharamkan.

Persetubuhan yang dianggap sebagai zina adalah persetubuha dalam farji (kemaluan). Ukuranya adalah apabila kepala kemaluan telah masuk ke dalam farji walaupun sedikit.Juga dianggap sebagai zina meskipun ada penghalang antara zakar dan farji, selama penghalangnya tipis dan tidak menghalangi perasaan dan kenikmatan bersenggama.

Disamping itu, kaidah untuk menentukan persetubuhan sebagai zina adalah persetubuhan yang terjadi bukan pada miliknya sendiri.Dengan demikian apabila persetubuhan terjadi dalam lingkungan hak milik sendiri karena ikatan perkawinan, maka persetubuhan itu tidak dianggap sebagai zina, walaupun persetubuhanya diharamkan karena suatu sebab.Hal ini karena hukum haramnya persetubuhan tersebut datang belakangan karena

6Ibnu Hazm, Al Muhalla, 453.

(38)

25

adanya suatu sebab bukan karena zatnya.Apabila persetubuhan tidak memenuhi ketentuan tersebut maka tidak dianggap sebaai zina yang dikenai hukuman had, melainkan suatu perbuatan maksiat yang diancam

dengan hukuman ta’zir, walaupun perbuatanya itu merupakan

pendahuluan dari zina.8 Dasar keharaman zina dalam syariat islam adalah

Qs.al-Mukminuun Ayat 5-7:





























































Artinya: “.Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki. Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.Barangsiapa mencari yang di balik itu.Maka mereka Itulah orang-orang yang

melampaui batas.”

Sedangkan larangan berkumpul di tempat yang sunyi dengan wanita tanpa suatu ikatan yang sah, dasar hukumnya adalah sabda Nabi Muhammad;

“tidak diperkenankan salah seorang diantara kamu untuk bersunyi -sunyi dengan wanita yang bukan muhrim, karena orang ketiga

diantara keduanya adalah setan.”

Meskipun pada umumnya para fuqaha telah sepakat bahwa yang dianggap zina itu adalah persetubuhan terhadap farji manusia yang masih hidup, namun dalam penerapanya pada kasus-kasus tertentu mereka

(39)

26

kadang-kadang berbeda pendapat. Berikut ini beberapa kasus dan pendapat ulama mengenai hukumnya.9

2) Persetubuhan dalam farji

Persetubuhan yang diharamkan dan dianggap zina adalah wati (persetubuhan di dalam farji), di mana zakar di dalam farji seperti batang celak di dalam botol celak atau seperti timba dalam sumur. Persetubuhan di anggap zina, minimal dengan terbenamnya hasyafah (pucuk zakar) pada farji atau yang sejenis hasyafah, jika zakarnya tidak mempunyai hasyafah. Memasukkan pucuk zakar atau sebagiannya dianngap zina walaupun zakar masuk kedalam liang vagina tanpa menyentuh dindinnya. Jika persetubuhan tidak sesuai dengan sifat yang sudah dijelaskan di atas, ia tidak dianggap zina, yang secara syarak harus dijatuhi hukuman hudud, tetapi dianggap maksiat dengan hukuman berupa takzir yang sesuai.

Hukuman pokok dalam hukum Islam adalah bahwa setiap orang yang

haram disetubuhi pada farji karena dianggap zina atau liwat, ia haram disetubuhi pada sealain farji karena dianggap maksiat. Allah SWT berfirman:





























































(40)

27

Artinya: “.Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki. Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu. Maka mereka Itulah orang-orang yang

melampaui batas.” (Qs. Al-Mu’minun:5-7).

3) Persetubuhan dalam Dubur

Imam Malik, asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Syi’ah Imamiyah, dan Syi’ah Zaidiyah berpendapat bahwa persetubuhan yang diharamkan baik

dalam kubul maupun dubur, pada laki-laki maupun perempuan hukumannya sama. Mereka menyamakan persetubuhan dubur dan zina dalam satu makna sehingga menyebabkan wajibnya hukuman hudud, karena Al-Qur’an telah menyamakan keduanya. Allah menjadikan

persetubuhan dalam dubur ataupun kubul sebagai perbuatan keji. Allah menamai salah satunya dengan nama yang lain. Allah SWT berfirman kepada kaum Nabi Luth,





































Artinya: “.Dan (ingatlah) ketika Luth berkata pepada kaumnya: "Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang Amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun dari umat-umat sebelum kamu". (QS. Al-Qur’an: Ankabut: 28)



































(41)

28

malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (Qs. Al

-Qur’an al-A’raf: 81)

































































































Artinya: “.Dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya. Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, Maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, Maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Qs. An-Nisa’: 5-6)

4) Menyetubuhi Istri Melalui Dubur

(42)

29

kepemilikan dan perbedaan tersebut. Dengan demikian pelakunya wajib ditakzir.10

5) Menyetubuhi Mayat

Menurut Imam Abu Hanifah, menyetubuhi perempuan lain yang sudah mati bukanlah zinia, begitu juga perempuan yang memasukkan zakar laki-laki lain yang sudah mati di dalam farjinya. Ini adalah salah satu pendapat dalam mazhab Syafi’i dan Hanbali. Ulama yang mengatakan pendapat ini mewajibkan takzir, alasan mereka persetubuhan terhadap perempuan mati dan laki-laki mati tidak layaknya persetubuhan karena anggota badan mayat sudah tidak berfungsi. Selain itu, perbuatan tersebut adalah perbuatan yang tidak disukai dan biasanya tidak diminati, karena itu tidak perlu ada larangan untuk melakukannya, tetapi diwajibkan hukuman hudud untuk mencegah perbuatan tersebut. Imam Malik menganggap orang yang menyetubuhi mayat yang bukan istrinya, baik pada kubul maupun duburnya sebagai zina. Ia harus dihukum berdasarkan hukuman zina karena ia menikmati persetubuhan tersebut. Tidak ada hukuman hudud atas orang yang menyetubuhi istrinya yang sudah mati.

6) Menyetubuhi Binatang

Menurut Imam Malik dan Abu Hanifah, menyetubuhi hewan dan binatang pada umumnya tidak dianggap zina, tetapi di anggap maksiat

(43)

30

yang wajib ditakzr. Hukuman ini juga berlaku bagi perempuan yang menyerahkan dirinya untuk binatang, seperti kera. Mereka tidak melihat perbuatan ini sebagai zina, alasannya seandainya perbuatan ini dianggap zina, maka wajiblah hukuman hudud yang disyariatkan untuk menghentikan perbutan tersebut.11 Padahal yang perlu dihentikan adalah

perbuatan yang jalannya terbuka lebar. Menyetubuhi hewan bukan perbuatan yang perlu dihentikan karena orang orang yang berakal dan orang-orang bodoh sekalipun tidak berminat untuk melakukannya walaupun sebagian tertarik karena dorongan nafsunya. Jadi perbuatan ini tidak perlu dilarang karena secara naluri tidak ada orang yang ingin melakukannya.

7) Anak di Bawah Umur dan Orang Gila Menyetubuhi Perempuan Ajnabiy

Tidak ada hukuman hudud atas anak di bawah umur atau orang gila yang menyetubuhi perempuan Ajnabiy12 (bukan istri dan hamba) karena

tidak ada kepatutan hukuman atas keduanya. Anak di bawah umur tidak boleh dijatuhi hukuman hudud kecuali setalah dewasa dan orang gila tidak boleh dijatuhi hukuman hudud kecuali setelah sembuh. Akan tetapi, anak di bawah umur harus ditakzir atas perbuatannya jika ia sudah mumayiz.

(44)

31

Para fukaha berbeda pendapat mengenai perempuan yang disetubuhi anak di bawah umur atau orang gila. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa umur atau orang gila tidak wajib dijatuhi hukuman hudud walaupu rela, tetapi wajib ditakzir. Alasannya hukuman hudud wajib atas perempuan bukan karena ia berzina. Perbuatan zina tidak ada padanya karena disetubuhi bukan menyetubuhi. Penamaan Al-Qur’an sebagai

perempuan zina adalah majaz, bukan hakikat. Wajib dijatuhi hukuman hudud kalau menjadi objek zina, sedangkan perbuatan anak di bawah umur dan orang gila tidak dianggap zina jadi, perempuan tersebut dianggap orang yang menjadi objek zina. Imam malik sependapat dengan Imam Abu Hanifah jika yang menyetubuhi anak di bawah umur, akan tetapi mewajibkan hukuman hudud atas perempuan jika menuruti orang gila, alasannya perempuan mendapatkan kenikmatan dan orang gila, tetapi tidak dari anak di bawah umur.

8) Orang Berakal dan Balig Menyetubuhi Anak Perempuan di Bawah Umur atau Perempuan Gila

(45)

32

tersebut tidak mungkin bagi orang. Jika menyetubuhi anak di bawah umur tidak berhasil bagi pelaku, ia tidak dijatuhi hukuman hudud, tetapi harus ditakzir atas perbuatannya.

Imam Abu Hanifah mewajibkan hukuman hudud atas orang berakal dan balig yang berzina dengan perempuan gila atau anak perempuan seusiannya yang bisa disetubuhi. Alasannya persetubuhan ini adalah zina dan adanya uzur di pihak lain tidak menggugurkan hukuman hudud atasnya. Imam Malik tidak sependapat dengan Imam Abu Hanifah. Imam Malik menyatakan bahwa hukuman hudud bergantung kepada kemampuan pelaku untuk menyetubuhi anak perempuan di bawah umur walaupun anak seusianya belum bisa disetubuhi atau persetubuhan tersebut tidak mungkin berhasil dilakukan laki-laki selain dia, akan tetapi menurut Imam Abu Hanifah secara umum hukuman hudud bergantung kepada kelayakan perempuan tersebut ubtuk disetubuhi. Imam Syafi’iyah

berpendapat ada hukuman hudud bagi orang berakal dan balig yang berzina dengan perempuan gila atau perempuan di bawah umur selama persetubuhan tersebut benar-benar terjadi. Mereka tidak membatasi hukuman dengan batasan apa pun.

9) Persetubuhan dengan Syubhat

(46)

33

hukuman hudud adalah hak Allah, tidak lebih dari itu.13 Jika hukuman

hudud belum pasti ia tidak halal ditegakkan atas dasar syubhat. Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian, kehormatan-kehormatan kalian, dan badan-badan kalian atas

kalian adalah haram.”

Jika hukuman hudud sudah pasti, maka tidak boleh di gugurkan atas dasar syubhat. Allah SWT berfirman.





















































































Artinya: “.Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh

rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (Qs. Al-Baqarah:229)

Ulama Syafi’iyah membagi syubhat menjadi tiga jenis: a) Syubhat Objektif

(47)

34

Menyetubuhi Istri yang sedang had, berpuasa, atau menyetubuhi istri melalui duburnya. Syubhat di sini terjadi pada tempat persetubuhan yang diharamkan, karena tempat tersebut adalah milik suami, sedangkan sebagian hak suami adalah menyetubuhi istri.

b) Syarat Subjektif

Orang yang meyetubuhi perempuan yang datang kepadanya yang di duga istrinya, padahal bukan dasar syubahat adalah dugaan dan keyakinan pelaku bahwa tidak melakukan keharaman.

c) Syubhat Yuridis

Adanya keserupaan antara halal dan haram, dasar syubhat ini adalah adanya perbedaan pendapat di kalangan fukaha mengenai suatu perbuatan, setiap perbuatan yang mereka ikhtitafkan kehalalan atau kebolehannya menjadi syubhat yang dapat menggugurkan hukuman hudud.

10) Menyetubuhi Mahram

(48)

35

meski sudah mengakui perbuatannya, pelaku hanya dijatuhi hukuman takzir.

11) Persetubuhan dalam Pernikahan yang Batal

Setipa nikah yang secara ijmak dianggap batal, seperti pernikahan kelima, menikahi perempuan yang bersuami atau menikahi perempuan yang ditalak tiga sebelum menikah dengan orang lain, persetubuhan di dalamnya adalah zina dan pelakunya wajib dijatuhi hukuman hudud, akad pernikahan tidak dianggap sah dan tidak memengaruhi hukuman ini.

12) Persetubuhan dalam Pernikahan

Tidak ada hukuman hudud dalam pernikahan yang diselisihkan

keabsahannya, seperti nikah mut’ah, nikah syagar, nikah muhallil, nikah

tanpa wali atau tanpa saksi, menikahi saudara perempuan seistri yang

masih dalam masa idah talak ba’in, menikah yang kelima dalam masa

idah istri keempat yang di talak ba’in.

13) Bersetubuh karena Dipaksa

Para ulama sepakat tidak ada hukuman hudud atas orang yang dipaksa berzina. Allah SWT berfirman:

(49)

36

Artinya: “.Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, Padahal Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. dan Sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.” (Qs.al-An’am:

119).

















































Artinya: “.Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu

bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah[108]. tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi

Maha Penyayang.”(Qs.al-Baqarah:173).

14)Tersalah dalam Bersetubuh

(50)

37

Artinya: “.Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu[1199]. dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi

Maha Penyayang.”(Qs. al-Ahzab:5).

15) Rela Disetubuhi

Para fukaha sepakat bahwa kerelaan disetubuhi tidak dianggap syubhat, orang yang menyetubuhi perempuan lain yang rela disetubuhi dianggap berzina . hukuman hudud tetap diberlakukan meski perempuan tersebut sudah mendapat izin dari walinya atau suaminya, zina tidak bisa dihalalkan melalui pemberian dan izin. Tidak seorang pun bisa menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah SWT jika seorang perempuan menghalalkan dirinya, penghalalnya dianggap batal dan perbuatannya tetap dianggap zina.14

16) Pernikahan setelah zina

Para fukaha sepakat bahwa orang yang berzina lalu menikahi permpuan tersebut maka pernikahannya tidak mempengaruhi apa pun, baik terhadap tindak pidana yang lakukan maupun pada hukuman yang diterapkan, alasannya hukuman hudud diberlakukan karena tindak pidana zina sudah terjadi, sehingga hukumannya tidak bisa digugurkan oleh perkawinan susulan.

(51)

38

17) Menyetubuhi Perempuan yang Wajib dikisas

Bila seseorang mempunyai hak kisas atas seseorang perempuan lalu menyetubuhinya maka wajib dijatuhi hukuman hudud, kepemilikan hak kisas atas perempuan tidak dianggap syubhat yang bisa menghalangi hukuman hudud, alasannya hak kisas untuk membunuh perempuan tidak membuat laki-laki berhak bersenang-senang dengan farjinya.

18) Musa<haqah

Musa<haqah juga disebut dengan as-sahq dan at-tadaluk (lesbi),15

yaitu hubungan seksual sesama perempuan. Para ulama sepakat bahwa perbuatan ini haram Allah SWT berfirman:





























































Artinya: “.Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki[994]; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu[995] Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui

batas.”(Qs.al-Mu’minuun:5-7).

19) Istimna< (Mastrubasi)

Istimna< (Mastrubasi) seorang lelaki dengan menggunakan tangan perempuan lain (bukan istri dan hambanya) tidak dianggap zina, begitu

(52)

39

juga seorang laki-laki yang memasukkan jari-jarinya kedalam farji perempuan, akan tetapi kedua perbuatan tersebut adalah maksiat yang perbuatnnya tersebut wajib dijatuhi hukuman takzir,16 baik laki-laki

maupun perempuan, keluar sperma maupun tidak. Para ulama berbeda pendapat mengenai mastrubasi seorang laki-laki dengan mengunakan tangan, sebagian ulama mengharamkannya, Allah SWT berfirman:





























































Artinya: “.Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki[994]; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu[995] Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.” (Qs.al-Mu’minun:5-7).

Sebagian berpendapat bahwa mastrubasi adalah makruh dan tidak ada dosa di dalamnya, alasannya secara ijmak, laki-laki boleh menyentuh zkarnya dengan tangan kiri jadi hukumannya hanya mubah, walaupun ingin mengeluarkan sperma, hukumannya tetap tidak haram Allah SWT berfirman:

(53)

40

















































Artinya: “.Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, Padahal Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. dan Sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.” (Qs.al-An’am:

119).







































Artinya: “.Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala

sesuatu.” (Qs.al-Baqarah: 29). 20) Tidak Mampu Mengajukan Syubhat

Ketidak mampuan mengajukan syubhat tidak dianggap syubhat mereka mengatakan bahwa orang bisu dan orang gila wajib dijatuhi hukuman hudud jika zinanya ditetapkan berdasarkan bukti,17 mereka juga

menerima pengakuan orang yang bisu yang mengunakan tulisan dan bahasa isyarat selama isyaratnya bisa dipahami tanpa ada keraguan.

(54)

41

21) Ingkarnya Salah Satu Pelaku Zina

Pengingkaran

Referensi

Dokumen terkait

Bahasa pemrograman yang digunakan untuk membuat aplikasi perhitungan regresi dan korelasi dalam kasus ini menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic dengan

Direktorat Program Diploma IPB 2010. pada MK

Keberhasilan mengelola air ini telah pula mendorong terbentuknya Forum Masyarakat Code Utara (FMCU) yang menjadi lembaga yang berasal dari masyarakat dan dikelola

Apakah tingkat inflasi, PDB, Kurs rupiah, harga emas dan harga minyak dunia berpengaruh secara berganda terhadap indeks harga saham gabungan pada Bursa Efek

sehingga tidak bisa menyatakan semangat kepada diri sendiri. 4) Konseli menganggap tugas- tugas yang ada adalah beban sehingga sering mengeluh dan mengerjakan

Analisis internal dilakukan untuk mendapatkan faktor kekuatan yang akan digunakan dan faktor kelemahan yang akan diantisipasi terkait dari hasil daya dukung

PENDEKATAN STRATEGIS  Memprioritaskan pada hasil inovasi Perguruan tinggi yang berproses prototip yang mempunyai potensi pasar dan bernilai komersial untuk di kembangkan menjadi

OEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAVAAN.. Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara , Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Direktorat Jenderal