Analysis of Amino Acids on Teukak (Fermented Sweet Potato Flour) Margareta Novian Cahyanti, Yosia Adi Susetyo, Sri Hartini Chemistry Department, Satya Wacana Christian University
Abstract
Teukak is sweet potato that has been fermented by red yeast rice. The fermentation process is intended to increase protein content and enrich amino acids. The purposes of this study was to identify amino acids in Teukak. The methods involved making Teukak using with ratio 95 g steamed sweet popato and 5 g red yeast rice during 48 hours fementation and identifying amino acids using Ultra Performance Liquid Chromatography (UPLC). The result showed that the amino acids in Teukak were aspartic acid, glutamic acid, serine, glycine, histidine, arginine, threonine, alanine, proline, valine, isoleucine, leucine, phenilalanine, lysin, tyrosine, cystine, metheonine. Most of the amino acids was nonpolar amino acid representing 39.28% of total amino acid. The most abundant taste amino acid was tasteless amino acid representing almost 49.66% of total amino acid.
Keywords : amino acid, angkak, fermentation, sweet potato
Abstrak
Teukak adalah ubi jalar yang difermentasi dengan menggunakan angkak. Fermentasi dilakukan dengan tujuan meningkatkan kandungan protein dan memperkaya asam amino. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi kandungan asam amino dalam teukak. Metode dalam penelitian meliputi pembuatan teukak dengan menambahkan 5 gram angkak pada 95 gram ubi jalar kukus kemudian diinkubasi selama 48 jam. Identifikasi asam amino menggunakan UPLC (Ultra Performance Liquid Chromatography). Hasil penelitian menunjukkan teukak mengandung aspartat, glutamat, serin, glisin, histidin, arginin, treonin, alanin, prolin, valin, isoleusin, leusin, fenilalanin, lisin, tirosin, sistin, methionin. Asam amino dominan berdasarkan polaritasnya adalah asam amino non polar dengan kandungan 39,28% dan berdasarkan rasa adalah asam amino tanpa rasa dengan persentase 49,66%
Kata kunci : asam amino, angkak, fermentasi, ubi jalar
Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara yang menggantungkan pengadaan gandum dan produk turunannya dari impor. Berdasarkan perkembangan U.S. Wheat Associates telah memproyeksikan impor gandum beberapa negara termasuk Indonesia. Indonesia diprediksi berpotensi mengimpor gandum sebanyak 7,1 juta metric ton pada tahun 2050. Angka ini naik 34% dibanding impor tahun 2010 sebesar 5,5 juta metric ton (Weigand, 2011). Di lain sisi Indonesia kaya keanekaragaman hayati termasuk tanaman pangan yang berpotensi sebagai subtituen tepung terigu.
karena kadar protein ubi jalar basah juga rendah yaitu 2,3 gram per 100 gram bahan yang dimakan (Juanda dan Cahyono, 2000).
Peningkatan kadar protein dapat dilakukan lewat proses fermentasi. Martono dkk., (2016) menggunakan ragi tempe untuk meningkatkan kandungan protein tepung gaplek yang difortifikasi dengan tepung kedelai. Ayuningtyas (2016) menggunakan substrat kulit singkong dengan berbagai konsentrasi angkak untuk meningkatkan nilai gizi tepung kulit singkong termasuk protein.
Selama proses fermentasi, protein akan terdegradasi menjadi asam amino. Asam amino kulit singkong yang difermentasi dengan menggunakan inokulum angkak sebanyak 5% kemudian ditepungkan mengalami peningkatan jumlah dan perubahan komposisi. Peningkatan asam amino dari 40.367,38 ppm menjadi 68.681,96 ppm. Fermentasi memunculkan sistin yang awalnya tidak terdeteksi dalam tepung kulit singkong (Ayuningtyas, 2016).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis asam amino pada tepung ubi angkak dengan penambahan inokulum sebanyak 5%.
Bahan dan Metode
Sampel yang digunakan yaitu ubi jalar dan angkak yang dibeli di Pasar Salatiga dan sekitarnya. Peralatan yang dipakai dalam penelitian antara lain: neraca analitis 2 digit (Ohaus TAJ602, Ohaus Corp., USA), drying cabinet, ayakan 61 mesh, UPLC
Pembuatan Tepung
Ubi jalar dicuci dengan air untuk menghilangkan kotoran dan tanah yang masih melekat kemudian dikukus selama ± 60 menit setelah itu dikupas kulitnya dan bagian-bagian yang cacat dibuang. Ubi jalar dipotong kecil-kecil kemudian ditambah angkak dengan dosis 0% w/w (sebagai kontrol), 5% w/w, 10% w/w, 15% w/w dan 20% w/w kemudian dikemas di dalam plastik setelah itu difermentasi pada suhu ruang dengan lama fermentasi 48 jam. Setelah proses fermentasi selesai, dilakukan pengeringan menggunakan drying carbinet pada suhu 50 sampai kering. Setelah kering, irisan dihancurkan dan diayak sampai menjadi tepung dengan tingkat kehalusan 61 mesh.
Analisis Asam Amino
Analisa asam amino dengan mengunakan UPLC dan dilakukan di PT. Saraswanti Indo Genetech dengan kondisi operasional sebagai berikut:
Jenis Kolom : ACC Q-Tag Ultra C18
Temperatur : 49
Fase gerak : Sistem komposisi gradient Laju alir : 0,7 mL per menit
Detektor : PDA, pada panjang gelombang 260 nm Volume injeksi : 1 uL
Analisis Data
Data kromatogram asam amino hasil analisis KCKT dianalisa secara deskriptif.
Hasil dan Pembahasan
1(a)
1(b)
1(c)
Gambar 1. Kromatogram Sampel Keterangan :
Tabel 1. Hasil Analisa Asam Amino Sampel Asam
Amino
Tepung
Angkak *) Ubi Jalar Teukak Aspartat 5.826,56 4.157,03 3.468,16 Glutamat 12.009,38 5.128,91 4.305,93 Serin 3.694,70 1.654,79 1.752,08 Glisin 3.268,95 1.325,85 1.638,88 Histidin 1.292,19 352,64 566,14 Arginin 4.045,05 898,4 1.053,04 Threonin 2.711,88 1.598,63 1.738,02 Alanin 5.204,68 1.874,68 2.013,56 Prolin 3.255,66 1.171,94 1.343,72 Valin 4.038,64 1.654,66 1.872,63 Isoleusin 2.775,83 1.281,04 1.338,97 Leusin 4.790,41 1.929,48 2.382,20 Fenilalanin 5.092,86 1.467,36 1.795,64 Lisin 1.451,13 1.491,51 996,25 Tirosin 2.314,24 648,12 961,86
Sistin 0 22,22 792,33
Metionin 5.165,60 515,07 429,67 Total 66.937,76 27.172,35 28.449,08 Keterangan : *) Sumber : Ayuningtyas (2016)
Tabel 1 menunjukkan peningkatan kadar asam amino bebas pada sampel tepung teukak dibandingkan dengan tepung ubi jalar. Hasil ini juga selaras dengan penelitian Ayuningtyas dkk. (2016) yang menunjukkan selama fermentasi menggunakan angkak terjadi peningkatan asam amino bebas pada substrat kulit singkong. Peningkatan terjadi hampir pada semua jenis asam amino kecuali aspartat, glutamat, lisin, dan metionin. Peningkatan asam amino tertinggi terjadi pada sistin dan paling rendah terjadi pada isoleusin.
Peningkatan sistin dapat disebabkan adanya metabolisme sistin oleh angkak dengan menggunakan bahan baku metionin. Metionin dengan adanya energi berupa ATP membentuk S-adenosil metionin. Proses ini melibatkan enzim metionin adenosil transferase. S-adenosil metionin mengalami reaksi metilasi membentuk S-adenosil homosistein. S-adenosil homosistein bereaksi dengan adenosil homosisteinase membentuk adenosil dan homosistein. Homosistein dan serin bereaksi membentuk sistationin. Sistationin bereaksi dengan enzim sistationin γ-liase membentuk sistein dan oksobutirat (Michal dan Schomburg, 2012). Sistein dan sistein bergabung membentuk sistin.
amino pahit (L-tryptofan, L-fenilalanin, L-tirosin, L-leusin), asam amino dengan rasa sulfur (D- dan L-sistein serta D- dan L-methionin) dan asam amino dengan rasa unik (L-glutamat).
Tabel 2. Klasifikasi Asam Amino Berdasarkan Kepolaran dan Rasa
Klasifikasi Tepung Angkak Tepung Ubi Jalar Teukak Kepolaran :
Non Polar 30.323,68 9.894,23 11.176,39
Polar Rantai Samping Bermuatan Netral 11.989,77 5.249,61 6.883,17 Polar Rantai Samping Bermuatan Positif 6.788,37 2.742,55 2.615,43 Polar Rantai Samping Bermuatan Negatif 17.835,94 9.285,94 7.774,09 Rasa :
Tidak ada rasa 29.091,64 14.260,64 14.129,01
Manis 8.473,63 3.200,53 3.652,44
Pahit 12.197,51 4.044,96 5.139,70
Sulfur 5.165,60 537,29 1.222,00
Unik 12.009,38 5.128,91 4.305,93
Rasa dalam makanan merupakan suatu komponen penting yang menentukan diterimanya suatu bahan pangan oleh masyarakat. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi rasa suatu bahan pangan salah satunya adalah kandungan protein, peptida, dan asam amino bebas. Rasa dipengaruhi oleh kepolarannya dan struktur asam amino.
Asam amino dengan rantai samping polar bermuatan negatif mempunyai rasa mirip MSG. Asam amino dengan rantai samping non polar dan polar bermuatan positif memberikan rasa pahit (Dajanta et al., 2011). Rasa pahit lebih senditif dibandingkan rasa yang lain. Hal ini disebabkan rasa pahit pada umumnya merupakan peringatan terhadap sifat beracun suatu zat. Tidak seperti reseptor manis yang mempunyai kekhususan, reseptor pahit tidak mempunyai kekhususan dalam struktur molekul (Yarmolinsky et al., 2009).
Teori yang menjelaskan terjadinya kemanisan diajukan oleh Shallenberger dan Acree yang mendasarkan sifat-sifat ikatan hidrogen pada senyawa yang manis. Teori ini menjelaskan bahwa rasa manis akan muncul ketika senyawa mempunyai gugus donor proton (AH) dan gugus aseptor proton (B) yang terpisah sejauh 3 angstroms. Gugus AH senyawa akan berikatan dengan gugus B reseptor, sedangkan gugus B senyawa akan gugus AH reseptor pada lidah (Winarno, 2002).
Persentase masing-masing kepolaran dan rasa asam amino pada tepung ubi jalar dan teukak berbeda. Persentase asam amino non polar dan polar dengan rantai samping netral naik, sedangkan asam amino polar dengan rantai samping positif dan negatif turun. Persentase terbesar adalah asam amino non polar dengan persentase pada tepung ubi jalar sebesar 36,41% dan pada teukak 39,28%. Hal ini selaras dengan penelitian Dajanta et al. (2011) yang menggunakan kedelai sebagai substrat dan Bacillus subtilis sebagai biakan.
Kesimpulan
Teukak mengandung aspartat, glutamat, serin, glisin, histidin, arginin, treonin, alanin, prolin, valin, isoleusin, leusin, fenilalanin, lisin, tirosin, sistin, methionin. Asam amino dominan berdasarkan polaritasnya adalah asam amino non polar dengan kandungan 39,28% dan berdasarkan rasa adalah asam amino tanpa rasa dengan persentase 49,66%.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT Indofood melalui Indofood Riset Nugraha yang telah memberi dukungan finansial terhadap penelitian ini.
Daftar Pustaka
Ayuningtyas, I., Hartini, S. & Cahyanti, M.N., 2016. Optimasi Pembuatan Tepung Ferkusi (Fermentasi Kulit Singkong) Ditinjau dari Variasi Penambahan Angkak. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 5, pp.44-50.
Badan Pusat Statistik.2015. Produksi Ubi Jalar Menurut Provinsi (ton), 1993-2015. https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/883. Diakses tanggal 15 Juli 2016
Dajanta, K., Apichartsrangkoon, A., Chukeatirote, E., Frazier, R.A.2011.Free-Amino Acid Profiles of Thua Nao, a Thai Fermented Soybean.Food Chemistry 125 halaman 342-347
Juanda, D. dan Cahyono, B.2010. Ubi Jalar, Budi Daya dan Analisis Usaha Tani. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Martono, Y., Danriani, L.D., Hartini, S. 2016. Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Protein dan Asam Amino pada Tepung Gaplek yang Difortifikasi Tepung Kedelai (Glycine max (L)). Agritech Volume 36 Nomor 1 halaman 56-63
Michal, G., Schomburg, D.2012.Biochemical Pathways : An Atlas of Biochemistry and Molecular Biology. John Wiley&Son, Inc., Publication, New Jersey
Ojinnaka, M.C., Ojimelukwe, P.C. 2013. Study of the Volatile Compounds and Amino Acid Profile in Bacillus Fermented Castor Oil Bean Condiment. Journal of Food Research 2 halaman 191–203
Satyanarayana, U., Chakrapani, U.2013.Biochemistry.Elsevier Reed Elsevier India Private Limited, New Delhi
Solms, J. 1969. Taste of Amino Acids, Peptides, and Proteins.Journal of Agricultural and Food Chemistry 17 (4) halaman 686-688
Yarmolinsky, D.A., Zuker, C.S., Ruba, N.J.2009.Common Sense About Taste: From Mammals to Insects. Cell139 halaman 234-244
Weigand, C. 2011. Wheat Import Projections Towards 2050. U.S. Wheat Associates