BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu persoalan yang cukup mendasar dalam pendidikan di Indonesia adalah permasalahan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan menurut Departemen Pendidikan Nasional (2007) tidaklah berdiri sendiri, tetapi terkait dengan suatu sistem yang saling berpengaruh di mana mutu keluaran (out put) dipengaruhi oleh mutu masukan (in put) dan mutu proses (process). Secara eksternal, komponen masukan pendidikan yang secara signifikan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan meliputi: (1) ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan yang belum memadai baik secara kuantitas dan kualitas, maupun kesejahteraannya; (2) prasarana dan sarana belajar yang belum tersedia dan belum didayagunakan secara optimal; (3) pendanaan pendidikan yang belum memadai untuk menunjang mutu pembelajaran; dan (4) proses pembelajaran yang belum efisien dan belum efektif.
Proses pembelajaran yang efektif dan efisien sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai inovasi dan perubahan di dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang dilaksanakan hendaknya mampu membantu siswa untuk mengembangkan potensinya, sehingga mereka bisa secara aktif membangun dan menginterpretasikan segala sesuatu baik untuk dirinya sendiri maupun untuk lingkungannya.
Menyikapi permasalahan dan tuntutan perubahan proses pembelajaran, perlu dilakukan perubahan dalam paradigma pembelajaran. Paradigma pembelajaran lama yang lebih mengunggulkan guru dalam proses pembelajaran atau biasa dikenal dengan pembelajaran yang berpusat kepada guru (teacher centered) perlu dirubah ke paradigma pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang dilakukan idealnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri.
Paradigma pembelajaran yang diduga mampu memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri adalah paradigma konstruktivistik. Paradigma konstruktivistik menurut Dahar (dalam Riyanto, 2009) merupakan paradigma pembelajaran yang sudah terungkap dalam tulisan ahli filsafat Giambattista Vico tahun 1710 bahwa orang hanya dapat benar-benar memahami apa yang dikonstruksinya sendiri.
yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
Badan Standar Nasional Pendidikan (Depdiknas, 2007) mengemukakan bahwa mata pelajaran IPA/sains SD/MI dikembangkan dengan pandangan bahwa berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA/sains bukan hanya kumpulan pengetahuan (fakta, konsep, prinsip) saja, melainkan proses penemuan. Pandangan di atas berpengaruh pada isi dan proses IPA/sains di SD/MI, yakni pendidikan menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri, alam sekitar, serta aplikasi pengetahuan yang diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pikiran-pikiran dasar tersebut di atas, tujuan, ruang lingkup, bahan kajian, serta standar kompetensi dan kompetensi dasar IPA/sains SD/MI ditetapkan. Tujuan mata pelajaran IPA/sains di SD/MI adalah sebagai berikut:
(1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya; (2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; (3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, teknologi dan masyarakat;
(5) Menigkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam;
(6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan; dan
(7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan ke SMP/MTS.
Inovasi dan perubahan paradigma pembelajaran harus dilakukan dalam setiap mata pelajaran di sekolah dasar, termasuk dalam mata pelajaran IPA/sains. Pembelajaran IPA/sains idealnya dipelajari dengan proses pembelajaran yang memperhatikan karakteristik materi dan tujuan pembelajaran IPA/sains. Salah satu tujuan pembelajaran IPA/sains di sekolah dasar adalah untuk mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA/sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
dalam kehidupan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah kurang tepatnya pendekatan pembelajaran yang digunakan guru dalam pembelajaran IPA/sains.
Perkembangan sains dan teknologi yang sangat pesat saat ini siswa harus mampu mempelajari semua fakta dan konsep-konsep yang esensial dan melatih siswa untuk berpikir, menganalisis dan menyelesaikan masalah yang dihadapinya, sehingga dengan kreatif siswa dapat menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep IPA/sains yang relevan baik secara mandiri ataupun dengan bimbingan guru. Untuk melaksanakan pendidikan sains dan teknologi dengan baik, seorang guru perlu menyadari bahwa kedua bidang tersebut berada secara terpisah tetapi memiliki kemampuan yang saling mendukung (Poedjiadi, 2006).
Peningkatan kemajuan teknologi diharapkan anak didik mampu untuk mengaplikasikan setiap produk teknologi. Teknologi merupakan hasil dari pengembangan konsep-konsep IPA/sains yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Maka sangat penting bagi guru untuk memperkenalkan teknologi pada anak didik, agar mereka mampu mengaplikasikan setiap teknologi-teknologi tersebut.
masyarakat sehingga konsep-konsep pembelajaran IPA/sains dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Menyikapi permasalahan di atas, salah satu alternatif yang bisa digunakan adalah model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM). Hartinawati et
al. (2006) menyatakan bahwa ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan
mengapa Sains Teknologi Masyarakat (STM) perlu digunakan sebagai salah satu model dalam pembelajaran IPA/sains di sekolah, yaitu:
(1) Untuk membuat sains dapat dipahami oleh semua siswa.
(2) Pengajaran sains dengan pendekatan sains teknologi dan masyarakat akan mendekatkan siswa kepada objek yang dibahas.
(3) Dapat memberikan pengetahuan dan pengertian kepada generasi muda yang mereka butuhkan untuk memahami masalah-masalah sosial yang muncul akibat sains teknologi.
(4) Pengajaran sains dengan pendekatan sains teknologi dan masyarakat merupakan suatu konteks pengembangan pribadi dan sosial.
(5) Dapat memberikan keparcayaan diri kepada generasi muda untuk berperan serta dalam teknologi.
Project”, menunjukkan bahwa pembelajaran melalui model pembelajaran STM
antara lain dapat meningkatkan kemampuan dalam mengendalikan polutan kimia dan pemahaman terhadap akibat yang ditimbulkan serta memahami hakekat dari sains dan konsep sains (Hairida, 1996).
Hasil penelitian lain yang dilakukan Cahyami (2003) menyebutkan bahwa guru memberikan tanggapan positif terhadap pembelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran STM, khususnya pada sub pokok bahasan pupuk dan penggunaannya. Guru berpendapat kalau model pembelajaran STM ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, motivasi belajar siswa dan menjadikan siswa lebih kreatif serta berani untuk mengungkapkan pendapatnya. Adapun kendala yang yang dihadapi adalah persiapan rencana pembelajaran dan LKS, banyak alokasi waktu yang dibutuhkan dalam melaksanakan pembelajaran serta jumlah siswa yang terlalu banyak dalam satu kelas.
Hasil penelitian Jusup (2008) menyatakan bahwa model pembelajaran STM secara teoretis dapat menghasilkan siswa-siswa yang tanggap terhadap isu-isu yang berkembang di masyarakat sebagai suatu bentuk fase eksplorasi, selanjutnya dengan fase pembentukan konsep membuat siswa berani membuat keputusan, dan fase aplikasi sains membuat siswa dapat mengkomunikasikan atau menerapkan dalam kehidupannya sehari-hari di masyarakat.
Dalam kurikulum tingkat satuan Pendidikan (KTSP), pokok bahasan energi dan kegunaannya merupakan salah satu pokok bahasan yang harus dibahas dalam proses pengembangan pembelajaran IPA/sains di kelas. Beberapa konsep yang harus dikuasai dan dikembangkan oleh siswa sekolah dasar mengenai konsep energi dan kegunaannya antara lain sumber energi panas dan pengaruhnya, sumber bunyi dan sifatnya, sumber energi alternatif, dan keuntungan energi alternatif.
Berdasarkan paparan di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang ”Penerapan Model Pembelajaran Sains Teknologi
Masyarakat untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Energi dan Kemampuan
Aplikasi Sains Siswa SD”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep energi siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional?
2. Apakah model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) dapat lebih meningkatkan kemampuan aplikasi sains siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional?
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang penggunaan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam meningkatkan penguasaan konsep energi siswa dan kemampuan aplikasi sains siswa sekolah dasar pada pembelajaran konsep energi dan kegunaannya. Selain itu, tujuan penelitian ini juga untuk mengetahui gambaran tentang tanggapan siswa dan guru terhadap model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) yang diterapkan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini, antara lain: 1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan tentang pengaruh model pembelajaran Sains Teknologi dan Masyarakat (STM) yang dapat menambah variasi dalam pembelajaran IPA/Sains di sekolah dasar dalam rangka menumbuhkan kreativitas, meningkatkan pengusaan konsep energi siswa dan aplikasi sains siswa sekolah dasar yang berkaitan dengan pokok bahasan energi dan kegunaannya.
2. Manfaat Praktis
yang lain, dan memperbaiki pembelajaran konsep energi dan kegunaannya pada tahun berikutnya.
b) Untuk sekolah dan lembaga pendidikan, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam perbaikan proses pembelajaran IPA/sains di sekolah dasar.
c) Untuk penulis, penelitian ini menjadi kajian lebih lanjut bagaimana menemukan model pembelajaran dan pendekatan pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajaran IPA/sains siswa.
E. Asumsi Penelitian
Asumsi atau anggapan dasar yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Dasar perkembangan kepribadian siswa dalam aspek sikap, prilaku, daya
cipta, dan kreativitas yang sangat diperlukan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta perkembangan fisik dan mental anak pada kelas eksprimen dan kelas kontrol tidak berbeda.
2. Gagasan/konsep awalnya diperoleh dari kehidupan sehari-hari siswa di dalam kelas pada kelas eksprimen dan kelas kontrol tidak berbeda. 3. Latar belakang sosial ekonomi siswa kota dan pinggiran kota pada kelas
eksprimen dan kelas kontrol tidak berbeda.
F. Hipotesis Penelitian
Ha1: Penggunaan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam pembelajaran konsep energi secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep energi siswa dibandingkan dengan penggunaan pembelajaran konvensional. ( > ).
Ha2: Penggunaan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM)
dalam pembelajaran konsep energi secara signifikan dapat lebih meningkatkan kemampuan aplikasi sains siswa sekolah dasar dibandingkan dengan penggunaan pembelajaran konvensional.
( > ).
F. Definisi Operasional
Agar diperoleh persepsi mengenai penelitian ini, maka perlu diberikan penjelasan tentang istilah yang digunakan. Berikut ini dijelaskan istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini.
2. Penguasaan konsep didefinisikan sebagai tingkatan dimana seorang siswa tidak sekedar mengetahui konsep-konsep, melainkan benar-benar memahaminya dengan baik, yang ditunjukkan oleh kemampuannya dalam menyelesaikan berbagai persoalan, baik yang terkait dengan konsep itu sendiri maupun penerapannya dalam situasi baru. Penguasaan konsep dimaksud sebagai kemampuan kognitif sebagaimana tercakup dalam taksonomi Bloom yang meliputi C1 (hafalan), C2 (pemahaman), C3
(penerapan) dan C4 (analisis). (Anderson & Krathwohl, 2001 dalam
Saepuzaman, 2008). Dalam penelitian ini hanya ditinjau dua ranah kognitif yaitu C2 (pemahaman), dan C3 (penerapan). Adanya peningkatan konsep
energi siswa ini diukur dengan tes penguasaan konsep, yaitu tes awal dan tes akhir. Tes diberikan berbentuk tes objektif jenis pilihan ganda.
yang digunakan tes perbuatan dalam bentuk LKS dan tes objektif jenis pilihan ganda.
G. Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
R
X
R
Keterangan: O1 = O2 = O3 = O4
Gambar 1.1 Desain eksperimen dengan kelompok kontrol.
(Pretest-posttest control group desain)R berarti pengambilan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan secara random. O1 adalah nilai awal kelompok eksperimen, dan O3
adalah nilai awal kelompok kontrol. Setelah posisi kedua kelompok tersebut seimbang (O1 tidak berbeda dengan O3), maka kelompok eksperimen diberi treatment/perlakuan untuk diajar dengan penerapan model pembelajaran STM,
dan kelompok kontrol diajar dengan metode pembelajaran konvensional.
Dalam pengujian ini, O2 berarti prestasi kelompok eksperimen setelah
diajar penerapan model pembelajaran STM, dan O4 adalah prestasi kelompok
kontrol yang diajarkan dengan metode pembelajaran konvensional. Bila nilai O2
secara signifikan lebih tinggi dari O4, maka penerapan model pembelajaran STM
tersebut lebih efektif dan bila dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional.