MODUL
PELATIHAN PRATUGAS
PENDAMPING LOKAL DESA
PLD
PENDAMPINGAN DESA
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA
MODUL PELATIHAN PRATUGAS
PENDAMPING LOKAL DESA
PENDAMPINGAN DESA
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
PENDAMPINGAN DESA
Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
PENGARAH : Eko Putro Sandjojo (Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia)
PENANGGUNG JAWAB: Ahmad Erani Yustika(Dirjen Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa)
TIM PENULIS : Ludiro Prajoko,Zaini Mustaqim, Dindin Abdullah Ghozali, Jajang
Koswara,Hasan Rofiqi , Amanulah Fajar Sudrajat, Mohammad Zuhdi.
REVIEWER : Taufik Madjid, Muhammad Fachri, Nur Kholis.
COVER & LAYOUT : Wahjudin Sumpeno, Dindin Abdullah Ghozali.
Cetakan Pertama, Agustus 2016
Diterbitkan oleh:
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,
DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Daftar Istilah dan Singkatan
1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa.
3. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
5. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
6. Lembaga Kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah dalam memberdayakan masyarakat.
7. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
8. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. 9. Kesepakatan Musyawarah Desa adalah suatu hasil keputusan dari Musyawarah
Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam Berita Acara kesepakatan Musyawarah Desa yang ditandatangani oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa.
11. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
12. Perencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa.
13. RPJM Desa (Rencana Pembangunan Jangkah Menengah Desa) adalah dokumen perencanaan untuk periode 6 (enam) tahun yang memuat arah pembangunan desa, arah kebijakan keuangan desa, kebijakan umum dan program dan program Satuan Kerja Perangkat (SKPD) atau lintas SKPD, dan program prioritas kewilayahan disertai dengan rencana kerja.
14. RKP Desa (Rencana Kerja Pemerintah Desa) adalah dokumen perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun sebagai penjabaran dari RPJM Desa yang memuat rancangan kerangka ekonomi desa, dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan yang dimutakhirkan, program prioritas pembangunan desa, rencana kerja dan pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah dan RPJM Desa. 15. Daftar Usulan RKP Desa adalah penjabaran RPJM Desa yang menjadi bagian dari
RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang akan diusulkan Pemerintah Desa kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui mekanisme perencanaan pembangunan Daerah.
16. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
17. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang syah.
18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
19. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaanmasyarakat Desa.
Kata Pengantar
Daftar Isi
Halaman
Daftar Istilah dan Singkatan ………... Kata Pengantar Dirjen PPMD ………. Daftar Isi ………
BAB I KURIKULUM PELATIHAN
Latar Belakang ……….. Tujuan Pelatihan ………. Ruang Lingkup Tugas Pendamping ………. Struktur Materi Pelatihan ………. Garis-Garis Besar Program Pelatihan ………..
BAB II PANDUAN MEMBACA MODUL BAB III RENCANA PEMBELAJARAN
PB 1 Bina Suasana dan Orientasi Pelatihan ……… SPB 1.1 Perkenalan ……….. SPB 1.2 Pengungkapan Harapan Peserta ……… SPB 1.3 Tujuan dan Proses Pelatihan ………. SPB 1.4 Tata Tertib Peatihan ………. PB 2 Desa dan Visi Undang-Undang Desa ……….
SPB 2.1 Kondisi dan Dinamika Desa ……….. SPB 2.2 UU Desa sebagai Cara Pandang dan Sarana
Menuju Keberdayaan Desa ……….. PB 3 Tata Kelola Desa ………
SPB 3.1 Kelembagaan dalam Tata Kelola Desa ………. SPB 3.2 Musyawarah Desa sebagai Basis Tata Kelola dan
Penggerak Demokratisasi Desa ……… SPB 3.3 Prinsip-Prinsip Tata Kelola Desa ……….. PB 4 Pembangunan Desa ………..
SPB 4.1 Sistem Pembangunan Desa ……… SPB 4.2 Perencanaan Pembangunan Desa ………. SPB 4.3 Pengelolaan Keuangan Desa ………. PB 5 Pengembangan Ekonomi Desa ………
Desa ………. SPB 5.2 BUM Desa sebagai Penggerak perekonomi Desa PB 6 Penyusunan Peraturan di Desa ……….
SPB 6.1 Pokok-Pokok Penyusunan Peraturan di Desa ……. SPB 6.2 Strategi Fasilitasi Penyusunan Peraturan di Desa .. PB 7 Penguatan Keberdayaan Masyarakat ……….
SPB 7.1 Pemberdayaan Masyarakat Desa ………. SPB 7.2 Strategi Penguatan Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa ……….. SPB 7.3 Strategi Penguatan Lembaga Kemasyarakatan
Desa ……….. PB 8 Peningkatan Kapasitas Masyarakat Melalui Pelatihan ………….
SPB 8.1 Konsep Pelatihan Masyarakat ……… SPB 8.2 Keterampilan Dasar Melatih ……… PB 9 Pendampingan ………..
SPB 9.1 Konsep dan Kebijakan Pendampingan ……… SPB 9.2 Keterampilan Pendamping ………. SPB 9.3 Kinerja Pendamping ………. PB 10 Membangun Tim Kerja di Desa ………
SPB 10.1 Kerjasama Tim di Desa ……… SPB 10.2 Membangun Jejaring ………... PB 11 Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) ………. SPB 11.1 Pokok-Pokok RKTL ……… SPB 11.2 Menyusun RKTL ………..
BAB
I
LATAR BELAKANG
Kehadiran Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) menandai babak baru dan perubahan dalam politik pembangunan nasional, dimana Desa menjadi titik tumpu yang mendapatkan perhatian serius. UU Desa diyakini sebagai gerbang harapan menuju kehidupan berdesa yang lebih maju. Sebagai dasar hukum bagi keberadaan Desa, UU Desa mengonstruksi cara pandang baru praksis berdesa (pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa). Desa diakui dan dikukuhkan sebagai subjek yang mengatur dan mengurus dirinya sendiri.
Perubahan dan paradigma baru atas Desa itu sangat penting mengingat kondisi objektif dan dinamika desa-desa di Indonesia yang secara umum masih memprihatinkan. Desa identik dengan ketertinggalan dalam semua aspek kehidupan. Kewenangan mengatur dan mengurus dirinya sendiri yang dibarengi dengan memberikan hak-hak Desa, sehingga Desa memiliki kemampuan finansial yang memadai guna melaksanakan kewenangannya, sebagaimana ditegaskan UU Desa, menjadi faktor penggerak peningkatan pembangunan desa yang sekaligus menjadi ruang krusial implementasi UU Desa.
Pembangunan desa sebagai sistem yang dikonstruksi UU Desa, menempatkan masyarakat pada posisi strategis, sebagai sebjek pembangunan. Dengan demikian, masyarakat memiliki ruang dan peran strategis dalam tata kelola Desa, termasuk di dalamnya penyelenggaraan pembangunan Desa. Isu penting dalam konteks ini adalah peningkatan keberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat memiliki daya desak yang efektif untuk mewujudkan tata kelola Desa yang baik dan penyelenggaraan pembangunan yang sesuai dan memenuhi aspirasi masyarakat.
Dalam kerangka itulah, Pemerintah menetapkan kebijakan pendampingan sebagaimana tercantum pada Pasal 2 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Tahun 2015, yang bertujuan:
Meningkatkan kapasitas, efektivitas, dan akuntabilitas pemerintahan desa dan pembangunan Desa;
Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan desa yang pertisipatif;
Meningkatkan sinergi program pembangunan desa antar sektor; dan Mengoptimalkan aset lokal Desa secara emansipatoris.
intensif dengan pemerintah dan masyarakat Desa, menjadi aktor strategis menuju implementasi UU Desa secara optimal.
Salah satu faktor penentu keberhasilan pendampingan adalah kapasitas pendamping, khususnya PLD. Kapasitas dimaksud menunjuk pada kompetensi yang mencakup: (1) pengetahuan tentang perspektif dan kebijakan UU Desa, (2) keterampilan teknis dan fasilitasi pemerintah dan masyarakat Desa dalam mewujudkan tata kelola Desa yang baik, dan (3) sikap kerja yang sesuai dengan tuntutan kinerja pendamping profesional. Upaya meningkatkan kapasitas pendamping oleh Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dilakukan melalui kebijakan pelatihan yang mencakup serangkaian kegiatan latihan, salah satunya adalah pelatihan pra tugas bagi pendamping, khususnya PLD, sebagai pembekalan agar dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya secara optimal.
TUJUAN PELATIHAN
Secara umum tujuan pelatihan pra tugas Pendamping Lokal Desa adalah untuk memberikan orientasi dan pembekalan agar siap secara mental, pengetahuan, dan keterampilan sebelum diterjunkan di lokasi tugas.
Secara khusus pelatihan pra tugas Pendamping Lokal Desa bertujuan untuk:
Memberikan orientasi dan pembekalan kepada Pendamping Lokal Desa sebelum bertugas di lapangan;
Meningkatkan pemahaman Pendamping Lokal Desa tentang latar belakang, tujuan, kebijakan, prinsip-prinsip, prosedur dan ketentuan program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa;
Meningkatkan keterampilan Pendamping Lokal Desa dalam memfasilitasi proses perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pelestarian program;
Meningkatkan keterampilan Pendamping Lokal Desa dalam memahami mekanisme pendampingan;
Meningkatkan keterampilan dalam membina dan memberi pengarahan kepada Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa;
RUANG LINGKUP TUGAS PENDAMPING
Mengacu pada Kerangka Acuan Kerja Pendamping Lokal Desa (PLD) yang ditetapkan Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Tahun 2016, ruang lingkup tugas PLD adalah:
No Tugas Pokok Output Kerja Indikator Output
1 Mendampingi Desa dalam perencanaan pembangunan dan keuangan Desa Perencanaan dan penganggaran Desa berjalan sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku
a) Terlaksananya sosialisasi UU NO. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan peraturan turunannya;
b) Terfasilitasinya musyawarah Desa yang partisipatif untuk menyusun RPJM Desa, RKP Desa, dan APB Desa;
c) Tersusunnya rancangan peraturan Desa tentang kewenangan lokal berskala Desa dan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan peraturan lain yang diperlukan. 2 Mendampingi
Desa dalam pelaksanaan pembangunan Desa Pelaksanaan pembangunan Desa berjalan sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku
a) Adanya koordinasi dengan PD dan pihak terkait mengenai pembangunan Desa;
b) Terfasilitasinya kerjasama antar Desa; c) Terfasilitasinya pelaksanaan
pembangunan Desa yang sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik; d) Terfasilitasinya ketersediaan informasi
publik terkait pembangunan Desa. 3 Mendampingi
masyarakat Desa dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dan Desa
Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat dan Desa dengan melibatkan kelompok perempuan, difabel/berkebutuhan khusus, kelompok masyarakat miskin dan marginal.
Terlaksananya kegiatan peningkatan kapasitas kader desa, masyarakat dan kelembagaan Desa.
4 Mendampingi Desa dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan pembangunan Desa Proses pelaksanaan dan evaluasi kegiatan pembangunan Desa berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.
a) Terlaksana peningkatan kapasitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam melakukan pemantauan dan evaluasi pembangunan Desa;
b) Terlaksananya evaluasi pembangunan Desa melalui musyawarah Desa; c) Masyarakat terlibat dalam pelaksanaan
STRUKTUR MATERI PELATIHAN
Materi Pelatihan ini dirumuskan berdasarkan hasil kajian terhadap kompetensi dasar yang harus dimiliki sesuai kerangka acuan kerja yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Selanjutnya hasil analisis terhadap kompetensi PLD disusun berdasarkan tingkat penguasaan kompetensi (K1) Pengetahuan, (K2) Sikap dan (K3) Keterampilan yang merujuk pada taksonomi Bloom dan Kartwohl (2001) dengan indikator kedalaman materi sebagai berikut:
Tabel Ruang Lingkup Materi sesuai Tingkat Kompetensi
K1 (Pengetahuan) K2 (Sikap) K3 (Keterampilan)
1. Mengetahuan; 1. Penerimaan 1. Meniru 2. Memahami; 2. Menanggapi 2. Memanipulasi 3. Mengaplikasikan; 3. Penilaian (valuing) 3. Pengalamiahan 4. Menganalisis; 4. Mengorganisasikan 4. Artikulasi 5. Mensintesis; 5. Karakterisasi
6. Mengevaluasi.
Secara rinci setiap pokok-pokok materi ditetapkan tingkat keluasan dan kedalamnya berupa kisi-kisi materi pelatihan yang akan memandu pelatih dalam proses pembelajarannya. Kisi-kisi materi pelatihan diuraikan sebagai berikut:
NO RUMPUN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN
KOMPETENSI JP K1 (P) K2 (K) K3 (S) Pre Test
1 Bina Suasana dan Orientasi Latihan 1. Dinamika Kelompok dan Pengorganisasia n Peserta
1.1. Perkenalan 1 2” 1.2. Pengungkapan Harapan
peserta
1 1.3. Tujuan dan Proses
Pelatihan
1
1.4. Tata Tertib Pelatihan 3 2 2 Perspektif dan
Kebijakan
2. Desa dan Visi Undang-Undang Desa
2.1. Kondisi dan Dinamika Desa
2 3” 2.2. UU Desa sebagai Cara
Pandang dan Sarana Menuju Keberdayaan Desa
1,2
3. Tata Kelola Desa 3.1. Kelembagaan dalam Tata
Kelola Desa 1 4” 3.2. Musyawarah Desa
sebagai Basis Tata Kelola dan Penggerak
NO RUMPUN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN KOMPETENSI JP K1 (P) K2 (K) K3 (S) Demokratisasi Desa
3.3. Prinsip-Prinsip Tata Kelola Desa
1 3. Penyelenggaraan
Pemerintahan danPembanguna n Desa
4. Pembangunan Desa
4.1. Sistem Pembangunan Desa
1 16” 1.2. Perencanaan
Pembangunan Desa
1,3 2 1.3. Pengelolaan Keuangan
Desa
1,2 2 5. Pengembangan
Ekonomi Desa
5.1. Arah dan Orientasi Pengembangan Ekonomi Desa
1 2” 5.2. BUM Desa sebagai
Penggerak perekonomi Desa
1 6. Penyusunan
Peraturan di Desa
6.1. Pokok-Pokok
Penyusunan Peraturan di Desa
1 2” 6.2. Strategi Fasilitasi
Penyusunan Peraturan di Desa
1 4 Pemberdayaan 7. Penguatan
Keberdayaan Masyarakat
7.1. Pemberdayaan Masyarakat Desa
2 5” 7.2. Strategi Penguatan
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa
1 7.3. Strategi Penguatan
Lembaga Kemasyarakatan Desa 1 8. Peningkatan Kapasitas Masyarakat Melalui Pelatihan
8.1. Konsep Pelatihan Masyarakat
1 4” 8.2. Keterampilan Dasar
Melatih 2 5 Pendampingan 9. Pendampingan 9.1. Konsep dan Kebijakan
Pendampingan
2 8” 9.2. Keterampilan
Pendamping
2 9.3. Kinerja Pendamping 2 10. Membangun
Tim Kerja di Desa
10.1. Kerjasama Tim di Desa 2 2” 10.3. Membangun Jejaring 2
NO RUMPUN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN
KOMPETENSI JP K1
(P) K2 (K)
K3 (S) RKTL 11.2. Menyusun RKTL 3
Post Test Evaluasi
No
. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan Metode Media JP
1. Bina Suasana dan Orientasi Pelatihan
Setelah mengikuti sesi ini, peserta memberikan respon bagi situasi yang kondusif untuk proses pelatihan
Peserta dapat: mengatasi situasi
keterasingan
mengatasi hambatan psikologis/kecanggugan saling mengenal antar
peserta dan fasilitator
1.1.Perkenalan Permainan 30”
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mengetahui harapan yang hendak dicapai selama mengikuti pelatihan
Dapat mengungkapkan kebutuhan, manfaat, dll, yang hendak diperoleh dari mengikuti pelatihan ini 1.2.Pengungkapa n Harapan Peserta Penugasan Perorangan Lembar Kerja Perorangan 15” Setelah mengikuti sesi ini, peserta memahami tujuan dan proses pelatihan ini
Dapat menjelaskan: tujuan pelatihan
alur dan kegiatan yang akan dilakukan selama mengikuti pelatihan ini
1.3.Tujuan dan Proses Pelatihan
1. Presentasi 2.Tanya jawab
Slide 15”
Setelah mengikuti sesi ini, peserta memberikan respon bagi terciptanya
Dapat:
mengenali situasi yang menggangu proses pelatihan
1.4.Tata Tertib Peatihan
No
. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan Metode Media JP
situasi yang tertib selama proses pelatihan
menyatakan hal-hal yang menjamin ketertiban selama proses pelatihan
merumuskan aturan bersama untuk ditaati 2. Desa dan Visi
Undang-Undang Desa
Setelah mengikuti sesi ini, peserta memahami kondisi dan dinamika Desa pada umumnya
Dapat menjelaskan:
penyebab ketertinggalan Desa
aspek-aspek ketertinggalan Desa
dampak dari ketertinggalan dimaksud
2.1.Kondisi dan Dinamika Desa 1. Penugasan perorangan 2. Curah pendapat
Lembar Curah Pendapat 45”
Setelah mengikuti sesi ini, peserta: mengetahui cara
pandang UU Desa
memahami amanat UU Desa untuk mengubah kondisi/keterting galan Desa
Dapat menyebutkan dan mengemukakan:
perspektif yang mendasari UU Desa
pengertian azas rekognisi dan subsidiaritas
keterkaitan azas dengan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa hakikat Desa sebagai
organisasi warga yang berpemerintahan
keleluasaan untuk mengatur dan mengurus dirinya
2.2.UU Desa sebagai Cara Pandang dan Sarana Menuju Keberdayaan Desa 1. Penugasa n peroranga n 2. Presentasi 3. Tanya jawab 4. Penugasa n Kelompok Slide
Lembar Kerja Kelompok UU No.6/2014
No
. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan Metode Media JP
sendiri
keharusan mengelola Desa secara demokratis dan inklusif
penyerahan hak Desa oleh Negara (DD, ADD)
Tri Matra Desa 3. Tata Kelola
Desa
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mengetahui
kelembagaan dalam tata kelola Desa
Dapat menyebutkan dan mengemukakan:
Pemangku Kepentingan dalam tata kelola Desa Pelaku dalam pemerintahan
Desa
kelompok pelaku strategis dalam masyarakat
hubungan antar pelaku kunci 3.1.Kelembagaan dalam Tata Kelola Desa 1. Penugasa n peroranga n 2. Penugasa n Kelompok 3. Presentasi
Lembar Kerja Kelompok Slide Presentasi
60”
Setelah mengikuti sesi ini, peserta memahami fungsi strategis Musyawarah Desa sebagai basis tata kelola dan demokratisasi Desa
Dapat menjelaskan:
hakikat Musyawarah Desa penyelenggara Musyawarah
Desa
cakupan materi yang harus dibahas dalam Musyawarah Desa
peserta Musyawarah Desa
3.2.Musyawarah Desa sebagai Basis Tata Kelola dan Penggerak Demokratisasi Desa 1. Penugasa n peroranga n 2. Penugasa n Kelompok
No
. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan Metode Media JP
kedaulatan peserta Musyawarah Desa pengambilan keputusan
dalam Musyawarah Desa Setelah mengikuti
sesi ini, peserta mengetahui prinsip-prinsip tata kelola Desa
Dapat:
menyebutkan prinsip-prinsip tata kelola (partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas)
mengemukakan pengertian prinsip-prinsip diatas menunjukkan cara
mewujudkan prinsip-prinsip diatas 3.3Prinsip-Prinsip Tata Kelola Desa 1. Penugasa n peroranga n 2. Diskusi 3. Presentasi
Lembar Diskusi
Slide Presentasi
60”
4. Pembangunan Desa
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mengetahui sistem pembangunan Desa
Dapat:
mengemukakan tujuan pembangunan Desa menyebutkan pemangku
kepentingan pembangunan Desa
mengemukakan pengertian
pendekatan “Desa Membangun”
mengemukakan kaidah pembangunan Desa (sesuai prinsip tata kelola Desa,
4.1.Sistem Pembangunan Desa 1. Penugasan perorangan 2. Curah Pendapat 3. Penugasan Kelompok 4. Presentasi
Lembar Curah Pendapat
Lembar Kerja Kelompok
Slide Presentasi
No
. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan Metode Media JP
mencakup semua aspek kehidupan berdesa, prakarsa dan keswadayaan warga, inklusif)
mengemukakan kaitan pembangunan Desa dengan keharusan mengurus dirinya sendiri
mengemukakan
pembangunan Desa sebagai perwujudan kewenangan lokal berskala Desa mengemukakan
pembangunan sebagai proses yang sistematis Setelah mengikuti
sesi ini, peserta: mengetahui pokok-pokok perencanaan pembangunan Desa memberikan respon terhadap perwujudan prinsip-prinsip Dapat:
mengemukakan pengertian perencanaan pembangunan Desa
menyebutkan jenis dokumen perencanaan pembangunan Desa
mengemukakan alur proses dan tahapan kegiatan penyusunan RPJM Desa mengemukakan alur proses
4.2.Perencanaan Pembangunan Desa 1. Penugasan perorangan 2. Diskusi 3. Penugasan Kelompok 4. Presentasi
Lembar Diskusi Lembar Penugasan
Kelompok Slide
270
No
. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan Metode Media JP
tata kelola menerapkan
pengetahuan untuk memfasilitasi perbaikan perencanaan pembangunan Desa
dan tahapan kegiatan penyusunan RKP Desa mengemukakan
pokok-pokok materi/isi RKP Desa mengemukakan alur proses
dan tahapan kegiatan penyusunan APB Desa mengemukakan struktur APB
Desa
Dapat menunjukkan cara mewujudkan prinsip-prinsip (partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas) dalam alur proses dan tahapan kegiatan
perencanaan pembangunan Desa
Dapat:
memfasilitasi keterwakilan perempuan dalam Tim Penyusun RPJM Desa memfasilitasi penyusunan
rencana kerja Tim Penyusun RPJM Desa
No
. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan Metode Media JP
data dan sketsa desa memfasilitasi kajian potensi
dan masalah desa
memfasilitasi penyusunan Rancangan RKP Desa memfasilitasi penyusunan
belanja bidang pembinaan kemasyarakatan
danpemberdayaan memfasilitasi perhitungan
alokasi Siltap dan
Operasional terkait dengan pendapatan dari swadaya Setelah mengikuti
sesi ini, peserta: mengetahui pokok-pokok pengelolaan keuangan Desa memberikan respon terhadap perwujudan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan Desa menggunakan Dapat:
mengemukakan pengertian pengelolaan keuangan Desa mengemukakan alur proses
dan tahapan kegiatan pengelolaan keuangan Desa mengemukakan ketentuan
pokok pengelolaan keuangan Desa
mengemukakan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan Desa 4.3.Pengelolaan Keuangan Desa 1. Penugasan perorangan 2. Curah Pendapat 3. Penugasan Kelompok 4. Presentasi
Lembar Kerja Perorangan
Lembar Curah Pendapat
Lembar Kerja Kelompok
Slide
360
No
. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan Metode Media JP
pengetahuanuntu k memfasilitasi perbaikan pengelolaan keuangan Desa
Dapat menunjukkan cara mewujudkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan Desa dalam tahapan kegiatan pengelolaan keuangan Desa
Dapat:
memfasilitasi penyusunan RAB/RPD
memfasilitasi pengajuan SPP memfasilitasi penyusunan
rencana kerja pelaksanaan kegiatan
memfasilitasi proses pengadaan barang dan jasa di Desa
memfasilitasi keterwakilan perempuan dalam
pembentukan pelaksana kegiatan
memfasilitasi pengerjaan buku kas umum
memfasilitasi penyusunan laporan realisasi APB Desa 5. Pengembanga
n Ekonomi
Setelah mengikuti sesi ini, peserta
Dapat:
mengidentifikasi potensi
5.1.Arah dan Orientasi
1. Penugasa n
Lembar Curah Pendapat
No
. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan Metode Media JP
Desa mengetahui arah dan orientasi
pengembangan ekonomi Desa
pengembangan ekonomi desa
menjelaskan peran Desa dalam penguasaan aset-aset strategis di Desa
menjelaskan kepemilikan kolektif atas kegiatan usaha ekonomi Desa Pengembanga n Ekonomi Desa peroranga n 2. Curah Pendapa 3. Presentasi
Slide Presentasi
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mengetahui fungsi dan peran BUM Desa sebagai penggerak perekonomi Desa
Dapat menyebutkan fungsi dan peran BUM Desa dalam
pengembangan ekonomi desa
5.2.BUM Desa sebagai Penggerak perekonomi Desa 1. Diskusi 2. Presentasi
Lembar Diskusi
Slide
45”
6. Penyusunan Peraturan di Desa
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mengetahui pokok-pokok penyusunan peraturan di Desa
Dapat:
mengungkapkan fungsi peraturan
menyebutkan jenis peraturan di Desa mengemukakan kaidah
penyusunan peraturan menyusun sistematika
peraturan 6.1.Pokok-Pokok Penyusunan Peraturan di Desa 1. Penugasa n peroranga n 2. Diskusi
3. Role Play
LembarDiskusi 60”
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mengetahui strategi
Dapat:
mencatat permasalahan terkait materi peraturan
6.2.Strategi Fasilitasi Penyusunan
No
. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan Metode Media JP
memfasilitasi penyusunan peraturan di Desa
yang disusun
menentukan narasumber yang terkait permasalahan dimaksud menyampaikan permasalahan dimaksud kepada narasumber menyediakan contoh/rujukan peraturan yang sesuai Peraturan di Desa
7. Penguatan Keberdayaan Masyarakat
Setelah mengikuti sesi ini, peserta memahami konsep pemberdayaan masyarakat
Dapatmenjelaskan:
pemberdayaan sebagai proses sosial-politik tahapan pemberdayaan
masyarakat
pemberdayaan bertumpu pada hak-hak masyarakat pemberdayaan untuk
meningkatkan posisi dan daya tawar masyarakat pemberdayaan untuk
mewujudkan kemandirian masyarakat 7.1.Pemberdayaa n Masyarakat Desa 1. Penugasa n peroranga n 2. Diskusi 3. Presentasi
Lembar Diskusi Kelompok SlidePresentasi
45”
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mengetahui strategi Dapat: mengenali kekurangan/kelemahan 7.2.Strategi Penguatan Kader 1. Diskusi 2. Role Play
No
. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan Metode Media JP
penguatan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa
KPMD
mengenali penyebab kekurangan/kelemahan dimaksud
menentukan cara untuk mengatasi
kekurangan/kelemahan dimaksud
Dapat menggunakan
teknikkomunikasi inter personal
Diskusi Kelompok Terarah
Pemberdayaa n Masyarakat Desa
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mengetahui strategi penguatan Lembaga Kemasyarakatan Desa
Dapat:
mengidentifikasi kekurangan/kelemahan Lembaga Kemasyarakatan Desa
menguraikan penyebab kekurangan/kelemahan dimaksud
merumuskan cara untuk mengatasikekurangan/kelem ahan dimaksud
Dapat menggunakan teknik
7.3.Strategi Penguatan Lembaga Kemasyarakat an Desa
1. Diskusi 2. Role Play
No
. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan Metode Media JP
Diskusi Kelompok Terarah 8. Peningkatan
Kapasitas Masyarakat Melalui Pelatihan
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mengetahui konsep pelatihan masyarakat
Dapatmengemukakan: pengertian
pelatihanmasyarakat pendekatan pelatihan
masyarakat
tujuan pelatihan masyarakat menyebutkan aspek-aspek
kompetensi 8.1 Konsep Pelatihan Masyarakat 1. Penugasa n peroranga n 2. Curah Pendapat 3. Presentasi
Lembar Curah Pendapat Slide Presentasi
45”
Setelah mengikuti sesi ini, peserta dapat menerapkan
keterampilan dasar melatih untuk memfasilitasi pelatihan
Dapat mengemukakan jenis-jenis keterampilan dasar yang harus dimiliki untuk melatih (komunikasi, mendengar, mengapresiasi, dan mengendalikan forum) Mempraktikkan teknik: bertanya mendengar mengapresiasi
mengendalikan forum
8.2.Keterampilan Dasar Melatih 1. Diskusi 2. Praktik LembarDiskusi LembarPraktik 135 ”
9. Pendampingan Setelah mengikuti sesi ini, peserta memahami konsep pendampingan
Dapat menjelaskan:
pengertian pendampingan tujuan pendampingan misi pendampingan
No
. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan Metode Media JP
masyarakat tanggungjawab dan tugas pendamping
klasifikasi dan jenis pendamping posisi PLD
2. Diskusi Kelompok
Setelah mengikuti sesi ini, peserta menerapkan keterampilan fasilitasi dalam pelaksanaan kegiatan pendampingan Dapat mempraktikkan:
teknik mengelola dinamika kelompok
teknik membangun kesadaran kritis
teknik merumuskan gagasan bersama
9.2.Keterampilan Pendamping
Praktik 225
”
Setelah mengikuti sesi ini, peserta memahami evaluasi kinerja PLD
Dapat menjelaskan: pengertian kinerja
ketentuan evaluasi kinerja mekanisme evaluasi kinerja aspek-aspek yang dievaluasi tindak lanjut hasil evaluasi
kinerja 9.3.Kinerja Pendamping 1. Diskusi 2. Presentasi LembarDiskusi Slide 90”
10. Membangun Tim Kerja di Desa
Setelah mengikuti sesi ini, peserta memahami peta pemangku
kepentingan di Desa
Dapat menjelasan: pelaku kunci di Desa fungsi dan peran para
pelaku
hubungan/relasi antar pelaku
10.1.Kerjasama Tim di Desa
1. Penugasa n
peroranga n
2. Diskusi
No
. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan Metode Media JP
Setelah mengikuti sesi ini, peserta memahami kerjasama dan jejaring pelaku
Dapat menjelaskan:
kondisi yang mendukung terjalin kerjasama
manfaat melakukan kerjasama
bentuk jejaring pelaku di Desa
pola kerja jaringan pelaku di Desa
10.2.Membangun Jejaring
Diskusi 15”
Setelah mengikuti sesi ini, peserta memahami strategi membangun jejaring Dapat: menentukan masalah/kebutuhan yang dihadapi
menentukan pihak-pihak yang terkait secara langsung mendorong para pihak
mencapai kesepakatan untuk tindak lanjut terkait
masalah/kebutuhan yang dihadapi
Simulasi 45”
11. Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL)
Setelah mengikuti sesi ini, peserta memahami rencana kerja tindak lanjut
Dapat menjelaskan: fungsi RKTL
kaidah penyusunan RKTL aspek-aspek pokok dalam
RKTL
11.1. Pokok-Pokok RKTL
No
. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan Metode Media JP
Setelah mengikuti sesi ini, peserta menggunakan pengetahuan untuk menyusun RKTL
Dapat menyusun RKTL 11.2.Menyusun RKTL
Penugasan Perorangan
Lembar Kerja Perorangan
60”
Evaluasi Setelah mengikuti sesi ini, peserta mengetahui efektivitas pelaksanaan pelatihan
Dapat menilai:
1. kesesuaian modul pelatihan kapasitas Pelatih
2. efektivitas kerja Penyelenggara
1. Evaluasi Modul 2. Evaluasi
Pelatih 3. Evaluasi
Reaksi
Penugasan Perorangan
Dalam rangka memetakan berbagai perubahan mendasar sebelum dan sesudah pelatihan, maka dikembangkan berbagai bentuk evaluasi. Bentuk evaluasi merupakan opsional yang dapat dikembangkan oleh penyelenggara pelatihan, tim fasilitator, pelatihan dan pihak ketiga. Adapun bentuk yang dikembangkan adalah:
- Pre dan Post test
Merupakan evaluasi tertulis untuk melihat sejauhmana peningkatan pengetahuan peserta sebelum dan setelah pelatihan.
- Evaluasi pencapaian setiap sesi materi
Evaluasi ini dilakukan dengan metode yang sudah disusun dalam modul setiap SPB. Evaluasi ini untuk melihat sejuhmana indikator keberhasilan dalam setiap SPB dapat tercapai di setiap akhir sesi atau SPB.
- Refleksi harian
Evaluasi ini bertujuan untuk mendapatkan umpan balik harian baik dari sisi metodologi maupun dukungan penyelenggaraan dalam 1 hari, sehingga dapat dijadikan dasar dalam perbaikan hari selanjutnya. Hasil refleksi dan umpan balik harian ini akan sangat membantu bagaimana pelatihan dari ke hari akan lebih baik, dari sisi proses dan outputnya.
- Evaluasi penyelenggaraan akhir pelatihan
Pada hari terakhir pelatihan, dikembangkan proses umpan balik dan evaluasi oleh peserta. Evaluasi ini bertujuan untuk mengajak peserta menilai sejauhmana pelatihan baik dari sisi metodologi proses, dukungan logistik, partisipasi peserta, dan lain-lain, mampu meningkatkan kapasitas peserta. Evaluasi ini dapat dikembangkan dengan alat partisipatif terbuka, maupun tertutup dengan mengembangkan sejumlah daftar pertanyaan yang relevan.
- Evaluasi independen manajemen pelatihan secara keseluruhan
BAB
II
Panduan Membaca Modul
Modul Pelatihan bagi Pendamping Lokal Desa (PLD) ini merupakan bahan pelatihan yang akan dijadikan sebagai bahan pembekalan sekaligus panduan bagi Tenaga Ahli Kabupaten dan Pendamping Desa dalam mendorong implementasi UU Desa melalui pelatihan yang akan mereka sampaikan kepada Pendamping Lokal Desa. Diharapkan nantinya, melalui Modul Pelatihan ini, PLD memiliki persepsi yang benar mengenai UU Desa serta terbangun komitmennya untuk terlibat dalam proses mendorong Desa dalam proses pembangunan.
Modul ini dimaksudkan untuk memandu pelatih dalam memfasilitasi proses pelatihan di tingkat kecamatan. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan kondisi di lapangan, bahwa masih banyak masyarakat yang belum memahami secara baik dan benar substansi UU Desa berikut proses implementasinya. Dari hasil analisis kebutuhan pelatihan menunjukkan bahwa kondisi pendamping desa menunjukkan tingkat pemahaman yang berbeda tentang implementasi Undang-Undang Desa sesuai dengan latar belakang, karakteristik wilayah, dan kondisi sosial yang ada.
Pengalaman menjalani proses pembangunan yang sentralistik semasa era Orde Baru
(Government Driven Development) yang kemudian berubah menjadi pembangunan
partisipatif yang mengedepankan masyarakat sebagai pelaku (Community Driven Development) ternyata masih memiliki kelemahan di mana penguatan di masyarakat tidak diiringi penguatan kepada pemerintah desanya. Padahal, sesuai dengan amanat UU Desa, Desa merupakan subyek pembangunan, persis pada kondisi ini Desa sebagai keseluruhan mencakup pemerintahan desanya serta masyarakat desa, seluruhnya. Desa pada akhirnya merupakan perpaduan antara Local Self Government (LSG) serta Self Governing Community (SGC) sekaligus.
Desa sebagai masyarakat yang berpemerintahan (LSG) menentukan pemerintahannya sendiri (SGC), membutuhkan pendekatan yang holistik dan integral. Perpaduan konsep antara LSG dan SGC membutuhkan pemahaman yang jernih bagi setiap pelaku pemberdayaan, terutama sekali bagi siapa pun yang berkomitmen dengan desa. Untuk itulah Modul ini dibuat.
Maksud dan Tujuan
Modul pelatihan ini dimaksudkan untuk :
1. Menyamakan persepsi dan konsep pendampingan desa berbasis pedekatan Desa sebagai Subyek (Village Driven Development- VDD) seperti diamanatkan dalam UU Desa;
2. Mempersiapkan calon Pendamping Desa untuk bisa memfasilitasi proses pelatihan tenaga Pendamping Lokal Desa yang memiliki komitmen dalam rangka mendorong Desa untuk secara optimal mampu mengimplementasikan proses pembangunan dengan semangat UU Desa;
semangat untuk mendukung Desa melalui implementasi UU Desa.
Bagaimana Modul Pelatihan ini Disusun?
Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mendorong disusunnya Modul Pelatihan bagi Pendamping Lokal Desa melalui :
a) Kajian Kebutuan : melalui evaluasi atas hasil pelatihan tahun sebelumya dan realitas kebutuhan di lapangan atas dinamika yang terjadi dalam implementasi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
b) Penyusunan Draft Modul : Draft Modul Pelatihan Pendamping Lokasl Desa disusun oleh Tim yang terdiri dari Tim Penyusun Modul dari Seknas P3MD, KNPKMD, KNPP, KNPPD serta didukung oleh Tim dari World Bank. Dilengkapidengan Bahan Bacaan dan bahan tayang secara terpisah.
c) Workshop Penyelesaian Penulisan Modul, Kurikulum dan Bahan Bacaan Pelatihan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Tahun Anggaran 2016 : Workshop ini sebagai bagian penting untuk membedah Draft Modul I hingga menjadi Modul siap pakai di lapangan;
Modul ini telah mengalami berbagai penyesuaian melalui proses penelaahan, konsultasi dan masukan dari berbagai pihak terutama dari pelatih senior dan pendamping desa yang ada di lapangan. Oleh karena itu modul pelatihan ini dapat diibaratkan sebagai buku berjalan yang memberikan peluang bagi pembaca atau pengguna dalam memberikan warna dan penyesuaian sesuai dengan kaidah pembelajaran dan kebutuhan.
Sistematika dan Isi Modul
Modul pelatihan ini dirancang menggunakan standar format yang menyertakan pokok-pokok materi, panduan pelatih, lembar kerja dan lembar tayang (presentasi atau beberan atau bahan paparan) yang bermanfaat bagi calon pelatih yang akan menyampaikan materi pelatihan. Modul pelatihan dikemas dalam bentuk panduan bagi pelatih agar mudah digunakan dan memungkinkan dan penyesuaian dengan kondisi lingkungan belajar peserta.
Modul pelatihan ini terdiri dari 11 Pokok Bahasan utama dan 29 Sub Ppokok Bahasan yang membahas kerangka isi, proses belajar, media dan penilaian terkait bagaimana visi UU Desa serta upaya-upaya implementasinya. Secara rinci struktur materi modul pelatihan ini dijelaskan sebagai berikut:
Pokok Bahasan
Sub Pokok Bahasan
1. Bina Suasana dan Orientasi Latihan
1.1. Perkenalan
1.2. Pengungkapan Harapan Peserta 1.3. Tujuan dan Proses latihan 1.4. Tata Tertib Latihan
Pokok Bahasan
Sub Pokok Bahasan
Undang Desa 2.2. UU Desa sebagai Cara Pandang dan Sarana Menuju Keberdayaan Desa
3. Tata Kelola Desa 3.1.Kelembagaan dalam Tata Kelola Desa
3.2. Musyawarah Desa sebagai Basis Tata Kelola dan Penggerak Demokratisasi Desa
3.3. Prinsip-Prinsip Tata Kelola Desa 4. Pembangunan Desa 4.1. Sistem Pembangunan Desa
4.2.Perencanaan Pembangunan Desa 4.3. Pengelolaan Keuangan Desa 5. Pengembangan Ekonomi
Desa
5.1. Arah dan Orientasi Pengembangan Ekonomi Desa 5.2. BUM Desa sebagai Penggerak perekonomi Desa 6. Penyusunan Peraturan di
Desa
6.1. Pokok-Pokok Penyusunan Peraturan di Desa 6.2. Strategi Fasilitasi Penyusunan Peraturan di Desa 7. Penguatan Keberdayaan
Masyarakat
7.1. Pemberdayaan Masyarakat Desa
7.2. Strategi Penguatan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa
7.3. Strategi Penguatan Lembaga Kemasyarakat-an Desa
8. Peningkatan Kapasitas Masyarakat Melalui Pelatihan
8.1. Konsep Pelatihan Masyarakat 8.2. Keterampilan Dasar Melatih
9. Pendampingan 9.1. Konsep dan Kebijakan Pendampingan 9.2. Keterampilan Pendamping
9.3. Kinerja Pendamping 10. Membangun Tim Kerja di
Desa
10.1. Kerjasama Tim di Desa 10.3. membangun Jejaring 11. Rencana Kerja Tindak
Lanjut (RKTL)
11.1. Rangkuman Hasil Pelatihan
11.2. Evaluasi Penyelenggaraan Pelatihan 11.3. Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL)
Catatan
1. Modul Pelatihan Bukan Buku Ajar
tersendiri, melainkan harus dilengkapi dengan Bahan Bacaan yang disediakanserta bacaan dan pengalaman lain yang mendukung.
2. Kaidah Belajar Orang Dewasa
Modul pelatihan ini disusun berdasarkan kaidah-kaidah pendidikan orang dewasa, pelatih hendaknyatidak menggurui, melainkan sebagai fasilitator menjadi pengarah atau pengolah proses belajardan mengakumulasikan secara partisipatif-kreatif dari pengalaman yang telah dimiliki peserta. Sebagaisuatu pengalaman, modul ini
diperlakukan layaknya sebagai panduan bukan ―kitab suci‖ yangtidak boleh dirubah.Sebagian bahasan dalam modul pelatihan merupakan refleksi pengalaman para pemangku kepentinganyang terlibat dalam pendampingan desa. Penjelasan lebih diarahkan sebagai petunjuk praktisdan teknis bagi pelatih yang akan menggunakannya untuk keperluan pelatihan. Manfaat yang diharapkandari modul ini, jika dipakai sebagai alat untuk menggali pengalaman dan merefleksikannyadalam kehidupan nyata dalam berdesa.
3. Kreativitas dan Kondisi Lokal
Kreativitas pelatih/ fasilitator sangat menentukan dalam proses pengayaan serta kualitas pelatihanyang dilaksanakan. Modul pelatihan ini lebih efektif, jika digunakan sepanjang tidak menyalahi aturanatau prinsip-prinsip dasar pendidikan partisipatoris. Oleh karenanya, pelatih dapat :
a) Mengembangkan metodologi serta penggunaan media yang lebih bervariasi. Namundemikian, tujuan dari Modul ini harus tetap menjadi acuan dasar pelatihan.
b) Menggunakan media sekreatif mungkin;
c) Sebanyak mungkin mengangkat persoalan-persoalan atau issue-isuue yang terjadi dilokasi pelatihan;
d) Menggunakan pengalaman peserta sebagai picu pengayaan dan pendalaman materiOleh karena itu, mendalami dan memahami alur modul dari setiap pokok bahasan menjadi syaratmutlak untuk lebih leluasa dalam pelatihan. Jangan membatasi diri, kembangkan dan perkaya prosessecara kreatif serta memadukan dengan pengalaman peserta.
4. Cara Menggunakan Modul
pengayaan,pelatih dengan mudah dapat mengguna-kan variasi lain tanpa keluar dari kerangka pokokdari modul pelatihan ini.
BAB
III
Pokok Bahasan
1
Pokok Bahasan
2
PB
2
Bahan Bacaan
Desa dan Visi UU Desa
BB 2.2.2
KERANGKA PIKIR UUDESA
A. Gambaran Umum
Perspektif dimaknai sebagai sikap dan keyakinan terhadap acuan dasar berpikir yang kemudian membentuk cara pandang seseorang dalam memahami sebuah isu. Perspektif itu kemudian menuntun dan mengarahkan tindakan. Dengan demikian, ketepatan tindakan, khususnya dalam konteks pemandirian Desa, pemberdayaan masyarakat, ditentukan oleh ketepatan perspektif berpikir para pelakunya.
Perspektif tentang (misalnya) kemiskinan yang dianut seseorang, jelas akan menunjukkan sikap dan arah tindakan yang bersangkutan dalam upaya memberdayakan masyarakat. Penganut perspektif Ekonomis akan melihat kemiskinan sebagai persoalan modal, teknologi produksi, pasar….‟ Seorang Pemberdaya kemudian menuntun masyarakat pada berbagai kegiatan untuk mengakses - meningkatkan modal, keterampilan, bantuan mesin pengolah, dst. Sedangkan penganut perspektif Hak, meyakini kemiskinan terjadi karena tidak terpenuhinya hak masyarakat untuk hidup secara layak. Perspektif itu kemudian menuntun pelaku memasuki wilayah
„pemenuhuan kewajiban pemerintah‟ hal itu mengantarkan pada persoalan/isu tentang
tugas Negara, dan hubungan antara Negara dengan warga negaranya.
B. Perspektif UU No. 6 Tahun 2014
Bagaimana mengetahui atau memahami kerangka pikir yang mendasari konstruksi Undang-Undang Desa? kerangka pikir itu tentu tidak dinyatakan secara naratif atau langsung dapat terbaca dari pasal-demi pasal yang tertera dalam Undang-Undang Desa, tetapi akan terbaca apabila si pembaca memiliki wawasan/informasi yang
Terdapat empat cara pandang terhadap keberadaan desa, sebagimana dipaparkan di bawah ini:
Cara pandang 1: memandang desa hanya sebagai wilayah administratif, yang kemudian melahirkan desa birokratis, dengan cirikhas: pemerintah desa lemah dan masyarakat juga lemah. Cara pandang ini terjadi juga dalam praktik, terbukti banyak desa di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, yang tidak memiliki pemerintahan desa yang kuat dan masyarakat yang kuat. Desa semacam ini tidak menghadirkan kepala
desa sebagai pemimpin lokal yang kuat, kecuali hanya sebagai pesuruh atau “mandor”
yang meenjalankan tugas-tugas administratif dari atas. Desa tidak memberikan manfaat kepada warga secara hakiki, kecuali hanya memberikan pelayanan administratif. Demikian juga dengan kondisi masyarakat yang tidak memiliki inisiatif dan swadaya yang kuat, kecuali hanya tergantung pada bantuan dari pemerintah. Cara pandang 2: memandang desa sebagai kepanjangan tangan negara, atau disebut sebagai desa korporatis. Desa semacam ini menampilkan pemerintah desa, khususnya kepala desa, yang kuat dalam melayani warga dan mengontrol masyarakat, sebagaimana diterapkan oleh Orde Baru dengan UU No. 5/1979. Masyarakat sipil tidak tumbuh di desa, sehingga melahirkan kepala desa yang dominatif dan otokratis tanpa kontrol dari masyarakat.
Bagan: Tipologi cara pandang terhadap desa
kuat, juga tidak perlu didukung dengan demokrasi perwakilan melalui Badan Perwakilan Desa (BPD). Masyarakat, termasuk individu anggota masyarakat, menjadi titik central perhatian cara pandang ini. Artinya setiap individu harus kuat, sadar akan hak-haknya, dan kemudian membangun modal sosial (social capital) serta melakukan aksi kolektif dalam wadah masyarakat untuk mencapai kehendak dan tujuan kolektif itu. Cara pandang 4: memandang desa bukan sekadar kampung halaman, perkumpulan komunitas, pemukiman penduduk atau wilayah administratif, tetapi sebagai entitas
seperti “Negara kecil”. Konsep “Negara Kecil” sengaja kami beri “tanda petik” karena
kami posisikan sebagai sebuah metafora yang bisa memudahkan pemahaman.
Metafora ini tentu serupa dengan Liefrinck van der Tuuk (1886-1887) yang membuat
metafora desa sebagai “republik kecil”, setelah dia melakukan penelitian di Buleleng
Bali Utara. Negara kecil bukanlah negara dalam negara, melainkan sebagai organisasi lokal yang memiliki wilayah, kekuasaan, rakyat, sumberdaya (agraria, hutan, sungai, dan sebagainya), livelihood, maupun budaya dan institusi (identitas, norma, nilai, aturan, lembaga, aktor, dll). Desa sebagai negara kecil memiliki pemerintahan yang kuat sekaligus masyarakat yang kuat. Sebagai negara kecil, desa mempunyai beberapa makna penting:
1. Sebagai negara kecil desa berfungsi sebagai basis sosial, basis politik, basis pemerintahan, basis ekonomi, basis budaya dan basis keamanan. Basis ini merupakan fondasi. Jika fondasi negara kecil ini kuat maka bangunan besar atau negara besar yang bernama NKRI akan menjadi lebih kokoh. Sebagai basis sosial, desa merupakan tempat menyemai dan merawat modal sosial (kohesi sosial, jembatan sosial, solidaritas sosial dan jaringan sosial) sehingga desa mampu bertenaga secara sosial. Sebagai basis politik, desa menyediakan arena kontestasi politik bagi kepemimpinan lokal, sekaligus arena representasi dan partisipasi warga dalam pemerintahan dan pembangunan desa. Dengan kalimat lain, desa menjadi arena bagi demokratisasi lokal yang paling kecil dan paling dekat dengan warga.Sebagai basis pemerintahan, desa memiliki organisasi dan tatapemerintahan yang mengelola kebijakan, perencanaan, keuangan dan layanan dasar yang bermanfaat untuk warga. Sebagai basis ekonomi, desa sebenarnya mempunyai aset-aset ekonomi (hutan, kebun, sawah, tambang, sungai, pasar, lumbung, perikanan darat, kerajinan, wisata, dan sebagainya), yang bermanfaat untuk sumber-sumber penghidupan bagi warga. Sudah banyak contoh yang memberi bukti-bukti tentang identitas ekonomi yang memberikan penghidupan bagi warga: desa cengkeh, desa kopi, desa vanili, desa keramik, desa genting, desa wisata, desa ikan, desa kakao, desa mau, desa garam, dan lain-lain.
3. Desa memiliki property right atau mempunyai aset dan akses terhadap sumberdaya lokal yang dimanfaatkan secara kolektif untuk kemakmuran bersama.
4. Desa mempunyai pemerintah desa yang kuat dan mampu menjadi penggerak potensi lokal dan memberikan perlindungan secara langsung terhadap warga, termasuk kaum marginal dan perempuan yang lemah.
5. Pemerintahan desa yang kuat bukan dimengerti dalam bentuk pemerintah dan kapala desa yang otokratis (misalnya dengan masa jabatan yang terlalu lama), tetapi lebih dalam bentuk pemerintahan desa yang mempunyai kewenangan dan anggaran memadai, sekaligus mempunyai tatapemerintahan demokratis yang dikontrol (check and balances) oleh institusi lokal seperti Badan Perwakilan Desa dan masyarakat setempat.
6. Desa tidak hanya memiliki lembaga kemasyarakatan korporatis (bentukan negara), tetapi juga memiliki organisasi masyarakat sipil.
7. Desa bermartabat secara budaya, yang memiliki identitas atau sistem social budaya yang kuat, atau memiliki kearifan lokal yang kuat untuk mengelola masyarakat dan sumberdaya lokal.
Pesan pokok Desa dalam UU No. 6 Tahun 2014, diletakkan dalam perspektif paduan antara konsep self governing community dengan Negara kecil (Local Self Government), dengan menekankan keberadaan Desa sebagai organisasi masyarakat yang berpemerintahan, yaitu mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Mengatur ditunjukkan dengan hak dan kewenangan Desa membuat produk hukum (Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, dan Peraturan Kepala Desa). Mengurus ditunjukkan dengan hak dan kewenangan Desa untuk menyelenggarakan segala urusan yang menjadi kewenangan lokal desa, yang dijabarkan pelaksanaannya dalam empat bidang (penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan pembinaan kemasyarakatan).
Dengan demikian, Desa menjadi paduan antara entitas masyarakat dan pemerintah. Hal ini berbeda dengan praksis sebelumnya, baik dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan maupun pembangunan (misalnya melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan) yang cenderung melihat dan memilah masyarakat dengan pemerintah sebagai dua entitas yang berbeda.
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa juga merubah secara mendasar perspektif dan pola hubungan antara Desa dengan Negara. Desa sebagai sebuah entitas diakui keberadaan dan haknya, sebagaimana ditegaskan dalam azas Pengakuan/Rekognisi dan Subsidiaritas, dan Desa memiliki hubungan langsung dengan Negara, sebagaimana diwujudkan melalui Dana Desa.
C. Kebijakan Baru tentang Desa
Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang selanjutnya, menjadi sebuah titik awal harapan desa untuk bisa menentukan posisi, peran dan kewenangan atas dirinya. Harapan supaya desa bisa bertenaga secara sosial dan berdaulat secara politik sebagai fondasi demokrasi desa, serta berdaya secara ekonomi dan bermartabat secara budaya sebagai wajah kemandirian desa dan pembangunan desa. Harapan tersebut semakin menggairah ketika muncul kombinasi antara azas rekognisi dan subsidiaritas sebagai azas utama yang menjadi jiwa dari undang-undang ini.
Undang-Undang Desa yang didukung PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan PP No. 60 tentang, Dana Desa yang Bersumber dari APBN, telah memberikan pondasi dasar terkait dengan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, terdapat 6 (enam) kebijakan pokok yang mengatur tentang desa, yaitu:
1) Penambahan kewenangan desa yakni urusan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa.
2) Kepastian sumber keuangan desa, yakni: alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima oleh kabupaten/kota paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
3) Memperkuat makna demokrasi desa berdasarkan nilai musyawarah untuk mufakat dalam penetapan kebijakan desa, yakni merubah nomenklatur “Badan Perwakilan
Desa” menjadi “Badan Permusyawaratan Desa”.
4) Memperkuat kedudukan Kepala Desa sebagai Kepala Pemerintahan Desa agar tercipta kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan desa, yakni: (a) melarang Kepala Desa menjadi pengurus partai politik, (b) memastikan kedudukan keuangan kepala desa, dan (c) Kepala Desa bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota. 5) Dalam rangka meningkatkan kinerja penyelenggaraan administrasi pemerintahan
desa, Kepala Desa dibantu oleh Sekretariat Desa yang dipimpin Sekretaris Desa. 6) Pembentukan Desa merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang
sudah ada dilakukan melalui Desa Persiapan.
D. Kewenangan Desa
lokal berskala desa; kewenangan yang ditugaskan oeh Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; (d) kewenangan lainnya yang ditugaskanoleh pemerintah, pemerintah daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Pasal 19 dan 103 Undang-Undang Desa disebutkan, Desa dan Desa Adat
mempunyai empat kewenangan, meliputi:
1) Kewenangan berdasarkan hak asal usul. Hal ini bebeda dengan perundang-undangan sebelumnya yang menyebutkan bahwa urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
2) Kewenangan lokal berskala Desa dimana desa mempunyai kewenangan penuh untuk mengatur dan mengurus desanya. Berbeda dengan perundang-undangan sebelumnya yang menyebutkan, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
3) Kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota;
4) Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewenangan Desa berdasarkan hak asal-usul paling sedikit terdiri atas:
1) Sistem organisasi masyarakat desa; 2) Pembinaan kelembagaan masyarakat; 3) Pembinaan tanah kas Desa; dan
4) Pengembangan peran masyarakat desa.
Kewenangan lokal berskala desa paling sedikit terdiri atas:
1) Pengelolaan tambatan perahu; 2) Pengelolaan pasar desa;
3) Pengelolaan tempat pemandian umum; 4) Pengelolaan jaringan irigasi;
5) Pengelolaan lingkungan pemukiman masyarakat desa;
6) Pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu; 7) Pengembangan dan pembiayaan sanggar seni dan belajar;
8) Pengelolaan perpustakaan desa dan taman bacaan; 9) Pengelolaan embung desa;
10) Pengelolaan air minum berskala desa; dan
Pelaksanaan kewenangan lokal berkonsekwensi terhadap masuknya program pemerintah ke ranah desa. Pasal 20 Undang-Undang Desa menegaskan, bahwa pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf [a] dan [b] Undang-Undang Desa)
diatur dan diurus oleh Desa. Pasal ini terkait dengan Pasal 81 ayat (4 dan 5):
“Pembangunan lokal berskala Desa dilaksanakan sendiri oleh Desa” dan “Pelaksanaan
program sektoral yang masuk ke Desa diinformasikan kepada Pemerintah Desa untuk
diintegrasikan dengan Pembangunan Desa”.
Selain kewenangan di atas, menteri dapat mentapkan jenis kewenagan desa lain sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan lokal.
Penyerahan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa akan berimplikasi sebagai berikut:
(1) Kewenangan memutuskan ada pada tingkat desa, sehingga terjadi: 1) pergeseran kewenangan dari pemerintahan kabupaten/kota kepada Pemerintahan Desa, 2) peningkatan volume perumusan peraturan perundang-undangan di desa berupa Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, dan Keputusan Kepala Desa.
(2) Adanya pembiayaan yang diberikan Kabupaten/Kota kepada Desa dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan tersebut, sehingga terjadi: 1) pergeseran anggaran dari pos perangkat daerah kepada pos pemerintahan desa, dan 2) adanya program pembangunan yang bisa mengatasi kebutuhan masyarakat Desa dalam skala desa.
(3) Adanya prakarsa dan inisiatif pemerintahan desa dalam mengembangkan aspek budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup di wilayahnya sesuai ruang lingkup kewenangan yang diserahkan.
(4) Adanya prakarsa dan kewenangan memutuskan oleh Pemerintah Desa sesuai kebutuhan masyarakat Desa, sehingga keterlibatan seluruh pemangku kepentingan (Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Kemasyarakatan, dan Masyarakat Desa) dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawsan pembangunan semakin lebih maksimal.
PB
2
Bahan Bacaan
Desa dan Visi UU Desa
BB 2.2.3
MATRA PEMBANGUNAN DESA
Upaya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa hendak dikuatkan dengan menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi halangan utama bagi kemajuan dan kemandirian Desa. Di sisi lain, upaya tersebut juga diharapkan mampu dikembangkan sebagai daya lenting bagi peningkatan kesejahteraan kehidupan Desa. Teknokratisme Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdiri di atas tiga matra.
Pertama, Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa). Matra ini diarahkan untuk mengarusutamakan penguatan kapabilitas manusia sebagai inti pembangunan desa sehingga mereka menjadi subyekberdaulat atas pilihan-pilihan yang diambil. Kedua, Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa). Matra ini mendorong muncul dan berkembangnya geliat ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai pemilik dan partisipan gerakan ekonomi di desa. Ketiga, Lingkar Budaya Desa (Karya Desa).
Matra ini mempromosikan pembangunan yang meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain.
1) Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa)
kehidupan manusia warga Desa yang menjangkau aspek nilai dan moral, serta pengetahuan lokal Desa. Penguatan kapabilitas dilakukan dalam rangka peningkatan stok pengetahuan masyarakat desa, baik melalui pendidikan formal di sekolah maupun pendidikan diluar sekolah (non formal). Melalui penciptaan komunitas belajar dan balai-balai rakyat sebagai media pencerahan dengan basis karakteristik sosial dan budaya setempat. Tidak hanya sekedar menambah pengetahuan dan keterampilan, peningkatan kapabilitas masyarakat desa merupakan modal penting dari tegaknya harkat dan martabat masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk mengontrol jalannya kegiatan ekonomi dan politik.
2) Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa).
Matra kedua dari pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ini merupakan suatu ikhtiar untuk mengoptimalisasikan sumberdaya di desa dalam rangka mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa. Konsep Lumbung Ekonomi Desa merupakan pengejawantahan amanat konstitusi sebagaimana yang tertuang dalam pasal 33 UUD 1945. Yaitu amanat untuk melakukan pengorganisasian kegiatan ekonomi berdasar atas asas kekeluargaan, penguasaan negara atas cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta penggunaan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Lumbung Ekonomi Desa diarahkan untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan untuk mewujudkan kedaulatan pangan, ketahanan energi dan kemandirian ekonomi desa. Sebagai basis kegiatan pertanian dan perikanan, desa diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pangan di wilayahnya sendiri dan di wilayah lain, tanpa melupakan penumbuhan aktivitas ekonomi produktif di sektor hilir. Optimalisasi sumberdaya desa juga mesti tercermin dalam kesanggupan desa memenuhi kebutuhan energi yang juga merupakan kebutuhan pokok masyarakat desa. Kemandirian ekonomi desa tercermin dari berjalannya aktivitas ekonomi yang dinamis dan menghasilkan penciptaan lapangan kerja secara berkelanjutan di perdesaan. Termasuk mendorong kemampuan masyarakat desa mengorganisir sumber daya finansial di desa melalui sistem bagi hasil guna mendukung berlangsungnya kegiatan ekonomi yang berkeadilan.
secara nilai dan moral, serta memiliki modal sosial yang kuat, serta mampu mengembangkan kreasi dan daya untuk menjangkau modal, jaringan dan informasi. Pokok soal yang utama adalah membekali masyarakat dengan aset produktif yang memadai sehingga akses terhadap sumber daya ekonomi menjadi lebih besar. Sumber daya ekonomi harus sedapat mungkin ditahan di desa dan hanya keluar melalui proses penciptaan nilai tambah. Di sinilah letak pentingnya intervensi inovasi dan adopsi teknologi serta dukungan sarana dan prasarana agar proses penciptaan nilai tambah dari kegiatan ekonomi di desa berjalan secara baik. Paradigma lama yang menempatkan desa sebagai pusat eksploitasi sumberdaya alam dan tenaga tenaga kerja tidak terampil (unskill labour) telah menyebabkan terus meluasnya persoalan bangsa, mulai dari: tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, tersingkirnya pengetahuan dan kearifan lokal warga, terabaikannya peran strategis perempuan, rendahnya daya saing, hingga meluasnya kerusakan lingkungan. Desa harus menjadi sentra inovasi, baik secara sosial, ekonomi, dan teknologi. Inovasi secara sosial dimaksudkan untuk meningkatkan soliditas dan solidaritas antarwarga dengan memegang kuat nilai-nilai dan budaya luhur di masing-masing desa. Inovasi secara sosial ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan daya-lenting warga (resilience)
dalam menghadapi berbagai tantangan di depan. Inovasi secara ekonomi dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas warga untuk menggeser model ekonomi eksploitatif ke arah ekonomi inovatif yang alat ukur keberhasilannya diantaranya: terbukanya lapangan pekerjaan di desa, meningkatnya nilai tambah produk, serta berkurang tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan. Sedang inovasi secara teknologi adalah sebuah kesadaran untuk mengembangkan teknologi tepat guna berbasis sumberdaya alam lokal, teknologi lokal, dan sumberdaya manusia lokal.
3) Lingkar Budaya Desa (Karya Desa)
Pokok Bahasan
3
PB
3
Bahan Bacaan
Tata Kelola Desa
Bahan Bacaan 1
MUSYAWARAH DESA
PENGERTIAN MUSYAWARAH DESA
Istilah musyawarah berasal dari kata syawara yaitu berasal dari Bahasa Arab yang berarti berunding, urun rembuk atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Istilah lain dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern tentang musyawarah dikenal dengan sebutan “syuro”, “rembug desa”, “kerapatan nagari” bahkan “demokrasi”. Kata Musyawarah menurut bahasa berarti "berunding" dan "berembuk". Pengertian musyarawarah menurut istilah adalah perundingan bersama antara dua orang atau lebih untuk mendapatkan keputusan yang terbaik. Musyawarah adalah pengambilan keputusan bersama yang telah disepakati dalam memecah