• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Pembangunan Desa Berperspektif Inklusi. edit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Pembangunan Desa Berperspektif Inklusi. edit"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

H

0

BAHAN BACAAN

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

DIREKTORAT JENDERAL

PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

TAHUN 2015

(2)

MODUL PELATIHAN

PENDAMPING LOKAL DESA

BAHAN BACAAN

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

DIREKTORAT JENDERAL

PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

(3)

PENJELASAN UMUM

1. Desa : adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Kewenangan Desa : adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa.

3. Pemerintahan Desa : adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4. Pemerintah Desa : adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

5. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain : adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.

6. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain : adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.

7. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau yang disebut dengan nama lain : adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.

8. Peraturan Desa : adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa

9. Pembangunan Desa : adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

10. Perencanaan pembangunan desa : adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa.

(4)

12. Pemberdayaan Masyarakat Desa : adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.

13. Pengkajian Keadaan Desa : adalah proses penggalian dan pengumpulan data mengenai keadaan obyektif masyarakat, masalah, potensi, dan berbagai informasi terkait yang menggambarkan secara jelas dan lengkap kondisi serta dinamika masyarakat Desa.

14. Data Desa : adalah gambaran menyeluruh mengenai potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber dana, kelembagaan, sarana prasarana fisik dan sosial, kearifan lokal, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta permasalahan yang dihadapi desa.

15. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, selanjutnya disingkat RPJM Desa, : adalah Rencana Kegiatan Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun.

16. Rencana Kerja Pemerintah Desa, selanjutnya disingkat RKP Desa : adalah penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

17. Daftar Usulan RKP Desa : adalah penjabaran RPJM Desa yang menjadi bagian dari RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang akan diusulkan Pemerintah Desa kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui mekanisme perencanaan pembangunan Daerah.

18. Keuangan Desa : adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.

19. Aset Desa : adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang syah.

20. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa : adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.

21. Dana Desa adalah : dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

22. Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD : adalah dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.

23. Lembaga Kemasyarakatan desa atau disebut dengan nama lain : adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat,

24. Lembaga adat Desa adalah : merupakan lembaga yang menyelenggarakan fungsi adat istiadat dan menjadi bagian dari susunan asli Desa yang tumbuh dan berkembang atas prakarsa masyarakat Desa.

(5)

26. Pemerintahan Daerah : adalah Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

27. Penyandang cacat, adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari

a. penyandang cacat fisik;

b. penyandang cacat mental; dan

c. penyandangcacat fisik dan mental

28. Inklusi, adalah sebuah pendekatan untuk membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka; mengajak masuk dan mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang, karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya.

(6)

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DALAM PERSPEKTIF INKLUSI

_____________________________________________________________________________________________

ujuan Pembangunan Desa sebagaimana dituangkan didalam UU Desa adalah meningkatkan kesejahteraan hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan yang dilaksanakan dengan mengedepankan semangat kebersamaan, kekeluargaan dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial. Didalam pasal 78; Pasal 79; mensyaratkan keharusan bagi Pemerintah Desa untuk melaksanakan Perencanaan Pembangunan Desa dalam rangka menyusun visi bersama membangun desa antara Masyarakat dan Pemerintahan Desa yang diselelaraskan dengan rencana pembangunan Kabupaten/Kota yang dituangkan dalam Dokumen Jangka menengah (RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) yang ditetapkan dengan Peraturan Desa. Ketentuan pasal 80; pasal 81 dan Pasal 82 UU Desa mengharuskan Perencanaan Pembangunan Desa mengikutsertakan masyarakat dan Pelaksanaan Pembangunan harus melibatkan seluruh masyarakat desa dengan semangat gotong royong dan menjamin peran serta masyarakat Desa dalam pemantauan dan pengawasan pembangunan.

elibatan seluruh lapisan masyarakat dalam Pembangunan adalah wujud pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial , namun dalam kenyataannya hingga saat ini masih banyak warga masyarakat yang belum dapat diakses maupun mengakses pembangunan Desa pada berbagai tahapan, mereka ini adalah kelompok masyarakat yang rentan dan terpinggirkan diantaranya adalah anak-anak, perempuan, warga lanjut usia, dan tentu saja warga berkebutuhan khusus (difabel) sehingga dampaknya pembangunan desa sama sekali tidak dirasakan manfaatnya oleh kelompok-kelompok masyarakat tersebut.

T

(7)

adahal sebagaimana amanat Pancasila dan UUD 1945, pemerintah memiliki kewajiban

mewujudkan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, termasuk penyandang

disabilitas. Dalam Pasal 28 H (ayat 2) UUD 45 disebut: “Setiap orang berhak mendapat

kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama

guna mencapai persamaan dan keadilan”. Dengan demikian, tuntutan agar pemenuhan hak

Disabilitas menjadi arus utama dalam agenda pembangunan pemerintahan baru 2014 – 2019 merupakan amanat konstitusi. Terlebih Indonesia merupakan salah satu negara yang berkomitmen meratifikasi dan mengimplementasikan konfensi hak penyandang disabilitas dan konvensi hak anak . Desa sebagai pemerintahan terbawah didalam sistem negara tentu harus mampu membangun sikap inklusi dengan menhadirkan lingkungan sosial yang memerangi diskriminasi dan meningkatkan kesadaran akan disabilitas di kalangan masyarakat umum, para pembuat keputusan, dan mereka yang memberikan pelayanan penting bagi anak dan remaja dalam bidang-bidang seperti kesehatan, pendidikan, dan perlindungan. Berbeda dengan UU sebelumnya, UU Desa secara jelas menganut sifat inklusif terhadap berbagai macam pengelompokan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Dengan cakupan kelompok-kelompok di desa yang luas di mana tentu saja dalam hal ini mencakup warga dengan disabilitas.

Pengertian inklusi digunakan sebagai sebuah pendekatan untuk membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka; mengajak masuk dan mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang, karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya. Terbuka dalam konsep lingkungan inklusi, berarti semua orang yang tinggal, berada dan beraktivitas dalam lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat merasa aman dan nyaman mendapatkan hak dan melaksanakan kewajibannya. Jadi lingkungan inklusi adalah lingkungan sosial masyarakat yang terbuka, ramah, meniadakan hambatan dan menyenangkan karena setiap warga masyarakat tanpa terkecuali saling menghargai dan merangkul setiap perbedaan.

P

The Convention on The Rights of Persons with Disabilities (CRPD) merupakan Konvensi Internasional Hak-Hak Penyandang Cacat yag disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan

(8)

LANGKAH-LANGKAH INKLUSI PADA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA :

1. Memastikan bahwa warga masyarakat berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama dengan masyarakat lainnya untuk menjadi bagian dari Kelembagaan Desa maupun Tim Penyusun RPJMDesa dan RKP Desa.

2. Memastikan warga masyarakat berkebutuhan khusus hadir secara aktif dalam proses-proses munsyawarah Perencanaan pembangunan Desa untuk menyuarakan gagasannya dalam membangun desa termasuk menyuarakan gagasan pemikiran untuk kegiaatan-kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat berekebutuhan khusus.

3. Memastikan adanya list kegiatan usulan yang diperuntukan bagi kelompok masyarakat berkebutuhan khusus (difable).

4. Memastikan kelompok masyarakat berkebutuhan khusus dapat berpartisipasi aktip sebagai pelaksana pembangunan maupun tenaga kerja dalam kegiatan pembangunan Desa. 5. Memastikan kelompok masyarakat berkebutuhan khusus dapat diberi kesempatan

melakukan pengawasan dan evaluasi pembangunan.

STRATEGI MENGOPTIMALKAN POTENSI DESA

(9)

Dalam kegiatan musrenbangdes, masyarakat diajak berbondong-bondong datang dan berani menyampaikan berbagai persoalan hidup di desa. Lalu pemerintah desa, tepatnya tim penyusun RPJMDesa dan RKP Desa, mentabulasikannya ke dalam daftar masalah. Lalu mencari jalan keluarnya dengan membuat daftar rumusan program/kegiatan prioritas. Setelah disepakati, maka daftar masalah dan rancangan program/kegiatan tersebut didokumentasikan ke dalam naskah kebijakan yang disebut RPJMDesa dan RKPDesa.

Dengan menerapkan pendekatan masalah, forum musrenbangdes di satu sisi berhasil menggali banyak keluhan permasalahan desa. Tapi di sisi lain melupakan bahwa di balik permasalahan ada kekuatan, bahkan ada peluang kemudahan. Banyak data statistik menjustifikasi bahwa kemiskinan tertinggi ada di desa. Rumah kurang sehat, dan terbuat dari material berkualitas rendah yang terbanyak ya ada di desa. Tidak sedikit pula hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa pendapatan masyarakat di desa rendah sehingga anak-anak desa tidak mampu mengakses pendidikan tinggi. Pendidikan masyarakat desa yang rendah kemudian disinyalir menjadi akar masalah kemiskinan di desa.

Bukankah di balik kemiskinan desa, ternyata kita masih menemukan ketangguhan wong-wong deso. Meski di desa tidak ada sarana-prasaran kesehatan yang memadai, apalagi modern, ternyata masih ada warung hidup yang bisa dimanfaatkan untuk membuat jamu. Meski tidak mengenyam lembaga pendidikan umum, apalagi pendidikan tinggi, tidak sedikit penduduk desa yang hanya belajar di pesantren ternyata banyak yang berhasil menjadi usahawan desa yang sukses. Misalnya menjadi juragan kerajinan genteng, pengrajin mebeuler, pedagang tembakau sampai dengan pedagang beras. Demikian pula dengan pendapat bahwa kualitas rumah penduduk desa buruk, ternyata ketika terjadi bencana gempa bumi, justru rumah-rumah di desa terbukti tahan gempa. Ketika kota kehabisan stok sembako, justru di desa masih kita dapatkan berbagai jenis bahan makanan.

(10)

Maka, ada baiknya model perencanaan pembangunan desa tidak hanya mengumpulkan masalah tapi juga menghimpun aset dan potensi yang desa miliki. Dengan kata lain pendekatan pesimistis harus diimbangi dengan pendekatan optimistik. Jadi, prioritas program pembangunan desa yang direncanakan dalam RPJMDesa dan RKPDesa tidak hanya mencerminkan permasalahan desa semata, tapi proyeksi rencana pembangunan yang didasarkan pada perhitungan dan analisa kekuatan yang ada di desa (strength based approach). Kekuatan-kekuatan tersebut bisa berasal dari aset tangible seperti sumber daya alam dan sumber daya fisik dan berasal dari aset intangible seperti aset sosial, budaya, dan ekonomi desa.

Ragam Jenis Aset

Yang namanya aset tentu bukan hanya tanah semata. Dalam teori aset, dikenal ada dua jenis aset yaitu aset yang berwujud dan dan asset yang tidak berwujud. Aset berwujud yang dapat dipersepsi dengan indra peraba disebut intangible asset. Sementara untuk aset yang berwujud karenanya dapat dipersepsi dengan indra disebut tangible asset.

Secara fisik jenis tangible asset adalah jenis aset yang memiliki nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) dan nilai tukar (exchange value). Bagaimana dengan

intangible asset. Aset jenis ini memang tidak berwujud dan tidak memiliki ukuran secara fisik. Tapi sesungguhnya memiliki energi potensial yang apabila teraktualisasikan, maka ia akan terlihat nilainya, misalnya nilai manfaat.

Pada dasarnya kedua jenis aset tersebut sama-sama memiliki posisi penting dalam pembangunan desa. Keduanya adalah modal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat desa. Sumber daya alam misalnya. Kehidupan masyarakat sejak masih mengenal tradisi meramu dan berladang berpindah-pindah hingga zaman teknologi informasi saat ini, untuk memenuhi kebutuhannya adalah dengan memanfaatkan sumber daya alam.

(11)

Dalam teori pentagonal asset, paling tidak dikenal ada lima jenis aset yang saling berkomplementer. Artinya, satu sama lain saling dibutuhkan. Kelima aset tersebut yaitu :

1. sumber daya alam (natural capital). Contohnya sumber mata air, sawah, hutan, mineral bebatuan, sungai, cahaya matahari, laut, dan frekuensi/gelombang radio;

2. keuangan (financial capital). Contohnya Anggaran Pendapatan Belanja Desa, Pendapatan Asli Desa, Dana Desa, Dana Publik (kas RT, arisan, tabungan).

3. fisik (physical capital). Contohnya, jalan aspal, jalan setapak, kantor desa, gedung serba guna, rumah penduduk, pos kesehatan desa, computer, kursi.

4. Sosial (social capital). Contohnya, gotong royong, solidaritas sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, tingkat pendidikan dan kesehatan penduduk.

5. Sumber daya manusia. Contohnya, tokoh masyarakat, pemulung, petani, PNS, pedagang, pengusaha, siswa dan mahasiswa, kader posyandu.

Jadi, untuk mengaktualisasikan potensi yang terkandung dalam asset, maka perlu memperhatikan kelima aset tersebut.

PENDEKATAN ASET DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA :

Kemanfaatan dari suatu aset desa bergantung pada kemampuan dan kreativitas tata kelola baik yang diperankan pemerintah desa dan masyarakat desa. Beberapa desa di Gunungkidul seperti Desa Bleberan dan Desa Bejiharjo adalah contoh desa yang dikenal berhasil mengelola sumber daya lokalnya. Kedua desa tersebut berhasil mengembangkan usaha desa wisata dengan menjual eksotika goa. Desa Bleberan mengembangkan goa Rancang Kencono, sedangkan Desa Bejiharjo mengandalkan keindahan goa Pindul.

(12)

yang didalamnya mengandung potensi. Nah, potensi itu akan menjadi aktual bergantung pada kapasitas pengelolaan asset atau manajemen aset yang dilakukan desa, khususnya oleh pemerintah desa. Menurut Kolopaking (2011), kapasitas dalam aras desa yang perlu dikuatkan untuk mengaktualisasikan energi potensial yang ada di desa adalah:

Pertama, peningkatan kepekaan terhadap aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Pemerintah

mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat. Salah satu bentuknya adalah menyusun program/kegiatan pembangunan desa yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Termasuk pemanfaatan asset desa yang dialamatkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Kedua, kapasitas mengumpulkan, mengerahkan dan mengoptimalkan atau mendistribusikan

aset desa untuk memenuhi kepentingan masyarakat. Pemerintah desa seharusnya memiliki kesiapan untuk mengelola kelima jenis aset di atas. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah desa mampu memproses perencanaan ruang, pelaksanaan atau pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang yang dilakukan bersama masyarakat.

Ketiga, menguatkan pemerintah desa mengidentifikasi dan merumuskan pengaturan kehidupan

desa beserta semua asset yang terkandung didalamnya melalui peraturan desa yang bersandar pada kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Penerjemahan secara kongkrit upaya mengaktualisasikan nilai manfaat dari aset desa bisa dilakukan pemerintah desa dan masyarakatnya melalui serangkaian kegiatan yang kami sebut

“apresiasi aset” ke dalam sistem perencanaan pembangunan desa agar memiliki basis analisis

aset yang kuat. Langkahnya sebagai berikut:

1. mengidentifikasi mengetahui jenis dan potensi aset yang dimiliki desa.

2. merumuskan trajectory strategi optimalisasi dan pemanfaatan aset desa baik dalam skala jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.

mengkonsolidasikan rencana jangka panjang pemanfaatan aset desa tersebut ke dalam manajemen perencanaan program/kegiatan pembangunan desa. Misalnya menjadikan rencana

jangka panjang tersebut menjadi acuan pembuatan dokumen perencanaan pembangunan

desa (RPJMDes dan RKPDesa.

PROSES PENENTUAN PRIORITAS

(13)

tim penyusun RPJMDesa menyampaikan laporan hasil pengkajian Keadaan Desa. Agenda pembahasan yang dilaksanakan dalam Musyawarah Desa adalah :

1. Laporan hasil pengkajian keadaan Desa

2. Rumusan arah kebijakan pembangunan Desa yang dijabarkan dari visi dan misi Kepala Desa; dan

3. Rencana Prioritas kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Desa, pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa

Pembahasan rencana prioritas kegiatan dilakukan melalui diskusi kelompok secara terarah yang dibagi berdasarkan bidang penyelenggaraan pemerintahan Desa, Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat Desa.

Diskusi kelompok tersebut membahas hal-hal sebagai berikut :

1. laporan hasil pengkajian keadaan Desa

2. Prioritas kegiatan Desa dalam jangka waktu 6 (enam) tahun;

3. Sumber pembiayaan rencana kegiatan pembangunan Desa; dan

(14)

PENYELARASAN PERENCANAAN DESA DENGAN PERENCANAAN

KABUPATEN/KOTA

Perencanaan merupakan tindaklanjut dari proses pengambilan keputusan dalam bentuk arah dan kebijakan pembangunan dalam bentuk strategi, operasi, pola kerja, dan manajemen sumber daya. Perencanaan menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan untuk melaksanakan sesuai dengan tugas dan fungsinya serta memberikan ruang bagi upaya melakukan percepatan dan sinergisitas dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Perencanaan pembangunan Desa merupakan bagian integral (kesinamabungan) dan holistic dari sistem perencanaan pembangunan Daerah yang mengindikasikan arah kebijakan pemerintah pusat yang perlu dijabarkan lebih rinci dalam arah kebijakan dan program di daerah sekaligus memperkuat kesinambungan dengan kebutuhanan pengembangan masyarakat di tingkat lokal/Desa.

Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan peraturan lainnya yang terkait dengan Peraturan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Perencanaan Pembangunan Desa mensyaratkan adanya sinkronisasi antara Perencanaan Pembangunan Daerah dan Desa. Sumber-sumber keuangan desa yang dicatat sebagai sumber penerimaan Desa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDEsa) dibelanjakan untuk pelaksanaan kewenangan lokal berskala desa yang meliputi urusan Penyelenggaraan pemerintahan, Pembangunan Desa, Kemasyarakatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Sedangkan dalam rangka pembangunan urusan pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di Desa Pasal 43 ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tentang Pedoman Pembangunan

Desa menyatakan bahwa “Pemerintah Desa dapat mengusulkan prioritas program dan kegiatan

pembangunan Desa dan pembangunan kawasan perdesaan kepada Pemerintah, pemerintah

daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota”.

1. Hasil kesepakatan dalam musyawarah Desa dituangkan dalam berita acara

hasil musyawarah Desa

(15)

Beradasrkan mekanisme perencanaan pembangunan desa terdapat di tahapan kunci yang dapat dilakukan untuk menyelaraskan perencanaan pembangunan daerah dan perencanaan pembangunan desa yaitu :

1. Kegiatan Penyelarasan Arah Kebijakan Pembangunan Kabupaten/Kota Dalam Rangka Penyusunan Dokumen RPJM Desa

Penyelarasan arah kebijakan dilakukan untuk mengintegrasikan program dan kegiatan pembangunan Kabupaten/Kota dengan pembangunan Desa. Hal ini dilakukan dengan mengikuti sosialisasi dan/atau harus mendapatkan informasi tentang arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota yang meliputi:

a.

rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten/kota;

b.

rencana strategis satuan kerja perangkat daerah;

c.

rencana umum tata ruang wilayah kabupaten/kota;

d.

rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota; dan

e.

rencana pembangunan kawasan perdesaan.
(16)

Apabila di tingkat Kabupaten/Kota belum dilaksanakan sosialisasi arah kebijakan pembangunan daearah Kabupaten/Kota, maka tim penyusun RPJM Desa dapat melaksanakan kegitan penyelarasan arah kebijakan pembangunan Kabupetan/Kota melalui rapat pencermatan arah kebijakan pembangunan daerah Kabupaten/Kota. Pada proses rapat ini perlu dipastikan agar tim penyusun RPJM Desa sudah memiliki dokumen perencanaan daerah

2. Rapat Pencermatan Pagu Indikatif Dalam Rangka Penyusunan Dokumen RKP Desa

Dalam rangka pelaksanaan penyusunan Dokumen Rencana Kerja Pemerintah Desa yang merupakan rencana pembangunan tahunan desa sebagai penjabaran dari dokumen RPJM Desa, maka tim oenyusun RKP Desa harus melakukan tahapan pencermatan Pagu Indikatif agar terjadi sinkronisasi antara perencanaan tahunan Desa dengan perencanaan tahunan Kabupaten/Kota. Dokumen yang dicermati meliputi :

1. Rencana Alokasi Dana Desa yang Berseumber dari APBN

2. Rencana Alokasi Dana Desa (ADD) yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota

3. Rencana bagi hasil dari pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota

4. Rencana bantuan keuangan dari anggaran pendapatan dan belanja derah Provinsi dan Anggaran Pendapatan belanja daerah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan input informasi sebagaimana perencanaan alokasi anggaran yang akan diterimna oleh Desa diatas maka tim penyusun RKPDesa melaksanakan langkah penyelarasan dengan memperhatikan:

1. Rencana Kerja Pembangunan Kabupaten/Kota

2. Rencana program Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang akan masuk ke Desa.

3. Hasil penjaringan aspirasi masyarakat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. RPJM DESA RKP DESA SEKALA DESA SEKALA SUPRA DESA APB DESA KUOTA KABUPATEN RENJA SKPD

( TOTAL PAG U SKPD )

PAG U IN D IKATIF SKPD (KU OTA KAB)

Mu sd es RKP Desa

M U SREN BAN G KECAM ATAN

FORU M SKPD /G AB SKPD

IMPLEMENTASI APBD PRO RAKY AT

KUA & PPA RKPD

( M U SREN BAN G KABUPATEN)

APBD PRO RAKY AT

Mu sd es

(17)

PENJELASAN :

Pagu Indikatif Kecamatan adalah sejumlah patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD yang penentuan alokasi belanjanya ditentukan oleh mekanisme partisipatif melalui Musrenbang Kecamatan dengan berdasarkan kepada kebutuhan dan prioritas program.

Hasil Kegiatan Pencermatan Pagu Indikatif dalam rangka penyusunan Dokumen RKP Desa dalah :

PERENCANAAN YANG DEMOKRATIS PARTISIPATIF DALAM PENYUSUNAN

RPJMDESA dan RKPDESA

PENJELASAN :

(18)

Sebagaimana diuraikan dalam gambar dibawah membangun Desa bukan hanya tanggung jawab pemerintah desa dengan BPD melainkan juga melibatkan seluruh komponen masyarakat. Pembangunan di desa tidak hanya dilakukan kepala desa dan perangkat desa tetapi dilakukan juga oleh lembaga kemasyarakatan dan kelompok sosial di desa. Misalnya pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, Penanganan Gizi Buruk, peningkatan kesehatan ibu hamil. Ibu menyusui bayi dan balita tidak hanya dilakukan oleh kader Posyandu tetapi harus dilakukan juga oleh perangkat desa. Begitupula dalam pembangunan sarana dan prasarana desa yang sudah dituangkan didalam RKP Desa dan didukung pendanaannya oleh APB Desa misalnya pekerjaan jalan desa, jembatan dan irigasi, maka pemerintah desa atas hasil musyawarah dapat membentuk kepanitiaan pembangunan yang ditetapkan dengan Surat KeputusanKepala Desa.

Semua pihak harus dapat memastikan proses dan tahapan perencanaan pembangunan Desa dilaksanakan secara partisipatif yaitu dengan memastikan semua komponen masyarakat mendapat akses untuk hadir dan berperan aktif, serta seluruh pihak yang hadir didalam proses dan tahapan perencanaan dapat menuangkan ide dan gagasan secara lugas agar dapat mengambil keputusan secara mufakat sebagai wujud demokratisasi dan hadirnya kuasa kolektif antara masyarakat dan pemerintahan Desa.

Berikut ini ringkasan hal-hal penting yang dibahas untuk masing-masing tahapan musyawarah RPJM

Desa:

Musdus - Pengkajian Keadaan

Desa

 Identifikasi masalah & potensi tingkat dusun & sektoral  Membuat sketsa dusun/desa, kalender musim, profile

dusun (kemiskinan, kesehatan dll)  Pemilihan delegasi dusun & sektoral

Musdes

 Pengelompokan masalah misalnya berdasarkan isu pengembangan wilayah (infrastruktur), ekonomi, sosial danbudaya.

 Penentuan peringkat/prioritisasi masalah sehingga ditemukan prioritas program.

 Penyusunan draft visi dan misi desa.

 Penyusunan matrik kegiatan 6 tahunan berdasar skala desa dan skala kabupaten.

Persiapan dan Penyelarasan

Arah Kebijakan Pembangunan

Kabupaten/Kota

 Pemaparan umum RPJMDesa & RKP Desa dan proses perencanaan partisipatif

 Penjelasan tentang hak-hak dasar masyararakat  Pembentukan tim/pokja perencanaan desa termasuk

fasilitator, narasumber serta calon peserta yang akan diundang dalam musdus/musdes

Musyawarah perencanaan

pembangunan Desa

(RPJM Desa)

 Pembahasan dan penyepakatan visi dan misi desa.  Pembahasan matrik program/kegiatan prioritas enam

tahunan.

 Pembahasan draft raperdes dan penandatanganan berita acara.

(19)

PELIBATAN MASYARAKAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL DALAM

PEMBANGUNAN DESA

Pengalaman Desa Cibiruwetan Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung

Pengantar

Guna membangkitkan semangat partisipasi dan kesadaran kritis masyarakat, diperlukan keberanian

dan inovasi yang mampu melindungi hak-hak masyarakat desa melalui mekanisme perencanaan dan

penganggaran yang sinergis dan terintegrasi. Menjadi penting kedepan, bagaimana

menjadikan satu

dokumen perencanaan untuk semua dan satu dokumen anggaran desa untuk semua

. Perencanaan

desa akan dipercaya oleh masyarakat ketika ada kepastian bahwa program dan kegiatan termaktub/

terakomodasi dalam kebijakan penganggaran, sehingga konsistensi antara perencanaan dan

penganggaran dapat lebih terjamin. Dengan demikian desa dituntut untuk mampu menyusun sebuah

perencanaan pembangunan yang paripurna menjawab seluruh persoalan yang dihadapi desa dengan

disukung oleh potensi dominan yang dimiliki sebagaimana telah disepakati bersama dengan

masyarakat dalam Visi dan Misi Desa.

Berangkatd dari cita-cita ideal diatas, maka Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPMD) Desa

Cibiruwetan telah melakukan upaya strategis untuk mewujudkan sebuah model perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan Desa melalui pendekatan perumusan issue-issue strategis, pemanfaatan

potensi dan sumberdaya manusia dalam hal ini pelaku kelembagaan dan kader PKK/Posyandu dalam

spirit

Sabilulungan.

Pengertian sabilulungan mengandung pengertian bahwa segala aspek

penyelenggaraan kegiatan berpemerintahan dan bermasyarakat dilakukan dengan semangat

kebersamaan dan kegotongroyongan.

Latar Belakang

1.

Pembangunan Desa masih berorientasi pada pembangunan sarana prasarana, sedangkan

prioritas pembangunan lainnya seperti; layanan pendidikan, layanan kesehatan, pengembangan

kegiatan ekonomi dan penguatan kapasitas sumberdaya manusi hampir tidak mendapat perhatian.

2. Keberadaan PKK dan Posyandu kurang mendapatkan dukungan pendanaan yang memadai padahal sebagian besar kegiatan PKK dan Kader Posyandu menyangkut pelayanan dasar yang menjadi bagian dari tanggungjawab Pemerintahan Desa.

(20)

4. Kelembagaan lokal Desa dan kelembagaan masyarakat lainnya tidak secara langsung terlibat dalam pelaksanaan pembangunan

Permasalahan :

1. Penyusunan dokumen perencanaan pembangunan Desa tidak cukup optimal membuka akses pada kelompok-kelompok masyarakat dan kelembagaan desa untuk merumuskan usulan kegiatan yang dipandang mampu menjawab persoalan-persoalan yang dirasakan.

2. Masih terbatasnya orientasi pembangunan yang dimiliki oleh Pemerintahan Desa sehingga Visi Misi Kepala Desa tidak dijaalankan secara konsisten

3. Kelembagaan lokal tidak diberi akses yang memadai untuk mengusulkan kegiatan pembangunan.

Strategi dan Taktik :

1. Analisa Lingkungan :

- Potensi sumberdaya Alam - Potensi Seni Budaya - Potensi Infrastruktur Desa - Potensi Sumberdaya Manusia - Potensi Perguruan Tinggi

Perilaku umum :

- Masyarakat cukup berani untuk mengeluarkan pendapat - Masyarakat masih memiliki tradisi gotongroyong

- Masyarakat rasional yang tidak selalu tunduk pada ketokohan individu masyarakat lainnya. - Partisipasi masyarakat akan terwujud manakala diberikan contoh konnkrit tindakan

2. Analisa pelaku :

- Kepala Desa - Perangkat Desa - PKK

(21)

- Karang Taruna - Kelompok Tani - Tokoh Masyarakat - Tokoh Agama

Perilaku umum :

1. Kepala Desa baru terpilih, memiliki tipikal pekerja, tidak suka konsep teoritis dan memiliki pengaruh yang kuat pada perangkat Desa, Kader dan Para Ketua RW.

2. Kader PKK dan Posyandu, Cukup militan memiliki kapasitas dan keterampilan yang memadai

3. Lembaga BPD dapat menjadi mitra yang sinergis karena berorientasi pada kemajuan desa tidak bersikap sebagai pengawas Pemerintahan Desa

4. Karang Taruna ada sebagai sebuah lembaga tetapi masih sebatas pada aktifitas yang bersipat temporer

5. Binmas dan Babinsa berperan aktif dan mau terlibat dalam urusan-urusn pembangunan Desa

Langkah-Langkah Pendekatan :

1. Membangkitkan Kesadaran :

Langkah ini dilakukan melalui serangkaian pendekatan dan bentuk-bentuk dialogis tentang gagasan ideal Desa Maju dan Mandiri, dihubungkan dengan pelaung-peluang dan potebsi yang dimiliki Desa terhadap Kepala Desa, BPD dan kelembagaan lainnya. Khusu terhadap kader PKK/Posyandu momentum pelatihan Revitalisasi Posyandu dijadikan wahana menggali pemikiran soal persoalan kebutuhan gizi dan makanan tambahan bagi bayi dan balita di Posyandu, maka dari kegiatan ini diasadari bahwa pemenuhan Gizi untuk bayi dan balita sebenarnya bisa diusahakan sendiri.

2. Membangun Dinamika :

(22)

Sehingga secara pribadi Kepala Desa turut membantu memfasilitasi alat dan bahan serta turut pula memasyarakatkan gerakan ketahanan pangan keluarga.

3. Pengembangan Jaringan

Setalah gerakan ketahanan pangan tumbuh di beberap Rukun Warga, tahapan berikutnya adalah mengorganisir menjadi kelompok-kelompok wanita tani (KWT) dimana kelompok-kelompok ini memiliki basis kader PKK dan Posyandu, selanjutnya untuk memperkuat kapasitas kelompok dalam budidaya tanaman dalam pot dan polybag dan kegiatan yang mendatangkan manfaat ekonomi lainnya, Kepala Desa memfasilitasi kerjasama dengan Lembaga Penelitian Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Padjadjaran Bandung dimana sesuai MOU Desa dijadikan Mitra Kerja, melalui kegiatan ini kelompok secara rutin mendapatkan pelatihan di bidang budidaya tanaman dan pengolahan hasil pertanian dan peternakan, mengingat di Desa Cibiruwetan juga terdapat masyarakat yang memelihara sapi perah.

4. Pemanfaatan Potensi

Gerakan Ketahana Pangan oleh Kelompok Wanita Tani (KWT) pada akhirnya berkembang pada 9 (Sembilan) Rukun Warga dari 17 Rukun Warga di Wilayah Desa Cibiruwetan, sehingga aktifitas kegiatan budidaya tanaman sayuran yang dilakukan selain memnuhi kebutuhan sendiri juga dapat dijual kepada pedagang bakso dan martabak di sekitar dea sehingga aktifitas ini pada akhirnya mendatangkan manfaat ekonomi bagi Kelompok Wanita Tani.

Dampak Kegiatan :

1. Dalam rangka mempartahankan konsistensi capaian keberhasilan kegiatan ini pada akhirnya mendorong inisiatif warga masyarakat dan pemerintahan desa untuk disuport melalui APBDEs sehingga kegiatan ketahanan pangan ini menjadi bagaian yang direncanakan dalam Dokumen RPJMDes dan RKPDes.

2. Kader PKK dan Posyandu diberikan akses untuk menyampaikan usulan kegiatan pendukung Pelayanan Pendidikan dan Kesehatan .

Referensi

Dokumen terkait

IPC meletakkan fondasi untuk Ekosistem Logistik Terintegrasi melalui perbaikan proses berbasis sistem Layanan Moda Transport Laut Layanan Penyandaran Kapal Layanan Operasi

Di atas adalah sebagian dari perbedaan antara pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan pembelajaran dengan pendekatan tradisional. Sehingga guru yang

Temuan BPK/Inspektorat yang ditindaklanjuti adalah Temuan BPK/Inspektorat bidang keuangan yang ditindaklajuti dari seluruh jumlah Temuan BPK/Inspektorat bidang

Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh

Pelatihan Teknik Permainan Konsentrasi pada Guru Sekolah Dasar Muhammadiyah Pahandut Palangka Raya.. Misyanto, Agung Riadin, & Dwi

Kebijakan untuk mengembangkan sistem informasi dilakukan oleh manajemen puncak karena manajemen menginginkan untuk meraih kesempatan yang ada yang tidak dapat diraih oleh sistem

yang dahulu status bangunannya merupakan bekas sekolah cina Hok Min berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku (Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor :

Hal ini pun sesuai dengan apa yang dikatakan dalam konsep pemasaran bahwa pemasar jasa (koperasi) harus menitikberatkan pada pelanggan (mahasiswa dan anggota), artinya