• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Tidur - Pola Tidur pada Lansia di Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Tidur - Pola Tidur pada Lansia di Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat Tahun 2012"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Tidur

Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar, dimana seseorang dapat dibangunkan oleh rangsang sensori atau stimulus lain dari lingkungan Guyton and Hall (1997), p.488 (dalam Karota-Bukit, 2005). Selama tidur, tubuh akan beristirahat dan tidak berespon terhadap lingkungan. Akan tetapi, seseorang dapat dibangunkan oleh stimulus lingkungan seperti : memanggil nama, menyentuh tubuhnya, rangsang suara, dan lampu. Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur, diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit.

2. Lanjut Usia

(2)

2.1 Proses Menua

Penuaan atau menua merupakan proses yang terus menerus atau berlanjut yang terjadi secara alamiah, merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Constantinides (1994) dalam Uliyah, (2006) menyebutkan bahwa menua adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua pada lansia umumnya terjadi seiring dengan perubahan secara fisik, psikologis, mental, sosial dan ekonomi (Miller, 1995; Nugroho, 2008). Dari perubahan yang dialami secara fisik dapat berupa penyakit dalam, persendian, endokrin dan lain-lain. Sedangkan masalah psikososial pada lansia sering terjadi adalah stress, depresi, cemas, kehilangan, dan lain-lain (Miller, 1995).

2.2 Teori-teori Penuaan

(3)

Teori sintetis protein. Tortora dan Anagnostakos (1990) dalam White (2003) menyebutkan bahwa observasi ini dilakukan pada jaringan, seperti kulit dan kartilago yang kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lansia, beberapa protein seperti kolagen pada kartilago dan elastin

pada kulit dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari protein tubuh yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan fleksibilitas serta menjadi lebih tebal, seiring bertambahnya usia. Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan perubahan kulit yang kehilangan elastisitasnya dan cenderung berkerut, juga terjadi penurunan mobilitas dan kecepatan pada sistem musculoskeletal (White, 2003).

(4)

tersebut. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh (White, 2003).

Teori sistem immun. Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Seiring dengan berkurangnya fungsi imun, terjadilah peningkatan dalam respons autoimun tubuh. Ketika orang mengalami penuaan, mereka mungkin mengalami penyakit autoimun seperti arthritis rheumatoid dan alergi terhadap makanan dan faktor lingkungan yang lain (Stanley and Beare, 2007).

Teori radikal bebas. Radikal bebas adalah produk metabolisme selular yang merupakan bagian molekul yang sangat reaktif. Molekul ini memiliki muatan

(5)

bahwa penuaan disebabkan akumulasi kerusakan ireversibel akibat senyawa pengosidasi ini Potter and Perry, (2005).

Teori rantai silang. Sel-sel yang telah tua atau using, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastik, kekacauan, dan hilangnya fungsi (Uliyah, 2006).

Teori reaksi dari kekebalan tubuh sendiri. Goldteris and Brocklehurust (1998) dalam Uliyah (2006) menyatakan di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh adanya tambahan kelenjar timus yang pada usia dewasa berinvolusi dan semenjak itu terjadinya kelainan autoimun.

Teori pengunduran diri. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut merupakan saat terjadinya pengunduran diri secara timbal balik sehingga mengakibatkan penurunan interaksi antara lanjut usia dan lingkungan sosialnya. Proses ini dapat dimulai oleh lanjut usia sendiri atau oleh orang lain di lingkungannya. Teori ini memberikan pandangan bahwa penyesuaian diri lansia merupakan suatu proses yang secara berangsur-angsur sengaja dilakukan mereka untuk melepaskan diri dari masyarakat (White, 2003).

(6)

masa-masa sebelumnya. Mereka tak ingin mengundurkan diri dari lingkungan sosialnya. Usia lanjut optimal akan dijalani oleh orang-orang yang tetap aktif melaksanakan peranan-peranannya di dalam masyarakat sehingga semangatnya tetaplah tinggi. Teori ini berpandangan bahwa walaupun lansia pasti terbebas dari aktivitas, tetapi mereka secara bertahap waktu luangnya dengan melakukan aktivitas lain sebagai kompensasi dari penyesuaian (White, 2003).

Teori kepribadian berlanjut. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia dipengaruhi oleh tipe personalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia. Dengan demikian, pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah, walaupun ia telah lansia Nugroho, (2008).

3. Fisiologi Tidur

Tidur adalah bagian dari ritme biologis yang bekerja selama 24 jam dengan tujuan mengembalikan stamina dan restorasi energi tubuh. Pengaturan tidur dan terbangun diatur oleh batang otak / Reticular Activating System (RAS) dan Bulbal Synchronizing Region (BSR), thalamus dan berbagai hormon yang diproduksi oleh

(7)

dengan proses tidur dan terbangun. Produksi yang dihasilkan oleh dua mekanisme serebral dalam batang otak ini menghasilkan serotonin dalam sirkulasi darah.

Serotonin merupakan neurotransmitter yang bertanggung jawab terhadap transfer impuls-impuls syaraf ke otak yang berperan sangat spesifik dalam menginduksi rasa kantuk dan keinginan untuk tidur, serta sebagai modulator kapasitas kerja otak.

Dalam tubuh serotonin diubah menjadi melatonin, dimana melatonin

merupakan hormon kotekolamin yang diproduksi secara alami dalam tubuh tanpa bantuan cahaya. Pada lansia hormon melatonin ini akan menurun seiring dengan bertambahnya usia, penurunan hormon ini akan berpengaruh terhadap proses tidur lansia, bahkan pola tidur pada lansia bisa berubah dari kondisi yang normal karena kesulitan tidur sehubungan dengan penurunan produksi serotonin dan melatonin. Sehubungan dengan hal tersebut seringkali lansia mencoba meningkatkan melatonin

dengan sinar matahari pagi agar ritme cicardian (siklus tidur-bangun) menjadi lebih kuat dan seimbang. Namun demikian masalah tidaklah sesederhana tersebut, adanya lesi pada pusat pengaturan tidur terbangun dibagian hipotalamus anterior juga dapat menyebabkan keadaan seseorang menjadi terus siaga dari tidur. Kemudian itu,

(8)

Hal ini menyatakan bahwa pelepasan prostaglandin dari hipotalamus

menyebabkan peningkatan gelombang lambat tidur dan kesadaran. Prostaglandin

adalah mediator kimiawi yang berperan dalam potogenesis nyeri, yang akan memicu pusat syaraf nyeri diotak pada daerah korteks parentalis tepatnya girus posterior sentralis. Rangsang nyeri ini akan diteruskan pada derajat tertentu dan berpengaruh pada pusat tidur yang terletak pada substansia retikularis medulla oblongata sehingga akan mengacaukan proses sinkronisasi neuron-neuron pada batang otak yang sebenarnya merupakan bentuk terjadinya proses tidur, dan kemudian merangsang proses dekronisasi neuron-neuron substansi retikularis tersebut sehingga proses tidur terganggu yang berlanjut munculnya sinyal dalam bentuk keadaan waspada dan pada akhirnya akan bermanifestasi sebagai insomnia (Guyton, 2006; Perry, 2001)

Terdapat berbagai tahap dalam tidur, dari tidur yang sangat ringan sampai tidur yang sangat dalam, para peneliti tidur juga membagi tidur dalam dua tipe yang secara keseluruhan berbeda, yang memiliki kualitas yang berbeda pula, yaitu : NREM

(9)

frekuensi napas menurun, pergerakan bola mata melambat, mimpi berkurang, dan metabolisme menurun Guyton and Hall, (2006).

Perubahan selama proses tidur gelombang lambat adalah melalui

elektroenchephalografi dengan memperlihatkan gelombang otak berada pada setiap tahap tidur, yaitu : pertama, kewaspadaan penuh dengan gelombang betha yang berfrekuensi tinggi dan bervoltase rendah; kedua, istirahat tenang yang diperlihatkan pada gelombang alpha; ketiga, tidur ringan karena terjadi perlambatan gelombang alpha sejenis tetha atau delta yang bervoltase rendah; dan keempat, tidur nyenyak karena gelombang lambat dengan gelombang delta bervoltase tinggi dengan kecepatan 1-2/detik Alimul, (2006).

Tidur NREM menurut Tarwoto (2006) terdiri dari empat tahapan. Pada tahap pertama merupakan tingkat transisi antara terjaga dan tidur. Pada tahap ini berlangsung beberapa menit dan mudah terbangun dengan adanya rangsangan. Sedangkan tahap kedua merupakan permulaan tidur yang sebenarnya. Terdiri dari periode suara tidur, relaksasi otot yang menurun dan berlangsung 10-20 menit. Dan tahap ketiga serta tahap keempat merupakan tidur dalam. Selama fase NREM terjadi penurunan tonus otot, tekanan darah, dan metabolisme tubuh. Pada tahap ini dibutuhkan rangsangan yang lebih kuat untuk membangunkan.

(10)

Periode pertama terjadi selama 80-100 menit, akan tetapi apabila kondisi orang sangat lelah, maka awal tidur sangat cepat bahkan jenis tidur ini tidak ada. Ciri-ciri tidur jenis ini adalah : biasanya disertai dengan mimpi aktif, lebih sulit dibangunkan dari pada selama tidur nyenyak gelombang lambat, tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan, menunjukkan inhibisi kuat proyeksi spinal atas sistem pengaktifasi

retikularis, frekuensi jantung dan pernapasan menjadi tidak teratur, pada otot perifer

terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur, mata cepat menutup dan terbuka, nadi cepat dan irregular, tekanan darah meningkat atau berfluktuasi, sekresi gaster meningkat, dan metabolisme meningkat, tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan dalam belajar, memori dan adaptasi (Alimul, 2006).

(11)

Skema 1 : Tahapan Tidur (dikutip dari Fundamental of Nursing (Potter and Perry, 2005)

4. Fungsi dan tujuan tidur

Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi diyakini bahwa tidur dipercaya mengkontribusi pemulihan fisiologis dan psikologis (Oswald, 1984; Anch dkk, 1998 dalam Potter and Perry, (2005). Menurut teori, tidur adalah waktu perbaikan dan persiapan untuk periode terjaga berikutnya. Selama tidur NREM, fungsi biologis menurun. Laju denyut jantung normal pada orang dewasa sehat sepanjang hari rata-rata 70 hingga 80 denyut permenit atau lebih rendah jika individu berada pada kondisi fisik yang sempurna. Akan tetapi selama tidur laju denyut jantung turun sampai 60 denyut permenit atau lebih rendah. Hal ini berarti

Mengantuk ↓

Stadium 1 NREM → Stadium 2 NREM → Stadium 3 NREM ↑ ↓

REM Stadium 4 NREM

↑ ↓

(12)

bahwa denyut jantung 10 hingga 20 kali lebih sedikit dalam setiap jam. Secara jelas, tidur yang nyenyak bermanfaat dalam memelihara fungsi jantung. Penelitian lain menunjukkan bahwa sintetis protein dan pembagian sel untuk pembaharuan jaringan seperti pada kulit, sumsum tulang, mukosa lambung, atau otak terjadi selama istirahat dan tidur Oswald, (1994) dalam Potter and Perry, (2005).

Secara umum terdapat dua efek fisiologis dari tidur, yaitu : efek pada sistem saraf, yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan diantara berbagai susunan saraf, efek pada struktur tubuh, dengan memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh, karena selama tidur terjadi penurunan (Alimul, 2006).

5. Pola tidur pada lansia

(13)

gaduh. Dengan bertambahnya usia, frekuensi terbangun meningkat dari 1 atau 2 sampai 6 kali dalam semalam.

Semakin bertambah usia efisiensi tidur semakin berkurang. Efisiensi tidur diartikan sebagai jumlah waktu tidur berbanding dengan waktu berbaring ditempat tidur. Kebutuhan tidur pun semakin menurun karena dorongan homeostatik untuk tidur pun berkurang. Hal ini dialami oleh para lansia. Pada lansia, wanita lebih banyak mengalami insomnia dibandingkan pria yang lebih banyak menderita sleep apnea atau kondisi medis lainnya yang dapat mengganggu tidur. Tidur lansia kurang dalam, lebih sering terbangun, tidur delta berkurang, dan tidurnya tidak efektif. Mengantuk disiang hari sering terjadi pada lansia. Keadaan ini dapat mempengaruhi jadual tidur bangunnya dimalam hari. Perubahan yang sangat menonjol yaitu terjadi pengurangan pada gelombang lambat, terutama stadium 4 gelombang alfa menurun, dan meningkatnya frekuensi terbangun dimalam hari atau meningkatnya fragmentasi

tidur karena sering terbangun. Gangguan juga terjadi dalamnya tidur sehingga lansia sangat sensitif terhadap stimulus lingkungan. Ritmik circadian tidur-bangun lansia juga sering terganggu. Jam biologik lansia lebih pendek dan fase tidurnya lebih maju. Seringnya terbangun malam hari menyebabkan keletihan, mengantuk, dan mudah jatuh tidur pada siang hari.

(14)

Penurunan tersebut mengakibatkan daya tahan tubuh dan kekebalan turut berpengaruh. Pada lansia biasanya insomnia lebih sering menyerang. Hal ini terjadi sebagai efek samping (sekunder) dari penyakit seperti nyeri sendi, osteoporosis, payah jantung, parkinson, dan depresi. Jika penyebab utamanya tidak diatasi, dengan sendirinya gangguan tidur tidak akan pernah teratasi. Pada kondisi seperti ini obat tidur bukanlah solusi yang tepat. Lansia amat mudah lelah sehingga tertidur pada siang hari (Narto, 2011).

Adanya perubahan struktur fungsi tidur pada lansia karena proses penuaan yang berdampak pada : peningkatan jumlah jam tidur pada tahap I & II, penurunan jumlah jam tidur pada tahap III & IV, waktu yang lama untuk dapat tidur, sulit untuk tidur, sering terbangun pada malam hari, jumlah total jam tidur berkurang, mengantuk pada siang hari (Loftis and Glover, 1993 : Miller, 1995 dalam Karota-Bukit, 2005).

6. Kualitas Tidur Lansia

6.1 Pengkajian Kualitas Tidur

(15)

Data subjektif merupakan kriteria yang sangat penting untuk menentukan kualitas tidur seseorang melalui pernyataan subjektif mengenai kualitas tidur yang dialaminya. Pernyataan subjektif ini sangat bervariasi pada individu (Potter and Perry, 2005). Dalam pernyataan subjektif, individu biasanya melaporkan pengalaman tidur yang dialami berkaitan dengan total waktu tidur, lamanya waktu yang dibutuhkan untuk tertidur, frekuensi seringnya terbangun pada malam hari dan waktu bangun dipagi hari (Craven and Hirnle, 2000).

Data objektif dapat dilihat dari pemeriksaan fisik dan diagnostik (Tarwoto dan Wartonah, 2006). Pemeriksaan fisik dapat diobservasi dari penampilan wajah seperti adanya lingkaran hitam disekitar mata, mata sayu dan konjungtiva merah. Dapat juga dilihat dari perilaku dan tingkat energi individu seperti perilaku iritabel, kurang perhatian, respon lambat, sering menguap, menarik diri dan bingung, postur tubuh tidak stabil, tangan tremor dan kurang koordinasi. Dari pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan merekam proses tidur dengan alat-alat seperti EEG

(electroencephalogram) untuk melihat aktivitas listrik otak, EMG (electromyogram)

(16)

6.2 Kualitas Tidur pada Lansia

Tidur pada lansia mengalami perubahan seiring dengan terjadinya proses menua yang membawa perubahan fisik pada sistem saraf yang dapat mempengaruhi aktivasi dari sel-sel serebral. Jumlah saraf-saraf mulai menurun yang diikuti oleh penurunan efisiensi sistem saraf. Saraf perifer juga mengalami degenerasi yang menyebabkan penurunan kecepatan konduksi sensorik dan motorik. Perubahan sistem saraf lansia mengakibatkan sebuah kebutuhan terhadap stimulasi yang lebih besar untuk memperoleh respon dan dapat juga menimbulkan respon yang lambat terhadap stimuli. Terjadinya penurunan sensorik seperti kemampuan untuk melihat pada lansia mengurangi sensitivitas terhadap stimulus eksternal seperti cahaya atau gelap yang mempengaruhi pola tidur (Stabb and Hodges, 1996).

Shneerson (2000) dalam Potter and Perry (2001) menyebutkan pada lansia juga mengalami perubahan irama sirkadian yang mempengaruhi denyut nadi, suhu tubuh, volume urin yang disekresikan dan ekskresi dari potasium urin. Perubahan fisiologis ini sering mengakibatkan perubahan irama tidur pada lansia. Perubahan irama ini berbeda pada masing-masing individu. Namun, pada umumnya lansia tidak memiliki kecukupan tidur selama 8 jam tanpa terganggu (Stabb and Hodges, 1996).

(17)

(Foreman and Wykle, 1995). Hayter (1980) dalam Kozier and Erb (1987) juga melaporkan frekuensi terbangun pada lansia bisa sampai enam kali dalam satu malam dibandingkan dengan dewasa yang terbangun rata-rata satu kali dalam satu malam. Perubahan ini juga termasuk dalam penurunan tidur pada tahap stadium 3 dan stadium 4 NREM yang sangat bermanfaat bagi pemulihan tubuh (Thorpy, 1990). Lansia dapat dengan mudah lelah sehingga membutuhkan periode yang lebih panjang untuk tidur, sehingga kurangnya kebutuhan tidur dapat menyebabkan rendahnya tingkat energi (Stabb and Hodges, 1996).

(18)

7. Faktor yang mempengaruhi tidur

Kualitas tidur seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kualitas dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tidur pada lansia adalah : penyakit, latihan dan kelelahan, stress psikologis, obat, nutrisi, lingkungan, dan motivasi.

Penyakit. Faktor penyakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang dimana terjadi penurunan kualitas dan kuantitas tidur pada orang yang mengalami kondisi sakit. Banyak penyakit yang menambah jumlah kebutuhan tidur, misalnya penyakit yang disebabkan oleh infeksi (infeksi limfa) akan memerlukan lebih banyak waktu tidur untuk mengatasi keletihan, arthritis yang menyebabkan nyeri kronis dan rasa tidak nyaman yang mengganggu tidur, dan perubahan pada sistem

musculoskeletal, dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan rematik. Disisi lain disampaikan bahwa banyak juga keadaan sakit menjadikan seseorang kurang tidur.

(19)

Stress Psikologis. Kondisi psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa. Hal tersebut terlihat ketika seseorang yang memiliki masalah psikologi mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur.

Obat. Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi proses tidur adalah jenis golongan obat diuretik yang menyebabkan seseorang insomnia, anti depresan dapat menekan REM (Rapid Eye Movement), kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya insomnia, dan golongan narkotik dapat menekan REM (Rapid Eye Movement) sehingga mudah mengantuk.

Nutrisi. Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya tryptophan yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur, bahkan terkadang sulit untuk tidur.

Lingkungan. Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat terjadinya proses tidur. Suara gaduh, cahaya, dan temperatur dapat mengganggu tidur. Lansia sangat sensitif terhadap stimulus lingkungannya.

Referensi

Dokumen terkait

Nah, jika sekiranya Anda sudah tahu kapan harus benar-benar CLOSING, pada akhir pertanyaan, arahkan pikiran calon customer untuk berkata “YA, Saya Mau Beli…”... Tapi

Terlihat pada Tabel 8 bahwa ketertarikan menonton sinetron oleh responden dari SMA Negeri dan Swasta mempunyai hubungan yang nyata (p<0,05) dan positif dengan jumlah sinetron

Untuk menjadi stasiun televisi Indonesia yang berbeda dengan peringkat nomor satu untuk berita, dengan menawarkan kualitas hiburan dan program lifestyle. Memberikan

Trend grafik hidrograf terukur serupa dengan trend grafik hasil perhitungan hidrograf sintetik dengan menggunan metode HSS Gama 1 terhadap parameter model DAS,

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa, pemberian promosi kesehatan melalui media buklet pada suami yang istrinya akan menjalani persalinan (kelompok intervensi) lebih baik

1) Pada tanggal 3 Juni 2005 telah dilaksanakan MoU antara BNN dengan Forum Rektor Indonesia dan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia tentang Upaya Pencegahan,

Selain sebagai material tunggal, penelitian juga difokuskan pada sintesis film tifis dari polimer konduktif sebagai upaya untuk mendapatkan material baru dengan aplikasi yang

SERTIFIKAT Legalitas Kayu NOMOR : LASER/LK-IUPHHK-HKm/66 Diberikan Kepada : KELOMPOK TANI DESA LUBUK KEBUN Jenis Serti ikasi : Kelompok Alamat : Desa Lubuk Kebun, Kecamatan