• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN LAKHAR BNN TAHUN 2005

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN LAKHAR BNN TAHUN 2005"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN

LAKHAR BNN TAHUN 2005

I. PENDAHULUAN

Sebagaimana kita ketahui bersama, saat ini permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba masih merupakan masalah penting bangsa yang bisa mengancam secara serius kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara di negara tercinta Indonesia. Oleh sebab itu permasalahan ini harus segera mendapatkan perhatian yang lebih serius dari seluruh potensi bangsa serta terus meningkatkan kerjasama dengan negara lain secara intensif.

Trend penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba saat ini, jangkauan permasalahannya semakin rumit dan meluas dengan beberapa fakta yang ditemukan di masyarakat. Beberapa fakta tersebut antara lain : kecenderungan usia tingkat pemula penyalahguna narkoba yang semakin muda, tingginya angka penyalahguna Narkoba dan semakin cepatnya penyebaran virus HIV/AIDS oleh penyalahguna narkoba suntik. Beberapa penyakit ikutan dari efek penyalahgunaan narkoba, seperti Hepatitis B & C juga semakin meluas, sehingga pada tingkat Nasional permasalahan penyalahgunaan narkoba telah menimbulkan ancaman epidemi ganda, yaitu penyalahgunaan narkoba dan penyebaran virus HIV/AIDS.

Oleh sebab itu dalam mengatasi masalah tersebut segenap elemen bangsa khususnya seluruh anggota BNN dan semua pihak yang terkait baik dari unsur pemerintah, legislatif, yudikatif, swasta, LSM dan seluruh lapisan masyarakat lainnya harus bahu membahu dan bekerja lebih serius secara komprehensif, dengan terus meningkatkan komitmen, koordinasi dan keterpaduan langkah guna melahirkan karya nyata dalam pelaksanaan Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba.

(2)

II. GAMBARAN UMUM PENYALAHGUNAN NARKOBA DI INDONESIA 1. Data Penyalahgunaan Narkoba.

Berdasarkan data 5 (lima) tahun terakhir (2001 – 2005) yang dihimpun Badan Narkotika Nasional, jumlah kasus dan tersangka pelaku tindak kejahatan narkoba yang terungkap dan jumlah penyalahguna narkoba yang terdeteksi, menunjukan peningkatan tajam di seluruh wilayah tanah air. Jumlah kasus narkoba meningkat dari sebanyak 3.617 pada tahun 2001 menjadi 14.514 pada tahun 2005, atau meningkat rata-rata 36,9% per tahun. Jumlah tersangka tindak kejahatan narkoba meningkat dari 4.924 orang pada tahun 2001 menjadi 20.023 pada tahun 2005, atau meningkat rata-rata 36,8% per tahun. (terlampir).

Sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 telah berhasil disita Narkoba jenis Narkotika, antara lain : ganja dan derivatnya sebanyak 117 ton dan 955.182 batang, Narkoba jenis heroin sebanyak 90,8 kg dan morphin sebanyak 18 gram serta kokain sebanyak 68,3 kg. Sedangkan barang sitaan Psikotropika jenis ATS, antara lain : Ekstasi sebanyak 864.681 tablet dan Shabu sebanyak 327.036,12 gram. (terlampir).

Beberapa kasus menonjol yang berhasil diungkap oleh Satgas BNN sepanjang tahun 2005 adalah :

a. Tanggal 8 April 2005, pengungkapan pabrik gelap ekstasy di Desa Pangradin, Jasinga-Bogor, dengan tersangka Filip Wijayanto alias Hans Philip yang tertembak mati. Pabrik tersebut memiliki kapasitas produksi 504.000 butir ekstasy perhari.

b. Tanggal 17 April 2005, pengungkapan 9,2 kg heroin di Bandara Ngurah Rai – Bali, dengan tersangka Andrew Chan, Renae Lawrence, Stephens Martin dan Scot Anthony Rush.

(3)

c. Tanggal 27 April 2005, penangkapan Man Singh Ghale (WN Nepal) seorang buronan Internasional di Teluk Pucung Bekasi – Jawa Barat, tersangka tertembak di TKP dengan barang bukti heroin 1.250 gr, kokain 276 gr, ekstasy 7000 butir dan 1 buah pistol FN kaliber 22.

d. Tanggal 10 Mei 2005, penggerebekan rumah di komplek Green Garden Blok E-1 No.37a Jakarta Barat, dengan tersangka Tjik Wang alias Akwang dan Hariono Agus Tjahyono alias Seng Hwat dengan barang bukti shabu kristal sebanyak 50 kg, shabu cair 4 kg, ekstasy 70.000 butir, 6 unit mobil serta uang tunai Rp. 1.050.000.000,-.

e. Pada pasca bencana Tsunami di Aceh, operasi Satgas BNN menemukan areal kultivasi ganja di :

1) Kab. Aceh Besar (10 lokasi ladang ganja).

2) Kampung Lapeng, Desa Pulau Breh, Kec. Pulau Aceh terdapat 3 lokasi penanaman ganja di areal 8 hektar.

3) Kampung Lampuyang, Desa Pulau Breh, Kec. Pulau Aceh terdapat 1 lokasi penyemaian ganja dan ribuan bibit ganja siap tanam.

4) Desa Cisuum Indrapuri ditemukan 2 titik ladang ganja (setara dengan 20.000 batang pohon ganja) seluas 4 hektar. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa penyalahguna ganja yaitu sekitar 75%, maka BNN telah melakukan berbagai antisipasi atau kegiatan yaitu :

(4)

1) Mencegah masuknya ganja dari wilayah Sumatera ke Jawa dengan membentuk pos pemeriksaan cepat dan pos pemeriksaan ketat di Bakaheuni, Lampung.

2) Melaksanakan operasi ganja di wilayah Aceh dan daerah produksi lainnya.

f. Tanggal 11 Nopember 2005, pengungkapan pabrik gelap pembuatan ekstasy dan shabu dengan kapasitas produksi 100 kg perminggu, di Desa Cemplang Cikande, Serang – Banten.

Mengingat sifat pabrik clandestine yang tertutup dan memiliki sistem sel maka dilakukan pengawasan dan penyelidikan lebih lanjut sehingga pada tanggal 27 Januari 2006 telah berhasil ditemukan gudang penyimpanan bahan kimia/prekursor dan peralatan Laboratorium Gelap Psikotropika di Desa Citawa Kec. Kibin Kab. Serang Banten. Gudang tersebut masih terkait dengan kasus Laboratorium Gelap Psikotropika di Desa Jawilan Cikande, Serang, Banten tanggal 11 Nopember 2005 dengan tersangka Benny Sudrajat, dkk

g. Tanggal 23 Nopember 2005, pengungkapan pabrik gelap ekstasy di Banyuwangi dan Malang dengan kapasitas produksi 8.000 butir ekstasy perjam. Tersangka adalah Warga Negara Indonesia, Singapura, Hongkong dan Malaysia.

Pada tahun 2004 telah dieksekusi 3 (tiga) orang terpidana mati oleh Pengadilan Negeri Medan, yaitu : Ayodya Prasad Chaubey (WN India), Saelow Prased dan Namsong Srilak (WN Thailand). Pada tahun 2005 telah dijatuhkan vonis mati terhadap 4 (empat) narapidana narkoba, sehingga sampai saat ini masih menunggu pelaksanaan eksekusi sebanyak 39 (tiga puluh sembilan) orang (data terlampir). Pada tanggal 10 Pebruari 2006 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

(5)

menolak permohonan grasi Marco Acher Cardoso, seorang warganegara Brazil yang dijatuhi hukuman mati karena menyelundupkan kokain ke Indonesia. Marco Acher Cardoso divonis bersalah pada tahun 2004 karena menyelundupkan lebih dari 13 kilogram kokain dalam sebuah bingkai hang-glider dan pada tanggal 14 Pebruari 2006 telah divonsi mati terhadap dua anggota kelompok Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

2. Hasil-hasil Penelitian.

a. Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap

Narkoba pada Kelompok Rumah Tangga di Indonesia, 2005 1) Survei rumah tangga dilakukan di 23 lokasi yang terdiri dari

16 kota dan 7 pedesaan di 16 Propinsi.

2) Survei nasional penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok rumah tangga di Indonesia, 2005 ini bertujuan untuk mengevaluasi estimasi prevalensi penyalahguna narkoba, mengidentifikasikan kelompok-kelompok masyarakat rawan penyalahgunaan narkoba, mendapatkan gambaran peredaran gelap narkoba dan menilai pengetahuan masyarakat tentang narkoba dan HIV/AIDS. Survei ini hasil kerjasama BNN dengan Universitas Indonesia.

b. Survei Sistem Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Bahan

Adiktif Lainnya serta Prekursor pada Instansi Penegakan Hukum di 8 Propinsi.

1) Survei sistem pengawasan narkoba serta prekursor dilakukan di 8 Propinsi yang yaitu : Medan, Kepulauan Riau, Jakarta, Surabaya, Denpasar, Pontianak, Makasar dan Manado.

(6)

2) Survei sistem pengawasan narkoba serta prekursor ini bertujuan untuk melihat mekanisme sistem pengawasan oleh masing-masing instansi pelaksana pengawasan yang berwenang mengawasi narkotika, psikotropika, bahan adiktif lainnya dan prekursor.

3) Dari hasil temuan dalam penelitian ini yang menarik adalah Direktorat Perdagangan Luar Negeri, Depperindag Bali, tidak memiliki mekanisme sistem pengawasan terhadap narkotika, psikotropika, bahan adiktif lainnya dan prekursor. Hal ini terjadi karena tidak ada importer yang tercatat di daerah itu.

4) Secara teknis pemahaman yang kurang dari petugas lapangan terhadap barang-barang yang berkategori prekursor merupakan hambatan, hal ini dikarenakan banyaknya ragam prekursor itu sendiri sehingga petugas belum tentu tahu bahwa barang tersebut adalah jenis prekursor.

5) Dari instansi swasta yang ditunjuk untuk ikut terlibat langsung di dalam pengawasan narkotika, psikotropika, bahan adiktif lainnya dan prekursor seperti PT. Sucofindo diketahui bahwa hambatan yang dialami KSO Sucofindo adalah masih banyak jenis prekursor yang mirip diluar kategori SK Menperindag No. 647/MPP/Kep/X/2004 tentang Ketentuan Import Prekursor tetapi tidak diverifikasi.

(7)

III. KELEMBAGAAN BNN.

1. Dasar Hukum Keberadaan BNN.

a. Keberadaan BNN didasarkan kepada konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Dengan ratifikasi tersebut, maka konvensi internasional tersebut menjadi bagian dari hukum positif Indonesia dan ketentuan-ketentuannya mengikat Indonesia untuk dilaksanakan. Konvensi-konvensi internasional yang dimaksud antara lain :

1) Single Convention on Narcotic Drugs 1961, yang sudah diratifikasi dengan Undang-Undang No. 8 tahun 1976. - Pasal 35 (a) : “Membuat pengaturan untuk koordinasi

pada lingkup nasional kegiatan-kegiatan pencegahan dan penegakan hukum terhadap peredaran gelap narkotika dan untuk hal ini perlu dibuat sebuah badan yang mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan tersebut.

2) Convention on Psychotropic Substances 1971, yang sudah diratifikasi dengan Undang-Undang No. 8 tahun 1996. b. Untuk pengawasan atas implementasi ketentuan-ketentuan UN

Convention di atas, oleh United Nations (UN) dibentuk suatu badan Internasional yaitu International Narcotics Control Board (INCB). c. Untuk peningkatan penanggulangan bahaya narkoba secara

global semua negara di dunia telah sepakat untuk membuat suatu konvensi baru yaitu “The United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances 1988 yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1997.

(8)

2. Perkembangan Kelembagaan BNN a. Periode Pertama (1971-1999).

Indonesia sejak tahun 1971 telah melaksanakan tindakan-tindakan yang bertujuan menanggulangi bahaya Narkotika, kala itu Pemerintahan Soeharto mengantisipasi dengan menerbitkan Instruksi Presiden Nomor : 6/1971 yang menginstruksikan kepada Kabakin untuk mendirikan Badan Koordinasi, Bakolak Inspres 6/1971 yang menangani 6 masalah Nasional yaitu :

1) Pemberantasan uang palsu.

2) Penanggulangan penyalahgunaan narkoba. 3) Penanggulangan penyelundupan.

4) Penanggulangan kenakalan remaja. 5) Penanggulangan subversi.

6) Pengawasan orang asing.

b. Periode Kedua (1999-2002).

Dengan berkembangnya permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba yang semakin meningkat dan berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika Pasal 54, maka pada tahun 1999 pemerintah Indonesia membentuk Lembaga baru melalui Keppres Nomor 116 tahun 1999 yaitu Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN) dengan tugas pokok menetapkan kebijaksanaan dan strategi serta mengkoordinasikan semua lembaga departemen-Non departemen. Pada periode ini dirasakan struktur organisasi belum berjalan dengan baik dan koordinasi hanya sebatas administrasi sedang operasionalisasi masih sporadis dan sektoral pada masing-masing anggota departemen/lembaga BNN.

(9)

c. Periode Ketiga (2002-2004)

Karena lembaga yang ada hanya bersifat koordinatif dan administratif, maka dinilai kurang efektif sehingga memerlukan lembaga yang lebih operasional. Untuk itu berdasarkan Keppres Nomor 17 Tahun 2002 dan Inpres Nomor 3 tahun 2002, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 dan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Presiden, DPA, DPR, MA, pada Sidang Tahun MPR RI Tahun 2002, Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN) diubah menjadi Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan memiliki 25 Anggota dari Departemen serta lembaga pemerintah terkait dengan Kapolri Selaku ketua Ex Officio yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Tugas pokoknya adalah mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam menyusun kebijaksanaan dan pelaksanaan di bidang ketersediaan dan P4GN serta melaksanakan P4GN dengan membentuk satgas-satgas yang bersifat operasional. Sejak perubahan status kelembagaan menjadi BNN pada tahun 2002 maka Polri secara khusus telah memper-bantukan 1 (satu) Direktorat yaitu Direktorat IV Narkoba Bareskrim Polri untuk mendukung tugas oprasional dibawah kendali BNN. Di samping itu BNN pun sudah diakui sebagai focal point untuk masalah Narkoba oleh badan-badan Internasional/dunia.

3. Visi dan Misi

Visi BNN yaitu : Mewujudkan masyarakat Indonesia bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba.

Misi BNN yaitu :

a. Mengkoordinasikan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan dibidang penyediaan legal, pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan pengedaran gelap narkoba dan prekursor dari instansi pemerintah terkait.

(10)

b. Mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat, organisasi bukan pemerintah, media massa dan sektor usaha serta masyarakat luas dalam program pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan dan pengedaran gelap narkoba dan prekursor.

c. Melaksanakan kerjasama regional dan internasional baik bilateral maupun multirateral.

d. Menyelenggarakan pengembangan kapasitas SDM melaui program pelatihan, dan pengadaan prasarana dan sarana, serta piranti lunak, termasuk pengembangan sistem informasi nasional narkoba yang terpadu dengan sistem informasi narkoba regional dan internasional.

e. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan tentang permasalahan narkoba.

4. Peran BNN

BNN dalam kegiatan Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) melaksanakan beberapa peran yaitu sebagai :

a. Koordinator.

1) BNN merupakan lembaga forum yang terdiri dari 26 Anggota dan berasal dari 22 Departemen terkait. Oleh karena itu BNN perlu mengkoordinasikan semua kegiatan dari berbagai instansi terkait dalam rangka P4GN. BNN mengkoordinasikan berbagai upaya secara terpadu dari semua instansi, baik departemen maupun non departemen. Dengan demikian diharapkan seluruh anggota BNN memiliki komitmen yang sama untuk melakukan upaya secara konsisten dan sungguh-sungguh.

(11)

2) Berdasarkan SKB Menpan, Mendagri dan Kapolri Selaku Ketua BNN Nomor : 04/SKB/M.PAN/12/2003 , Nomor: 127 tahun 2003 dan Nomor 01/SKB/XII/2003/BNN tanggal 15 Desember 2003 yang menyatakan bahwa dalam tugasnya BNN mengkoordinasikan secara fungsional setiap kegiatan yang dilakukan oleh BNP/BNK-Kota.

Dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya BNN senantiasa menjalin hubungan dan memberdayakan Badan Narkotika Provinsi dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota yang telah terbentuk.

b. Pendukung.

BNN memberikan dukungan pada setiap kegiatan dalam rangka P4GN yang dilaksanakan oleh seluruh anggota BNN. Dukungan BNN diberikan dalam bentuk :

1) Dukungan pencegahan.

Dukungan pencegahan diberikan secara terpadu oleh seluruh anggota BNN yang termasuk komunitas pencegahan/demand reduction. Seperti : Depkes, Depsos, Diknas, Kominfo, dll.

2) Dukungan penegakan hukum.

Dukungan penegakan hukum diberikan secara terpadu oleh seluruh anggota BNN yang termasuk komunitas penegakan hukum/supply reduction. Seperti : Badan POM, Bea Cukai, Imigrasi, Dit IV Narkoba/KT Bareskrim Polri, dll.

c. Pelaksana langsung dalam beberapa bidang yang dilaksanakan

oleh Lakhar BNN yaitu :

1) Kegiatan yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian, Pengembangan & Informatika, seperti; Penelitian P4GN, Pembangunan dan pengembangan serta operasionalisasi Sistem Informasi Narkoba.

(12)

2) Kegiatan yang dilaksanakan oleh Pusat Laboratorium Terapi dan Rehabilitasi, seperti; Kegiatan Terapi & Rehabilitasi, melakukan riset / penelitian di bidang Terapi & Rehabilitasi, Pengembangan Pus T & R untuk menjadi rujukan dalam kajian dibidang T & R. Dalam melakukan riset dan kajian Pus Lab. T & R bekerjasama dengan Pus Litbang & Info.

d. Pelaksana Kegiatan operasional langsung oleh Lakhar BNN dilaksanakan dengan pembentukan Satgas-Satgas, yang diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Satgas Narkotika. 2) Satgas Psikotropika. 3) Satgas Airport Interdiction. 4) Satgas Seaport Interdiction. 5) Satgas Luhpen.

6) Satgas Prekursor.

7) Satgas Diseminasi Informasi. 8) Satgas Teknologi Informasi. 9) Satgas Terapi & Rehabilitasi. 10) Satgas Pengawasan Orang Asing. 11) Satgas Khusus TNI.

IV. STRATEGIS NASIONAL BNN TAHUN 2005 - 2009

Strategi Nasional Badan Narkotika Nasional (BNN) Tahun 2005 – 2009 dalam Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Bidang Pencegahan.

Adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dan peredaran gelap, dengan upaya-upaya yang berbasiskan masyarakat,

(13)

mendorong dan menggugah kesadaran, kepedulian dan peran serta aktif seluruh komponen masyarakat. Motto yang menjadi pendorong semangat adalah "Mencegah Lebih Baik Daripada Mengobati". Upaya yang dilakukan adalah :

a. Strategi Pre-emtif

Merupakan pencegahan yang bersifat menghilangkan atau mengurangi faktor-faktor yang mendorong timbulnya kesempatan atau peluang untuk melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, dengan usaha/kegiatan dengan menciptakan kesadaran, kepedulian, kewaspadaan dan daya tangkal masyarakat dan terbina kondisi, perilaku dan hidup sehat tanpa narkoba.

b. Strategi Nasional Usaha Promotif

Usaha-usaha promotif dilaksanakan dengan kegiatan-kegiatan pembinaan dan pengembangan lingkungan masyarakat bebas narkoba, pembinaan dan pengembangan pola hidup sehat, beriman, kegiatan positif, produktif, konstruktif dan kreatif.

c. Strategi Nasional untuk Komunikasi, Informasi dan Pendidikan Pencegahan

Pencegahan penyalahgunaan narkoba terutama diarahkan kepada generasi muda (anak, remaja, pelajar, pemuda dan mahasiswa). Penyalahgunaan sebagai hasil interaksi individu yang kompleks dengan berbagai elemen dari lingkungannya, terutama dengan orang tua. sekolah, lingkungan masyarakat dan remaja/pemuda lainnya, oleh karena itu Strategi Komunikasi. Informasi dan Pendidikan Pencegahan dilaksanakan melalui 7 (tujuh) jalur yaitu :

(14)

(1) Keluarga, dengan sasaran orang tua, anak, pemuda, remaja dan anggota keluarga lainnya.

(2) Pendidikan, sekolah maupun luar sekolah/dengan kelompok sasaran guru/tenaga pendidik dan peserta didik/warga belajar baik secara kurikuler maupun ekstra kurikuler.

(3) Lembaga Keagamaan, dengan sasaran pemuka-pemuka agama dan umatnya.

(4) Organisasi Sosial Kemasyarakatan, dengan sasaran remaja/pemuda dan masyarakat.

(5) Organisasi Wilayah Pemukiman (LKMD, RT, RW), dengan sasaran warga terutama pemuka masyarakat dan remaja setempat.

(6) Unit-unit kerja, dengan sasaran Pimpinan, Karyawan dan keluarganya.

(7) Mass Media baik elektronik, Cetak dan Media Interpersonal (Talk show dan dialog interaktif), dengan sasaran masyarakat secara luas maupun individu.

d. Strategi Nasional untuk Golongan Berisiko Tinggi

Strategi ini disiapkan khusus untuk remaja/pemuda yang berisiko tinggi, yaitu mereka yang mempunyai banyak masalah, yang dengan edukasi preventif saja tidak cukup karena tidak menyentuh permasalahan yang mereka alami. Pada umumnya masalah-masalah tersebut, menyangkut kehidupan keluarga drop out/putus sekolah, putus pacar, kehamilan diluar pernikahan,

(15)

tekanan kelompok sebaya (peer group), gelandangan dan anak terlantar, dll.

e. Strategi Nasional untuk Partisipasi Masyarakat

Strategi ini merupakan strategi pencegahan berbasis masyarakat, sebagai upaya untuk menggugah, mendorong dan menggerakkan masyarakat untuk sadar, peduli dan aktif dalam melakukan pencegahan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Suksesnya strategi ini sangat tergantung pada partisipasi masyarakat dalam usaha-usaha promotif, edukasi prevensi, dan penanganan golongan berisiko tinggi. Kekuatan-kekuatan di dalam masyarakat di mobilisir untuk secara aktif menyelenggarakan program- program dibidang-bidang tersebut di atas.

2. Bidang Penegakan Hukum.

Adalah upaya terpadu dalam pemberantasan narkoba secara komprehensif, organisasi kejahatan narkoba dengan menerapkan undang-undang dan peraturan-peraturan secara tegas, konsisten dan dilakukan dengan sungguh-sungguh, serta adanya kerjasama antar instansi dan kerjasama internasional yang saling menguntungkan.

a. Strategi yang dilakukan dalam penegakan hukum

dimaksudkan untuk :

1) Mengungkap dan memutus jaringan sindikat perdagangan dan peredaran gelap narkoba, baik nasional maupun internasional.

2) Melakukan proses penanganan perkara sejak penyidikan sampai lembaga pemasyarakatan secara konsisten dan sungguh-sungguh.

3) Mengungkap motivasi/latar belakang dari kejahatan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

(16)

4) Pemusnahan barang bukti narkoba yang berhasil disita, khususnya terhadap Narkotika dan psikotropika golongan I. 5) Pelaksanddaan pengawasan dan pengendalian terhadap

ketersediaan dan peredaran prekursor serta penyitaan terhadap asset milik pelaku kejahatan perdagangan dan peredaran gelap narkoba.

b. Strategi yang perlu dilaksanakan dalam penegakan hukum adalah :

1) Strategi Nasional lntelejen Narkoba

a) Usaha-usaha untuk mencegah penyelewengan supply resmi ke pasaran gelap dan untuk memutuskan, menghilangkan dan mengurangi supply gelap narkoba akan lebih sukses jika berdasarkan informasi intelejen yang akurat dan cepat. lntelejen narkoba akan memudahkan penyidik untuk mengetahui kelemahan-kelemahan organisasi kriminal/ sindikat narkoba untuk kemudian menghancurkannya.

b) Strategi nasional lntelejen Narkoba mengkoordinasikan dan mengintegrasikan

kegiatan-kegiatan intelejen yang secara khusus untuk memberantas organisasi kriminal/sindikat narkoba yang mempunyai jaringan berlingkup nasional, regional dan internasional.

2) Strategi Kontrol Narkoba Internasional

Kejahatan narkoba adalah kejahatan internasional/ transnasional yang terorganisir rapi dan bergerak cepat tanpa mengenal batas negara. Untuk memeranginya, seluruh kekuatan Regional dan Internasional harus dipadukan dalam kerjasama yang bersifat strategis maupun operasional. Dengan berpedoman kepada Konvensi-konvensi lnternasional tentang narkoba yang sudah ada, ditindaklanjuti dalam berbagai kerjasama Bilateral Regional dan Internasional.

(17)

3) Strategi Nasional Pengendalian dan Pengawasan terhadap Jalur Legal.

1) Narkoba dapat digunakan secara legal untuk keperluan pengobatan orang sakit, industri dan untuk kepentingan penelitian/ilmu pengetahuan. Walaupun demikian perlu ada pengendalian dan pengawasan tentang jenis dan jumlah narkoba yang tepat pemakaiannya dan berapa banyak ketersediaannya untuk kepentingan kesehatan, industri dan ilmu pengetahuan.

2) Selain tersebut diatas harus diatur dan diawasi jalur resmi, mengenai impor, ekspor, produksi dan distribusi legal untuk mencegah penyelewengan dan kebocoran sumber legal ke pasaran gelap.

4) Strategi Nasional Interdiksi Narkoba

Strategi Interdiksi adalah untuk menghentikan/memutus supply narkoba yang diselundupkan melalui udara, laut dan darat. Mengingat luasnya wilayah Indonesia, maka yang menjadi sasaran operasi adalah daerah-daerah rawan penyelundupan narkoba, dihadapi dengan kekuatan terpadu dalam suatu koordinasi nasional.

5) Strategi Nasional lnterdiksi Udara

a) Strategi ini melakukan interdiksi penyelundupan narkoba melalui pesawat terbang umum (kargo dan penumpang) dan pesawat terbang pribadi, dengan koordinasi dari aparat Pemerintah terkait yang bertugas di pelabuhan udara.

(18)

b) Strategi ini juga dipakai sebagai pendukung operasi dilaut dan didarat berupa deteksi melalui survey udara.

6) Strategi Nasional lnterdiksi Laut/Maritim

Strategi ini melakukan interdiksi penyelundupan narkoba di laut, dimana kapal-kapal penyelundup narkoba ditangkap didalam zone maritim berupa Internal Waters, Archipelagit; Waters, Territorial Sea dan Contiguous Zone. Juga di pelabuhan laut terhadap cargo dan penumpang. Strategi Interdiksi Laut mendapat bantuan dan berkoordinasi dengan aparat pemerintah terkait dari udara dan darat.

7) Strategi Nasional lnterdiksi Darat

Strategi ini melakukan interdiksi penyelundupan narkoba pada saat narkoba tersebut memasuki daratan, daerah perbatasan negara dan melalui jasa pos internasional serta penyalahgunaan kantong diplomatik. Strategi ini akan berhasil bila mendapat bantuan dan berkoordinasi dengan aparat pemerintah terkait dari udara, laut dan jasa pos (pemerintah dan swasta), serta kedutaan/perwakilan asing.

8) Strategi Nasional Bidang Investigasi

Strategi Investigasi terutama dimaksudkan untuk mengurangi supply gelap narkoba dengan mengungkap dan memutus jaringan organisasi kejahatan dan sindikat narkoba, menyita narkoba sebagai barang bukti dan melakukan penyitaan hasil/keuntungan/aset dari pelaku kejahatan narkoba. Untuk suksesnya Strategi Investigasi, perlu dikaitkan dengan Strategi Intelejen, Strategi Interdiksi dan Strategi Kontrol lnternasional.

(19)

9) Strategi Nasional Bidang Prosekusi/Penuntutan

Seluruh Strategi Prosekusi dilakukan untuk tindak lanjut dari Strategi Interdiksi dan Strategi Investigasi untuk pemrosesan perkara, sejak penyidikan, penuntutan dan pembuktian yang lengkap di pengadilan. Dengan upaya demikian para pelaku kejahatan narkoba akan mendapat hukuman yang setimpal dan organisasi kejahatan mereka akan hancur, selanjutnya akan memberikan efek deteren dan mengurangi bahkan menghilangkan supply narkoba secara ilegal.

3. Bidang Laboratorium Terapi dan Rehabilitasi

Strategi ini dilakukan dilakukan untuk mengobati para penyalahguna narkoba, dengan melakukan pengobatan secara medis, sosial dan spiritual serta upaya untuk mencegah menjalarnya penyakit HIV/AIDS karena pemakaian jarum suntik oleh penyalahguna narkoba secara bergantian. Agar mereka yang sudah diberikan rehabilitasi, tidak menjadi penyalahguna lagi, perlu dilakukan upaya pencegahan lebih lanjut.

Penyalahguna narkoba merupakan bagian dari masyarakat yang harus ditolong dan diberikan kasih sayang dalam mempercepat proses penyembuhannya. Perlu diberikan pengobatan dan rehabilitasi secara gratis kepada penyalahguna narkoba yang tidak mampu melalui subsidi pemerintah dan sumbangan para donatur, karena pengobatan dan rehabilitasi terhadap penyalahguna narkoba memerlukan waktu dan biaya yang cukup besar.

Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang sangat kompleks meliputi faktor-faktor spiritual, psikologis. sosial dan biologis bahkan juga bisa menyangkut perilaku kriminal (criminal behaviour). Oleh karena itu Strategi ini harus meliputi semua faktor-faktor tersebut diatas dan disiapkan berbagai metoda sesuai tingkat penyalahgunaan dari tingkat social user, user dan hard core addicts.

(20)

a. Strategi Nasional Riset Terapi dan Rehabilitasi Terpadu

Membangun balai riset terpadu untuk menemukan metode terapi dan rehabilitasi yang dapat dijadikan sebagai/pedoman bagi penyelenggara terapi dan rehabilitasi. Selain itu juga mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi petugas/tenaga terapi dan rehabilitasi.

b. Strategi Nasional untuk Treatment dan Rehabilitasi Medis

1) Treatment dan Rehabilitasi Medis mempunyai berbagai macam model, yang mempunyai tujuan untuk menyembuhkan/memulihkan kesehatan fisik dan mental jiwa daripada penyalahguna.

2) Partisipasi aktif dari masyarakat untuk membangun treatment centres perlu digalakkan, namun harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

c. Strategi Nasional untuk Rehabilitasi Sosial

1) Penyembuhan/pemulihan kesehatan fisik dan mental/jiwa saja, tidak cukup untuk seorang mantan penyalahguna untuk memasuki kembali kehidupan normal dalam lingkungan keluarga, sekolah, tempat kerja dan masyarakat. Yang bersangkutan perlu mendapat rehabilitasi sosial sehingga ia tidak tergoda lagi untuk memakai narkoba dan mampu melaksanakan lagi suatu kehidupan yang normal, produktif, konstruktif dan kreatif.

2) Partisipasi masyarakat dalam usaha-usaha rehabilitasi sosial, juga perlu digalakkan, namun harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

(21)

4. Bidang Penelitian Pengembangan dan Informatika Yaitu suatu strategi yang melaksanakan kegiatan :

a. Penelitian menyangkut masalah epidemiologi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, pencegahan, terapi dan rehabilitasi serta penegakan hukum.

b. Penyediaan dan penyajian data yang lengkap dan komprehensip tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, baik secara internasional maupun nasional, yang akan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan dan strategi dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Perlu dikembangkan jaringan informasi sampai ke tingkat Propinsi, Kabupaten dan Kota, secara langsung, sehingga akan mempercepat penyajian dan penyediaan data secara akurat dan aktual. Sistem informasi narkoba ini juga akan melakukan tukar menukar informasi dengan badan-badan terkait dari negara lain dan badan-badan internasional.

5. Pengembangan dan Peningkatan Kualitas SDM, Fasilitas, Infrastruktur dan Sumber dana

Yaitu upaya untuk meningkatkan kemampuan profesional baik Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Propinsi, Kabupaten dan Kota, yang meliputi kemampuan sumber daya manusia, fasilitas, infrastruktur dan sumberdana. Penempatan personil di BNN oleh instansi-instansi, disamping secara profesional, juga sebagai jenjang karir bagi pejabat di lingkungan instansi tersebut. Perlu upaya untuk meningkatkan fasilitas perkantoran yang memadai dan anggaran yang cukup, sebagai wujud kesungguhan pemerintah dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap.

(22)

V. UPAYA YANG TELAH DILAKSANAKAN LAKHAR BNN TAHUN 2005. Menghadapi perkembangan penyalahgunaan narkoba, maka telah dilakukan upaya penanggulangan baik dalam bidang pencegahan, penegakan hukum, laboratorium terapi dan rehabilitasi, penelitian, pengembangan dan informatika, bidang kelembagaan serta koordinatorat satuan tugas adalah sebagai berikut :

1. Bidang Pencegahan.

Bidang pencegahan berorientasi pada peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang masalah narkoba serta upaya pencegahannya. Program yang telah dilakukan BNN diwujudkan dalam berbagai kegiatan penyuluhan, pembinaan potensi masyarakat serta pendidikan dan pelatihan. Ketiga program tersebut dilaksanakan dalam bentuk beberapa kegiatan besar, antara lain :

a. Pelaksanaan kegiatan advokasi bidang pencegahan penyalahgunaan narkoba / parenting skill di 7 (tujuh) propinsi dengan peserta sebanyak 675 orang.

b. Pelaksanaan forum pertemuan dan penyuluhan antar instansi pemerintah dengan LSM di 7 (tujuh) propinsi dengan peserta sebanyak 450 orang.

c. Pelatihan dan penataran instruktur penyuluh narkoba untuk kalangan guru SD, SLTP dan SLTA, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama serta Remaja Masjid, Pemuda Gereja, Pemuda Hindu, Pemuda Budha dengan peserta sebanyak 305 orang.

d. Pelatihan fasilitator penyuluh pencegahan narkoba untuk tokoh masyarakat, tokoh agama dan remaja mesjid dengan peserta sebanyak 64 orang.

(23)

e. Temu pakar dalam rangka penyusunan modul pelatihan / penataran dan penyuluhan dalam rangka P4GN, tanggal 17 – 19 April 2005 di Jakarta dengan peserta sebanyak 30 orang.

f. MoU antara Forum Rektor Indonesia, Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia dengan BNN.

g. Penyerahan hadiah lomba karya tulis siswa/siswi SMA dan Mahasiswa/Mahasiswi Perguruan Tinggi Se Indonesia dalam rangka memperingati HIMPPGN tahun 2005 dengan peserta sebanyak 58 orang.

h. Sarasehan nasional organisasi kemasyarakatan/LSM, tanggal 7 Desember 2005 dengan peserta sebanyak 150 orang.

i. Rakor instansi pemerintah dengan LSM (25 Anggota BNN), tanggal 28 Oktober 2005.

j. Rakor tim penyuluh narkoba bidang pencegahan Tahun Anggaran 2005 terdiri dari 10 BNP (Sumut, Sumbar, Bali, Kaltim, NTB, DIY, Jateng, Riau, Sumsel dan Sulsel) tanggal 16-18 Januari 2006 dengan peserta sebanyak 160 orang.

k. Pemasangan 40 set billboard tentang bahaya narkoba di 4 Propinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta dan Bali. Untuk DKI Jakarta dipasang di Bandara Soekarno – Hatta.

l. Pembuatan CD interaktif bahaya penyalahgunaan narkoba dan pemasangan iklan layanan masyarakat di media massa.

2. Bidang Penegakan Hukum

Kegiatan penegakan hukum yang telah dilaksanakan dilaksanakan selama tahun 2005, antara lain :

a. Pelaksanaan Task Force III Meeting on Law Enforcement, tanggal 22 – 23 Agustus 2005 di Bali dengan peserta berjumlah 47 orang

(24)

dari 11 negara, dengan tujuan terwujudnya kawasan ASEAN dan China Bebas dari Narkoba Tahun 2015.

b. Pelatihan teknik dan taktik tindak pidana narkoba bagi 15 anggota Kepolisian Laos, tanggal 20 Juni – 2 Juli 2005 di Jakarta. c. Seminar dan lokakarya nasional tentang Kemitraan Pemerintah

dan Industri Kimia dalam mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan produksi gelap narkoba.

d. Pembangunan sarana CBT (Computer Based Training) di 55 lokasi, hasil kerjasama dengan UNODC. Untuk tahap pertama telah dipasang di 39 lokasi, sedangkan pada tahap kedua akan dipasang di 16 lokasi.

e. Sosialisasi undang-undang narkotika dan psikotropika di Pontianak, Pekanbaru, Medan, Makassar dan Jambi. Peserta sosialisasi terdiri dari personel BNP, BNK dan instansi pemerintah daerah lainnya.

f. Pemusnahan barang bukti narkoba yang disita selama tahun 2005 di Puspitek Serpong – Tangerang, tanggal 23 Juni 2005. g. Pendistribusian alat-alat dukungan operasional seperti teskit

narkoba dan prekursor, x-ray machine portable, alat deteksi narkoba jenis GT 200, itemiser dan screening surat dan paket pos kepada para anggota BNN serta Satgas-satgas.

3. Bidang Terapi dan Rehabilitasi.

Kegiatan Terapi dan Rehabilitasi merupakan upaya untuk mewujudkan pelayanan laboratorium uji narkoba terapi dan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkoba secara komprehensif.

Adapun upaya-upaya yang telah dilakukan selama tahun 2005, meliputi :

a. Inventarisasi masalah di Bidang Terapi & Rehabilitasi melalui supervisi, monitoring dan evaluasi pelaksanaan pelayanan Terapi & Rehabilitasi pecandu narkoba di Indonesia.

(25)

b. Uji coba Standar Pelayanan Terapi & Rehabilitasi pecandu narkoba dan Pedoman Terapi & Rehabilitasi pecandu narkoba Berbasis Masyarakat untuk 12 Propinsi (Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan).

c. Penyusunan buku pedoman pelaksanaan T & R berbasis masyarakat melalui rumah dampingan.

d. Penyusunan buku pedoman pelaksanaan T & R Terpadu di Lapas / Rutan.

c. Pengembangan SDM Petugas Pelaksana Terapi & Rehabilitasi melalui pemantapan petugas, pemagangan petugas, pelatihan tenaga medis dan pelatihan petugas perpustakaan di OSC untuk 12 Propinsi, termasuk 4 Lapassustik (Cipinang Jakarta, Cirebon Jawa Barat, Krobokan Bali dan Pamekasan Jawa Timur) sejumlah 150 orang.

d. Pelaksanaan Terapi & Rehabilitasi Terintegrasi Berbasis Masyarakat termasuk peningkatan sarana & prasarana melalui One Stop Center / OSC dan Out Reach Center/ ORC sebagai Proyek Uji Coba di 12 Propinsi dan 4 Lapas Khusus Narkotika. e. Bekerja sama dengan PB NU, Colombo Plan dan International

Narcotica and Law Enforcement USA mengadakan temu pakar dalam rangka menyusun buku panduan mengenai pandangan Islam terhadap penyalahgunaan narkoba (Developing Guidebook on Understanding Drug Addiction From The Islamic Perspective) yang diikuti 5 negara peserta (Afganistan, Indonesia, Malaysia, Pakistan dan Singapura) pada tanggal 1 – 5 Februari 2005 di DKI Jakarta.

f. Pelatihan bidang terapi dan rehabilitasi terintegrasi bagi 15 petugas pelaksana pelayanan terapi dan rehabilitasi Pemerintah Laos, pada tanggal 20 Juni s/d 2 juli 2005 di DKI Jakarta.

(26)

Advisory Programme Colombo Plan pada bulan Pebruari 2005 di Jakarta.

i. Pembangunan sarana dan prasarana pusat rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba di Lido Jawa Barat, sebagai pusat rujukan Nasional dalam upaya terapi dan rehabilitasi penyalahgunaan narkoba.

4. Bidang Penelitian, Pengembangan dan Informatika.

Bidang yang bertugas menyelenggarakan penelitian, pengembangan dan kegiatan informatika di bidang pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Pus Litbang dan Info telah melaksanakan program kegiatan, antara lain : a. Bidang Penelitian dan Pengembangan.

1) Kegiatan penelitian dan survey, yaitu :

a) Survey Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada Kelompok Rumah Tangga.

b) Survey Sistim Pengawasan Narkoba serta Prekursor pada Instansi Pelaksana Pengawasan di 8 Propinsi c) Penelitian tentang Efektifitas Metode Therapeutic

Community (TC) di Jabodetabek.

2) Kegiatan Sosialisasi Hasil-hasil Penelitian Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba di Indonesia Tahun 2003 dan 2004 di 10 Propinsi, antara lain : Sumut, Riau, Jabar, Jateng, Jatim, Kaltim, Kalbar, Sulsel, Sulut dan Bali.

3) Kegiatan Evaluasi Hasil-hasil Penelitian Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba di Indonesia Tahun 2003 dan 2004 pada 10 Propinsi, antara lain : Sumut, Sumsel, Riau, Jateng, Jatim, Kaltim, Kalbar, Sulsel, Sulut dan Bali.

(27)

4) Penerbitan buku tentang Penelitian Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba di Indonesia Tahun 2003 dan 2004.

5) Pengkajian dan Pengembangan Program Strategis Penelitian P4GN.

b. Bidang Informatika.

1) Sampai dengan Tahun 2005 telah dilaksanakan pemasangan jaringan dan sistem informasi narkoba di 27 Propinsi sebagai kelanjutan program pengembangan jaringan sistem informatika BNN. Program pengembangan ini dilakukan mulai dari pemasangan sarana penunjang juga pelatihan system tersebut bagi SDM di daerah (BNP). 2) Selain itu dilakukan updating data untuk bahan informasi

P4GN baik melalui internet (www.bnn.go.id), Laporan Berkala yang bersifat Nasional dan Internasional, dilakukan secara berkelanjutan dan terprogram.

3) Untuk melayani masyarakat dilakukan pengembangan informatika melalui Call center BNN (0804-1-266266), SMS BNN (1266) dan Direct Public di 34 titik Se-Jabodetabek. Program ini adalah sebuah langkah strategis dalam mensosialisasikan dan solusi terdepan informasi P4GN.

4) Penerbitan buku tentang Jurnal Data P4GN serta Data ATS dan Sistem Informasi BNN.

5) Kegiatan sosialisasi tentang Sistim Pengisian Data dengan metode DAINAP.

(28)

5. Bidang Kelembagaan.

a. Bidang Organisasi.

Pada saat ini sedang dibahas mengenai struktur BNN berkaitan dengan :

1) Temuan dari BPKP yang menyarankan perlunya unit organisasi yang bersifat struktural pada Lakhar BNN yang menangani bidang pengawasan.

2) Adanya bantuan dari US DEA berupa peralatan-peralatan yang mampu mendeteksi dan sebagai sarana tukar menukar informasi masalah kejahatan narkoba baik dari dalam maupun luar negeri yang bersifat sangat tertutup.

b. Bidang Peningkatan Kemampuan SDM.

1) Rakor BNP dan BNK, di Jakarta, tanggal 14-15 Juni 2005. 2) Penyelenggaraan kegiatan Peringatan Hari Internasional

Melawan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (HIMPPGN) tahun 2005, tanggal 26 Juni s/d 26 juli 2005. 3) Forum Kehumasan, tanggal 30-31 Agustus 2005, dengan

jumlah peserta ± 150 orang.

4) Pelatihan Bimbingan Teknis Penyusunan LAKIP/SAKIP, di Jakarta, tanggal 2-3 Mei 2005.

5) Pelatihan Bimbingan Teknis Pengadaan Barang dan Jasa bersama Tim BPKP, di Jakarta, tanggal 16-18 Mei 2005.

(29)

6) Kegiatan Bimbingan Teknis Penyusunan Laporan Pemantauan dan Evaluasi Anggaran Berbasis Kinerja tahun 2005, di Jakarta, 8-9 September 2005.

c. Bidang Kerjasama.

Kerjasama dilaksanakan dengan berbagai organisasi Internasional, baik dalam upaya peningkatan SDM maupun Forum Internasional yang membahas masalah dan informasi baru antar negara. Dari berbagai kerjasama tersebut ada beberapa yang esensial dilaksanakan di tahun 2005, antara lain :

1) Pelatihan Drug Information and Intervention di Australia, tanggal 19 September – 10 Desember 2005.

2) Joint Task Force Meeting di Singapura, tanggal 30 September 2005.

3) Regional Training on Drug Abuse Prevention di Malaysia, tanggal 3 – 8 Oktober 2005.

4) Regional Training on Drug Abuse and HIV/AIDS Prevention Regional Project on Reducing HIV Vulnerability from Drug Abuse di Bangkok - Thailand, tanggal 7 – 11 Nopember 2005.

5) The 10th Asia Pacific Operational Drug Enforcement Conference (ADEC-X), di Tokyo Jepang, tanggal 1 – 4 Pebruari 2005.

6) Sidang Un – Comission on Narcotics Drugs (CND) ke-48 di Wina Austria, tanggal 7 – 14 Maret 2005.

7) Meeting on New Project on Precursor Control in East Asia di Kuala Lumpur Malaysia, tanggal 5 – 6 Oktober 2005.

(30)

8) 29th Meeting of Head of National Drugs Law Enforcement Meeting Agencies (HONLEA) Asia – Pacific, di Hanoi – Vietnam, tanggal 7 – 11 Nopember 2005. 9) Workshop of a Regional Joint Action Against ATS Related

Crime Among ACCORD Countries, di Guangdong – Cina, tanggal 21 – 22 Desember 2005.

10) International Harm Reduction Global Conference di Belafast, Irlandia Utara, tanggal 20 – 24 Maret 2005.

11) Expansion of Computer Based Training (CBT) Programme

Installation di Thailand, tanggal 24 – 29 April 2005.

12) Regional Workshop for the Improving ATS Data and

Information System Project di Bangkok – Thailand, tanggal

21 – 23 Nopember 2005.

Selain kerjasama Internasional tersebut di atas, BNN pada tahun 2005 juga telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan berbagai intansi/lembaga, yaitu :

1) Pada tanggal 3 Juni 2005 telah dilaksanakan MoU antara BNN dengan Forum Rektor Indonesia dan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia tentang Upaya Pencegahan, Penindakan dan Peningkatan Ketahanan Masyarakat Kampus Perguruan Tinggi di Indonesia.

2) Pada tanggal 14 Juni 2005 telah dilaksanakan MoU antara BNN dengan BKKBN tentang Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, Penanggulangan HIV/AIDS dan Pencegahan Perilaku Seksual Pra Nikah di Kalangan Remaja.

(31)

3) Pada tanggal 24 Juni 2005 telah dilaksanakan MoU antara BNN dengan Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga, Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Kesehatan tentang Pencegahan Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba di Kalangan Pemuda dan Komunitas Olah Raga.

d. Jumlah BNP dan BNKab./Kota yang sudah terbentuk 31 BNP dari 33 Propinsi dan 270 BNKab./Kota dari 442 Kabupaten/Kota, guna mendukung kegiatan BNN, BNP dan BNKab./Kota, masyarakat juga menunjukan partisipasi aktif dengan membentuk berbagai LSM yang jumlah keseluruhannya sebanyak 288 LSM, terdiri atas LSM yang bergerak di bidang T & R sebanyak 46 LSM dan LSM yang bergerak dibidang pencegahan sebanyak 242 LSM.

6. Bidang Koordinatorat Satuan Tugas.

Koordinatorat Satuan Tugas mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi penyusunan rencana kegiatan Satuan Tugas BNN dalam kegiatan operasional pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainya. Selama tahun 2005, kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain :

a. Rapat koordinasi Satuan Tugas BNN pada tanggal 26 Juli 2005. Rakor Satgas ini bermaksud menjalin koordinasi yang baik antara Koorsatgas dengan para anggota satgasnya, selain itu juga untuk menyamakan persepsi, visi dan misi dari satgas-satgas yang telah terbentuk dalam pelaksanaan tugas operasional di lapangan guna mendukung program P4GN.

(32)

b. Pelatihan bagi 6 (enam) satgas BNN, yaitu : 1) Satgas Terapi dan Rehabilitasi.

2) Satgas Pengawasan Orang Asing. 3) Satgas Prekursor.

4) Satgas Diseminasi Informasi. 5) Satgas Teknologi Informatika. 6) Satgas Psikotropika.

Pada tanggal 19-22 September 2005 di Jakarta. Pelatihan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peserta dalam hal operasional pemberantasan narkoba di lapangan.

VI. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI.

1. Beragamnya dinamika masyarakat, terutama pada isu-isu ekonomi yang terkait dengan maraknya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba oleh karenanya perlu upaya pencegahan yang komprehensive, menjangkau seluruh aspek dan dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan sektor terkait lain (Depsos, Depag, Diknas, Depnaker, dll).

2. Kelembagaan BNP/BNK di daerah yang masih terus dikembangkan dan masih memerlukan pembinaan secara terpadu baik dari sisi operanalisasi kegiatan maupun dari segi pemanfaatan potensi yang dimiliki di masing-masing daerah, termasuk didalamnya pemanfaatan tenaga penyuluh bidang pencegahan yang sudah mendapat pelatihan di tingkat pusat.

3. Kepedulian masyarakat / LSM yang belum sepenuhnya diberdayakan secara maksimal untuk mendukung program P4GN khususnya bidang pencegahan sehingga memerlukan asistensi / pembinaan dari instansi terkait terutama dari aspek peningkatan keswadayaannya dalam melaksanakan kegiatan pencegahan.

(33)

4. Koordinasi lintas sektor masih harus terus ditingkatkan dan dilaksanakan secara berkala terutama antar anggota Badan Narkotika untuk memadukan rencana berbagai kegiatan P4GN sehingga tidak terjadi duplikasi kegiatan, sekalipun secara operasional sudah mulai berjalan.

5. Di bidang peraturan perundang-undangan dirasakan masih banyak kelemahan-kelemahan yang ditemui, dimana pada saat ini BNN beserta anggotanya sedang berupaya melakukan amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Permasalahan yang timbul hingga saat ini belum ada kepastian tentang waktu pembahasannya.

6. Di bidang pengawasan prekursor saat ini ada overlap antara Departemen Kesehatan, Badan POM dan Departemen Perdagangan. Hal ini sangat membingungkan baik dari aspek Internasional maupun dari para importir prekursor dalam negeri.

7. Masalah penyalahgunaan narkoba sangat erat kaitannya dengan masalah penyebaran HIV/AIDS, oleh karena dalam rangka menurunkan tingkat penularan HIV/AIDS dibanyak negara didunia semakin dikembangkan strategi Harm Reduction (Pengurangan

Dampak Buruk). Di Indonesia kegiatan Harm Reduction diterjemahkan

kedalam 12 (dua belas) jenis program. Dari program-program tersebut 2 (dua) program diantaranya yaitu : program terapi substitusi dan pertukaran jarum suntik dianggap merupakan inti dari seluruh program tersebut, namun demikian justru kedua program tersebut merupakan hal yang sangat sensitif. Untuk program substitusi untuk saat ini BNN bersama Departemen Kesehatan telah melaksanakan program substitusi dengan methadone, yang diawali di dua tempat yaitu : RSKO Jakarta dan RS Sanglah Denpasar. Sejak bulan Juli 2005

(34)

14 (empat belas) Propinsi. Permasalahan yang dihadapi bahwa program substitusi methadone masih mendapat bantuan dari WHO sampai dengan akhir 2006. Untuk selanjutnya belum diperoleh jalan keluar untuk program tahun berikutnya, mengingat methadone diimport dari luar negeri yang tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Sedangkan masalah program jarum suntik saat ini merupakan hal yang sangat dilematis disatu sisi dengan program pertukaran jarum suntik, maka bukti-bukti dibanyak negara menunjukan dapat menurunkan angka penularan HIV/AIDS secara signifikan, namun disisi lain tindakan memberikan jarum suntik dapat dinilai memberikan kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kejahatan narkoba. Di Indonesia ini bertentangan dengan hukum yang berlaku.

VII. P E N U T U P.

Demikian pelaksanaan Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) sampai dengan Desember 2005 dan diharapkan agar para peserta Rakor dapat memberikan masukan dan sumbang saran pemikiran untuk peningkatan pelaksanaan Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) dimasa yang akan datang.

Semoga upaya kita bersama melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari bencana narkoba, mendapatkan ridho Allah SWT.

Jakarta, Pebruari 2006 KALAKHAR BNN

ttd

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penentu intensi dengan 4 pendekatan yaitu personal history, beliefs, personal attitude dan self

Pada media Sk-3 ini teriihat bahwa sub kultur dapat meningkatkan laju pertunasan, bahkan pada bulan ketiga produksi tunas cukup tinggi yaitu mencapai 15,5 yang berasal dan media

It has been shown that during heat treatment, molecular hydrogen dissolved in a fiber plays no role in the formation of OH, while under UV irradiation the formation

Dalam paska suksesi pada subjek penelitian, perombakan dari segi kultur budaya perusahaan dianggap narasumber 2 tidak perlu sehingga tidak dilakukan perombakan, karena

Dari hasil penelitian, diketahui bahwa umat Hindu di Pura Agung Jagat Karana melaksanakan tata cara upacara caru panca sata sesuai dengan dasar pilar agama, yaitu

dapat membaca tag yang didekatkan ke alat. Sedangkan apabila diberi halangan berupa karet di antara tag dan RFID Reader, maka jarak maksimal akan berkurang

Demikian pengumuman ini kami sampaikan sebagai bahan untuk diketahui, atas perhatiannya diucapkan banyak terima kasih.. Tanggal, 12 September

Governmental organizations such as the Food and Drug Administration in the United States, the National Food Administration in Finland, and others have issued warnings to