• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA STRES KERJA KARYAWAN BPJS KETENAGAKERJAAN CABANG CIKARANG DI CIKARANG TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISA STRES KERJA KARYAWAN BPJS KETENAGAKERJAAN CABANG CIKARANG DI CIKARANG TAHUN 2014"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA STRES KERJA KARYAWAN BPJS KETENAGAKERJAAN

CABANG CIKARANG DI CIKARANG TAHUN 2014

Sriadani¹, Dulakhir²

1,2

Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas MH.Thamrin Alamat korespondensi:

Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas MH.Thamrin Jl.Raya Pondok Gede No. 23-25 Kramat Jati 13550

Email : sriadani@bpjsketenagakerjaan.go.id

ABSTRAK

Stres kerja adalah suatu kondisi dimana satu atau beberapa faktor di tempat kerja berinteraksi dengan pekerja sedemikian rupa sehingga mengganggu keseimbangan fisiologik dan psikologik. Faktor-faktor tersebut misalnya beban kerja yang terlalu berat, pekerjaan yang terlalu sedikit, hubungan atasan bawahan yang kurang serasi dan peran yang tidak jelas. Tujuan penelitian ini, secara umum adalah memberikan analisa gambaran stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang tahun 2014.

Rancangan penelitian menggunakan cross sectional atau potong lintang dengan pendekatan kuantitatif yang akan menganalisa faktor penyebab yang berhubungan dengan stres kerja karyawan pada BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang. Sampel yang digunakan sebanyak 37 orang karyawan pada BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi variabel independen dan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang relatif ringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 51,36% responden menyatakan bahwa stres kerja termasuk kategori ringan. Keadaan fisik lingkungan kerja di BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang menurut persepsi karyawan sudah baik (51,36%). Pemakaian teknologi baru pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang termasuk dalam kategori baik (70,2%). Sebagian besar karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang menilai bahwa pembebanan berlebih termasuk kategori normal (70,2%). Promosi di BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang adalah baik (51,3%).Sebagian besar karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang berkepribadian ekstrovert (70,2%). Tidak ada hubungan antara keadaan fisik lingkungan kerja dengan stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang (p value = 0,619). Tidak ada hubungan antara pemakaian teknologi baru dengan stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang (p value = 0,241). Ada hubungan antara pembebanan berlebih dengan stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang (p value = 0,041, OR = 0,419). Ada hubungan antara promosi dengan stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang (p value = 0,021, OR = 0,463). Ada hubungan antara kepribadian introvert dengan stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang (p value = 0,016, OR = 4,267).

Kata Kunci: Stres kerja, karyawan

PENDAHULUAN

Dalam Undang-undang No 1 Tahun 1970 disebutkan bahwa pelaksanaan keselamatan kerja dilakukan salah satunya untuk mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik secara fisik, psikis, keracunan, infeksi dan penularan. Penyakit akibat kerja sendiri terjadi akibat paparan faktor risiko yang terdapat di tempat kerja, seperti kondisi tempat kerja, peralatan kerja, material yang dipakai, proses produksi, cara kerja, limbah perusahaan dan hasil produksi (NIOSH, 1999). Dampak yang timbul jika terjadi penyakit akibat kerja tentunya akan mempengaruhi produktivitas pekerja dalam bekerja. Hal ini tentunya juga dapat mempengaruhi kinerja perusahaan yang berdampak pada hasil produksi.

Stres akibat kerja merupakan gangguan fisik dan emosional sebagai akibat ketidaksesuaian antara kapabilitas, sumber daya atau kebutuhan pekerja yang berasal dari lingkungan pekerjaan. Kondisi tersebut dapat memicu terjadinya stres karena beban kerja yang tidak

sesuai, buruknya lingkungan sosial, konflik yang terjadi, lingkungan kerja yang berbahaya. Kondisi tempat kerja yang tidak nyaman tersebut menjadi peranan yang penting dalam menyebabkan terjadinya stres kerja. Padahal stres kerja secara langsung dapat mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja. Hal ini dikarenakan stres kerja dapat memicu terjadinya gangguan kesehatan bahkan terjadinya kecelakaan kerja.

(2)

menyebabkan tingkat absensi atau ketidakhadiran yang tinggi, selain itu stres juga dapat menyebabkan kecelakaan kerja yang dapat memberikan dampak bagi perusahaan.

Di Indonesia, berdasarkan data Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan menyatakan bahwa dari jumlah populasi orang dewasa di Indonesia sebesar 150 juta jiwa sekitar 11,6 persen atau 17,4 juta jiwa mengalami gangguan mental emosional atau gangguan kesehatan jiwa berupa kecemasan dan depresi. Meskipun data tersebut bukan merupakan data khusus mengenai stres akibat kerja tetapi dapat memberikan gambaran mengenai jumlah kasus gangguan mental yang saat ini terjadi di Indonesia. Adapun penelitian yang pernah dilakukan oleh program studi Magister Kedokteran Kerja FKUI sekitar tahun 1990-an menunjukkan bahwa sekitar 30 persen pekerja pernah mengalami stres di tempat kerja mulai dari keluhan ringan sampai berat. Data ini menunjukkan bahwa kejadian stres kerja pada era saat ini bisa jadi semakin mengalami peningkatan. Menurut Nurmiati Amir, dokter spesialis kejiwaan dari FKUI RSCM dalam (Hidayat, 2012) mengatakan bahwa insomnia menyerang 10 persen dari total penduduk di Indonesia. Total kejadian tersebut sekitar 10-15 persennya merupakan gejala insomnia kronis. Kejadian ini dapat disebabkan situasi masalah keluarga maupun pekerjaan.

Berdasarkan data beberapa penelitian yang mengkaji tentang stres kerja sperti oleh Rena Noviyanti (2013) yang melakukan penelitian pada guru honorer SMA di Jakarta Timur menemukan bahwa hasil analisis hubungan antara beban kerja dengan tingkat stres kerja diperoleh bahwa ada sebanyak 32 orang (45,1%) mengalami stres kerja ringan, 30 orang (42,3%) mengalami stres kerja sedang, dan 9 orang (12,7%) mengalami stres kerja berat Hasil uji statistic diperoleh nila p=0.000 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi tingkat stres kerja antara pandangan subjektif responden terhadap beban kerja yang ringan dan berat atau dapat disimpulkan ada hubungan antara beban kerja dengan tingkat stres kerja.

Bangun Setia Putra (2013) melakukan penelitian pada perawat pelaksana rumah sakit Tugu Ibu Cimanggis hasil uji tabu silang antara beban kerja dan stres kerja didapatkan bahwa responden dengan beban kerja berat dan mengalami stres ringan berjumlah 15 responden (48,4%). Nilai p-value didapatkan sebesar 0,047 (<0,05) sehingga dapat diartikan terdapat hubungan yang bermakna antara variabel beban kerja dengan tingkat stres kerja yang dialami perawat pelaksana RS Tugu Ibu. Nilai OR didapatkan sebesar 2,611, maka dapat diartikan bahwa responden dengan persepsi beban kerja berat memiliki risiko 2,6 kali untuk mengalami stres sedang dibandingkan dengan perawat dengan persepsi beban kerja ringan.

Supardi (2007) “Analisa stres kerja pada kondisi

dan beban kerja perawat dalam klasifikasi pasien di ruang rawat inap TK II Putri Hijau Kesdam I/ BB

Medan”, metode yang digunakan adalah kuantitatif

dengan cara analitik survey dengan melihat faktor kepribadian, beban & kondisi kerja perawat terhadap stres kerja. Hasil dan kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara kepribadian, beban dan kondisi kerja dengan stres kerja pada perawat.

Novitasari (2003) melakukan penelitian tentang pengaruh stres kerja terhadap motivasi kerja dan kinerja karyawan PT H.M. Sampoerna Tbk Surabaya dihasilkan bahwa variabel stres kerja (konflik kerja, beban kerja, waktu kerja, karakteristik tugas, dukungan kelompok, dan pengaruh kepemimpinan) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan, sedangkan variabel-variabel stres kerja secara simultan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap motivasi kerja. Dalam hal ini disimpulkan juga bahwa variabel stres kerja dan motivasi kerja secara simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.

BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang adalah salah satu dari 14 kantor cabang yang berada di dalam Kantor Wilayah Jawa Barat, dan mulai beroperasi pada tanggal 1 April 2001 yang saat ini berlokasi di Jl Ki Hajar Dewantara No.12 Jababeka Tahap II Cikarang Utara Bekasi. Kota Jababeka terletak 35km sebelah timur dari pusat bisnis Jakarta dan mencakup daerah Cikarang, yang merupakan bagian dari Kabupaten Bekasi. Luas Kabupaten Bekasi 150.000 ha dan berbagi perbatasan dengan Kabupaten Karawang di sebelah Timur, Bogor di sebelah Selatan dan Jakarta di sebelah Barat. Laut Jawa terletak di Utara Kabupaten Bekasi.

(3)

dan rekonsiliasi iuran (tertib administrasi). Tugas ini sangat berat dirasakan karena disamping melakukan pemeliharaan terhadap data tenaga kerja yang sudah menjadi peserta juga harus mencari peserta baru.

Di bidang pemasaran informal/ khusus karyawan harus mencari jumlah peserta dan penerimaan iuran sebanyak-banyaknya dari sektor informal di luar hubungan kerja (pekerja mandiri) seperti pedagang, tukang ojek, nelayan, petani, supir angkutan umum sesuai target yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT). Di bidang umum & sumber daya manusia karyawan melakukan kegiatan pengelolaan sumber daya manusia, pengadaan barang dan jasa, pemeliharaan aset dan pelayanan umum bagi pegawai (seperti rumah tangga, kebersihan, keamanan, kearsipan, dll) serta hubungan komunikasi dengan pihak internal dan eksternal. Bidang keuangan dan teknologi informasi karyawan bertugas melaksanakan pengendalian penggunaan anggaran dan mencatat transaksi yang terjadi, memenuhi kewajiban perpajakan perusahaan, melaksanakan pengaturan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan hardware, software dan jejaring, serta mengelola database dan aplikasi di kantor. Di bidang pelayanan karyawan bertugas melakukan verifikasi dokumen pendukung dan perhitungan biaya sesuai ketentuan dalam pengajuan klaim program Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, dan Jaminan Kematian, menentukan besar klaim dan memproses klaim, serta memantau kinerja dan melakukan pembinaan kepada mitra Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK).

Posisi sampai dengan bulan Desember 2014 jumlah perusahaan yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang sebanyak 2.873 perusahaan yang terdiri dari 2.197 perusahaan aktif dan 676 perusahaan non aktif, dengan jumlah tenaga sebanyak 1.082.327 orang yang terdiri dari 255.822

tenaga kerja aktif dan 826.505 tenaga kerja non aktif dengan target iuran sebesar Rp. 63.575.892.404,67 dan realisasi iuran sebesar Rp. 85.551.140.317,70. Bulan lalu beberapa karyawan di BPJS Ketenegakerjaan Cikarang dipromosikan ke unit kerja lain sehingga menyebabkan beban kerja yang diterima oleh masing-masing karyawan menjadi lebih besar. Didasari atas hal-hal tersebut diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang analisa stres kerja karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang tahun 2014. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memberikan analisa gambaran stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang tahun 2014.

METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional dan bersifat deskriptif analitik. Penelitian dilakukan di BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang pada bulan Maret hingga bulan Juni 2015 dengan populasi seluruh karyawan/ karyawati di BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang yang berjumlah 40 orang. Pengambilan sampel menggunakan metode

sampling purposive dengan kriteria inklusi yaitu karyawan/ karyawati yang berada di kantor BPJS Ketenagakerjaan cabang Cikarang sedangkan kriteria eksklusinya antara lain karyawan/ karyawati yang tidak bersedia diwawancara saat pengumpulan data, dan karyawan/ karyawati yang sedang cuti atau tidak masuk kerja (dinas/ sakit) saat pengumpulan data berlangsung. Sampel yang dapat dijadikan objek penelitian berjumlah 37 orang. Data primer berupa self report measure berdasarkan life event scale dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumennya. Pengolahan data meliputi editing, coding, processing, cleaning, dan analisis data menggunakan softwear statistik SPSS for windows versi 16.0.

HASIL PENELITIAN Analisis Univariat

Tabel 1. Hasil Analisis Univariat

No Variabel Kategori N % 1 Keadaan fisik lingkungan kerja Baik 19 51,4

Kurang baik 18 48,6 2 Pemakaian teknologi baru Baik 26 70,2 Kurang baik 11 29,8 3 Pembebanan berlebih Normal 26 70,2 Berat 11 29,8 4 Promosi Baik 19 51,3 Kurang baik 18 48,7 5 Kepribadian Ekstrovert dan Introvert Ekstrovert 26 70,2 Introvert 11 29,8

Tabel 2. Kategori Stres Kerja

Kategori N %

Ringan Berat

19 18

51,3 48,7

(4)

Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square untuk melihat apakah ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Selain itu

analisis bivariat juga digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara dua variabel dengan melihat nilai Odss Ratio. Berikut ini adalah penyajian analisis bivariat.

Tabel 3. Hasil Analisis Bivariat

Variabel

Analisa Stres Kerja Karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang di Cikarang Tahun 2014.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres kerja karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang termasuk ringan. Dilihat dari gejala fisik stres kerja, diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju untuk pertanyaan merasakan nyeri di bagian kepala (56,8%), merasakan tangan dan kaki berkeringat (94,6%), merasa sering bernafas panjang (73%), mengalami sakit maag atau diare atau sembelit (67,6%), mengalami susah tidur atau bangun tengah malam dan tidak bisa tidur lagi atau bangun terlalu pagi dan tidak bisa tidur lagi (64,9%), mengalami peningkatan debaran jantung dibandingkan biasanya (81,1%).

Dilihat dari gejala perilaku stres kerja, diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju untuk pertanyaan merasa sulit berkonsentrasi (83,8%), merasa mudah lupa dibanding biasanya (70,3%), cenderung melakukan kesalahan (86,5%), sering merasa berat melakukan kesalahan (83,8%), sering absen dalam bekerja (97,3%),

dan merasa tergesa-gesa dalam melakukan pekerjaan (86,5%).

Dilihat dari gejala emosi stres kerja, diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden memberikan jawaban tidak setuju dan sangat tidak setuju untuk pertanyaan merasa cering cemas atau khawatir terhadap sesuatu (89,2%), merasa mudah marah dari biasanya (81,1%), merasa sering sedih berlebihan (89,2%), merasa sering terasing dari teman-teman kerja (89,2%), cenderung menyalahkan orang lain akhir-akhir ini (97,3%), dan merasa sulit mengambil keputusan dalam berbicara dan bertindak akhir-akhir ini (94,6%).

(5)

kemungkinan besar karyawan jarang melakukan peregangan otot dan menggerak-gerakkan tubuhnya agar otot-otot mengendur, yang berakibat badan menjadi pegal. Oleh karena itu menurut peneliti hendaknya karyawan melakukan gerakan rileks untuk merenggangkan persendian secara berkala dan minum air putih yang cukup.

Menurut Rice (1987, dalam Wildani, 2012) stres ringan adalah jika seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya merasakan adaya sedikit tekanan. Salah satu indikator stres ringan adalah pernah merasakan pegal-pegal atau nyeri pada leher/punggung, sebagaimana dijelaskan oleh Dadang Hawari (2002, dalam Haryadi, 2013) bahwa pada tahapan stres ringan, akan timbul keluhan-keluhan karena tidak cukup waktu untuk istirahat ketika bekerja, seperti nyeri punggung dan tengkuk terasa tegang. Hal tersebut harus segera diantisipasi agar tidak semakin parah dan berubah menjadi stres kerja berat. Menurut Hasibuan (2009) karyawan yang mengalami ketegangan, baik fisik maupun pikirannya, akan berperilaku sedikit aneh yang mengarah pada stres yang disebabkan pekerjaan.

Hubungan antara keadaan fisik lingkungan kerja dengan stres kerja

Hasil penelitian mengenai keadaan fisik lingkungan kerja diperoleh gambaran bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa keadaan fisik lingkungan kerja sudah baik. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban setuju dan sangat setuju responden pada komponen pernyataan pencahayaan ruangan sudah memadai (94,6%), pewarnaan ruangan sudah tertata dengan baik (81,1%), suhu udara pada ruang kerja sesuai (81,1%), AC terdapat pada semua ruangan sebagai sarana penjaga kestabilan suhu udara ruangan kerja (91,1%), selalu tersedia pewangi ruangan sebagai antisipasi bau tidak sedap pada ruang kerja (67,6%), keamanan di tempat kerja sudah baik sehingga membuat nyaman dalam bekerja (73%), dan lingkungan kerja sudah cukup nyaman (75,7%).

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi jawaban responden tersebut diketahui bahwa dari masing-masing komponen pernyataan, mayoritas responden menyatakan setuju dan sangat setuju. Hal ini berarti tidak ada masalah dengan keadaan fisik lingkungan kerja karena mayoritas responden menjawab lingkungan kerja sudah nyaman dan memadai ditinjau dari pencahayaan, penataan, kestabilan suhu dan kenyamanan lingkungan.

Hasil penelitian ini didukung dengan hasil analisis bivariat yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara keadaan fisik lingkungan kerja di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang dengan stres kerja, yang dibuktikan dengan nilai p value = 0,619 dan nilai odds ratio = 1,000. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan fisik lingkungan kerja tidak berpeluang dalam meningkatkan atau menurunkan tingkat stres kerja karyawan. Menurut peneliti, hal ini dikarenakan bahwa keadaan fisik lingkungan kerja sudah cukup memadai

dengan adanya penerangan dan kondisi ruang kerja yang mendukung proses kerja.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Suprapto (2008), namun tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siswanti (2004). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suprapto (2008) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kondisi fisik lingkungan kerja, dibuktikan dengan nilai p value

sebesar 0,454. Sedangkan menurut penelitian Siswanti (2004) yang dilakukan di PT. Pandu Dayatama Patria, dilaporkan bahwa 70% responden menyatakan bermasalah dengan panas, sehingga menyebabkan stres dan 30% menyatakan stres walaupun tidak mempermasalahkan panas. Hasil uji statistik menyatakan p value sebesar 0,039 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara suhu panas dengan stres kerja.

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan yang berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi kinerja, kondisi fisik, dan psikologis karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung (Tiffin dan Mc.Cormick, 1975). Menurut analisa peneliti, keadaan fisik lingkungan kerja di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang sudah baik dan memadai dengan adanya pencahayaan yang baik, penataan ruangan yang kondusif, keamanan kerja yang terjamin, dan kenyamanan saat bekerja yang cukup baik.

Hubungan antara pemakaian teknologi baru dengan stres kerja

Hasil penelitian mengenai pemakaian teknologi baru diperoleh gambaran bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa pemakaian teknologi baru sudah baik. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban setuju dan sangat setuju responden pada komponen pernyataan aplikasi yang digunakan saat ini memudahkan dalam menyelesaikan pekerjaan (67,6%), dan pekerjaan saya terasa lebih cepat diselesaikan dengan aplikasi yang digunakan saat ini (70,3%). Beberapa komponen pernyataan negatif dengan jawaban mayoritas tidak setuju dan sangat tidak setuju, yaitu pada pernyataan belum bisa beradaptasi dengan aplikasi yang digunakan (81,1%), aplikasi yang digunakan saat ini membuat stres (73%), dan aplikasi yang digunakan saat ini tidak berpengaruh besar dalam menyelesaikan pekerjaan saya (67,6%).

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi jawaban responden tersebut diketahui bahwa dari masing-masing komponen pernyataan, mayoritas responden menyatakan setuju dan sangat setuju untuk pernyataan positif, dan mayoritas menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju untuk pernyataan negatif. Hal ini berarti tidak ada masalah dengan pemakaian teknologi baru karena mayoritas responden menjawab bahwa aplikasi yang digunakan saat ini cukup memudahkan pekerjaan, bisa beradaptasi dengan teknologi, tidak terjadi membuat stres, dan pekerjaan mudah selesai dengan adanya dukungan aplikasi teknologi.

(6)

hubungan antara pemakaian teknologi baru di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang dengan stres kerja, yang dibuktikan dengan nilai p value = 0,241 dan nilai odds ratio 1,000. Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian teknologi baru tidak berpeluang dalam meningkatkan atau menurunkan tingkat stres kerja karyawan. Menurut hasil observasi peneliti, pemakaian teknologi baru, dalam hal ini aplikasi program kerja pada komputer (SIPT+) tidak banyak mengalami perubahan dengan sistem aplikasi sebelumnya (SIPT) dan sudah disosialisasikan terlebih dahulu kepada karyawan sebelum digunakan, sehingga karyawan tidak merasa bingung ketika mengalami kesulitan pada awal pemakaian.

Teknologi baru bisa memudahkan pekerjaan. Menurut Simamarta (2006) teknologi merupakan alat, perangkat, program maupun sistem yang dapat diaplikasikan sebagai fasilitas bagi manusia sehingga dapat meningkatkan produktivitas, kreativitas, dan performa kemampuan manusia. Sejalan dengan teori tersebut, dalam penelitian ini dapat dijelaskan bahwa pemakaian teknologi baru bagi karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang cukup membantu pelaksanaan dan penyelesaian berbagai tugas pekerjaan karyawan.

Hubungan antara pembebanan berlebih dengan stres kerja

Hasil penelitian mengenai variabel pembebanan berlebih diperoleh gambaran bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa pembebanan berlebih termasuk dalam kategori normal, yaitu mayoritas responden menjawab normal sebanyak 26 orang atau 70,2%. Hal ini diperkuat dengan jawaban responden yang menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju pada komponen pernyataan beban pekerjaan terasa memberatkan (86,5%), target perusahaan dan tuntutan terlalu tinggi sehingga memberatkan tugas-tugas (75,7%), tuntutan tugas membuat frustasi (86,5%).

Hasil penelitian ini, beberapa komponen masih mengisyaratkan bahwa karyawan merasakan beban berlebih, yang ditunjukkan dengan jawaban sangat setuju dan setuju untuk komponen beban kerja meningkat jika ada rekan kerja yang pindah ke unit kerja lain (75,7%). Hal ini kemungkinan karena beban kerja yang biasanya dikerjakan oleh rekan kerja yang dipindah akan dilimpahkan ke rekan yang lain yang masih ditempat yang sama, sehingga pekerjaan bisa menjadi dua kali lipat. Menurut Gillies (1994, dalam Arwani dan Heru, 2004) beban kerja yang berlebihan, baik secara fisik maupun mental, seperti melakukan tugas yang terlalu banyak, merupakan kemungkinan sumber stres kerja. Unsur yang menimbulkan beban berlebih adalah kondisi kerja dimana setiap tugas diharapkan diselesaikan secepat mungkin dengan benar. Dalam situasi tertentu kondisi ini bisa merupakan motivasi dan menghasilkan prestasi, namun bila desakan waktu menyebabkan timbulnya kesalahan penyelesaian kerja atau menyebabkan kesehatan menurun, maka hal tersebut

merupakan cerminan pembebanan berlebih yang mengakibatkan stres kerja.

Komponen lain yang termasuk dalam pembebanan berlebih kategori berat adalah dalam bekerja selalu dikejar waktu untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik, dilihat dari jawaban responden mayoritas setuju dan sangat setuju (78,4%). Tugas pekerjaan yang harus dikerjakan dengan baik dan selesai dengan cepat merupakan beban kerja. Menurut Supardi (2007) beban kerja adalah keadaan dimana pekerja dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan dalam batas waktu tertentu. Dari hasil analisis bivariat ditemukan bahwa variabel pembebanan berlebih memiliki hubungan dengan stres kerja. Pembebanan berlebih setelah dilakukan uji chi square diperoleh p value = 0,041 < 0,05 Sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan antara pembebanan berlebih dengan stres kerja. Derajat hubungan antara pembebanan berlebih dengan stres kerja dapat dilihat dari nilai odds ratio yaitu sebesar 4,267. Artinya responden yang menganggap pembebanan berlebih adalah berat mempunyai peluang sebesar 4,267 kali untuk mengalami stres kerja dibandingkan dengan responden yang menganggap bahwa pembebanan berlebih adalah normal.

Berdasarkan nilai odds ratio variabel pembebanan berlebih tersebut diketahui bahwa 4,267 > 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa pembebanan berlebih mempunyai hubungan yang positif dengan stres kerja. Artinya pembebanan berlebih berhubungan dan berbanding searah dengan stres kerja. Apabila pembebanan berlebih dianggap berat, maka stres kerja meningkat (berat), sebaliknya jika pembebanan berlebih dianggap normal, maka stres kerja turun (ringan).

Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa pembebanan berlebih mempunyai hubungan positif dengan stres kerja. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Davis dan Newstorm dalam Iman (2007) bahwa stres kerja bisa ditimbulkan oleh adanya tugas yang terlalu banyak. Stres timbul manakala tugas terlalu banyak tapi tidak sebanding dengan kemampuan karyawan untuk melaksanakannya. Selain stres kerja bisa timbul karena terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan. Stres timbul akibat karyawan diberi tugas dengan waktu yang limit, sehingga karyawan stres akibat merasa dikejar-kejar waktu.

(7)

untuk mengerjakan tugas secara team, bekerjasama dan berkoordinasi dengan baik agar tugas-tugas bisa didelegasikan atau dibagi dengan rekan kerja yang lain sehingga terasa lebih ringan dan selesai dengan baik dan tepat waktu.

Hubungan antara promosi dengan stres kerja

Hasil penelitian mengenai variabel promosi (tabel 5.16) diperoleh gambaran bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa promosi di kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang termasuk kategori baik, (51,3%). Hal ini ditunjukkan dengan jawaban setuju dan sangat setuju responden pada komponen pernyataan berusaha mendapatkan karir yang layak (94,6%), pemberian promosi jabatan atas dasar kecakapan dalam bekerja (89,2%), promosi jabatan hanya menurut rencana organisasi (70,3%), diberi peluang untuk bersaing seluas-luasnya dengan karyawan lain (94,6%), merasa pelatihan di instansi sangat penting bagi karir (97,3%), dan merasa kenaikan pangkat mempengaruhi kinerja (78,4%).

Dari hasil penelitian ini, masih terdapat komponen yang mengisyaratkan bahwa promosi kurang baik, yang ditunjukkan dengan jawaban sangat tidak setuju dan tidak setuju untuk komponen merasa cepat mengalami kenaikan pangkat (51,4%%). Artinya, menurut pernyataan ini masih ada anggapan karyawan bahwa promosi kenaikan pangkat yang dilakukan masih lambat. Menurut analisa peneliti, responden yang merasa dirinya lamban dalam mencapai kenaikan jabatan dikarenakan beberapa alasan, antara lain karena pimpinan menganggap bahwa karyawan tersebut belum mampu untuk menerima tanggung jawab dan wewenang yang lebih besar.

Sastrohadiwiryo (2002) menjelaskan bahwa promosi adalah proses perubahan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain dalam hierarki wewenang dan tanggung jawab yang lebih tinggi daripada wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepada karyawan sebelumnya. Abdurahman (2006) mengemukakan bahwa promosi jabatan merupakan perkembangan yang positif dari seorang pekerja atau karyawan karena tugasnya dinilai baik oleh atasan. Sehingga alasan lambannya kenaikan pangkat kemungkinan dikarenakan pimpinan menilai bahwa karyawan yang bersangkutan belum melakukan tugas-tugasnya secara maksimal selama ini. Alasan lain mengenai lambannya kenaikan pangkat, menurut analisa peneliti, karena pertumbuhan organisasi yang lambat, sehingga belum ada jabatan yang sesuai dengan karyawan tersebut.

Dari hasil penelitian ini, mengindikasikan bahwa ada komponen promosi yang berhubungan dengan stres kerja. Hal ini diperkuat dengan hasil analisis bivariat yang telah dilakukan. Hasil pengujian chi square

memperoleh nilai p value = 0,021 < 0,05. Sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan antara promosi dengan stres kerja. Derajat hubungan antara promosi dengan stres kerja dapat dilihat dari nilai odds ratio yaitu sebesar 0,463. Artinya responden yang menganggap promosi kurang baik mempunyai peluang sebesar 0,463 kali untuk

mengalami stres kerja dibandingkan dengan responden yang menganggap bahwa promosi adalah baik.

Berdasarkan nilai odds ratio variabel promosi tersebut diketahui bahwa 0,463 < 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa promosi mempunyai hubungan yang negatif dengan stres kerja. Artinya variabel promosi berhubungan dan berbanding terbalik dengan stres kerja. Apabila promosi dianggap baik, maka stres kerja turun (ringan), sebaliknya jika promosi dianggap kurang baik, maka stres kerja meningkat (berat).

Menurut Kahn (2001) stres kerja bisa timbul karena ketidakjelasan sasaran kerja, tidak ada motivasi yang tingggi serta ketidakjelasan pengembangan karir. Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi berkurang. Adanya promosi berlebih atau berkurang tiap organisasi tergantung pada tumbuh cepat atau tumbuh lambatnya organisasi tersebut. Peluang yang kecil (kurang baik) untuk promosi, baik karena keadaan tidak mengizinkan maupun karena dilupakan, dapat merupakan pembangkit stres bagi karyawan yang rnerasa sudah waktunya mendapatkan promosi. Perilaku yang mengganggu, semangat kerja yang rendah dan hubungan antar pribadi yang bermutu rendah, berkaitan dengan stres dari kesenjangan yang dirasakan antara kedudukannya sekarang di organisasi dengan kedudukan yang diharapkan.

Hubungan antara kepribadian ekstrovert dan introvert dengan stres kerja

Hasil penelitian mengenai variabel kepribadian ekstrovert dan introvert diperoleh gambaran bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa dirinya berkepribadian ekstrovert (70,2%). Menurut Burger (1986) dalam bukunya yang berjudul Personality teory and research, menyatakan bahwa individu dengan kecenderungan ekstrovert adalah individu yang mudah bergaul, impulsif, memiliki lebih banyak kontak sosial dan frekuensi untuk bergabung dalam aktifitas kelompok, mudah bersosialisasi, menyukai pesta, memiliki banyak teman, memiliki kebutuhan untuk berbicara dengan orang lain, kurang suka membaca atau belajar sendiri. Sedangkan introvert, Burger menyatakan bahwa orang yang cenderung introvert adalah orang yang pendiam, memiliki sedikit teman, introspeksi diri, lebih sering membaca buku daripada bertemu dengan orang lain, serta hanya akan bergaul dengan teman-teman terdekatnya saja.

(8)

hasil analisis bivariat yang telah dilakukan. Hasil pengujian dengan menggunakan chi square memperoleh nilai p value = 0,016 < 0,05. Sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan antara kepribadian dengan stres kerja. Derajat hubungan antara kepribadian dengan stres kerja dapat dilihat dari nilai odds ratio yaitu sebesar 0,419. Artinya responden yang mempunyai kepribadian introvert berpeluang sebesar 0,419 kali untuk mengalami stres kerja dibandingkan dengan responden yang mempunyai kepribadian ekstrovert.

Berdasarkan nilai odds ratio variabel kepribadian tersebut diketahui bahwa 0,419 < 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa kepribadian mempunyai hubungan yang negatif dengan stres kerja. Artinya variabel kepribadian berhubungan dan berbanding terbalik dengan stres kerja. Apabila kepribadian adalah ekstrovert, maka stres kerja turun (ringan), sebaliknya jika kepribadian adalah introvert, maka stres kerja meningkat (berat).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chemis (1987) yang menyimpulkan bahwa salah satu faktor kepribadian yang dapat menimbulkan stres kerja adalah kepribadian introvert. Karyawan dengan kepribadian ekstrovert lebih bisa mengatasi stres kerja. Ketika karyawan yang cenderung memiliki kepribadian ekstrovert yang tinggi mendapatkan beban kerja yang berlebihan mereka cenderung untuk menceritakan permasalahannya dengan orang di sekitarnya sehingga mereka akan merasa beban mereka berkurang, sehingga kecenderungan mereka untuk mengalami stres kerja pun lebih rendah. Sebaliknya, karyawan dengan kecenderungan introvert cenderung tertutup dan memendam segala permasalahan yang ada baik itu dengan atasan, bawahan, maupun rekan kerja, misalnya merasa pekerjaannya tidak sesuai dengan harapan dan tidak ada timbal balik yang memadai. Karyawan dengan kepribadian introvert tidak berani untuk mengungkapkan semua beban mereka dan cenderung untuk menarik diri dari lingkungan sosialnya, sehingga kecenderungan mereka untuk mengalami stres kerja lebih tinggi. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Arifianti (2012). Berdasarkan hasil tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa individu yang semakin cenderung ekstrovert maka stres kerja akan semakin rendah, dan individu yang semakin cenderung introvert maka stres kerja akan semakin tinggi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka diperoleh kesimpulan bahwa Karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (51,4%), berusia antara 40-56 tahun (43,2%), berpendidikan Sarjana (86,5%), mempunyai masa kerja lebih dari 10 tahun (48,6%), dan berstatus sudah menikah (62,2%). Stres kerja karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang relatif ringan. Tidak ada hubungan antara keadaan fisik lingkungan kerja dengan stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang (p value = 0,619, OR = 1,000).

Tidak ada hubungan antara pemakaian teknologi baru dengan stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang (p value = 0,241, OR = 1,000). Ada hubungan positif antara pembebanan berlebih dengan stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang (p value = 0,041, OR = 4,267). Ada hubungan negatif antara promosi dengan stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang (p value = 0,021, OR = 0,463). Ada hubungan negatif antara kepribadian dengan stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang (p value = 0,016, OR = 0,419).

Disarankan bagi institusi BPJS Ketenagakerjaan Melakukan pemetaan kebutuhan karyawan dan meneruskan usulan-usulan pemenuhannya baik ke kantor wilayah maupun ke kantor pusat guna mencapai keseimbangan antara jumlah karyawan dengan beban kerja, pendelegasian wewenang, tanggung jawab, dan tugas karyawan dilakukan sesuai dengan job title dan job description masing-masing karyawan, memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada karyawan untuk meningkatkan kemampuan dan kompetensinya, yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan, memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menyampaikan aspirasi, keluhan dan permasalahan-permasalahan yang timbul dan membahasnya dalam agenda yang tetap. Tidak kalah pentingnya bagi karyawan/ karyawati BPJS Ketenagakerjaan untuk saling membantu, bekerjasama dan bersinergi dalam melakukan pekerjaan sehingga pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik dan tepat waktu, meningkatkan kemampuan dan kualitas kerja untuk mendapatkan kesempatan promosi pada jenjang jabatan yang lebih tinggi karena pada dasarnya dipromosi diberikan kepada karyawan yang mempunyai kemampuan yang lebih baik, bilamana menghadapi kesulitan dalam melakukan aktivitas kerja, sebaiknya dikomunikasikan, baik dengan atasan maupun dengan rekan kerja agar tidak terjadi penumpukan permasalahan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Fathoni. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta

Arifianti, Ranti Putri. 2012. Hubungan Antara Kecenderungan Kepribadian Ekstrovert Introvert Dengan Burnout Pada Perawat. Fakultas Psikologi. Universitas Gunadarma. Depok

Arwani dan Heru S. 2004. Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC

Burger, J.M. 1986. Personality Teory and Research. California: Wadsworth

(9)

Feri Di Pelabuhan Telaga Punggur. Tesis. Depok. Universitas Indonesia Munandar, A. S, 2001.

Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press

Fitri Azizah Musliha. AnalisisFaktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Stress Kerja pada karyawan Bank (Studi pada Karyawan Bank BMT), Jurnal Universitas Diponegoro.

Hasibuan, Malayu SP. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara

Handoko, Hani. 2014. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE

Haryadi, Aditya. 2013. Hubungan Antara Karakteristik Pekerjaan dengan Stres Kerja pada Perawat Pelaksana di RS MH. Thamrin. Skripsi. Jakarta. Universitas MH Thamrin

Kahn, R.L. 2001. The Social Psychology of Organization. Newe York: John Willey and Sons

Karima, Asri. 2014. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Stress Kerja Pada Pekerja di PT.X. Skripsi. Jakarta: UIN

Kamus Besar Bahasa Indonesia. http://kbbi.web.id/kerja

Noviyanti, Rena. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Stress Kerja Pada Guru Honorer SMA Di Jakart timur. Skripsi. Depok. Universitas Indonesia.

Prabu Mangkunegara, Anwar. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset

Purnama, Hendra. 2013. Faktor Risiko Stress Kerja Pada Medical Representative PT. TI di Jakarta Barat.

Tesis. Depok. Universitas Indonesia

Putra, Bangun Setia 2013. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Stress Kerja Pada Perawat Pelaksana Rumah Sakit Tugu Ibu. Skripsi. Depok. Universitas Indonesia

Robbins, Stephen P. 2002. Perilaku Organisasi. Jakarta: Prenhallindo

Robbins, Stephen et al. 2008. Perilaku Organisasi, Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat

Robbins, Stephen 2006. Perilaku Organisasi, Edisi 10.

Terjemahan. Jakarta: PT Indeks

Sastrohadiwiryo, B. Siswanto. 2002. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

Siagian, Sondang 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara

Simamarta, Janner. 2006. Pengenalan Teknologi Komputer dan Informasi. Yogyakarta: Andi

Siswanti, Nevita. 2004. Keluhan Stres dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Stres Kerja pada Karyawan Bagian Produksi PT. Pandu Dayatama Patria. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok

Suprapto, Prasetyo Herniawan. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Kawasan Puncak Cianjur. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Siagian, Sondang 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara

Keputusan Direksi Tentang Organisasi PT Jamsostek. 2013. Jakarta

Tiffin, J. dan Mc.Cormick, E.J. 1975. Industrial Psychology (6th edition). New Delhi: Prentice Hall

Tarwaka, et al. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA PRESS

Gambar

Tabel 2. Kategori Stres Kerja
Tabel 3. Hasil Analisis Bivariat

Referensi

Dokumen terkait

Sikap untuk melihat kenyataan bahwa jika ingin menang dalam persaingan secara idealis, maka harus selalu bersikap inovatif memiliki pola pikir selangkah lebih maju

Alhamdulillahirabbill’alamin atas segala Anugerah Rahmat dan Karunia yang dilimpahkan Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan

dan menjaga dalam arah yang benar, dan ketika Palapsi dengan motto never give up , penyambutan mahasiswa baru dengan Psikologi Rumah Kita , kearifan yang mereka ciptakan patut

7 orang (7%) mampu mengutarakan tentang kandungan atau bahan-bahan rokok yang berbahaya bagi tubuh, akibat-akibat, dari kebiasaan merokok, dan menyikapinya dengan menjauhi

Hal ini dapat kita lihat dari ciri masyarakat dalam lingkungan sosial yang sederhana seperti, hubungan dengan masyarakat setempat sangat kuat, kelompok-kelompok

Wawancara dalam penelitian ini adalah komunikasi antar dua orang untuk memperoleh informasi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu

[r]

Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang.