• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PELARUT ISOPROPIL ALKOHOL 75 DAN ETANOL 75 TERHADAP EKSTRAKSI SAPONIN DARI BIJI TEH DENGAN VARIABEL WAKTU DAN TEMPERATUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH PELARUT ISOPROPIL ALKOHOL 75 DAN ETANOL 75 TERHADAP EKSTRAKSI SAPONIN DARI BIJI TEH DENGAN VARIABEL WAKTU DAN TEMPERATUR"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PELARUT ISOPROPIL ALKOHOL 75% DAN

ETANOL 75% TERHADAP EKSTRAKSI SAPONIN DARI

BIJI TEH DENGAN VARIABEL WAKTU DAN

TEMPERATUR

M. Yusuf Thoha, Anton Freddy Sitanggang., Daniel R. S. Hutahayan

Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Abstrak

Indonesia merupakan salah satu penghasil teh terbesar di dunia. Namun, selama ini pemanfaatan teh masih terbatas pada daunnya saja. Padahal biji teh yang selama ini belum termanfaatkan, juga memiliki manfaat yang potensial untuk dikembangkan, dimana biji teh mengandung 26% saponin, 20% minyak dan 11% protein. Menurut data, selama ini Indonesia masih mengimpor bungkil biji teh dari Taiwan dan RRC sebagai sumber saponin yang biasa digunakan untuk membasmi hama udang di perikanan. Selain itu saponin dapat digunakan sebagai penghasil busa pada minuman bir, bahan baku industri detergen, shampo dan sabun. Salah satu metode pembuatan saponin ialah metode ekstraksi berpengaduk, yaitu suatu metode pemisahan yang digunakan untuk mengeluarkan satu atau beberapa komponen dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Pada penelitian ini dilakukan proses ekstraksi bubuk biji teh, dimana dilakukan analisa kualitas busa, persen rendemen, persen kesalahan dan kadar air dari hasil ekstraksi saponin. Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variabel proses terhadap hasil ekstraksi saponin. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kuantitas saponin yang terbentuk berbanding lurus dengan kenaikan variabel waktu ekstraksi (menit) dan temperatur ekstraksi dimana pelarut etanol 75 %menghasilkan saponin lebih banyak dan lebih baik dibandingkan pelarut isopropil alkohol 75 %. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa persen rendemen saponin terbesar yaitu 24,70 % dihasilkan dari ekstraksi saponin menggunakan pelarut etanol 75 % 400ml, 400 rpm, 75 0C selama 5 jam.

Kata kunci : ekstraksi, saponin, variabel proses

Abstract

Indonesia represent one of the producer of biggest tea in world. But, during the time exploiting of tea still limited to its just leaf. Though tea seed which during the time not yet been exploited, also have potential benefit to be developed, where pregnant tea seed 26% saponin, 20% oil and 11% protein. According to data, during the time Indonesia still import tea seed oil cake of Taiwan and of RRC as source of saponin which commonly use prawn pest in fishery. Besides saponin can be used as by producer of beer beverage, industrial raw material detergen, soap and shampoo. One of the method making of saponin is extraction have churn, that is a dissociation method used to release one or some component from a dilution or solid constructively by solvent. At this research to process tea seed powder extraction, where to analyse the quality of spume, percent of rendemetn, percent of rate and mistake irrigate from result of saponin extraction. One of the target of this research is to know influence of variable process to result of saponin extraction. Result of perception indicate that amount of saponin formed compare diametrical with increase of time variable of extraction where etanol 75 % as a solvent yielding saponin more and compared to better of alcohol isopropil 75 % as a solvent. Result of perception indicate that percent of biggest saponin rendement that is 24,70 % yielded from saponin extraction used etanol 75 % 400lm as a solvenl, 400 rpm, 75 0C during 5 hour.

(2)

I. PENDAHULUAN

Dalam biji teh terkandung 26% saponin yang tersusun dari senyawa triterpenoids, karbohidrat, gula, dll. Saponin memiliki peranan penting baik dalam membasmi hama di tambang udang dan juga sebagai penghasil busa pada bir, industry detergen, sabun dan shampoo. Pengambilan saponin dari biji teh dapat dilakukan dengan metode ekstraksi berpengaduk menggunakan pelarut organik dengan mengikuti literature dan referensi yang ada seperti: Metode Winterstein dan Meyer, Metode Von O May, Metode Birk, Hudson, El-Difrawi, Metode Tutus Gusnidar, Metode Sutarmat, Metode de Silva dan G.R. Roberts, Metode N. M. Ammar, S. Y. Al Okbi, D.A Mohamed, dan Metode Susiana Prasetyo S., Selvi, Judi Retty W., A. Prima K.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan ialah Metode Sutarmat dan Metode Susiana Prasetyo, S. dengan memperbandingkan pelarut isopropyl alkohol 75% dan etanol 75% dengan variasi waktu ekstraksi dan temperature ekstraksi. Metode memisahkan satu atau beberapa komponen dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut yang disebut ekstraksi. Pemisahan tejadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen – komponen dalam campuran. Ekstraksi berlangsung secara sistematik pada temperatur tertentu dengan menggunakan pelarut. Pelarut akan berpenetrasi atau berdifusi ke dalam serbuk biji teh dan menghasilkan saponin..

Dalam prosesnya, saponin diekstraksi dari biji teh yang telah di cuci dan di keringkan dan dihaluskan menjadi serbuk dengan ukuran 40-60 mesh. Adapun penggunaan pelarut isopropil alkohol75% dan etanol 75% dalam ekstraksi saponin dari biji teh ini dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas seperti waktu ekstraksi dan temperatur ekstraksi.

Dalam penelititan ini ada beberapa permasalahan yang timbul, yaitu bagaimana kondisi optimum proses ektraksi saponin dengan menggunakan pelarut isopropil alkohol 75% dan etanol 75% sehingga dihasilkan produk berupa saponin dengan jumlah yang optimum? Lalu bagaimana pengaruh waktu ekstraksi terhadap jumlah saponin yang dihasilkan? Dan juga bagaimana pengaruh temperatur ekstraksi terhadap jumlah saponin yang dihasilkan?.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi optimun yang dapat digunakan dalam proses ekstraksi saponin dari biji teh dengan menggunakan pelarut isopropil alkohol 75% dan etanol 75%. Untuk mengetahui pengaruh waktu ekstraksi terhadap jumlah

saponin yang dihasilkan. Serta ntuk mengetahui pengaruh temperatur ekstraksi terhadap jumlah saponin yang dihasilkan.

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah menambah wawasan mahasiswa khususnya mahasiswa teknik kimia mengenai teknik pengolahan biji teh lainya. Selain itu, masyarakat dapat mengetahui proses pembuatan saponin dari biji teh beserta kegunaannya dan memberikan informasi kepada industri teh tentang kegunaan saponin sehingga dapat diaplikasikan secara nyata.

Dalam penelitian ini, bahan utama yang digunakan adalah bubuk biji teh jenis Camellia assamika dari perkebunan teh PTPN IV Bah Butong, Sumatera Utara. Metode yang digunakan ialah metode ekstraksi berpengaduk, yang menggunakan serangkaian alat berupa condenser, ekstraktor, pemanas stirred magnetic, dan magnetic stirrer.

Variabel-variabel yang ingin diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pelarut

Isopropil alkohol 75% 2. Waktu ekstraksi 3 jam, 4 jam, 5 jam 3. Temperatur ekstraksi 550C, 650C, 750C

II. FUNDAMENTAL

Saponin merupakan salah satu metabolit sekunder yang dihasilkan dari ekstraksi biji teh. Saponin merupakan suatu glikosida yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan satu atau lebih gugus-gugus gula dan aglikon-aglikon bebas gula, yang biasanya dikenal dengan nama sapogenin.. Biji tanaman teh mengandung 26% saponin yang mana didapat dari ekstraksi biji teh yang telah dikeringkan dan berbentuk serbuk.

Berdasarkan gugus sapogeninnya, saponin dibedakan menjadi 2, yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid. Menurut Musalam, gugus sapogenin dari biji teh termasuk golongan senyawa triterpenoid yang terdiri dari 7 komponen sapogenin. Sifat-sifat Saponin adalah:

1) Mempunyai rasa pahit

2) Dalam larutan air membentuk busa yang stabil 3) Menghemolisa eritrosit

4) Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi 5) Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksisteroid lainnya

(3)

8) Bersifat stabil terhadap pemanasan

9) Gugus gula pada saponin dapat larut dalam air sedangkan gugus sapogenin dapat larut dalam lemak dan

10) Saponin dapat merangsang membran mukosa sehingga menyebabkan iritasi pada kulit, mata dan hidung.

Saponin yang didapatkan dari penelitian ini adalah saponin kering yang berbentuk kristal. Data senyawa yang terkandung dalam saponin dari biji tanaman teh berdasarkan hasil analisa kromatografi gas belum diperoleh, karena sifatnya tadi yang sangat sulit untuk diidentifikasi dan sulit untuk dimurnikan. Namun secara umum, data sifat kimia dan fisik saponin jenis triterpenoids dari biji teh Camellia assamika adalah :

1. mempunyai pH 5,0 – 6,5 (apabila berbentuk cairan)

2. tegangan permukaan 47 – 51 mN/m 3. mempunyai titik didih 205 0C di dalam air 4. berwarna kuning

5. mempunyai kemurnian dari 60%

6. mempunyai tinggi busa pada air 160-190 mm/kg-nya

7. mempunyai berat molekul 408 gr/mol 7. dalam keadaan kering berbentuk kristal

Berdasarkan rujukan sebelumnya beberapa rujukan yang mendasari ekstraksi saponin biji teh pada penelitian ini adalah :

1. Pelarut yang dapat digunakan adalah isopropanol, n-butanol, etanol, aseton, etil

asetat,khloroform,heksana,diklorometan.(http: //www.nal.usda.gov/afsic/Patents/1994/0.529 0557.pat ; de Silva, 1972,Sutarmat,1990) 2. Ekstraksi saponin biji teh menghasilkan

saponin sebesar 20-26% % berat. (Wickremasinghe, 1972).

3. Ekstraksi cukup dilakukan selama 2 – 3 jam (Sutarmat, 1990)

4. Temperatur optimum ekstraksi adalah 60 – 700C (de Silva, 1972) atau sedikit di bawah titik didih pelarutnya (Karnofsky, 1949) 5. Ukuran partikel umpan biji teh adalah 40–60

mesh (http://www.Pubmedcentral.nih.gov/ articlerender .fcgi?artid=310194) atau 0,5mm (Sutarmat, 1990)

6. Biji teh yang digunakan merupakan hasil penjemuran atau pengeringan dengan kadar air maksimal 10 %. (Sutarmat,1990)

7. Kadar saponin tertinggi terdapat pada rasio umpan dan pelarut sebesar 1:15 yang

dilakukan pada laju pengadukan 120 rpm. (Sutarmat, 1990)

Pada penelitian ini, ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut isopropil alkhohol 75% dan

etanol 75%. Pemilihan pelarut didasarkan pada sifat berbusa dan kelarutan saponin dalam air yang sangat tinggi. Namun, apabila digunakan air murni sebagai pelarut, proses ekstraksi akan terganggu akibat timbulnya busa yang sangat hebat. Pemilihan variasi ini didasarkan pada dugaan peneliti bahwa ada interaksi antara kedua

variabel tersebut sehingga akan didapatkan suatu kondisi optimum ekstraksi saponin biji teh dan juga dari pembelajaran terhadap referensi ataupun literatur yang ada. Variabel – variabel yang mempengaruhi dalam suatu proses ekstraksi adalah :

1) jumlah solvent, 2) suhu ekstraksi, 3) jenis solvent, 4) ukuran partikel solid, 5) waktu ekstraksi, 6) jumlah tahap ( stage ), 7) viskositas pelarut, 8) laju alir pelarut.

Pelarut yang digunakan Isopropil alkohol 75% dan etano 75% . Isopropil dan etanol merupakan senyawa organik yang tersusun dari unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen.

Etanol memilki titik didih yang lebih tinggi dibandingkan dengan metanol dan lebih rendah dibandingkan dengan isopropil alkohol. Hal ini dapat diterangkan dengan adanya ikatan hidrogen di dalam molekul alkohol, sehingga alkohol dengan bobot molekul rendah sangat larut dalam air. Gugus OH dalam etanol membantu melarutkan molekul polar dan ion-ion dan gugus alkilnya CH3CH2- dapat mengikat bahan non-polar. Dengan demikian etanol dapat melarutkan baik non maupun polar.

Isopropil alkohol memilki titik didih yang lebih tinggi dibandingkanmetanol dan etanol dan lebih rendah dibandingkan dengan alkohol-alkohol lainnya yang bersifat polar-protic. Isopropil alkohol merupakan senyawa organik yang terdiri atas unsur karbon, hidrogen dan juga oksigen.

Gugus OH dalam isopropil membantu melarutkan molekul polar dan ion-ion dan gugus alkilnya -CH2- tidak dapat mengikat bahan non-polar. Isopropil alkohol merupakan senyawa alkohol dengan jenis sekunder, kare kemampuan gugus COH-nya yang dapat mengikat 2 karbon.

(4)

N-heksana dibuat dari hasil penyulingan minyak mentah dimana untuk produk industrinya ialah fraksi yang mendidih pada suhu 65-70°C. Heksana digunakan di laboratorium untuk mengekstrak minyak dan lemak.

Pemanfaatan n-heksana yang lainnya ialah :

 Sebagai cleansing agent pada tekstile, furniture, pembuatan sepatu, dan printing industri.

 N-heksana juga merupakan lem khusus yang digunakan pada atap dan sepatu

III. Metodologi

Dalam pelaksanaan penelitian ekstrkasi minyak kopi, beberapa variable proses yang diberikan adalah sebagai berikut :

1. Jenis pelarut 2. Waktu ekstraksi 3. Temperatur ekstraksi

Prosedurnya adalah sebagai berikut : Biji teh yang telah dipisahkan dari kulitnya, kemudian dicuci dan dikeringkan, digiling halus hingga berbentuk bubuk dengan ukuran 40-60 mesh, lalu timbang sample sebanyak 50 gram untuk setiap variable. Masukkan sample yang telah ditimbang ke dalam kertas saring yang dibentuk seperti silinder dimana besarnya sesuai dengan ukuran soxhelet yang digunakan. Sampel sebanyak 50gr dimasukkan ke dalam sokhelet yang telah dirangkai dengan condenser dan labu didih. Solven berupa heksana 75% dimasukan ke dalam labu didih sebanyak masing – masing 400ml. Kemudian rangkaian soxhelet tersebut diletakkan diatas pemanas lalu dipanaskan selama 3 jam sehingga didapat hasil ekstraksi berupa campuran minyak biji teh dan pelarut.

Rafinat hasil ekstraksi minyak dikeringkan di oven selama 1 jam dengan suhu 80 0

C, setelah itu ditimbang 40 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu ekstraktor bersama dengan magnetic stirrer 2 cm dan pelarut sebanyak 400 ml. Labu ekstraktor tadi diletakkan di atas pemanas magnetic stirred dengan kecepatan putaran 400rpm dan dipasangi termometer, proses ini berlansung dengan pelarut, waktu dan temperatur masing-masing variabel.

Proses filtrasi adala lanjutan dari proses ekstraksi setelah waktu yang ditentukannya selesai. Filtrasi yaitu memisahkan antara rafinat ( ampas sisa ekstraksi saponin) dengan cairan campuran antara saponin dan pelarut. Rafinat hasil ekstraksi saponin kemudian dikeringkan di dalam oven pelarselama 1 jam dengan temperatur

80 0C lalu ditimbang beratnya untuk bisa menghitung persen rendemen.

Proses evaporasi merupakan lanjutan dari proses filtrasi dengan tujuan untuk memisahkan saponin dari pelarutnya, kemudian didapat saponin yang berbentuk gel berwana kuning. Pada proses evaporasi ini digunakan separangkat alat evaporasi vakum. Setelah didapatkan saponin gel, saponin tersebut dituangkan ke gelas arloji, kemudian dikeringkan di dalam oven selama 3 jam pada temperatur 90 0C setelah itu dilakukan penggerusan sampai di dapat saponin berbentuk serbuk atau bubuk, kemudian ditimbang beratnya untuk dapat menghitung persen kesalahannya. Kemudian dilakukan analisa – analisa seperti analisa kadar air dan kualitatif busa saponin di dalam air.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian pada proses ekstraksi selama 5 jam dan temperatur 75 0C diperoleh produk akhir dengan karakteristik sebagai berikut :

Ekstraksi dengan pelarut heksana

1. Berwarna cokelat muda 2. Bau pekat biji teh 3. Bubuk halus

Ekstraksi dengan pelarut eatnol 96%

1. Berwarna kuning 2. Bau pekat biji teh 3. Bubuk halus

(5)

Tabel 4.2. Data Hasil Perhitungan Rendemen

Tabel 4.3.Data Hasil Perhitungan % Kesalahan Saponin

Proses pembuatan saponin dengan menggunakan pelarut isopropil alkohol 75 %l dan etanol 75 % ini merupakan metode ekstraksi berpengaduk padat- cair yang menghasilkan hasil akhir padatan dengan pengeringan. Dalam

penelitian ini terdapat beberapa variabel proses seperti jenis pelarut (isopropil alkohol 75 % dan etanol 75 %), waktu ekstraksi (3 jam ,4 jam , dan 5 jam), dan temperatur ekstraksi (55 0C, 650C, dan 750C).

Secara umum, teknis pembuatan saponin dari biji teh dengan metode ekstraksi berpengaduk ini adalah memanfaatkan kemampuan pelarut polar protic untuk berdifusi dengan saponin yang bersifat polar protic didalam biji teh. Cara kerja ekstraksi ini cukup sederhana yaitu dengan memasukkan pelarut, dan bubuk biji teh ke dalam ekstraktor khusus (labu ekstrakor) dan kemudian ekstraksi berlangsung secara sistematik pada temperatur tertentu (titik didih pelarut),

Persen rendemen

Gambar 4.1. Pengaruh temperatur, jenis pelarut, dan waktu ekstraksi terhadap persen rendemen saponin.

(6)

Ekstraksi saponin menggunakan pelarut isopropil alkohol 75%

Gambar 4.2. Pengaruh temperatur dan waktu ekstraksi terhadap persen rendemen saponin pada pelarut isopropil alkohol

Berdasarkan gambar 4.2 dapat dilihat bahwa pada waktu ekstraksi lamanya 5 jam maka menghasilkan persen rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan waktu ekstraksi yang lamanya cuma 3 jam. Persen rendemen yang optimum dicapai pada waktu 5 jam dan suhu 750C yaitu 24,33 %. Dari gambar 4.2 dapat disimpulkan bahwa waktu dan temperatur ekstraksi berbanding lurus dengan persen rendemen saponin yang dihasilkan.

Dari gambar 4.2 diketahui bahwa pada waktu ekstraksi antara 3 jam, 4 jam, dan 5 jam pada temperatur masing-masing yaitu 55C, 650C dan75 oC akan memberikan perbedaan persen rendemen yang sangat berbeda.

a. Ekstraksi saponin menggunakan pelarut etanol 75%

Gambar 4.3. Pengaruh temperatur dan waktu ekstraksi terhadap persen rendemen saponin pada pelarut etanol 75%

Dari analisa yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi dan semakin tinggi temperatur ekstraksi maka semakin besar persen rendemen yang diperoleh. Hal ini disebabkan karena jumlah saponin yang berdifusi dengan pelarut semakin banyak t. Berdasarkan gambar 4.3 dapat dilihat rendemen yang optimum dicapai pada temperatur 75 0C dalam waktu 5 jam, yaitu 24,70 %.

a) Waktu 3 jam b) waktu 4 jam

c) Waktu 5 jam

Gambar 4..4. Pengaruh temperatur dan jenis pelarut pada masing-masing waktu ekstraksi terhadap persen rendemen saponin yang dihasilkan.

(7)

Persen Kesalahan

Gambar 4.5. Pengaruh waktu ekstraksi, jenis pelarut, dan temperatur terhadap persen kesalahan pada ekstraksi saponin

Berdasarkan gambar 4.5 dapat dilihat bahwa nilai persen kesalahan dari ekstraksi menggunakan pelarut etanol 75 % lebih kecil dibandingkan dengan persen kesalahan dari ekstraksi menggunakan pelarut isopropil alkohol 75%. Hal ini dikarenakan temperatur titik didih etanol 75 % yang lebih rendah daripada temperatur titik didih isopropil alkohol 75 %, sehingga mempengaruhi saponin yang dihasilkan. .

Ekstraksi saponin menggunakan pelarut isopropil alkohol 75%

Gambar 4.6. Pengaruh waktu ekstraksi dan temperatur terhadap persen kesalahan ekstraksi saponin menggunakan pelarut isopropil alkohol 75 %

Berdasarkan gambar 4.6 dapat dilihat bahwa pada waktu ekstraksi lamanya 5 jam maka menghasilkan persen kesalahan yang lebih rendah

dibandingkan dengan waktu ekstraksi yang lamanya cuma 3 jam. Persen kesalahan yang kecil, menunjukkan jumlah saponin yang didapatkan pada penelitian ini mendekati jumlah kandungan saponin yang sebenarnya di dalam biji teh.

Pada waktu ekstraksi 3 jam, persen kesalahan yang didapatkan sangat besar yaitu 41,06 % sedangkan pada waktu 5 jam persen kesalahannya sangat kecil yaitu 21,73 %, hal ini menunjukkan bahwa semakin lama dan semakin tinggi temperatur ekstraksi maka akan semakin banyak saponin yang didifusikan ke pelarut isopropil alkohol 75 %. Dari gambar 4.6 dapat disimpulkan bahwa waktu dan temperatur ekstraksi berbanding terbalik dengan persen kesalahan ekstraksi saponin yang dihasilkan. Ekstraksi saponin menggunakan pelarut etanol 75%

Gambar 4.7. Pengaruh waktu ekstraksi dan temperatur ekstraksi terhadap persen kesalahan dengan pelarut etanol 75% pada ekstraksi saponin

(8)

a. waktu 3 jam b. waktu 4 jam

c. waktu 5 jam

Gambar 4.8. Pengaruh temperatur dan jenis pelarut pada masing-masing waktu ekstraksi terhadap persen kesalahan saponin yang dihasilkan

Dari gambar 4.8. di atas dapat dilihat bahwa besar persen kesalahan yang dihasilkan pada ekstraksi saponin dari biji teh yang paling kecil adalah dengan menggunakan pelarut etanol 75 % pada kondisi temperatur 75 0C dan waktu 5 jam. Hal ini menunjukkan bahwa pelarut yang baik antara isopropanol alkohol 75 % dengan etanol 75 % adalah dengan menggunakan pelarut etanol 75 %, hal ini disebabkan titik didih etanol yang lebih rendah dibandingkan isopropil alkohol 75 %. Analisa Kadar Air

Gambar 4.9. Pengaruh waktu ekstraksi, jenis pelarut, dan temperatur terhadap persen kadar air pada hasil ekstraksi saponin dari biji teh

Dari hasil ekstraksi saponin dari serbuk biji teh, diperoleh persen kadar air yang berbeda sesuai dengan variabelnya terutama berdasarkan perbedaan jenis pelarut dan waktu ekstraksinya. Pada penelitian ini dihasilkan kadar air yang sangat rendah yaitu anatar ± 3-4 %. Ekstraksi dengan pelarut etanol 75% akan memberikan persen kadar air sebesar 3,84 – 4,52%, sedangkan ekstraksi dengan pelarut isopropil alkohol 75 % dihasilkan kadar air dena persentase anatara 3,92 – 4,72 %, hal ini menunjukkan bahwa ekstraksi dengan elarut etanol 75 % akan menghasilkan kadar air yang lebih kecil.

Ekstraksi saponin menggunakan pelarut Isopropil Alkohol 75 %

Gambar 4.10. Pengaruh waktu ekstraksi dan temperatur terhadap kadar air dari ekstraksi saponin menggunakan pelarut isopropil alkohol 75 %

Berdasarkan gambar 4.10 dapat dilihat bahwa pada waktu ekstraksi lamanya 5 jam maka menghasilkan persen kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan waktu ekstraksi yang lamanya cuma 3 jam. Kadar air yang kecil, menunjukkan kualitas saponin yang didapatkan pada penelitian ini akan lebih bagus.

(9)

Ekstraksi saponin menggunakan pelarut etanol 75%

Gambar 4.11. Pengaruh waktu ekstraksi dan temperatur terhadap kadar air pada saat ekstraksi

saponin menggunakan pelarut etanol 75 %

Dari gambar 4.11. dapat dilihat bahwa ekstraksi dengan pelarut etanol 75 % nilai kadar air paling rendah didapat pada saat kondisi ekstraksi 75 0C dengan lama waktu ekstraksi 5 jam yaitu sebesar 3,84 %. Sedangkan pada waktu ekstraksi 3 jam dan temperature 55 0C besar kadar airnya sangat besar yaitu 4,52 %, hal ini menunjukkan bahwa kadar air saponin yang dihasilkan dari ekstraksi biji teh sangat dipengaruhi oleh temperatur dan lamanya waktu ekstraksi.

a. waktu 3 jam b. waktu 4 jam

b. waktu 4 jam

c. waktu 5 jam

Gambar 4.12 . Pengaruh temperatur dan jenis pelarut pada masing-masing waktu ekstraksi terhadap kadar air pada ekstraksi

saponin dari biji teh

Berdasarkan gambar 4.12. dapat dilihat bahwa penggunaan pelarut etanol 75% menghasilkan kadar air yang lebih kecil dibandingkan dengan pelarut isopropil alkohol 75% dalam setiap variabel proses. Hasil optimum kadar air yang kecil ialah pada ekstraksi menggunakan pelarut etanol dengan waktu ekstraksi selama 5 jam pada suhu 750C yaitu sebesar 3,84%. Sedangkan dengan waktu dan temperatur ekstraksi yang sama, ekstraksi dengan isopropil alkohol 75% menghasilkan rendemen sebesar 3,93 dimana perbedaan yang tidak terlalu jauh. Hal ini disebabkan sifat antara pelarut etanol 75% dan isopropil 75% yang sama yaitu memiliki ikatan polar protic.

Analisa Kualitatif Busa Saponin

Analisa saponin dengan penambahan asam klorida 37 % (HCl) pada saponin di dalam air 4 ml menunjukkan hasil yang positif, karena pada analisis dengan asam klorida, semua produk saponin sampai penambahan 2 tetes HCl pada masing-masing sampel, busa saponin pada air tidak juga mengalami pengurangan pada tiap sampel yang dianalisis. Hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh variable proses dan jenis pelarut pada kualitas busa saponin.

V. PENUTUP

Kesimpulan

Pada proses ekstraksi saponin, jenis pelarut, waktu ekstraksi, dan temperatur ekstraksi berpengaruh terhadap persen rendaman, persen kesalahan dan kadar air pada saponin. Semakin lama waktu ekstraksi maka semakin besar persen rendemen, semakin kecil persen kesalahan dan semakin rendah juga kadar airnya. Nilai persen rendaman akan semakin besar dengan semakin naiknya temperatur ekstraksi, sedangkan nilai persen kesalahan dan persen kadar air akan semakin kecil dengan semakin naiknya temperatur ekstraksi.

(10)

Saran

Sebaiknya waktu ekstraksi jenis pelarut yang digunakan lebih divariasikan lagi, untuk memperoleh informasi yang lebih akurat tentang range waktu dan jenis pelarut yang memberikan kondisi optimum. Untuk memperoleh hasil data yang lebih akurat, sebaiknya digunakan análisis kuantitatif seperti HPLC ataupun gas chromatografer. Untuk pembuatan saponin dari biji teh selain metode ekstraksi berpengaduk dengan pelarut sebaiknya dicoba metode lain sehingga dapat dibandingkan keuntungan dan kerugiannya.Untuk memperoleh saponin dengan kondisi optimum dengan kecepatan reaksi yang lebih cepat, maka sebaiknya digunakan variabel katalis.

Daftar Pustaka

Gusnidar, Tutus K., (1977), “Isolasi Saponin Dari Buah Averhoa Carambolla Linn”, Skripsi, Institut Teknologi Bandung..

Kamal, Nyanyu Nurmilah, (1976),“Saponin Dari Sapindus Rarak DC”,pemeriksaan Pendahuluan, Bandung.

De Silva, U.L.L., G.R. Roberts, (1972), “Products From Tea Seeds-Extraction and Properties of Saponin”, Ceylon.

Musalam, Y., (1990), “ Pemanfaatan Saponin Biji Teh Pembasmi Hama Udang, Pusat Penelitian Perkebunan Gambung”, Bandung.

Raech, K., Tracey, N.V., (1955), “Modern Methods of Plant Analysis”, vol III, Springer, Berlin.

Sutarmat, Tatam, (1990), “Ekstraksi Biji Teh untuk Pencegahan Hama Ikan dalam Budidaya Udang, Loka PenelitianPerikanan Pantai Gondol”,

Bali.

Prasetyo, Susiana S., Selvi, Retty, Judy W., Prima A. K., “ Pengaruh Temperatur, Kecepatan Pengadukan, Rasio Umpan Dengan Pelarut Pada Ekstraksi Saponin Dari Biji The Secara Batch Dengan Pelarut Isopropanol 75 %” UNPAR, Bandung.

Wikipedia. 2008. Ethanol. (online). (http://www.wikipedia.org, diakses 12 Maret 2009).

Wikipedia. 2008. Hexane. (Online). (htpp://www.wikipedia.org, diakses 12 Maret 2009).

Wikipedia. 2008. Isopropanol. (Online). (htpp://www.wikipedia.org, diakses 12 Maret 2009).

Wikipedia. 2008. Asam Dlorida. (Online). (htpp://www.wikipedia.org, diakses 12 Maret 2009).

Gambar

Tabel 4.1 Data hasil analisa saponin
Gambar 4.1. Pengaruh temperatur, jenis pelarut,  dan waktu ekstraksi terhadap persen rendemen saponin
Gambar 4..4. Pengaruh temperatur dan jenis
Gambar 4.5. Pengaruh waktu ekstraksi, jenis
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini berarti tingkat kualitas layanan di Stasiun Lebak Bulus sangat baik sehingga memenuhi harapan pelanggan terhadap kepuasan masyarakat sesuai dengan penelitian

Dari hasil temuan data yang telah ditabulasikan pada tabel sebagaimana yang terlihat di bawah ini, ternyata pendapat eksternal UPI yang terdiri atas lembaga

Maka dari itu makalah ini membahas pembangunan aplikasi pendaftaran yang dapat dilakukan oleh pasien di lokasi klinik maupun melalui peralatan android yang terhubung

Penulis yang melakukan presentasi berharap temuan mereka, yang memberi kesan bahwa kemungkinan perempuan Odha dengan tingkat laktobasilus dalam vagina yang sehat untuk menularkan

Kriteria diagnosis untuk insomnia primer menurut DSM-IV-TR adalah sebagai berikut (APA, 2000): (1) keluhan yang menonjol adalah kesulitan untuk memulai dan

 Lens induced glaucoma me"u%akan glaukoma $ang disebabkan kelainan a(au gangguan %ada lensa.. Sudu( (e"(u(u% da%a( disebabkan oleh %embengkakan lensa

Sebelum representasi ditangkap oleh tanda verbal, metafora adalah relasi antara penanda dan petanda dalam tatanan ide dan suatu hal, merujuk pada apa yang