• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - BAB I"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada era globalisasi, kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

di Indonesia semakin hari semakin berkembang pesat. Kemajuan IPTEK ini

menuntut adanya sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas tinggi,

sebab dengan begitu perkembangan yang ada dapat dikuasai, dimanfaatkan, dan

dikembangkan semaksimal mungkin. SDM yang berkualitas tinggi hanya dapat

diperoleh melalui pendidikan yang memadai. Oleh karena itu, dalam dunia

pendidikan perlu adanya perubahan, pembaharuan, dan perbaikan guna

meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri.

Mutu pendidikan di Indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus

terutama pada mata pelajaran matematika, mengingat matematika merupakan

salah satu ilmu yang mendasari perkembangan kemajuan sains dan teknologi,

sehingga matematika dipandang sebagai suatu ilmu yang terstruktur dan terpadu,

ilmu tentang pola dan hubungan, dan ilmu tentang cara berpikir untuk memahami

dunia sekitar.

Dalam proses pembelajaran matematika harus menekankan kepada siswa

sebagai insan yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang, dan siswa

terlibat aktif dalam pencarian dan pembentukan pengetahuan oleh diri mereka

sendiri. Melalui belajar matematika, siswa mendapatkan kesempatan untuk

(2)

dalam mengkomunikasikan gagasan atau dalam pemecahan masalah. Hal ini dapat

dilihat pada Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan SMP-MTs khususnya

dalam mata pelajaran matematika, disamping siswa memahami berbagai konsep

matematika juga siswa diharapkan memiliki kemampuan berpikir logis, analitis,

sistematis, kritis dan kreatif serta mempunyai kemampuan bekerja sama.

Kemampuan-kemapuan berpikir yang tercantum dalam SKL diharapkan menjadi

bekal siswa untuk mengahadapi kehidupannya di masa depan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun

2006 tentang standar isi untuk tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah

menjelaskan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik

memiliki kemampuan yaitu: (1) memahamani konsep matematika, menjelaskan

keterkaitan antar konsep dan mengaplikasi konsep atau algoritma secara luwes,

akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran

pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat

generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan atau pernyataan

matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, diagram

atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap

menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin

tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan

(3)

Proses pembelajaran matematika dikelas diharapkan dapat mencapai

tujuan pembelajaran seperti yang tercantum dalam standar isi. Untuk mencapai

kelima tujuan pembelajaran matematika tersebut bukan pekerjaan yang mudah.

Dalam implementasinya guru harus memiliki kemampuan yang profesional dan

kreatif.

Tujuan mata pelajaran matematika tersebut juga menunjukkan bahwa

salah satu peranan matematika adalah untuk mempersiapkan siswa agar sanggup

menghadapi perubahan keadaan atau tantangan-tantangan di dalam kehidupan dan

di dunia yang selalu berkembang. Persiapan-persiapan itu dilakukan melalui

latihan membuat keputusan dan kesimpulan atas dasar pemikiran secara logis,

rasional, kritis, cermat, jujur, efisien dan efektif. Di samping itu, siswa diharapkan

dapat menggunakan matematika dan cara berpikir matematika dalam kehidupan

sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang

penekanannya pada penataan nalar dan pembentukan sikap percaya diri siswa

serta keterampilan dalam penerapan matematika.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Soedjadi (2004) bahwa pendidikan

matematika memiliki dua tujuan besar yang meliputi (1) tujuan yang bersifat

formal, yang memberi tekanan pada penataan nalar anak serta pembentukan

pribadi anak dan (2) tujuan yang bersifat material yang memberi tekanan pada

penerapan matematika serta kemampuan memecahkan masalah matematika.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Sumarmo (2002) menyatakan bahwa hakekat

pendidikan matematika mempunyai dua arah pengembangan, yaitu

(4)

kebutuhan masa kini yang dimaksud adalah pembelajaran matematika mengarah

pada pemahaman konsep-konsep yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah

matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan

kebutuhan di masa yang akan datang adalah terbentuknya kemampuan nalar dan

logis, sistematis, kritis, dan cermat serta berpikir objektif dan terbuka.

Hasil riset yang telah dilakukan baik nasional maupun internasional

menunjukkan bahwa penguasaan matematika siswa Indonesia masih jauh dari

ideal. Hal ini dapat terlihat dari standar nilai rerata kelulusan Ujian Nasional (UN)

yang dilaksanakan hingga tahun 2011 kurang dari 6 (enam), hasil TIMSS 2011

untuk siswa kelas VIII menempatkan Indonesia pada peringkat 36 dari 48 negara,

dan hasil PISA 2006 untuk siswa kelas VIII menempatkan Indonesia pada

peringkat 52 dari 57 negara. Fakta ini menunjukan bahwa baik dalam skala

nasional maupun internasional, prestasi matematika siswa khususnya dijenjang

SMP masih sangat rendah dan belum optimal.

Rendahnya hasil belajar matematika mengindikasikan adanya sesuatu yang

belum optimal dalam pembelajaran matematika di sekolah. Guru sebagai salah

satu pusat dalam proses pembelajaran di kelas masih memandang bahwa belajar

adalah suatu proses transfer ilmu pengetahuan (Transfer of Knowledge) dari

pengajar kepeserta didik. Hal ini akan membuat siswa menjadi pasif (Dahlan,

2004:6).

Selain itu Ruseffendi (2006: 328) juga menyatakan bahwa selama ini

dalam proses belajar mengajar di kelas, pada umumnya siswa dalam mempelajari

(5)

tentunya akan membuat siswa merasa ragu untuk mengeluarkan sesuatu yang

ingin ditanyakan terkait dengan materi pelajaran. Yang pada akhirnya akan

membuat tingkat kepercayaan diri siswa akan menurun. Dalam hal ini siswa akan

lebih banyak diam karena segala hal yang berhubungan dengan materi pelajaran

didapatkannya secara instan dari guru. Kamhari dan Sletenhaar (dalam Ansari

2003) menyatakan bahwa pembelajaran yang berpusat pada guru akan

menempatkan siswa hanya sebagai penonton.

Hal tersebut diatas diperkuat berdasarkan hasil wawancara dengan salah

seorang guru matematika di SMPN 6 Kulisusu, yang mengungkapkan bahwa

model pembelajaran yang biasa diterapkan oleh guru dikelas adalah masih

menggunakan model pembelajaran konvensional. Model ini cenderung

meminimalkan keterlibatan siswa, sehingga guru lebih dominan dalam

pembelajaran. Dalam aktivitas pembelajaran konvensional, guru hanya

menyampaikan materi secara langsung dan siswa bertanya ketika mengalami

kesulitan dalam memahami materi tersebut. Siswa kurang dikondisikan untuk

berbagi masalah dengan temannya dalam memahami materi pembelajaran. Siswa

juga kurang diupayakan untuk berusaha memahami sendiri konsep-konsep

matematika, akibatnya mereka sangat tergantung dan terpaku terhadap apa yang

telah disampaikan oleh guru. Misalnya, ketika siswa diberikan contoh soal lain

yang berbeda dengan contoh yang diajarkan oleh guru, maka sebagian besar siswa

akan mengalami kesulitan dalam memecahkannya. Dampak langsung dari model

pembelajaran konvensional adalah; (1) minat belajar siswa lemah, (2) siswa lebih

(6)

pengetahuan yang dimiliki bersifat sesaat. Untuk memenuhi hal tersebut,

diperlukan pendekatan pembelajaran yang bisa menjadi solusi dalam mengatasi

permasalahan diatas.

Salah satu pendekatan pembelajaran adalah pendekatan pembelajaran

matematika realistik (PMR), yang menggunakan permasalahan realistik sebagai

jembatan dalam membangun konsep matematika. Pembelajaran dengan

pendekatan PMR adalah suatu pendekatan yang dianggap dapat memenuhi ciri

belajar siswa aktif dan konstruktif, yang memungkinkan kemampuan matematis

siswa dapat berkembang secara optimal. Menurut Freudenthal (Wijaya, 2012)

matematika sebaiknya tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk jadi

yang siap pakai, melainkan sebagai suatu bentuk kegiatan dalam mengkonstruksi

konsep matematika.

Pembelajaran matematika dengan menerapkan pendekatan PMR bertolak

dari masalah-masalah kontekstual, siswa belajar mematematisasi masalah-masalah

kontekstual, menurut Treffers (Fauzan, 2008) proses ini disebut horizontal

matematisasi, setelah melalui simplifikasi dan formalisasi siswa akan menentukan

suatu algoritma dan konsep matematika. Proses menemukan algoritma dan konsep

matematika disebut vertikal matematisasi. Konteks yang digunakan diawal

pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi,

hasil eksplorasi selanjutnya dikembangkan menuju penemuan dan pengembangan

konsep melalui proses elaborasi yaitu meliputi horizontal matematisasi dan

vertikal matematisasi. Proses terakhir adalah konfirmasi yang ditujukan untuk

(7)

konfirmasi terjadi pada kegiatan komunikasi gagasan dalam kelompok dan

tanggapan pada waktu representasi kelompok. Dengan demikian pendekatan PMR

sejalan dengan kurikulum karena karateristik PMR sudah meliputi proses

eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.

Pendekatan PMR berpotensi untuk diterapkan, karena proses

pengembangan konsep-konsep dan ide-ide matematis berawal dari dunia nyata

dan pada akhirnya kita juga perlu merefleksikan hasil-hasil yang diperoleh dalam

matematika kembali kedunia nyata. Dengan kata lain, yang kita lakukan dalam

pendidikan matematika adalah mengambil sesuatu dari dunia nyata,

“mematematisasinya” kemudian membawa kembali kedunia nyata (Fauzan,

2008).

Pendekatan Matematika Realistik (PMR) berpandangan bahwa matematika

sebagai aktivitas manusia, yang dikembangkan dengan tiga prinsip dasar, yaitu (a)

Guided Reinvention and Progressive Mathematization (Penemuan Terbimbing

dan Bermatematika secara Progresif); (b) Didactical Phenomenology (Penomena

Pembelajaran; dan (c) Self-developed Models (Pengembangan Model Mandiri)

serta memiliki lima karakteristik yaitu: (1) menggunakan masalah kontekstual, (2)

menggunakan model, (3) menggunakan kontribusi siswa, (4) terjadinya interaksi

dalam proses pembelajaran, (5) menggunakan berbagai teori belajar yang relevan,

saling terkait, dan terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya (Treffers, 1991;

Gravemeijer, 1994; Armanto, 2002; Darhim, 2004). Prinsip dan karakteristik

PMR tersebut sangat sesuai dengan tuntutan pembelajaran matematika di sekolah

(8)

dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang menghendaki

pembelajaran yang kontekstual.

Di samping itu juga pendekatan PMR menuntut pemecahan masalah yang

berfokus pada penyelesaian yang tidak tunggal (open-ended). Selanjutnya,

Gravemeijer (Majalah PMRI, 2007) mengutarakan bahwa ada empat tujuan

pendidikan matematika:(1) Untuk kebutuhan praktis dalam kehidupan sehari-hari

atau tempat kerja, (2) Sebagai prasyarat untuk studi lebih lanjut, (3) Nilai kultur,

yaitu sebagai hasil kebudayaan manusia, keindahan matematika, menghargai

peran matematika di masyarakat, dan berpikir secara matematika (logika).

Menurut Gravemeijer di banyak negara pembelajaran metematika hanya berfokus

pada tujuan kedua. Pendekatkan Matematika Realistik memperhatikan keempat

tujuan tersebut.

Pendekatan PMR dalam kaitannya dengan kemampuan berpikir kritis

matematis dikemukakan oleh Somakim (2010) yakni aktivitas kemampuan

berpikir kritis dapat dimunculkan dalam hal menghadapi tantangan, hal-hal yang

baru, non rutin misalnya masalah kontekstual matematika. Kondisi-kondisi ini

dapat diperoleh dengan pendekatan PMR.

Pengembangan berpikir kritis matematis siswa sekolah menengah pertama

adalah amanah kurikulum matematika. Amanah tersebut tertulis dalam tujuan

mata pelajaran matematika maupun tuntutan pelajaran matematika kurilulum

matematika 2006. Adapun tujuan dan tuntutannya terkait dengan pengembangan

berpikir kritis matematis yang tercantum dalam kurikulum adalah mata pelajaran

(9)

untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,

sistematis, kritis, kreatif, pemecahan masalah, dan generalisasi.

Lebih lanjut Somakim (2010) menyatakan bahwa pendekatan

pembelajaran PMR dapat membangun Self Efficacy pada diri siswa. Hal itu dapat

dilihat dari strategi belajar mengajar PMRI. Dengan memperhatikan empat

sumber Self-Efficacy dan tiga prinsip serta lima karakteristik PMRI, sangat

dimungkinkan bahwa pelajaran matematika melalui pendekatan PMRI dapat

membangun Self-Efficacy siswa. Salah satu strategi yang dapat digunakan adalah

guru dalam pelaksanaan pembelajaran haruslah mempersiapkan HLT

(Hypothetical Learning Trajectori) (Gravemeijer, 2000). Dalam proses

pembelajaran seorang guru harus mempersiapkan tujuan pembelajaran, konteks

dan model dan aktivitas siswa dalam belajar. Dari HLT tersebut setiap siswa atau

kelompok siswa akan mengembangkan sendiri aktivitas dan model of (bentuk

informal) sampai menghasilkan model for (bentuk formal). Selama kegiatan

pembelajaran guru akan berfungsi sebagai fasilitator dan moderator.

Pada karakteristik pertama dan kedua, guru berfungsi sebagai fasilitator

yaitu mempersiapkan kontekstual suatu materi matematika dan contoh model of

serta lembar kerja siswa. Selanjutnya siswa diberikan kesempatan untuk

menjelaskan pikiran dan pengertian atas hasil karyanya. Setiap bentuk atau hasil

karya atau produk siswa, guru harus memberikan penguatan berupa verbal atau

non verbal. Guru memberikan penguatan kepada siswa inilah wujud dari

munculnya Self-Efficacy siswa. Dengan terbentuk kepribadian yang mempunyai

(10)

integritas dan karakter bangsa yang dapat membangun bangsa Indonesia yang

lebih maju dan mandiri.

Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, nampak pentingnya

peningkatan kemampuan berpikir kritis dan tingkat Self Efficacy siswa dalam

pembelajaran matematika di SMP, karena hal ini sesuai dengan tujuan

pembelajaran matematika. Dengan dimilikinya kemampuan berpikir kritis dan

Self Efficay siswa yang tinggi, diharapkan berdampak pada pengembangan

mental dan kepribadian siswa serta meningkatnya hasil belajar matematika siswa.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang peneliti yakini dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dan Self Efficay siswa adalah PMR. Karena itu, judul

penelitian ini adalah: ”Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Self Efficacy

Siswa SMPN 6 Kulisusu melalui Pendekatan Matematika Realistik”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan di atas,

maka secara umum masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah pembelajaran

dengan pendekatan PMR dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis

matematis dan tingkat kepercayaan diri (Self Efficacy) pada siswa SMPN

Kulisusu?.

Secara lebih terperinci, permasalahan diatas dijabarkan sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapatkan

pembelajaran PMR lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan

(11)

2. Bagaiamana kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa

setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan PMR?

3. Apakah peningkatan Self Efficacy siswa yang mendapatkan pembelajaran

PMR lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran

konvensional?

4. Bagaiamana kualitas peningkatan kemampuan Self Efficacy siswa setelah

mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan PMR?

5. Apakah terdapat asosiasi antara kemampuan berpikir kritis dan Self Efficacy?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa

yang mendapatkan pembelajaran PMR lebih baik dibandingkan dengan siswa

yang mendapatkan pembelajaran konvensioanal.

2. Untuk menganalisis kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis

matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan

PMR.

3. Untuk menganalisis apakah peningkatan Self Efficacy siswa yang

mendapatkan pembelajaran PMR lebih baik dibandingkan dengan siswa yang

mendapatkan pembelajaran konvensional.

4. Untuk menganalisis kualitas peningkatan kemampuan Self Efficacy siswa

setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan PMR.

(12)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan menghasilkan temuan-temuan yang memberikan

kontribusi yang positif bagi kualitas pembelajaran matematika dan memberikan

manfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan, antara lain:

1. Bagi siswa, pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan

pembelajaran PMR diharapkan dapat melatih siswa untuk menylesaikan

masalah sehari-hari dengan proses berpikir kritis matematis dan bisa

meningkatkan kepercayaan dirinya dalam proses pembelajaran matematika.

2. Bagi guru, dapat menjadi alternatif pilihan bagi para guru matematika dalam

memilih pendekatan pembelajaran dalam pengajaran matematika.

3. Bagi peneliti, menambah pengetahuan dan wawasan tentang alternatif

pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran

matematika, khususnya pendekatan PMR, dan juga dapat dikembangkan

penelitian lebih lanjut terkait kemampuan berpikir matematis.

E. Definisi Operasional

Variabel-variabel perlu diperjelas agar tidak menimbulkan perbedaan

penafsiran rumusan masalah dalam penelitian ini, oleh karena itu variabel-variabel

tersebut didefinisikan sebagai berikut:

1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir matematis tingkat

tinggi yang meliputi: mengidentifikasi dan menjastifikasi konsep,

menggeneralisasi, menganalisis algoritma, dan memecahkan masalah.

(13)

membandingkan atau menghubungkan suatu konsep dengan konsep lain, dan

memberikan alasan terhadap penggunaan konsep. Menggeneralisasi adalah

kemampuan melengkapi data atau informasi yang mendukung dan

menentukan aturan umum berdasarkan data yang teramati. Menganalisis

algoritma adalah kemampuan mengevaluasi atau memeriksa suatu algoritma,

dan mengklarifikasi dasar konseptual yang digunakan dalam setiap langkah

pemecahan. Memecahkan masalah adalah kemampuan mengidentifikasi

unsur yang diketahui, ditanyakan, dan memeriksa kecukupan unsur yang

diperlukan dalam soal, menyusun model matematika dan menyelesaikannya;

serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.

2. Tingkat Kepercayaan Diri (Self Efficacy)

Self-Efficacy adalah kepercayaan diri terhadap: kemampuan

merepresentasikan dan menyelesaikan masalah matematika, cara

belajar/bekerja dalam memahami konsep dan menyelesaikan tugas, dan

kemampuan berkomunikasi matematika dengan teman sebaya dan pengajar

selama pembelajaran. Self-Efficacy dapat digali dari empat sumber, yaitu (1)

Pengalaman otentik (authentic mastery experiences), suatu indikator tentang

kemampuan berdasarkan pada kinerja dalam penilaian dan pelajaran pada

masa yang lalu. Kegagalan/keberhasilan pengalaman yang lalu Akan

menurunkan/meningkatkan Self-Efficacy seseorang untuk pengalaman yang

serupa kelak. (2) Pengalaman orang lain (vicarious experience), yang dengan

memperhatikan keberhasilan/kegagalan orang lain, seseorang dapat

(14)

tentang kemampuan dirinya sendiri berdasarkan kompetensi dan

berbandingan informasi dengan pencapaian orang lain. (3) Pendekatan sosial

atau verbal, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan meyakini seseorang

bahwa ia memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu, misal umpan balik

dari guru atau orang lain., (3) Indeks psikologis, di mana status fisik dan

emosi akan mempengaruhi kemampuan seseorang. Emosi yang tinggi, seperti

kecemasan akan matematika akan merubah kepercayaan diri seseorang

tentangkemampuannya.

3. Pendekatan Matematika Realistik (PMR)

Pendekatan Matematika Realistik (PMR) adalah suatu pendekatan

pem-belajaran matematika yang memiliki karakteristik: menggunakan masalah

kontekstual, menggunakan model, menggunakan kontribusi siswa, terjadinya

interaksi dalam proses pembelajaran, menggunakan berbagai teori belajar

yang relevan, saling terkait, dan terintegrasi dengan topik pembelajaran

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang dilakukan terhadap temuan di lapangan maka dapat disimpulkan bahwa persepsi pola asuh otoriter dan kemampuan

Kajian ini akan difokuskan kepada pengalaman respon Nahdlatul Ulama (NU) terhadap negara, karena NU adalah organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia dan dikenal

Indikator yang digunakan untuk meneliti variabel kinerja karyawan (Y) ini antara lain : indikator yang memfokuskan pada jumlah pekerjaan yang diselesaikan dalam jangka

kata dia, anak-anak harus mendapat perlindungan dari semua pekerj aan yang

Salah satu penyakit yang menyerang tanaman Eucalyptus baik pada saat. pembibitan dan saat tanaman sudah ditanam dilahan adalah karat

Optimalisasi partisipasi orang tua dalam pengelolaaan program di PAUD EAGLE.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Aspek-aspek yang digunakan adalah : aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan produksi, aspek manajemen, aspek hukum, aspek ekonomi dan sosial, dan aspek keuangan. Dari ketiga

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yaitu kuesioner data demografi, koesioner kenakalan remaja, dan kuesioner interaksi teman sebaya dengan menggunakan