• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARSITEKTUR TOPOGRAFIS HARMONISASI ANTARA international

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ARSITEKTUR TOPOGRAFIS HARMONISASI ANTARA international "

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

ARSITEKTUR TOPOGRAFIS:

HARMONISASI ANTARA ARSITEKTUR DAN SIKAP MENDESAIN DI BENTANG ALAM

Oleh: Shofia Islamia Ishar

1. Sejarah Singkat

Sejarah arsitektur selalu terkait dengan sejarah perkembangan perekonomian dunia. Semenjak dunia memberlakukan konsep kapital global sebagai sistem utama dalam perekonomiannya, kehidupan masyarakat berubah drastis dan perkembangan ekonomi melaju pesat. Kondisi ini tentu memberi dampak terhadap perkembangan arsitektur. Sistem kapital global merubah cara berdagang, berkomunikasi dan bertransportasi sehingga keberadaan arsitektur sebagai bagian dari pemenuhan keberlangsungan aktivitas-aktivitas tersebut menjadi semakin terasa. Arsitektur pun akhirnya turut menjadi komoditas untuk menaikkan perekonomian suatu negara selain sebagai indikator berkembangnya negara tersebut.

Sistem kapital global menjadikan kota-kota besar di dunia semakin padat. Kota sebagai pusat aktivitas ekonomi menarik masyarakat lokal maupun internasional untuk tinggal di dalamnya, namun kepadatan kota pada akhirnya banyak membawa dampak buruk seperti memburuknya kualitas udara dan eksploitasi alam untuk kepentingan perdagangan dunia. Namun dari segi perkembangan arsitektur, kondisi ini membawa dampak positif. Pada masa ini, artikulasi arsitektur menjadi kaya dan muncul banyak pemikiran baru seiring semakin dibutuhkannya arsitektur sebagai pembentuk wajah dunia. Muncul banyak karya arsitektur yang canggih dan arsitek menjadi populer karenanya. Kualitas arsitektur makin meningkat dibanding dua puluh tahun silam. Arsitektur bisa menjadi generator perekonomian dengan desain yang bagus, sehingga keberadaan karya arsitektur tidak lagi dinikmati dalam skala lokal, namun internasional.

(2)

2

karya-karya arsitektur. Bidang topografi dan sustainabilitas mengacu pada pembahasan lingkungan, bidang morfologi dan materialitas menekankan ekspresi desain pada permukaan bangunan, dan yang terakhir habitat dan civic form menekankan pada nilai-nilai budaya. Sedangkan pada tulisan ini, bidang yang akan dibahas lebih dalam adalah topografi, atau dengan nama lain yaitu arsitektur topografis.

Arsitektur topografis bermula semenjak terbitnya dua publikasi arsitektur yang dikeluarkan oleh Vittorio Greggoti dan Ian Mc’Harg yaitu Vittorio Greggotti dengan essaynya yang berjudul ll territorio dell’architectura, 1966 dan Ian Mc’Harg dengan bukunya yang berjudul Design with Nature 1971. Frampton menyatakan bahwa kedua publikasi ini lah yang dapat menjadi latar belakang dalam pengelompokan karya-karya arsitektur topografis. Dua publikasi ini sama-sama menekankan pada integrasi antara produk buatan manusia dengan permukaan bumi. Greggotti menilai integrasi antara produk buatan manusia dengan buminya dimulai dari tindakan menandai tanah yang dilanjutkan dengan tahap membuat tempat berlindung dati kekacauan alam. Sedangkan Mc’Hargs berfokus lebih kepada kebutuhan akan pendekatan komprehensif dengan tujuan memfasilitasi dan mengelola rasa saling ketergantungan pada ekosistem. Arsitektur topografis merupakan suatu pemikiran yang lahir dari penggabungan dua konsep tersebut, yaitu penandaan tanah untuk menghindari kekacauan alam dan kebutuhan untuk memfasilitasi rasa saling tergantung antara manusia dengan alamnya. Sampai saat ini kedua publikasi tersebut masih dihormati sebagai strategi yang bersemangat dalam mengendalikan perkembangan dunia “buatan manusia” yang pengembangannya seringkali menimbulkan dampak buruk terhadap bentang alam

(landscape). Arsitektur pada bentang alam bukanlah sesuatu yang asing, namun arsitektur

seharusnya merupakan sesuatu yang harmonis dan “akrab” dan terintegrasi baik dengan alam. Dalam hal ini, pemikiran Gregotti dan McHarg menunjukkan adanya upaya untuk mengurangi dominasi wujud arsitektur yang asing pada bentang alam.

(3)

3

pendapatnya,“In recent years we have witnessed an important shift : every location have

begun to be regarded as a landscape, either natural or artificial and has ceased to be neutral

backdrop, more or less decidedly sculptural. For architectural objects, this change in this

point of view, the landscape becomes the subject of possible transformations; no longer inert,

it can be designed mode artifical. The landscape has become the primary interest. The focal

point of architecs”.Corner, 2003.

Pendapat James Corner menegaskan bahwa arsitektur dan bentang alam seharusnya dapat saling memberi keuntungan. Bentang alam bukan lagi sekadar tapak untuk berdirinya arsitektur juga bukan sekadar latar, melainkan juga sebagai subjek pada proses transformasi arsitektural.

2. Tokoh dan Karya

Setelah kehadiran publikasi Greggoti dan McHarg, muncul banyak arsitek yang responsif terhadap isu perancangan berwawasan topografis. Beberapa arsitek mengembangkan pemikiran tersebut ke dalam karya-karyanya. Wawasan topografis menjadi dasar dalam mendesain di bentang alam, sehingga strategi-strategi mendesain di bentang alam mulai bermunculan dan berkembang. Dengan tujuan untuk menangani kondisi bentang alam yang unik, berkarakter dan bahkan “keras” (kering, gersang, berbatu, dan bertopografi ekstrim) strategi dibuat, sehingga keindahan yang dimiliki bentang alam tetap dapat diintrepetasi positif oleh masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Tokoh-tokoh arsitek dan karyanya yang tergolong dalam gerakan Arsitektur Topografis diantaranya adalah sebagai berikut:

A. Peter Walker, IBM Campus, Solana 1992

Peter Walker termasuk ke dalam tokoh gerakan Arsitektur Topografis karena pemikirannya yang berkonsentrasi pada integerasi antara arsitektur dan bentang alam. Integrasi yang merupakan sebuah peluang bagus dalam perkembangan ilmu arsitektur dan bentang alam untuk saling bekerja sama sebagai bagian yang utuh. Seperti pada karyanya yaitu IBM Campus, West Texas, Solana 1992, yang berkolaborasi dengan arsitek Romaldo Giurgola,

Gambar 1. IBM Campus Sumber:.

http://www.pushpullbar.com/forums/architect

(4)

4

Ricardo Legorreta dan Barton Myers. Pada tata letaknya yang mempunyai luas sebesar 324 hektar, mereka melihat terdapat perubahan pada kondisi tapak dari kondisi aslinya. Tapak dimana proyek ini akan berdiri awalnya merupakan padang rumput yang kaya dengan bunga tanah, namun telah berubah karena lebih dari setengah bunga tanah telah hilang. Untuk memperbaikinya, mereka mengambil bunga tanah pada setiap jalan, bangunan, atau area parkir yang tumbuh secara liar, untuk meletakkannya pada padang rumput dalam upaya mengganti jumlah bunga tanah yang telah diambil (gambar 1). Upaya ini merupakan langkah untuk melestarikan bunga tanah dari kepunahan selain sebagai pertanggung-jawaban atas setiap pencabutan atasnya.“when we found site, it was not a particularly rich meadow. It had

been grazed very heavily and over half the top soil had been lost. There were a few handsome

trees that stood up to the grazing and somehome survived... to repair the rest of it. We took

the top soil off every single road, building, or parking lot site, stock piled it and put it on the

meadow, thereby droubling the amount of top soil.” (Walker 2003).

Pada proyek ini, Arsitek memiliki pengaruh langsung pada pembentukan Kota Solana. Proyek ini dianggap menjadi suatu pengaruh yang menanggapi tuntutan topografi dan kondisi iklim, karena pada proses perancangannya dilakukan analisis geologis, hidrologis, dan faktor-faktor ekologis untuk mencari nilai dan pola sejarah yang terkandung pada tapak. Untuk itu arsitek memutuskan untuk menekan fitur tertentu dari rancangannya untuk mendorong ekspresi bentang alam yang lebih besar. Selain itu, arsitek juga menekankan garis horisontal padang rumput dengan memutuskan untuk membatasi ketinggian bangunan dan mempertahankan beberapa ratus hektar lahan terbuka.

(5)

5

berkontemplasi atau sekadar duduk santai di bawah Pohon Willow. Pada daerah dataran tinggi, bangku-bangku kayu ditemukan pada tempat terbuka di sepanjang kanal atau di tempat yang sejuk. Pada proyek ini, arsitek berhasil membangun pemandangan di Solana terus mendewasa secara alami, berwawasan lingkungan dan sesuai dengan karakter tempat.

B. Jensen dan Skodvin Rada, Liasanden Rest Area 1990

Strategi lain dilakukan oleh Arsitek Jensen dan Skodvin Rada pada perancangan Liasanden Rest Area, di Sognefjellet Alpine Park. Dalam perancangan ini, mereka sangat melindungi letak dan keberadaan pohon dengan cara membiarkan pohon pada letak aslinya sekalipun letak pohon tersebut dapat “mengganggu” alur jalan untuk mobil. Selain itu mereka mempertahankan serta memanfaatkan kerikil untuk dijadikan pengaman palung sungai dan menjadikannya sebagai karakter lanskap hutan. (gambar 2)

Jensen dan Skodvin Rada berkonsep untuk mempertahankan kualitas cahaya alami di dalam hutan sebagai suatu pengalaman yang dapat dirasakan oleh setiap pengunjungnya. Mereka merekomendasikan untuk menjadikan Pohon Pinus tua yang berada di sepanjang jalan raya sebagai situs untuk proyek ini. Sedangkan area perancangannya yaitu Area Peristirahatan (Rest Area) terdiri dari sisi jalan baru dengan panjang sekitar 300 meter dan lebar yang bervariasi yaitu sekitar 3 dan 12 meter yang berliku melalui hutan pinus. Kelandaian yang membahayakan seperti palung sungai diisi dengan kerikil ke datum sebanyak yang diperlukan agar aman dan tetap terlihat indah (gambar 2). Semua peledakan dan penggalian dihilangkan. Studi menunjukkan bahwa, penambahan kerikil yang dilakukan dapat memberi dampak baik bagi pelesetarian keberadaan pohon-pohon Pinus besar yang memerlukan waktu selama sembilan tahun untuk tumbuh besar. Arsitek juga memutuskan untuk tidak menjadikan permukaan kerikil ke dalam bentuk horisontal sehingga tetap pada bentuk aslinya. Kerikil dirancang agar dapat naik-turun sesuai perubahan kondisi alam.

Gambar 2. Liasanden rest Area Sumber:.

(6)

6

Gambar 3. Liasanden rest Area

Sumber: http://en.urbarama.com/project/mountain-roads-project-liasanden-stop-point

Gambar 4. Awaji Yumbetai 2001

Sumber: http://www.galinsky.com/bui

ldings/awaji/index.htm

Gambar 5. Awaji Yumbetai 2001

Sumber: http: http://www.0lll.com/archgaller

y2/ando_awaji/

Sehingga dari hari pertama, seluruh kompleks menjadi kebun yang lengkap dengan pepohonan dan kerikil sebagai kesatuan yang sinergis.

Pada proyek ini, arsitek menegaskan bahwa mobil harus berbalik dari pohon. Peta topografi pohon terkomputerisasi sangat akurat dan membantu untuk mengidentifikasikan kemungkinan rute untuk mobil. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa tidak akan ada pemotongan pohon. Pohon diberi material semacam ban karet untuk melindungi badan mobil saat terjadi benturan (gambar 3). Jadi dengan kata lain, tidak ada yang mustahil untuk tetap melestarikan keaslian alam.

C.Tadao Ando, Awaji Yumbetai 2001

Di Jepang, Arsitek yang serius mengintegrasikan rancangannya dengan bentang alam dengan wawasan topografis adalah Tadao Ando. Contohnya pada pengembangan Awaji Yumbetai (2001). Ando membuat konsep “city-in-miniature” dalam merencanakan hotel, gereja, tea house, dan botanical green house

yang luas, menyelangi air, jalan, reflecting pools, fountain dan kebun teras dalam perancangannya (gambar 4). Ini menunjukkan gejala bahwa desain Ando belakangan ini menjadi lebih meningkat

dalam hal menguatkan karakter topografis.

(7)

7

Gambar 6. Altamira museum 1997 Sumber:

http://www.ducciomalagamba.com/i magenes.php?IdProyecto=228&IdIm

agen=6261&Nom_Imagen=067-228.jpg&Idioma=En

mengenang ribuan orang yang telah kehilangan nyawa mereka dalam gempa bumi besar yang mengguncang wilayah Kobe pada tahun 1995.

Kompleks mixed-use Awaji Yumebutai merupakan serangkaian pemotongan beberapa geometri. Potongan-potongan tersebut terdiri dari hotel, kapel, pusat konferensi internasional, restoran, taman bunga terasering, air taman dan plaza. Pada proyek ini, Cahaya, bayangan, suara air mengalir, rumah hijau, dan ruang luar disimulasikan melalui teknologi animasi agar hasilnya dapat akurat dalam mengintegrasikan bangunan dan tapaknya. Proyek ini merupakan konstruksi buatan manusia yang mengintegrasikan dirinya ke dalam pemandangan teluk Osaka yang turun dari bukit ke laut.

Ando menggambarkan jalinan pengalaman kekayaan ruang yang dibangun melalui urutan ruang interior dan eksterior, cahaya dan bayangan, air yang membingkai pandangan ke langit, dan vegetasi. Bahan fisik ruang ini terdiri dari beton sutra halus, batu kasar, kerang laut, kaca transparan, air dan vegetasi yang diselingi oleh bahan yang lebih temporal, yaitu cahaya suara dan aroma (gambar 5).

D. Juan Navaro Baldeweg dan Eduardo Souto de Moura, Altamira Museum and Reaserch Centre, Cantabria 1997

Tokoh Arsiitektur Topografis Selanjutnya adalah Juan Navaro Baldeweg dan Eduardo Souto de Moura pada perancangan Miro foundation. Mereka menunjukkan sikap dalam merancang di bentang alam pada proyek ini. Desainnya dibuat berdampingan dengan tapak dengan cara menyandingkan lempengan batu horisontal yang rendah dan massa yang seperti kubu pertahanan kepada kontur yang berat. Juan Navaro Baldeweg dan Eduardo Souto de Moura merubah struktur untuk menyesuaikan perbedaan topografi. Mereka mengintegerasikan desainnya kepada lanskap yang tidak datar yaitu pada rumah- rumah yang dikenal sebagai lukisan gua pre historik pada Gua Altamira di Santilana del Mar, Cantabria. Kondisi ini dijadikan peluang untuk pembuatan replika dari gua yang asli sebagai destinasi turis. Proyek ini dibangun di dalam lanskap yang rapuh. Baldeweg berpendapat,“keinginan dan hasrat untuk mengintegerasikan konstruksi

baru kepada lanskap adalah suatu hal yang ekstra asing dengan area atap yang luas

(8)

8

Gambar 7. Altamira Museum 1997 Sumber:

www.sciencemusings.com/blog/blogarchiv e/2008

mengusulkan, bahwa konstruksi atap yang mengikuti lereng alami dari tanah. Atap yang

ditutupi rumput dan menyatu dengan skylight”. (gambar 6)

Museum Altamira bernuansa baru dan modern, fungsional, dan terintegrasi dalam lanskap. Ini adalah sebuah museum dimana teknologi terbaru dan sistem komunikasi modern membawa pengunjung kembali ke masa kejayaan Altamira. Arsitek merancang bangunan minimalis yang terintegrasi ke dalam lanskap dengan konsep untuk mengenang kembali esensi Gua Altamira yang dikenal sebagai “Chamber of the Paintings”. Museum Altamira merupakan sebuah tempat yang khusus mempelajari tentang kehidupan orang-orang yang melukis di gua Altamira.

Dengan kejelian sang arsitek, Pengunjung dapat berjalan-jalan dengan bebas di lingkungan alam sekitar bangunan museum, dan menikmati pemandangan yang menakjubkan. Pengunjung disajikan pemandangan di bagian utara dengan pemandangan berupa padang rumput hijau yang khas Cantabria. Pengunjung juga dapat menikmati pemandangan lereng bukit dan lembah di Desa Santillana del Mar. Di hari yang cerah, keagungan gunung dari Picos de Europa dan Taji dari Ferile Cordillera Cantabrian juga dapat dinikmati dari tempat ini. Proyek ini tidak hanya mencakup pembangunan salinan asli gua namun juga mencakup perbaikan kondisi gua untuk melayani kebutuhan pelestarian dan penggunaan peralatan ilmiah. Inilah sebabnya rekonstruksi gua dan museum dibangun dalam satu kompleks, sehingga memungkinkan untuk terus mereproduksi cahaya alami dan dengan mudah mengidentifikasi orientasi gua asli. Pada perancangan ruang depan yang merupakan tempat di mana manusia tinggal sebelum keruntuhan, arsitek mencoba untuk memaksimalkan desainnya dengan menampilkan lukisan-lukisan fisiognomi1 yang berusia sekitar 14.000 tahun. Desain menekankan hubungan antara ruang hidup dan ruang ritual, dengan langit-langit gua dihiasi dengan lukisan bison multi-warna (gambar 7). Gedung mengikuti lereng bukit dengan rancangan teras yang membentuk sebuah panorama luas untuk pengunjung yang sedang berada di ujung barat. Upaya integrasi ini mengungkapkan kemauan yang kuat untuk menyatakan arsitektur dalam bentuknya sendiri. Arsitektur diekspresikan dalam

1

(9)

9

Gambar 8. Commune by The Great Wall, 2002 Sumber:

http://www.kiwicollection.com/property/comm une-by-the-great-wall-kempinski

geometri yang sangat fleksibel dan menyesuaikan kemiringan lahan untuk menciptakan semacam topografi buatan. Baldeweg merancang pintu masuk gua dengan sangat akurat. Dia menandai pintu masuk gua dari jaman batu dengan mengukur jumlah cahaya yang mencapai langit-langit untuk memungkinkan pengunjung mengagumi reproduksi lukisan asli yang megah. Proyek ini menekankan pada sifat unik suatu tempat, dengan mengintegrasikan dinding-dinding Batu Mediterania dan arsitektur. Arsitek juga menghadirkan taman seluas 150.000 meter persegi untuk mengingatkan pemandangan kawasan itu pada usia Paleolitik. Keakraban Baldeweg dengan tempat ini sangat mempengaruhi sifat proyek dalam menanggapi iklim dan topografi.

E. Commune by The Great Wall, China, 2002

Karya arsitektur topografis berikutnya dapat terlihat pada perancangan Commune by The Great Wall yang tapaknya berdekatan dengan Great wall di Beijing. Di sini sebuah area rumah pamer telah menjadi destinasi turis untuk orang-orang kaya di Cina yang sengaja mencari penginapan untuk acara mereka. Tempat ini menjadi tempat yang mewah dan bergengsi dengan memberikan suatu simbiose antara lanskap dan bangunan pada desainnya.

Commune by The Great Wall adalah suatu gambaran pribadi kehidupan masyarakat kontemporer di Cina dan Asia. Arsitek merancang villa di mana modernisme dan tradisi berbaur bersama-sama. Commune by The Great Wall menawarkan pengalaman arsitektur dengan pemandangan yang indah di atas Shuiguan, pemandangan lembah dan Great Wall (Tembok Cina).

Hotel ini terdiri dari total 200 kamar tidur di dalam 40 villa berdasarkan 11 inti desain oleh 12 arsitek Cina dan Asia yang termahsyur (Serge Mouille, Thierry Hoppe, Von Robinson, Philippe Starck, Alex Strub, Claudio Colucci, Ross Menuez, Kaname Okajima, Jonas Damon, Karim Rashid, Matthew Hilton, Marc Newson, and Michael Young). Proyek ini menunjukkan bahwa arsitektur bukanlah cara arsitek mengekspresikan dirinya sendiri.

Gambar 9. Commune by The Great Wall Sumber:

http://concierge.typepad.com/photos /uncategorized/2007/12/05/commun

(10)

10

Sebaliknya, arsitektur mendapatkan ekspresi melalui lokasi dan topografi. Dengan kata lain, sebuah rumah di pegunungan berbeda dari sebuah rumah di perkotaan. Sebuah rumah di pegunungan Badaling berbeda dari sebuah rumah di pegunungan Sanya meskipun dirancang oleh arsitek yang sama. Kantilever pada bangunan ini merupakan konsekuensi alami dari kondisi lereng gunung (gambar 8). Sebagai konsekuensi bukan dari lokasi spesifik matahari tetapi dari kebutuhan akan matahari itu sendiri. Kantilever rumah bisa melekat pada setiap lereng bukit pada lembah, akses jalan bisa di atas atau ke bawah lereng. Dalam proyek ini terdapat beberapa perubahan pada topografi asli. Arsitek sangat cermat dalam penggunaan bahan-bahan sederhana seperti beton, semen, batu bata merah, kayu, bambu, dan kaca. Pada proyek ini terdapat arsitektur La promenade, yang mempunyai filosofi; “berjalan melalui

rumah merupakan sesuatu yang mewah dan mengantarkan kita kepada pengalaman

spiritual”. Terdapat juga taman atap, yang menyatakan diri sebagai kebun milik masyarakat.

Pada setiap unit kamar membutuhkan taman atap untuk menikmati keindahan seluruh lanskap dari tapak Commune by the Great Wall (gambar 9).

3. Strategi Desain

Tokoh dan karya Arsitektur Topografis yang telah disebutkan di atas membuka paradigma baru tentang merancang di bentang alam. Teknologi tinggi juga diikutsertakan sebagai alat untuk mengkonservasi unsur-unsur alam. Kreativitas arsitek diuji dalam merancang strategi untuk mendesain di bentang alam. Kondisi bentang alam dengan karakter yang khas menantang arsitek untuk kreatif dalam menyiasati tapak agar arsitektur dapat terintegrasi dengan sinergis dengan tapak. Strategi yang digunakan oleh para arsitek dapat digolongkan kepada tiga konsep utama yaitu, konservasi unsur-unsur alam, “meminjam” kekuatan alam dan “memasukkan” unsur alam ke dalam desain.

1. Konservasi unsur-unsur alam

(11)

11

penataan atribut taman dengan tujuan untuk mempertahankan keaslian letak batu-batu besar yang berada di sekitarnya.

Pada perancangan Liasanden Rest Area, konservasi unsur alam juga terlihat, yaitu pada pelestarian keberadaan pohon. Dengan teknologi tinggi yang menjamin akurasi perhitungan kebutuhan ruang gerak untuk mobil, pohon tetap bisa aman di tempatnya semula dengan perlindungan bahan karet pada badan pohon sehingga mobil bisa berjalan melalui pohon tanpa harus khawatir tertabrak dan pohon juga tidak perlu ditebang. Sikap ini merupakan sikap cerdas untuk mempertahankan unsur alam dan tetap menjadikannya sebagai bentang alam yang bisa dikunjungi dan dinikmati manusia.

2. “Meminjam” kekuatan alam

“Meminjam” kekuatan alam dapat terlihat dari rancangan Altamira Museum dan rancangan Commune by The great Wall. Pada perancangan Altamira museum, arsitek “meminjam” dinding gua sebagai struktur atap yang juga digunakan untuk area pameran lukisan pra historik. Keaslian gua dimanfaatkan sebagai unsur struktur dan unsur interior yang menjadikan museum ini sinergis antara kebaruan dan nuansa historisnya.

Pada perancangan Commune by The Great Wall, lereng digunakan sebagai unsur pembentuk struktur kantilever yang pada akhirnya membentuk kantilever yang unik. Selain itu, pemandangan indah pegunungan dan pemandangan Great Wall juga “dipinjam” sebagai view untuk meningkatkan daya jual villa sehingga villa ini dikenal dengan villa mewah nan mahal.

3. “Memasukkan” unsur alam ke dalam desain

Strategi ini dimaksudkan untuk menjaga keaslian bentang alam dan juga sebagai elemen dengan daya tarik khas yang tidak akan dimiliki di tempat lain. Memasukkan unsur alam ke dalam desain dapat meningkatkan interpretasi terhadap desain dan kondisi lanskap yang diikutsertakan ke dalam desain. Contohnya adalah pada perancangan Awaji Yumebutai yang memasukkan unsur-unsur alami seperti botanical green house, reflecting pools, fountain dan kebun teras ke dalam perancangannya (gambar 10). Keputusan mendesain dengan cara seperti ini dapat secara efektif menguatkan karakter topografis.

Gambar10. Awaji Yumebutai Sumber:

(12)

12

4. Relevansi dengan Arsitektur Kontemporer di Indonesia

Konsep-konsep pada gerakan Arsitektur Topografis sangat menarik untuk dipelajari dan sangat berpeluang untuk terus dikembangkan. Tidak terkecuali untuk Negara Indonesia yang kaya akan aset bentang alam yang indah. Beberapa arsitek lokal sudah terlihat serius dalam berkonsentrasi pada kondisi topografi dan kekuatan lanskap pada perancangannya, salah satunya adalah Popo Danes yang karya-karyanya sebagian besar berlokasi di tapak dengan kondisi bentang alam yang khas. Oleh karena itu, pengembangan pengetahuan dan strategi-strategi mendesain di bentang alam akan sangat relevan dengan perancangan di jaman sekarang yang selalu dikaitkan dengan isu keberlanjutan dan isu ramah lingkungan.

Pemikiran dan konsep-konsep dari gerakan Arsitektur Topografis sangat bermanfaat untuk mengembangkan aset bentang alam di negeri ini yang sering kali dimanfaatkan sebagai tempat wisata. Seperti pada contoh-contoh kasus di atas yang sebagian besar merupakan bagian dari fasilitas tempat wisata yang dengan perancangan serius berwawasan topografis, beberapa tempat menjadi tempat wisata yang mendatangkan banyak pengunjung dari seluruh dunia.

Pengembangan konsep Arsitektur Topografis akan sangat bermanfaat untuk mengembangkan desain yang “ramah” di lingkungan bentang alam sebagai tanggapan dari segala isu kontroversi pengembangan arsitektur di bentang alam pada beberapa daerah di Indonesia. Kekurangan pengetahuan dalam menentukan sikap mendesain, praktis membuat arsitektur tidak bersinergi dengan alam, justru membawa kerusakan seperti yang terjadi pada perkembangan pembangunan villa di Puncak, Bogor, yang tidak tanggap lingkungan. “Banyaknya villa yang dibangun orang-orang kaya di kawasan Puncak mengakibatkan

pencemaran udara makin tinggi. Pembangunan villa berskala besar ini mengakibatkan

kerusakan hutan dan konservasi alam” Suarakaryaonline 2009. Hal ini terjadi karena

kurangnya ilmu pengetahuan tentang mendesain di bentang alam dan tidak adanya upaya untuk mensinergikan antara aset bentang alam dengan konsep desain arsitektur.

(13)

13 DAFTAR PUSTAKA

Walker, Peter, 1989, Ladscape as an Art. Tokyo: Process Architecture Publishing Co, Page 106-108

Frampton, Kenneth, 2007, Modern Architecture A Critical History Fourth Edition. London: Thames and Hudson Inc, Page 346-356

McHarg, Ian L, 1992, Design With Nature. Canada: John Wiley & Sons Inc, Page 1-5 Website:

http://architecturegirl.files.wordpress.com/2007/02/liuanigresidence.jpg, diakses tanggal 10 Desember 2009

http://www.pushpullbar.com/forums/architects-designers/3874-usa-peter-walker-partners.html diakses tanggal 10 Desember 2009

http://www.jsa.no/processed_geometries/documents/liasanden_lang diakses tanggal 10 Desember 2009

http://www.werkstatt-stadt.de/en/projects/12/ diakses tanggal 10 Desember 2009

http://www.pwpla.com/prj_project_details.php?prjid=37, diakses tanggal 21 Desember 2009 http://en.urbarama.com/project/mountain-roads-project-liasanden-stop-point, diakses tanggal 21 Desember 2009

http://www.galinsky.com/buildings/awaji/index.htm, diakses tanggal 21 Desember 2009 http://www.0lll.com/archgallery2/ando_awaji/, diakses tanggal 21 Desember 2009

http://www.floornature.com/progetto.php?id=4166&sez=30, diakses tanggal 21 Desember 2009

http://www.euromuse.net/en/museums/museum/view-m/museo-nacional-y-centro-de-investig/?sprache=2&ZURID=8, diakses tanggal 21 Desember 2009

http://museodealtamira.mcu.es/ingles/exposicion_museo_00.html, diakses tanggal 21 Desember 2009

http://www.ducciomalagamba.com/imagenes.php?IdProyecto=228&Nom_Imagen=017-228.jpg&Idioma=En&IdImagen=6242, diakses tanggal 21 Desember 2009

http://www.kiwicollection.com/property/commune-by-the-great-wall-kempinski, diakses tanggal 21 Desember 2009

Gambar

Gambar 1. IBM Campus Sumber:.
Gambar 3. Liasanden rest Area  Sumber: http://en.urbarama.com/project/mountain-roads-project-liasanden-stop-
Gambar 6. Altamira museum 1997 Sumber:
Gambar 7. Altamira Museum 1997 Sumber:
+2

Referensi

Dokumen terkait

1) Azimat dari buku Sakti Mandraguna halaman 79.. Karena jika dihilangkan bagian atas-bawah, kiri-kanan pada baris dan kolom akan menghasilkan persegi ajaib baru,

[r]

Penerapan teknologi merupakan perubahan perilaku dengan kesadaran dan keyakinan bahwa teknologi yang diterapkan akan memberikan manfaat dengan keuntungan yang diperoleh

Dimana variable kualitas produk memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan harga didalam pengaruhnya terhadap kepuasan konsumen Pakuwon Asri Resident Kaliwungu

Molekul yang mempunyai gaya tarik-menarik dipol-dipol menyebabkan titik didih dan titik leleh lebih tinggi daripada molekul yang memiliki Gaya London pada molekul dengan massa

didalam masalah penetapan kebijaksanaan dan strategi nasional, Delegasi Pemerintah Republik Indonesia hendaknya memperhatikan dasar-dasar kebijaksanaan pemukiman yang

Pada karya ilmiah ini mengkaji frekuensi pemberian pakan dan periode pemberian pakan yang tepat untuk memperoleh manajemen program pemberian pakan yang baik

Relaksasi progresif meliputi kombinasi latihan pernapasan yang terkontrol dan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot.Otot santai membawa pada keadaan yang