• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dakwah Nabi Muhammad SAW Periode Makkah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Dakwah Nabi Muhammad SAW Periode Makkah"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Dosen Pengampu:

Ahmad Irfan Mufid, MA.

Disusun oleh:

1. Sahara Adjie Samudera 11160110000055

2. Mahmul Fadhilah Harahap 11160110000064

3. Muhamad Mierza Mumtaza 11160110000016

Kelas 3 A Bilingual

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

ii   

(3)

   

A. Latar Belakang Masalah

Rasulullah ﷺ merupakan suri teladan bagi kita yang Allah turunkan sebagai penyempurna Akhlak dan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dewasa ini, sedikit orang yang memahami perjuangan dan kisah Rasulullah tetapi mereka lebih mudah mengidolakan seseorang yang tidak sepenuhnya pantas dicontoh.

Sebagai seorang muslim hendaknya kita mengetahui sejarah Nabi Muhammad ﷺ baik ketika beliau dalam berdakwah di Makkah maupun Madinah setelah diangkat sebagai Rasul. Penting bagi kita untuk mengingat kembali akan sejarah dan perjalanan Nabi untuk selalu kita contoh dan kita teladani dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu, di dalam makalah ini, kami mencoba untuk membuka, memaparkan tentang peran Rasulullah ﷺ dalam berdakwah pada periode Makkah dan Madinah guna meneliti dan mengingat perjuangannya sehingga dapat ditarik kesimpulan dan diambil pelajaran dari kisah dan pemaparan perjuangan beliau.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana kondisi masyarakat Arab Makkah sebelum datangnya

Islam?

2. Bagaimana metode dakwah Nabi pada periode Makkah?

3. Bagaimana kondisi Madinah sebelum datangnya Islam?

4. Bagaimana peran Nabi dalam berdakwah di Madinah dan membangun

suatu negara Islam di Madinah?

5. Apa perbedaan peran Nabi ketika dalam periode Makkah dan

(4)

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana kondisi masyarakat Arab Makkah

sebelum datangnya Islam.

2. Untuk mengetahui bagaimana metode dakwah Nabi pada periode

Makkah.

3. Untuk mengetahui bagaimana kondisi Madinah sebelum datangnya

Islam.

4. Untuk mengetahui bagaimana peran Nabi dalam berdakwah di

Madinah dan membangun suatu negara Islam di Madinah.

5. Untuk mengetahui dan dapat membedakan peran Nabi ketika dalam

periode Makkah dan Madinah.

   

(5)

   

A. Masyarakat Arab Pra-Islam

Bangsa Arab sebelum Islam biasanya disebut Arab Jahiliyah, bangsa yang

belum berperadaban, bodoh, tidak mengenal aksara.1 Tetapi hal tersebut tidak

membuktikan bahwa bangsa Arab pada masa itu semuanya buta huruf dan tidak dapat menulis. Hanya saja, hal tersebut menjelaskan sebutan bagi kebanyakan masyarakat pada masa itu yang mana baca tulis bukan tolak ukur kepandaian dan kecendekiaan.

Di sisi lain, tepatnya Arab bagian Utara, dikenal sebagai orang-orang yang memiliki kemampuan tinggi dalam menggubah syair, dan syair-syair itu diperlombakan dan yang unggul di antaranya ditulis untuk digantung di Ka’bah. Melalui tradisi sastra tersebut diketahui bahwa peristiwa-peristiwa besar dan penting secara faktual ikut memberi pengaruh pada dan mengarahkan perjalanan

sejarah mereka.2 Biasanya peristiwa penting yang terjadi pada masa itu diabadikan

dalam bentuk syair, kisah, dongeng, nyanyian, dan sebagainya. Ini membuktikan

tidak semua bangsa arab itu bodoh (jahil), tetapi ada pula yang sudah jauh

berkembang ketimbang kelompok Arab yang lain.

Sayangnya, bangsa Arab belum mengenal sejarah dan tidak menuliskan sejarah ke dalam bentuk karya tulis. Hal ini menyebabkan kisah-kisah atau peristiwa nyata yang sudah terjadi mudah disusupi dengan dongeng dan mitos. Di sisi lain, legenda lebih mendominasi ketimbang sejarah.

Menurut Muhammad Ahmad Tarhini dalam kitab Al-Mu’arrikhun wa

al-Tarikh mengatakan bahwa dominannya legenda, tidak mungkin ditemukan suatu

kaidah dengannya orang dapat memisahkan yang faktual dari yang khayal.3

Maksudnya, perpaduan antara legenda dan kisah-kisah yang tak dapat dipercaya

      

 Badri Yati , Historiografi Isla , Jakarta: Logos Wa a a Il u,  , hl .  .   I id. 

(6)

tersebut membuat banyak orang ragu (termasuk sejarawan) dengan kebenaran cerita atau kisah-kisah tersebut.

Sejarah Arab sebelum Islam yang paling dapat dipercaya adalah tinggalan-tinggalan arkeologis yang masih dapat ditemukan di Yaman, Hadhramaut, sebelah utara Hijaz dan sebelah selatan Suriah. Satu-satunya yang dapat diketahui adalah penggalan-penggalan sejarah yang terdapat di gereja-gereja di Hirah, yang kemudian dikaji oleh Al-Kalbi, sejarawan muslim kemudian. Dengan demikian, data-data sejarah tentang masa sebelum Islam yang tercantum dalam karya-karya sejarah yang ditulis pada masa Islam, menurut Husein Nashshar, harus diterima dengan keraguan yang mendalam. Di samping itu, pengetahuan orang Arab terhadap negeri-negeri tetangga, seperti Persia dan Romawi, juga merupakan

cerita-cerita yang bercampur legenda.4

Mengenai keyakinan masyarakat di sana, tahap pemujaan benda-benda langit muncul sejak lama. Al-‘Uzza, al-Lat dan Manat memiliki tempat pemujaan masing-masing yang disakralkan di daerah yang kemudian menjadi tempat

kelahiran Islam.5

Terdapat tiga berhala yang paling diagungkan pada masa itu, yaitu Al-‘Uzza, Al-Lat, dan Manat yang semuanya ditaruh di tempat yang dianggap memiliki kesakralan di dalamnya. Al-Uzza (yang paling agung, venus, atau bintang pagi) dipuja di Nakhlah, sebelah Timur Makkah. Tempat pemujaannya terdiri atas

tiga batang pohon. Al-Lat (dari kata ilahat yang berarti Tuhan perempuan) memiliki

tempat pemujaan suci di dekat Tha’if, tempat berkumpul orang-orang Makkah dan lainnya untuk beribadah Haji dan menyembelih binatang qurban. Untuk menjaga kesucian tempat tersebut, maka di sana dilarang untuk menebang pohon, memburu

binatang, dan menumpahkan darah. Sedangkan Manat (berasal dari kata maniyah,

yang berarti pembagian nasib) adalah dewa yang (dipercaya) menguasai nasib. Tempat suci utamanya adalah sebuah batu hitam di Qudayd, di sebuah jalan antara

Makkah dan Madinah. Dewa ini populer di kalangan suku Aus dan Khazraj.6

        I id., hl .  . 

(7)

Selain berhala-berhala di atas, ada dewa lainnya yang diagungkan, yaitu Hubal (dari bahasa Aramaik, yang berarti roh), dan merupakan dewa tertinggi di Ka’bah, direpresentasikan dalam bentuk manusia. Di sampingnya terdapat busur

dan anak panah yang digunakan untuk mengundi nasib oleh para kahin (peramal).7

Dari paham dan kepercayaan seperti itulah yang menjadikan salah satu alasan

mengapa Arab pada masa Pra-Islam disebut dengan Arab Jahiliyyah.

Di sisi lain, pada masa itu sampai masa kelahiran Nabi Muhammad, khususnya di wilayah Hijaz sudah dikelilingi oleh berbagai pengaruh yang berbeda, baik dari sisi intelektual, keagamaan, maupun material, baik yang datang dari Bizantium, Suriah, Persia, dan Abissinia (Habasyah), maupun yang datang melalui

kerajaan Gassan, Lakhmi dan Yaman.8 Kendati demikian, meskipun bangsa Arab

(Hijaz) terjadi kontak lintas kebudayaan dengan wilayah lain, bukan berarti itu akan mengubah budaya asli setempat. Tetapi di satu sisi, banyak pengaruh yang terjadi hasil kontak budaya tersebut.

B. Dakwah Nabi Periode Makkah

Menurut Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dalam kitabnya Sirah

Nabawiyyah, periode Makkah dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu:9

1. Fase dakwah sembunyi-sembunyi yang berjalan selama tiga tahun.

Makkah merupakan pusat agama bangsa Arab. Di sana ada peribadatan terhadap Ka’bah dan penyembahan terhadap berhala dan patung-patung yang disucikan seluruh bangsa Arab. Hal tersebut merupakan sesuatu yang jauh dari ajaran Tauhid sebagaimana yang diajarkan Ibrahim dan Ismail. Oleh karena itu, Islam datang untuk menjaga kesucian ka’bah dari perbuatan syirik tersebut. Ketika Allah telah mewahyukan kepada Nabi Muhammad ﷺ tentang Islam, Rasulullah menampakkan Islam pada awal mulanya kepada orang-orang yang paling dekat dengan beliau, yaitu anggota keluarga, dan sahabat-sahabat karib beliau. Beliau menyeru kepada mereka yang memiliki kebaikan dan sudah

        I id., hl .  . 

 I id., hl .  . 

(8)

dikenal dengan baik dan begitupun sebaliknya.10 Di dalam kitab Tarikh Islam,

mereka dikenal dengan sebutan al-sabiqun al-awwalun atau “yang terdahulu

dan yang pertama-tama (masuk Islam). Mereka di antaranya Khadijah binti Khuwailid, Zaid bin Tsabit, ‘Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar al-Shiddiq, Utsman bin ‘Affan, al-Zubair bin Awwam, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah. Mereka adalah delapan orang yang lebih dahulu masuk Islam yang kemudian disebut kelompok pertama sebagai “fajar Islam”11.

Kelompok lain yang juga termasuk mula-mula masuk Islam adalah Bilal bin Rabbah al-Habsyi, kemudian disusul kepercayaan umat ini, Abu Ubaidah bin Amr bin al-Jarrah dari Bani Harits bin Fihr, Abu Salamah bin Abdul Asad, Arqam bin Abil Arqam al-Makhzumy, Utsman bin Madz’un dan kedua saudaranya, Qudamah dan Abdullah, Ubadah bin Harits bin Muththalib bin Abdul Manaf, Sa’ad bin Zaid al-Adawiy dan istrinya Fathimah binti Khaththab, Khabbab bin Arat, Abdullah bin Mas’ud al-Hadzaily, dan masih banyak lagi.

Mereka semua berasal dari kabilah Quraisy.12

2. Fase dakwah secara terang-terangan di tengah penduduk Makkah, yang dimulai

sejak tahun keempat kenabian hingga akhir tahun kesepuluh kenabian.

Sehubungan dengan hal ini, wahyu pertama yang turun adalah Surah al-Syu’ara ayat 24 yang berbunyi:

َكَتَيِشَع

ۡرِ نَأَو

َيِبَ ۡق

َ ۡ

لٱ

٢١٤

Artinya: “214. Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang

terdekat”.

Setelah ayat tersebut turun, hal pertama yang Rasulullah lakukan adalah mengundang kerabat dekatnya, Bani Hasyim. Mereka pun datang memenuhi

        I id., hl .   –  . 

(9)

undangan beliau termasuk beberapa orang dari Bani Muththalib bin Abdul Manaf.

Setelah pertemuan itu, Rasullah berdiri di bukit Shafa lalu berseru “Ya

shabahah!” (seruan untuk menarik perhatian orang untuk berkumpul di waktu pagi dan biasa digunakan untuk berperang). Maka berkumpullah orang-orang

Quraisy. Beliau mengajak mereka kepada Tauhid dan beriman terhadap risalah

beliau dan hari akhir. Beliau kemudian berbicara, “Bagaimana menurut kalian

jika ku beritahu kepada kalian bahwa ada sepasukan berkuda di lembah sana

hendak menyerang kalian. Apakah kalian mempercayaiku?”. Mereka

menjawab, “Ya, tentu saja. Kami tidak pernah mengetahui kecuali Anda selalu

berbicara benar.” Beliau melanjutkan, “Sesungguhnya aku ini adalah pemberi peringatan bagi kalian dari adzab yang sangat pedih.” Maka Abu Lahab

menanggapi, “Celakalah engkau sepanjang hari ini! Apakah hanya untuk ini

engkau kumpulkan kami?”. Maka ketika itu turunlah ayat13,

ۡتَبَت

َبَتَو

ٖبَه

َل

ِب

َ

أ

ٓاَ َي

١

Artinya: “1. Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan

binasa.” (Al-Qur’an Surah Al-Lahab ayat 1).

Setelah dakwah secara terang-terangan, pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah Rasul. Semakin bertambah jumlah pengikut nabi, semakin keras tantangan yang dilancarkan kaum Quraisy. Menurut Ahmad Syalabi, ada lima faktor yang mendorong orang Quraisy menentang

seruan itu:14 (1) persaingan berebut kekuasaan. Mereka mengira tunduk kepada

agama Muhammad berarti tunduk kepada kekuasaan Bani Abdul Muththalib. Sedang suku-suku bangsa Arab selalu bersaing untuk merebut kekuasaan dan pengaruh. (2) penyamaan hak antara kasta bangsawan dan kasta hamba sahaya. Bangsa Arab hidup berkasta-kasta. Tiap-tiap manusia digolongkan kepada

        I id., hl .   –  . 

(10)

kasta yang tak boleh dilampauinya. Tetapi, seruan Nabi Muhammad memberikan hak sama kepada manusia. (3) takut dibangkit. Agama Islam mengajarkan bahwa pada hari kiamat manusia akan dibangkit dari kuburnya, dan bahwa semua perbuatan manusia akan dihisab. (4) taklid kepada nenek moyang. Taklid kepada nenek moyang secara membabi buta, dan mengikuti langkah-langkah mereka dalam soal-soal peribadatan dan pergaulan adalah suatu kebiasaan yang berurat berakar pada bangsa Arab. (5) memperniagakan patung. Ini adalah satu sebab materi. Salah satu dari perusahaan orang Arab zaman dahulu, ialah memahat patung yang menggambarkan al-Lata, al-‘Uzza, Manah dan Hubal. Patung-patung itu mereka jual kepada Jemaah-jemaah haji. Kaum quraisy selalu berusaha untuk menumpas dan menindas agama Islam

dengan menempuh jalan apa saja15, salah satunya dengan memboikot Bani

Hasyim. Isi piagam pemboikotan tersebut antara lain: mereka memutuskan segala bentuk hubungan dengan Bani Hasyim seperti pernikahan, silaturrahmi dan jual beli.16

3. Fase dakwah di luar Makkah dan penyebarannya, yang dimulai sejak akhir

tahun kesepuluh kenabian hingga peristiwa hijrah Rasulullah ﷺ.

Setelah penyiksaan dan semua perlakuan yang didapat oleh Nabi dari kaum Quraisy di makkah, Nabi kemudian berusaha menyebarkan Islam ke luar kota dengan harapa dakwah nabi akan mendapatkan reaksi yang berbeda dari yang diterima Nabi di kota Makkah.

Tanda-tanda konkret bahwa Nabi Muhammad akan menjadi pimpinan komunitas baru berdasarkan ajarannya, dan terlepas dari komunitas Makkah lainnya. Bulan ketujuh tahun kelima kenabian berangkatlah 11 orang laki-laki beserta 4 wanita. Kemudian rombongan berikut menyusul hingga jumlah yang hijrah ke Habsyi mencapai 70 orang. Di antaranya adalah Utsman bin Affan dan istrinya (Ruqayyah putri Nabi Muhammad ﷺ), Zubair bin Awwam,

      

 H.Mu zier “uparto da  Harja i Hef i, Metode Dakwah,  Jakarta: Pre ada Media,  , hl .  . 

(11)

Abdurrahman bin Auf, Ja’far bin Abi Thalib, dan lain-lain. Mereka melakukan hijrah untuk mengamankan agama yang baru mereka anut, bahkan bersedia melepaskan keluarga dalam rangka membentuk kehidupan bersama di sebuah negeri asing. Ikatan keagamaan ini lebih kuat daripada ikatan darah. Dengan cara demikian, agama baru tersebut mengancam tata kemasyarakatan yang lama

sekaligus menggantinya dengan tata kemasyarakatan yang baru.17 Kedatangan

orang-orang Islam di Habsyi disambut dengan baik oleh Raja Nejus. Bahkan ia memberikan perlindungan dan diizinkan untuk melaksanakan ibadah Islam. Dia juga menolak permintaan suku Quraisy supaya mengembalikan orang-orang mukmin ke Mekah. Di saat pengikut nabi hijrah ke Habsyi, dia tetap berada di Mekah untuk berdakwah. Dia mendapat perlindungan dari Bani Hasyim. Bahkan dua orang tokoh Quraisy masuk ke dalam Islam yakni Hamzah bin Abdul Muththalib dan Umar bin Khaththab. Masuknya Umar ke dalam Islam, di mana awalnya dia adalah musuh Islam yang sangat kuat. Diceritakan bahwa sewaktu Umar akan pergi mencari Nabi untuk membunuhnya. Di tengah jalan dia berjumpa dengan Naim bin Abdullah dan menanyakan tujuan kepergian Umar. Umar lalu menceritakan tentang keputusannya membunuh nabi. Dengan mengejek Naim mengatakan agar Umar lebih baik memperbaiki urusan rumah tangganya lebih dahulu. Seketika itu juga Umar kembali ke rumah dan mendapati iparnya sedang asyik membaca Al-Quran. Umar marah dan memukul sang ipar dengan ganas. Kejadian itu tidak membuat ipar dan adiknya meninggalkan Islam. Sehingga Umar meminta dibacakan kembali Al-Quran tersebut. Kandungan arti dan alunan ayat-ayat Kitabullah ternyata membuat Umar begitu terpesona, sehingga ia bergegas ke rumah nabi dan langsung

memeluk agama Islam.18

Pada bulan Syawwal tahun kesepuluh kenabian, atau tepatnya di penghujung Mei atau awal Juni tahun 619 M, Nabi ﷺ keluar ke Thaif yang letaknya kira-kira sejauh enam puluh mil (dari kota Makkah). Beliau pergi ke

      

(12)

sana lalu kembali ke Makkah dengan berjalan kaki. Beliau disertai pembantunya, Zaid bin Haritsah. Dalam perjalanan, setiap kali bertemu dengan suatu kabilah, beliau mengajak mereka kepada Islam. Namun tidak satu pun

memenuhi seruan beliau.19

Di Thaif, reaksi yang didapat sama dengan reaksi yang biasa nabi dapat di Makkah, di Thaif nabi diejek, disoraki, dan dilempari batu, akhirnya nabi memutuskan kembali ke makkah, sampai-sampai ketika Nabi berjalan kembali ke makkah orang Thaif membuntuti nabi sambil melemparinya dengan batu sampai terluka di bagian kepala dan badannya.

Rasulullah ﷺ kemudian keluar dari Thaif menyusuri jalan ke Makkah dengan perasaan sedih dan hancur. Takkala beliau sampai di suatu tempat bernama Qarnul Manazil, Allah mengutus Jibril kepadanya bersama malaikat

penjaga gunung yang menunggu perintahnya untuk menimpahkan

al-Akhasyabain (dua gunung di Makkah, yaitu Gunung Abu Qubais dan

Qu’ayqa’an) terhadap penduduk di Makkah. Tetapi nabi menolaknya seraya berkata, “Bahkan aku berharap kelak Allah ‘azza wa jalla akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka, orang-orang yang menyembah Allah semata dan tidak menyekutukannya.”. Dari jawaban tersebut, tampak kepribadian yang istimewa

dan akhlak agung yang siapa pun tidak bisa menyamainya.20

Pada masa ini pula, Nabi mengalami peristiwa yang cukup menyedihkan yaitu meninggalnya dua sosok penting dalam hidupnya yaitu pamanya Abu Thalib dan juga istrinya Sayyidatina Khadijah.

Perjanjian Aqabah di awali dengan dakwah yang dilakukan Nabi terhadap orang-orang Yatsrib yang datang ke Mekah pada musim haji. Sebagian mereka menerima seruan Nabi dan masuk ke dalam Islam. Peristiwa ini merupakan titik terang dalam perjalanan dakwah nabi, karena penerimaan masyarakat Yatsrib terhadap misi yang disampaikannya membuka lembaran baru dalam usaha beliau menyampaikan ajaran Islam. Akhirnya terjadilah perjanjian Aqabah I pada tahun 621 dan setahun kemudian diadakan perjanjian       

(13)

Aqabah II. Isi perjanjian tersebut, mereka mengundang nabi dan para pengikutnya datang dan tinggal di kota mereka, dan bahkan menjadikan nabi sebagai penengah dan juru damai dalam pertikaian-pertikaian yang terjadi di antara mereka. Mereka juga menyatakan kesanggupan membela nabi dan para pengikutnya dan menyertai beliau pindah dari Mekah ke kota mereka, sebagaimana halnya mereka membela warga mereka sendiri. Dari perjanjian ini, nabi mengirimkan kira-kira 60 keluarga ke Yatsrib terlebih dahulu, kemudian nabi menyusul mereka ke Yatsrib. Kepindahan nabi dan para pengikutnya dari Kota Makkah ke Yatsrib, dalam bahasa Arab dikenal hijrah, yang secara harfiah berarti migrasi atau berpindah, peristiwa ini sangat menentukan sejarah kerasulan Muhammad, bahkan penanggalan hijriah diambil dari peristiwa ini. Kota Yatsrib menjadi pusat keagamaan dan komunitas muslim, nama Yatsrib berubah menjadi al-Madinah yang berarti kota. Komunitas muslim disebut umat

yang berarti masyarakat.21 Di Mekah Muhammad merupakan pribadi biasa

yang berjuang melawan ketidakacuhan atau ketidakpedulian yang ada di lingkungannya, dan kemudian juga melawan sikap permusuhan dari golongan yang berkuasa. Masyarakat Mekah pada waktu itu terbagi atas dua bagian besar, golongan merdeka dan golongan budak belian (al-hurr wal-abd). Dalam hal kekayaan, mereka terbagi dua, orang kaya dan orang miskin (al-aghniya wal-fuqara). Dalam kekuatan politik, mereka hanya mengenal yang kuat dan yang lemah (al-mala wal-dhu‟afa). Status sosial sedemikian pentingnya, sehingga budak belian bukan saja tak dianggap sebagai manusia, melainkan diperjualbelikan seperti binatang, sehingga melahirkan bayi wanita dianggap

aib yang luarbiasa.22 Dilukiskan di dalam al-Quran: “Ingatlah ketika anak

perempuan itu ditanya dosa apa (yang mereka lakukan, sehingga) mereka dibunuh?” (QS. 81: 8-9).

      

 Ber ard Le is, The Middle East, terj. A d. Ra h a  A ror,  Po tia ak: “TAIN Press,  , hl .  . 

(14)

C. Masyarakat Madinah Pra-Islam

Madinah yang merupakan pusat bermulanya Islam sebelum berkembang ke seluruh dunia di mana ia menjadi tempat kelahiran pertama masyarakat Islam. Oleh itu menjadi suatu kemestian untuk mendapat gambaran yang tepat mengenai kedudukan bandar ini dari segi peradaban, kemasyarakatan, ekonomi, hubungan antara kabilah, markas Yahudi, ketenteraman dan juga suasana yang menjadikan bandar ini mewah dan kaya serta menjadi pusat pertemuan berbilang agama, pelbagai kebudayaan dan masyarakat. Ia berlainan dengan Mekah yang hanya mempunyai satu tabiat, satu agama yang dikongsi bersama oleh semua warganya. Madinah lebih banyak terdapat air, iklimnya lebih sejuk daripada Mekah dan tabiat

penduduknya lembah-lembut sesuai dengan kehidupan kaum tani.23

D. Dakwah Nabi Periode Madinah

Madinah dianggap sebagai kelahiran baru agama Islam setelah ruang dakwah di Makkah terasa sempit bagi kaum muslimin. Allah SWT memilih Madinah sebagai pilot project pembentukan masyarakat Islam pertama. Madinah

memang layak dijadikan kawasan percontohan.24 Berawal dari respon orang-orang

Yastrib yang datang ke Makkah pada bulan haji terhadap seruan nabi, juga tidak terlepas dari pribadi nabi yang dikenal sebagai orangyang tak pernah berbohong.

Pertama: Membangun masjid. Waktu Rasulullah ﷺ masuk Madinah, penduduk Madinah yang sudah memeluk Islam (kaum Anshar) banyak yang mengundang serta menawarkan rumah untuk beristirahat. Setelah nabi sampai di tanah milik kedua orang anak yatim bernama Sahal dan Suhail keduanya anak Amr bin Amarah di bawah asuhan Mu’adz bin Afra, berhentilah unta yang ditunggangi nabi, kemudian beliau dipersilahkan oleh Abu Ayub Anshari untuk tinggal di rumahnya. Setelah beberapa bulan nabi di situ maka beliau membangun Masjid Nabawi pada sebuah tanah milik kedua anak yatim tersebut, tanah itu dibeli oleh nabi untuk pembangunan masjid, juga untuk tempat tinggal. Masjid yang di bangun       

 “yl ia Nurhadi, Madi ah Se elu  Data g ya Isla , 

https:// ie uhadis ooks. o / / / / adi ah‐se elu ‐data g ya‐isla / , Diakses   

“epte er   

(15)

tersebut berfungsi sebagai tempat melaksanakan ibadah shalat. Dalam kesempatan ini nabi dan para pengikutnya berdiri bahu-membahu, mengajarkan keuntungan yang tak terkirakan dari persaudaraan, dan menanamkan semangat persamaan antar

manusia.25 Masjid juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum

muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, di samping sebagai tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang dihadapi, masjid pada masa

Nabi bahkan juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan.26 Kedua: Menciptakan

persaudaraan baru Kaum muslimin yang berhijrah dari Mekah ke Madinah disebut “Muhajirin” dan kaum muslimin penduduk Madinah disebut “Anshar”. Kaum muslimin Mekah yang berhijrah ke Madinah banyak menderita kemiskinan, karena harta benda dan kekayaan mereka ditinggalkan di Mekah, diwaktu mereka berhijrah ke Madinah melarikan agama dan keyakinan yang mereka anut. Nabi Muhammad ﷺ menciptakan persaudaraan baru antara kaum muhajirin dengan kaum Anshar. Ali bin Abi Thalib dipilih menjadi saudara nabi sendiri. Abu Bakar nabi saudara kan dengan Kharijah ibnu Zuhair. Ja’far ibnu Abi Thalib dengan Mu’az ibnu Jabal. Rasulullah telah mempertalikan keluarga-keluarga Islam. Masing-masing keluarga mempunyai pertalian yang erat dengan keluarga-keluarga yang banyak, karena ikatan persaudaraan yang diadakan Rasulullah. Persaudaraan ini pada permulaannya mempunyai kekuatan dan akibat sebagai yang dipunyai oleh persaudaraan nasab, termasuk di antaranya hal pusaka, hal tolong menolong dan lain-lain.27

Ketiga: Perjanjian dengan masyarakat Yahudi Madinah Setelah mempersaudarakan antara kaum muhajirin dengan Ashar, selanjutnya nabi menjalin hubungan antara kaum muslim dengan golongan Yahudi penduduk Madinah. Jalinan hubungan ini terwujud dalam bentuk perjanjian atau undang-undang yang kemudian dikenal sebagai “Piagam Madinah” yang ditulis pada tahun

      

 Ja il Ah ad, Hu dred Great Musli s, terj.  “eratus Musli  Terke uka ,  Jakarta: Pustaka  Firdaus,  , hl .  . 

(16)

623 M atau tahun ke-2 H. di antara dictum perjanjian paling penting adalah sebagai

berikut:28

. Kaum muslimin dan kaum Yahudi hidup secara damai, bebas memeluk

dan menjalankan ajaran agamanya masing-masing.

. Orang-orang Yahudi berkewajiban memikul biaya mereka sendiri, dan

kaum muslimin wajib memikul biaya mereka sendiri. - Apabila salah satu pihak diperangi musuh, maka mereka wajib membantu pihak yang diserang.

. Di antara mereka saling mengingatkan, dan saling berbuat kebaikan,

serta tidak akan saling berbuat kejahatan.

. Kaum muslimin dan Yahudi wajib saling menolong dalam

melaksanakan kewajiban untuk kepentingan bersama.

. Bumi Yastrib menjadi tanah suci karena naskah perjanjian ini.

. Nabi Muhammad adalah pemimpin umum untuk seluruh penduduk

Madinah. Bila terjadi perselisihan di antara kaum muslimin dengan kaum Yahudi, maka penyelesaiannya dikembalikan kepada nabi sebagai pemimpin tertinggi di Madinah.

E. Pembentukan Negara Madinah dan Masyarakat Islam

Nabi berhasil membangun sebuah Negara baru yakni Negara Madinah, secara aklamasi nabi diangkat sebagai kepala Negara yang diberikan otoritas untuk memimpin dan melaksanakan ketatanegaraan yang telah disepakati bersama. Jadi, di Madinah beliau seorang penguasa, yang menjalankan kekuasaan politik dan

militer dan juga keagamaan.29

Madinah adalah wilayah pertanian, dihuni oleh berbagai klan dan tidak oleh sebuah kesukuan yang tunggal, namun berbeda dengan Mekah, Madinah merupakan perkampungan yang diributkan oleh permusuhan yang sengit dan

      

(17)

anarkis antara kelompok kesukuan yang terpandang –Suku Aus dan Khazraj. Permusuhan yang berkepanjangan mengancam keamanan rakyat kecil dan mendukung timbulnya permasalahan eksistensi Madinah. Berbeda dengan masyarakat Badui, masyarakat Madinah telah hidup saling bertetangga dan tidak berpindah dari tempat satu ke tempat lainnya. Selanjutnya berbeda dengan Mekah, Madinah senantiasa mengalami perubahan sosial yang meninggalkan bentuk kemasyarakatan absolut model Badui. Kehidupan sosial Madinah secara berangsur-angsur diwarnai oleh unsur kedekatan ruang daripada oleh sistem kekerabatan.

Madinah juga memiliki sejumlah warga Yahudi, yang mana sebagian besar

penduduknya lebih simpatik terhadap monoteisme.30 Namun setelah masyarakat

muslim berkembang menjadi besar dan berkuasa, mereka mulai menaruh rasa dendam dan tidak suka. Islam di Madinah bukan hanya sebuah agama, tetapi juga mengatur Negara. Karena masyarakat Islam telah terwujud, maka menjadi suatu keharusan Islam untuk menentukan dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat yang baru terwujud itu. Sebab itu ayat-ayat Al-Quran yang diturunkan dalam periode ini terutama ditujukan kepada pembinaan hukum. Ayat-ayat yang diturunkan itu diberi penjelasan oleh Rasulullah. Mana-mana yang belum jelas dan belum terperinci

dijelaskan oleh Rasulullah dengan perbuatan-perbuatan beliau.31

Islam yang diturunkan oleh Allah SWT ke muka bumi melalui perantaraan kenabian Muhammad ﷺ ditujukan sebagai pedoman bagi kehidupan di dunia dan akhirat. Islam mengembang amanat untuk memerdekakan manusia dari segala perbudakan dan membebaskan manusia dari segala penindasan. Islam tidak mengenal batas-batas suku, keturunan, tempat tinggal, atau jenis kelamin. Semua umat manusia, dalam pandangan Islam, mempunyai kedudukan setara. Sebab, kemuliaan kedudukan manusia dalam Islam tergantung dari kualitas ketaqwaannya pada Allah SWT atau amal salehnya. Tentu saja kualitas ketaqwaan atau amal saleh ini tidak hanya diukur dengan perilaku vertical kepada Tuhannya, namun juga

      

 Ira M. Lapidus, A History of Isla i  So ieties, terj. Ghufro  A. Mas’adi, Sejarah Sosial U at  Isla ,  Jakarta: Raja Grafi do Persada,  , hl .   

(18)

akhlak horizontal kepada sesama manusia.32 Sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran surah al-Hujurat ayat 13: “hai manusia, sesungguhnya kami jadikan kamu berasal dari laki-laki dan perempuan, dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal, sesungguhnya orang yang termulia di antaramu pada sisi Allah ialah orang yang lebih taqwa”.

F. Perbedaan Peran Nabi pada Periode Makkah dan Madinah

Seperti yang kita sudah ketahui, di dalam sejarah perjalanan hidup nabi, terkhusus dalam bidang dakwah dan Islamisasi pada masanya, umumnya terbagi kepada dua fase, yaitu fase Makkah dan Fase Madinah. Peran Nabi dalam perkembangan dan penyebaran Islam tentu tak luput dari usaha Nabi yang Gigih dan tak kenal menyerah. Makkah dan Madinah adalah dua kota yang masyarakatnya Memiliki kebiasaan yang berbeda-beda, Kota Makkah adalah kota yang mayoritas masyarakatnya menolak kedatangan Nabi Muhammad SAW, sedangkan Masyarakat Kota Madinah ketika Nabi Berhijrah diterima dengan tangan terbuka oleh penduduk Masyarakat tersebut. Sehingga cara dan peran Nabi berbeda dalam melebarkan sayap Islam di dua kota tersebut. Berikut adalah penjelasan dari peran dan kejadian yang terjadi masa kenabian di kota Makkah dan Madinah.

1. Periode Makkah

a. Kondisi Kota Makkah

Makkah adalah lembah yang sangat tandus kondisi geografis seperti inilah berpengaruh besar dalam membentuk sikap dan watak masyarakatnya. Pada umumnya penduduk makkah memiliki temperamen buruk dan tidak mampu berpikir secara mendalam.

Ditambah dengan sistem politik di Makkah, yang dilakukan oleh pemuka-pemuka kaum qurays untuk mempertahankan jabatan, kedudukan atau kekuasaan mereka. Sehingga hal itu juga berpengaruh pada watak dan perilaku mereka yang cenderung lebih agresif, egois, keras kepala serta

(19)

tidak mudah bagi mereka untuk dapat menerima pendapat atau keyakinan orang lain.

b. Metode Dakwah di Kota Makkah

Metode dakwah yang dipakai pada masa itu terbagi ke dalam tiga periode, yaitu:

1) Dakwah secara sembunyi-sembunyi

Dakwah Nabi Muhammad SAW pada awal masa kenabian di Makkah dilakukan secara diam-diam, dimulai dari Berdakwah di kalangan keluarga, kerabat terdekat. Hal ini dilakukan untuk mengurangi gejolak dengan Kaum Kafir Quraisy sampai tiba perintah melakukan dakwah secara terang terangan.

2) Dakwah secara terang-terangan

Pada masa dakwah secara terang-terangan inilah nabi mendapatkan perlakuan yang buruk dari umatnya. Karena setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah Rasul. Karena mereka juga melihat semakin bertambahnya jumlah pengikut Nabi, maka mereka pun semakin keras melancarkan serangan-serangan, baik pada nabi ataupun pada para pengikut nabi.

3) Dakwah meluas ke luar kota Makkah

(20)

2. Periode Madinah

a. Kondisi Kota Madinah

Berbeda dengan Makkah, Madinah senantiasa mengalami perubahan sosial yang meninggalkan bentuk kemasyarakatan absolut model badui. Kehidupan sosial Madinah secara berangsur-angsur diwarnai oleh unsur kedekatan ruang daripada oleh sistem kekerabatan. Madinah juga memiliki sejumlah warga Yahudi, yang mana sebagian besarnya lebih

simpatik terhadap monoteisme.33

Penduduk Madinah yang terdiri dari kaum Muhajirin, Anshar, dan non-muslim tersebut, merupakan sebuah keberagaman yang ada pada masa lalu dan sudah menjadi suatu hal yang tidak bisa lagi dipungkiri eksistensinya. Tapi bukan hal itu yang akan digaris bawahi, yang terpenting adalah jiwa sosialis masyarakat Madinah sangat tinggi. Ini terbukti dari persaudaraan yang tinggi dan sangat kokoh. Tidak ditemukan konflik karena masalah perbedaan. Kalaupun ada masalah itu dengan cepat segara terselesaikan, karena nabi sangat bijak dalam hal itu dan sangat hati-hati terhadap peletakan sebuah nilai kemasyarakatan.

Nabi berhasil membentuk sistem yang luar biasa bagus. Masyarakat Madinah merasa bahwa dirinya itu satu. Maka dari itu, apabila ada satu yang sakit maka yang lain turut merasakan. Hal ini lebih khusus lagi pada umat Muslim sendiri, di mana sudah menjadi kewajiban di setiap Muslim sebagaimana dalam riwayat nabi sering kali memerintahkannya.

b. Dakwah Nabi di Kota Madinah

Proses penyebaran agama Islam di Madinah tentunya memiliki perbedaan dengan system yang telah diterapkan oleh nabi sebelumnya. Pada periode Madinah Nabi memiliki sedikit kemudahan dalam mengenalkan Islam. Itu dikarenakan masih banyak penduduk Madinah yang menganut

      

(21)

agama samawi. Dapat kita lihat ketika Nabi memasuki Madinah, beliau mendapat penyambutan yang luar biasa dari masyarakat.

Ada beberapa strategi dakwah yang dilakukan oleh Nabi, yaitu sebagai berikut:34

1) Membina masyarakat Islam melalui pertalian persaudaraan antara kaum

Muhajirin dengan kaum Anshar.

2) Memelihara dan mempertahankan masyarakat Islam.

3) Meletakkan dasar-dasar politik ekonomi dan sosial untuk masyarakat

Islam

Dengan diletakannya dasar-dasar yang berkala ini masyarakat dan

pemerintahan Islam dapat mewujudkan negari “Baldatun Thayyibatun

Warabbun Ghafur“ dan Madinah disebut “Madinatul Munawwarah”.

Dari sistem yang telah diterapkan Nabi tersebut, hampir tidak mendapat penolakan dari masyarakat Madinah, karena nilai-nilai yang diletakkan Nabi bersifat universal, walau pada hakikatnya nilai-nilai tersebut termaktub dalam Islam. Contohnya berbuat adil, saling menolong, larangan curang dalam berdagang, dan lai-lain.

Perkembangan Islam juga tidak terlepas dari peranan moral Nabi yang begitu mulia dan sangat bijak dalam memutuskan sebuah perkara. Sehingga tidak sedikit kasus yang telah diselesaikan. Bahkan ketika ada perselisihan antar suku, Nabi selalu mendapat undangan untuk memberikan jalan keluar.

      

 Wahyudi , Dakwah Rasulullah SAW Periode Madi ah, 

https://id.s ri d. o /do u e t/ /Dak ah‐Rasulullah‐“AW‐Periode‐Madi ah , Diakses 

(22)

   

.

A. Kesimpulan

Masyarakat Arab pra-Islam dikenal dengan Jahiliyyah karena khas dengan pemujaan terhadap berhala (syirik), praktik ekonomi ribawi, buta huruf, dan lain-lain. Tetapi tidak berarti semua masyarakat terkenal akan kebodohan dan kesyirikannya. Hal ini ditandai dengan adanya karya sastra, syair-syair yang “menghiasi” kota Makkah.

Kemudian Allah mengutus Nabi Muhammad ﷺ yang bertujuan untuk meluruskan hal-hal yang salah, kesyirikan yang terjadi pada masyarakat tersebut. Namun, gejolak demi gejolak dihadapi nabi namun nabi tidak gentar dan menyerah. Di periode Makkah, ada tiga fase dakwah nabi, di antaranya adalah fase dakwah sembunyi-sembunyi, dakwah terang-terangan, dan fase dakwah meluas ke luar kota Makkah.

Di Yatsrib (sekarang Madinah), masyarakat lebih berkembang karena adanya kontak budaya lintas negara yang membuat peradaban lebih maju. Hal ini pun menjadikan agama Islam mudah diterima di samping peran nabi berdakwah yang baik.

Dakwah Nabi di Madinah terbilang lebih banyak daripada di Makkah. Nabi melakukan tindakan-tindakan di mana membuat masyarakat percaya kepada beliau. Membangun masjid sampai membangun negara yang mengusung perdamaian dan kemurnian ‘aqidah dan ajaran Islam sehingga menjadi negara maju.

Pembentukan negara di Madinah dimulai dari suatu perjanjian antar agama di sana sehingga Rasulullah dipercaya dapat berlaku adil dan mengayomi semua lapisan masyarakat selama taat kepada perjanjian, diberlakukannya hukum Islam, dan lain sebagainya.

(23)

daripada di Kota Mekkah. Perbedaan metode dakwah serta pencapaian-pencapaian yang dicapai oleh Nabi pada masanya terjadi juga karena aspek kemasyarakatan kota Madinah yang lebih maju ketimbang Mekkah. Akan tetapi perlu digaris bawahi juga, bahwa pencapaian yang baik di kota Madinah terjadi karena Nabi Muhammad ﷺ pertama kali diturunkan di kota Makkah, sehingga kedatangannya dianggap mengganggu oleh masyarakat kota Mekkah. Lain halnya dengan Madinah, ketika nabi hijrah ke Madinah, masyarakat Madinah telah mengetahui bahwa telah diutus seseorang untuk menjadi Nabi di kota Makkah. Sehingga waktu mereka untuk berpikir menerima Nabi Muhammad ﷺ lebih terbuka.

B. Saran

(24)

   

Ahmad, Jamil. Hundred Great Muslims, terj. “Seratus Muslim Terkemuka”. Jakarta:

Pustaka Firdaus, 2000.

al-Mubarakfuri, Al-Mubarakfuri. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Gema Insani, 2013.

Ilahi, Wahyu dan Harjani Hefni. Sejarah Dakwah. Jakarta: Rahmat Semesta, 2007.

K. Hitti, Philip. History of the Arabs. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006.

Lapidus, Ira M. A History of Islamic Societies, terj. Ghufron A. Mas’adi, Sejarah Sosial Ummat Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.

Lewis, Bernard. The Middle East, terj. Abd. Rachman Abror. Pontianak: STAIN Press,

2010.

Patmawati. Sejarah Dakwah Rasulullah saw di Mekah dan Madinah. Pontianak: IAIN

Pontianak, tt.

Rianawati. Sejarah Peradaban Islam. Pontianak: STAIN Press, 2010.

Suparto, H. Munzier dan Harjani Hefni. Metode Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2003.

Sylvia Nurhadi. Madinah Sebelum Datangnya Islam.

(https://vienmuhadisbooks.com/2017/02/17/madinah-sebelum-datangnya-islam/ , Diakses 17 September 2017)

Wahyudin. Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah,

(https://id.scribd.com/document/15239407/Dakwah-Rasulullah-SAW-Periode-Madinah , Diakses 16 September 2017).

Yatim, Badri. Historiografi Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

__________. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press, 1993.

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti mendeskripsikan faktor- faktor penyebab perkawinan usia dini, dasar hukum majelis hakim dalam 23 penetapan tentang dispensasi perkawinan, dan kondisi

Sesuai dengan amanat Pasal 28 dan 28J UUD 1945, Indonesia telah memiliki aturan yang memberikan batasan-batasan terhadap kebebasan berpendapat dalam konteks pelaksanaan

Tahap ini merupakan kehidupan yang sebenarnya dari kelompok. Namun kelangsungan kegiatan kelompok pada tahap ini amat tergantung pada hasil dari kedua

Saya bertanya kepada Tuhan,”Ini apa hubungannya dengan apakah Engkau memberikan saya karunia bahasa lidah atau tidak?” Tuhan menunjukkan saya bahwa Dia telah memberikan saya dan

Dari hasil penelitian diperoleh dosis yang digunakan pada semua pasien dilapangan adalah 1x 30 mg/hari, seharusnya dosis lansoprazol diberikan sesuai dengan fungsi hati

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menentukan sebaran, luasan dan perubahan tutupan lahan yang diperoleh dengan menganalis nilai spektral berdasarkan citra

Sedangkan secara lebih rinci dapat disimpulkan: (1) Berdasarkan hasil analisis keterlaksanaan pembelajaran dengan menggu- nakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

Pada bab ini akan dijelaskan bagaimana membuat pustaka untuk mengoperasikan file Setelah mempelajari materi di babi ni diharapkan mahasiswa dapat membuat sebuah aplikasi yang