• Tidak ada hasil yang ditemukan

Avivi S. and Sudarsono. MEKANISME KETAHA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Avivi S. and Sudarsono. MEKANISME KETAHA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MEKANISME KETAHANAN TANAMAN

TRANSGENIK Nicotiana benthamiana::cp PStV GENERASI T1

DAN FENOMENA HETEROLOGOUS PROTECTION

Sholeh Avivi

Staf Pengajar Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jember

Jl. Kalimantan, Jember 68121 e-mail: avi_vi@yahoo.com

Sudarsono

Staf Pengajar Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ABSTRACT

Avivi, S. and Sudarsono. 2004. Transgenic Nicotiana benthamiana::cp PStV Resistance Mechanism of T1 Generation and Heterologous Protection

Phenomenon. J. Agrikultura 15(3):137-145.

The aims of this research were to: (1) investigate the effectiveness of the 4 cp gene constructs (pBINRCP1, pBINRCP2, pBINRCP3, and pBINRCP4) to protect N. benthamiana T1 against PStV infection; (2) investigate the resistance mechanism of

transgenic N. benthamiana, and (3) investigate the heterologous protection phenomenon. To achieve those objectives, transgenic N. benthamiana plants were regenerated, PCR tested, segregation tested, and inoculated with PStV using biological analysis methods. The result showed that all of PStV construct gave the resistancy against PStV inoculation. The transgenic plants contained mostly one or two functional loci of nptII and the resistance phenotype observed in the T0

generation was inherited by the T1 progenies. We proposed that the resistant

mechanism was RNA-mediated resistance and the heterologous protection pheno-menon was worked in our plant.

Key words: cp PStV, resistance mechanism, heterologous protection

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk: (i) mempelajari efektivitas 4 konstruksi gen cp PStV dalam menimbulkan reaksi ketahanan terhadap inokulasi PStV pada generasi T1; (ii) mempelajari mekanisme ketahanan tanaman transgenik terhadap

PStV; (iii) mempelajari fenomena heterologous protection. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, beberapa tanaman transgenik N. benthamiana diregenerasikan hingga menghasilkan biji T1 dan dievaluasi ketahanannya terhadap PStV, diuji

(2)

tanaman transgenik mengandung 1-2 lokus fungsional dan setiap tipe konstruksi gen dapat menghasilkan ketahanan terhadap inokulasi PStV hingga turunan T1.

Sedangkan mekanisme ketahanannya diduga disebabkan akibat RNA-mediated resistance dan tanaman yang mengandung gen cp tipe pBINRCP4 dapat tahan terhadap infeksi PVY, dengan demikian diduga kuat terdapat fenomena heterologous protection.

Kata kunci: cp PStV, mekanisme resistensi, proteksi heterologous

PENDAHULUAN

Penyakit belang pada kacang tanah yang disebabkan oleh PStV (peanut stripe virus) merupakan penyakit yang dominan dan tersebar di pusat-pusat produksi kacang tanah di Indonesia. Tingkat serangan PStV di lapang dapat mencapai 100% dan daerah sebaran penyakit ini diketahui sangat luas (Saleh & Baliadi 1992). Serangan PStV dapat menurunkan produksi hingga 30-60% (Indonesia), 23% (RRC), dan 67% (Filipina). Di Indonesia, serangan penyakit PStV dapat menurunkan produksi antara 30-60%, sementara di RRC 23% dan di Filipina 67% (Natural et al. 1998; Saleh & Baliadi 1992; Sudarsono et al. 1997; Xu et al. 1990). Oleh karena itu pencegahan terhadap PStV pada tanaman kacang tanah sangat perlu dilakukan.

Terdapat tiga pendekatan yang dapat dilakukan untuk mencegah kehilangan hasil akibat serangan virus, yaitu (1) penghilangan sumber inokulum virus dengan cara menggunakan benih atau bibit bebas virus dan penghilangan tanaman yang terinfeksi di lapang, (2) pencegahan penyebaran virus, dan (3) penggunaan varietas tanaman yang tahan terhadap virus. Pendekatan ketiga ini mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dua pendekatan yang lain karena biaya penerapannya lebih ekonomis, tidak mempunyai dampak ekologi yang negatif seperti halnya penggunaan pestisida, dan dapat dengan efektif mengendalikan virus (Hull, 1990).

(3)

transgen CP dan CP virus yang menginfeksi (Beachy, 1990; Lindbo, et al. 1993; Kumagai et al. 1995).

Dengan alasan tersebut gen cp sampai saat ini lebih disukai oleh para peneliti dibandingkan sekuen satelit RNA dan antisens RNA. Dalam penelitian ini juga digunakan gen cp yang berasal dari virus PStV isolat Malang untuk mendapatkan tanaman transgenik yang tahan PStV. Gen cp tersebut dikonstruksi pada 4 plasmid yaitu: pBINRCP1, pBINRCP2, pBINRCP3, dan pBINRCP4 (Tabel 1).

Tabel 1. Sifat dan pola ekspresi empat tipe gen cp PStV yang diuji keefektifannya dan tujuan pengujian yang dilakukan untuk mendapatkan tanaman transgenik tahan PStV dan mempelajari mekanisme ketahanannya.

Tipe gen cp

 Menguji apakah ketahanan terjadi akibat akumulasi CP yang terkonservasi untuk semua potyvirus. Berpotensi untuk memproteksi terhadap berbagai anggota potyvirus yang berbeda hanya dengan satu tipe gen cp.

Selain itu, beberapa peneliti (Anandalakshmi et al. 1998; Angel & Baulcombe 1997; Frank et al. 1999) mengemukakan hipotesis bahwa gen coat protein tertentu kemungkinan dapat dipakai untuk melindungi tanaman transgenik dari beberapa jenis virus yang berbeda (heterologous protection), asal susunan asam nukleat dari gen cp yang digunakan mempunyai tingkat kesamaan yang tinggi .

(4)

diduga akan dapat dipakai untuk melindungi tanaman transgenik dari berbagai virus tersebut.

Dalam penelitian ini, digunakan tipe gen pBINRCP4 yang merupakan bagian gen cp yang tingkat kesamaannya sangat tinggi untuk berbagai Potyvirus. Apabila dengan menggunakan pBINRCP4 ini ditemukan tanaman transgenik yang tahan PStV maka kemungkinan juga akan tahan terhadap Potyvirus yang lain. Jika hal ini benar maka akan diperoleh bukti yang mendukung hipotesis tentang adanya heterologous protection. Dengan demikian tipe gen pBINRCP4 akan dapat dipakai untuk melindungi tanaman transgenik dari serangan berbagai potyvirus. Dalam percobaan ini, selain PStV, potyvirus lain yang digunakan adalah PVY.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Lab. Biologi Molekuler Tanaman dan di kebun percobaan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian mulai dilakukan sejak bulan September 1997 sampai dengan bulan Februari 2000. Metode regenerasi tanaman transgenik model dilakukan dengan cara standar seperti yang telah dilakukan oleh Avivi (2000). Isolat PStV yang digunakan diisolasi dari kacang tanah kultivar Kelinci yang terserang PStV di kebun percobaan Sawah Baru, Darmaga, IPB.

Uji Segregasi dan Percobaan Inokulasi Tanaman T1. Biji T1 dikecambahkan

dalam media MSO yang mengandung kanamycin (50 mg.L-1). Segregasi antara kecambah yang tahan (KanR) dan yang rentan kanamycin (Kan r) dicatat untuk menentuan segregasi gen nptII yang ada pada tanaman transgeniknya. Segregasi gen nptII diharapkan sama dengan segregasi gen cp PStV, mengingat kedua gen ini berada pada alur konstruksi yang sama. Oleh karenanya, adanya gen nptII dapat dipakai sebagai prediktor adanya gen cp PStV.

Kecambah yang KanR selanjutnya dipindahkan (transplanting) ke media tanah untuk pengujian ketahanan terhadap infeksi PStV. Tanaman transgenik T1

(5)

pada daun. Hasil pengujian kemudian dipisahkan ke dalam kelompok tanaman yang rentan, penyembuhan (recovery) dan tahan terhadap infeksi PStV. Hasil pengujian ini kemudian digunakan sebagai indikasi dapat tidaknya sifat tahan PStV tersebut diturunkan secara seksual.

Uji Integrasi Gen cp dengan PCR. Deteksi gen cp dalam genom tanaman dilakukan dengan PCR seperti yang dilakukan oleh Thomson & Dietzgen (1995), tetapi menggunakan primer dengan sekuen sebagai berikut: PST1: 5’-GCATGCCCT CGCCATTGCAA-3’ dan PST2: 5’-GCACACACTTCTTGGCATGG-3’. Produk yang dihasilkan oleh primer PST1 dan PST2 berukuran 234 bp.

Uji mekanisme Heterologous Protection terhadap Potyvirus selain PStV. Hal ini dilakukan untuk menguji adanya fenomena heterologous protection dengan melihat apakah tanaman transgenik yang membawa tipe gen pBINRCP4 (gen cp yang tingkat kesamaan sekuensi asam nukleatnya sangat tinggi dengan gen cp potyvirus lainnya) akan dapat melindungi tanaman model dari infeksi PStV dan dari potyvirus lainnya. Jika hal ini benar maka tipe gen pBINRCP4 dapat dipakai untuk mendapatkan tanaman yang tahan terhadap infeksi berbagai anggota dari group potyvirus. Pengujian dilakukan dengan cara sebagai berikut: contoh tanaman transgenik yang membawa tipe gen pBINRCP4 diinokulasi dengan PStV dan PVY secara mekanik. Pada tanaman transgenik yang diinokulasi diamati ada tidaknya gejala serangan PStV dan PVY sebagaimana dalam pengujian dengan virus PStV. Hasil pengujian akan menghasilkan kelompok tanaman yang rentan, penyembuhan dan tahan terhadap infeksi PStV dan PVY.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dengan sistem transformasi dan regenerasi yang digunakan dalam percobaan ini diperoleh tanaman transgenik yang tumbuh dan berkembang hingga menghasilkan biji dengan tingkat keberhasilan sekitar 50% (data tidak ditunjukkan).

Segregasi Gen nptII Tanaman T1 dan Jumlah Lokus Gen. Tanaman transgenik

T0 yang telah diuji tahan terhadap inokulasi PStV ditumbuhkan hingga diperoleh biji

T1. Dari klon yang menghasilkan biji T1 ini dipilih beberapa klon yang mewakili

(6)

fungsional gen-nya (Tabel 2.). Jumlah lokus fungsional gen nptII dapat diduga

Tabel 2. Hasil uji segregasi gen nptII pada tanaman transgenik T1

Galur

(7)

Tabel 3. Klon-klon transgenik T1 yang diuji sifat ketahanannya terhadap PStV

Galur #Tanaman Gejala sistematik

Lesio lokal pada C. amaranticolor Sifat ketahanan

Keterangan: T = Tahan; P = Penyembuhan; R = Rentan; + = ada gejala lesiolokal; - = tak bergejala

Pengujian Ketahanan Tanaman Transgenik T1 Terhadap PStV. Untuk

(8)

diinokulasi dengan PStV. Kemudian sebagian daun tanaman tadi diinokulasikan ke C. amaranticolor yang dilakukan 3 kali pada 6, 8, dan 10 MST. Pengamatan gejala dilakukan pada 7-8, 9-10, dan 11-12 MST. Hasil pengujian tersebut disajikan pada Tabel 3.

Hasil pengujian menunjukkan variasi sebagai berikut: tanaman T0 yang

asalnya tahan dapat menghasilkan turunan T1 yang tahan saja seperti klon 8-CP3-3,

atau menghasilkan turunan yang tahan dan rentan seperti klon 5-CP3-6, atau menghasilkan turunan tahan dan mengalami penyembuhan seperti klon 8-CP2-A1, dan ada yang menghasilkan klon yang rentan, mengalami penyembuhan dan tahan seperti klon 7-CP3-1 (Tabel 3). Dengan diperolehnya turunan T1 yang tahan dari

tanaman T0 yang tahan menunjukkan bahwa sifat ketahanan terhadap PStV terbukti

(9)

Seperti yang telah dikemukakan bahwa jika rasio lokus fungsional dari gen nptII dapat diketahui, maka akan dapat diduga rasio lokus fungsional dari gen cp PStV. Pendugaan lokus fungsional gen cp PStV dilakukan dengan melihat nilai rasio tanaman T1 yang tahan plus tanaman T1 yang mengalami penyembuhan dengan

tanaman T1 yang rentan terhadap PStV, kemudian nilai tersebut dibandingkan

dengan jumlah lokus fungsional gen nptII.

Hasil Uji Integrasi dengan Teknik PCR. Hasil PCR terhadap daun tanaman transgenik dari sebagian populasi T0 dan T1 menggunakan primer PST1 dan PST2

disajikan pada Tabel 4. Dari hasil PCR tersebut diperoleh beberapa klon tanaman yang positif mengandung gen cp tetapi tidak memiliki sifat ketahanan terhadap PStV seperti klon 3-CP3-2 dan 9-CP3-2. Fenomena demikian menarik untuk didiskusikan. Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan hal tersebut misalnya (1) terjadi mutasi pada satu basa pada titik awal transripsi, sehingga enzim polimerase tak dapat mengawali proses transkripsi, akibatnya mRNA tidak dapat terbentuk, (2) terjadi mutasi pada faktor sigma sehingga faktor sigma ini tidak mampu membawa enzim polimerase mengenali promotor, akibatnya mRNA tidak dapat terbentuk tapi tidak sempurna, (3) mRNA transgen mengalami proses silencing, dan masih banyak lagi kemungkinan yang lain.

Gambar 2. Hasil uji elektroforesis pada tanaman transgenik T1

(10)

Mekanisme Ketahanan Terhadap PStV (Suatu Hipotesa). Dari keempat tipe konstruksi yang digunakan apabila ditinjau dari proses ekspresi gennya mempunyai dua perbedaan pokok yaitu pBINRCP1, pBINRCP3, dan pBINRCP4 dapat membentuk mRNA dan coat protein. Sedangkan pBINRCP2 tidak membentuk coat protein, hanya dapat membentuk mRNA saja, disebabkan adanya stop codon pada awal ORF-nya (Tabel 1).

Dengan menggunakan empat konstruksi gen tersebut dapat kita buat hipotesis tentang konsep mekanisme ketahanan terhadap PStV. Hipotesisnya dapat dibuat sebagai berikut:

1) Jika sifat ketahanan hanya dimiliki oleh tanaman transgenik yang memiliki konstruksi gen yang mampu mengekspresikan coat protein maka dapat diduga bahwa ketahanan terhadap PStV memerlukan adanya coat protein.

2) Jika sifat ketahanan ternyata dapat diperoleh baik pada tanaman yang diduga memiliki konstruksi gen yang mampu mengekspresikan coat protein maupun tanaman yang memiliki konstruksi gen yang mampu mengekspresikan mRNA saja, maka dapat diduga bahwa ketahanan terhadap PStV tidak memerlukan adanya coat protein namun cukup hanya dengan mRNA saja.

Berdasarkan hasil penelitian ini hipotesis kedua yang diterima, sebab dari sejumlah tanaman transgenik yang mengandung keempat tipe gen cp, ternyata diperoleh bahwa ketahanan terhadap infeksi virus dapat terjadi pada semua tipe tanaman transgenik. Baik tanaman transgenik tersebut mampu mengekspresikan CP (tipe konstruksi pBINRCP1, pBINRCP3, dan pBINRCP4) maupun hanya sampai tingkat mRNA saja (tipe konstruksi pBINRCP2). Bila asumsi-asumsi di atas benar, berarti dapat diambil suatu kesimpulan bahwa untuk memperoleh ketahanan terhadap inokulasi PStV, tanaman tidak perlu sampai mengekspresikan CP namun cukup sampai tingkat mRNA saja.

(11)

Hipotesis pertama menyatakan bahwa ketahanan terhadap virus pada tanaman terjadi akibat adanya akumulasi coat protein (coat protein-mediated resistance) pada sel tanaman transgeniknya sebelum tanaman terinfeksi oleh virus (Anandalakshmi et al. 1998; Brigneti et al. 1998; Kasschau & Carrington 1998). Akumulasi protein pada sel tanaman transgenik diduga menghambat proses replikasi virus yang menyerang sehingga tanaman yang terinfeksi tidak mengalami kerusakan seberat tanaman normal (non-transgenik).

Dalam hal ini, gen yang diintroduksikan harus dapat mengekspresikan coat protein di dalam sel tanaman dan tanaman transgeniknya harus mengakumulasikan sejumlah tertentu dari coat proteinnya agar menjadi tahan virus. Kelompok hipotesis ini didukung oleh hasil penelitian yang menggunakan virus PMTV (potato mop-top virus) dan berbagai virus yang tergolong dalam genus Tobamovirus, seperti TMV (tobacco mosaic virus) dan ToMV (Tomato mosaic virus).

Sebaliknya hipotesis yang kedua menyatakan bahwa ketahanan terhadap virus pada tanaman transgenik tidak memerlukan adanya akumulasi coat protein tetapi hanya memerlukan adanya akumulasi mRNA dari gen cp (RNA-mediated resistance). Adanya transkripsi mRNA dari gen cp dalam jumlah yang sangat tinggi diduga mengaktifkan mekanisme degradasi mRNA melalui proses degradasi RNA (RNA turn-over) yang disebut sebagai fenomena gene silencing (Angel & Baulcombe, 1997; Al-Kaff et al. 1998; Atkinson, et al. 1998; Kjemtrup et al. 1998; Ruiz et al. 1998). Akibat dari proses ini ketika virus menginfeksi tanaman, genom RNA virusnya (yang juga mempunyai sekuensi homolog dengan gen cp) juga akan didegradasi melalui mekanisme yang sama sehingga proses infeksi menjadi terhambat dan tanaman tidak mengalami kerusakan.

(12)

Jadi dapat diperkirakan bahwa ketahanan tanaman transgenik terhadap PStV berhubungan erat dengan adanya akumulasi mRNA dalam tanaman transgenik (RNA-mediated resistance) dan tidak memerlukan adanya akumulasi coat protein.

Namun demikian kesimpulan mengenai mekanisme ketahanan ini masih perlu dipastikan dan didukung dangan data-data analisis molekuler yang benar-benar dapat menunjukkan bahwa tanaman transgenik dengan tipe gen yang digunakan di atas dapat mengekspresikan coat protein ataukah hanya sampai tingkat mRNA saja.

Uji fenomena Heterologous Protection terhadap Potyvirus selain PStV. Hasil uji masing-masing klon pBINRCP4 yang diperoleh dan sifat ketahanannya setelah diinokulasi dengan PStV dan PVY serta setelah diinokulasikan ke C. amaranticolor disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Respon tanaman N.benthamiana transgenik pBINRCP4 terhadap inokulasi PStV dan PVY

Inokulasi & tanaman yg diuji

Jumlah Galur

Respon fenotipe

Tahan % Penyembuhan % Rentan %

PStV:

Transgenik CP4 34 20 58.8 6 17.7 8 23.5

Kontrol

Transgenik 5 0 0 0 0 5 100

Kontrol non

Transgenik 10 0 0 0 0 10 100

PVY:

Transgenik CP4 15 12 80.0 0 0 3 20.0

Kontrol

Transgenik 5 0 0 0 0 5 100

Kontrol non

Transgenik 5 0 0 0 0 5 100

(13)

Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa terdapat hipotesis yang mengatakan bahwa suatu potongan gen coat protein kemungkinan dapat dipakai untuk melindungi tanaman transgenik dari beberapa jenis virus yang berbeda (heterologous protection), asal sekuensi asam nukleat dari gen cp yang digunakan mempunyai tingkat kesamaan yang tinggi. Dalam penelitian ini, digunakan tipe gen pBINRCP4 yang merupakan bagian gen cp yang tingkat kesamaan nukleotida-nya sangat tinggi untuk berbagai Potyvirus. Karena terbukti dapat diperoleh juga tanaman yang tahan terhadap infeksi PVY maka dapat dibuktikan bahwa hipotesis tentang adanya heterologous protection adalah benar.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Tanaman transgenik yang diuji mengandung 1-2 lokus fungsional dan setiap tipe konstruksi gen cp cp dapat menghasilkan ketahanan terhadap inokulasi PStV hingga turunan T1. Sedangkan mekanisme ketahanannya diduga akibat

RNA-mediated resistance. Karena tanaman yang mengandung gen cp tipe pBINRCP4 dapat tahan terhadap infeksi PVY, dengan demikian penelitian ini membuktikan terjadinya fenomena heterologous protection.

Saran

Masih diperlukan data-data moleuler seperti hasil uji ELISA, oligo dt coloumn, atau run on RNA assay untuk data pendukung mekanisme resistensi tanaman transgenik terhadap serangan PStV.

UCAPAN TERIMA KASIH

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Avivi, S. 2000. Berbagai tipe konstruksi gen cp PStV yang dapat memproteksi tanaman Nicotiana benthamiana transgenik terhadap infeksi PStV dan transformasi gen cp PStV pada kacang tanah. Disertasi. IPB. Bogor. 173p.

Al-Kaff, N.S. S.N. Covey, M.M Kreike, A.M. Page, R. Pinder, and P.J. Dale, 1998. Transcriptional and post-transcriptional plant gene silencing in response to a pathogen. Science, 279:2113-2115.

Anandalakshmi, R., G.J. Pruss, X. Ge, R. Marathe T.H. Smith, and V.B. Vance. 1998. A viral suppressor of gene silencing in plant. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 95:13079-13084.

Angel, S.M. and D.C. Baulcombe. 1997. Consistent gene silencing in transgenic plants expressing a replicating potato virus X RNA. EMBO J. 16:3675-3684.

Atkinson, R.G., L.R.F. Bieleski, A.P. Gleave, B.J. Jannsen, and B.A.M. Morris. 1998. Post-trnascriptional silencing of chalcone synthase in petunia using a geminivirus-based episoma vector. Plant J. 15:593-604.

Beachy, RN. 1990. Coat protein Mediated resistance in transgenic plants. p 13-22, In T.P. Pirone and J.G. shaw (eds). Viral Genes and Plant Pathogenesis. Springer-Verlag. New York. 215p.

Brigneti, G.,O. Voinnet, L. Wan-Xiang J. Liang-Hui, S.W. Ding, and D.C. Baulcombe. 1998. Viral pathogenicity determinant are suppresors of transgene siencing in Nicotiana bethamiana. EMBO J. 17:6739-6746.

Frank G.F., A. Stuart., MacFarlane, and D.C. Baulcombe. 1999. Gene silencing without DNA: RNA-mediated cross-protection between viruses. The Plant Cell. 11:1207-1215.

Hammond, J. 1998. Resistance to plant viruses–an overview. p163-171. In A. Hadidi R.K. Khetarpa, and H. oganezawa (eds.). Plant Virus Disease Control. APS Press. The American Phytopathological Society. St. Paul, Minnesota.

Hull, R. 1990. Non-conventional resistance to viruses in pants concepts and ris. P289-303. In J.P. Gustafson (ed.) Gene Manipulation in Plant Improvement II. Penum Press, New York.

Kasschou, K.D. and J.C. Carrington. 1998. A counter-defensive strategy of plant viruses: Suppression of post-transcriptional gene silencing. Cell. 95:461-470.

(15)

Kumagai, M.H., J. Donson, G. Dela-Cioppa, D. Harvey, K. Hanley, and L.K. Grill. 1995. Cytoplasmic inhibition of carotenoid biosynthesis with virus-derived RNA. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 92:1679-1683.

Lindbo, J. A., L. Silva-Rosales, W.M. Proebsting, and W.G. Dougherty. 1993. Induction of a highly specific antiviral state in transgenic plants: Implications for regulation of gene expression and virus resistance. Plant Cell. 5:1749-1759.

Natural, M. P., F. L. Mangaban, and L. D. Valencia. 1989. Groundnut research in the Phippines. Second Coordinators Meeting on Peanut Stripe Virus (PStV). Agrikam 5(2):71-83.

Newton, TR. 1997. Agrobacterium mediated transformation of peanut. Honours Thesis. The University of Queensland.

Ruiz, M.T., O. Voinnet, and D.C. Baulcombe. 1998. Initiation and maintenance of virus-induced gene silencing. Plant Cell. 10:937-946.

Saleh, N and Y Baliadi. 1992. Penyakit virus bilur kacang tanah (peanut stripe virus) dan usaha pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang 22p.

Sudarsono, S Tumbelaka, dan S. Ilyas. 1997. Penurunan hasil akibat peanut stripe virus dan penularan virus lewat benih pada kacang tanah. Hayati:55-58.

Thomson, D. and R.G. Dietzgen. 1995. Detection of DNA and RNA plant viruses by PCR and RT-PCR using a rapid virus release protocol without tissue homogenization. J. Virological Methods 54:85-95.

Gambar

Tabel 1.     Sifat dan pola ekspresi empat tipe gen cp PStV yang diuji keefektifannya dan tujuan pengujian yang dilakukan untuk mendapatkan tanaman transgenik tahan PStV dan mempelajari mekanisme ketahanannya
Tabel 2. Hasil uji segregasi gen nptII pada tanaman transgenik T1
Tabel 3. Klon-klon transgenik T1 yang diuji sifat ketahanannya terhadap PStV
Tabel 4. Hasil uji PCR pada generasi T0 dan T1
+3

Referensi

Dokumen terkait

slaughtered the house of the land of Unug in the dust as if it were a mighty bull, and then Enlil had given the rulership and kingship from the south as far as the highlands to

Tiriant klausyk ir žiūrėk tipo diskurso markerius įvairiose kalbose, nustatyta, kad įprastai šio tipo markeriai funkcionuoja kaip dėmesio atkreipimo priemonės (Fagard

10 Kemudian kendala terakhir dalam penyelesaian masalah pencemaran lintas batas ini adalah Indonesia tidak melakukan tindakan pencegahan sebagaimana telah ditetapkan dalam

Pemanfaatan pohon mangrove sekarang ini banyak diambil rantingnya untuk dijadikan sebagai kayu bakar oleh warga. Kayu bakar itu selain digunakan sendiri juga dijual oleh warga

Dengan adanya aplikasi pembelajaran tata cara pengurusan jenazah ini diharapkan dapat mempermudah siswa-siswi Pesantren Islam Al-Anwar dan masyarakat dalam memahami

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang dan membangun sistem untuk memprediksi tinggi muka air pada suatu pos pengamatan yaitu pintu air

PENERAPAN METOD E MATERNAL REFLEKTIF D ALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN PAD A ANAK TUNARUNGU KELAS II SLB AL-FITHRI KABUPATEN BAND UNG.. Universitas

[r]