• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN RISIKO KONTRAK KEUANGAN ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MANAJEMEN RISIKO KONTRAK KEUANGAN ISLAM"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN RISIKO KONTRAK KEUANGAN ISLAM

Oleh : Yuke Rahmawati, M.A

Abstrak

Mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha, merupakan serangkaian prosedur dan metodologi dari manajemen risiko. Dalam perspektif Islam, manajemen risiko merupakan usaha untuk menjaga amanah Allah akan harta kekayaan demi untuk kemaslahatan manusia. Berbagai sumber ayat Qur’an telah memberikan kepada manusia akan pentingnya pengelolaan risiko ini. Secara spesifik aplikasinya dalam kontrak keuangan Islam, didukung dengan lahirnya beberapa peraturan, salahsatunya tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah. Peraturan ini lebih mengkhususkan segala aktivitas perbankan umum syariah dalam menjalankan roda bisnisnya yang selalu terkait dengan risiko. Industri keuangan Islam memiliki orientasi yang berbeda terhadap risiko, dimana risiko-risiko tersebut secara spesifik tergantung pada jenis kontraknya. Serta risiko-risiko yang ada harus ditanggung dan dibagi kepada dua pihak (risk sharring).

Keyword : Kontrak, Risk Management, Risk Sharing.

Pendahuluan

Satu tugas manusia hidup di dunia ini adalah hanya untuk beribadah pada Allah

Subhanahu wa Ta‟ala. Sebagaimana tertera dalam al-Qur‟an:

“Dan tidaklah Aku menciptakan manusia dan jin, melainkan hanya untuk beribadah (taat/tunduk) kepada-Ku” (QS. Al-Dzariyat [51] : 56). Ayat ini mengarahkan manusia supaya memahami, bahwa tidak boleh tidak segala aktivitas hidup harus didasarkan pada ketaatan dan ketundukan pada Allah. Ditegaskan dalam al-Quran bahwa tak seorang pun manusia mampu mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan, sehingga manusia harus melalui hidupnya dengan keyakinan.

Dalam realitas hidup, manusia menghadapi beberapa hal yang sifatnya pasti dan tidak pasti. Hidup yang diupayakan manusia memiliki arti melaksanakan tindakan dan memuat keputusan berdasarkan informasi yang tidak sempurna. Kehidupan karenanya mengandung ketidakpastian dan dari ketidakpastian inilah risiko berasal.Jika saja semua hal dapat dipastikan maka manusia selalu dapat menghindari apa yang tidak diharapkan dan selalu memperoleh apa yang diinginkan1.

Ketika kondisi-kondisi yang tidak diharapkan muncul, harus ada pengendalian yang bisa memengaruhi kondisi yang lebih buruk terjadi. Sehingga, perlu pengelolaan risiko yang akan dihadapi. Kondisi-kondisi tersebut bisa terjadi pada segala aktivitas hidup. Namun penulis spesifikasi pada hal-hal yang terkait dengan perjanjian atau kontrak dimana unsur risiko lebih dominan.Kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan risiko secara prudent dan terintegrasi—baik dalam industri perbankan, pasar modal, asuransi, maupun industri non-finansial—semakin bertumbuh sejalan dengan makin tingginya risiko di dunia usaha.

Pengertian dan Tujuan Manajemen Risiko

(2)

sepenuhnya bahwa dia adalah ciptaan Tuhan sehingga merasa perlu untuk mempersembahkan sesuatu yang terbaik untuk Tuhan dan menyerahkan dirinya sepenuhnya hanya kepada Tuhan saja.Manajemen risiko adalah merupakan salah satu metode untuk mengelola risiko yang dihadapi dalam menjaga amanah dari stakeholder, dalam ranah keduniawian. Sementara dalam ranah spiritual, manajemen risiko bisa dimaknai sebagai menjaga amanah Tuhan yang dibebankan kepada manusia.

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (QS. Ar-Ra‟d [13] : 11). Ayat ini jelas menyatakan bahwa risiko itu pasti dihadapi dan harus dikelola. Manajemen risiko bertujuan untuk mengelola risiko sehingga (organisasi) manusia bisa bertahan. Dalam perspektif Islam, manajemen risiko merupakan usaha untuk menjaga amanah Allah akan harta kekayaan demi untuk kemaslahatan manusia. Berbagai sumber ayat Qur‟an telah memberikan kepada manusia akan pentingnya pengelolaan risiko ini.

Dalam “Buku Pintar Ekonomi Syariah”, risiko diartikan sebagai tingkat kemungkinan terjadinya kerugian yang harus ditanggung dalam pemberian kredit, penanaman investasi atau transaksi lain yang dapat berbentuk harta, kehilangan keuntungan atau kemampuan ekonomi antara lain karena adanya perubahan suku bunga, kebijakan pemerintah dan kegagalan usaha.2 Risiko juga dikatakan sebagai bahaya, yakni ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai. Dan risiko juga dikatakan sebagai peluang, yakni sisi yang berlawanan dari peluang untuk mencapai tujuan.3 Risiko biasa diukur dengan standar deviasi dari hasil historis. Meskipun semua bisnis mengandung ketidakpastian, kontrak keuangan Islam menghadapi jenis-jenis risiko yang secara alami muncul dari aktivitas yang dijalankan. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan profit dan nilai tambah. 4

Risiko dapat di bedakan menjadi risiko bisnis dan risiko finansial. Risiko bisnis muncul secara alami dari aktivitas bisnis yang dijalankan, biasanya yang terkait dengan faktor-faktor yang memengaruhi pasaran produk, Sedangkan risiko finansial dari kemungkinan kerugian dalam pasar keuangan akibat adanya perubahan pada variabel-variabel keuangan. Risiko juga dapat dibedakan menjadi risiko sistemik, yaitu yang berhubungan dengan keseluruhan pasar atau perekonomian. Dan risiko nonsistemik, yaitu yang berhubungan dengan aset atau perusahaan yang spesifik.5 Dari macam risiko finansial, selanjutnya dibagi menjadi risiko pasar dan risiko kredit. Sementara risiko nonfinansial meliputi risiko opersional, risiko regulator dan risiko hukum. Risiko pasar adalah risiko yang melekat pada instrumen dan aset yang diperdagangkan di pasar. Adapun risiko kredit adalah risiko kegagalan nasabah untuk memenuhi kewajibannya secara penuh dan tepat waktu sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan risiko operasional adalah konsep yng tidak terdefinisikan dengan jelas, risiko ini bisa muncul akibat kesalahan atau kecelakaan yang bersifat manusiawi maupun teknis. Secara langsung atau tidak langsung, risiko ini dihasilkan oleh ketidakcukupan atau kegagalan proses internal, faktor manusia, teknologi atau akibat faktor-faktor eksternal. Adapun risiko hukum berhubungan dengan risiko tidak terlaksananya kontrak, seperti terkait dengan masalah undang-undang, legislasi dan regulasi yang memengaruhi pemenuhan kontrak atau transaksi.6

(3)

timbul dari kegiatan usaha. Pada dasarnya, manajemen risiko dilakukan melalui proses identifikasi risiko, evaluasi dan pengukuran risiko dan pengelolaan risiko. Potensi kerugian dan keuntungan tetap ada dalam usaha bisnis, meski selalu mengharapkan keuntungan tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi kerugian. Kerugian akibat risiko yang bersifat spekulatif misalnya akan merugikan pihak tertentu tetapi akan menguntungkan pihak lainnya.7

Sementara evaluasi dan pengukuran risiko bertujuan untuk mengenali dan memahami karakterisitik risiko dengan lebih baik. dengan pemahaman yang baik, maka risiko akan lebih mudah untuk dikendalikan. Evaluasi yang lebih sistematis dilakukan untuk mengukur risiko tersebut.Terdapat beberapa teknik untuk mengukur risiko tergantung jenis risikonya. Probabilitas bisa digunakan untuk mengukur risiko. Ketika probabilitas tinggi, maka suatu risiko perlu mendapat perhatian lebih ekstra. Pengukuran risiko yang lainnya bisa pula dilakukakan dengan teknik durasi.

Pengelolaan risiko perlu dilakukan secara cermat mengingat konsekuensinya yang cukup serius jika gagal dalam mengelola risiko. Risiko bisa dikelola dengan berbagai cara, seperti penghindaran, ditahan (retention), diversifikasi, atau ditransfer ke pihak lain. Mengelola risiko dengan cara menghindar adalah cara yang paling mudah dan aman, namun tidak optimal. Sebagai contoh jika kita menghendaki keuntungan yang tinggi dari bisnis, tentunya kita harus menghadapi risiko tersebut dan mengelolanya dengan baik, tidak dengan cara menghindar.

Dari pengertian risiko diatas, dapat dipahamibahwa tujuan dari manajemen risiko adalah minimisasi kerugian dan meningkatkan kesempatan ataupun peluang. Bila akan terjadinya kerugian, maka manajemen risiko dapat memotong mata rantai kejadian kerugian tersebut, sehingga efek dominonya tidak akan terjadi. Pada dasarnya manajemen risiko bersifat pencegahan terhadap terjadinya kerugian maupun „accident‟. Pelaksanaan manajemen risiko haruslah menjadi bagian integral dari pelaksanaan sistem manajemen perusahaan/ organisasi. Proses manajemen risiko Ini merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk terciptanya perbaikan berkelanjutan (continuous improvement). Proses manajemen risiko juga sering dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi. Manajemen risiko adalah metode yang tersusun secara logis dan sistematis dari suatu rangkaian kegiatan: penetapan konteks, identifikasi, analisa, evaluasi, pengendalian serta komunikasi risiko. Proses ini dapat diterapkan di semua tingkatan kegiatan, jabatan, proyek, produk ataupun asset. Manajemen risiko dapat memberikan manfaat optimal jika diterapkan sejak awal kegiatan. Walaupun demikian manajemen risiko seringkali dilakukan pada tahap pelaksanaan ataupun operasional kegiatan.8

Dasar Hukum Manajemen Risiko

(4)

bekerjasama dengan Global Association of Risk Professional (GARP) dalam bentuk penyusunan silabus, buku kerja, materi dan soal ujian Program Sertifikasi Manajemen Risiko. GARP adalah sebuah asosiasi profesi manajemen risiko yang memiliki reputasi international sebagai penyelenggara sertifikasi Financial Risk Manager (FRM) yang khususnya ditujukan bagi para pelaku industri jasa keuangan.9

Peraturan Bank Indonesia No. 13/23/PBI/2011 juga menunjukkan tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah. Peraturan ini lebih mengkhususkan segala aktivitas perbankan umum syariah dalam menjalankan roda bisnisnya yang selalu terkait dengan risiko.

Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko Kontrak Keuangan Islam

Terdapat beberapa prinsip yang harus dipatuhi di dalam mengembangkan dan menerapkan suatu model Manajemen Risiko. Prinsip-prinsip tersebut adalah: 10

1. Transparansi.

Prinsip ini mensyaratkan agar seluruh potensi risiko yang ada pada suatu aktivitas, khususnya transaksi, dibeberkan secara terbuka. Risiko yang tersembunyi/ disembunyikan akan menjadi sumber permasalahan terbesar dan per definisi, tidak akan dapat dikelola dengan baik.

2. Pengukuran yang Akurat.

Prinsip ini mewakili sisi sains dari konsep Manajemen Risiko, dan mensyaratkan investasi berkesinambungan untuk berbagai teknik dan alat yang akan digunakan sebagai syarat dari proses Manajemen Risiko yang kuat.

3. Informasi Berkualitas yang Tepat Waktu.

Prinsip ini akan turut menentukan akurasi pengukuran dan kualitas keputusan yang diambil. Sebaliknya tidak terpenuhinya prinsip ini bisa membawa manajemen pada suatu keputusan yang berisiko fatal.

4. Diversifikasi

Sistem Manajemen Risiko yang baik menempatkan konsep diversifikasi sebagai sesuatu yang penting untuk dicermati. Hal ini menuntut pola pemantauan yang konstan dan konsisten. Asumsinya adalah bahwa konsentrasi (Risiko) dapat muncul setiap saat seiring dengan berbagai perubahan yang terjadi di dunia.

5. Independensi

Berdasarkan prinsip independensi, keberadaan suatu kelompok Manajemen Risiko yang independen makin dianggap sebagai suatu keharusan. Prinsip ini tidak sekedar berbicara tentang kewenangan dan level tanggung jawab dari kelompok Manajemen Risiko dan kelompok/unit lainnya dalam perusahaan, melainkan juga tentang tentang visi perusahaan dan kualitas interrelasi antara kelompok Manajemen Risiko dengan kelompok/unit lainnya, dan juga antar kelompok/unit yang melaksanakan transaksi dengan mengambil risiko tertentu.

6. Pola Keputusan yang Disiplin.

Porsi sains dalam konsep Manajemen Risiko memang telah memberikan banyak kontribusi bagi kemampuan Manajemen Risiko dalam melakukan pengukuran risiko namun kualitas keputusan tetap saja tergantung pada bagaimana manajemen memutuskan cara terbaik untuk menggunakan alat/teknik tertentu dan memahami keterbatasan yang dimiliki oleh alat/teknik tersebut.

7. Kebijakan

(5)

secara jelas menjabarkan dan mendefiniskan filosofi Manajemen Risiko perusahaan dan menyediakan keseluruhan pendekatan yang digunakan serta organisasi dari proses pengambilan Risiko. Tujuan utama dari hal tersebut adalah untuk memberikan kejelasan mengenai proses Manajemen Risiko, baik untuk pihak internal maupun untuk pihak eksternal seperti regulator dan para analis.

Secara historis penerapan manajemen risiko pada bank, dalam hal ini BI sendiri baru mulai menerapkan aturan perhitungan capital adequacy ratio (CAR) pada bank sejak 1992.(Tedy, InfoBankNews.com). Sementara itu, bank dengan prinsip syariah lahir pertama kali di Indonesia pada tahun yang sama. Jadi jika dilihat dari usia sistem perbankan syariah, hal ini merupakan tantangan yang berat. Bank syariahpun akan sangat sulit mengikuti konsep yang telah dijalankan perbankan konvensional dalam hal manajemen risiko, mengingat perbankan konvensional membutuhkan waktu yang panjang untuk membangun sistem dan mengembangkan teknik manajemen risiko. Dalam hal ini

Islamic Financial Services Board (IFSB), telah merumuskan prinsip-prinsip manajemen risiko bagi bank dan lembaga keuangan dengan prinsip syariah. Pada 15 Maret 2005 yang lalu, exposure draft yang pertama telah dipublikasikan. Dalam executive summary draft tersebut dengan jelas disebutkan bahwa kerangka manajemen risiko lembaga keuangan syariah mengacu pada Basel Accord II (yang juga diterapkan perbankan konvensional) dan disesuaikan dengan karakteristik lembaga keuangan dengan prinsip syariah. 11

Karakter dari aktifitas keuangan Islam tidak bisa dipahami tanpa adanya pemahaman yang jelas tentang prinsip-prinsip berbagi keuntungan dan kerugian (Profit and Loss Sharing / PLS). Kontrak-kontrak PLS merupakan dasar bagi keuangan Islam dan Musyarakah serta Mudharabah adalah dua kontrak paling umum yang menggunakan skema PLS dalam keuangan Islam. Dalam hal ini, misalnya Bank dan nasabah bekerjasama sebagai mitra dan melakukan aktifitas-aktifitas bisnis. Aktifitas di mana bank hanya berpartisipasi dengan memberikan modal maka kontrak ini disebut sebagai Mudharabah. Pada kontrak Musyarakah, bank dapat ambil bagian dalam pengelolaan atas bisnis bersama yang dilakukan. Skema-skema lainnay yang terdapat dalam kontrak keuangan Islam diantaranya; Murabahah, Salam, Istisna, dan Ijarah. Yang masing kontrak tersebut dalam aplikasinya memiliki risiko-risiko yang harus diperhatikan.

Lembaga keuangan Islam dihadapkan pada risiko yang tinggi dalam hal kredit, operasional, pasar dan likuiditas yang disebabkan oleh pola PLS tadi. Dibutuhkan kontrak kerjasama yang transparan sebagai sebuah dasar bagi transaksi yang dilakukan. Syar‟iah menuntut bahwa kontrak kerjasama harus dibuat dengan menggunakan istilah-istilah yang jelas dan tidak boleh ada hal yang disembunyikan atau dibiarkan tidak jelas. Ketidakjelasan tidak diperbolehkan terjadi dan dianggap sebagai Gharar. Lebih jauh dari itu, kontrak harus sesuai dengan aturan-aturan dan prinsip-prinsip Syari‟ah.12

Permasalahan Manajemen Risiko pada Kontrak Keuangan Islam

(6)

Industri keuangan Islam memiliki orientasi yang berbeda terhadap risiko. Risiko-risiko tadi secara mendasar lebih melekat pada tipe kontrak kerjasama sebagai akibat dari proses pembentukan yang unik pada kontrak di dunia perbankan Islam. Berbagi keuntungan dan kerugian merupakan sifat khusus pada sejumlah kontrak keuangan Islam, selain itu karakter lainnya adalah hubungan yang berubah antar pihak yang terlibat selama masa berlakunya kontrak. Hal ini menghadapkan pihak-pihak yang terlibat pada sejumlah risiko. Risiko-risiko ini secara spesifik tergantung pada jenis kontrak. Hal yang bisa diperkirakan secara akurat biasanya tidak menimbulkan risiko, kondisi tidak bisa diprediksikan lah yang merupakan pencetus terjadinya risiko. Semakin tinggi tingkat ketidakpatian maka semakin tinggilah resiko yang ada. Risiko seharusnya tidak perlu ada di pasar di mana terdapat informasi yang benar-benar sinkron. Informasi yang tidak sinkron (asymmetric information) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan tidak bisa dihindari di pasar. Ketidak sinkronan menyebabkan ketidakpastian di mana kemudian ketidakpastian menciptakan resiko.

Strategi Penguatan Manajemen Risiko Kontrak Keuangan Islam

Manajemen risiko mengenal proses dan strategi modern dengan mengadopsi berbagai alat analisa risiko. Elemen terpenting dari manajemen risiko adalah memahami konsep timbal balik antara risiko dengan tingkat return. Manajemen risiko yang komprehensif harus mencakup tiga komponen, yakni;13

1. Membangun Lingkungan Manajemen Risiko yang tepat serta kebijakan dan prosedur yang sehat. Tahap ini berhubungan dengan seluruh tujuan dan strategi lembaga keuangan terhadap risiko dan kebijakan-kebijakan menajemen terhadapnya, seperti mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengidentifikasi, memonitor, mengukur dan mengontrol risiko-risiko. Kebijakan dan prosedur meliputi proses review manajemen risiko, batas toleransi risiko yang tepat, sistem pengukuran risiko yang memadai, istem pelaporan yang komprehensif dan sistem kontrol internal yang efektif. Panduan dan strategi harus dibuat untuk membatasi risiko yang melekat pada aktivitas yang dijalankan.

2. Menciptakan Pengukuran, Mitigasi, dan Monitoring yang tepat. Lembaga harus memiliki sistem manajemen informasi untuk mengukur, memonitor, mengontrol dan melaporkan berbagai eksposure risiko.

(7)

Proses Manajemen Risiko

a. Manajemen Risiko Kredit.

Strategi manajemen risiko kredit harus diketahui oleh seluruh bagian dalam lembaga keuangan dengan menunjukkan tujuan atau kemauan lembaga dalam menyalurkan pembiayaan di berbagai sektor, baik usaha, lokasi geografis, jangka waktu, tingkat propabilitas dan tujuan kualitas kredit.

b. Manajemen Risiko Suku Bunga

Lembaga keuangan/Bank harus memiliki manajemen risiko suku bunga untuk mengukur, memonitor, mengontrol dan melaporkan eksposure suku bunga. Sistem pengukuran harus mampu memanfaatkan konsep keuangan dan teknik manajemen risiko untuk menilai seluruh risiko suku bungan yang melekat pada aset, liabilitis, dan posisi-posisi dalam off balance sheet. Menukur risiko suku bunga adalah GAP analysist,

duration GAP, dan GAP simulation.

c. Manajemen Risiko Likuiditas

Esensi dari masalah manajemen likuiditas adalah adanya hubungan timbal balik antara likuiditas dan profitabilitas, dan adanya mismacth antara permintaan dan penawaran aset-aset likuid. Lembaga keuangan harus menentukan proses pengukuran dan monitoring kebutuhan pendanaan lebih dengan membuat penilaian terhadap cash inflow

dan cash outflow. Fungsi audit internal juga perlu untuk mereview proses manajemen likuiditas secara berkala, untuk mengidentifikasi masalah dan kelemahan dalam mengambil langkah-langkah yang tepat.

d. Manajemen Risiko Operasional

Risiko Operasional memang cukup kompleks sehingga sangat sulit untuk mengukurnya. Sebagian besar teknik pengukuran risiko operasional yang ada masih sangat sederhana dan bersifat eksperimental. Misalnya, mengumpulkan informasi dari berbagai jenis

Ruang lingkup

Identifikasi Resiko

Analisa Resiko

Evaluasi Resiko

(8)

laporan, baik laporan audit, laporan pengawasan, laporan manajemen, rencana bisnis, rencana operional, tingkat error dan lain-lain. Unsur penting lainya adalah meyakinkan bahwa sistem pelaporan telah konsisten, aman, dan bisnis yang independen. Serta audit internal memainkan peran penting dalam memitigasi risiko operasional.14

Sikap Terhadap Risiko

Sektor usaha Islam sama sekali tidak luput dari kekuatan ekonomi saat ini. Investor dan pemilik modal islam menunjukkan reaksi berupa perhatian dan kecemasan yang sama, seperti kondisi keuangan yang tidak likuid, risiko kredit, risiko struktur modal, risiko mata uang, dan risiko ekonomi secara keseluruhan.

Dalam keuangan syariah terdapat dua aksioma atau kaidah fiqh yang terkait dengan risiko, yakni al kharaj bi al dhaman dan al ghurmu bi al ghurm. Yang memiliki arti bahwa setiap return yang didapat dari aset, secara instrinsik terkait dengan tanggung jawab atas kerugian yang muncul dari aset. Kaidah in identik dengan aksioma keuangan high risk

-high return. Konsep keuangan Islam melarang adanya pemisahan antara return dan tanggung jawab untuk menanggung kerugian. Justru risiko yang ada harus ditanggung dan dibagi kepada dua pihak (risk sharring). Prinsip universal dalam risiko adalah, tingkat

return yang diharapkan atas investasi bergantung pada tingkat risiko, semakin tinggi pula return yang akan didapat, begitu pula sebaliknya. Prinsip ini relevan dengan kaidah yang telah ditetapkan oleh ulama fiqh.15

Berdasarkan hal ini, persoalan penting terkait dengan pemikiran ulama fiqh atas konsepsi risiko. Pertama, kewajiban untuk menanggung risiko dan penerimaaan return tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Return yang ada akan sebanding dengan potensi dengan risiko, dan sebaliknya. Walaupun demikian kondisi ini akan sangat sulit dipenuhi dalam kontrak keuangan syariah, begitu juga dengan implikasi yang ada. Kedua, kebanyakan orang tidak menyukai risiko sehingga lembaga keuangan yang bekerja atas nama mereka, harus ekstra hati-hati dan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak mengambil risiko yang berlebihan.

Dalam perspektif praktis toleransi terhadap risiko keuangan, lembaga keuangan harus berusaha menghilangkan risiko finansial sebisa mungkin. Menggunakan modal yang dimiliki dengan lebih efisien untuk mengakumulasi jumlah aset dan memaksimalkan tingkat return atas ekuitas yang dimiliki. Selain itu perlu pencadangan yang lebih besar, memiliki kontrol internalyang lebih akurat serta teknik manajemen risiko yang lebih efisien.

Risiko Kredit Pembiayaan Islam

(9)

sudah ada. Akhirnya agar diingat bahwa semakin meningkatnya angka kebangkrutan secara global dan meningkatnya spread yang bersaing dalam pinjaman dan kebijakan kredit yang disesuaikan dengan risiko adalah beberapa alasan yang membuat evaluasi terhadap risiko kredit menjadi lebih penting dari sebelumnya.16

Dalam analisa eksposur risiko kredit, faktor kuncinya adalah mengidentifikasi hubungan antara pihak-pihak yang terlibat kontrak (counterparties), kontrak keuangan Islam dan jaminan serta agunan yang digunakan untuk menanggung kemungkinan kerugian jika terjadi kondisi gagal bayar. Secara lebih analitis lagi, setiap pihak yang terlibat kontrak bisa terhubung dengan satu atau dua kontrak, dan dapat pula terhubung dengan counteparty lainnya yang didefinisikan sebagai jaminan atau agunan. Memang pada kenyataanya dalam satu lembaga keuangan terdapat banyak counterparty yang terhubung dengan sejumlah kontrak. Selain itu, banyak kontrak keuangan Islam terhubung dengan sejumlah besar counterparty dan banyak jenis jaminan serta agunan yang digunakan untuk menanggung eksposur pada sejumlah kontrak dan counterparty secara paralel. Dengan mempertimbangkan bahwa ketiga hal ini saling terhubung dengan derajat yang berbeda-beda, seperi dalam hal masa siklus berlangsungnya suatu kontrak atau dalam hal luasnya tanggungan kerugian yang dicakup jaminan dan agunan, masalah mengindetifikasi dan mengukur eksposur kredit merupakan suatu proses yang rumit.

Dalam sistem pembiayaan Islam di mana ada identifikasi khusus tentang rating jaminan dan agunan, lembaga keuangan hanya memiliki indikasi tertentu tentang cakupan risiko aktual terhadap eksposur kontrak yang dijalankan. Namun demikian indikasi-indikasi semacam itu harus didefinisikan secara kuantitatif dan menjadi bagian dari sistem manajemen risiko. Evaluasi terhadap counterparty juga terhubung dengan kriteria kualitatif seperti rating eksternal atau internal, industri atau lokasi geografis.17

Risiko Operasional pada Kontrak Keuangan Islam

Operasional risk adalah risiko terjadinya kerugian bagi lembaga keuangan oleh ketidakcukupan atau kegagalan proses didalam manajemen lembaga tersebut, sumber daya manusia dan sistem. Definisi opersional risk berasal dari Basel Accord II Framework, yang mencakup unsur-unsur risiko yang terkait dengan proses internal, sumber daya manusia, sistem, external events, legal and regulatory requirement. Risiko operasional ini setidaknya mampu merusak profitabilitas dan nilai permodalan (saham), bahkan jumlah nilai kerugiannya pun bisa menyamai kerugian akibat risiko kredit dan risiko pasar.18

Menurut panduan Dewan Layanan Keuangan Islam (Islamic Financial Services Board) lembaga keuangan dihadapkan pada risiko operasional ketika kerugian-kerugian terjadi disebabkan oleh tidak berjalannya fungsi pengawasan internal yang melibatkan proses, sumber daya manusia dan sistem. Selain itu, lembaga keuangan harus menyertakan ke dalam tanggung jawabnya sebagai lembaga yang memegang kepercayaan menyimpan dana (fiduciary responsibilities), hal-hal yang mungkin menjadi penyebab timbulnya kerugian yang diakibatkan oleh ketidak patuhan kepada syari‟ah dan kegagalan usaha. Karakter khusus pada penerapan kontrak keuangan Islam adalah kuatnya keterlibatan antara lembaga keuangan dan para mitra usaha. Selain itu, ketika menerapkan kesepakatan kemitraan (seperti dalam Musyarakah dan Mudharabah), kedua belah pihak berbagi keuntungan dan kerugian. Oleh karenanya, ada keterlibatan semua pihak (bank, pihak pembeli, pihak penyewa, mitra usaha, dst) dalam faktor penyebab risiko operasional.

(10)

PLS adalah salah satu prinsip dasar dari pembiayaan Islam dan bisa diwujudkan dalam sejumlah format tergantung pada tipe kontrak kerjasamanya. Format yang paling umum adalah di mana bank menyediakan dana sementara pengusaha menyediakan waktu dan usaha. Pada akhir dari periode yang disepakati, bila ada keuntungan maka dibagi dengan proporsi yang sudah disepakati. Sebaliknya jika terdapat kerugian maka umumnya bank lah yang menanggung semua beban, kecuali jika terjadi mismanajemen dan kelalaian yang dilakukan oleh pihak pengusaha. Oleh karenanya maka tampak jelas bahwa risiko yang ada pada kontrak kerjasama dengan pola berbagi keuntungan dan kerugian jauh lebih besar. Utamanya rate of return dari setiap investasi dihitung secara ex-post dan oleh karenanya apapun bentuk rate of return yang sudah ditetapkan sebelumnya tidak diperkenankan dalam Islam. Kontrak kerjasama dengan pola Profit and Loss Sharing

mempengaruhi bank dalam banyak hal pada neraca keuangannya. Penggunaan dana deposan dicatat sebagai liability karena merupakan sebuah penggunaan yang tidak terbatas terhadap dana deposan untuk membiayai kegiatan pengusaha. Penyediaan dana untuk pengusaha dicatat pada neraca aset.20

Sebagai produk layanan keuangan Islam, pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah termasuk pada pembiayaan ekuitas. Musyarakah juga dikenal dengan nama

“Pembiayaan kemitraan” atau ”Pembiayaan joint venture” . Fiqh Islam tidak pernah

menyebutkan kata-kata Musyarakah; kata ini diturunkan dari akar kata “syirkah” yang

berarti berbagi. Distribusi kekayaan yang tidak merata dianggap sebagai sebuah dosa dalam Islam dan oleh karenanya kemitraan apapun yang mengusung distribusi keuntungan dan kerugian yang tidak merata tidak diperbolehkan. Musyarakah adalah bentuk dari pembiayaan ekuitas yang merujuk pada sebuah kesepakatan kemitraan antara bank dan nasabah di mana ekuitas secara bersama dikontribusikan terhadap keuntungan dan kerugian berdasarkan batasan-batasan yang sudah disepakati, dan oleh karenanya bukan hanya semata meminjamkan uang. Modal yang digunakan bisa jadi dalam bentuk uang cash atau dalam bentuk barang atau aset. Rasio pembagian keuntungan dapat ditentukan pada saat perjanjian dan jika rasio berbagi rugi tidak disebutkan maka kerugian akan secara otomatis dibagi berdasarkan proporsi modal yang disertakan. Kedua pihak memiliki hak untuk mengelola meski salah satu dari kedua pihak bisa saja menyerahkan haknya kepada yang lain. Musyarakah digunakan dalam kasus-kasus yang melibatkan investasi besar dan untuk proyek-proyek joint venture. Dalam Musyarakah, pembiayaan dilakukan oleh kedua belah pihak. Bila hanya satu pihak yang membiayai keseluruhan proyek maka bentuk

Mudharabah lah yang digunakan.

Gambar. 1

(11)

Contoh kasus pada Kontrak Musyarakah:

Nasabah X dari bank ABC berencana akan memulai operasi sebuah pabrik yang menghasilkan lantai keramik. Bank masuk perjanjian dengan nasabah X tadi dengan kontribusi modal sebanyak 40% sementara nasabah X sebanyak 60%. Bank menyerahkan haknya untuk mengelola bisnis kepada nasabah X. Mereka sepakat untuk berbagi keuntungan dengan perbandingan 20% untuk bank dan 80% untuk nasabah. Ketika terjadi keuntungan maka mereka akan berbagi dengan perbandingan 1:4 sementara jika terjadi kerugian maka pola sharingnya adalah 2:3 (rasio permodalan).

Musyarakah bisa juga dilakukan dengan bentuk Diminishing Musyarakah

(Musyarakah surut) di mana si pengusaha terus membeli saham dari mitranya dan akhirnya akan membuat surut kepemilikan saham mitra tersebut, dan akhirnya akan habis sama sekali. Penggunaan yang memungkinkan dari Musyarakah dapat dilakukan untuk pembiayaan perumahan. Namun demikian Diminishing Musyarakah tidak bisa digunakan dengan mudah untuk transaksi-transaksi dagang biasanya. Aturan umum kemitraan berlaku atas penghentian kerjasama Musyarakah. Mitra yang terlibat dapat menghentikan kerjasama Musyarakah dengan memberikan surat pemberitahuan. Kematian atau kondisi gila dari salah satu pihak juga bisa menyebabkan berhentinya perjanjian Musyarakah.

Gambar. 2

(12)

Contoh kasus pada kontrak Musyarakah Mutanaqishah:

Nasabah X dari bank ABC berencana memulai operasi sebuah layanan transportasi komersial dengan membeli sebuah kendaraan angkut penumpang. Bank masuk ke perjanjian Musyarakah surut dengan nasabah di mana bank mengkontribusikan 90% dari biaya pembelian kendaraan sementara nasabah mengkontribusikan 10% nya (pada pembiayaan konvensional biasanya disebut dengan down-payment). Dari keuntungan yang diperoleh, nasabah mendapatkan 25% sementara 75% sisanya merupakan bagian bank. Mari kita asumsikan bahwa kontribusi modal dibagi menjadi 20 unit yang sama maka bank memiliki 18 unit sementara nasabah memiliki 2 unit. Pada interval waktu yang sudah disepakati katakanlah dua bulan, nasabah terus membeli satu unit modal dari yang dikontribusikan oleh bank, sehingga nasabah terus menambah kontribusinya dan kontribusi bank pun berkurang. Setelah 36 bulan, nasabah akan memiliki seluruh unit modal yang dikontribusikan oleh bank yang artinya ia memiliki kendaraan secara utuh.

Sedangkan Mudharabah lebih dikenal dengan nama “kemitraan pasif”. Mudharabah merupakan sebuah pola kemitraan di mana salah satu mitra mengkontribusikan modal (rabb-ul-mal) dan yang lainnya adalah pengelola (mudharib). Bentuk ini juga merupakan salah satu pembiayaan ekuitas dan lebih populer dibandingkan dengan Musyarakah. Mitra yang menanamkan modal tidak bisa ambil bagian dalam pengelolaan perusahaan. Mitra yang menanamkan modal dapat menyertakan dana dengan sebuah batasan bahwa dana tersebut akan diinvestasikan di bisnis tertentu dan disebut dengan Mudharabah terbatas (restricted Murdharabah). Atau bisa juga rabb-ul-mal

mengizinkan sang mudharib untuk menanamkan modal di bisnis apapun, dan disebut dengan Mudharabah tidak terbatas (unrestricted mudharabah). Banyak bank menggunakan Mudharabah untuk memobilisasi dana melalui rekening tabungan dan investasi.

Gambar. 3

(13)

Contoh kasus kontrak Mudharabah:

Nasabah X melakukan pendekatan ke bank ABC agar mau menanamkan modal pada produksi lantai keramik namun menyatakan dengan tegas bahwa dia tidak bisa mengkontribusikan modal apapun. Bank menanamkan modal dengan memberikan seluruh dana yang dibutuhkan untuk bisnis tersebut sementara nasabah yang bertanggung jawab atas pengelolaannya. Nasabah dan bank merupakan mitra dalam kerjasama ventura ini.

Musyarakah dan Mudharabah memiliki kesamaan. Tetapi keduanya tidak bisa disamakan dengan sekedar pembiayaan untuk suatu usaha semata. Keduanya mensyaratkan partisipasi dalam bisnis baik dalam bentuk kontribusi modal atau manajemen atau keduanya dan melarang pihak yang terlibat untuk mengambil keuntungan dengan merugikan pihak lain dalam hal berbagi keuntungan dan kerugian. Para mitra bebas untuk menentukan rasio pembagian keuntungan dan kerugian, berdasarkan kondisi tersebut dalam hal di mana terjadi kerugian maka harus dibagi berdasarkan rasio kontribusi modal sementara itu keuntungan bagi mitra yang melakukan pembiayaan (yang tidak ikut berpartisipasi dalam pengelolaan) tidak boleh melampaui jumlah kontribusi modalnya. Dua tipe kontrak ini dapat di-sekuritas-kan, khususnya ketika nilai investasinya besar. Investasi tersebut sebagian bisa dibagi sama besarnya kemudian sertifikat Musyarakah/Mudharabah

dapat diterbitkan bagi masing-masing kontributor yang berfungsi sebagai sertifikat debenture. Dengan kondisi tertentu sertifikat-setifikat ini bisa diperjualbelikan di pasar sekunder dan kemudian dapat memberikan likuiditas yang sangat dibutuhkan oleh bank-bank Islam. Berbagai ahli syari‟ah memiliki pendapat yang berbeda tentang dapat dinegosiasikannya sertifikat-sertifikat ini. Sebagian meyakini bahwa jika investasi itu dalam bentuk tunai dan aset maka bisa diperjualbelikan pada nilai yang lebih besar dari nilai aset sementara sebagian lainnya menyatakan hal itu tidak bisa dilakukan. Bagi para bankir, musyarakah dan mudharabah bisa digunakan untuk membiayai perdagangan impor dan eskpor. Kedua tipe kontrak ini juga bisa digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja yang didasarkan pada transaksi. Dalam kondisi di mana suatu bisnis memiliki sedikit aset maka akan mudah untuk menggunakan metode Musyarakah namun ketika aset yang dimiliki jumlahnya besar maka metode bagi keuntungan dapat dilakukan dengan patokan keuntungan kotor dan bukan keuntungan bersih lalu pengusaha bisa diberikan kompensasi dengan cara meningkatkan bagian keuntungannya agar bisa menutupi biaya tidak langsung. Overdraft harian secara teoritis bisa disediakan dengan menggunakan instrumen ini namun secara praktis sulit untuk dilakukan. Namun demikian, ada sejumlah masalah terkait dengan instrumen-instrumen ini yang telah menyebabkannya kurang populer di kalangan bankir. Bank memiliki risiko kerugian yang lebih besar ketika menggunakan instrumen-instrumen ini dan oleh karenanya para pemegang saham enggan untuk berinvestasi. Masalah lain dapat muncul ketika pengusaha melakukan kecurangan terhadap bank dan tidak secara terbuka dan jujur memberikan status keuangan usaha.

Bentuk Risiko dalam Kontrak PLS

Identifikasi risiko-risiko yang ada pada kontrak Musyarakah:

1. Risiko kredit, risiko operasional, risiko pasar dan risiko likuiditas adalah risiko-risiko utama yang dihadapi oleh lembaga keuangan ketika menjalankan baik kontrak

(14)

2. Risiko-risiko yang dihadapi saat menjalani kontrak Musyarakah permanen adalah : Pada kontrak Musyarakah permanen, lembaga keuangan mempunyai andil kemitraan dalam usaha yang dijalankan maka kejadian eksternal apapun atau secara umum aktifitas-aktifitas apapun yang tidak berjalan dengan semestinya atau kegagalan-kegagalan yang disebabkan oleh risiko usaha yang menyebabkan kerugian akan mengakibatkan terjadinya risiko operasional. Harus diingat bahwa lembaga keuangan yang melibatkan diri dalam kontrak Musyarakah harus mau berbagi baik keuntungan maupun kerugian. Rasio bagi untung yang disepakati bisa jadi berbeda dengan rasio modal, sementara rasio bagi rugi harus sama dengan rasio modal sebagaimana dijelaskan dalam bahasan Musyarakah permanen di bab 1 (rasio bagi untung adalah 1:4 sementara rasio bagi rugi adalah sama dengan rasio modal yaitu 2:3). Pada situasi seperti ini, lembaga keuangan mengalami penyebaran porsi keuntungan dan kerugian yang tidak menguntungkan.

Sebagai akibat dari ketidakmampuan kredit terkait dengan kontrak Musyarakah

permanen yang disebutkan di atas, lembaga keuangan bisa jadi menghadapi risiko likuiditas karena bisa saja lembaga keuangan tersebut tidak mampu menyediakan dana tunai yang cukup untuk investasi dan kegiatan usahanya yang lain. Akhirnya, kerugian besar apapun pada kontrak Musyarakah dapat menyebabkan tidak bisa dilanjutkannya suatu usaha. Kejadian semacam itu dapat berujung pada pembayaran “ekuitas terakhir” yang sangat mungkin akan memiliki harga pasar yang lebih rendah dari harga awal. Pada kasus ini lembaga keuangan dihadapkan pada risiko pasar.

Terdapat beberapa langkah untuk mengelola risiko kontrak Musyarakah dan

Musyarakah surut, diantaranya :

1. Pengelolaan Risiko Operasional. Risiko operasional utamanya disebabkan oleh risiko bisnis. Lembaga keuangan yang mempunyai hak dalam pengelolaan usaha kemitraan semacam itu bisa berpartisipasi dan atau memonitor proses usaha yang dijalankan untuk meminimalisir risiko-risiko terkait. Lebih jauh lagi, polis asuransi dapat digunakan untuk meng cover kerugian-kerugian besar yang disebabkan oleh kejadian-kejadian eksternal.

2. Pengelolaan Risiko Kredit. Sama dengan pengelolaan resiko operasional, lembaga keuangan dapat meminimalisir resiko kredit pada kontrak Musyarakah permanen dengan cara terlibat langsung dalam aktifitas bisnis dan atau memonitor kondisi neraca keuntungan dan kerugian usaha yang dijalankan. Lebih jauh lagi, penjualan ekuitas terakhir merupakan semacam jaminan untuk meminimalisir kerugian dari resiko kredit semacam itu. Akhirnya lembaga keuangan dapat meminimalisir resiko kredit pada kontrak Musyarakah surut dengan cara mempunyai hak untuk menjual ekuitas terakhirnya kepada pihak ketiga dengan persetujuan dewan Syari‟ah.

3. Pengelolaan resiko pasar pada kontrak Musyarakah. Lembaga keuangan harus menentukan sebuah strategi yang jitu dalam menghadapi resiko pasar pada kontrak

Musyarakah Permanen di mana “stop loss” harus dengan jelas ditentukan agar bisa

menjual harga ekuitas terakhir. Di sisi lain, untuk resiko pasar dari kontrak Musyarakah surut yang disebabkan oleh fluktuasi pasar, maka analisa statis dan dinamis dapat diterapkan agar bisa mengestimasi current dan future Value at Risk (VaR) dan mengevaluasi signifikansi dari ancaman resiko pasar. Untuk meminimalisir resiko kredit dan resiko pasar, lembaga keuangan yang menjalani kontrak Musyarakah surut harus menetapkan pembayaran atas penjualan ekuitas kepada mitranya dengan sejumlah cicilan yang sudah disiapkan.

(15)

menghindari resiko tersebut baik dengan cara mengelola sumber dari mana resiko berasal atau dengan cara menahan (tidak memberi-pentj) modal tambahan.

Identifikasi resiko pada kontrak kemitraan Mudharabah

Lembaga keuangan yang menjalani kontrak Mudharabah dihadapkan pada risiko operasional, risiko pasar, dan risiko likuiditas. Analisa terhadap identifikasi risiko pada kontrak Mudharabah dibagi menjadi dua periode : a) selama masa berjalannya investasi dari perjanjian yang dilakukan, dan b) selama masa bagi untung dan tanggung rugi, jika ada. Masalah-masalah yang berkaitan dengan resiko yang muncul selama masa bagi untung rugi pada kontrak Mudharabah terdiri dari : setelah masa investasi awal, kontrak

Mudharabah diharapkan memberikan keuntungan finansial (profit). Namun demikian, kontrak Mudharabah berpotensi menyebabkan lembaga keuangan yang merupakan mitra keuangan berhadapan pada risiko operasional, risiko kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas sebagai berikut :

1. Karena lembaga keuangan dalam kontrak Mudharabah memiliki andil kemitraan pada bisnis aktual yang dibiayai olehnya maka lembaga keuangan secara serta merta dihadapkan pada risiko bisnis dan risiko operasional. Hal ini terjadi disebabkan oleh kejadian eksternal atau di internal usaha dan menyebabkan kerugian terhadap bisnis yang sedang dijalankan. Selanjutnya, atas kegiatan-kegiatan usaha yang berjalan tidak sebagaimana mestinya atau terjadinya kegagalan-kegagalan dalam usaha yang ada di luar cakupan “due diligence” yang

terjadi selama dijalankannya proses operasional dan aktifitas usaha yang menyebabkan kerugian, maka lembaga keuangan harus menanggung kerugian tersebut sepenuhnya.

2. Kerugian-kerugian besar pada kontrak Mudharabah dapat mengakibatkan tidak mampunya lembaga keuangan untuk memberikan modal tambahan investasi

Mudharabah dan bisnispun sangat mungkin tidak bisa beroperasi lagi. Kejadian ini akan menyebabkan terjadinya pembayaran ekuitas terakhir untuk share ekuitas investasi. Dalam kasus ini, harga ekuitas sangat mungkin mempunyai nilai harga pasar yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai pada awal investasi dan mengakibatkan ancaman finansial kepada risiko pasar ekuitas.

3. Lembaga keuangan tentunya mencari keuntungan yang dihasilkan dari kontrak Mudharabah. Sebagai sebuah konsekwensi dari kerugian-kerugian yang disebutkan di atas, para investor di bisnis Mudharabah tidak bisa memberikan keuntungan. Lembaga keuangan dihadapkan pada risiko kredit yang disebabkan oleh kegagalan mendapatkan expected cash in dari profit usaha.

4. Ketidakmampuan bayar yang disebutkan di atas menghadapkan lembaga keuangan pada risiko likuiditas karena besar kemungkinan lembaga keuangan tidak bisa menyediakan dana tunai yang memadai untuk diberikan kepada investasi dan aktifitas-aktifitas lainnya.

5. Pada kontrak finansial Mudharabah, lembaga keuangan mempunyai hak yang tidak kuat dalam hal pengelolaan bisnis kemitraan. Sebagaimana disebutkan di atas, batasan-batasan ini dapat menyebabkan munculnya risiko transparansi sehingga mendatangkan kerugian bagi lembaga keuangan. Oleh sebab itu, risiko transparansi harus sangat diperhatikan dan dikontrol oleh lembaga keuangan yang menyediakan kontrak Mudharabah.

(16)

1. Pengelolaan risiko operasional pada kontrak Mudharabah. Sama halnya dengan

Musyarakah, risiko operasional pada kontrak Mudharabah sebagian besar diawali oleh risiko usaha. Karena pelaku usaha (mitra usaha) memegang tanggung jawab penuh atas pengelolaan usaha, maka kejadian-kejadian yang memicu kerugian yang berhubungan dengan risiko operasional tidak bisa dikelola oleh lembaga keuangan. Lembaga keuangan harus memastikan bahwa kesepakatan-kesepakatan bisnis yang menggunakan kontrak Mudharabah digerakkan oleh pelaku usaha yang berpengalaman dan cakap sehingga proyek-proyek yang dijalankan dikelola sedemikian rupa guna meminimalisir risiko usaha.

2. Pengelolaan risiko kredit pada kontrak Mudharabah. Ancaman risiko kredit pada kontrak Mudharabah dapat diminimalisir dengan melakukan pengawasan atas kinerja usaha, jika memungkinkan juga pengawasan atas neraca untung rugi usaha yang dijalankan.

3. Pengelolaan risiko pasar pada kontrak Mudharabah. Dengan menerapkan prinsip-prinsip yang sama pada kontrak Musyarakah, untuk mengelola risiko pasar pada kontrak Mudharabah maka lembaga keuangan harus menetapkan strategi yang akan diterapkan guna menghadapi risiko pasar misalnya ditetapkannya tindakan stop loss

dengan menjual harga ekuitas terakhir.

4. Pengelolaan risiko likuiditas pada kontrak Mudharabah. Pada kontrak Mudharabah, risiko likuiditas dipicu oleh risiko-risiko lainnya. Maka lembaga keuangan mungkin harus menyediakan kecukupan modal yang mesti ditentukan berdasarkan arahan-arahan regulator atau berdasarkan estimasi internal.

Kesimpulan

Risiko dan keuntungan sangat berkaitan erat dalam produk keuangan Islam. Struktur yang unik dari produk keuangan Islam menghadapkan produk-produk itu pada jenis risiko yang beragam pada tahap-tahap yang berbeda dari kontrak keuangan. Lembaga keuangan yang menyediakan produk keuangan Islam atau yang memformulasikan kesepakatan berdasarkan kontrak keuangan Islam dihadapkan pada resiko keuangan termasuk diantaranya risiko kredit, risiko operasional, risiko bisnis, risiko pasar dan risiko likuiditas. Risiko-risiko semacam itu dapat mengakibatkan kerugian finansial yang besar dan gangguan yang luar biasa terhadap kinerja lembaga keuangan tersebut. Sistem keuangan Islam lebih berisiko dibandingkan dengan sistem keuangan konvensional. Manajemen informasi memegang peranan yang krusial dalam pengelolaan risiko di sistem keuangan Islam. Karakter khusus dari kontrak keuangan Islam menghadapkan lembaga keuangan Islam pada risiko-risiko yang selalu berpindah-pindah dan berubah selama masa berlakunya kontrak.

1. Fahmi Basyaib, Manajemen Risiko, Jakarta: PT. Grasindo, hal. xiv

2. Ahmad Ifham Shalihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, Jakarta : PT Gramedia pustaka Utama, Cet-I, 2010, hal. 735.

3. Ferry N Idroes, Manajemen Risiko Perbankan, Jakarta : Rajawali Pers, 2008, hal. 4

4 . Thariqullah Khan, Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta:Bumi Aksara, 2008, hal.7

5. Phillipe Jorion and Sarkis. J, Khoury, 1996. Financial Risk Management Domestic and International Dimensions, Cambridge, Massachusetts Blackwell Publisher, hal. 102

(17)

7 Ikhwan, Manajemen Risiko dalam Perspektif Islam, dalam

http://ikhwanseadanya.wordpress.com/2012/01/22/manajemen-risiko-dalam-perspektif-islam/ di unduh pada tgl 8 Desember 2012

8 Staf Universitas Indonesia, Prinsip Dasar Manajemen Risiko (Risk management), dalam staff.ui.ac.id/internal/132096019/.../Sesi3ManajemenRisikoK3.doc. di unduh pada tgl 8 Desember 2012

9 Admin, dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Sertifikasi_Manajemen_Risiko, diunduh pada tgl 8 Desember 2012.

10 Sultan, Prinsip-Prinsip Dasar Manajemen Risiko, dalam

http://sultanblack.blogspot.com/2009/06/prinsip-prinsip-dasar-manajemen-risiko.html, di unduh pada tgl 9 Desember 2012 .

11 Rahmani Timorita Yulianti, Dra. MAg, Manajemen Risiko Perbankan Syariah, dalam

http://syaifulrachmankrenz.blogspot.com/2010/05/manajemen-risiko-perbankan-syariah.html, di unduh pada tgl 9 Desember 2012.

12 Al-Kiddiz, Risk Management in Financial and Islamic Banking, Palgrave McMillan, 2010, Cet-I, hal. 3

13 Thariqullah Khan, Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta:Bumi Aksara, 2008, hal.17

14 Thariqullah Khan, Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta:Bumi Aksara, 2008, hal.27

15 Thariqullah Khan, Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta:Bumi Aksara, 2008, hal.137

16 Al-Kiddiz, Risk Management in Financial and Islamic Banking, Palgrave McMillan, 2010, Cet-I,

hal.178

17

Al-Kiddiz, Risk Management in Financial and Islamic Banking, Palgrave McMillan, 2010, Cet-I, hal.181

18 Masyhudi Ali, (ed: Pardi sudrajat), Manajemen Risiko; Strategi Perbankan dan Dunia Usaha

Menghadapi tantangan Globalisasi Bisnis, Jakarta : PT RajaGrafindoPersada, cet_ I, 2006, hal. 34

19

Al-Kiddiz, Risk Management in Financial and Islamic Banking, Palgrave McMillan, 2010, Cet-I, hal.45

20

Al-Kiddiz, Risk Management in Financial and Islamic Banking, Palgrave McMillan, 2010, Cet-I, hal.43

PUSTAKA ACUAN

Fahmi Basyaib, Manajemen Risiko, Jakarta: PT. Grasindo, 2000

Ahmad Ifham Shalihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, Jakarta : PT Gramedia pustaka Utama, Cet-I, 2010

Ferry N Idroes, Manajemen Risiko Perbankan, Jakarta : Rajawali Pers, 2008

Thariqullah Khan, Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta:Bumi Aksara, 2008.

Phillipe Jorion and Sarkis. J, Khoury, 1996. Financial Risk Management Domestic and International Dimensions, Cambridge, Massachusetts Blackwell Publisher.

Thariqullah Khan, Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta:Bumi Aksara, 2008.

Al-Kiddiz, Risk Management in Financial and Islamic Banking, Palgrave McMillan, 2010, Cet-I

Gambar

Gambar. 3 Skema Kontrak Mudharabah di Bank Syariah

Referensi

Dokumen terkait

Ada pengaruh yang signifikan antara penguasaan materi operasi aljabar.. terhadap kemampuan menyelesaikan soal-soal persamaan kuadrat kelas

Penentuan batas akhir penambangan ( pit limit ) pada penambangan batubara dibawah aliran sungai sangat penting dalam operasi tambang, karena asumsi-asumsi dasar

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh teknik mind mapping terhadap motivasi belajar matematika pada materi garis dan sudut siswa

Menurut sumber bahwa terdapat variasi suhu pada berbagai bagian tubuh, suhu kulit tidak seragam dan hal ini disebabkan oleh variasi aktivitas dari jaringan yang

Angka kecelakaan lalu lintas pada Simpang APILL diperkirakan sebesar 0,43 kecelakaan/juta kendaraan dibandingkan dengan 0,60 pada S impang dan 0,30 pada bundaran

pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.. Persediaan

Faktor konversi paparan teoritis dibanding denganfaktor konversi paparan hasil percobaan pada masing-masing perubahan tegangan tabung terdapat perbedaan antara -1.44% sampai

Usahatani jagung di daerah penelitian menunjukkan pada kondisi increasing return to scale, sehingga penggunaan faktor produksi seperti lahan usahatani, benih,