• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber kehidupan adalah kematian docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sumber kehidupan adalah kematian docx"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Rm. Alfonsus widhi, sx

Membaca sejarah sebagai keselamatan. Inilah benang merah yang akan menuntun kita memahami misteri berbagai macam penderitaan dalam kehidupan ini. Menggagas ide Membaca sejarah sebagai keselamatan, merupakan tugas penting sebagai orang katolik yang ada dalam dunia dan dalam sejarah yang terus menerus dibangun tiap hari di dalam dunia sempit masing-masing pribadi dan dengan kisahnya masing-masing. Menjadi sangat penting bagi seseorang yang melihat kejahatan dan deritanya itu disebabkan oleh sesamanya, tanpa mengetahui sebab musababnya. Mengapa ada penderitaan. Menjadi sangat penting bagi orang katolik yang kerap kali terpukau tak berdaya di hadapan pilihan-pilihan hidup yang membawa dunia pada kekerasan, perang dan kematian. Menjadi sangat penting juga bagi Gereja untuk membaca sejarah keselamatan ini, karena Gereja dipanggil untuk menjadi tanda keselamatan yang dibawa oleh Yesus ke dalam dunia dan bahwa keselamatan itu ditujukan kepada setiap orang. Menjadi sangat penting bagi Gereja untuk mencoba memberikan sebuah kata berpengharapan tentang realitas penderitaan dalam sejarah manusia, karena Sang Sabda yang menjadi manusia, yang telah tinggal di dunia dan dalam sejarah manusia, telah diakui dalam iman paskah sebagai keselamatan dalam sejarah.

Kehadiran kematian dalam kehidupan

Dalam situasi kehidupan sehari-hari, relasi eksistensial dengan kematian terancam kehilangan nilai pentingnya. Hal ini mulai diterjemahkan oleh kehidupan modern melalui kecenderungan jelas untuk menyembunyikan kematian dan orang mati itu sendiri. Mereka yang sudah berusia lanjut, sakit parah dan dalam situasi krisis kerap tinggal terisolasi di kamar ICU dan hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk dan bisa mendampingi saat-saat kematiannya. Apakah kemajuan ilmu kedokteran menjadikan seorang pasien makin sulit menghadapi kematian? Apakah kematian harus dihadapi sendiri di tengah orang-orang yang tidak dikenal di rumah sakit? Apakah kematian dan orang mati tidak mempunyai tempat dalam kehidupan sehari-hari?

(2)

kematian adalah untuk melayani kehidupan, sehingga kesinambungan kehidupan itu sendiri dapat terjadi bila terus diperbarui.

Tetapi pemahaman secara alamiah ini tidak cukup makna bagi manusia. Memang kematian sebagai bagian akhir dari kehidupan manusia, menjadi bagian eksistensial dari kehidupannya dan harus masuk dalam proses kehidupan. Manusia harus mengintegrasikan beberapa aspek kematian dalam pemahaman pribadinya. Kematian tidak hanya sebuah proses alamiah baginya, seperti pada realitas kehidupan yang lain, melainkan sebuah tantangan eksistensial dan sebuah tugas yang tidak dapat dihindari sejak kematian itu sendiri adalah milik setiap orang.

Apakah manusia itu sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? (Mzm 8:5). Pertanyaan tentang jati diri manusia di hadapan Allah dan di hadapan sesama manusia perlahan mulai muncul kembali di hadapan realitas kematian dan penderitaan. Berteologi tentang kematian pun perlahan dipahami sebagai sebuah teologi tentang kehidupan, ketika dipahami bahwa salib Kristus (sebuah realitas kematian) adalah sebuah kematian yang berpengharapan.

Masa prapaska penuh kegembiraan

Allah mencintai manusia. Pemahaman kita tentang masa prapaska kerap identik dengan periode kesedihan dan memilukan. Tekanan kehidupan rohani dan anjuran-anjuran dalam khotbah dan renungan harian mendorong umat untuk berpantang dan berpuasa makin menyemarakkan alunan kesedihan dalam hidup rohani. Suasana masa prapaska dengan warna ungunya yang dominan tidak dapat dihindari karena ini merupakan bagian dari proses perjalanan liturgi Gereja. Tidak mengherankan bahwa banyak umat yang tenggelam dalam ritme penderitaan dan menjadi kabur orientasi pengampunan dan kemenangan Kristus yang tersalib.

Du ia pe uh de ga alapetaka da pe deritaa ! Dalam berbagai bentuk pernyataan, inti sari dari kalimat ini kerap terungkap dalam situasi penderitaan

dahsyat ya g diala i a usia. Du ia pe uh de ga para alaikat! I tisari

kalimat ini merupakan jawaban dari bacaan-bacaan liturgi pada masa prapaska. Maka dinamika prapaska yang disodorkan adalah bagaimana manusia berupaya untuk mencari kehadiran para malaikat yang dikirim oleh Allah tersebut. Dinamika pencarian ini pun menyimpan sebuah ajakan untuk menjadi malaikat bagi sesama guna meneruskan pesan Yesus bahwa Allah sungguh-sungguh mencintai manusia.

Kematian salib dan pengharapan kehidupan

Dalam diktat teologi tradisional, ada tiga preposisi tentang kematian.

(3)

menciptakan pembagian dualistik manusia ke dalam: tubuh yang dapat mati dan jiwa yang tidak dapat mati. Ada sebagian dari jatidiri manusia yang setelah mengalami dahsyatnya kematian itu mengalami kehancuran, sementara bagian yang lain melanjutkan kepada kehidupan. Konsep seperti ini mengurangi agresivitas negatif dari kematian yang pada akhirnya dilihat bukan sebagai akhir dari segala-galanya. Masih ada pengharapan baru yang muncul dimana manusia kembali pada dirinya sendiri secara utuh dalam kebangkitan.

Kematian adalah akhir dari peziarahan manusia di dunia. Ini berarti bahwa dengan kematian, semua kemungkinan yang bisa dilakukan di dalam kehidupan itu berakhir. Dalam situasi ini, ditekankan nilai kepastian sesuatu. Tidak ada yang bisa dirubah lagi. Manusia meneruskan peziarahannya dalam bentuk kehidupan lain yang bersifat kekal.

Kematian adalah akibat dari dosa. Upah dosa ialah maut R : . I ilah gambaran Paulus tentang kematian sebagai dampak dari dosa. Konsili Trento pun menegaskan sebagai bagian dari kebenaran bahwa ketidaksetiaan Adam di taman Eden menyebabkan kondisi manusia yang terpisah dari Allah. Situasi keberdosaan ini pun diteruskan oleh keturunannya. Dalam pengaruh St. Agustinus, Sinode di Kartago (418) mengajar bahwa Adam tidak diciptakan dapat mati, tidak hanya harus mati, jika tidak memiliki dosa.

Bagaimana dengan salib Yesus? Apakah salib-Nya adalah sebuah bentuk kematian kekal? Apakah derita-Nya adalah akibat dari dosa-dosa-Nya dan ini merupakan sebuah bentuk hukuman Allah bagi pendosa? Bagaimaan dengan derita kita? Biasanya kita cenderung untuk mengkontemplasikan salib yang berada di tengah-tengah. Yang lain mungkin kita kesampingkan, kita remehkan, kita anggap sebagai figuran atau mungkin kita anggap tidak ada dan tidak perlu diperhatikan. Sebenarnya bukan begitu. Di puncak golgota ada tiga salib: salib yang muram, salib sang Penebus dan salib yang berbahagia. Ketiga salib itu membentuk sebuah satu kesatuan yang menggambarkan kehidupan kita. Semuanya menghadirkan realitas (penderitaan) umat manusia, dimana Yesus Kristuslah kepalanya.

(4)

sendiri, tidak membawa keselamatan melainkan frustasi, putus asa dan tiada pengharapan. Penderitaan tidak boleh diabaikan begitu saja, karena memperoleh maknanya bila dikaitkan dan dipersembahkan kepada Yesus.

Aspek relasional ini adalah karakter dari teladan kemuridan untuk mengikuti jejak Yesus. Perpetua dan felicitas melukiskan bagaimana dia menghadapi kemartirannya begini: Siapa yang menderita di dalam diri para martir? Hari ini saya yang menderita, besok Yesus Kristus yang menderita. Kemartiran dilihat sebagai suatu cara untuk mengikuti jejak Kristus . Jika Yesus mengalami penderitaan yang begitu hebat di salib, maka dalam rangka mengikuti jejak Yesus, para murid pun berkeyakinan bahwa kehidupan dan kematian yesus yang demikian pun akan menjadi kehidupan dan kematian mereka. Nampak kokoh keyakinan dalam diri para martir bahwa Yesus menderita di dalam diri mereka dan bersama dengan mereka menanggung penderitaan. Maka, yang menderita sebetulnya bukan para martir, melainkan Yesus Kristus.

Salib yang muram. Penjahat di sebelah kiri Yesus terlukis dengan warna yang gelap. Dia tidak berusaha mencari keterkaitan antara penderitaannya dengan salib Yesus. Bahkan, dia bertindak menentang. Baginya, salib itu tidak memiliki arti sama sekali. Hanya kalau diturunkan dari salib secara fisiklah, maka dia akan selamat dari neraka ini. Tetapi itu tidak terjadi. Ketertutupan ini yang membuat dia makin jauh terpisah dari Allah. Tapi bisa mengherankan kita, kok dia bisa berada begitu dekat dengan Yesus? Maka kita pun bisa bertanya, berapa salib muram yang kita miliki dalam kehidupan? Segala penderitaan, segala keadaan dimana kita memberontak terhadap Allah atau mungkin kita pernah menyesal karena menjadi korban dari nasib dan ganasnya kehidupan.

Salib Yesus. Salib ini berada persis di tengah-tengah kedua penjahat, di pusat, tidak jauh dari satu dan dari yang lain. Sebuah realitas yang mengharukan: Yesus tidak menjauhkan diri dari berbagai macam penderitaan manusia, dari kedua salib itu. Yesus tidak menjelaskan mengapa ada penderitaan dan bahkan mengapa ada ketidakadilan di dalam penderitaan. Namun, Yesus memeluk salib itu sebagai bagian dari diri-Nya. Dengan kata lain, dimana ada salib, di situ Yesus pun berada. Ini tidak dapat dipungkiri lagi.

Sharing pengalaman salib dalam kehidupan imam

(5)
(6)

Tiga anugerah kebangkitan

Saat ini kita memasuki periode pasca kebangkitan Yesus Kristus. Dalam sebuah konteks yang barangkali mulai mengesampingkan iman akan Kristus sebagai orientasi pokok kehidupan. Dalam konteks demikian, semakin mendesak kebutuhan untuk menemukan sumber-sumber baru sebagai tonggak ketekunan, keberanian dan kesetiaan serta memperbarui setiap hari pilihan kita akan Yesus secara integral.

Ada tiga anugerah yang ditawarkan oleh Yesus kepada kita.

Anugerah masa lalu. Ada pengalaman yang indah dan ada pula pengalaman yang membuat kita merasakan beratnya kegagalan, jahatnya pengkhianatan, buruknya dosa yang kita buat dan kesadaran akan rahmat Allah yang kita abaikan dan buang begitu saja. Inilah situasi para murid. Petrus menyangkal Yesus tiga kali, para murid tertidur semua ketika Yesus mengalami krisis dalam doa di Getsemani, para murid pada lari semua ketika Yesus ditangkap, mereka pun juga tidak menyertai-Nya saat di salib dan menghadapi ajal dan bahkan, saat para perempuan mengabarkan kebangkitan-Nya, banyak yang ragu-ragu dan menolak warta gembira tersebut hingga Yesus datang sendiri dan meneguhkan mereka. Kalau dihitung-hitung, masa lalu kita pun tidak lebih baik dari para murid. Setiap dosa adalah pengkhianatan pada cinta kasih. Kita pun kerap tidak berkonsentrasi dan tertidur ketika Dia hadir.

Sebuah ikon pertobatan, pengampunan dan cinta kasih ditawarkan oleh penginjil Lukas yang menceritakan seorang perempuan yang membasuh kaki Yesus dengan air matanya, menyekanya dengan rambutnya, kemudian mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi (bdk. Lk 7:36-50). Inti dari pengampunan

adalah perkataa Yesus se diri, Dosa-dosamu sudah diampuni” (Lk 7:48). Tanpa perkataan ini, tanpa absolusi sakramental, percuma kita meneriakkan dosa-dosa kita ke seluruh penjuru dunia, karena kita tidak memiliki kepastian apakah dosa-dosa itu akan diampuni atau tidak.

(7)

Anugerah masa kini. Ada banyak kesibukan di tempat kerja, kesibukan dalam dinamika hidup berumah tangga, ada berbagai ketidakpastian dalam pengalaman hidup sehari-hari, ada kegagalan dan keragu-raguan akan apa yang harus dilakukan. Para murid pun juga mengalami ini semua setelah Yesus wafat di salib dan bangkit. Mereka berkumpul dan bersembunyi dalam rumah-rumah hingga Roh Kudus meneguhkan mereka untuk bersaksi. Mereka telah mendengar bahwa Kristus sudah bangkit, namun masih ada ketakutan dan keragu-raguan. Di sini, masa prapaska menawarkan kepada kita sebuah keberanian sebagaimana

diu gkapka oleh Lukas dala Kisah para rasul, Anugerahkanlah kepada hamba-hamba-Mu keberanian untuk memberitakan firman-Mu Kis : . Je aat kristiani perdana tidak meminta agar Allah mencabut penderitaan yang mereka alami karena iman mereka akan Yesus Kristus. Mereka justru memohon rahmat keberanian agar sanggup menghadapi segala situasi konfliktual yang sedang berkecamuk. Sebuah keteguhan iman akan Allah menjadi senjata utama mereka untuk menemukan orientasi yang tepat dalam bertindak. Inilah kondisi yang diperlukan untuk sebuah perkembangan hidup rohani: keyakinan dan keberanian. Allah telah menganugerahkan kepada kita Yesus Kristus. Dia telah mempercayai kita dalam segala kelemahan dan kelemahan manusiawi kita. Kita pun harus belajar untuk mempercayai orang lain, sebagaimana Allah telah mempercayakan Yesus Kristus kepada kita. Oleh sebab itu, pertama-tama kita diajak untuk mempercayai Allah, yang telah mengenal kita dan dekat dengan kita, dengan sungguh-sungguh! Tidak bisa kita melihat dalam diri orang lain sebuah kemungkinan permusuhan. Penjamin kepercayaan kita pada orang lain adalah

perkataa Yesus se diri, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman (Mat 28:20).

Anugerah masa depan. Masa depan hadir di hadapan kita sebagai sebuah misteri. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi, kemana kita akan pergi dan apa yang masih tersisa untuk kita hidupi. Kita tidak tahu apakah besok kita sehat atau sakit, kita akan mengalami kematian dalam usia lanjut dengan tenang atau mati muda. Kita perlu berharap bahwa di masa depan akan lebih kaya dari pada masa lalu dan masa kini. Yesus menganugerahkan kepada kita masa depan penuh pengharapan sebagai anugerah paska ketiga. Tak henti-hentinya Dia menyeruka , Jangan takut. Aku telah mengalahkan dunia Yoh : . Maka tidak ada lagi rua g untuk berputus asa, hidup penuh kekhawatiran dan kecemasan, karena orang beriman dan sungguh-sungguh percaya adalah manusia masa depan. Inilah gambaran jemaat kristiani perdana yang menantikan kedatangan Kristus yang kedua. Dia sendirilah jaminan kita.

(8)

lain adalah jawabannya. Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? R : . “udut pa da g i i isa e jelaska e erapa pe gala a penderitaan (kematian) dalam kehidupan kita sebagai sebuah pengalaman sejarah keselamatan Allah.

Marilah kita bersyukur kepada Allah atas tiga anugerah ini: anugerah pengampunan, anugerah iman dan mari kita letakkan semua pengharapan kita kepada Kristus yang bangkit.

Sumber kehidupan adalah kematian ... 1

Kehadiran kematian dalam kehidupan ... 1

Masa prapaska penuh kegembiraan ... 2

Kematian salib dan pengharapan kehidupan ... 2

Sharing pengalaman salib dalam kehidupan imam ... 4

Tiga anugerah kebangkitan ... 6

Pustaka ... 8

Pustaka

Bianci, E., K app, M., ¿Dónde queda, oh muerta, tu victoria? Reflexiones teológi as so re la realidad de la uerte , Selecciones de teologia Vol 49, 2010 (113-124)

“ze t árto y, M., Ritiro di quaresima per i sacerdoti della Congregazione per il

lero , 93-111

Referensi

Dokumen terkait

Secara geografis Kabupaten Sintang terletak pada wilayah yang strategis serta memiliki keunggulan berbagai macam potensi Alam, Budaya, Perkebunanan, Pertanian, Perikanan,

Menurut Pasal 1 ayat (10) Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, menyebutkan bahwa

(3) Laporan hasil audit kinerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan oleh Inspektur Jenderal kepada Menteri dan pejabat eselon I di lingkungan kementerian yang

empat area yang layak untuk dibangun fasilitas penyeberangan bagi pejalan kaki yaitu pada area sekitar gerbang kedua Pontianak Mall berupa pelican crossing, area di

Briket batubara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari batubara dengan. sedikit

Perusahaan dirasa perlu menjaga kualitas kehidupan kerja dan kepuasan para karyawan untuk menurunkan minat karyawan tersebut untuk berpindah ke pekerjaan atau perusahaan

Data primer merupakan data tentang fokus penelitian yaitu tentang makna simbolik dari tradisi Among-among. Data yang lansung dikumpulkan dari sumber pertama yang

1) Mengetahui profil dan dinamika Kelembagaan KTHR Ngudi Utomo di Dusun Tumpak Puri, Desa Sumberjo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur. 2)