• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETEKSI STATUS VIGOR BENIH KEDELAI (Glycine max L. Merr) MELALUI METODA UJI DAYA HANTAR LISTRIK DEWI TALIROSO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DETEKSI STATUS VIGOR BENIH KEDELAI (Glycine max L. Merr) MELALUI METODA UJI DAYA HANTAR LISTRIK DEWI TALIROSO"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

DETEKSI STATUS VIGOR

BENIH KEDELAI (Glycine max L. Merr)

MELALUI METODA UJI DAYA HANTAR LISTRIK

DEWI TALIROSO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Deteksi Status Vigor Benih Kedelai (Glycine max L. Merr) melalui Metoda Uji Daya Hantar Listrik adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2008

Dewi Taliroso

(3)

ABSTRACT

DEWI TALIROSO. Conductivity Seed Testing to Determine Status of

Soybean (Glycine max L. Merr) Seed Vigor. Under direction of FAIZA C.

SUWARNO and ENDANG MURNIATI

Identity of seed quality written at seed label consisted of data of water content, purity of seed and seed germination (SG). SG is physiological quality data of seed which is obtained by germination test that performed in optimum and controlled condition yields a maximum germination. Practically, cultivation in field scale more often not optimize than in laboratory, so that, high germination seed may perform low seed germination in field scale. Based on this fact, it is required germination test which may detect the ability of seed germination precisely and the correlation with growth in the field.

Conductivity Test is one of vigor examination which particularly excellence. This test is vigor examination for pea seed (Pisum sativum). The result of electric conductivity of soybean seed may not accepted as formal method in ISTA Rules, therefore further research is required to prove it scientifically.

The experiment was aimed (1) to study the effect of different varieties (large and medium size) on seed conductivity and some parameters of vigor, (2) to study the effect of storage period on conductivity and some parameters of vigor (3) to study the effect of interaction between varieties and seed longevity on seed conductivity and some parameters of vigor, (4) to study the correlation between soybean seed conductivity and some parameters of seed vigor, (5) to study the estimation of seed longevity by using seed conductivity

The experiment was conducted in the laboratory of BBPPMBTPH, Cimanggis, Depok from December 2006 up to June 2007. The experiment was arranged in Split Plot Design with two factors. The first factor was variety which was consisted of 6 levels i.e. Panderman, Burangrang, Baluran, Sinabung, Wilis and Kaba. The second factor was storage period which was consisted of 8 levels i.e. 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21 weeks. The observation was done in every 3 weeks. The parameters were seed quality (viability and vigor test) i.e. water content (WC), electric conductivity (EC), seed germination (SG), index vigor (IV), speed of germination (SoG), viability after accelerated ageing (VAA), and field emergence (FE).

The result showed that large size soybean variety has WC, FE, and EC which is not significantly different from medium size soybean variety, meanwhile for variable of IV, SoG, and VAA of large size soybean variety has lower value than medium size. Variable of SG and K ion from large size soybean variety has higher value level.

The changes in SG, VI, SoG, VAA, FE, EC and K ion during storage period was differ among varieties. Variety of Burangrang is variety which capable to maintain the longest viability and vigor and then followed by variety of Kaba.

Regression and correlation analysis showed that the conductivity test closely related to seed vigor, so that the conductivity test could be used for determination of seed vigor. Conductivity test could be used for estimating soybean field emergence and seed storability. The estimation of soybean field emergence could be obtained by equation of y = -0.195X2 + 4.3296X + 80.165. The estimation of large size seed longevity could be determined by equation y = 0.0328X2+ 2.9211X + 63.559, and for medium size, the equation was y = 0.0018X2 - 2.0266X + 60.975. For both large and medium size seed, the equation was y = 0.0434X2 - 3.6431X + 74.78.

(4)

RINGKASAN

DEWI TALIROSO. Deteksi Status Vigor Benih Kedelai (Glycine max L. Merr) melalui Uji Daya Hantar Listrik. Dibimbing oleh FAIZA C. SUWARNO dan ENDANG MURNIATI

Identitas mutu yang tercantum pada label benih terdiri atas data kadar air, kemurnian benih dan daya berkecambah (DB). DB merupakan data mutu fisiologis benih yang diperoleh melalui pengujian daya berkecambah yang dilakukan dalam kondisi optimum dan terkontrol sehingga menghasilkan perkecambahan maksimum. Pada kenyataannya kondisi penanaman di lapang lebih sering tidak se-optimum kondisi di laboratorium, sehingga lot benih yang mempunyai persentase daya berkecambah tinggi dapat memiliki nilai pemunculan kecambah (field emergence) yang rendah di lapang. Melihat kenyataan di atas diperlukan adanya suatu pengujian mutu benih yang mampu mendeteksi daya tumbuh benih secara cepat dan berkorelasi dengan pertumbuhan di lapang.

Conductivity Test (pengujian konduktivitas) atau umumnya dikenal dengan

istilah “Daya Hantar Listrik” pada benih merupakan salah satu pengujian vigor yang memiliki keunggulan tersendiri. Pengujian ini merupakan pengujian vigor yang sudah valid untuk benih kacang kapri (Pisum sativum). Prinsip pengujian daya hantar listrik dilakuan dengan cara mengukur daya hantar listrik ion-ion anorganik yang terdapat pada larutan. Semakin tinggi kandungan ion-ion anorganik yang ada dalam larutan, akan menunjukkan nilai daya hantar listrik yang tinggi. Hasil penelitan uji daya hantar listrik untuk benih kedelai belum diterima sebagai metode resmi dalam ISTA Rules, oleh karena itu diperlukan penelitian-penelitian untuk membuktikannya secara ilmiah.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh varietas kedelai berukuran besar dan sedang terhadap daya hantar listrik dan berbagai peubah vigor benih (2) mengetahui pengaruh periode simpan terhadap daya hantar listrik dan berbagai peubah vigor benih (3) mengetahui pengaruh interaksi varietas dan periode simpan terhadap daya hantar listrik dan berbagai peubah vigor benih (3) mempelajari korelasi antara daya hantar listrik benih kedelai dengan berbagai peubah vigor benih (4) mempelajari pendugaan daya simpan benih dengan menggunakan DHL.

Penelitian ini dilaksanakan di BBPPMBTPH, Cimanggis, Depok dari bulan Juni hingga Desember 2007. Penelitian ini disusun dengan menggunakan rancangan petak terbagi (Split Plot Design) yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah varietas yang terdiri dari 6 (enam) taraf yaitu: Panderman, Burangrang, Baluran, Sinabung, Wilis dan Kaba. Faktor kedua adalah periode simpan sebagai anak petak yang terdiri dari 8 (delapan) taraf yaitu: penyimpanan 0 minggu hingga 21 minggu. Pengamatan terhadap viabilitas dan vigor benih dilakukan setiap 3 minggu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Varietas kedelai ukuran besar memiliki nilai KA, DT dan DHL yang tidak berbeda nyata dengan varietas kedelai ukuran sedang, sedangkan IV, KCT, dan VAA varietas kedelai berukuran besar mempunyai nilai yang lebih rendah dari pada varietas kedelai berukuran sedang. Pada peubah DB dan ion K, varietas kedelai ukuran besar memiliki nilai yang lebih tinggi.

Perubahan nilai DB, IV, KCT, VAA, DT, DHL dan ion K selama periode simpan berbeda antar varietas. Varietas Burangrang merupakan varietas yang mampu mempertahankan viabilitas dan vigor paling lama ditunjukkan oleh DB

(5)

ke 9, diikuti varietas Kaba (DB menurun pada minggu ke 21, KCT pada minggu ke 18 dan DT pada minggu ke 3).

Hasil analisis regresi dan korelasi membuktikan bahwa DHL memiliki keeratan hubungan yang nyata dengan tolok ukur vigor benih kedelai yang diamati (IV, KCT, VAA, dan DT) sehingga DHL terbukti dapat digunakan untuk menentukan status vigor.

Uji DHL dapat digunakan untuk mendeteksi Daya Tumbuh (DT) dan Daya Simpan (DS) benih kedelai. Pendugaan DT dapat diperoleh dengan persamaan y = -0,195x2 + 4,3296x + 80,165. Pendugaan DS pada varietas kedelai berukuran besar dapat ditentukan dengan persamaan y= 0,0328X2- 2,9211x+63,559, pada varietas kedelai berukuran sedang diperoleh persamaan y = 0.0018x2- 2.0266x + 60.975. Pada varietas kedelai ukuran besar dan sedang persamaan yang diperoleh y= 0,0434X2-3,6431x+74,78.

(6)

DETEKSI STATUS VIGOR

BENIH KEDELAI (Glycine max L. Merr)

MELALUI METODA UJI DAYA HANTAR LISTRIK

DEWI TALIROSO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(7)

Metoda Uji Daya Hantar Listrik

Nama : Dewi Taliroso

NIM : A351050131

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, M.S. Ketua

Dr. Ir. Endang Murniati, M.S. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

(8)
(9)

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya maka kami dapat menyelesaikan tesis ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari Bulan Desember 2006 hingga Bulan Juni 2007 ini adalah Deteksi Status Vigor Benih Kedelai (Glycine max L. Merr) melalui Metoda uji Daya hantar Listrik.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, M.S dan Dr. Ir. Endang Murniati, M.S selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran serta Ir Abdul Qadir, M.St selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan kritik dan masukan untuk perbaikan tesis ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikltura (Balai Besar PPMBTPH), Departemen Pertanian atas fasilitas yang telah diberikan kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir. Akhmad Riyadi Wastra, MM dan Keluarga yang tidak pernah bosan memberi motivasi. Rasa terima kasih tidak lupa penulis tujukan pada rekan-rekan di Balai Besar PPMBTPH, teman-teman mahasiswa pascasarjana Program Studi Agronomi yang telah mendukung kelancaran penyelesaian pendidikan penulis. My beloved

family suamiku dan buah hatiku “Nanda”, bunda tersayang di Karawang serta ibu

Tangerang atas segala doa, dorongan semangat dan pengertiannya. Semoga karya ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2008

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Karawang, pada tanggal 31 Mei 1967. Penulis adalah anak ke-tiga dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Soeparto Wachyudianto, B.Sc (alm) dengan Hj. Triatmi.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Dharma Bhakti I Karawang pada Tahun 1979, kemudian pada Tahun 1982 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri II Karawang. Tahun 1985 Penulis lulus dari SMAN Kalasan Yogyakarta selanjutnya penulis masuk ke Institut Pertanian “INSTIPER” Yogyakarta dan lulus pada Tahun 1990. Pendidikan Program Pasca Sarjana Magister Manajemen telah diselesaikan oleh penulis pada Tahun 2005 dengan memilih jurusan Sumber Daya Manusia di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi “IPWIJA” Jakarta.

Riwayat pekerjaan penulis diawali dari pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada Tahun 1992 di Departemen Pertanian dan ditugaskan di Satuan Tugas Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Satgas BPSB) I DKI Jakarta. Tahun 2000 penulis memperoleh jabatan fungsional sebagai Pengawas Benih Tanaman Ahli Muda di Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPMBTPH). Tahun 2002, penulis berhenti sementara dari pejabat fungsional dan mendapat tugas sebagai Kepala Seksi Jaringan Laboratorium di BPMBTPH.

Seiring dengan berjalannya waktu dan adanya perubahan struktur dan organisasi BPMBTPH menjadi Balai Besar Pengembangan dan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Balai Besar PPMBTPH), saat ini penulis aktif di BBPPMBTPH sebagai Kepala Seksi Informasi dan Dokumentasi.

Pada Tahun 2005, penulis mendapat kesempatan untuk menempuh pendidikan ke Sekolah Pascasarjana, IPB dengan biaya dari DIPA BPMBTPH. Penulis diterima di program studi Agronomi dengan minat khusus Ilmu dan Teknologi Benih.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL………..………... vi

DAFTAR GAMBAR ………... vii

DAFTAR LAMPIRAN ………..…………... viii

PENDAHULUAN……….………...………... 1 Latar Belakang...……...………. ………...……...…....……... 1 Tujuan Penelitian ……….……...………...………... 3 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA.. ………...………..……... 4 Viabilitas Benih ... 4 Vigor Benih ... 5

Berbagai Metode Pengujian Vigor Benih ... 7

BAHAN DAN METODE ………... 17

Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Metode ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN………. 26

Pengaruh Varietas Kedelai Ukuran Besar dan Sedang, Periode Simpan dan Interaksinya terhadap Viabilitas dan Vigor Benih ... 26

Korelasi antara Daya Hantar Listrik Benih dengan Berbagai Peubah Vigor Benih ... 45

Pendugaan Daya Tumbuh di Lapang berdasarkan Peubah Daya Hantar Listrik (DHL) ... 57

Pendugaan Daya Simpan Benih Kedelai dengan Menggunakan Peubah Daya Hantar Listrik (DHL) ... 59

KESIMPULAN DAN SARAN... . 62

Kesimpulan... 62

Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Pengujian vigor benih yang dilakukan secara rutin di Brazil untuk

beberapa jenis tanaman ... 8 2 Pengujian vigor pada berbagai benih tanaman menggunakan

metode Accelerated Aging... 11 3 Interpretasi hasil uji konduktivitas listrik pada benih

kapri... 13 4 Berbagai varietas kedelai sebagai bahan penelitian... 17 5 Mutu awal benih kedelai varietas Panderman, Burangrang, Baluran,

Sinabung, Wilis dan Kaba ... 26 6 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh varietas (V), periode simpan (P)

dan Interaksi antara varietas dan periode simpan (VxP) terhadap

peubah yang diamati ... 27 7 Rata-rata kadar air benih (%) dari 6 varietas kedelai pada beberapa

periode simpan... . 28 8 Rata-rata daya berkecambah (%) dari 6 varietas kedelai pada

beberapa periode simpan... 31 9 Rata-rata indeks vigor (%) dari 6 varietas kedelai pada beberapa

periode simpan... 34 10 Rata-rata persentase kecepatan tumbuh (%/etmal) dari 6 varietas

kedelai pada beberapa periode simpan... 36 11 Rata-rata persentase viabilitas setelah didera fisik (VAA) dari 6

varietas kedelai pada beberapa periode simpan... 38 12 Rata-rata persentase daya tumbuh dari 6 varietas kedelai pada

beberapa periode simpan………... 39

13 Rata-rata nilai daya hantar listrik (µS cm-1g-1) dari 6 varietas kedelai

pada beberapa periode simpan………... 41

14 Rata-rata nilai ion K (ppm) dari 6 varietas kedelai pada beberapa

periode simpan………... 44

15 Persamaan regresi antara DHL dengan beberapa peubah vigor

benih kedelai... 45 16 Persamaan regresi antara DHL dengan beberapa peubah vigor

benih kedelai berukuran besar... 49 17 Persamaan regresi antara DHL dengan beberapa peubah vigor

benih kedelai berukuran sedang... 53 18 Pendugaan daya tumbuh benih kedelai di lapang berdasarkan nilai

DHL... 58 19 Pendugaan daya simpan benih kedelai berdasarkan nilai DHL... 61

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bagan Alir Penelitian ... 21

2 Garis regresi antara nilai DHL dan DB benih kedelai... 46

3 Garis regresi antara nilai DHL dan IV benih kedelai... 47

4 Garis regresi antara nilai DHL dan KCT benih kedelai... 47

5 Garis regresi antara DHL dan VAA benih kedelai... 48

6 Garis regresi antara DHL dan DT benih kedelai... 48

7 Garis regresi antara nilai DHL dan Ion K benih kedelai... 49

8 Garis regresi antara nilai DHL dan DB benih kedelai ukuran besar... 50

9 Garis regresi antara nilai DHL dan IV benih kedelai ukuran besar... 50

10 Garis regresi antara nilai DHL dan KCTbenih kedelai ukuran besar... 51

11 Garis regresi antara nilai DHL dan VAAbenih kedelai ukuran besar... 51

12 Garis regresi antara nilai DHL dan DT benih kedelai ukuran besar... 52

13 Garis regresi antara nilai DHL dan Ion K (ppm) benih kedelai ukuran besar... 52

14 Garis regresi antara nilai DHL dan DB benih kedelai ukuran sedang .... 54

15 Garis regresi antara nilai DHL dan IV benih kedelai ukuran sedang... 54

16 Garis regresi antara nilai DHL dan KCT benih kedelai ukuran sedang.... 55

17 Garis regresi antara DHL dan VAAbenih kedelai ukuran sedang... 55

18 Garis regresi antara nilai DHL dan DT benih kedelai ukuran sedang... 56

19 Garis regresi antara nilai DHL dan Ion K benih kedelai ukuran sedang... 56

20 Garis regresi polynomial antara nilai DHL dan DT benih kedelai ukuran besar dan sedang... 58

21 Garis regresi antara DHL dan daya simpan benih kedelai ukuran besar... ... 60 22 Garis regresi antara DHL dan daya simpan benih kedelai ukuran sedang... 60

23 Garis regresi antara nilai DHL dan daya simpan benih kedelai ukuran besar dan sedang... 61

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Deskripsi benih kedelai varietas Panderman... 68

2 Deskripsi benih kedelai varietas Burangrang... 69

3 Deskripsi benih kedelai varietas Baluran... 70

4 Deskripsi benih kedelai varietas Sinabung... 71

5 Deskripsi benih kedelai varietas Wilis... 72

6 Deskripsi benih kedelai varietas Kaba ... 73

7 Data Suhu (oC) dan kelembaban (%) di ruang simpan benih... 74

8 Tabel kondisi iklim rata-rata bulanan di wilayah Cibinong dari bulan Desember 2006 hingga Juli 2007.. ... ... 74

9 Benih kedelai yang digunakan sebagai bahan penelitian………... 75

10 Kondisi penyimpanan benih kedelai selama 21 minggu... 75

11 Pengujian daya tumbuh benih kedelai di lapang... 76

12 Pengujian benih dengan metoda Accelerated Ageing... 76

13 Pengujian benih dengan metoda uji daya hantar listrik... 76

14 Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap peubah kadar air (KA) benih Kedelai ... 77

15 Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap peubah daya berkecambah (DB) benih Kedelai ... 77

16 Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap peubah indeks vigor (IV) benih kedelai ... ... 77

17 Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap peubah kecepatan tumbuh (KCT) benih kedelai... ... 78

18 Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap peubah vigor setelah Accelerated Ageing (VAA) benih Kedelai... 78

19 Sidik ragam Pengaruh varietas dan periode simpan terhadap peubah daya Tumbuh (DT) benih Kedelai... ... 78

20 Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap Peubah DHL benih Kedelai... 79

21 Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap Kandungan ion K benih Kedelai ... 79

22 Sidik ragam pengaruh ukuran varietas kedelai dan periode simpan terhadap peubah kadar air (KA) ... 79

23 Sidik ragam pengaruh ukuran varietas kedelai dan periode simpan terhadap peubah daya berkecambah (DB) ... 80

24 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan DB pada semua varietas kedelai ... 80

(15)

25 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan IV pada semua

varietas kedelai ... 80 26 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan VAApada semua

varietas kedelai ... 81 27 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan KCT pada pada semua

varietas kedelai ... 81 28 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan DT pada semua

varietas kedelai ... 81 29 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan Ion K pada semua

varietas kedelai ... 81 30 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan DB pada varietas

kedelai berukuran besar... 82 31 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan IV pada varietas

kedelai berukuran besar... 82 32 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan KCT pada varietas

kedelai berukuran besar... 82 33 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan VAA pada varietas

kedelai berukuran besar... 82 34 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan DT pada varietas

kedelai berukuran besar... 83 35 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan Ion K pada

varietas kedelai berukuran besar... 83 36 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan DB pada varietas

kedelai berukuran sedang... 83 37 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan IV pada varietas

kedelai berukuran sedang... 83 38 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan VAApada varietas

kedelai berukuran sedang... 84 39 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan KCTpada varietas

kedelai berukuran sedang... 84 40 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan DT pada varietas

kedelai berukuran sedang... 84 41 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan Ion K pada

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman yang penting bagi Indonesia. Biji kedelai memiliki kandungan gizi yang tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai sumber kalori dan protein nabati yang murah harganya. Rata-rata kebutuhan kedelai mencapai 2 juta ton/tahun, sedangkan produksi kedelai dalam negeri hanya 0,8 juta ton/tahun, sehingga untuk memenuhinya diperlukan impor sebanyak 1,2 juta ton, yang berdampak terhadap menghilangnya devisa negara sebesar Rp. 3 triliun per tahun (Deptan, 2006).

Guna pemenuhan akan kebutuhan kedelai, Pemerintah telah menca-nangkan program Bangkit Kedelai, yang dilaksanakan mulai tahun 2007 sampai tahun 2014 (Deptan, 2007). Program ini bertujuan untuk (1) meningkatkan produksi dan produktivitas, (2) mempercepat penerapan alih teknologi, (3) memperbaiki mutu lahan, (4) memperbaiki tata niaga kedelai, dan (5) mempercepat swasembada kedelai.

Upaya swasembada kedelai melalui program intensifikasi maupun ekstensifikasi perlu ditingkatkan. Intensifikasi kedelai di beberapa daerah pelaksana Intensifikasi Khusus (Insus) dapat meningkatkan produksi dari 1,2 juta ton/ha menjadi 2,0 - 2,5 ton/ha. Program ekstensifikasi masih memungkinkan pada tanah sawah berpengairan, tadah hujan dan lahan kering (Deptan, 2003).

Salah satu faktor pembatas produksi benih kedelai di daerah tropis adalah benih bermutu. Berdasarkan data dari Direktorat Perbenihan tanaman Pangan (2005), kebutuhan benih kedelai pada tahuan 2004 adalah sebesar 54.954 ton sedangkan ketersediaan benih hanya sebesar 4.395 ton.

Cepatnya kemunduran benih selama penyimpanan mengurangi penyediaan benih bermutu tinggi. Menurut Sadjad (1980) dengan kandungan protein yang tinggi (+ 37%), benih kedelai memerlukan penanganan khusus karena sifatnya yang sangat peka terhadap perlakuan suhu dan RH. Pada suhu 30oC dan kadar air benih 14 %, benih kedelai tidak dapat mempertahankan viabilitasnya dalam waktu 3 bulan

Menurut Copeland dan McDonald (1995), kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-angsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor dalam. Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan

(17)

penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field emergence), terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman.

Pengujian daya berkecambah (DB) merupakan pengujian yang digunakan secara luas oleh industri benih. Pengujian DB di laboratorium pengujian mutu benih selalu dilakukan dalam kondisi optimum dan terkontrol sehingga menghasilkan perkecambahan maksimum. Pada kenyataannya kondisi penana-man di lapang lebih sering tidak se-optimum kondisi di laboratorium, sehingga lot benih yang mempunyai persentase daya berkecambah tinggi dapat memiliki nilai pemunculan kecambah (field emergence) yang rendah di lapang. Melihat kenyataan tersebut diperlukan adanya suatu pengujian mutu benih yang mampu mendeteksi kemampuan daya tumbuh benih di lapang.

Pengujian vigor untuk kedelai (Glycine max L.) yang sudah diterima sebagai metode resmi dalam peraturan ISTA (International Seed Testing

Association) adalah pengujian viabilitas setelah didera fisik (Accelerated Ageing Test) dan pengujian viabilitas secara biokhemis (uji tetrazolium/TZ). Namun

dalam pelaksanaannya pengujian-pengujian tersebut memiliki beberapa kelemahan. Pada pengujian Vigor setelah AA, waktu yang diperlukan melebihi uji DB, yaitu 11 hari. Kelemahan pada pelaksanaan uji tetrazolium adalah sangat subyektif tergantung dari analis yang terlatih dan berpengalaman dalam menganalisis hasil pengujian. Menurut Copeland dan McDonald (1995), kendala dalam evaluasi vigor pada uji TZ adalah standardisasi kemampuan analis untuk menentukan tingkat vigor benih dan ketidakmampuan pengujian TZ untuk mendeteksi fitotoksik.

Conductivity Test (pengujian konduktivitas) atau umumnya dikenal

dengan istilah “Daya Hantar Listrik” pada benih merupakan salah satu pengujian vigor yang memiliki keunggulan tersendiri. Pengujian ini telah direkomendasikan oleh ISTA dalam peraturannya Tahun 2006 untuk kacang kapri (Pisum sativum) karena memiliki korelasi dengan daya tumbuh di lapang.

Prinsip pengukuran uji daya hantar listrik adalah menganalisis ion-ion anorganik dan senyawa organik yang terdapat pada larutan air rendaman benih. Semakin tinggi kandungan senyawa organik, ion-ion anorganik yang ada dalam air rendaman benih akan menunjukkan nilai daya hantar listrik yang tinggi dan semakin rendah vigor benihnya. Miguel dan Filho (2002) mengemukakan bahwa

(18)

Kalium merupakan ion-ion utama yang terdapat dalam bocoran air rendaman benih jagung selama proses imbibisi, diikuti oleh Natrium dan Kalsium dan dapat digunakan sebagai indikator dari integritas membran sel. Hal senada juga diungkapkan oleh Hsu et al. (2000) pada benih sorgum (Sorghum sudanense Stapf).

Uji daya hantar listrik untuk benih kedelai belum diterima sebagai metode resmi dalam ISTA Rules, oleh karena itu diperlukan dukungan data teknis sehingga dapat diterima secara ilmiah.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh varietas kedelai berukuran besar dan sedang terhadap daya hantar listrik dan berbagai peubah vigor benih.

2. Mengetahui pengaruh periode simpan terhadap daya hantar listrik dan berbagai peubah vigor benih.

3. Mengetahui pengaruh interaksi antara varietas kedelai dan periode simpan terhadap daya hantar listrik dan berbagai peubah vigor benih.

4. Mempelajari korelasi antara daya hantar listrik benih kedelai dengan berbagai peubah vigor benih.

5. Mempelajari pendugaan daya tumbuh dan daya simpan benih dengan menggunakan peubah DHL.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan untuk penelitian ini adalah:

1. Varietas kedelai berukuran besar memiliki nilai DHL yang berbeda nyata dengan varietas kedelai berukuran sedang.

2. Periode simpan berpengaruh terhadap daya hantar listrik dan berbagai peubah vigor benih.

3. Terdapat interaksi antara varietas kedelai dan periode simpan terhadap berbagai peubah vigor benih.

4. Nilai daya hantar listrik memiliki korelasi yang nyata dengan peubah vigor benih.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Viabilitas Benih

Kualitas benih dapat dilihat dari viabilitas dan vigornya. Menurut Copeland dan McDonald (1995), sebagian besar ahli teknologi benih dan kalangan perdagangan mengartikan viabilitas sebagai kemampuan benih untuk berkecambah dan menghasilkan kecambah secara normal. Sadjad (1972) yang menyatakan viabilitas benih adalah gejala hidup benih yang dapat ditunjukkan melalui metabolisme benih dengan gejala pertumbuhan.

Menurut Sadjad (1993) tujuan analisis viabilitas benih adalah untuk memperoleh informasi mutu fisiologi benih. Gejala yang dimaksud adalah potensi tumbuh dan daya berkecambah. Klasifikasi metode analisis viabilitas benih meliputi metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung apabila deteksi viabilitas dilakukan terhadap sejumlah benih sekaligus. Metode tidak langsung dilakukan dalam pengujian viabilitas benih apabila deteksi viabilitas didasarkan pada aktivitas pernafasan sejumlah benih atau aktivitas suatu enzim yang ada kaitannya dengan pertumbuhan.

Mengacu pada definisi ISTA (2006) yang dimaksud dengan daya berkecambah di dalam pengujian laboratorium adalah muncul dan berkembang-nya kecambah sampai suatu tahap dimana struktur esensialberkembang-nya mengindikasikan dapat tidaknya berkembang lebih lanjut menjadi tanaman yang normal pada kondisi tanah yang sesuai. Pada kenyataannya kondisi penanaman di lapang lebih sering tidak seoptimum kondisi di laboratorium, sehingga lot benih yang mempunyai persentase daya berkecambah tinggi dapat memiliki nilai pemunculan kecambah (field emergence) yang rendah di lapang.

Perdagangan benih di Indonesia mengacu kepada Undang-undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Pada pasal 13 ayat (3) disebutkan ‘Benih bina yang lulus sertifikasi apabila akan diedarkan wajib diberi label’. Pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 39/Permentan/ OT.140/8/2006 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina, disebutkan pada pasal 35 ayat (1): ”untuk mengetahui mutu fisik dan fisiologis kelompok calon benih dilakukan uji di laboratorium”.

Pengujian mutu benih yang dilakukan di laboratorium dan datanya dicantumkan pada label benih adalah kadar air (KA), kemurnian benih (KM) dan daya berkecambah (DB). Data DB merupakan data mutu fisiologis benih. Pada umumnya data DB seringkali memberikan hasil yang over estimate, berbeda

(20)

dengan kenyataan di lapang. Hal ini terjadi karena kondisi di lapang tidak selalu optimum. Pengujian daya berkecambah benih merupakan suatu peubah viabilitas benih yang memperkirakan parameter viabilitas potensial lot benih, diukur dengan persentase kecambah normal.

Daya berkecambah benih adalah muncul dan berkembangnya struktur terpenting dari embrio benih serta kecambah tersebut menunjukkan kemam-puan untuk berkembang menjadi tanaman normal pada kondisi lingkungan yang menguntungkan. (Copeland & McDonald 1995).

Penggunaan kondisi laboratorium yang optimum/terkontrol memungkin-kan hasil persentase DB maksimum sehingga dapat memberimemungkin-kan hasil yang konsisten bila diuji di berbagai laboratorium. Copeland dan McDonald (1995) mengatakan bahwa pengujian daya berkecambah adalah prosedur analisis untuk mengevaluasi perkecambahan benih pada kondisi yang optimum (favourable) dan terstandardisadi yang jarang sekali sesuai dengan kondisi lapang. Lebih lanjut Bradford (2004) menambahkan bahwa apabila pengujian dilakukan sesuai dengan kondisi di lapang maka konsistensi dan keseragaman sukar dicapai, meskipun cara pengujian ini berkorelasi lebih tinggi.

Vigor Benih

Definisi vigor menurut ISTA (2006) adalah sekumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat potensi aktivitas dan kinerja benih atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya kecambah. Copeland dan McDonald (1995) menyatakan kinerja tersebut adalah (1) proses dan reaksi biokimia selama perkecambahan seperti reaksi enzim dan aktivitas respirasi, (2) rata-rata keseragaman perkecambahan benih dan pertumbuhan kecambah, (3) rata-rata keseragaman munculnya kecambah dan pertumbuhannya di lapang dan (4) kemampuan munculnya kecambah pada kondisi lingkungan yang sub optimum.

Secara umum vigor diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang sub-optimum. Ciri-ciri vigor tersebut menurut Sadjad (1980) diperlihatkan oleh pertumbuhan yang cepat dan merata pada kondisi lapang yang beragam. Lebih lanjut Sadjad (1993) mendefinisikan vigor benih sebagai suatu kemampuan benih untuk tumbuh menjadi tanaman yang berproduksi normal dalam keadaan yang sub optimum,

(21)

dan diatas normal dalam keadaan yang optimum, atau mampu disimpan pada kondisi yang suboptimum dan tahan disimpan lama dalam kondisi yang optimum. Definisi vigor menurut AOSA (1983) adalah suatu indikator yang dapat menunjukkan bagaimana benih tumbuh pada kondisi lapang yang bervariasi. Vigor merupakan gabungan antara umur benih, ketahanan, kekuatan dan kesehatan benih yang diukur melalui kondisi fisiologisnya, yaitu pengujian stress atau melalui analisis biokimia. Sutopo (2002) mengatakan bahwa secara umum vigor dapat diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang sub optimum.

Sadjad (1993) mengemukakan bahwa vigor benih dalam hitungan viabilitas absolut merupakan indikasi viabilitas benih yang menunjukkan benih kuat tumbuh di lapang dalam kondisi yang suboptimum dan tahan disimpan dalam kondisi yang tidak ideal. Berdasarkan hal tersebut vigor benih dipilah atas dua klasifikasi, yaitu vigor kekuatan tumbuh (VKT) dan vigor daya simpan (VDS). Kedua nacam vigor itu dikaitkan pada analisis suatu lot benih, merupakan parameter viabilitas absolut yang peubahnya dapat bermacam-macam.

Sutopo (2002) menyatakan bahwa vigor benih yang tinggi dicirikan antara lain oleh: (1) tahan disimpan lama (2) tahan terhadap hama dan penyakit (3) pertumbuhan yang cepat dan merata (4) mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan lingkungan sub-optimal.

Copeland dan McDonald (l995) mengemukakan bahwa proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field emergence), terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman.

Informasi vigor benih penting diketahui untuk mengetahui pertumbuhan benih pada lingkungan yang memiliki tingkat kesuburan yang beragam, kelembaban yang berbeda dan musim yang tidak terduga. Pengujian vigor benih memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan pengujian daya berkecambah. Menurut Copeland dan McDonald (1995) kelebihan pengujian vigor dibandingkan pengujian daya berkecambah adalah :

1. Definisi perkecambahan benih menekankan evaluasi terhadap struktur esensial yang akan menghasilkan tanaman normal. Penekanan pada morfologi kecambah sedikit korelasinya dengan kecepatan tumbuh, yang merupakan kriteria utama bagi keberhasilan pertanaman.

(22)

2. Uji daya berkecambah harus dilakukan pada media standar yang steril dalam ruangan lembap dengan suhu terkontrol. Pada dasarnya uji daya berkecambah menunjukkan kemampuan maksimum suatu lot benih untuk menghasilkan tanaman. Nilai daya berkecambah umumnya lebih besar dari pemunculan bibit di lapang.

3. Penghitungan pertama pada uji daya berkecambah bertujuan untuk mengeluarkan benih yang telah berkecambah normal. Penghitungan terakhir dirancang untuk memberikan cukup waktu sehingga benih yang kurang vigor dapat berkecambah normal. Nilai yang diperoleh pada pengujian ini adalah persentase perkecambahan yang merupakan gabungan kecambah kuat dan lemah. Pada umumnya kecambah yang lemah tidak akan tumbuh baik di lingkungan yang sub-optimum.

4. Berdasarkan definisi, perkecambahan tidak berskala. Penilaian perkecambahan suatu benih terbagi dalam germinable atau non-germinable, tidak ada pemisahan kecambah kuat dan lemah, sedangkan benih yang dinilai germinable dapat menunjukkan keragaman pertumbuhan di lapang. Uji daya berkecambah tidak dapat menduga sifat progresif deteriorasi benih yang berdampak pada tegakan pertanaman.

Pengujian vigor benih dapat memberikan informasi yang lebih banyak dibandingkan pengujian daya berkecambah, dan bermanfaat untuk melihat potensi daya simpan, estimasi nilai penanaman atau performa pertumbuhan benih di lapang. Pengujian vigor merupakan indeks mutu benih yang lebih peka dibandingkan pengujian daya berkecambah, karena penurunan vigor lebih dulu terjadi sebelum penurunan perkecambahan.

Berbagai Metode Pengujian Vigor Benih

Metode pengujian vigor yang ideal menurut Copeland dan McDonald (1980) memiliki beberapa karakteristik, yaitu: (1) murah, (2) pelaksanaannya cepat, (3) mudah dilakukan, (4) objektif (dapat distandarisasi dengan mudah dan terhindar dari interpretasi subjektif), (5) reproducible (dapat diulang), (6) berkorelasi erat dengan pertumbuhan di lapang. Berbagai metode pengujian vigor telah banyak dilakukan oleh para peneliti namun yang sudah diterima oleh ISTA sebagai metode resmi untuk pengujian vigor adalah uji DHL bagi benih kacang kapri dan Accelerated Ageing Test (AA) untuk kedelai. Hasil survey tahun 2000 di Brazil menunjukkan pengujian vigor sudah dilaksanakan

(23)

secara rutin di laboratorium swasta (60%) dan di laboratorium pemerintah (71%) dengan berbagai metode (Tabel 1). Pengujian vigor merupakan salah satu cara yang semakin sering digunakan oleh industri benih di Brazil untuk menentukan mutu fisiologis benih dan dapat digunakan sebagai jaminan dalam komersialisasi benih.

Tabel 1. Pengujian vigor benih yang dilakukan secara rutin di Brazil untuk beberapa jenis tanaman

Lab. Swasta Lab. Pemerintah

Tanaman

Primer Sekunder*) Primer Sekunder*)

Kedelai TZ (20%) AA (10%) AA (5%) TZ (5%) SVC (5%) AA (71%) TZ (29%) EC (14%) AA (14%) TZ (14%) EC (14%) CD (14%) Kapas CT (5%) SVC (5%) TZ (5%) AA (43%) GLT (43%) Kacang Tanah - - AA (14%) EC (14%) Kopi - - AA (14%) TZ (14%) Padi SVC (5%) - AA (29%) TZ (14%) EC (14%) Jagung CT (5%) AA (5%) CT (10%) AA (5%) CT (57%) AA (29 %) AA (29%) CT (14%) TZ (14%) Gandum - - AA (29 %) CT (14%) Sorgum AA (10%) CT (5%) EC (14%) CT (14%) EC (14%) Sumber : Vieira et al. (2004)

Ket: SVC : seedling vigor classification; EC : electrical conductivity;

CD : controlled deteriorasition AA : accelerated Ageing;

GLT : germination at low temperature; CT : cold test; TZ : tetrazolium test.

*) Pengujian sekunder yang dilakukan sewaktu-waktu disamping pengujian primer yang rutin dilaksanakan sebagai pengujian utama di laboratorium.

Pengujian vigor benih perlu dilakukan terutama untuk benih-benih yang sudah mendekati batas masa kadaluarsa. Vigor benih terbukti berpengaruh pertumbuhan di lapang. Sadjad (1994) mengemukakan bahwa uji vigor dapat diamati dengan indikasi langsung maupun tidak langsung. Indikasi langsung ditunjukkan oleh kinerja pertumbuhan benih tersebut, sedangkan indikasi tidak langsung ditunjukkan oleh aktivitas metabolisme benih.

Pengujian vigor yang sudah diterima sebagai metode resmi dalam peraturan ISTA tahun 2006 adalah konduktivitas listrik untuk kacang kapri (Pisum sativum) dan Accelerated Ageing untuk benih kedelai (Glycine max L.).

(24)

Menurut Hampton dan TeKrony 1995, metode pengujian vigor lain yang disarankan untuk digunakan adalah cold test, cool germination test, controlled

deterioration test, complex stressing vigor test, hiltner test, seedling growth test

dan tetrazolium test.

Beberapa peubah vigor atau indikasi vigor yang dapat digunakan untuk mendeteksi vigor :

Kecepatan Tumbuh (KCT)

Pengujian mutu benih harus dapat menduga pertumbuhan benih di lapang, sehingga kebutuhan benih dalam suatu areal pertanaman dapat diestimasi dengan baik. Pada benih yang memiliki nilai KCT yang tinggi akan menunjukkan bahwa benih tersebut memiliki vigor yang lebih tinggi.

Menurut Sadjad (1993), peubah Kecepatan Tumbuh (KCT) mengindi-kasikan VKTkarena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimum. KCT diukur dengan jumlah tambahan perkecambahan setiap hari atau etmal dalam kurun waktu perkecambahan pada kondisi optimum. Unit peubah KCT adalah % per hari atau % per etmal. Secara teoritis, KCT maksimal adalah 50% per etmal apabila benih tumbuh normal 100% sesudah dua etmal. Apabila perkecambahan benih dihitung pada kurun waktu 5 etmal dan pada atmal ke 1, 2 masih belum ada tambahan perkecambahan, setelah atmal ke 3, 4 dan 5 masing-masing terdapat pertambahan persentase kecambah 30, 40 dan 30% maka nilai KCT yang didapatkan adalah 10+10+6% per etmal atau 26% per etmal.

Semakin tinggi nilai KCT semakin tinggi pula vigor lot benih tersebut. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ilyas (1986) menunjukkan bahwa peubah kecepatan tumbuh berkorelasi paling erat dengan produksi kedelai per hektar dibandingkan daya berkecambah, keserempakan tumbuh bibit, tinggi bibit, tinggi tanaman dan jumlah buku produktif.

Penelitian Kulik dan Yaklich (1982) mengemukakan bahwa pengujian kecepatan tumbuh pada benih kedelai merupakan pengujian laboratorium yang dapat digunakan untuk menduga pertumbuhan di lapang. Hal senada diungkapkan oleh Sukarman dan Muhadjir (1993) yang mengemukakan bahwa indeks kecepatan tumbuh pada kedelai varietas Galunggung, Kerinci dan Lokon dengan Kadar air 7 – 10% dapat menggambarkan pertumbuhan di lapang dibandingkan nilai daya berkecambah. Menurut Contreras dan Barros (2005) kecepatan tumbuh pada benih lettuce dapat menunjukkan karakter vigor.

(25)

Indeks Vigor (IV)

Copeland dan McDonald (1995) mengatakan bahwa indeks vigor merupakan persentase kecambah normal pada hitungan pertama pengujian daya berkecambah. Indeks vigor dan KCT yang tinggi akan menunjukkan benih berkecambah lebih cepat, sehingga digolongkan dalam vigor. Menurut Sadjad (1994), benih yang cepat tumbuh menunjukkan benih tersebut mampu mengatasi berbagai macam kondisi sub-optimum. Nilai indeks vigor selalu lebih rendah dibandingkan nilai daya berkecambah tetapi cenderung mendekati pertumbuhan benih di lapang. Miguel dan Filho (2002) menunjukkan bahwa pada benih jagung perhitungan pertama pada pengujian perkecambahan dapat menunjukkan performansi pertumbuhan benih di lapang (seedling emergence)

. Nilai IV dapat digunakan untuk menduga pertumbuhan di lapang. Hal ini sesuai dengan penelitian TeKrony dan Egli (1977) pada benih kedelai yang menunjukkan bahwa pengujian persentase kecambah normal pada hari ke-4 berkorelasi dengan field emergence (dihitung segera setelah benih mulai berkecambah hingga kotiledon muncul di atas permukaan tanah). Contreras dan Barros (2005) yang menyakan hal senada bahwa nilai IV pada benih lettuce memiliki korelasi dengan pertumbuhan di lapang.

Nilai indeks vigor dapat digunakan untuk mendeteksi mutu benih selama penyimpanan. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni dan Nugraha (1995) juga menunjukkan bahwa nilai indeks vigor berhubungan dengan vigor benih selama penyimpanan. Benih padi dengan berat jenis ≤ 1.125 (g/ml) memiliki vigor terendah dibanding fraksi berat jenis yang lebih tinggi, sedangkan benih dengan berat jenis yang lebih tinggi masih memiliki vigor yang tinggi sampai periode simpan 5 bulan

Vigor setelah Accelerated Ageing (VAA)

Accelerated Ageing Test merupakan salah satu pengujian vigor yang

paling populer. Hal ini karena pengujian ini sederhana sehingga mudah untuk distandardisasikan. Meskipun demikian, dalam ISTA Rules pengujian vigor yang menggunakan metode ini baru untuk benih kedelai (Glycine max).

Pada prinsipnya pengujian Accelerated Ageing (AA) dapat diterapkan untuk berbagai jenis benih tanaman dengan berbagai persyaratan yang berbeda antar jenis benih (Tabel 2).

(26)

Tabel 2. Pengujian vigor pada berbagai benih tanaman menggunakan metode Accelerated Ageing

Inner Chamber1) Outer Chamber2)

Jenis Tanaman Berat benih (g) Jumlah chamber Suhu (oC) Waktu (jam) KA3)

Phaseolus vulgaris (dry) 42 1 41 72 28-30

Glycine max (L). Merril) 42 1 41 72 27-30

Zea mays 40 2 45 72 26-29 Z.mays L. Saccharata 24 1 41 72 31-35 Lactuca sativa 0.5 1 41 74 38-41 Allium cepa 1 1 41 72 40-45 Capsicum spp 2 1 41 74 40-45 Sorghum bicolor 15 1 43 74 28-30 Lycopersicum 1 1 41 72 44-46 Triticum aestivum 20 1 41 72 28-30

Sumber : Hampton dan TeKrony (1995) 1)

Kotak plastik tempat benih 2)

Inkubator 3)

Kadar air setelah Ageing (berdasarkan berat basah)

Pengujian ini mengekspos benih pada dua kondisi lingkungan yang menyebabkan deteriorasi benih secara cepat, yaitu suhu dan kelembapan tinggi. Benih yang bervigor tinggi akan tetap memiliki performa yang baik dan mengalami deteriorasi yang lebih lambat dibandingkan benih yang bervigor rendah. Performa yang ditunjukkan melalui uji AA dapat dilihat melalui persentase kecambah normal.

Daya Tumbuh (DT)

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan pengujian vigor di laboratorium dengan pemunculan kecambah di lapang, pertumbuhan tanaman di lapang dan produksi tanaman. Berdasarkan hasil penelitian Tekrony dan Egli (1977) menunjukkan bahwa pengujian AA pada benih kedelai berkorelasi dengan daya tumbuh di lapang, hal ini ditunjukkan dengan adanya nilai r sebesar 0.672.

Kulik dan Yaklich (1982) memberikan dua istilah yang berbeda untuk pendugaan daya tumbuh pada benih kedelai yaitu estimating potensial field

(27)

menunjukkan bahwa benih akan berkecambah (emerge) 80 % atau lebih pada kondisi tertentu seperti dalam laboratorium. Sedangkan bilamana nilai P sebesar ≥ 80 % maka benih akan berkecambah (emergence) lebih atau sama dengan 80 % pada kondisi apapun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kulik dan Yaklich (1982) pada tahun 1975 dan 1976 menunjukkan bahwa hasil pengujian AA, uji tetrazolium dan Cold test pada benih kedelai dapat mengestimasi potensi daya tumbuh di lapang dengan melihat munculnya satu atau dua daun trifoliate telah terbuka.

Beberapa penelitian tentang conductivity Test (pengujian konduktivitas) menunjukkan adanya korelasi dengan daya tumbuh (field emergence) di lapang Tao (1980) menunjukan korelasi tersebut pada benih kedelai, legum (Wang, 2004) dan pada benih kacang buncis (Kolasinska et al, 2000).

Miguel dan Filho (2002) mengemukakan bahwa untuk mengetahui pertumbuhan benih jagung di lapang dapat diketahui melalui kebocoran kalium. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dina (2006) menunjukkan bahwa uji tetrazolium pada benih kedelai memberikan suatu pola tertentu yang berkorelasi dengan pertumbuhan di lapang

Pada penelitian ini, pengamatan daya tumbuh mengacu pada penelitian Kulik dan Yaklich (1982) yang mengatakan nilai field emergence pada benih kedelai merupakan jumlah kecambah dengan satu atau dua daun trifoliat yang telah muncul dan terbuka di atas permukaan tanah.

Daya Hantar Listrik (DHL)

Conductivity Test (pengujian konduktivitas) atau umumnya dikenal

dengan istilah “Daya Hantar Listrik” pada benih merupakan salah satu pengujian vigor yang memiliki keunggulan tersendiri. Uji ini merupakan pengujian secara fisik untuk melihat tingkat kebocoran membran sel. Struktur membran yang jelek menyebabkan kebocoran sel yang tinggi dan erat hubungannya dengan benih yang rendah vigornya. Semakin banyak elektrolit seperti asam amino, asam organik lainnya serta ion-ion anorganik yang dikeluarkan benih ke air rendaman akan semakin tinggi pengukuran daya hantar listriknya.

Prinsip pengujian konduktivitas listrik adalah mengukur jumlah larutan elektrolit atau ion yang keluar dari benih sebagai akibat kebocoran membran sel menggunakan alat yang disebut “Konduktometer”. Jumlah larutan elektrolit yang tinggi menunjukkan kebocoran yang tinggi yang menandakan membran sel

(28)

mengalami kerusakan sehingga digolongkan dalam lot benih bervigor rendah. Menurut Copeland dan McDonald (1995), benih bervigor rendah memiliki integritas membran yang rendah sebagai akibat dari deteriorasi selama penyimpanan dan yang disebabkan oleh adanya luka mekanis. Vigor benih dapat dideteksi secara dini dari integritas membran sel yang dapat diukur melalui konduktivitas bocoran benih. Menurut Heydecker (1974) gejala utama kemunduran benih adalah degradasi membran sel yang dikuti oleh penurunan energi untuk biosintesis. Gejala ini akan diikuti oleh gejala umum yang terjadi pada benih mundur. Roberts (1972) mengemukakan bahwa eksudat yang keluar karena kebocoran membran dapat mendorong berkembangnya mikroorganisme sehingga perkecambahan berjalan lambat, tegakan kecambah tidak seragam, kecambah peka terhadap stres ligkungan, pertumbuhan kecambah abnormal meningkat dan akhirnya benih kehilangan kemampuan berkecambah.

Chang dan Sung (1998) mengatakan bahwa kerusakan membran pada benih tanaman jagung manis dapat menyebabkan perubahan metabolik yang merugikan, diikuti kekacauan sintesis dan kebocoran metabolit dan kebocoran elektrolit. Kebocoran gula dan elektrolit menyebabkan kemunduran metabolisme, penurunan respirasi, biosintesis dan efisiensi transport energi

Pelaksanaan pengujian ini sederhana dan mudah. Meskipun demikian, dalam ISTA Rules (2006) pengujian daya hantar listrik yang sudah diterima sebagai metode resmi hingga saat ini hanya untuk benih kacang kapri (Pisum

sativum) yang berkorelasi dengan potensi perkecambahan di lapangan.

Interpretasi uji konduktivitas listrik belum ditetapkan selain hanya untuk perbandingan antar lot benih. Matthews dan Powell 1981 diacu dalam Hampton dan TeKrony (1995) mengemukakan interpretasi hasil uji konduktivitas listrik untuk kapri seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Interpretasi hasil uji konduktivitas listrik pada benih kapri

Kisaran nilai DHL Rekomendasi

< 25 µS cm-1g-1 dapat ditanam pada kondisi apapun

25 – 29 µS cm-1g-1 benih dapat ditanam tetapi pertumbuhannya akan buruk pada kondisi yang tidak sesuai

30 – 43 µS cm-1g-1 benih tidak dapat ditanam khususnya pada kondisi yang tidak sesuai

> 43 µS cm-1g-1 benih tidak layak ditanam Sumber : Matthews & Powell dalam Hampton & TeKrony 1995

(29)

Uji ini juga dilaporkan memberikan hasil yang berkorelasi dengan daya tumbuh (field emergence) di lapang pada benih kedelai (Tao, 1980), legum (Wang, 2004) dan pada benih kacang buncis (Kolasinska et al, 2000). Melihat sisi positif dari pengujian daya hantar listrik, maka metode ini memberikan peluang yang sangat baik untuk diterapkan pada benih kedelai yang memiliki kemunduran cepat.

Benih yang memiliki kebocoran elektrolit tinggi dianggap memiliki vigor rendah, sedangkan yang kebocoran elektrolitnya rendah adalah benih bervigor tinggi (ISTA 2006). Selama imbibisi, benih yang memiliki struktur membran yang rusak akan melepas zat terlarut dari sitoplasma ke media imbibisi. Zat terlarut dengan sifat elektrolit membawa muatan listrik yang dapat dideteksi oleh konduktometer.

Menurut Saenong (l986) pengukuran daya hantar listrik untuk taraf integritas membran juga dapat dijadikan indikasi vigor benih. Pengukuran tersebut didasarkan pada jumlah senyawa anorganik yang keluar ke dalam air rendaman benih yang dimbibisikan selama waktu tertentu. Semakin tinggi nilai daya hantar listrik maka viabilitas benih semakin menurun. Pertumbuhan benih yang kurang memuaskan di lapang antara lain disebabkan karena vigor benih yang rendah. Kelompok benih yang memiliki vigor tinggi mempunyai struktur sel dan membran sel yang masih baik sehingga dapat menahan bahan-bahan organik maupun anorganik yang ada di dalam membran, sebaliknya benih yang memiliki vigor rendah memiliki membran sel yang rusak sehingga tidak dapat mempertahankan bahan-bahan organik dan anorganik yang ada di dalamnya. Tingkat kebocoran membran dapat dijadikan indikasi vigor benih.

Lebih lanjut Saenong (1986) mengatakan bahwa peubah DHL dapat digunakan sebagai indikasi vigor benih kedelai oleh pengaruh faktor induced karena didasarkan pada kepekaannya membedakan keragaman antar lot benih. Viabilitas benih yang diukur dengan peubah DHL akan lebih dini dalam menunjukkan kemunduran benih.

Pian (l981) meneliti jumlah kebocoran glukosa dan fosfat anorganik dalam air rendaman benih jagung, yang pada dasarnya juga untuk mengukur integritas membran sebagai indikasi kemunduran benih. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai kebocoran glukosa dan senyawa fosfat organik, benih semakin mundur. Daya hantar listrik benih bertambah besar apabila benih telah mengalami kemunduran sehingga kebocoran elektrolit juga makin besar (Sadjad,1993). Menurut Copeland dan McDonald, (1995)

(30)

pengukuran konduktivitas pada kebocoran benih merupakan prosedur yang sederhana, cepat, praktis, dan tidak mahal. Kadar air dan ukuran benih berpengaruh terhadap jumlah elektrolit.

Tingkat kebocoran membran dapat mengindikasikan vigor benih. Suatu lot benih yang memiliki vigor yang tinggi akan menunjukkan tingkat kebocoran membran yang rendah, sedangkan benih bervigor rendah akan menunjukkan tingkat kebocoran membran yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Budiarti (1999) menunjukkan bahwa benih kakao yang bervigor tinggi akan menunjukkan tingkat kebocoran membran yang rendah dan sebaliknya bagi benih yang bervigor rendah akan menunjukkan tingkat kebocoran membran yang tinggi. Hasil yang sama juga dilaporkan pada benih sudangrass (Sorghum sudanense Stapf) (Hsu et al. 2000); pada benih common bean (Kolasinska et al. 2000), pada benih jagung (Miguel & Filho, 2002).

Purwanti (2004) mengatakan bahwa pada benih kedelai hitam dan kedelai kuning, kebocoran membran sel akibat deteriorasi menyebabkan penurunan vigor kedelai kuning menjadi lebih cepat. Semakin lama benih disimpan semakin bertambah tua sel-sel dalam benih. Kerusakan membran sel akibat deteriorasi akan mempengaruhi keadaan poros embrio dan kotiledon yang sebagian besar terdiri atas karbohidrat, protein dan lemak yang berguna untuk pertumbuhan awal benih. Kerusakan yang terjadi pada benih akan mengjambat lanju pertumbuhan kedelai.

ISTA (2006) mengemukakan bahwa ukuran benih akan mempengaruhi laju kebocoran, sehingga akan berpengaruh pula pada nilai DHL. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tao (1980) yang mengatakan bahwa ukuran benih kedelai akan berpengaruh terhadap hasil uji DHL. Berdasarkan hal tersebut maka penggunaan metode uji DHL pada benih kedelai perlu diuji pada berbagai ukuran benih.

Kebocoran Ion

Menurut Abdul Baki dan Anderson dalam Pian (1981), di dalam benih yang mengalami kemunduran terjadi berbagai perubahan biokimia, perubahan biokimia terjadi jauh sebelum daya berkecambah menurun. Perubahan yang terjadi antara lain perubahan membran, cadangan makanan, aktivitas enzim, respirasi, laju sintesis etanol dan kromosom.

(31)

Salah satu peubah kimiawi yang dapat diamati dan berkaitan dengan pengujian daya hantar listrik adalah kandungan elektrolit yang terdapat dalam air rendaman benih. McDonald dan Wilson (1979) mengemukakan, air rendaman benih mengandung beberapa eksudat organik dan inorganik. Miguel dan Filho (2002) mengemukakan bahwa pada benih jagung, kalium merupakan ion-ion utama yang terdapat dalam bocoran selama proses imbibisi, diikuti oleh natrium dan kalsium dan dapat digunakan sebagai indikator dari integritas membran sel.

Bhandal dan Malik dalam Salisbury (1995), mengemukakan bahwa kalium merupakan pengaktif dari sejumlah besar enzim yang penting untuk fotosintesis dan respirasi. Kalium mengaktifkan pula enzim yang diperlukan untuk membentuk pati dan protein.

Berdasarkan hasil penelitian Budiarti (1999) pada benih kakao, hasil pengukuran kebocoran membran dengan peubah daya hantar listrik, kebocoran P dan kebocoran K menunjukkan nilai yang semakin tinggi dengan semakin rendahnya kadar air benih. Woodstock et al. yang diacu dalam Arief et al. (2004) mengemukakan bahwa kebocoran kalium dan kalsium dari benih kapas mampu menunjukkan indikasi potensi fisiologis benih. Indikasi potensi fisiologis yang ditunjukkan oleh adanya bocoran kalium memberikan hasil yang konsisten dengan uji konduktivitas.

Cheng et al.(2005) menunjukkan adanya korelasi yang baik antara rasio K+/Na+ dengan perkecambahan dan indeks perkecambahan pada benih Chinese cabbage (Brassica pekinensis (Louv.) Rupr). Hsu et al. (2000) menganalisis kandungan gula total dan kandungan kalium pada bocoran air rendaman benih Sudangrass (Sorghum sedanense Stapf). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa kandungan kalium pada bocoran benih mengalami peningkatan namun kandungan total gula dan gula reduksi mengalami penurunan pada beberapa periode imbibisi.

Informasi kebocoran kalium pada air rendaman benih belum banyak diketahui sehingga masih memerlukan kajian dan pengembangan untuk dapat diaplikasikan dalam pengujian mutu benih.

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Varietas Kedelai Ukuran Besar dan Sedang, Periode Simpan dan Interaksinya Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih

a. Mutu benih pada awal penyimpanan

Mutu benih awal sangat menentukan daya simpan benih. Informasi status mutu benih awal dalam penelitian ini akan menentukan ketepatan dari kesimpulan yang diambil. Secara keseluruhan data mutu benih awal dari benih kedelai yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Mutu awal benih kedelai varietas Panderman, Burangrang, Baluran, Sinabung, Wilis dan Kaba

Varietas

No Peubah

Panderman Burangrang Baluran Sinabung Wilis Kaba 1 2 3 4 5 6 7 Kadar Air (%) DB (%) Bobot 1000 btr (g) Diameter (mm) Benih Murni Kotoran Benih Bocoran Ion: - Ion K - Ion Ca - Ion Mg 10.0 94 192.4 0.8 99.9 0.1 59.00 4.83 0.80 10.2 96 137.6 0.7 99.8 0.2 41.00 8.04 1.83 9.6 95 152.8 0.7 99.4 0.6 41.38 0.79 1.43 10.0 87 105 0.5 98.6 1.4 39.75 0.48 1.32 10.1 94 105 0.4 99.9 0.1 36.38 0.94 1.66 9.4 92 103 0.5 99.9 0.1 30.75 0.38 0.73

Mengacu pada keputusan Menteri Pertanian tentang pelepasan varietas kedelai, varietas Panderman, Burangrang dan Baluran termasuk dalam klasifikasi benih ukuran besar. Kedelai varietas Sinabung, Wilis dan Kaba termasuk dalam klasifikasi benih ukuran sedang.

Kondisi mutu benih awal benih yang digunakan mempunyai daya berkecambah yang tinggi sesuai dengan persyaratan sebagai benih bina berdasarkan SNI nomor 01-6234.4-2003 yang menentukan syarat mutu benih kedelai yaitu nilai DB minimum: 80.0 %, kadar air maksimum: 11,0 %, benih murni: minimum 97.0 % kotoran benih: maksimum 3.0 %. BTL (Benih Tanaman Lain): 0,0 % dan benih gulma: 0,0 %. Tabel 5 menunjukkan bahwa bahwa daya berkecambah benih untuk seluruh varietas lebih dari 80%, tingkat kemurnian

(33)

yang tinggi dan kandungan air pada benih kurang dari 11 %. Berdasarkan analisis mutu tersebut, benih yang digunakan memiliki mutu fisiologis yang baik, sehingga diharapkan penelitian penyimpanan dapat dilakukan dengan baik dan penarikan kesimpulan yang keliru (misleading interpretation) dapat dihindari.

Hasil uji kandungan bocoran ion pada air rendaman benih kedelai (Tabel 5), diperoleh data bahwa ion K merupakan ion yang paling tinggi terkandung dalam air rendaman kedelai, sehingga untuk pengamatan selanjutnya kandungan ion yang dianalisa adalah ion K.

Rekapitulasi analisis ragam pengaruh varietas, periode simpan serta interaksinya terhadap berbagai peubah yang diamati, ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata pada varietas, periode simpan maupun pada interaksinya untuk semua peubah vigor yang diamati. Tabel 6. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh varietas (V), periode simpan (P) dan

interaksi antara varietas dan periode simpan (V x P) terhadap semua peubah yang diamati.

Ket : * = berpengaruh nyata pada taraf uji α 5 %.

Data sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap berbagai peubah pada benih kedelai dapat dilihat pada Lampiran 14 s.d 21.

b. Kadar Air (KA)

Hasil analisis statistik terhadap faktor varietas, periode simpan dan interaksinya pada peubah KA menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata untuk faktor varietas (Lampiran 14). Namun hasil analisis lebih lanjut terhadap kelompok varietas berukuran besar dan kelompok varietas berukuran sedang (Lampiran 22) tidak menunjukkan adanya perbedaan

Perlakuan Peubah

V P VP

Kadar Air (KA) * * *

Daya Berkecambah (DB) * * *

Indeks Vigor (IV) * * *

Kecepatan Tumbuh (Kct) * * *

Vigor setelah Accelerated Ageing (VAA) * * *

Daya Tumbuh (DT) * * *

Daya Hantar Listrik * * *

(34)

antara kedua kelompok ukuran benih terhadap peubah KA. Nilai rata-rata KA pada kelompok varietas berukuran besar sebesar 10,03% sedangkan nilai rata-rata kelompok varietas berukuran sedang sebesar 9.93 % (Lampiran 23).

Interaksi antara faktor varietas dan periode simpan pada peubah KA dapat dilihat pada Tabel 7. Perbedaan KA antar varietas diduga karena KA awal yang berbeda (Tabel 6) disamping itu pula karena faktor genetis dari masing-masing varietas. Seperti yang diungkapkan oleh Soepriaman (1989) bahwa kulit benih (seed coat) pada kedelai dan jagung mempunyai bebagai macam tebal lapisannya, sehingga akan memiliki daya serap air yang berbeda.

Tabel 7. Rata-rata kadar air benih (%) dari 6 varietas kedelai pada beberapa periode simpan

Periode Simpan (minggu)

Varietas 0 3 6 9 12 15 18 21

Panderman 9,98i-m 10,00h-m 10,23b-e 9,93k-n 10,10d-j 10,08e-k 9,98 i-m 10,08e-k

Burangrang 10,15c-h 10,03g-k 10,48a 10,25b-d 10,30bc 10,38ab 10,30bc 10,23b-e

Baluran 9,55rs 9,48st 10,48a 9,58q-s 9,73 o-q 9,88l-o 9,68 p-r 9,93k-n

Sinabung 9,95k-m 9,98i-m 10,38ab 10,05f-k 10-15c-h 10,18c-g 10,05f-k 10,10d-j

Wilis 10,13d-i 10,18c-g 10,18c-g10,08e-k 10,13d-i 10,13d-i 9,88l-o 10,20c-f

Kaba 9,35t 9,20u 9,75op 9,75op 9,68p-r 9,68p-r 9,35 t 9,78n-p

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5 %

Berdasarkan hasil penelitian, terjadi perubahan kandungan KA pada benih kedelai selama 21 minggu periode simpan. Hal ini dapat terjadi karena penyimpanan di lakukan pada kondisi ruang yang tidak terkendali (suhu kamar). Suhu ruang simpan berkisar antara 25 – 33oC dengan kelembapan berkisar 48 – 85 %. Seperti yang dikemukakan oleh Soemardi dan Thahir (1995) penyimpanan kedelai berhubungan erat dengan penanganan benih. Benih yang telah terpilih, bersih dan sehat perlu ditangani dengan baik agar daya berkecambahnya tidak cepat menurun. Benih kedelai akan turun daya berkecambahnya dalam jangka waktu satu bulan jika tidak dilakukan

(35)

penanganan terhadap benih. Menurut Justice dan Bass (2002), struktur benih akan berpengaruh terhadap masa simpannya. Sukarman dan Muhadjir (1993) menyatakan bahwa benih kedelai varietas Lokon memiliki kulit biji yang lebih permeabel dibandingkan dengan varietas Galunggung dan Kerinci, sehingga imbibisi lebih cepat terjadi. Kondisi daya tumbuh benih di akhir penyimpanan selama 7 bulan menunjukkan bahwa varietas Lokon memiliki daya tumbuh yang paling kecil dibandingkan varietas Galunggung dan Kerinci.

Hal lain yang berkaitan dengan perubahan KA selama penyimpanan adalah adanya sifat fisik benih kedelai yang higroskopis. Menurut Barlian (1991) kadar air benih kedelai sangat mudah berubah dan sangat tergantung dengan kelembapan nisbi dan suhu di sekitarnya.

Menurut Purwanti (2004) suhu ruang simpan berperan dalam mempertahankan viabilitas benih kedelai selama penyimpanan, yang dipengaruhi oleh kadar air benih, suhu dan kelembapan nisbi ruangan. Pada suhu rendah respirasi berjalan lambat dibandingkan dengan suhu tinggi. Pada kondisi tersebut, viabilitas benih dapat dipertahankan lebih lama.

Kadar Air (KA) di awal penyimpanan berkisar dari 9.35 – 10.15 % dan di akhir penyimpanan ada pada kisaran 9.78-10.23%. Selama masa penyimpanan terjadi perubahan KA dalam benih namun demikian perubahan ini tetap berada di bawah batas toleransi maksimal benih, yaitu 11%. Kondisi ini berkaitan dengan adanya pengemasan dengan menggunakan plastik poly

ethylene 0,08 mm. Kantong plastik disini berperan sebagai moisture barrier

yang menghalangi terjadinya pertukaran udara di sekitar benih dengan udara di luar. Meskipun telah dikemas dengan tehnik pengemasan yang tertutup rapat (disealed) namun masih terjadi perubahan KA hal ini diduga terkait dengan aktivitas respirasi benih. Menurut Sukarman dan Muhadjir (1993) produk respirasi pada benih kedelai berupa H2O dan CO2 dapat menyebabkan peningkatan KA benih.

c. Daya Berkecambah (DB)

Mutu fisiologis identik dengan peubah daya berkecambah dimana peubah ini menunjukkan kemampuan benih untuk tumbuh normal dalam kondisi optimum (AOSA, 2001). ISTA (2006) menunjukkan bahwa tujuan

pengujian daya berkecambah adalah untuk menentukan potensi

(36)

membandingkan mutu benih dari lot yang berbeda dan untuk menduga mutu benih sebagai bahan tanaman (the field planting value).

Hasil analisis statistik terhadap faktor varietas, periode simpan dan interaksinya pada peubah DB menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata untuk faktor varietas (Lampiran 15). Pengujian statistik lebih lanjut terhadap kelompok varietas berukuran besar dan kelompok varietas berukuran sedang menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada peubah DB (Lampiran 22). Nilai rata-rata DB pada kelompok varietas berukuran besar adalah 90,99% sedangkan nilai rata-rata kelompok varietas berukuran sedang sebesar 88.30% (Lampiran 23).

Interaksi antara faktor varietas dan periode simpan pada peubah DB dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan hasil penelitian diketahui adanya penurunan DB pada semua varietas selama periode simpan. Penurunan persentase DB benih kedelai selama penyimpanan terjadi karena adanya faktor suhu tidak terkendali di ruang penyimpanan. Menurut Purwanti (2004) suhu ruang penyimpanan di atas 20oC umumnya kurang baik untuk benih kedelai. Pada ruangan bersuhu 30oC, benih yang daya berkecambahnya tinggi dalam waktu 6 bulan daya kecambahnya akan turun menjadi 0%. Penyimpanan dalam gudang atau ruangan biasa (suhu 26oC, RH 80-90%) hanya dapat mempertahankan daya berkecambah benih kedelai > 84 % selama 4 bulan. Hal senada juga dikemukakan oleh Sarungallo (2001) DB benih kedelai dari berbagai tingkat kemasakan mengalami penurunan selama 5 bulan periode simpan.

Viabilitas potensial benih diketahui melalui peubah DB. Benih yang paling awal mengalami penurunan DB adalah Panderman (minggu ke-12), Sinabung mulai turun di minggu ke-15, sedangkan DB Baluran dan Wilis mulai turun pada minggu ke-18. Burangrang dan Kaba mulai turun pada minggu ke-21. Penurunan DB pada benih Menurut Purwanti (2004) suhu ruang penyimpanan di atas 20oC umumnya kurang baik untuk benih kedelai. Pada ruangan bersuhu 30oC, benih yang berdaya kecambah tinggi dalam waktu 6 bulan daya kecambahnya akan turun menjadi 0%. Penyimpanan dalam gudang atau ruangan biasa (suhu 26oC, RH 80-90%) hanya dapat mempertahankan daya berkecambah benih kedelai > 84 % selama 4 bulan. Keragaman penurunan DB pada periode simpan tertentu diduga karena adanya faktor genetis dari masing-masing varietas. Arief et al. (2004) mengemukakan bahwa suhu udara yang berkisar 28-32oC serta fluktuasi

(37)

kelembapan nisbi udara yang cukup tinggi mendorong terjadinya deteriorasi benih lebih cepat pada penyimpanan benih jagung. Copeland dan MCDonald (1995) mengatakan bahwa faktor internal yang berpengaruh terhadap viabilitas benih selama penyimpanan adalah sifat genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit dan kadar air benih awal.

Tabel 8. Rata-rata daya berkecambah (%) dari 6 varietas kedelai pada beberapa periode simpan

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5 %

DB varietas Sinabung memiliki nilai yang terendah dibandingkan dengan varietas lainnya. Hal ini berhubugan erat dengan mutu awal benih sebelum disimpan. Dari ke-enam varietas benih kedelai, varietas Sinabung memiliki nilai DB yang terendah, sehingga di akhir penyimpananpun mutu benih ini meliliki nilai DB yang kecil dibadingkan benih lainnya. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kartono (2004) beberapa faktor yang mempengaruhi daya berkecambah benih kedelai selama penyimpanan adalah (1) mutu dan daya berkecambah benih sebelum disimpan; (2) kadar air benih; (3) kelembapan ruang penyimpanan; (4) suhu tempat penyimpanan; (5) hama dan penyakit di tempat penyimpanan; dan (6) lama penyimpanan.

Agrawal (1981) menyampaikan bahwa kualitas benih awal

penyimpanan mempengaruhi kualitas benih selama penyimpanan.

Persentase DB di awal penyimpanan berkisar 87.00– 95.5 % sedangkan di Periode Simpan (minggu)

Varietas

0 3 6 9 12 15 18 21

Panderman 94,00a-e 97,00a 95,00a-d 95,5ab 88,00c-j 88,00c-j 77,00lm 76,00m

Burangrang 95,50abc 95,75ab 94,50a-e 96,00ab 94,00a-e 91,00a-i 90,00a-j 83,00jkl

Baluran 94,50a-e 97,00a 93,00a-g 91,00a-i 94,00a-e 92,00a-h 86,00f-j 86,00f-j

Sinabung 87,00e-j 87,50d-j 88,50b-j 85,00h-j 87,50d-j 77,00lm 78,00

kl

m 76,00m

Wilis 93,50a-f 95,00a-d 92,50a-g 91,50a-h 94,50a-e 90,00a-j 84,00ijk 85,50h-j

Gambar

Tabel  1.  Pengujian vigor benih  yang dilakukan  secara rutin  di  Brazil  untuk beberapa jenis tanaman
Tabel  2. Pengujian vigor pada berbagai benih tanaman menggunakan metode Accelerated Ageing
Tabel 5.  Mutu awal benih kedelai varietas Panderman,  Burangrang,  Baluran, Sinabung, Wilis dan Kaba
Tabel 7. Rata-rata kadar air benih (%) dari 6 varietas kedelai pada beberapa periode simpan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karakterisasi optik dan listrik larutan klorofil Spirulina sp sebagai dye- sensitized solar cell (DSSC) yang dikembangkan pada penelitian ini bisa membuka jalan tidak

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah yang memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “

Abstract We examined behaviour management problems as predictors of psychotropic medication, use of psychiatric consultation and in-patient admission in a group of 66 adults

Guru menjelaskan tentang tujuan pembelajaran seni tari pada bulan ini, yakni untuk berkarya tentang Menyusun karya tari modern berdasarkan komposisi tari (sesuai dengan

The effective interest rate is the rate that exactly discounts estimated future cash receipts or payments (including all fees and points paid or received that form

sistem pengendalian internal berfungsi dengan baik, diperlukan kelima komponen tersebut sehingga akan mendorong terlaksananya struktur sistem pengendalian internal yang

Penyedia yang dikenakan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam berdasarkan penetapan BUMN/BUMD, lembaga donor, pemerintah negara lain dan/atau putusan Komisi Pengawas

Fotocopy berkas yang tercantum didalam formulir isian kualifikasi penawaran yang saudara sampaikan pada paket pekerjaan tersebut untuk diserahkan pada Pokja sebanyak 1