• Tidak ada hasil yang ditemukan

Layanan Pendidikan dan Prinsip Prinsip L

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Layanan Pendidikan dan Prinsip Prinsip L"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Layanan Pendidikan dan Prinsip-Prinsip Layanan ABK

MAKALAH

(Disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam Mata Kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus)

Dosen pengampu : Dra. Kurniana Bektiningsih, M.Pd.

.

Oleh : Rombel 15 Kelompok 9

1. Veni Melina(1401413061)

2. Budi Adi Prayogo (1401413281) 3. Dewi Nurmayasari (1401413314)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada mulanya, pengertian anak berkebutuhan khusus adalah anak cacat, baik cacat fisik maupun cacat mental. Anak-anak yang cacat fisik sejak lahir, seperti tidak memiliki kaki atau tangan yang sempurna, buta warna, atau tuli termasuk anak yang memiliki kebutuhan khusus. Pengertian anak berkebutuhan khusus kemudian berkembang menjadi anak yang memiliki kebutuhan individual yang tidak bisa disamakan dengan anak yang normal. Pengertian anak berkebutuhan khusus akhirnya mencakup anak yang berbakat, anak yang cacat, dan anak yang mengalami kesulitan.

Selama ini cara pandang terhadap anak berkebutuhan khusus masih negatif, maka pemenuhan layanan anak berkebutuhan khusus juga belum dapat memperoleh hak yang sama dengan anak-anak lainnya. Sehubungan dengan itu, maka guru sebagai ujung tombak pendidikan formal perlu memberikan layanan secara optimal bagi semua siswa termasuk anak berkebutuhan khusus. Karena dalam jenjang sekolah umum, termasik sekolah dasar, terkadang ditemui siswa yang termasuk anak berkebutuhan khusus yang memerlukan perhatian dan layanan pendidikan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya. Sebab anak tersebut tidak serta merta dapat dilayani kebutuhan belajarnya sebagaimana anak-anak normal pada umumnya.

Guru di sekolah dasar diharapkan mampu memberikan layanan pendidikan pada setiap anak berkebutuhan khusus. Namun masih banyak guru yang belum memahami tentang anak berkebutuhan khusus. Sehingga mereka tidak dapat memberikan layanan pendidikan yang optimal terhadap anak berkebutuhan khusus. Apalagi anak berkebutuhan khusus mencakup berbagai jenis dan derajat kelainan yang bervariasi. Padahal setiap anak memiliki keunikannya masing-masing yang berbeda dengan anak lainnya, dimana setiap anak perlu mendapatkan penanganan yang berbeda sesuai dengan karakternya.

(3)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.

1. Langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk mengenali dan menemukan adanya anak berkebutuhan khusus?

2. Bagaimana cara pemberian layanan pendidikan terhadap anak-anak berkebutuhan khusus?

3. Apa sajakah prinsip-prinsip layanan bagi anak berkebutuhan khusus?

C. Tujuan

1. Untuk mengidentifikasi langkah-langkah dalam menngenali anak berkebutuhan khusus.

2. Untuk mengetahui cara pemberian layanan pendidikan terhadap anak berkebutuhan khusus.

(4)

BAB II PEMBAHASAN

Banyak kasus yang terjadi berkenaan dengan keberadaan anak berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah umum, termasuk di sekolah dasar (SD). Anak-anak tersebut memerlukan perhatian dan layanan pendidikan yang sesuai dengan kondisi dan keadaannya agar dapat mengembangkan kemampuannya seperti anak-anak normal lainnya. Pada dasarnya setiap anak adalah pribadi yang unik yang harus diperlakukan sesuai dengan keunikannya. Untuk dapat memberikan perlakuan yang tepat terhadap anak yang bersangkutan, seorang guru harus mengetahui apa keunikan atau kelainan yang dimiliki oleh anak didiknya. Untuk mengetahuinya, seorang guru perlu melakukan tahap identifikasi dan asesmen terhadap anak yang diduga anak berkebutuhan khusus, sehingga dapat memberikan layanan yang tepat.

A. Identifikasi

Anak berkebutuhan khusus perlu dikenal dan diidentifikasikan dari kelompok anak pada umumnya, oleh karena mereka memerlukan pelayanan yang bersifat khusus. Pelayanan tersebut bertujuan untuk membantu anak berkebutuhan khusus mengurangi keterbatasannya dalam hidup bermasyarakat. Dalam rangka mengidentifikasi (menemukan) anak dengan kebutuhan khusus, diperlukan pengetahuan tentang berbagai jenis dan tingkat kelainan organis maupun fungsional anak melalui gejala-gejala yang dapat diamati sehari-hari. Sehubungan dengan hal itu, maka disiapkan alat identifikasi anak berkebutuhan khusus berbentuk kelimat pertanyaan tentang gejala-gejala yang nampak pada anak dalam kesehariannya. Dengan alat identifikasi ini, secara sederhana dapat disimpulkan apakah seseorang tergolong anak berkebutuhan khusus atau bukan.

Identifikasi adalah usaha untuk mengenali atau menemukan anak berkebutuhan khusus sesuai dengan ciri-ciri yang ada. Identifikasi yang dilakukan untuk menemukenali keberadaan anak berkebutuhan khusus di SD berorientasi pada ciri-ciri atau karakteristik yang ada pada seorang anak yang mencakup hal-hal sebagai berikut.

1. Kondisi Fisik

(5)

2. Kemampuan Intelektual

Mencakup kemampuan anak untuk melaksanakan tugas-tugas akademik di sekolah 3. Kemampuan Komunikasi

Mencakup kesanggupan seorang anak dalam memahami dan mengekspresikan gagasannya dalam berinteraksi terhadap lingkungan sekitar, baik secara lisan maupun tulisan.

4. Sosial Emosional

Mencakup aktivitas sosial yang dilakukan seorang anak dalam kegiatan interaksinya dengan teman-teman maupun dengan gurunya serta perilaku yang ditampilkan dalam pergaulan kesehariannya.

Ada beberapa teknik identifikasi secara umum, yang memungkinkan guru-guru untuk melakukannya sendiri di sekolah. Teknik-teknik tersebut adalah sebagai berikut.

1) Observasi

Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu obyek dalam suatu periode tertentu dan mengadakan pencatatan ecara sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamati termasuk anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan situasi yang diobservasi, observasi dibedakan menjadi:

a. Observasi Langsung, dilakukan secara langsung terhadap siswa dalam lingkungan yang wajar dalam aktivitas keseharian.

b. Observasi tak Langsung, dilakukan dengan menciptakan kondisi yang diinginkan untuk diobservasi.

Berdasarkan keterlibatan pengobservasi, observasi debedakan menjadi:

a. Partisipan, yaitu orang yang melakukan observasi turut mengambil bagian pada situasi yang diobservasi.

b. Nonpartisipan, yaitu orang yang melakukan observasi berada di luar situasi yang sedang diobservasi, tujuannya agar tidak menimbulkan kecurigaan bagi anak yang diobservasi.

2) Wawancara

(6)

3) Tes

Tes merupakan suatu cara untuk melakukan penilaian yang berupa suatu tugas yang harus dikerjakan oleh anak, yang akan menghasilkan suatu nilai tentang kemampuan atau perilaku anak yang bersangkutan. Untuk mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus tes dapat dilakukan dalam bentuk perbuatan maupun tulisan. Dalam hal ini tes berupa buatan guru sendiri.

4) Tes Psikologi

Tes psikologi yaitu tes yang sangat popular dan sering digunakan dalam upaya identifikasi anak berkebutuhan khusus, karena memiliki akurasi yang lebih baik dari tes buatan guru, waktu pelaksanaan tes lebih singkat, dan dapat memprediksi apa-apa yang akan terjadi dalam belajar anak di tahap berikutnya. Untuk melihat tingkat kecerdasan seorang anak, tes psikologi merupakan salah satu instrumen yang lebih obyektif dan validitasnya telah teruji. Tes psikologi tidak hanya terbatas pada tes kecerdasan saja, tetapi juga digunakan untuk mengetahui kepribadian, perilaku, dan bakat khusus seseorang.

B. Asesmen

Asesmen adalah penilaian terhadap suatu keadaan, penilaian terhadap kondisi atau keadaan anak berkebutuhan khusus. Asesmen merupakan kelanjutan dari identifikasi. Hasil yang diperoleh dari asesmen pendidikan akan bermanfaat bagi guru sebagai panduan dalam dua hal pokok, yaitu perencanaan program dan implementasi program pembelajaran. Informasi yang dikumpulkan dalam asesmen hendaknya relevan dan komperhensif karena akan digunakan merencanakan tujuan dan penentuan sasaran pembelajaran serta strategi pembelajaran yang tepat.

1. Tujuan Asesmen

a. Menyeleksi anak-anak yang termasuk anak berkebutuhan khusus b. Menempatkan siswa sesuai dengan kemampuannya

c. Merencanakan program dan strategi pembelajaran

d. Mengevaluasi dan memantau perkembangan belajar siswa 2. Langkah-Langkah dalam Asesmen

a. Menentukan cakupan dan tahapan keterampilan yang diajarkan b. Menetapkan perilaku yang diases

c. Memilih aktivitas evaluasi (evaluasi khusus atau umum) d. Pengorganisasian alat evaluasi

(7)

f. Penentuan tujuan pembelajaran khusus untuk jangka panjang dan jangka pendek 3. Teknik Pelaksanaan Asesmen

a. Observasi

Mencakup pengamatan yang dilakukan secara seksama terhadap aktivitas belajar siswa, seperti cara belajar, kinerja, perilaku, atau kompetensi yang dicapai.

b. Tes Formal

Merupakan suatu bentuk tes yang telah distandarkan, yang memiliki acuan norma atau patokan dengan tolak ukur yang telah ditetapkan. Dalam konteks asesmen pendidikan anak berkebutuhan khusus sesungguhnya kurang cocok dilakukan karena tujuannya yang sangat spesifik mencakup persoalan-persoalan pendidikan yang unik yang dihadapi siswa berkebutuhan khusus secara individual.

c. Tes Informal

Merupakan tes yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang berbagai hal yang berkenaan dengan kompetensi dan kemajuan belajar anak berkebutuhan khusus yang disusun oleh guru. Tes ini digunakan secara intensif untuk mengetahui kompetensi-kompetensi khusus pada anak.

d. Wawancara

Merupakan usaha memperoleh informasi tentang anak anak berkebutuhan khusus dengan sasaran utama orangtua, keluarga, guru di sekolah, ataupun teman sepermainan.

C. Pemberian layanan pendidikan

Sebelum menentukan layanan pendidikan yang akan diberikan terhadap anak berkebutuhan khusus, seorang guru SD terlebih dahulu melakukan identifikasi yang dilanjutkan dengan asesmen terhadap anak yang diduga berkebutuhan khusus. Menemukan anak berkebutuhan khusus sangat penting dilakukan, mengingat kebutuhan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sangatlah spesifik, dengan keunikan yang dimiliki. Melalui asesmen permasalahan-permasalahan pendidikan khusus yang dialami anak akan diketahui, dalam bidang apa dan tentang persoalan yang dihadapinya.

(8)

dilakukan terhadap anak berkebutuhan khusus harus memperoleh persetujuan orangtua murid.

Idealnya semua siswa berkebutuhan khusus yang berkelainan fisik dan mental dilayani dengan PPI, terutama diperuntukkan bagi murid berkelainan pada tingkat sedang dan berat. Pengembangan PPI sesungguhnya tidak dapat dilakukan sendiri oleh seorang guru, tetapi harus ada koordinasi dengan berbagai pihak terkait di sekolah, dinas pendidikan, komite sekolah, dan orangtua murid. Langkah awal yang harus dilakukan untuk penyelenggaraan program PPI adalah membentuk tim penyusun program, dengan kerja awal melakukan diskusi dan menganalisis permasalahan yang dihadapi siswa, untuk selanjutnya dibuatkan program yang sesuai dengan kebutuhannya.

Proses pengembangan PPI dapat dilakukan dengan mengikuti beberapa prosedur teknis, yaitu sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan kompetensi siswa secara rinci pada saat sekarang dalam berbagai bidang pelajaran.

2. Merumuskan tujuan jangka panjang dan jangka pendek kegiatan pembelajara.

3. Menentukan teknik dan akat evaluasi untuk mengetahui kemajuan yang telah dicapai. 4. Mengembangkan ranah kurikulum yang akan dibuat atau dipropagandakan.

5. Menetapkan strategi pembelajaran sesuai dengan penekanan pada ranah kurikulumnya.

Dalam pelaksanaan program PPI harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya agar kompetensi yang diharapkan untuk mengatasi kesulitan akan lebih mudah dicapai. Selama kegiatan berlangsung, guru berperan sebagai pendidik, fasilitator, dan motivator dalam pelaksanaan program. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan program adalah sebagai berikut.

1. Mencermati tujuan dan sasaran program yang akan dicapai.

(9)

dalam bentuk tes formal maupun tes informal untuk mengukur tingkat kemajuan dan prestasi belajar yang telah dicapai siswa.

D. Prinsip Layanan Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Beberapa prinsip dasar dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus pada umumnya yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan pendidikan. Prinsip Dasar dalam layanan pendidikan menurut Musjafak Assjari (1995).

1. Keseluruhan anak (all the children)

Layanan pendidikan pada anak berkebutuhan khusus harus didasarkan pada pemberian kesempatan kepada seluruh anak berkebutuhan khusus dari berbagai derajat, ragam dan bentuk kecacatan yang ada. Dengan layanan pendidikan diharapkan anak mengembangkan potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin, sehingga ia dapat mencapai hidup bahagia sesuai dengan kecacatannya. Guru saharusnya bersifat kreatif, menggunakan pendekatan yang sesuai dengan keunikan dan karakteristik dari masing-masing kecacatan.

2. Kenyataan (reality)

Pengungkapan tentang kemampuan fisik dan psikologis pada masing-masing anak berkebutuhan khusus mutlak untuk dilakukan. Hal ini penting, mengingat melalui tahapan tersebut pelaksanaan pendidikan maupun pelaksanaan rehabilitasi dapat memberikan layanan yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing anakberkebutuhan khusus. Dasar pendidikan yang menempatkan pada kemampuan masing-masing anak tuna daksa inilah yang dimaknai sebagai dasar yang dilandaskan pada kenyataan (reality). Tunadaksa berarti suatu keadaan rusak atau terganggu sebagaiakibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, dan sendi dalamfungsinya yang normal

3. Program yang dinamis (a dynamic program)

(10)

4. Kesempatan yang sama (equality of opportunity)

Pada dasarnya anak berkebutuhan khusus diberikan kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensinya tanpa memprioritaskan jenis-jenis kecacatan yang dialaminya. Titik perhatian pengembangan utama pada anak kebutuhan khusus adalah optimalisasi potensi yang dimiliki masing-masing anak melalui jenjang pendidikan yang ditempuhnya. Kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan menuntut penyelenggara pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus untuk menyediakan dan mengusahakan sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan anak dan variasi kecacatannya.

5. Kerjasama (cooperative)

Pendidikan berkebutuhan khusus tidak akan berhasil mengembangkan potensi mereka jika tidak melibatkan pihak-pihak yang terkait. Salah satunya yaitu orang tua untuk merancang dan menyelenggaran program pendidikan. Selain orang tua diantaranya yaitu dokter, psikologis, psikhiater, pekerja social,ahli terapi okupasi, dan ahli fisioterapi,konselor, dan tokoh masyarakat utama mempunyai perhatian dalam dunia pendidikan anak.

Selain prinsip tersebut diatas ada juga prinsip lain yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaran pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yaitu

1. Prinsip kasih sayang

Sebagai manusia, anak berkebutuhan khusus membutuhkan kasih sayang dan bukan belas kasihan. Untuk itu, guru seharusnya mampu menggantikan kedudukan orang tua untuk memberikan perasaan kasih sayang kepada anak. Wujud pemberian kasih sayang dapat berupa sapaan, pemberian tugas sesuai dengan kemampuan anak, menghargai dan mengakui keberadaan anak.

2. Prinsip keperagaan

Anak berberkebutuhan khusus ada yang memiliki kecerdasas dibawah rata-rata. Untuk itu guru dalam membelajarkan anak hendaknya menggunakan alat peraga yang memadai agar anak terbantu dalam menangkap pesan. Alat peraga hendaknya disesuaikan dengan bahan, suasana dan perkembangan anak.

3. Keterpaduan dan keserasian antar ranah

(11)

dalam proses pembelajaran seperti ini terjadi kepincangan dan ketidakutuhan dalam memperoleh makna dari apa yang dipelajari. Untuk itu, guru seharusnya menciptakan media yang tepat untuk mengembangkan ketiga arahan tersebut.

4. Pengembangan minat dan bakat

Tugas guru dan orang tua adalah mengembangkan bakat dan minat yang terdapat pada diri anak masing-masing. Hal ini dilakukan karena, minat dan bakat seseorang memberikan sumbangan dan pencapaian keberhasilan. Oleh karena itu, proses pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus hendaknya didasarkan pada minat dan bakat mereka yang dimiliki.

5. Kemampuan anak

Heteroginitas (keanekaragaman) mewarnai kelas-kelas pendidikan pada anak berkebutuhan khusus, akibatnya masing-masing subjek didik perlu memperoleh perhatian dan layanan yang sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, sebelum dan selama proses pendidikan orang tua perlu disertakan dalam proses pembelajaran anaknya, sehingga kemampuan dan perkembangannya dapat mampu diikutinya. Selain itu, guru harus mampu menterjemahkan tuntutan kurikulum terhadap heteroginitas kemampuan masing-masing subjek didik.

6. Model

Guru merupakan model bagi subjek didiknya. Perilaku guru akan ditiru oleh anak didiknya. Oleh karena itu perlu merancang secermat mungkin pembelajaran agar model yang ditampilkannya oleh guru dapat ditiru oleh anak.

7. Pembiasaan

Pembiasaan bagi anak berkebutuhan khusus membutuhkan penjelasan yang lebih konkret dan berulang-ulang.

8. Latihan

Latihan yang dilakukan tidak melebihi kemampuan anak, sehingga anak senang melakukan kegiatan yang telah diprogramkan oleh pengelola pendidikan.

9. Pengulangan

Pengulangan diperlukan untuk memperjelas informasi dan kegiatan yang harus dilakukan anak. Meskipun hal ini sering menjemukan, tetapi kenyataan mereka memerlukan demi penguasaan suatu informasi yang utuh.

10. Penguatan

(12)

Penghargaan ini akan memberikan motivasi pada diri mereka. Bila ini terjadi, anak akan berusaha untuk menampilkan prestasi lain.

Beberapa prinsip khusus yang berkaitan dengan layanan pendidikan anak tunanetra menurut annastasia Widjajanti dan Imanuael Hitipeuw (1995) adalah prinsip totalitas, prinsip keperagaan, prinsip berkesinambungan, prinsip aktivitas, prinsip individual. Prinsip khusus tersebut berkaitan erat dengan kecacatan yang dialami anak.

a. Prinsip totalitas

Prinsip totalitas berarti keseluruhan atau keseutuhan. Dalam prinsip ini guru dalam mengajar suatu konsep harus secara keseluruhan atau utuh. Keseluruhan dimaksudkan bahwa dalam mengenalkan konsep sedapat mungkin melibatkan keseluruhan indera, sedangkan keutuhan dimaksudkan bahwa konsep yang dikenalkan harus utuh, tidak sepotong-potong. Misalnya, menjelaskan “tomat” , guru tidak hanya mengenalkan model tomat, tetapi sedapat mungkin ditunjukkan tomat yang asli, anak disuruh meraba bentuk-bentuk tomat, mencium bau tomat, merasakan tomat, dan bahkan melengkapinya dengan bentuk pohon tomat

b. Prinsip Keperagaan

Prinsip keperagaan sangat dibutuhkan untuk menjelaskan konsep baru pada anak tunanetra. Prinsip peragaan berkaitan erat dengan tipe belajar anak. Ada anak yang mudah menerima konsep melalui indera perabaan, ada anak yang mudah melalui indera pendengaran. Dengan peraga anak akan terhindar dari verbalisme. Misalnya, guru menerangkan perbedaan antara apel dan tomat. Guru harus membawa kedua jenis buah tersebut. Anak harus dapat membedakan keduanya dari segi teksture (kasar-halus, keras-lembut), berat, rasa, dan baunya.

Contoh lain, misalnya guru akan menerangkan nyamuk; untuk suara mungkin dapat langsung, tetapi untuk bentuk guru harus mencari spesimen nyamuk, yang besarnya mungkin ratusan kali dari nyamuk yang sesungguhnya. Informasi ukuran ini harus diberitahukan supaya anak tidak salah persepsi. Dengan spesimen anak dapat leluasa meraba dan membayangkan dengan nyamuk yang sesungguhnya.

c. Prinsip berkesinambungan

(13)

selalu menghubungkan materi pelajaran yang telah dipelajari dengan materi pelajaran yang akan dipelajari. Istilah yang digunakan hendaknya tidak terlalu banyak variasi antara guru yang satu dengan guru yang lain.

d. Prinsip aktivitas

Prinsip aktivitas penting artinya dalam kegiatan belajar anak. Murid dapat memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan oleh guru. Reaksi ini dilaksanakan dalam bentuk mengamati sendiri dengan bekerja sendiri. Tugas guru membantu anak dalam kegiatan belajar mengajar. Anak tunanetra diharapkan aktif tidak hanya sebagai pendengar. Tanpa aktivitas, konsep yang diterima anak hanya sedikit dan mereka akan merasa jenuh. Situasi demikian dapat membuat mereka mengantuk. Sebaliknya, jika anak tunanetra aktif dalam kegiatan pembelajaran, maka pengalaman belajar mereka banyak, mereka memperoleh kepuasan dalam belajar, sehingga akan mendorong rasa ingin tahu yang tinggi.

e. Prinsip individual

(14)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Setiap anak memiliki karakter dan keunikan yang berbeda-beda. Namun hendaknya perlakuan tersebut tidak menimbulkan adanya kecemburuan sosial di antara siswa. Dapat dikatakan bahwa semua anak memiliki kebutuhan khusus. Namun jika dilihat secara umum, anak berkebutuhan khusus adalah anak yang benar-benar membutuhkan penanganan khusus karena tingkahlaku atau sifatnya yang menyimpang dari anak-anak pada umumnya.

Langkah awal dalam menemukan dan menentukan anak berkebutuhan khusus di SD adalah melalui identifikasi. Identifikasi adalah upaya menemukenali anak-anak yang diduga memiliki kelainan atau berkebutuhan khusus. Kegiatan identifikasi dilanjutkan dengan asesmen yang merupakan aktivitas penting dalam proses pembelajaran di sekolah, sehingga pelaksanaannya harus benar-benar dilakukan secara obyektif terhadap kondisi dan kebutuhan anak. Pada intinya asesmen berorientasi pada upaya pengumpulan informasi secara sistematis dalam upaya perencanaan dan implementasi pembelajaran siswa di sekolah.

Ada beberapa prinsip dasar dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus pada umumnya yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan pendidikan.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

UNY. 2011. ppmlayanan-pendidikan-untuk-anak-berkebutuhan-khusus.pdf

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/aini-mahabbati-spd-ma/ppmlayanan-pendidikan-untuk-anak-berkebutuhan-khusus.pdf. Diakses

pada hari Sabtu 5 Maret 2016 Pukul 19.30 WIB

Kristiani, Imelda. 2015. LAYANAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN

KHUSUS DI SEKOLAH DASAR.

http://belajarimanuel.blogspot.co.id/2015/06/layanan-pendidikan-anak-berkebutuhan.html. Diakses pada hari Sabtu 5 Maret 2016 Pukul 19.30 WIB.

Ningtyas, Wahyu. 2013. LAYANAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH DASAR.

http://wahyupgsd10.blogspot.co.id/2013/07/layanan-pendidikan-anak-berkebutuhan.html. Diakses pada hari Sabtu 5 Maret 2016 Pukul 19.30 WIB.

Sarah, sayyidah. 2011. Prinsip-prinsip Layanan Anak Berkebutuhan Khusus.

http://sayyida-sarah.blogspot.co.id/2011/12/prinsip-prinsip-layanan-anak.html.

Diakses pada hari Sabtu 5 Maret 2016 Pukul 19.30 WIB.

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, pada aplikasi tersebut tidak terdapat proteksi agar mitra kerja tidak dapat melakukan kontrak baru dengan jenis karung yang sama apabila kontrak lama

Dengan kenampakan resolusi spasial yang lebih baik berdasarkan fusi citra, proses klasifikasi diharapkan dapat menjadi lebih terbantu dalam interpretasi visual dan

bisa disimpulkan dalam penelitian yang sudah diteliti. Untuk menganalisis data yang sudah terkumpul menggunakan metode deskriptif. Metode ini digunakan dalam rangka untuk

Berdasarkan kajian mengenai stail nyanyian Saloma daripada perpektif teknik vokal klasikal barat dari pengunaan vokal register yang telah dibincangkan didalam kajian ini,

Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijazah yang

100% High Grade Cotton Combed Baju 'A' shape Cutting Lengan lepas terbuka. Baju Muslimah yg Kemas, manis dan ceria Sgt2 selesa dan

Apabila kondisi kegawatdaruratan pasien sudah teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan, tetapi pasien tidak bersedia untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan yang

“Mekanisme Pembentukan Komite Reviewer Dan Tata Cara Penilaian Usulan Dana Bantuan Penelitian Dan Publikasi Ilmiah.” Pusat Penelitian dan Penerbitan UIN Sunan Gunung Djati