• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Perilaku Ibu Dalam Pemijatan Bayi Di Puskesmas Pamulang Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Perilaku Ibu Dalam Pemijatan Bayi Di Puskesmas Pamulang Tahun 2011"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP

PERILAKU IBU DALAM PEMIJATAN BAYI DIPUSKESMAS

PAMULANG TAHUN 2011

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

OLEH : MULYATI 106104003483

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak memiliki nilai yang sangat tinggi untuk keluarga dan bangsa. Setiap

orang tua mengharapkan anaknya dapat tumbuh dan berkembang secara optimal

sehingga dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan tangguh.

Menurut Dasuki (2003) tercapainya pertumbuhan dan perkembangan yang

optimal merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan, yaitu

faktor genetik, lingkungan, perilaku, dan rangsangan atau stimulasi.

Stimulasi tumbuh kembang pada bayi penting dilakukan lebih awal antara

lain dengan melakukan pijat bayi karena pijat bayi adalah pemijatan yang

dilakukan dengan usapan-usapan halus pada permukaan kulit bayi, dilakukan

dengan menggunakan tangan yang bertujuan untuk menghasilkan efek terhadap

syaraf, otot, sistem pernafasan serta sirkulasi darah dan limpa (Subakti dan Rizky,

2008). Sentuhan dan pijat pada bayi setelah kelahiran dapat memberikan jaminan

adanya kontak tubuh berkelanjutan yang dapat mempertahankan perasaan aman

pada bayi.

Pijat bayi sudah sejak lama dilakukan oleh masyarakat di seluruh belahan

dunia. Laporan tertua tentang seni pijat untuk pengobatan tercatat di Papyrus

Ebers, yaitu catatan kedokteran zaman Mesir Kuno. Ayur-Veda buku kedokteran

tertua di India (sekitar 1800 SM) menuliskan tentang pijat, diet, dan olah raga

sebagai cara penyembuhan utama masa itu. Sekitar 5000 tahun yang lalu para

(3)

4 teknik pengobatan penting (Roesli, 2009). Di Indonesia pijat bayi pada

masyarakat pedesaan masih dilakukan oleh dukun bayi. Selama ini pemijatan

tidak hanya dilakukan bila bayi sehat, tetapi juga pada bayi sakit atau rewel dan

sudah menjadi rutinitas perawatan bayi setelah lahir (Prasetyono, 2009).

Pada dasarnya bayi yang mengalami proses kelahiran normal sudah

mengalami pemijatan secara alamiah, terbukti ketika bayi harus melalui sebuah

saluran dari rahim, bayi mendapatkan berbagai tekanan yang mampu membentuk

kepalanya dan memompa cairan nutrisi di sekitar sistem syaraf pusat (Jackson,

2009).

Para pakar ilmu kesehatan modern telah membuktikan secara ilmiah bahwa

terapi sentuhan dan pijat pada bayi mempunyai banyak manfaat terutama bila

dilakukan sendiri oleh orang tua bayi terhadap peningkatan produksi ASI dan

kenaikan berat badan bayi. Berdasarkan hasil penelitian Lana Kristiane dalam

Roesli (2008) di Australia membuktikan bahwa bayi yang dipijat oleh orang

tuanya akan mempunyai kecenderungan peningkatan berat badan. Penelitian

Dasuki (2003) tentang pengaruh pijat bayi terhadap kenaikan berat badan bayi

umur 4 bulan memperoleh hasil bahwa pada kelompok kontrol terdapat kenaikan

berat badan sebesar 6,16% sedangkan pada kelompok yang dipijat sebesar 9,44%,

serta adanya hubungan emosional dan sosial yang lebih baik.

Selain manfaat di atas ada beberapa manfaat pijat bayi yang lain yaitu

meningkatkan pertumbuhan bayi, meningkatkan daya tahan tubuh bayi,

meningkatkan konsentrasi bayi dan membuat bayi tidur lebih lelap, meningkatkan

ikatan kasih sayang orangtua dan anak (bonding attachment), serta meningkatkan

(4)

Penelitian Field & Scafidi (1986 dalam Roesli, 2008) menunjukkan bahwa

pada bayi yang dipijat akan terjadi peningkatan tonus nervus vagus (saraf otak).

Peningkatan aktivitas nervus vagus akan menyebabkan peningkatan produksi

enzim penyerapan seperti gastrin dan insulin sehingga penyerapan makanan

menjadi lebih baik. Kondisi inilah yang dapat menjelaskan berat badan bayi yang

dipijat lebih meningkat (Roesli, 2001).

Pengamatan T. Field dari Universitas Miami AS, (Roesli 2008) yang dikutip

dr. J. David Hull, ahli virologi molekuler dari Inggris, menyebutkan bahwa terapi

pijat selama 30 menit per hari bisa mengurangi depresi dan kecemasan pada bayi

sehingga bayi dapat tidur lebih nyenyak dan tenang. Terapi pijat yang dilakukan

15 menit selama enam minggu pada bayi usia 1-3 bulan juga meningkatkan

kesiagaan (alertness), diikuti dengan peningkatan berat badan, perbaikan kondisi

psikis, berkurangnya kadar hormon stres, dan bertambahnya kadar serotonin.

Peningkatan aktivitas neurotransmitter serotonin ini akan meningkatkan kapasitas

sel reseptor yang mengikat glucocorticoid (adrenalin). Proses ini menyebabkan

terjadinya penurunan kadar hormon adrenalin (hormon stres), dan selanjutnya

akan meningkatkan daya tahan tubuh.

Begitu banyak manfaat pijat bayi yang disebutkan di atas perlu diketahui

dan dilaksanakan oleh orang tua yang memiliki bayi, karena orang tua mungkin

mengalami masalah dalam membesarkan anak-anak seperti tidak dapat tidur

nyenyak dan kesulitan makan, sehingga rentan terhadap penyakit. Orang tua yang

melakukan pemijatan sendiri terhadap bayinya akan belajar memperhatikan

bagaimana reaksi bayi pada saat disentuh, mengetahui apa yang disukai dan tidak

(5)

sabar dalam menghadapi masalah yang timbul pada bayinya. Saat orang tua

memperhatikan dan mengenali reaksi anak-anaknya dan memberikan responnya,

bayi memberikan reaksinya kembali dan terbangunlah sebuah hubungan yang

positif di antara orang tua dan bayi. (Health dan Bainbridge, 2007).

Ibu harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang pijat bayi agar Ibu

dapat melakukan pemijatan sendiri pada bayinya. Hal ini sesuai dengan teori yang

di temukan oleh Green (Notoatmodjo, 2007) bahwa ada tiga faktor yang

mempengaruhi seseorang untuk melakukan perilaku kesehatan. Ketiga faktor

tersebut adalah faktor predisposisi, faktor penguat, dan faktor pendorong. Salah

satu faktor yang paling berpengaruh dan berasal dari dalam diri adalah faktor

predisposisi yang terdiri dari pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai-nilai serta

kepercayaan.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, sedangkan sikap

merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu

stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Menurut Allport (1954, dalam

Notoatmodjo, 2003) sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu kepercayaan

(keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau

evaluasi terhadap objek, kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen itu

secara bersama-sama membentuk suatu sikap yang utuh (total attitude) dan di

pengaruhi oleh pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi. Sementara itu

perilaku merupakan bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan

(6)

Pengetahuan merupakan domain kognitif dalam perubahan sikap dan

praktek. Menurut Roger (1974, dalam Notoatmodjo 2007) sikap dan praktek yang

tidak didasari oleh pengetahuan yang adekuat tidak akan bertahan lama pada

kehidupan seseorang, sedangkan pengetahuan yang adekuat jika tidak diimbangi

oleh sikap dan praktek yang berkesinambungan tidak akan mempunyai makna

yang berarti bagi kehidupan. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa pengetahuan, sikap dan praktek merupakan 3 komponen penting yang

harus dimiliki seseorang sebelum melakukan tindakan. Oleh karena itu sebelum

seorang Ibu ingin melakukan pemijatan pada bayi, seorang Ibu harus memiliki

pengetahuan tentang pijat bayi, manfaatnya dan bagaimana cara melakukannya.

Apabila hal tersebut telah diperoleh kemungkinan Ibu tersebut akan mencoba

untuk melakukan pemijatan bayi.

Pada studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Pamulang, terdapat

kunjungan sebanyak 194 Ibu yang mempunyai bayi usia 0 – 12 bulan pada bulan Mei – Juni 2011 di Poliklinik KIA. Menurut salah satu tenaga kesehatan di Puskesmas Pamulang, petugas memberikan pendidikan kesehatan mengenai

pemijatan bayi hanya kepada Ibu yang mempunyai bayi prematur yang datang ke

Poliklinik KIA, tetapi mereka tidak mengevaluasi bagaimana pengetahuan Ibu

tentang pemijatan bayi dan apakah bayi di pijat di rumah atau tidak.

Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu tenaga kesehatan

di Puskesmas Pamulang di informasikan bahwa di Puskesmas belum pernah

dilakukan kegiatan pemijatan bayi pada seluruh bayi yang baru dilahirkan. Hal ini

didukung oleh hasil survey pendahuluan yang telah dilakukan terhadap 10 orang

(7)

Poliklinik KIA, terdapat 6 Ibu yang mengetahui tentang pijat bayi dan 4 Ibu

mengatakan tidak mengetahui tentang pijat bayi. Diantara 10 Ibu tersebut 7

diantaranya mengatakan bersedia mengikuti program pijat bayi dan 3 Ibu tidak

bersedia mengikuti program pijat bayi dengan alasan tidak sempat untuk

mengikuti program pijat bayi. Sementara itu, dari 3 Ibu yang bayinya sudah

dilakukan pemijatan oleh dukun hanya 2 Ibu yang pernah mencoba melakukan

pemijatan sendiri terhadap bayinya dan 7 Ibu yang bayinya belum pernah sama

sekali dilakukan pemijatan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan dapat

disimpulkan bahwa sebagian besar Ibu yang berkunjung ke puskesmas khususnya

Poliklinik KIA tidak melakukan pijat bayi. Hal ini disebabkan tidak adanya

promosi kesehatan dan program mengenai pemijatan bayi dari pihak puskesmas,

padahal pemijatan bayi merupakan salah satu program kesehatan yang berbasis

pada pelayanan promotif dan preventif dalam proses tumbuh kembang bayi

(Depkes RI, 2009).

Promosi kesehatan merupakan aktivitas yang ditujukan untuk meningkatkan

kesejahteraan dengan menggunakan pendekatan perilaku, bukan berorientasi pada

penyakit serta mempunyai cakupan yang luas. Selain itu promosi kesehatan tidak

hanya melibatkan gaya hidup tetapi juga mengikutsertakan individu dan

masyarakat dalam mengendalikan faktor-faktor penentu kesehatan (Pender,

1996).

Meskipun pijat bayi mempunyai manfaat yang besar bagi bayi, namun

kenyataannya banyak Ibu yang tidak melakukan pemijatan pada bayinya. Hal ini

disebabkan kurangnya pengetahuan tentang pijat bayi, sebagian mereka hanya

(8)

diatas, pemijatan terhadap bayi yang dilakukan oleh Ibunya sendiri sangat

mempunyai makna, karena sangat berpengaruh terhadap hubungan batin atau

hubungan kejiwaan antara Ibu dan anak. Bagi sang bayi, pijatan Ibu dapat

dirasakan sebagai sentuhan kasih sayang yang sangat berarti bagi pembentukan

kepribadiannya kelak dikemudian hari, karena itu peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai hubungan pengetahuan dan sikap terhadap

perilaku Ibu dalam pemijatan bayi di Puskesmas Pamulang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan di atas, begitu banyak manfaat dari pemijatan

bayi, maka pemijatan bayi perlu dilakukan sedini mungkin yang merupakan salah

satu promosi kesehatan. Berdasarkan teori Green (Notoatmodjo, 2007) mengenai

perilaku kesehatan, perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi,

faktor penguat dan faktor pendorong. Salah satu faktor yang akan diteliti adalah

faktor predisposisi, di antaranya pengetahuan dan sikap. Menurut Roger (1974

dalam Notoatmodjo, 2007), suatu perilaku a–untuk meneliti adanya hubungan pengetahuan, dan sikap terhadap perilaku Ibu dalam pemijatan bayi di Puskesmas

Pamulang.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan Ibu tentang pemijatan bayi?

2. Bagaimana gambaran sikap Ibu tentang pemijatan bayi?

3. Bagaimana gambaran perilaku Ibu dalam pemijatan bayi?

(9)

5. Bagaimana hubungan sikap Ibu dengan perilaku Ibu dalam pemijatan bayi?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya hubungan pengetahuan dan sikap terhadap perilaku Ibu

dalam pemijatan bayi.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pengetahuan tentang pemijatan bayi pada Ibu di Puskesmas

Pamulang tahun 2011.

b. Mengidentifikasi sikap tentang pemijatan bayi pada Ibu di Puskesmas

Pamulang 2011.

c. Mengidentifikasi perilaku dalam pemijatan bayi pada Ibu di Puskesmas

Pamulang 2011.

d. Mengidentifikasi hubungan pengetahuan Ibu terhadap perilaku Ibu dalam

pemijatan bayi di Puskesmas Pamulang 2011.

e. Mengidentifikasi hubungan sikap Ibu terhadap perilaku Ibu dalam pemijitan

bayi di Puskesmas Pamulang 2011.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan,

pengalaman penulis tentang hubungan pengetahuan dan sikap den gan perilaku

Ibu dalam pemijatan bayi.

(10)

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi mengenai

penelitian pijat bayi dalam Mata Kuliah Keperawatan Anak bagi mahasiswa

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bagi Puskesmas

Penulisan penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi pihak

puskesmas untuk mempromosikan dan melaksanakan program pijat bayi sebagai

salah satu bentuk dari stimulasi terhadap bayi karena pijat bayi memiliki banyak

manfaat untuk kesehatan dan tumbuh kembang bayi.

4. Bagi Masyarakat

Penulisan penelitian ini merupakan salah satu bentuk edukasi kepada

masyarakat, sehingga dapat mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat untuk

pijat bayi.

5. Bagi Penelitian selanjutnya

Penulisan penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan sebagai bahan untuk

penelitian selanjutnya.

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku

Ibu dalam pemijitan bayi. Responden untuk penelitian ini adalah Ibu yang

mempunyai bayi yang berkunjung ke KIA Puskesmas Pamulang. Data yang di

(11)

kuesioner, dilakukan dengan pendekatan Analitik Kuantitatif dengan

menggunakan desain penelitian cross sectional. Penelitian telah dilakukan pada

(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. BAYI

Bayi merupakan anak yang belum lama lahir, sementara bayi baru

lahir adalah janin yang lahir melalui proses persalinan dan telah mampu

hidup di luar kandungan dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu

dan berat badan lahir 2500-4000 gram. Bentuk fisik bayi baru lahir

antara lain dagu dan pinggul sempit, perut agak buncit, serta lengan dan

kaki yang agak pendek, kepala bayi baru lahir lebih besar di banding

bagian-bagian badan yang lain, tengkorak bayi baru lahir masih belum

sempurna menjadi tulang sedangkan tengkorak manusia dewasa adalah

kurang lebih 1/8 dari panjang badan ketika dilahirkan. Adapun

karakteristik pertumbuhan bayi dari 0 – 12 bulan meliputi: usia 0-3 bulan, bayi akan tidur dengan durasi 17 sampai 19 jam perhari tetapi tidak tidur sekaligus melainkan secara berseri dengan periode tidur

pendek. Pada usia ini bayi lebih menyukai digendong dan diayun-ayun,

dan ketajaman visualnya akan meningkat. Bayi akan membalas tatapan

ketika orang terdekat memeluk dan menatapnya dengan penuh kasih

sayang. Usia 3-4 bulan, bayi bisa melihat hingga ke seberang ruangan dengan cukup jelas. Bayi sudah lebih mudah ditenangkan saat rewel,

(13)

menggunakan tangan dan kakinya untuk sedikit ‘bersenang-senang’,

misal membuat gerakan menendang sambil menendang-nendang. Usia 6-9 bulan, bayi mulai duduk dan merangkak, sambil duduk bayi akan mengamati dan meraih apapun yang bisa ia genggam dengan tangannya

setelah bosan bayi akan merangkak untuk mengeksplorasi apa yang

menarik di sekelilingnya. Usia 9-12 bulan, bayi mulai berdiri dan belajar berjalan. Kemampuan bayi meningkat, diantarnya bayi bisa

memungut benda jatuh dengan Ibu jari dan telunjuk, bahkan bayi

sengaja bermain-main dengan mainan yang ia jatuhkan, memungut, lalu

menjatuhkan kembali mainan itu. Setelah bayi lebih aktif, seorang Ibu

ataupun orang terdekat bayi juga perlu lebih hati-hati menjaganya,

pastikan bayi berada di lingkungan yang aman untuk bermain dan

bereksplorasi (Hurlock, 1990)

B. PEMIJATAN BAYI

Pemijatan bayi adalah terapi sentuh tertua dan terpopuler yang

dikenal manusia. Sentuhan merupakan indera pertama dimana bayi

dapat memberikan reaksi, dengan cara menyampaikan rasa kasih

sayang kepada bayi. Teknik relaksasi pemijatan yang lembut dan jarang

menyebabkan efek samping (Prasetyono,2009)

Pijat bayi telah lama dilakukan hampir di seluruh dunia termasuk di

Indonesia dan diwariskan secara turun temurun (Roesli, 2009).

Di kalangan masyarakat Indonesia, ilmu pijat bayi tradisional

(14)

dilakukan oleh dukun pijat bayi. Ilmu pijat bayi umumnya mudah

dipelajari dengan beberapa kali latihan, orang tua akan mahir

melakukannya. Selain itu pijat bayi juga mudah karena hanya

menggunakan minyak (baby oil). Tanpa disadari ketika memandikan

bayi, mengeringkan tubuhnya dengan menggosok punggungnya, atau

bermain-main dengan cara memijat kakinya, sebenarnya merupakan

bentuk rangsangan yang dilakukan pada bayi. Pemberikan rangsangan

pada bayi memang banyak caranya. Salah satu diantaranya melalui

pijatan (stroking). Pijat merupakan bentuk ideal untuk

merealisasikannya, sebab saat memijat bayi, Ibu “melatih” dirinya untuk lebih mengenal bayinya dengan memijat bagian demi bagian

tubuh bayi secara lembut, Ibu belajar mengenali tubuh dan bahasa

tubuh bayinya secara individual. Dapat kita diketahui dari sini pijatan

mana yang menyenangkan bagi bayi dan mana yang tidak disukainya.

Selanjutnya Ibu akan menjadi lebih terampil dan percaya diri dalam

mengurus bayi (Soedjatmiko, 2007).

Pijat bayi dilakukan dengan cara mengurut bagian tubuh untuk

melemaskan otot sehingga peredaran darah lancar yang dilakukan pada

seluruh permukaan tubuh bayi. Seni pijat ngenggunakan terapi sentuhan

kulit dengan menggunakan tangan. Pijat meliputi manipulasi terhadap

jaringan atau organ tubuh dengan tujuan pengobatan serta sebagai

istilah yang digunakan untuk menggambarkan gerakan manipulasi

tertentu dari jaringan lunak tubuh (Lowe 2003, dalam Oktobriariani

(15)

dini pada bayi dan balita sangat tak bisa dipandang dengan sebelah

mata karena kebutuhan fisik-biologis berguna untuk pertumbuhan otak,

sistem sensorik dan motorik, kebutuhan emosi kasih sayang untuk

mempengaruhi kecerdasan emosi, inter dan intrapersonal, sementara

stimulasi dini untuk merangsang kecerdasannya. Kebutuhan stimulasi

meliputi rangsangan yang terus menerus dengan berbagai cara untuk

merangsang semua sistem sensorik dan motorik, salah satunya adalah

dengan pijat bayi, atau yang dikenal dengan stimulasi sentuh (touch).

Faktor-faktor ini berperan besar dalam mendongkrak kecerdasan

multipel dan kreativitas anak. Berdasarkan uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa pemijatan bayi merupakan terapi sentuhan kulit

dengan teknik relaksasi sentuhan lembut dengan menggunakan tangan

untuk menstimulasi organ tubuh pada bayi agar tumbuh kembang bayi

dapat optimal serta memperkuat ikatan batin antara Ibu dan anak.

a. Manfaat Pemijatan Bayi

Ada beberapa manfaat pijat bayi antara lain meningkatkan berat

badan bayi, meningkatkan pertumbuhan bayi, meningkatkan daya tahan

tubuh bayi, dan membuat bayi tidur lebih lelap, meningkatkan ikatan

kasih sayang orang tua dan anak (bonding attachment), serta

meningkatkan produksi ASI (Roesli, 2008).

Selain itu dengan pemijatan, akan membuat bayi semakin tenang

atau rileks, efektivitas istirahat (tidur) bayi menungkat, membantu

proses tumbuh kembang dan kecerdasan anak seperti memacu

(16)

gerak peristaltik untuk pencernaan sehingga nafsu makan meningkat

dan dapat menstimulasi aktivitas nervus vagus untuk perbaikan

pernapasan, memperkuat sistem kekebalan tubuh, meringankan gejala

masuk angin, mengajari bayi sedini mungkin tentang bagian tubuh

dapat meningkatkan aliran oksigen dan nutrisi menuju sel, serta dapat

meningkatkan kepercayaan diri Ibu, lebih lanjut memudahkan orangtua

“mengenali” bayinya. Pijat bayi juga dapat memberikan hiburan yang

menyenangkan untuk keluarga sehingga ikatan yang kuat antara

orangtua dengan anak yang terbentuk atas dasar cinta dan keterbukaan

komunikasi terbina, dan menurunkan hiperaktivitas serta meningkatkan

sifat lembut anak (Roesli, 2008).

Pijat bayi memudahkan pembelajaran terhadap kesigapan,

perkembangan fisik yang optimal, dan peningkatan koordinasi otot

untuk meningkatkan kepercayaan diri serta keberanian. Bagi orangtua

pemijatan bayi dapat meningkatkan kesadaran akan manajemen

pengelolaan mental dan teknik meredakan stres, memudahkan cara

pelenturan setiap hari, baik bagi orangtua maupun anak, mengurangi

komplikasi pada bayi dari Ibu pecandu obat-obatan, memperbaiki

perasaan positif bayi yang dilahirkan secara caesar, meringankan asma

dan mengobati depresi atau syok (shock) (Roesli, 2008).

Pemijatan mampu meningkatkan sistem kekebalan, meningkatkan

aliran cairan getah bening keseluruh tubuh untuk membersihkan zat

yang berbahaya dalam tubuh, mengubah gelombang otak secara positif,

(17)

pencernaan serta pembuangan, meningkatkan kenaikan berat badan,

mengurangi depresi dan ketegangan, membuat tidur lelap, mengurangi

rasa sakit, mengurangi kembung dan kolik (sakit perut), meningkatkan

hubungan batin antara orang tua dan bayinya, meningkatkan volume air

susu Ibu, mengembangkan komunikasi, memahami isyarat bayi, dan

meningkatkan percaya diri (Roesli 2009) dan (Lee, 2009).

b. Waktu Pelaksanaan Pijat Bayi

Pijat bayi dapat segera dimulai setelah bayi dilahirkan, sesuai

keinginan orang tua. Pijat bayi yang dilakukan lebih awal akan

mendapat keuntungan yang lebih besar, terlebih jika pemijatan dapat

dilakukan setiap hari sejak kelahiran sampai berusia 5-7 bulan (Subakti,

2008).

Pemijatan dilakukan pagi hari sebelum mandi, atau bisa juga

malam hari sebelum bayi tidur, karena aktivitas bayi sepanjang hari

cukup melelahkan. Tentunya, bayi juga perlu relaksasi agar otot-otot

menjadi kendur kembali, sehingga bayi dapat tidur lebih nyenyak dan

tenang. Pijat bayi dapat dilakukan 1-2 jam setelah makan/minum susu.

Tindakan pijat dikurangi seiring dengan bertambahnya usia bayi. Sejak

usia enam bulan, pijat dua hari sekali sudah memadai (Prasetyono,

2009). Waktu yang digunakan dalam pemijatan tidak ada ketentuan

baku. Namun, berdasarkan pengalaman, paling lama pemijatan secara

lengkap dapat dilakukan sekitar 15 menit. Setelah selesai, bayi segera

dimandikan agar tubuhnya merasa segar dan bersih dari lumuran baby

(18)

c. Tindakan yang Dianjurkan Selama Pemijatan

Hal-hal yang dianjurkan selama pemijatan berlangsung (Roesli, 2008)

adalah

1) Tataplah mata bayi disertai pancaran kasih sayang selama

pemijatan berlangsung.

2) Awali pemijatan dengan melakukan sentuhan ringan, kemudian

secara bertahap tambahkanlah tekanan pada sentuhan tersebut,

terutama bila sudah yakin bahwa bayi mulai terbiasa dengan pijatan

yang sedang dilakukan.

3) Tanggaplah pada isyarat yang diberikan bayi. Bila bayi menangis,

cobalah untuk menenangkannya sebelum melanjutkan pemijatan.

Bila bayi menangis lebih keras, hentikanlah pemijatan, karena

mungkin bayi minta digendong, disusui atau sudah mengantuk dan

ingin tidur.

4) Mandikanlah bayi segera setelah pemijatan berakhir agar bayi

merasa segar dan bersih setelah terlumuri minyak atau baby oil/

lotion.

5) Hindarkan mata bayi dari percikan atau lelehan minyak atau baby

oil/ lotion.

d. Tindakan yang Tidak Dianjurkan Selama Pemijatan

Hal-hal yang tidak dianjurkan selama pemijatan berlangsung (Subakti,

2008) yaitu:

1) Memijat bayi langsung setelah makan.

(19)

3) Memijat bayi pada saat bayi dalam keadaan tidak sehat.

4) Memijat bayi pada saat bayi tidak mau dipijat.

5) Memaksakan posisi pijat tertentu pada bayi.

e. Suasana Saat Pemijatan

Ketika akan dipijat, bayi dan orang yang memijat harus dalam

keadaan yang tenang dan nyaman. (Praseyono, 2009). Kondisi yang

dikatakan tenang dan nyaman memenuhi kriteria sebagai berikut :

a) Suasana bayi, yaitu saat bayi ceria dan saat kondisi perut yang

sudah terisi makanan.

b) Suasana pemijat, yaitu suasana hati pemijat tenang, menampilkan

mimik wajah tersenyum, menebar kasih sayang, dan bila perlu

memutar musik klasik.

f. Ruangan yang Nyaman Saat Melakukan Pemijatan

Pada saat pemijatan bayi, diperlukan ruangan yang nyaman agar

bayi dapat menikmati pemijatan tersebut, (Gichara, 2006) adalah:

1) Ruangan yang hangat tetapi tidak panas.

2) Ruangan yang kering dan tidak pengap.

3) Ruangan yang tidak berisik.

4) Ruangan yang penerangannya cukup, dan

5) Ruangan tanpa aroma menyengat dan mengganggu.

g. Efek Samping Pemijatan

Pemijatan adalah teknik relaksasi yang lembut dan jarang

(20)

dalam, dapat menyebabkan perdarahan pada organ vital seperti hati

karena adanya pembentukan penumpukan darah (Subakti, 2008).

h. Pelaksanaanijat Bayi

Persiapan yang diperlukan sebelum melakukan pijat bayi adalah :

a. Persiapan alat (Kurnia, 2009) yaitu:

1) Alat yang empuk, lembut, rata dan bersih (kasur, busa yang

dilapisi kain lembut). Luas alas minimal sebesar ukuran

bayi.

2) Handuk atau lap lembut untuk kulit bayi.

3) Popok untuk menutup bagian tubuh bayi setelah dipijat.

4) Baju ganti untuk mengganti baju lama usai pemijatan.

5) Minyak untuk memijat (baby oil, lotion atau minyak

zaitun).

6) Air dan waslap (kain untuk mengelap).

b. Persiapan bayi yaitu :

1) Saat bayi ceria (bayi terlihat sehat, senyum dan tidak rewel)

2) Saat kondisi perut yang sudah terisi makanan.

c. Persiapan pemijat (Chopra, 2006) yaitu:

1) Tentukan siapa yang akan memijat bayi.

2) Pemijatan dalam keadaan bersih.

3) Kuku dipotong, untuk menghindari goresan atau luka pada

(21)

d. Urutan pijat bayi

Catatan : setiap gerakan pada tahap pemijatan ini dapat diulang

sebanyak enam kali.

1) Bagian Kaki

Mulailah dengan memegang kaki bayi pada pangkal paha

seperti cara memegang pemukul softball. Gerakan tangan

ke bawah secara bergantian seperti memerah susu dan

putar. Pegang pangkal paha dengan tangan secara

bersamaan memeras dan memutar kaki bayi dengan tangan

secara bersamaan memeras dan memutar kaki bayi dengan

lembut dari pangkal paha ke arah mata kaki. Kemudian

telapak kaki diurut dengan dua ibu jari secara bergantian

mulai dari tumit keseluruh telapak kaki. Pijat jari kaki

satu-persatu dengan memutar menjauhi telapak, diakhiri tarikan

lembut di tiap ujung jari. Lalu, peras dan putar pergelangan

kaki dengan ibu jari dan jari lain. Usap kaki bayi dengan

tekanan lembut dari pangkal paha hingga akhir.

2) Bagian Perut

Pijat perut bayi dari atas ke bawah seperti gerakan

mengayuh sepeda. Pijat perut mulai bagian kiri atas ke

bawah dengan jari-jari tangan membentuk huruf I lalu L

(22)

3) Bagian Dada

Buat gerakan ke atas sampai dengan bawah leher lalu ke

samping kiri-kanan di atas tulang selangka membentuk

gambar jantung lalu kembali ke ulu hati. Gerakan diagonal

di dada (huruf X) dari kiri ke kanan.

4) Bagian Punggung

Tengkurapkan melintang. Pijat punggung dengan gerakan

maju mundur sepanjang punggung mulai dari bokong

hingga leher. Buat gerakan melingkar dengan jari-jari mulai

batas punggung sampai dengan bokong.

5) Bagian Lengan

Peras dan putar dengan kedua tangan dengan lembut mulai

dari pundak ke pergelangan tangan. Pijat telapak tangan

dengan ibu jari mulai telapak hingga jari-jari. Usap

punggung tangan dari arah pergelangan ke jari-jari dengan

lembut. Peras sekeliling pergelangan tangan dengan ibu jari

dan telunjuk.

6) Bagian Muka

Letakkan ibu jari diantara alis mata si bayi. Pijat dengan ibu

jari secara lembut pada alis dan diatas kelopak mata. Pijat

dari pertengahan alis turun ke bawah melalui samping

(23)

C. PERILAKU 1. Definisi

Berdasarkan sudut pandang biologis, perilaku adalah suatu

kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan.

Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup

mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia,

berperilaku karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing.

Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari

manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara

lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,

membaca dan sebagainya. Berdasarkan uraian ini dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas

manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat

diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).

Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi

merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang

terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Skinner membedakan adanya

dua respons, yaitu :

a. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan

oleh rangsangan-rangsangan (stimulus tertentu). Stimulus semacam

ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan

respons-respons yang relatif tetap.

b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang

(24)

perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulus atau

reinforcer, karena memperkuat respons.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua :

a. Perilaku tertutup (covert behaviour)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung

atau tertutup. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih

terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap

yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan

belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (overt behaviour)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata

atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam

bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat

diamati atau dilihat oleh orang lain.

Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka perilaku

kesehatan dapat diklafikasikan menjadi 3 kelompok :

a. Perilaku pemeliharaan kesehatan

Perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau

menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan

jika sakit.

b. Perilaku pencarian pengobatan

Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

(25)

c. Perilaku kesehatan lingkungan

Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik

maupun sosial budaya, dan sebagainya sehingga lingkungan

tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan kata lain,

bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak

mengganggu kesehatanya sendiri, keluarga atau masyarakat.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

Lawrance Green (Notoatmodjo, 2007) mencoba menganalisis

perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau

masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku

(behaviour causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour causes).

Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor,

yaitu :

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud

dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan

sebagainya.

b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas

atau sarana dan prasarana kesehatan, misalnya puskesmas,

obat-obatan dan sebagainya.

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam

sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain dari

pendidikan merupakan kelompok referensi dari perilaku

(26)

Kurt lewin (1970, dalam Notoatmodjo, 2003) berpendapat bahwa

perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara

kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan

penahan (restining forces). Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi

ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut dalam diri

seseorang.

Dapat disimpulkan bahwa perilaku seserang atau masyarakat

tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan,

tradisi, dan sebagainya. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap,

dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan

mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

3. Domain Perilaku

Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan

membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 domain, ranah atau kawasan

yakni kognitif (cognitive), afektif (affectife), psikomotor

(psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini kemudian

dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni :

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian

(27)

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Taksonomi Bloom (1987) pengetahuan mencakup

enam tingkat domain kognitif, yaitu :

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat

ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik

dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur

bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan

sebagainya.

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang

yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan

meramalkan, terhadap objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

(28)

kondisi real ( sebenarnya ). Aplikasi di sini dapat diartikan

sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi

yang lain.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi

masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada

kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat

dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan

(membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan, dan sebagainya.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah

suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria

yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria

(29)

Menurut Rogers (1974, dalam Notoatmodjo, 2007)

sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri

orang tersebut sudah terjadi proses berurutan, yaitu:

a. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari

dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus

(objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek

tersebut, dimana sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan

tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

d. Trial (mencoba) dimana subjek mulai mencoba untuk

melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki

oleh stimulus.

e. Adoption dimana subjek telah berperilaku baru sesuai

dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap

stimulus.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi

yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.

Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur

dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas

(30)

Ada variabel yang mempengaruhi pengetahuan, antara lain :

a. Umur

Umur merupakan lamanya hidup dalam hitungan waktu

yang dihitung dari sejak dilahirkan hingga saat ini dalam

satuan tahun. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap

pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan baru. Pada

dewasa ini ditandai oleh adanya perubahan-perubahan jasmani

dan mental, semakin bertambah umur seseorang akan semakin

tinggi tingkat pengetahuan yang diperoleh (Notoadmodjo,

2003)

b. Pendidikan

Pendidikan adalah proses pertumbuhan seluruh

kemampuan dan perilaku melalui pengajaran sehingga dalam

pendidikan perlu dipertimbangkan umur (proses

perkembangan) dan hubungannya dengan proses belajar

tingkat pendidikan, juga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi persespsi seseorang untuk lebih mudah

menerima ide-ide dan tekhnologi baru (Arikunto, 2006)

Bahwa tingkat pendidikan seseorang akan menetukan pola

pikir dan wawasan, selain itu tingkat pendidikan merupakan

bagian dari pengalaman kerja. Semakin tinggi pendidikan

seseorang maka diharapkan pengetahuan dan keterampilan

akan semakin meningkat. Pendidikan memiliki peranan

(31)

pendidikan, manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan

dan semakin tinggi pendidikan akan semakin berkuwalitas

(Hurlock, 2006).

Lewat pendidikan manusia akan dianggap memperoleh

pengetahuan dan dengan pengetahuannya diharapkan manusia

dapat membangun kehidupannya dengan lebih baik. Semakin

tinggi pendidikan, semakin berkualitas hidup manusia. Jika

wanita berpendidikan mereka akan membuat keputusan yang

benar dalam memperhatikan kesehatannya (Notoadmojo,

2003).

c. Pekerjaan

Pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan sehari-hari.

Jenis pekerjaan yang dilakukan dapat dikategorikan sebagai

Ibu rumah tangga, wiraswsta, pegawai negeri, dan pegawai

swasta dalam semua bidang pekerjaan yang memerlukan

hubungan sosial yang baik dengan orang lain. Pekerjaan

memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas manusia.

Pekerjaan membatasi kesenjangan antara informasi kesehatan

dan praktek yang memotivasi seseorang untuk memperoleh

informasi dan berbuat sesuatu untuk menghindari masalah

kesehatan (Notoadmojo, 2003).

d. Sumber informasi

Informasi adalah data yang diproses dalam suatu bentuk

(32)

informasi adalah sesuatu yang menjadi perantara dalam

menyampaikan informasi, merangsang pikiran dan

kemampuan (Kamus besar Bahasa Indonesia, 2007).

e. Pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah

tersebut dapat diartikan pengalaman merupakan sumber

pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu

pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk

memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara

mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu

(Notoatmodjo, 2007).

f. Sosial Budaya

Sosial budaya adalah kebiasaan dan tradisi yang dilakukan

orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan

baik atau buruk. Pengetahuan seseorang akan bertambah

melalui apa yang diketahuinya walaupun tidak melakukan.

Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan

sesorang. Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam

hubungannya dengan orang lain, karena melalui hubungan ini

seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh

(33)

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi

yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.

Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur

dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas

(Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan ini dapat diperoleh melalui jalur pendidikan

formal dan jalur pendidikan nonformal. Jalur pendidikan

formal misalnya sekolah, termasuk didalamnya pendidikan

intra dan ekstra kurikuler. Seseorang biasa mendapatkan

pengetahuan melalui pendengaran atau informasi, melihat dan

meraba baik secara langsung ataupun tidak langsung melalui

media cetak, elektronik dan media informasi lainnya melalui

pendidikan nonformal.

Apabila seseorang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan

mengenai suatu bidang tertentu dengan lancar dan jelas baik

secara tertulis ataupun secara lisan, maka dapat dikatakan

seseorang mengerti mengenai bidang tersebut. Sekumpulan

jawaban verbal yang diberikan seseorang disebut

pengetahuan/knowledge (Skinner, dalam Notoatmodjo 2007).

Pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang

melalui proses pengingatan atau pengenalan suatu informasi,

ide atau fenomena yang sudah diperoleh sebelumnya.

(34)

tingkatan ranah kognitif berikutnya yang meliputi tingkatan

pemahaman (comprehension), penerapan (application),

analisis, sintesis dan penilaian (evaluasi).

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Rahmania (2008) dengan judul Pengetahuan Ibu Tentang

Biang Keringat Pada Bayi 0-1 Tahun Di BPS Sri

Wahyuningsih Punggur Lampung Tengah Pada Bulan Maret

2008, terdapat 76 Ibu yang mempunyai Bayi berumur 0-1

tahun mengikuti imunisasi di BPS Sri Wahyuningsih Punggur

Lampung Tengah. Dari hasil penelitian tersebut terdapat 8

(40%) orang Ibu yang memiliki pengetahuan baik, 7 (35%)

orang Ibu memiliki pengetahuan cukup dan 5 (25%) orang, dan

Ibu yang memiliki pengetahuan kurang mengenai biang

keringat.

Penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan

merupakan aspek penting dalam sesuatu yang membentuk

tindakan seseorang.

b. Sikap (attitude)

Notoatmodjo (2007) mengatakan sikap adalah respon

individu yang masih bersifat tertutup terhadap suatu rangsangan

dan sikap tidak dapat diamati secara langsung oleh individu lain.

Sikap belum merupakan suatu tindakan, tetapi sikap merupakan

suatu faktor pendorong individu untuk melakukan tindakan. Proses

(35)

diagram ini :

Bagan 2.1. Proses terbentuknya sikap

Sumber : Notoatmodjo (2007)

Menurut Allport (1954, dalam Notoadmodjo, 2003) sikap

mempunyai tiga komponen pokok, yaitu:

1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu

objek.

2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek.

3) Kecenderungan untuk bertindak

Ketiga komponen itu secara bersama-sama membentuk suatu

sikap yang utuh (total attitude) dan dipengaruhi oleh pengetahuan,

pikiran, keyakinan dan emosi. Sikap mempunyai beberapa

tingkatan, diantaranya:

a) Menerima (receiving), pada tingkat ini individu mau

memperhatikan stimulus yang diberikan berupa objek atau

informasi tertentu.

b) Merespon (responding), pada tingkat ini individu akan

memberikan jawaban apabila ditanya mengenai objek tertentu Stimulus

Rangsangan Proses Stimulus

Reaksi Tingkah laku

(terbuka)

(36)

dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Usaha individu

untuk menjawab dan menyelesaikan tugas yang diberikan

merupakan indikator bahwa individu tersebut telah menerima

ide tersebut terlepas dari benar atau salah usaha yang

dilakukan oleh individu tersebut.

c) Menghargai (valuing), pada tingkat ini individu sudah mampu

untuk mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah, berarti individu sudah

mempunyai sikap positif terhadap suatu objek tertentu.

d) Bertanggung jawab (responsible), pada tingkat ini individu

mampu bertanggung jawab dan siap menerima resiko dari

sesuatu yang telah dipilihnya. Tingkat ini merupakan sikap

tertinggi dalam tingkatan sikap seseorang untuk menerima

suatu objek atau ide baru.

c. Hubungan Sikap dan Perilaku

Azwar (1995, dalam Sobur, 2003) mengemukakan tiga postulat

untuk mengidentifikasi tiga pandangan umum mengenai hubungan

sikap dan perilaku, yaitu : postulate of consistency, postulate of

independent variation, dan postulate of contingent consistency.

Penjelasan mengenai ketiga postulat tersebut adalah sebagai

berikut.

1) Postulat konsistensi (postulate of consistency)

Postulat konsistensi mengatakan bahwa sikap verbal merupakan

(37)

akan dilakukan seseorang bila ia dihadapkan pada suatu objek

sikap.

Jadi, postulat ini mengasumsikan adanya postulat

konsistensi dapat terlihat pada pola perilaku individu yang

memiliki sikap ekstrem cenderung untuk berperilaku yang

didominasi keekstreman sikapnya itu, sedangkan mereka yang

sikapnya lebih moderat akan berperilaku yang lebih didominasi

oleh faktor-faktor lain.

2) Postulat Variasi Independen (postulate of independent

variation)

Postulat Variasi Independen mengatakan bahwa tidak ada

alasan untuk menyimpulkan bahwa sikap dan perilaku

berhubungan secara konsisten. Sikap dan perilaku merupakan

dua dimensi dalam diri individu yang berdiri sendiri, terpisah,

dan berbeda. Adanya pengetahuan tentang sikap tidak berarti

dapat memprediksi perilaku. Dukungan yang jelas pada postulat

ini adalah hasil studi klasik yang sangat terkenal yang

dilakukan oleh LaPierre (1934, dalam Sobur, 2003).

Contoh, seorang profesor berkulit putih berpergian keliling

Amerika serikat bersama suami istri muda berkebangasaan

Cina. Pada saat itu, masih terdapat prasangka yang kuat

terhadap orang Asia dan tidak ada hukum yang menentang

diskriminasi rasial di penginapan umum. Ketiga pelancong

(38)

tanpa masalah dan hanya satu tempat yang dikunjungi yang

tidak melayani mereka dengan baik. Kemudian mereka menulis

surat ke semua tempat yang telah dikunjungi yang menanyakan

apakah mereka dapat menerima pasangan suami istri Cina

sebagai tamu di tempat mereka. Berdasarkan 128 jawaban yang

diterima, 92 persen mengatakan bahwa mereka tidak dapat

menerimanya, dengan kata lain, pemilik tempat tersebut

mengungkapkan sikap yang jauh berprasangka dibandingkan

perilakunya sendiri (Atkinson dalam Sobur, 2003).

3) Postulat Konsistensi Tergantung (postulate of contingent

consistency)

Postulat konsistensi tergantung menyatakan bahwa hubungan

sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor

situasional tertentu. Norma-norma, peranan, keanggotaan

kelompok, kebudayaan, dan sebagainya, merupakan kondisi

ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan

perilaku. Oleh karena itu, sejauh mana prediksi perilaku dapat

disandarkan pada sikap, akan berbeda dari waktu ke waktu dan

dari satu situasi ke situasi lainnya.

d. Praktek atau Tindakan (practice)

Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu

tindakan, diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang

(39)

faktor fasilitas dan faktor dukungan dari pihak lain. Beberapa

tingkatan dalam praktek antara lain:

1) Persepsi (perception), merupakan praktek pada tingkat

pertama. Pada tingkat ini individu mampu mengenal dan

memilih berbagai objek terkait dengan tindakan yang akan

diambil.

2) Respon terpimpin (guide response), indikator pada tingkat ini

adalah individu mampu untuk melakukan sesuatu dengan

urutan yang benar.

3) Mekanisme (mechanism), pada tingkat ini individu sudah

menjadikan suatu tindakan yang benar menjadi suatu

kebiasaan.

4) Adopsi (adoption), individu sudah mampu memodifikasi suatu

tindakan tanpa mengurangi nilai kebenaran dari tindakan

tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung

dengan cara wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan

oleh individu sebelumnya, dan secara langsung dengan cara

mengobservasi tindakan atau kegiatan individu tersebut

(Notoadmodjo, 2007).

Perilaku pemijatan bayi yang dimaksud pada penelitian ini

dilakukan secara langsung dengan cara mengobservasi tindakan

(40)

bagian tubuh tertentu seperti kedua kaki dan tangan secara

bergantian, badan, punggung, serta wajah.

Contoh Hasil penelitian yang dilakukan oleh Firdiansyah

(2008) tentang Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil

Terhadap Perilaku Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan Di

Puskesmas Rawat Inap Kedaton Bandar Lampung,

memperlihatkan hasil bahwa pengetahuan Ibu hamil dari seluruh

sampel paling banyak memiliki pengetahuan yang baik, yaitu

sebanyak 58 orang (54,7%). Sikap Ibu hamil dari seluruh sampel,

memperlihatkan sikap yang mendukung sebanyak 51 orang

(48,1%), sedangkan perilaku kunjungan pemeriksaan Ibu hamil

yang tinggi sebanyak 61 orang (57,5%). Berdasarkan hasil

penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan

(41)

D. KERANGKA TEORI

Kerangka teori merupakan modifikasi dari teori Green 1980, dan

Notoatmodjo 2007.

Bagan 2.2. Kerangka Teori

Keterangan:

--- : Tidak diteliti : Faktor Presdisposisi Kepercayaan, nilai-nilai dan keyakinan.

Faktor pendukung Ketersediaan sarana dan prasarana, Puskesmas. Faktor

prndorong Pendidikan kesehatan dari tenaga kesehatan.

_____ : Diteliti : Faktor Predisposisi Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Kesehatan

(42)

(43)

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Pada penelitian ini, variabel yang diteliti adalah variabel bebas

(independen) yakni pengetahuan dan sikap dengan perilaku Ibu terhadap

pemijatan bayi, sedangkan variabel terikat (dependen) yang akan diteliti

yaitu pelaksanaan pemijatan bayi.

Variabel pengetahuan dan sikap merupakan variabel yang sangat

mempengaruhi perilaku sehat yang dilakukan seseorang, dimana

pengetahuan dan sikap merupakan domain dari perilaku (Notoatmodjo,

2007). Alasan kenapa variabel lainnya yang terdapat dalam kerangka teori

tidak diikutsertakan dalam penelitian ini disebabkan karena keterbatasan

penelitian, dan kesukaran dalam pengukuran. Penelitian ini hanya

dilakukan di satu Puskesmas Pamulang, dimana jumlah kunjungan Ibu

yang memiliki bayi di poliklinik KIA cukup banyak dan prasarana untuk

pemijatan bayi di Puskesmas tersebut dapat disediakan, akan tetapi

promosi kesehatan tentang pemijatan bayi dari Puskesmas tersebut belum

(44)

Bagan 3.1. Kerangka Konsep Penelitian tentang Hubungan

Wawancara Kuesioner 1. Pengetahuan

(45)

C. Hipotesis

1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku Ibu dalam pemijatan

bayi.

(46)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan

menggunakan desain penelitian Cross Sectional. Desain tersebut dipilih

oleh peneliti dengan pertimbangan waktu yang dibutuhkan bertujuan untuk

mengidentifikasi hubungan pengetahuan dan sikap Ibu terhadap perilaku

pemijatan bayi di Puskesmas Pamulang.

B. Tempat Dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Pamulang Tangerang

Selatan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2011. Alasan peneliti

memilih Puskesmas Pamulang sebagai lokasi penelitian karena di

Puskesmas ini jumlah pasien Ibu yang memiliki bayi cukup banyak, dan

belum pernah dilakukan penelitian mengenai hubungan pengetahuan dan

sikap terhadap perilaku Ibu dalam pemijitan bayi di Puskesmas Pamulang.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Menurut Sugito, populasi (2003) adalah generalisasi yang

terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

(47)

Populasi dalam penelitian ini adalah Ibu-ibu yang berkunjung ke

Poliklinik KIA Puskesmas Pamulang tahun 2011.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah bagian yang diambil

mewakili populasi yang ada. Pengambilan sampel menggunakan

Simple Random Sampling yaitu dengan mengambil data responden

di KIA Puskesmas Pamulang yang sudah ada dilakukan

pengocokan, kemudian diambil dari 70 pengunjung untuk dijadikan

sampel dengan menggunakan rumus uji hipotesis dua proporsi.

3. Kriteria Sampel

Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai

berikut:

a. Kriteria Inklusi

1) Ibu yang memiliki bayi untuk melakukan kunjungan di

Puskesmas Pamulang.

2) Ibu bersedia menjadi responden.

3) Dapat membaca, menulis dan berkomunikasi lancar dan

bersedia ikut dalam penelitian.

4. Besar Sampel

Perhitungan besar sampel penelitian dengan menggunakan rumus hipotesis untuk uji beda dua proporsi sebagai berikut :

(48)

Keterangan:

n = Jumlah sampel yang dibutuhkans

= 1,96 (Derajat kemaknaan 95% CI/Confidence Interval

dengan (α) sebesar 5%)

= 0,84 (Kekuatan uji sebesar 80%)

PΌ = 0,537 (proporsi pengetahuan kurang penelitian Radita,

2009)

P΍ = 0,295 (proporsi pengetahuan baik penelitian Radita,

2009)

P̅ = (PΌ+P΍)/2 = (0,537+0,295)/2= 0,416

n =

n = 64

Setelah dilakukan perhitungan, maka didapat n (sampel) = 64

responden, dan dikalikan 10% untuk mengantisipasi adanya

kemungkinan hilangnya data atau ketidaklengkapan pengisian

kuesioner, 64x10% = 6,4 maka total sampel dalam penelitian adalah

64+6,4= 70,4 dibulatkan menjadi 70 responden.

D. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti mengunakan

lembaran kuesioner yang disusun secara terstruktur berdasarkan teori dan

berisikan pertanyaan yang harus dijawab responden. Instrumen ini terdiri

(49)

usia bayi, dan alamat. Bagian kedua kuesioner untuk tingkat pengetahuan

Ibu memuat beberapa pertanyaan yang dirancang oleh peneliti dengan

mengacu pada literatur khususnya mengenai pengetahuan Ibu mengenai

pemijatan bayi. Semula terdapat 12 pertanyaan akan tetapi setelah

dilakukan validasi menjadi 6 pertanyaan oleh karena tidak bermakna.

Untuk kuesioner pengetahuan menggunakan pilihan benar dan salah,

tentang pemijatan bayi, manfaat, tahapan, syarat boleh mengikuti pijat

bayi, dan waktu dan tempat pelaksanaan pijat bayi, keuntungan dan

kerugian pemijatan, dan efek samping. Untuk menghindari persoalan

teknis yang berkaitan dengan saat dilakukan pengumpulan data responden

dan ketelitian dalam memberikan jawaban, peneliti memberikan petunjuk

dalam pengisian kuesioner serta mengadakan pengawasan dan penjelasan

kembali bila responden mengalami kesulitan dalam hal-hal yang kurang

jelas bagi responden yang bisa membaca dan menulis.

Penilaian untuk pernyataan positif tentang pengetahuan

menggunakan skala diskontinyu yaitu jika jawaban benar mendapatkan

nilai (1) dan jika jawaban salah tidak mendapat nilai (0). Pernyataan

positif mengenai pengetahuan yaitu kuesioner P1, P2, P3, P4, P5, dan P

10, sedangkan pernyataan negatif yaitu kuesioner P6, P7, P8, P9, P11, dan

P12.

Bagian ketiga kuesioner berisi 12 pernyataan menjadi 9 pertanyaan

tentang sikap pemijatan bayi dan penilaiannya menggunakan skala Likert.

Pernyataan yang memiliki nilai positif adalah kuisioner C2, C3, C5, C6,

(50)

negatif adalah kuisioner C1, C4, dan C7. Penilaian untuk pernyataan

positif sikap Ibu yaitu:

Sangat setuju : 4

Setuju : 3

Tidak setuju : 2

Sangat tidak setuju : 1

Tidak ada pendapat : 0

Sedangkan penilaian pernyataan negatif sikap Ibu tentang

pemijatan bayi juga menggunakan skala Likert, yaitu:

Sangat tidak setuju : 4

Tidak setuju : 3

Setuju : 2

Sangat setuju : 1

Tidak ada pendapat : 0

Bagian keempat lembar observasi yang di isi oleh peneliti tentang

perilaku Ibu terhadap pemijatan bayi dengan menggunakan skala

diskontiniu yaitu jika jawaban ya untuk dilakukan mendapatkan nilai (1)

dan jika jawaban tidak untuk tidak melakukan mendapat nilai (0).

E. Metode Pengumpulan Data

1. Proses-proses dalam pengumpulan data pada penelitian melalui

beberapa tahap. Setelah proposal penelitian disetujui oleh penguji,

dilanjutkan dengan mengajukan surat permohonan ijin penelitian ke

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

(51)

2. Menyelesaikan kelengkapan administrasi seperti surat izin penelitian

dari Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dan surat izin dari Dinkes Tangerang Selatan. Surat balasan

dari Dinkes Tangsel untuk mengambil data di Puskesmas Pamulang,

dengan melakukan pendataan kepada calon responden dengan

menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian.

3. Meminta ijin kepada calon responden untuk menerima lembar

persetujuan (informed consent) untuk ditandatangani oleh calon

responden apabila setuju menjadi subjek penelitian.

a. Peneliti mengambil data di KIA Puskesmas Pamulang terlebih

dahulu untuk dilakukan pengocokan dan dijadikan responden

b. Dengan menggunakan tekhnik simple random sampling peneliti

mengocok data calon responden sebanyak 70 Ibu sesuai dengan

besar sampel yang telah ditentukan.

4. Setelah responden menandatangani lembar persetujuan, responden

selanjutnya akan diberikan penjelasan mengenai cara pengisian

kuesioner dan responden dianjurkan bertanya apabila ada pertanyaan

ataupun pernyataan yang kurang jelas.

5. Peneliti memberikan waktu kira-kira 15 menit kepada responden

untuk menjawab pertanyaan dalam kuesioner.

6. Responden diharapkan menjawab seluruh pertanyaan di dalam

kuesioner, setelah selesai lembar kuesoner dikembalikan kepada

peneliti.

(52)

melanjutkan kembali melakukan observasi dengan membuat janji

untuk berkunjung kerumah.

8. Kuesioner dan lembar observasi yang telah diisi selanjutnya akan

diolah dan dianalisa oleh peneliti.

F. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen

Salah satu instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner. Untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel maka

kuesioner tersebut harus diuji validitas dan reliabilitas. Sebelum kuesioner

digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dengan

rumus Pearson Product Moment dan dicari reliabilitas dengan

menggunakan metode Alpha Cronbach.

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu

benar-benar mengukur apa yang diukur. Suatu kuesioner dikatakan valid jika

pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang

akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pada uji tersebut digunakan beberapa

item pertanyaan yang dapat secara tepat mengungkapkan variabel yang

diukur tersebut. Uji ini dilakukan dengan menghitung korelasi antara

masing-masing skor item pertanyaan dari tiap variabel dengan total skor

variabel tersebut. Uji validitas menggunakan korelasi Product Moment

dari Pearson. Suatu instrumen dikatakan valid atau sahih apabila korelasi

tiap butiran memiliki nilai positif dan nilai t hitung > t tabel (Hidayat,

(53)

Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti

menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila

dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama,

dengan menggunakan alat ukur yang sama. Pengukuran reabilitas

menggunakan bantuan software computer dengan rumus Alpha Cronbach.

Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach

>0,70 (Hidayat, 2007).

Uji coba instrumen dilakukan pada bulan Juli 2011. Uji coba

dilakukan terhadap 30 Ibu, yang mempunyai karakteristik demografi yang

hampir sama dengan Puskesmas Pamulang. Responden yang telah diikut

sertakan dalam uji coba penelitian tidak dimasukan lagi dalam sempel

penelitian. Setelah dilakukan modifikasi pertanyaan nomor P6,P7,P8,P9,P11,P12,S1,S4,S7 yang mempunyai nilai korelasi < 0,374,

didapatkan alpha cronbach pada pengetahuan sebesar 0.708 dan sikap

0,702

G. Teknik Analisis Data

1. Langkah Analisis Data

Pada saat melakukan analisis, data terlebih dahulu harus diolah dengan tujuan mengubah data menjadi informasi. Informasi yang

diperoleh digunakan untuk proses pengambilan keputusan,

(54)

pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh,

diantaranya :

a. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data

yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan

pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

b. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)

terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian

kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data

menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode

dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code

book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu

kode dari suatu variabel.

c. Entry Data

Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah

dikumpulkan kedalam master tabel atau database komputer,

kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa

dengan membuat tabel kontingensi

2. Melakukan Teknik Analisis

Pada teknik analisis, khususnya terhadap data penelitian akan

menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan

tujuan yang hendak dianalisis. Penelitian ini merupakan penelitian

Gambar

gambar jantung lalu kembali ke ulu hati. Gerakan diagonal
Tabel 3.1 Definisi Operasional
gambaran perilaku Ibu terhadap pemijatan bayi.
Tabel 5.2
+4

Referensi

Dokumen terkait

Bakso yang dibuat dari daging sapi dan tikus tidak bisa dibedakan secara spesifik kandungan asam lemaknya karena asam lemak yang hanya ada pada minyak tikus yaitu asam arakhidat,

Dengan melakukan titrasi, kita dapat menentukan konsentrasi suatu zat dengan menggunakan indicator asam basa (hingga mencapai warna tertentu) yang ditambahkan

Dari hasil penelitian pengaruh waktu dan temperatur pengadukan terhadap kualitas minyak goreng bekas (jelantah) hasil adsorbsi maka dapat disimpulkan bahwa kondisi

Figure 63 Data Retrieval Subsystem (Project Report Summary Request) Sequence Diagram (Contd.) ...176. Figure 64 Transaction Log Subsystem Sequence

Nilai uji statistik kor 0,094 yang artinya korelasi sa atau dianggap tidak ada kor dibuktikan dengan nilai ρ = besar dari nilai alpha (α) = demikian dapat dikatakan hubungan

Wawancara dilakukan pada Samsat Outlet Bogor Trade Mall Berdasarkan dari hasil wawancara dengan 30 orang konsumen pada samsat outlet, dapat diduga masih terdapat beberapa

Hubungan antara variabel eksternal dengan persepsi kemudahan menggunakan, persepsi kemudahan menggunakan dengan persepsi kebermanfaatan, persepsi kebermanfaatan

Sebuah definisi rekursif memuat dua bagian, pertama adalah kondisi awal untuk memulai barisan dan yang kedua adalah sebuah persamaan rekursif (rumus rekursif) untuk