PENGARUH PEMBELAJARAN SERVIS DAN KOORDINASI MATA-KAKI TERHADAP HASIL BELAJAR SERVIS SEPAKTAKRAW PADA
SISWA PUTRA KELAS VIII SMP NEGERI III SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2008/2009
S K R I P S I
Oleh:
RONNY WAHYU UTOMO K.4603042
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan jasmani merupakan mata pelajaran yang memiliki karakteristik
yang berbeda dengan pelajaran lainnya. Pendidikan jasmani merupakan
pendidikan yang mengutamakan aktivitas gerak sebagai media pendidikan.
Melalui aktivitas gerak diharapkan akan dapat membantu perkembangan dan
pertumbuhan siswa secara keseluruhan baik fisik, mental, sosial dan emosional. i
Aip Syarifuddin dan Muhadi (1992: 4) berpendapat, “Pendidikan jasmani adalah
proses melakukan aktivitas jasmani yang dirancang dan disusun secara sistematik
untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan, meningkatkan kemampuan
dan keterampilan jasmani, kecerdasan dan pembentukan watak serta nilai dan
sikap yang positif bagi setiap warga negara dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan”. Sedangkan Toho Cholik M. & Rusli Lutan (2001: 2) menyatakan:
Pendidikan jasmani merupakan bagian dari pendidikan secara umum. Pendidikan jasmani merupakan salah satu sub sistem-sub sistem pendidikan. Pendidikan jasmani dapat didefinisikan sebagai suatu proses pendidikan yang ditujukan untuk mencapai tujuan pendidikan melalui gerakan fisik. Telah menjadi peryataan umum bahwa pendidikan jasmani sebagai satu sub sitem pendidikan mempunyai peran yang berarti dalam mengembangkan kualitas manusia Indonesia.
Pendidikan jasmani mempunyai manfaat penting terhadap perkembangan
dan pertumbuhan anak. Adang Suherman, (2000: 23) menyatakan, Tujuan
pendidikan jasmani diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu: (1)
perkembangan fisik, (2) perkembangan gerak, (3) perkembangan mental dan, (4)
perkembangan sosial”. Upaya mencapai tujuan pendidikan jasmani, maka dalam
pendidikan jasmani diajarkan beberapa macam cabang olahraga yang terangkum
dalam kurikulum pendidikan jasmanim menurut jenjang sekolah. Menurut
Depdiknas (2004: 19-20) bahwa, “Materi pokok pendidikan jasmani untuk
permainan dan olahraga, (2) aktivitas pengembangan, (3) uji diri/senam, (4)
aktivitas ritmik, (5) akuatik dan, (6) aktivitas luar sekolah”.
Ruang lingkup materi pendidikan jasmani meliputi berbagai macam
cabang olahraga. Berdasarkan jenisnya materi pendidikan jasmani dibedakan
menjadi dua kelompok yaitu materi pokok dan materi pilihan. Di dalam materi
pokok terdapat beberapa nomor cabang olahraga yang wajib diajarkan kepada
siswa yang meliputi: atletik, senam, permainan. Sedangkan materi pilihan
pendidikan jasmani sebagai kegiatan ekstrakurikuler yang dapat diikuti siswa
sesuai dengan kemampuan, situasi dan kondisi sekolah masing-masing.
Macam-macam cabang olahraga pilihan antara lain renang, pencak silat, bulutangkis, tenis
meja, tenis, sepaktakraw, dan olahraga tradisional.
Sepaktakraw merupakan salah satu materi pilihan yang dikembangkan di
lingkungan sekolah seperti SD, SMP/MTs, SMA atau SMK. Namun tidak setiap
sekolah mengembangkan permainan sepaktakraw. Hal ini disebabkan beberapa
alasan, di antaranya sepaktakraw kurang membudaya jika dibandingkan dengan
olahraga permainan seperti bolavoli, sepakbola atau bola basket. Disisi lain
biasanya sekolah tidak memiliki area untuk membuat lapangan permainan
sepaktakraw, sehingga lebih mengutamakan area untuk cabang olahraga yang
wajib diajarkan dalam pendidikan jasmani seperti lapangan bolavoli atau bola
basket. Meskipun sepaktakraw kurang berkembang di lingkungan sekolah, tetapi
pada event-event tertentu seperti PORSENI atau POPDA antar tingkat Sekolah
Dasar (SD) atau Sekolah Menengah Pertama (SMP). Adanya event-event seperti
PORSENI atau POPDA, sehingga masih ada sekolah yang mengembangkan
permainan sepaktakraw di lingkungan sekolahnya.
Upaya meningkatkan keterampilan bermain sepaktakraw harus dilakukan
latihan secara sistematis dan kontinyu. Hal yang mendasar yang harus
dikembangkan agar siswa memiliki keterampilan bermain sepaktakraw menguasai
macam-macam teknik dasar sepaktakraw. Macam-macam teknik dasar
sepaktakraw di antaranya: sepak sila, sepak kuda, sepak badak, sepak cungkil,
Servis atau disebut sepak mula merupakan teknik dasar sepaktakraw yang
memiliki peran penting untuk mendapatkan point atau nilai. Servis dilakukan oleh tekong yang mendapat lemparan dari apit kanan atau kiri. Untuk mendapatkan
point melalui servis, maka harus dilakukan dengan keras dan tajam dan diarahkan dalam permainan lawan yang sulit dijangkau. Dalam Peraturan Permainan dan
Penuntun Pelatih Sepak Takarw (2001: 34) dijelaskan, “Servis adalah suatu gerak
kerja yang penting dalam permainan sepaktakraw, karena point hanya dapat
dibuat oleh regu yang melakukan servis”. Servis merupakan cara pertama untuk
mendapatkan point atau nilai. Untuk melakukan servis yang keras dan tajam
tidaklah mudah, dibutuhkan cara belajar yang baik dan tepat.
Servis sepaktakraw merupakan suatu keterampilan yang sulit dan memiliki
unsur gerakan yang kompleks. Upaya meningkatkan kemampuan servis
sepaktakraw bagi siswa sekolah harus diterapkan cara mengajar yang tepat. Jika
suatu keterampilan sulit dan gerakannya kompleks, maka harus dilakukan dengan
cara yang mudah. Rusli Lutan dan Adang Suherman (2000: 68) menyatakan,
“Perluasan isi atau materi maksudnya adalah penyusunan aktivitas belajar secara
progresif dari yang mudah ke yang sukar atau dari yang sederhana ke yang
kompleks”.
Berdasarkan hal tersebut, maka untuk memberi kemudahan dalam
pembelajaran servis sepaktakraw dapat dilakukan dengan cara bola dilambungkan
sendiri dan bola dilempar (diumpan). Pembelajaran servis dengan cara bola
dilambungkan sendiri dan dengan bola dilempar merupakan bentuk pembelajaran
yang memiliki karakteristik berbeda. Pembelajaran servis sepaktakraw dengan
dengan cara bola dilambungkan sendiri merupakan bentuk pembelajaran yang
dilakukan dari cara yang mudah, sehingga kontrol bola sepenuhnya dilakukan
oleh tekong (server). Sedangkan pembelajaran servis sepaktakraw dengan bola dilempar merupakan bentuk pembelajaran yang yang berorientasi pada
karakteristik permainan sebenarnya. Dari kedua bentuk pembelajaran servis
sepaktakraw tersebut, masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan,
servis sepaktakraw. Karena kemampuan servis sepaktakraw tidak hanya
dibutuhkan bentuk pembelajaran yang baik dan tepat, tetapi harus didukung
kemampuan fisik yang baik. M. Sajoto (1995: 8) menyatakan, “Kondisi fisik
adalah satu prasyarat yang sangat diperlukan dalam usaha peningkatan prestasi
seorang atlet, bahkan dapat dikatakan sebagai keperluan dasar yang tidak dapat
ditunda-tunda atau ditawar-tawar lagi”. Sedangkan Sudjarwo (1993: 41) bahwa,
“Keterkaitan antara kemampuan fisik dan teknik tidak dapat dipisahkan.
Penguasaan teknik yang baik hanya dapat dilakukan apabila memperoleh
dukungan kemampuan fisik yang baik pula”.
Kemampuan servis sepaktakraw dapat dilakukan dengan baik perlu
didukung kemampuan fisik yang baik pula. Salah satu unsur kondisi fisik yang
mendukung gerakan servis sepaktakraw di antaranya koordinasi mata-kaki.
Koordinasi mata-kaki berperan dalam gerakan servis sepaktakraw terutama pada
saat bola dilambungkan apit kanan atau apit kiri, kemudian dengan segera kaki
tekong menyepak bola dan diarahkan ke daerah permainan lawan. Oleh karena itu,
dalam membelajaran servis sepaktakraw dengan bola dilambungkan sendiri dan
dilempar harus didukung koordinasi mata-kaki agar servis dapat dilakukan dengan
baik. Apakah benar tingkat koordinasi mata-kaki dapat mendukung kemampuan
servis sepaktakraw. Nampaknya hal ini perlu dibukikan, karena koordinasi
mata-kaki bukan merupakan satu-satunya komponen kondisi fisik yang dapat
mempengaruhi kemampuan servis sepaktakraw, tetapi masih ada faktor lain yang
dapat mendukung kemampuan servis sepaktakraw seperti, keseimbangan,
kelincahan, power, penguasaan teknik dan lain sebagainya. Sehingga baik
tidaknya koordinasi mata-kaki yang dimiliki siswa belum dapat dijadikan tolok
ukur kemampuan servis sepaktakraw berbeda. Upaya mengetahui pengaruh
pembelajaran servis sepaktakraw antara bola dilambungkan sendiri dan dilempar
serta pengaruh koordinasi mata-kaki terhadap kemampuan servis sepaktakraw,
maka perlu dikaji dan diteliti secara lebih mendalam bak secara teori maupun
praktek melalui penelitian eksperimen.
Penelitian eskperimen ini dilakukan pada siswa putra kelas VIII SMP
pembelajaran pendidikan jasmani di SMP Negeri III Sukoharjo, pembelajaran
sepaktakraw merupakan salah satu cabang olahraga pilihan yang dikembangkan di
sekolah tersebut melalui kegiatan ekstrakurikuler. Selain dikembangkan melalui
kegiatan eksterkurikuler, permainan sepaktakraw juga diberikan kepada seringkali
siswa SMP Negeri III Sukoharjo Dari pembelajaran permainan sepaktakraw di
SMP Negeri III Sukoharjo tahun pelajaran 2008/2009 belum diketahui
kemampuan servisnya. Terbatasnya waktu dan sarana pembelajaran
mengakibatkan penguasaan teknik dasar sepaktakraw masih rendah, pada
event-event seperti POPDA khususnya cabang permainan sepaktakraw jarang sekali
siswa dari SMP Negeri III Sukoharjo ikut serta dalam event tersebut. Upaya
meningkatkan penguasaan teknik dasar servis sepaktakaw siswa SMP Negeri III
Sukoharjo, maka harus dilakukan pembelajaran secara baik dan teratur dengan
bentuk pembelajaran yang tepat. Bentuk pembelajaran untuk meningkatkan
kemampuan servis sepaktaktraw dapat dilakukan dengan cara dilambungkan
sendiri dan dapat dilakukan dengan cara dilempar. Untuk mendukung
keterampilan servis sepaktakraw harus memiliki koordinasi mata-kaki. Pemberian
bentuk pembelajaran yang tepat dan didukung koordinasi mata-kaki, maka dapat
meningkatkan kemampuan servis sepaktakraw. Untuk mengetahui bagaimana
pengaruh pembelajaran servis sepaktakraw antara dilambungkan sendiri dan
dilempar serta pengaruh koordinasi mata-kaki, maka perlu dilakukan penelitian
dengan judul, “Pengaruh Pembelajaran Servis dan Koordinasi Mata-Kaki terhadap
Hasil Belajar Servis Sepaktakraw pada Siswa Putra Kelas VIII SMP Negeri III
Sukoharjo Tahun pelajaran 2008/2009”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Masih banyak sekolah tidak memiliki prasarana dan sarana permainan
2. Permainan sepaktakraw kurang disenangi siswa dibandingkan dengan cabang
olahraga permainan lainnya.
3. Para siswa putra kelas VIII SMP Negeri III Sukoharjo tahun pelajaran
2008/2009 masih rendah dalam penguasaan teknik dasar sepaktakraw dan
perlu ditingkatkan
4. Kemampuan kondisi fisik siswa putra SMP Negeri III Sukoharjo tahun
pelajaran 2008/2009 belum diketahui.
5. Belum diketahui pengaruh mata-kaki terhadap kemampuan servis dalam
permainan sepaktakraw.
6. Belum diketahui pengaruh pembelajaran servis antara bola dilambungkan
sendiri dan bola dilempar terhadap peningkatan hasil belajar servis
sepaktakraw.
7. Kemampuan servis sepaktakraw siswa putra SMP Negeri III Sukoharjo tahun
pelajaran 2008/2009 belum diketahui.
C. Pembatasan Masalah
Banyaknya masalah yang muncul dalam penelitian perlu dibatasi agar
tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pembatasan masalah dalam penelitian
sebagai berikut:
1. Pengaruh pembelajaran servis antara bola dilambungkan sendiri dan bola
dilempar terhadap peningkatan hasil belajar servis sepaktakraw siswa putra
SMP Negeri III Sukoharjo tahun pelajaran 2008/2009.
2. Pengaruh koordinasi mata-kaki terhadap peningkatan hasil belajar servis
sepaktakraw terhadap hasil belajar servis sepaktakraw siswa putra SMP
Negeri III Sukoharjo tahun pelajaran 2008/2009.
3. Kemampuan servis sepaktakraw siswa putra SMP Negeri III Sukoharjo tahun
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, pembatasan masalah di atas, masalah
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Adakah perbedaan pengaruh pembelajaran servis antara bola dilambungkan
sendiri dan bola dilempar terhadap peningkatan hasil belajar servis
sepaktakraw pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri III Sukoharjo tahun
pelajaran 2008/2009?
2. Adakah perbedaan pengaruh antara koordinasi mata-kaki tinggi dan
koordinasi mata-kaki rendah terhadap kemampuan servis sepaktakraw pada
siswa putra kelas VIII SMP Negeri III Sukoharjo tahun pelajaran 2008/2009?
3. Adakah interaksi antara pembelajaran servis dan koordinasi mata-kaki
terhadap peningkatan hasil belajar servis sepaktakraw pada siswa putra kelas
VIII SMP Negeri III Sukoharjo tahun pelajaran 2008/2009?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian
ini mempunyai tujuan untuk mengetahui:
1. Perbedaan pengaruh pembelajaran servis antara bola dilambungkan sendiri
dan bola dilempar terhadap peningkatan hasil belajar servis sepaktakraw pada
siswa putra kelas VIII SMP Negeri III Sukoharjo tahun pelajaran 2008/2009.
2. Perbedaan pengaruh koordinasi mata-kaki tinggi dan koordinasi mata-kaki
rendah terhadap kemampuan servis sepaktakraw pada siswa putra kelas VIII
SMP Negeri III Sukoharjo tahun pelajaran 2008/2009.
3. Ada tidaknya interaksi antara pembelajaran servis dan koordinasi mata-kaki
terhadap peningkatan hasil belajar servis sepaktakraw pada siswa putra kelas
F. Manfaat Penelitian
Masalah dalam penelitian ini sangat penting untuk diteliti dengan harapan
dapat memberi manfaat antara lain:
1. Dapat membantu siswa putra kelas VIII SMP Negeri III Sukoharjo tahun
pelajaran 2008/2009 yang dijadikan sampel penelitian dalam meningkatkan
kemampuan servis sepaktakraw, sehingga dapat mendukung keterampilan
bermain sepaktakraw.
2. Dapat dijadikan sebagai masukan untuk menambah wawasan bagi guru
Penjaskes SMP Negeri III Sukoharjo untuk memberikan pembelajaran servis
sepaktakraw yang tepat bagi siswanya.
3. Bagi peneliti dapat menambah wawasan tentang karya ilmiah untuk
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Sepaktakraw
a. Pengertian Permainan Sepaktakraw
Sepaktakraw merupakan olahraga permainan yang dimainkan oleh dua
regu dan dimainkan di lapangan berbentuk empat persegi panjang. Permainan
sepaktakraw dilakukan dengan menggunakan bola yang terbuat dari rotan. Setiap
regu terdiri dari tiga orang pemain. Menurut Ucup Yusuf dkk., (2001: 10) bahwa:
Permainan sepaktakraw dilakukan di lapangan berukuran 13,4 m X 6,10 m yang dibagi oleh dua garis dan net (jaring) setinggi 1,55 dengan lebar 72 cm dan lubang jaring sekitar 4-5 cm. Bola yang dimainkan terbuat dari rotan atau fiber glass yang diayam dengan lingkaran 42-44 cm. Permainan sepaktakraw dilakukan oleh dua regu yang berhadapan di lapangan yang dipisahkan oleh jaring (net) yang terbentang membelah lapangan menjadi dua bagian. Setiap regu yang berhadapan terdiri atas 3 orang pemain yang bertugas sebagai tekong yang berdiri paling belakang, dua orang lainnya menjadi pemain depan yang berada di sebelah kiri dan kanan yang disebut apit kiri dan apit kanan.
Permainan sepaktakraw dimainkan tanpa menggunakan tangan untuk
memukul bola, bahkan tidak boleh menyentuh lengan. Bola hanya boleh
menyentuh atau dimainkan dengan kaki, dada, bahu dan kepala. Permainan
sepaktakraw diawali dengan sepak mula sebagai servis yang dilakukan oleh
tekong. Sepak mula dilakukan oleh tekong atas lambungan bola oleh pelambung
yang diarahkan ke tekong. Tekong harus berada di dalam lingkaran yang telah
disediakan. Begitu juga untuk tekong, pada waktu melakukan sepak mula salah
satu kakinya harus tetap berada di dalam lingkaran tempat tekong melakukan
sepak mula. Tekong harus mengarahkan bola ke daerah lawan melalui atas net
(jaring). Di lain pihak lawan harus menerima bola dan mengembalikannya ke
Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi lapangan sepaktakraw berserta
ukuran-ukurannya sebagai berikut:
Gambar 1. Lapangan Sepaktakraw (Ucup Yusuf dkk., 2001: 16)
b. Macam-Macam Teknik Dasar Sepaktakraw
Peningkatan prestasi olahraga menuntut adanya perbaikan dan
pengembangan unsur teknik untuk mencapai tujuannya. Teknik dikatakan baik
apabila ditinjau dari segi anatomis, fisiologis, mekanika, biomeknika dan mental
terpenuhi persyaratannya secara baik, dapat diterapkan dalam praktek dan
memberikan sumbangan terhadap pencapaian prestasi maksimal. Menurut Ucup
Yusuf dkk., (2001: 30-42) bahwa, “Teknik dasar sepaktakraw terdiri dari sepak
sila, sepak kuda, sepak badak, sepak cungkil, heading, memaha, mendada, menapak, sepak mula, smash, dan blocking”.
Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, teknik dasar
permainan sepaktakraw terdiri dari 11 macam yatiu: sila, sepak kuda, sepak
dan blocking. Agar dapat bermain sepaktakraw dengan baik, maka macam-macam teknik dasar sepaktakraw harus dikuasai dengan benar.
2. Servis Sepaktakraw
a. Pengertian Servis Sepaktakraw
Servis atau disebut sepak mula dalam permainan sepaktakraw merupakan
salah satu teknik dasar sepaktakraw sebagai tanda dimulainya permainan. Servis
dilakukan oleh tekong yang mendapat umpan atau lemparan dari pemain apit
kanan atau pemain apit kiri. Berkaitan dengan servis Ucup Yusuk dkk., (2001: 15)
menyatakan:
Permainan sepaktakraw dimulai dengan lambungan bola yang terbuat dari rotan atau fiber oleh apit kiri atau apit kanan yang diarahkan kepada tekong. Tekong harus siap melakukan sepak mula yang diarahkan ke daerah lawan melalui atas jaring baik menyentuh bibir net atau pun langsung menuju lapangan lawan.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, servis bertujuan memulai
permainan dan bola dinyatakan sah apabila menyentuh bibir net. Di samping itu
juga, servis merupakan serangan pertama untuk mendapatkan point bagi tim yang
mendapat kesempatan servis. Hal ini seperti dijelaskan dalam Peraturan
Permainan dan Penuntun Pelatih Sepaktakraw (2001: 34) bahwa:
Sevis adalah suatu gerak kerja yang penting dalam permainan sepaktakraw, karena point hanya dapat dibuat oleh regu yang melakukan servis. Kegagalan dalam servis berati hilangnya kesempatan regu untuk mendapatkan point dan memberikan kesemapatan kepada pihak lawan untuk membuat angka atau point.
Regu yang mendapat kesempatan servis mempunyai peluang besar untuk
mendapatkan angka. Agar servis menghasilkan angka, maka harus dilakukan
sesulit mungkin dan diarahkan pada kelemahan lawan. Servis yang keras justru
akan mengakibatkan bola menyangkut net. Lebih lanjut dijelaskan dalam
Tujuan suatu servis hendaklah dipusatkan kepada pengacauan permainan atau pertahanan lawan, sehingga dapat mengatur serangan-serangan yang mantap. Oleh sebab itu, servis hendaklah dilakukan dengan berbagai cara supaya mengacaukan pihak lawan terhadap sasaran servis yang akan kita lakukan seterusnya. Regu yang melakukan servis itu haruslah pandapai mencari tempat-tempat lemah pihak lawan supaya tekongnya melancarkan servis yang tepat.
Kunci dari servis sepaktakraw yaitu diarahkan pada kelemahan lawan. Hal
ini dimaksudkan untuk mengacaukan pertahanan lawan, sehingga akan
memudahkan melakukan serangan. Namun disisi lain servis yang keras dan tajam
juga penting untuk mematikan pertahanan lawan. Untuk itu, regu yang mendapat
kesempatan servis harus pandai-pandai memanfaatkan servis agar memperoleh
point atau angka. Untuk mendapatkan point melalui servis, maka seorang tekong
harus menguasai macam-macam servis dalam permainan sepaktakraw. Menurut
Peraturan Permainan dan Penuntun Pelatih Sepaktakraw (2001: 35) jenis-jenis
servis sepaktakraw antara lain:
1) Servis gaya bebas (Freestyle service) 2) Servis keras dan tajam (Spike service) 3) Servis tinggi (Lob service)
4) Servis tipu (Trick service)
5) Servis sudut (Corner/Angle service) 6) Servis sekrup (scrow service)
Menguasai jenis-jenis servis sepaktakraw tersebut sangat penting untuk
seorang tekong. Dengan menguasai jenis-jenis servis tersebut, lawan akan
kesulitan memprediksi jenis servis yang akan dilancarkan. Untuk menguasai
jenis-jensi servis sepaktakraw tersebut harus dilakukan latihan seacara sistematis dan
kontinyu.
b. Teknik Pelaksanaan Servis Sepaktakraw
Menguasi teknik servis sepaktakraw sangat penting akan mempu
melakukan servis dengan baik. Hal ini karena, melalui servis akan diperoleh
angka. Seperti dijelaskan dalam Materi Penataran Pelatih Sepaktakraw Jawa
Tengah (2000: 8) bahwa, “Penguasaan teknik servis sangat penting mengingat (1)
suatu regu dapat memimpin pertandingan sesuai dengan tipe dari yang
dikehendaki regu yang servis, (3) servis merupakan serangan pertama terhadap
regu lawan”.
Pentingnya peranan servis dalam permainan sepaktakraw, maka harus
menguasai teknik servis sepaktakraw dengan baik dan benar. Menurut Ucup
Yusuf dkk., (2001: 40) teknik servis sepaktakraw sebagai berikut:
1) Tekong berdiri pada kedua kaki menghadap pelambung bola (apit kiri/apit kanan).
2) Lingkaran yang berada di lapangan sebagai tempat tekong melakukan sepak mula.
3) Satu kaki berada di luar lingkaran, tetapi satu kaki lainnya tidak boleh menginjak apalagi keluar lingkaran ketika tekong melakukan sepak mula.
4) Setelah bola melewati net/jaring menyentuh atau tidak kaki tekong boleh keluar dari lingkaran itu.
Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi gerakan sepak mula
sebagai berikut:
Gambar 2. Gerakan Servis Sepaktakraw (Ucup Yusuf dkk., 2001: 40)
3. Hakikat Pembelajaran
a. Pengertian Pembelajaran
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan dalam bidang pendidikan,
prinsip dari pembelajaran mengalami perubahan. Pembelajaran tidak hanya
tetapi pembelajaran sekarang ini merupakan suatu proses agar siswa belajar sesuai
dengan kemampuannya. M. Sobry Sutikno (2009: 32) berpendapat pembelajaran
adalah “Segala upaya yang dilakukan guru (pendidik) agar terjadi proses belajar
pada diri siswa”. Menurut Syaiful Sagala (2005: 62) bahwa, “Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh
guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan
kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi
pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap
materi pelajaran”. Menurut Nana Sudjana (2005: 35) bahwa, “Kriteria
keberhasilan pengajaran ada dua yaitu (1) kriteria ditinjau dari sudut prosesnya
(by process) dan (2) kriteria ditinjau dari sudut hasil yang dicapainya (by
product)”.
Kriteria dari sudut proses menekankan kepada pengajaran sebagai suatu
proses haruslah merupakan interaksi dinamis, sehingga siswa sebagai subjek yang
belajar mampu mengembangkan potensinya melalui belajar sendiri dan tujuan
yang telah ditetapkan tercapai secara efektif. Kriteria dari segi hasil (by product)
menekankan kepada tingkat penguasaan tujuan oleh siswa bagi dari segi kualitas
maupun kuantitas. Kedua kriteria tersebut tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus
merupakan hubungan sebab akibat. Dengan demikian, pengajaran bukan hanya
mengejar hasil yang setinggi-tingginya sambil mengabaikan proses, tetapi
keduanya ada dalam keseimbangan. Dengan kata lain, pembelajaran tidak hanya
semata-mata output oriented tetapi proses oriented. Untuk mencapai hal tersebut, maka seorang guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya
sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir siswa
dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan
siswa untuk belajar dengan perencanaan yang matang. Dalam proses
pembelajaran inilah, peran guru dan siswa telah mengalami perubahan. Lebih
1) Peran guru telah berubah dari:
a) Sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, ahli materi dan sumber segala jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolabolator dan mitra belajar.
b) Dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran.
2) Peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami perubahan, yaitu: a) Dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam
proses pembelajaran.
b) Dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagi pengetahuan.
c) Dari pembelajaran sebagai aktivitas individual menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain.
Dalam kegiatan proses pembelajaran siswa lebih dominan atau berperan
aktif. Siswa harus selalu berpartisipasi aktif, menghasilkan berbagai macam
pengatahuan dan harus mampu bekerjasama dengan siswa lainnya. Sedangkan
guru bertindak sebagai fasilitator, memanage berbagai sumber dan fasilitas untuk dipelajari siswa. Menurut Wina Sanjaya (2006: 79)menyatakan, terdapat beberapa
karakteristik penting dari istilah pembelajaran yaitu:
1) Pembelajaran berarti membelajarkan siswa.
Dalam konteks pembelajaran, tujuan utama mengajar adalah membelajarkan siswa. Oleh sebab itu, kriteria keberhasilan proses pembelajaran tidak diukur dari sejauh mana siswa telah menguasai materi pelajaran, tetapi diukur sejauh mana siswa telah melakukan proses belajar. Dengan demikian guru tidak lahi berperan hanya sebagai sumber belajar, tetapi berperan sebagai orang yang membimbing dan memfasilitasi agar siswa mau dan mampu belajar. Inilah makna proses pembelajaran berpusat pada siswa (student oriented). Siswa tidak dianggap sebagai objek belajar yang dapat diatur dan dibatasi oleh kemauan guru, melainkan siswa ditempatkan sebagai subjek yang belajar sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan yang dimilakinya. Oleh se`ab itu, materi apa yang seharusfya dipelajari dan bagaimana cara mdmpelajarinya tidak semata-mata ditentukan oleh keincinaf guru, tetapa mamperhatikan setiap perbedaan.
2) Pr/ses pembelajaral barlangsung di mana saja
3) Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan
Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran, akan tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang dicapai. Oleh karena itulah penguasaan materi pelajaran bukanlah akhir dari proses pengajaran, tetapi hanya sebagai tujuan antara pembentukan tingkah laku yang lebih luas. Artinya, sejauh mana materi pelajaran yang dikuasai dapat membentuk pola perilaku siswa sendiri. Untuk itulah metode dan strategi yang digunakan guru tidak hanya sekedar metode ceramah, tetapi menggunakan berbagai metode, seperti diskusi, penugasan, kunjungan ke objek-objek tertentu dan lain sebagainya.
Berdasarkan pengertian pembelajaran dan karakteristik dari pembelajaran
dapat disimpulkan, pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dirancang oleh
guru untuk membantu peserta didik mempelajari suatu kemampuan atau nilai
yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan,
pelaksanaan dan evaluasi dalam konteks kegiatan pembelajaran. Dalam proses
pembelajaran itu dikembangkan melalui pola pembelajaran yang menggambarkan
kedudukan serta peran pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Pendidik sebagai sumber belajar, penentu metode belajar, dan juga penilai
kemajuan belajar.
b. Hakikat Belajar Gerak
Belajar gerak atau keterampilan mempunyai pengertian yang sama seperti
belajar pada umumnya. Tetapi dalam belajar keterampilan memiliki karakteristik
tertentu. Belajar gerak mempelajari pola-pola gerak keterampilan tubuh. Proses
belajarnya melalui pengamatan dan mempraktekkan pola-pola gerak yang
dipelajari. Intensitas keterlibatan unsur domain kemampuan yang paling tinggi
adalah domain psikomotor yang berarti juga termasuk domain fisik. Di dalam
belajar gerak bukan berarti domain kognitif dan domain afektif tidak terlibat di
dalamnya. Semua unsur kemampuan individu terlibat di dalam belajar gerak,
hanya saja intensitas keterlibatannya berbeda-beda. Intensitas keterlibatan domain
kognitif dan domain afektif relatif lebih kecil dibandingkan keterlibatan domain
psikomotor. Keterlibatan domain psikomotor tercermin dalam respon-respon
bagian-bagian tubuh. Berkaitan dengan belajar gerak, Sugiyanto (1996: 27)
menyatakan, “Belajar gerak adalah belajar yang diwujudkan melalui
respon-respon muskular yang diekspresikan dalam gerakan tubuh atau bagian tubuh”.
Menurut Rusli Lutan (1988: 102) bahwa, “Belajar motorik adalah seperangkat
proses yang bertalian dengan latihan atau pengalaman yang mengantarkan ke arah
perubahan permanen dalam perilaku terampil”.
Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan, belajar gerak
(motorik) merupakan perubahan perilaku motorik berupa keterampilan sebagai
hasil dari latihan dan pengalaman. Upaya menguasai keterampilan gerak
diperlukan proses belajar yaitu proses belajar gerak. Menurut Wahjoedi (1999:
119) bahwa, “Penguasaan keterampilan gerak hanya dapat diperoleh melalui
pelaksanaan gerak dengan program pembelajaran yang terencana, sistematis dan
berkelanjutan”. Dalam pelaksanaan belajar gerak harus direncanakan dengan baik,
disusun secara sistematis dan berkelanjutan. Dengan pembelajaran yang baik,
terencana dan terus menerus, maka siswa akan memperoleh pengalaman belajar
yang baik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Tujuan dari belajar gerak
adalah, siswa memiliki keterampilan gerak sesuai dengan yang diharapkan.
Perkembangan gerak yang terampil merupakan sasaran pembelajaran
keterampilan gerak. Jika siswa telah menguasai keterampilan yang dipelajari,
maka akan terjadi perubahan-perubahan pada diri siswa yang mengarah pada
gerakan yang efektif dan efisien. Rink seperti dikutip Rusli Lutan & Adang
Suherman (2000: 56) menyatakan ada tiga indikator gerak terampil yaitu: “(1)
efektif artinya sesuai dengan produk yang diinginkan dengan kata lain product oriented, (2) efisien artinya sesuai dengan proses yang seharusnya dilakukan dengan kata lain process oriented, dan (3) adaptif artinya sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan dimana gerak tersebut dilakukan”. Sedangkan menurut
Fitts & Posner (1967) yang dikutip Sugiyanto (1996: 44) bahwa, "Proses belajar
gerak keterampilan terjadi dalam 3 fase belajar yaitu: (1) fase kognitif, (2) fase
asosiatif, (3) fase otonom".
Fase kognitif merupakan fase awal dalam belajar gerak keterampilan. Fase
diri pelajar menjadi tahu tentang gerakan yang dipelajari, sedangkan penguasaan
geraknya sendiri masih belum baik karena masih dalam taraf mencoba gerakan.
Pada fase kognitif diawali dengan aktif berpikir tentang gerakan yang dipelajari.
Anak berusaha mengetahui dan memahami gerakan dari informasi yang diberikan
kepadanya. Informasi bisa bersifat verbal atau visual. Informasi yang diterima
tersebut kemudian diproses dalam mekanisme perseptual, sehingga memperoleh
gambaran tentang gerakan yang dipelajari untuk selanjutnya mengambil
keputusan melakukan gerakan sesuai dengan informasi yang diterima. Namun
gerakan yang dilakukan seringkali salah atau tidak benar. Pada tahap ini anak
hanya sebatas mencoba-coba gerakan yang dipelajari tanpa memahami bentuk
gerakan yang baik dan benar. Agar gerakan yang dilakukan menjadi benar dan
tidak kaku, harus dilakukan secara berulang-ulang dan kesalahan-kesalahan segera
dibetulkan agar gerakannya menjadi lebih baik dan benar. Jika gerakan sudah
dapat dilakukan dengan lancar dan baik berarti sudah meningkat memasuki fase
asosiatif.
Fase asosiatif merupakan tahap kedua dalam belajar keterampilan atau
disebut juga fase menengah. Pada fase asosiatif ditandai dengan peningkatan
kemampuan penguasaan gerakan keterampilan. Gerakan-gerakan keterampilan
yang dipelajari dapat dilakukan dalam bentuk yang sederhana atau
tersendat-sendat. Gerakan keterampilan tersebut dapat dilakukan dengan lancar, apabila
dilakukan secara berulang-ulang, sehingga pelaksanaan gerakan akan menjadi
semakin efisien, lancar, sesuai dengan keinginannya. Menurut Rusli Lutan (1988:
306) bahwa, “Permulaan dari tahap asosiatif ditandai oleh semakin efektif
cara-cara siswa melaksanakan tugas gerak, dan mulai mampu menyesuaikan diri
dengan keterampilan yang dilakukan. Akan nampak penampilan yang
terkoordinasi dengan perkembangan yang terjadi secara bertahap, lambat laun
gerakan semakin konsisten”.
Pada fase asosiatif penguasaan dan kebenaran gerakan anak meningkat,
namun masih sering melakukan kesalahan dan harus diberitahu. Kesalahan bisa
diketahui melalui pemberitahuan orang lain yang mengamatinya atau rekaman
kondisi belajar bervariasi, (4) prinsip pemberian motivasi dan dorongan
semangat”.
Berdasarkan pendapat menunjukkan bahwa, prinsip-prinsip pembelajaran
tersebut sangat penting dalam belajar keterampilan. Hasil belajar dapat dicapai
secara maksimal, jika diterapkan prinsip-prinsip belajar yang tepat. Untuk lebih
jelasnya prinsip-prinsip pembelajaran keterampilan secara singkat diuraikan
sebagai berikut:
1) Prinsip Pengaturan Giliran Praktik
Mempraktikkan gerakan keterampilan bisa dilakukan secara terus menerus
tanpa istirahat. Cara ini disebut massed conditions. Dengan cara ini siswa melakukan gerakan berulang-ulang, terus menerus selama waktu latihan, tanpa
ada pengaturan kapan harus melakukan gerakan dan kapan harus beristirahat.
Cara yang kedua adalah mempraktikkan gerakan dengan diselang-selingi
antara melakukan gerakan dan waktu istirahat. Cara ini disebut distributed conditions. Dengan cara ini ada pengaturan giliran melakukan gerakan berapa kali, kemudian diselingi istirahat dan setelah itu melakukan gerakan lagi. Waktu
istirahat yang diberikan tidak perlu menunggu sampai siswa mencapai kelelahan,
tetapi juga jangan terlalu sering. Yang penting adalah mengatur agar rangsangan
terhadap sistem-sistem yang menghasilkan gerakan tubuh diberikan secara cukup,
atau tidak kurang dan tidak berlebihan.
2) Prinsip Beban Belajar Meningkat
Gerakan keterampilan pada dasarnya merupakan sekumpulan dari
gerakan-gerakan yang menjadi unsurnya. Selain itu bahwa, penguasaan gerakan
keterampilan akan terjadi secara bertahap dalam peningkatannya. Mulai dari
belum bisa menjadi bisa, dan kemudian menjadi terampil melakukan sesuatu
gerakan. Dengan kenyataan-kenyataan seperti itu, hendaknya pengaturan materi
belajar yang dipartikkan dimulai dari yang mudah ke yang lebih sukar, atau dari
3) Prinsip Kondisi Belajar Bervariasi
Mempraktikkan gerakan merupakan kondisi belajar yang paling berat
dalam belajar gerak. Siswa harus mengerahkan tenaganya untuk melakukan
gerakan berulang kali. Siswa harus memerangi rasa lelah, dan kadang-kadang
harus memerangi rasa bosan. Agar kelelahan tidak cepat terjadi atau kalau terjadi
tidak begitu dirasakan, serta tidak cepat terjadi kebosanan pada diri siswa,
menciptakan kondisi praktik yang bervariasi sangat diperlukan. Disini diperlukan
kreativitas guru untuk menciptakan variasi pembelajaran.
Variasi bisa diciptakan dalam berbagai hal, misalnya pengaturan tempat
praktik, pengaturan formasi dan kelompok, pengaturan giliran, pengunaan
alat-alat, cara memberikan instruksi, cara pemberian umpan balik dan cara-cara
pendekatan dengan siswa.
4) Prinsip Pemberian Motivasi dan Dorongan Semangat
Siswa melakukan suatu tugas dari guru tentu dipengaruhi oleh keadaan
psikologisnya. Di dalam mempraktikkan gerakan agar melakukannya dengan
sungguh-sungguh, siswa perlu mempunyai motivasi yang kuat untuk menguasai
gerakan dan mempunyai semangat untuk berusaha.
Motivasi untuk menguasai gerakan bisa timbul anatar lain: apabila siswa
berminat terhadap gerakan. Sedangkan minat dapat timbul apabila siswa merasa
bahwa gerakan yang dipelajari tersebut memberikan manfaat bagi dirinya atau
paling tidak bisa memberikan kegembiraan atau kesenangan.
Semangat berusaha bisa ditimbulkan atau ditingkatkan antar alain melalui
cara menciptakan suasana kompetitif di antara para siswa. Dengan adanya suasana
kompetitif, siswa akan berusaha berbuat sebaik-baiknya untuk bisa lebih baik dari
teman-teman yang lain. Cara lain untuk memberikan dorongan semangat adalah
memberikan instruksi atau arahan menggunakan kalimat-kalimat atau isyarat yang
membangkitkan keoptimisan pada diri siswa, bahwa ia akan mampu mencapai
keberhasilan melakukan gerakan melalui mempraktikkan berulang-ulang. Pujian
dorongan untuk berusaha lagi diberikan kepada siswa yang belum berhasil dengan
baik.
d. Ciri-Ciri Perubahan dari Belajar Gerak
Tujuan utama dalam proses belajar mengajar yaitu terjadi perubahan yang
lebih baik pada diri siswa. Sebagai contoh, pada awalnya siswa tidak mampu
melakukan servis sepaktakraw , setelah melalui proses belajar maka siswa mampu
melakukan sepaktakraw dengan teknik yang benar. Prinsip perubahan pada siswa
dari belajar suatu keterampilan bersifat permanen, maksudnya, keterampilan yang
telah dikuasai siswa tidak mudah hilang sesudah kegiatan selesai dilakukan atau
dalam waktu tertentu. Tetapi jika tidak belajar lagi (latihan secara rutin)
kemampuan atau keterampilan yang telah dikuasai akan menurun. Menurut
Schmidt (1982) yang dikutip Rusli Lutan (1988: 102-107) karakteristik dari
belajar gerak yaitu:
1) Belajar sebagai sebuah proses.
2) Belajar motorik adalah hasil langsung dari latihan. 3) Belajar motorik tak teramati secara langsung.
4) Belajar menghasilkan kapabilitas untuk bereaksi (kebiasaan). 5) Belajar motorik relatif permanen.
6) Belajar motorik bisa menimbulkan efek negatif dan, 7) Kurve hasil belajar.
Ciri-ciri perubahan akibat belajar gerak (motorik) ada tujuan macam yaitu belajar sebagai proses, belajar sebagai hasil langsung dari latihan, belajar tidak
teramati secara langsung, belajar menghasilkan kebiasaan, belajar keterampilan
bersifat permanen, belajar keterampilan dapat menimbulkan efek negatif, dan
dalam waktu tertentu keterampilan yang dimiliki akan mengalami penurunan.
Untuk lebih jelasnya ciri-ciri perubahan dari proses pembelajaran keterampilan
diuraikan secara singkat sebagai berikut:
1) Belajar Sebagai Proses
Proses merupakan seperangkat kejadian atau peristiwa yang berlangsung
bersama, menghasilkan beberapa prilaku tertentu. Sebagai contoh dalam
simbol di dalam teks, memberikan pengertian sesuai dengan perbendaharaan kata
yang tersimpan dalam ingatan, dan seterusnya. Demikian halnya dalam belajar
keterampilan motorik, di dalamnya terlibat suatu proses yang menyumbang
kepada perubahan dalam perilaku motorik sebagai hasil dari belajar atau berlatih dalam organisme yang memungkinkannya untuk melakukan sesuatu yang berbeda
dengan sebelum belajar atau berlatih.
Proses perubahan yang terjadi akibat dari belajar harus disadari oleh siswa,
sehingga siswa dapat merasakan bahwa dirinya telah mencapai peningkatan
keterampilan yang lebih baik dari sebelumnya. Seperti dikemukakan Slameto
(1995: 3) bahwa, “Seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan
atau sekurang-kurangnya merasakan telah terjadi adanya sesuatu perubahan pada
dirinya”. Dengan kemampuan siswa menyadari akan perubahan yang terjadi
dalam dirinya, ini artinya telah terjadi proses belajar gerak dalam diri siswa.
Dengan terjadinya proses belajar maka akan dicapai hasil belajar yang lebih baik.
2) Belajar Motorik adalah Hasil Langsung dari Latihan
Perubahan perilaku motorik berupa keterampilan dipahami sebagai hasil
dari latihan dan pengalaman. Hal ini perlu dipertegas untuk membedakan
perubahan yang terjadi karena faktor kematangan dan pertumbuhan. Faktor-faktor
tersebut juga menyebabkan perubahan perilaku (seperti anak yang dewasa lebih
terampil melakukan suatu keterampilan yang baru daripada anak yang muda),
meskipun dapat disimpulkan perubahan itu karena belajar. Sugiyanto dan Agus
Kristiyanto (1998: 33) menyatakan bahwa, “Perubahan-perubahan hasil belajar
gerak sebenarnya bukan murni dari hasil suatu pengkondisian proses belajar,
melainkan wujud interaksi antara kondisi belajar dengan faktor-faktor
perkembangan individu”.
Ini artinya, perubahan kemampuan individu dalam penguasaan gerak
ditentukan oleh adanya interaksi yang rumit antara faktor keturunan dan pengaruh
lingkungan. Perkembangan individu berproses sebagai akibat adanya perubahan
anatomis-fisiologis yang mengarah pada status kematangan. Pertumbuhan fisik
dengan perubahan-perubahan fungsi faal dan sistem lain dalam tubuh. Pola-pola
perubahan tersebut pada gilirannya akan selalu mewarnai pola penguasaan gerak,
sebagai hasil proses belajar gerak.
3) Belajar Motorik Tak Teramati secara Langsung
Belajar motorik atau keterampilan olahraga tak teramati secara langsung. Proses yang terjadi dibalik perubahan keterampilan sangat kompleks dalam sistem
persyarafan, seperti misalnya bagaimana informasi sensori diproses, diorganisasi
dan kemudian diubah menjadi pola gerak otot-otot. Perubahan itu semuanya tidak
dapat diamati secara langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan eksistensinya dari
perubahan yang terjadi dalam keterampilan atau perilaku motorik.
4) Belajar Menghasilkan Kapabilitas untuk Bereaksi (Kebiasaan)
Pembahasan belajar motorik juga dapat ditinjau dari munculnya kapabilitas untuk melakukan suatu tugas dengan terampil. Kemampuan tersebut
dapat dipahami sebagai suatu perubahan dalam sistem pusat syaraf. Tujuan belajar
atau latihan adalah untuk memperkuat atau memantapkan jumlah perubahan yang
terdapat pada kondisi internal. Kondisi internal ini sering disebut kebiasaan.
Menurut Rusli Lutan (1988: 104) kapabilitas ini penting maknanya karena
berimplikasi pada keadaan yaitu, “Jika telah tercipta kebiasaan dan kebiasaan itu
kuat, keterampilan dapat diperagakan jika terdapat kondisi yang mendukung,
tetapi jika kondisi tidak mendukung (lelah) keterampilan yang dimaksud tidak
dapat dilakukan”.
5) Belajar Motorik Relatif Permanen
Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk
beberapa saat saja, seperti berkeringan, lelah dan lain sebagainya, tidak dapat
digolongan sebagai perubahan akibat belajar. Perubahan yang terjadi akibat proses
belajar bersifat menetap atau permanen. Hasil belajar gerak relatif bertahan hingga
dipergunakan atau berlatih secara teratur. Memang sukar untuk menjawab, berapa
lama hasil belajar itu akan melekat. Meskipun sukar ditetapkan secara kuantitatif,
apakah selama satu bulan, bertahun-tahun atau hanya dua atau tiga hari. Untuk
kebutuhan analisis dapat ditegaskan bahwa, belajar akan menghasilkan beberapa
efek yang melekat pada diri siswa setelah melakukan belajar gerak.
6) Belajar Motorik Bisa Menimbulkan Efek Negatif
Dilihat hasil yang dicapai dari belajar gerak menunjukkan belajar dapat
menimbulkan efek positif yaitu, penyempurnaan keterampilan atau penampilan
gerak seseorang. Namun disisi lain, belajar dapat menimbulkan efek negatif.
Sebagai contoh, seorang pesenam belajar gerakan salto ke belakang. Pada suatu
ketika lompatannya kurang tinggi dan putaran badannya terlampau banyak
sehingga jatuh terlentang. Akibatnya ia mengalami rasa sakit pada punggungnya
dan menyebabkan tidak berani lagi melakukan gerakan salto ke belakang. Rasa
takut ini mungkin berlangsung beberapa lama, sampai kemudian keberaniannya
muncul kembali. Contoh semacam ini dapat dipakai sebagai ilustrasi gejala
kemunduran suatu keterampilan sebagai rangkaian akibat kegiatan belajar pada
waktu sebelumnya.
Kesan buruk terhadap pengalaman masa lampau, kegagalan pahit dalam
suatu kegiatan atau tidak berhasil melakukan suatu jenis keterampilan dengan
sempurna justru bukan berakibat negatif, tetapi hendaknya dijadikan pendorong
ke arah perubahan positif. Pengalaman semacam ini hendaknya menjadi
pendorong untuk lebih giat belajar hingga mencapai hasil yang lebih baik.
7) Kurva Hasil Belajar
Salah satu persoalan yang paling rumit dalam proses belajar gerak adalah
tentang penggambaran perkembangan hasil belajar dan kecermatan dalam hasil
penafsirannya. Kurva hasil belajar adalah gambaran penguasaan kapabilitas untuk
bereaksi (yaitu kebiasaan) dalam satu jenis tugas setelah dilakukan
menampilkan perkembangan penampilan kemampuan gerak sebagai cerminan
dari proses belajar internal yang berlangsung dalam diri seseorang.
Meskipun kurva belajar tidak mampu sepenuhnya mencerminkan
perubahan internal pada diri seseorang, tetapi untuk kebutuhan praktis atas dasar
penampilan nyata dapat ditafsirkan kemajuan, kemandegan atau kemunduran hasil
belajar yang dicapai seseorang pada suatu waktu.
4. Pembelajaran Servis Sepaktakraw dengan Bola
Dilambungkan Sendiri
a. Pelaksanaan Pembelajaran Servis Sepaktakraw dengan Bola
Dilambungkan Sendiri
Pembelajaran servis sepaktakraw dengan cara bola dilambungkan sendiri
merupakan bentuk belajar yang bertujuan untuk memberi kemudahan siswa untuk
menguasai teknik dasar servis sepaktakraw. Pembelajaran servis sepaktakraw
dengan cara bola dilambungkan sendiri memudahkan siswa untuk melakukan
sepakkan dan mengarahkan ke lapangan permainan lawan sesuai yang diinginkan.
Hal ini karena kontrol bola sepenuhnya dikuasai oleh siswa sebagai server. Di
samping itu juga, pembelajaran servis sepaktakraw dengan cara bola
dilambungkan sendiri siswa akan merasa senang, karena siswa dapat mengukur
lambungan bola sesuai yang diinginkan sehingga tidak mengalami kesulitan.
Ditinjau dari belajar gerak, pembelajaran servis sepaktakraw dengan cara
bola dilmbungkan sendiri merupakan bentuk pembelajaran keterampilan yang
dilakukan dari cara yang mudah dan secara bertahap ditingkatkan ke tahap yang
lebih sulit atau kompleks. Sugiyanto (1996: 64) menyatakan:
Berdasarkan pertimbangan tingkat kesulitan dan tingkat kompleksitas, penyusunan materi pelajaran hendaknya mengikuti prinsip-prinsip:
1) Dimulai dari materi belajar yang mudah dan ditingkatkan secara berangsur-angsur ke materi yang lebih sukar.
2) Dimulai dari materi belajar yang sederhana dan ditingkatkan secara berangsur-angsur ke materi yang semakin kompleks.
Dengan pembelajaran servis sepaktakraw dengan cara bola dilambungkan
sendiri diharapkan siswa dapat mentransfer ke bentuk gerakan yang sebenarnya.
Dalam hal ini Sugiyanto (1996: 82) menyatakan, “Transfer bukan merupakan
materi pelajaran yang harus diajarkan, melainkan merupakan suatu kondisi yang
harus diciptakan agar materi pelajaran yang telah dikuasai murid bisa memberikan
kemudahan bagi murid untuk mempelajri hal-hal yang baru dalam situasi yang
baru atau situasi yang lain”. Melalui pembelajaran servis sepaktakraw dengan cara
bola dilambungkan sendiri diharapkan siswa akan mampu mengaktualisasikan ke
dalam gerakan servis sepaktakraw yang sebenarnya.
Pelaksanaan pembelajaran servis sepaktakraw dengan bola dilambungkan
sendiri yaitu: siswa menempatkan diri di tempat tekong dengan memegang bola.
Untuk selanjutnya bola dilambungkan sendiri sesuai dengan keinginannya dan
selanjutnya menyepak bola tersebut dan mengarahkannya ke daerah permainan
lawan. Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi gambar pembelajaran
sepak sila dengan cara bola dilambungkan sendiri sebagai berikut:
Net
Gambar 3. Ilustrasi Pembelajaran Servis Sepaktakraw dengan Cara Bola Dilambungkan Sendiri
b. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Servis Sepaktakraw dengan
Bola Dilambungkan Sendiri
Pembelajaran servis sepaktakraw dengan cara bola dilambungkan sendiri
bertujuan untuk meningkatkan akurasi atau ketepatan sepakkan untuk diarahkan
akan mudah untuk menyepak bola. Berdasarka pelaksanaan pembelajaran servis
sepaktakraw dengan cara bola dilambungkan sendiri dapat diidentifikasi kelebihan
dan kelemahannya. Kelebihan pembelajaran servis sepaktakraw dengan cara bola
dilambungkan sendiri antara lain:
1. Kontrol bola sepenuhnya terdapat pada diri siswa dan bebas melambungkan
bola sesuai keinginannya, sehingga bola akan masuk ke daerah permainan
lawan dengan baik.
2. Mudah mengarahkan sepakkannya ke dalam daerah permainan lawan sesuai
dengan keiinginannya.
Pembelajaran servis sepaktakraw dengan cara bola dilambungkan sendiri
juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan pembelajaran sepaktakraw
dengan cara bola dilambungkan sendiri antara lain:
1. Waktu pembelajaran lebih lama, karena dibutuhkan proses untuk beradaptasi
terhadap gerakan keterampilan servis sepaktakraw yang sebenarnya.
2. Keterampilan servis sepaktakraw akan lebih lama dikuasai siswa.
3. Siswa kurang menguasai konsep gerakan servis sepaktakraw yang sebenarnya.
5. Pembelajaran Servis Sepaktakraw dengan Bola Dilempar
a. Pelaksanaan Pembelajaran Servis Sepaktakraw dengan Bola Dilempar
Pembelajaran servis dengan bola dilempar merupakan bentuk
pembelajaran servis sepaktakraw yang dilakukan oleh dua orang, yaitu salah satu
siswa menjadi pelempar (apit kanan atau kiri) dan siswa satunya melakukan
servis. Pembelajaran ini dilakukan secara langsung seperti bentuk keterampilan
sebenarnya. Dalam hal ini Rusli Lutan (1988: 419) menyatakan, “Pendekatan
secara langsung yaitu guru atau pelatih mengajarkan secara langsung teknik yang
sebenarnya. Para siswa diminta untuk melakukan gerakan dalam teknik dasar”.
Ditinjau dari belajar gerak, pembelajaran servis sepaktakraw dengan dilempar
didasarkan pada kesiapan siswa. Artinya, siswa telah siap dengan keterampilan
yang akan dipelajari. Jika siswa telah siap dengan keterampilan yang akan
Sugiyanto dan Agus Kristiyanto (1998: 2) menyatakan, “Hukum kesiapan (law of readiness) menyatakan bahwa belajar akan berlangsung sangat efektif jika pelaku belajar berada dalam suatu kesiapan untuk memberikan respon. Dengan kata lain,
belajar berlangsung secara efektif bila pelaku telah siap memberikan respon untuk
beradaptasi dengan stimulusnya”.
Pelaksanaan pembelajaran servis sepaktakraw dengan bola dilempar yaitu:
siswa sebagai tekong menempatkan diri didalam lingkaran tekong. Kemudian
pelempar menempatkan diri di tempat apit kanan jika tidak kidal, dan jika kidal
menempatkan diri di apit kiri. Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi
pembelajaran servis sepaktakraw dengan bola dilempar sebagai berikut:
Net
Gambar 4. Ilustrasi Pembelajaran Servis Sepaktakarw dengan Bola Dilempar
b. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Servis Sepaktakraw dengan
Bola Dilempar
Berdasarkan pelaksanaan pembelajaran servis sepaktakraw dengan bola
dilempar dapat diidentifikasi kelebihan dan kelemahannya. Kelebihan
pembelajaran servis sepaktakraw dengan bola dilempar antara lain:
1. Pembelajaran sama seperti keterampilan sebenarnya, sehingga siswa lebih
cepat menguasai servis sepaktakraw.
2. Siswa akan menguasai teknik servis sepaktakraw dengan benar, sehingga akan
3. Siswa memiliki konsep gerakan servis, karena servis sepaktakraw dilakukan
secara berulang-ulang.
4. Keterampilan yang dipelajari secara berulang-ulang akan menjadi
keterampilan dapat dikuasai dengan baik.
Kelemahan pembelajaran servis sepaktakraw dengan bola dilempar antara
lain:
1. Siswa yang belum siap akan mengalami kesulitan melakukan gerakan servis
sepaktakraw.
2. Siswa yang belum siap mengakibatkan bola akan sering menyangkut net atau
bola keluar lapangan
6. Koordinasi
a. Koordinasi Mata-Kaki
Koordinasi merupakan suatu kemampuan biomotorik yang sangat
kompleks. Karakteristik koordinasi sangat unik. Koordinasi memainkan peran
yang khusus terhadap mobilitas fisik. Koordinasi bukan merupakan kemampuan
fisik tunggal, tetapi tersusun dari beberapa unsur kondisi fisik saling berinteraksi
antara unsur fisik satu dengan lainnya. Seperti dikemukakan Harsono (1988: 219)
bahwa, “Koordinasi sangat erat hubungannya dengan kecepatan, kekuatan, daya
tahan dan fleksibilitas. Sedangkan yang dimaksud koordinasi menurut Ismaryati
(2006: 53-54) menyatakan, “Koordinasi adalah sebagai hubungan yang harmonis
dari hubungan saling berpengaruh di antara kelompok-kelompok otot selama
melakukan kerja yang ditunjukkan dengan berbagai tingkat keterampilan”.
Menurut Depdiknas (2000: 119) menyatakan, “Koordinasi merupakan
kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas motorik secara cepat dan terarah
yang ditentukan oleh proses pengendalian dan pengaturan gerakan serta kerjasama
sistem persarafan pusat”. Menurut Rusli Lutan dan Adang Suherman (2000: 172)
menyatakan, “Koordinasi merupakan keharmonisan kerja antara kelompok otot
selama melakukan tugas gerak yang menunjukkan tingkat keterampilan”.
mengimplikasikan hubungan yang harmonis, penyatuan atau aliran gerak yang
halus dalam melakukan pekerjaan”.
Berdasarkan batasan koordinasi yang dikemukakan tiga ahli tersebut
dapat dirumuskan pengertian koordinasi mata-kaki yaitu, kemampuan mata untuk
mengintegrasikan rangsangan yang diterima dan kaki sebagai fungsi penggerak
untuk melakukan gerakan sesuai yang diinginkan. Integrasi yang melibatkan dua
bagian yaitu pandangan mata dan kaki untuk melakukan suatu gerakan harus
dikoordinasikan dengan baik dan harmonis seperti gerakan servis sepaktakraw.
Dalam hal ini mata sebagai pemegang fungsi utama untuk melihat lambungan,
sedangkan kaki sebagai pemegang fungsi untuk melakukan gerakan tendangan
bola dan mengarahkannya pada lapangan permainan lawan sesuai yang
diinginkan.
b. Kegunaan dan Jenis Koordinasi
Pukulan servis tenis lapangan merupakan salah satu keterampilan yang
memiliki beberapa unsur gerakan yang dalam pelaksanaannya harus dirangkaikan
secara baik dan harmonis. Untuk meningkatkan kemampuan pukulan servis tenis
lapangan, maka seorang pemain tenis harus memiliki koordinasi gerak yang baik.
Jika seorang pemain tenis memiliki koordinasi gerak yang baik, maka
gerakan-gerakan yang dilakukan menjadi lebih efektif dan efisien. Hal ini karena, banyak
manfaat yang diperoleh jika seseorang memiliki koordinasi yang baik. Dalam hal
ini Suharno HP. (1993: 62) berpendapat kegunaan koordinasi antara lain:
1) Mengkoordinasikan beberapa gerak agar menjadi satu gerak yang utuh dan serasi.
2) Efisien dan efektif dalam penggunaan tenaga. 3) Untuk menghindari terjadinya cidera.
4) Mempercepat berlatih, menguasai teknik.
5) Dapat untuk memperkaya taktik dalam bertanding.
6) Kesiapan mental atlet lebih mantap untuk menghadapi pertandingan.
Koordinasi pada dasarnya berguna untuk mengkoordinasikan beberapa
gerakan menjadi satu pola gerakan yang serasi dan utuh, lebih efektif dan efisien
tenaga yang dikeluarkan, dapat terhindar dari cidera, mempercepat berlatih
yang lebih baik. Untuk meningkatkan kemampuan pukulan servistenis lapangan,
maka seorang pemain tenis lapangan harus memiliki koordinasi yang baik.
Pentingnya peranan koordinasi dalam cabang olahraga permainan, maka
perlu diketahui jenis-jenis koordinasi, sehingga lebih terarah dalam
mengembangkannya. Menurut Depdiknas (2000: 119-120) membedakan jenis
koordinasi menjadi dua macam yaitu:
1) Koordinasi otot inter
Merupaka koordinasi antara otot-otot yang bekerjasama dalam melakukan suatu gerakan. Kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama otot agonis dan antagonis dalam suatu proses gerakan yang terarah. 2) Koordinasi otot intra
Merupakan koordinasi yang terjadi dalam otot. Ini berarti bahwa, koordinasi otot intra tidak dapat diamati, karena prosesnya terjadi di dalam otot tubuh manusia. Bagaimana suatu rangsangan (signal) dikoordinasikan dalam tubuh yang dapat menimbulkan kontraksi otot terjadi melalui proses koordinasi inter dan intra.
Mengetahui dan mengenal jenis-jenis koodinasi sangat panping agar
mendujung penampilannya `alam kefiatan olahraga. Untuk meninckatkah kualipas
koordinasi, maka harts dilakukan latihan secara sistematis dan kontinyu.
c" Faktor-@aktor yang Mempengaruha Koordhjasi
Koordinasa merupak`n kamalpuab bioeotorik aalg di dalamnya terdapat
beberapa unsur kondisi fisik yang saling berkaitan. Sugiyanto dan Sudjarwo
(1992: 227) menyatakan, “Syarat-syarat kualitas koordinasi adalah kualitas
persepsi selama melakukan gerakan, kualitas penyesuaian gerak dalam dimensi
waktu dan jarak, kualitas pemahaman gerak, kualitas pengorganisaian syaraf dan
otot”. Menurut Suharno HP. (1993: 62) bahwa dalam usaha untuk pencapaian
prestasi, koordinasi dipengaruhi oleh “(1) Pengaturan syaraf pusat dan tepi, hal ini
berdasarkan pembawaan atlet dan hasil dari latihan. (2) Tergantung tonus dan
elastisitas dari otot yang melakukan gerakan. (3) Baik dan tidaknya
keseimbangan, kelincahan, dan kelentukan atlet. (4) Baik dan tidaknya koordinasi
kerja syaraf, otot dan indera”.
Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan bahwa, faktor yang
dipengaruhi oleh faktor pembawaan dan unsur-unsur kondisi fisik lainnya seperti
kelincahan, kelentukan, keseimbangan, kekuatan, daya tahan. Selain itu, kualitas
koordinasi dipengaruhi kualitas persepsi selama melakukan gerakan, kualitas
penyesuaian gerak dalam dimensi waktu dan jarak serta pengorganisasian syaraf
dan otot sangat menentukan koordinasi. Jika komponen-komponen tersebut dalam
kondisi baik, maka kemampuan koordinasi yang dimiliki juga baik. Dengan
koordinasi yang baik, maka gerakan-gerakan keterampilan atau gerakan yang
ganda dapat dilakukan lebih efektif dan efisien. Pentingnya kegunaan koordinasi
dalam kegiatan olahraga, maka harus dilatih secara sistematis dan kontinyu
dengan bentuk-bentuk latihan yang tepat. Menurut Hars (1982) yang dikutip
Harsono (1999: 223) latihan-latihan untuk meningkatkan koordinasi sebagai
berikut:
1) Latihan-latihan dengan perubahan kecepatan dan irama.
2) Latihan-latihan dalam kondisi lapangan dan peralatan yang berubah-ubah. Memperkecil atau memperluas lapangan.
3) Kobinasi berbagai latihan senam. 4) Kombinasi berbagai permainan.
5) Latihan-latihan untuk mengembangkan reaksi. 6) Lari halang rintang dalam waktu tertentu.
7) Latihan di depan kaca, latihan keseimbangan, latihan dengan mata tertutup.
8) Melakukan gerakan-gerakan yang kompleks pada akhir latihan.
9) Latihan keseimbangan segera setelah melakukan koprol beberapa kali atau setelah berputar-putar di tempat.
Bentuk-bentuk latihan koordinasi tersebut dapat digunakan untuk
meningkatkan koordinasi. Untuk mencapai kemampuan koordinasi yang baik,
maka dalam pelaksanaan latihan harus didasarkan pada prinsip-prinsip latihan
yang benar.
e. Peranan Koordinasi Mata-Kaki dengan Kemampuan Servis Sepaktakraw
Koordinasi adalah salah satu komponen kondisi fisik yang mempunyai
peran penting terutama untuk cabang olahraga permainan termasuk permainan
sepaktakraw. Dalam melakukan servis sepaktakraw dibutuhkan koordinasi
menuntut adanya koordinasi. Koordinasi yang dibutuhkan dalam keterampilan di
antaranya koordinasi mata-kaki (foot-eye coordination) dan koordinasi mata-tangan (eye hand coordination). Koordinasi mata-kaki dibutuhkan dalam gerakan
seperti dalam skill menendang bola, menggiring bola”.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, gerakan servis sepaktakraw
memiliki unsur gerakan yang cukup kompleks, sehingga dibutuhkan koordinasi
mata-kaki yang baik. Koordinasi mata-kaki berperan dalam gerakan servis
sepaktakraw terutama pada saat bola dilempar oleh apit (kanan/kiri) dan tekong
sudah dalam posisi siap. Setelah bola dilempar apit (kanan/kiri) tekong melakukan
gerakan menyepak bola dengan tepat mengenai kakinya dan mengarahkan ke
dalam lapangan lawan. Dengan koordinasi mata-kaki yang baik, maka akan
membantu gerakan servis menjadi lebih baik. Namun sebaliknya, koordinasi
mata-kaki yang buruk, maka gerakan servis kurang lancar sehingga bola akan
menyangkut net atau bola keluar dari lapangan permainan.
B. Karangka Pemikiran
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas dapat
dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut:
1. Perbedaan Pengaruh Pembelajaran Servis dengan Cara Bola
Dilambungkan Sendiri dan Bola Dilempar terhadap Hasil Belajar Servis
Sepak Takraw
Pembelajaran servis dengan cara bola dilambungkan sendiri dan bola
dilempar merupakan bentuk pembelajaran yang mempunyai tujuan untuk
meningkatkan kemampuan servis dalam permainan sepaktakraw. Dari kedua
bentuk pembelajaran tersebut masing-masing memiliki karakteristik yang
berbeda. Prinsip pembelajaran servis dengan cara bola dilambungkan sendiri yaitu
meningkatkan ketepatan sepakkan dan mengarahkan bola ke dalam lapangan
permainan lawan sesuai yang diinginkan. Dengan bola dilambungkan sendiri,
koordinasi gerakan servis sepaktakraw dapat dilakukan dengan baik. Di samping
kelebihan antara lain: dapat menimbulkan rasa senang, sehingga motivasi belajar
meningkat, meningkatkan ketepatan sepakkan dan koordinasikan gerakan servis,
mudah mengarahkan sepakkannya ke dalam daerah permainan lawan sesuai
keiinginannya. Kelemahannya antara lain: waktu pembelajaran lebih lama, karena
dibutuhkan proses untuk beradaptasi terhadap gerakan keterampilan servis
sepaktakraw yang sebenarnya, keterampilan servis sepaktakraw akan lebih lama
dikuasai siswa.
Pembelajaran servis dengan bola dilempar merupakan bentuk
pembelajaran yang didasarkan pada karakteristik keterampilan sebenarnya.
Pembelajaran ini dilakukan seperti pelaksanaan servis dalam permainan
sepaktakraw secara langusng, hanya saja tidak ada lawan. Pembelajaran servis
dengan bola dilempar memiliki kelebihan antara lain: siswa lebih cepat
menguasai servis sepaktakraw, karena sesuai dengan keterampilan sebenarnya,
teknik servis sepaktakraw dapat dikuasai dengan baik, karena teknik servis
sepaktakraw dilakukan secara berulang-ulang. Kelemahannya antara lain: siswa
yang belum siap akan mengalami kesulitan melakukan gerakan servis
sepaktakraw dan membutuhkan proses belajar yang lebih lama, jika siswa belum
siap.
Berdasarkan karakteristik, kelebihan dan kelemahan pembelajaran servis
dengan bola digantung dan bola dilempar tersebut tentu akan menimbulkan
pengaruh yang berbeda. Perbedaan perlakuan akan menimbulkan respon yang
berbeda pada diri pelaku. Dengan demikian diduga, antara pembelajaran servis
dengan bola digantung dan bola dilempar memiliki perbedaan pengaruh terhadap
peningkatan hasil belajar servis sepaktakraw.
2. Perbedaan Pengaruh Koordinasi Kaki Tinggi dan Koordinasi
Mata-Kaki Rendah terhadap Kemampuan Servis Sepaktakraw
Sepaktakraw merupakan olahraga permainan yang membutuhkan
dalam melakukan servis sepaktakraw dibutuhkan koordinasi mata-kaki yang baik.
Ditinjau dari gerakan servis sepaktakraw yaitu, dari bola dilempar oleh apait (kanan/kiri) tekong telah dalam posisi siap. Setelah bola dilempar oleh apit (kanan/kiri) tekong menyepak bola dengan mengkoordinasikan bagian-bagian tubuh yang terlibat dalam gerakan servis serta mengarahkan sepakkannya ke dalam permainan lawan. Untuk melakukan serangkaian gerakan servis sepaktakraw
tersebut dibutuhkan koordinasi mata-kaki yang baik. Jika dalam melakukan servis koordinasi mata-kaki buruk, maka gerakan servis kurang lancar sehingga bola akan menyangkut net atau keluar lapangan permainan. Dengan demikian baik tidaknya koordinasi mata-kaki yang dimiliki siswa akan mempengaruhi kemampuan servis
sepaktakraw.
3. Interaksi antara Pembelajaran Servis dan Koordinasi Mata-Kaki
terhadap Hasil Belajar Servis Sepaktakraw
Pembelajaran servis dengan bola digantung dan dengan bola dilempar
merupakan bentuk pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan servis sepaktakraw. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran servis
dengan bola digantung, bola dalam penguasaan siswa, sehingga siswa akan lebih
mudah untuk menyepak bola dan mengarahkan sepakannya ke dalam daerah
permainan lawan sesuai keinginannya. Sedangkan pembelajaran servis dengan
bola dilempar merupakan bentuk pembelajaran yang didasarkan pada
karakteristik permainan sebenarnya. Bola dilempar oleh apit (kanan/kiri) dan
tekong menyepaknya ke daerah permainan lawan.
Ditinjau dari pelaksanaan pembelajaran servis dengan bola digantung dan
bola dilempar, siswa dituntut memiliki koordinasi mata-kaki yang baik. Hal ini
karena, dalam gerakan servis sepaktakrawdibutuhkan kecermatan pandangan dan
keakuratan sepakan. Berdasarkan bentuk pembelajaran servis sepaktakraw, maka
siswa yang memiliki tingkat koordinasi mata-kaki rendah lebih cocok diberi
pembelajaran servis dengan cara bola dilambungkan sendiri. Hal ini karena,