• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBELAJARAN SERVIS DAN KOORDINASI MATA KAKI TERHADAP HASIL BELAJAR SERVIS SEPAKTAKRAW PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP NEGERI III SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2008 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMBELAJARAN SERVIS DAN KOORDINASI MATA KAKI TERHADAP HASIL BELAJAR SERVIS SEPAKTAKRAW PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP NEGERI III SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2008 2009"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBELAJARAN SERVIS DAN KOORDINASI MATA-KAKI TERHADAP HASIL BELAJAR SERVIS SEPAKTAKRAW PADA

SISWA PUTRA KELAS VIII SMP NEGERI III SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2008/2009

S K R I P S I

Oleh:

RONNY WAHYU UTOMO K.4603042

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan jasmani merupakan mata pelajaran yang memiliki karakteristik

yang berbeda dengan pelajaran lainnya. Pendidikan jasmani merupakan

pendidikan yang mengutamakan aktivitas gerak sebagai media pendidikan.

Melalui aktivitas gerak diharapkan akan dapat membantu perkembangan dan

pertumbuhan siswa secara keseluruhan baik fisik, mental, sosial dan emosional. i

Aip Syarifuddin dan Muhadi (1992: 4) berpendapat, “Pendidikan jasmani adalah

proses melakukan aktivitas jasmani yang dirancang dan disusun secara sistematik

untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan, meningkatkan kemampuan

dan keterampilan jasmani, kecerdasan dan pembentukan watak serta nilai dan

sikap yang positif bagi setiap warga negara dalam rangka mencapai tujuan

pendidikan”. Sedangkan Toho Cholik M. & Rusli Lutan (2001: 2) menyatakan:

Pendidikan jasmani merupakan bagian dari pendidikan secara umum. Pendidikan jasmani merupakan salah satu sub sistem-sub sistem pendidikan. Pendidikan jasmani dapat didefinisikan sebagai suatu proses pendidikan yang ditujukan untuk mencapai tujuan pendidikan melalui gerakan fisik. Telah menjadi peryataan umum bahwa pendidikan jasmani sebagai satu sub sitem pendidikan mempunyai peran yang berarti dalam mengembangkan kualitas manusia Indonesia.

Pendidikan jasmani mempunyai manfaat penting terhadap perkembangan

dan pertumbuhan anak. Adang Suherman, (2000: 23) menyatakan, Tujuan

pendidikan jasmani diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu: (1)

perkembangan fisik, (2) perkembangan gerak, (3) perkembangan mental dan, (4)

perkembangan sosial”. Upaya mencapai tujuan pendidikan jasmani, maka dalam

pendidikan jasmani diajarkan beberapa macam cabang olahraga yang terangkum

dalam kurikulum pendidikan jasmanim menurut jenjang sekolah. Menurut

Depdiknas (2004: 19-20) bahwa, “Materi pokok pendidikan jasmani untuk

(3)

permainan dan olahraga, (2) aktivitas pengembangan, (3) uji diri/senam, (4)

aktivitas ritmik, (5) akuatik dan, (6) aktivitas luar sekolah”.

Ruang lingkup materi pendidikan jasmani meliputi berbagai macam

cabang olahraga. Berdasarkan jenisnya materi pendidikan jasmani dibedakan

menjadi dua kelompok yaitu materi pokok dan materi pilihan. Di dalam materi

pokok terdapat beberapa nomor cabang olahraga yang wajib diajarkan kepada

siswa yang meliputi: atletik, senam, permainan. Sedangkan materi pilihan

pendidikan jasmani sebagai kegiatan ekstrakurikuler yang dapat diikuti siswa

sesuai dengan kemampuan, situasi dan kondisi sekolah masing-masing.

Macam-macam cabang olahraga pilihan antara lain renang, pencak silat, bulutangkis, tenis

meja, tenis, sepaktakraw, dan olahraga tradisional.

Sepaktakraw merupakan salah satu materi pilihan yang dikembangkan di

lingkungan sekolah seperti SD, SMP/MTs, SMA atau SMK. Namun tidak setiap

sekolah mengembangkan permainan sepaktakraw. Hal ini disebabkan beberapa

alasan, di antaranya sepaktakraw kurang membudaya jika dibandingkan dengan

olahraga permainan seperti bolavoli, sepakbola atau bola basket. Disisi lain

biasanya sekolah tidak memiliki area untuk membuat lapangan permainan

sepaktakraw, sehingga lebih mengutamakan area untuk cabang olahraga yang

wajib diajarkan dalam pendidikan jasmani seperti lapangan bolavoli atau bola

basket. Meskipun sepaktakraw kurang berkembang di lingkungan sekolah, tetapi

pada event-event tertentu seperti PORSENI atau POPDA antar tingkat Sekolah

Dasar (SD) atau Sekolah Menengah Pertama (SMP). Adanya event-event seperti

PORSENI atau POPDA, sehingga masih ada sekolah yang mengembangkan

permainan sepaktakraw di lingkungan sekolahnya.

Upaya meningkatkan keterampilan bermain sepaktakraw harus dilakukan

latihan secara sistematis dan kontinyu. Hal yang mendasar yang harus

dikembangkan agar siswa memiliki keterampilan bermain sepaktakraw menguasai

macam-macam teknik dasar sepaktakraw. Macam-macam teknik dasar

sepaktakraw di antaranya: sepak sila, sepak kuda, sepak badak, sepak cungkil,

(4)

Servis atau disebut sepak mula merupakan teknik dasar sepaktakraw yang

memiliki peran penting untuk mendapatkan point atau nilai. Servis dilakukan oleh tekong yang mendapat lemparan dari apit kanan atau kiri. Untuk mendapatkan

point melalui servis, maka harus dilakukan dengan keras dan tajam dan diarahkan dalam permainan lawan yang sulit dijangkau. Dalam Peraturan Permainan dan

Penuntun Pelatih Sepak Takarw (2001: 34) dijelaskan, “Servis adalah suatu gerak

kerja yang penting dalam permainan sepaktakraw, karena point hanya dapat

dibuat oleh regu yang melakukan servis”. Servis merupakan cara pertama untuk

mendapatkan point atau nilai. Untuk melakukan servis yang keras dan tajam

tidaklah mudah, dibutuhkan cara belajar yang baik dan tepat.

Servis sepaktakraw merupakan suatu keterampilan yang sulit dan memiliki

unsur gerakan yang kompleks. Upaya meningkatkan kemampuan servis

sepaktakraw bagi siswa sekolah harus diterapkan cara mengajar yang tepat. Jika

suatu keterampilan sulit dan gerakannya kompleks, maka harus dilakukan dengan

cara yang mudah. Rusli Lutan dan Adang Suherman (2000: 68) menyatakan,

“Perluasan isi atau materi maksudnya adalah penyusunan aktivitas belajar secara

progresif dari yang mudah ke yang sukar atau dari yang sederhana ke yang

kompleks”.

Berdasarkan hal tersebut, maka untuk memberi kemudahan dalam

pembelajaran servis sepaktakraw dapat dilakukan dengan cara bola dilambungkan

sendiri dan bola dilempar (diumpan). Pembelajaran servis dengan cara bola

dilambungkan sendiri dan dengan bola dilempar merupakan bentuk pembelajaran

yang memiliki karakteristik berbeda. Pembelajaran servis sepaktakraw dengan

dengan cara bola dilambungkan sendiri merupakan bentuk pembelajaran yang

dilakukan dari cara yang mudah, sehingga kontrol bola sepenuhnya dilakukan

oleh tekong (server). Sedangkan pembelajaran servis sepaktakraw dengan bola dilempar merupakan bentuk pembelajaran yang yang berorientasi pada

karakteristik permainan sebenarnya. Dari kedua bentuk pembelajaran servis

sepaktakraw tersebut, masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan,

(5)

servis sepaktakraw. Karena kemampuan servis sepaktakraw tidak hanya

dibutuhkan bentuk pembelajaran yang baik dan tepat, tetapi harus didukung

kemampuan fisik yang baik. M. Sajoto (1995: 8) menyatakan, “Kondisi fisik

adalah satu prasyarat yang sangat diperlukan dalam usaha peningkatan prestasi

seorang atlet, bahkan dapat dikatakan sebagai keperluan dasar yang tidak dapat

ditunda-tunda atau ditawar-tawar lagi”. Sedangkan Sudjarwo (1993: 41) bahwa,

“Keterkaitan antara kemampuan fisik dan teknik tidak dapat dipisahkan.

Penguasaan teknik yang baik hanya dapat dilakukan apabila memperoleh

dukungan kemampuan fisik yang baik pula”.

Kemampuan servis sepaktakraw dapat dilakukan dengan baik perlu

didukung kemampuan fisik yang baik pula. Salah satu unsur kondisi fisik yang

mendukung gerakan servis sepaktakraw di antaranya koordinasi mata-kaki.

Koordinasi mata-kaki berperan dalam gerakan servis sepaktakraw terutama pada

saat bola dilambungkan apit kanan atau apit kiri, kemudian dengan segera kaki

tekong menyepak bola dan diarahkan ke daerah permainan lawan. Oleh karena itu,

dalam membelajaran servis sepaktakraw dengan bola dilambungkan sendiri dan

dilempar harus didukung koordinasi mata-kaki agar servis dapat dilakukan dengan

baik. Apakah benar tingkat koordinasi mata-kaki dapat mendukung kemampuan

servis sepaktakraw. Nampaknya hal ini perlu dibukikan, karena koordinasi

mata-kaki bukan merupakan satu-satunya komponen kondisi fisik yang dapat

mempengaruhi kemampuan servis sepaktakraw, tetapi masih ada faktor lain yang

dapat mendukung kemampuan servis sepaktakraw seperti, keseimbangan,

kelincahan, power, penguasaan teknik dan lain sebagainya. Sehingga baik

tidaknya koordinasi mata-kaki yang dimiliki siswa belum dapat dijadikan tolok

ukur kemampuan servis sepaktakraw berbeda. Upaya mengetahui pengaruh

pembelajaran servis sepaktakraw antara bola dilambungkan sendiri dan dilempar

serta pengaruh koordinasi mata-kaki terhadap kemampuan servis sepaktakraw,

maka perlu dikaji dan diteliti secara lebih mendalam bak secara teori maupun

praktek melalui penelitian eksperimen.

Penelitian eskperimen ini dilakukan pada siswa putra kelas VIII SMP

(6)

pembelajaran pendidikan jasmani di SMP Negeri III Sukoharjo, pembelajaran

sepaktakraw merupakan salah satu cabang olahraga pilihan yang dikembangkan di

sekolah tersebut melalui kegiatan ekstrakurikuler. Selain dikembangkan melalui

kegiatan eksterkurikuler, permainan sepaktakraw juga diberikan kepada seringkali

siswa SMP Negeri III Sukoharjo Dari pembelajaran permainan sepaktakraw di

SMP Negeri III Sukoharjo tahun pelajaran 2008/2009 belum diketahui

kemampuan servisnya. Terbatasnya waktu dan sarana pembelajaran

mengakibatkan penguasaan teknik dasar sepaktakraw masih rendah, pada

event-event seperti POPDA khususnya cabang permainan sepaktakraw jarang sekali

siswa dari SMP Negeri III Sukoharjo ikut serta dalam event tersebut. Upaya

meningkatkan penguasaan teknik dasar servis sepaktakaw siswa SMP Negeri III

Sukoharjo, maka harus dilakukan pembelajaran secara baik dan teratur dengan

bentuk pembelajaran yang tepat. Bentuk pembelajaran untuk meningkatkan

kemampuan servis sepaktaktraw dapat dilakukan dengan cara dilambungkan

sendiri dan dapat dilakukan dengan cara dilempar. Untuk mendukung

keterampilan servis sepaktakraw harus memiliki koordinasi mata-kaki. Pemberian

bentuk pembelajaran yang tepat dan didukung koordinasi mata-kaki, maka dapat

meningkatkan kemampuan servis sepaktakraw. Untuk mengetahui bagaimana

pengaruh pembelajaran servis sepaktakraw antara dilambungkan sendiri dan

dilempar serta pengaruh koordinasi mata-kaki, maka perlu dilakukan penelitian

dengan judul, “Pengaruh Pembelajaran Servis dan Koordinasi Mata-Kaki terhadap

Hasil Belajar Servis Sepaktakraw pada Siswa Putra Kelas VIII SMP Negeri III

Sukoharjo Tahun pelajaran 2008/2009”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,

masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Masih banyak sekolah tidak memiliki prasarana dan sarana permainan

(7)

2. Permainan sepaktakraw kurang disenangi siswa dibandingkan dengan cabang

olahraga permainan lainnya.

3. Para siswa putra kelas VIII SMP Negeri III Sukoharjo tahun pelajaran

2008/2009 masih rendah dalam penguasaan teknik dasar sepaktakraw dan

perlu ditingkatkan

4. Kemampuan kondisi fisik siswa putra SMP Negeri III Sukoharjo tahun

pelajaran 2008/2009 belum diketahui.

5. Belum diketahui pengaruh mata-kaki terhadap kemampuan servis dalam

permainan sepaktakraw.

6. Belum diketahui pengaruh pembelajaran servis antara bola dilambungkan

sendiri dan bola dilempar terhadap peningkatan hasil belajar servis

sepaktakraw.

7. Kemampuan servis sepaktakraw siswa putra SMP Negeri III Sukoharjo tahun

pelajaran 2008/2009 belum diketahui.

C. Pembatasan Masalah

Banyaknya masalah yang muncul dalam penelitian perlu dibatasi agar

tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pembatasan masalah dalam penelitian

sebagai berikut:

1. Pengaruh pembelajaran servis antara bola dilambungkan sendiri dan bola

dilempar terhadap peningkatan hasil belajar servis sepaktakraw siswa putra

SMP Negeri III Sukoharjo tahun pelajaran 2008/2009.

2. Pengaruh koordinasi mata-kaki terhadap peningkatan hasil belajar servis

sepaktakraw terhadap hasil belajar servis sepaktakraw siswa putra SMP

Negeri III Sukoharjo tahun pelajaran 2008/2009.

3. Kemampuan servis sepaktakraw siswa putra SMP Negeri III Sukoharjo tahun

(8)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, pembatasan masalah di atas, masalah

dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Adakah perbedaan pengaruh pembelajaran servis antara bola dilambungkan

sendiri dan bola dilempar terhadap peningkatan hasil belajar servis

sepaktakraw pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri III Sukoharjo tahun

pelajaran 2008/2009?

2. Adakah perbedaan pengaruh antara koordinasi mata-kaki tinggi dan

koordinasi mata-kaki rendah terhadap kemampuan servis sepaktakraw pada

siswa putra kelas VIII SMP Negeri III Sukoharjo tahun pelajaran 2008/2009?

3. Adakah interaksi antara pembelajaran servis dan koordinasi mata-kaki

terhadap peningkatan hasil belajar servis sepaktakraw pada siswa putra kelas

VIII SMP Negeri III Sukoharjo tahun pelajaran 2008/2009?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian

ini mempunyai tujuan untuk mengetahui:

1. Perbedaan pengaruh pembelajaran servis antara bola dilambungkan sendiri

dan bola dilempar terhadap peningkatan hasil belajar servis sepaktakraw pada

siswa putra kelas VIII SMP Negeri III Sukoharjo tahun pelajaran 2008/2009.

2. Perbedaan pengaruh koordinasi mata-kaki tinggi dan koordinasi mata-kaki

rendah terhadap kemampuan servis sepaktakraw pada siswa putra kelas VIII

SMP Negeri III Sukoharjo tahun pelajaran 2008/2009.

3. Ada tidaknya interaksi antara pembelajaran servis dan koordinasi mata-kaki

terhadap peningkatan hasil belajar servis sepaktakraw pada siswa putra kelas

(9)

F. Manfaat Penelitian

Masalah dalam penelitian ini sangat penting untuk diteliti dengan harapan

dapat memberi manfaat antara lain:

1. Dapat membantu siswa putra kelas VIII SMP Negeri III Sukoharjo tahun

pelajaran 2008/2009 yang dijadikan sampel penelitian dalam meningkatkan

kemampuan servis sepaktakraw, sehingga dapat mendukung keterampilan

bermain sepaktakraw.

2. Dapat dijadikan sebagai masukan untuk menambah wawasan bagi guru

Penjaskes SMP Negeri III Sukoharjo untuk memberikan pembelajaran servis

sepaktakraw yang tepat bagi siswanya.

3. Bagi peneliti dapat menambah wawasan tentang karya ilmiah untuk

(10)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Sepaktakraw

a. Pengertian Permainan Sepaktakraw

Sepaktakraw merupakan olahraga permainan yang dimainkan oleh dua

regu dan dimainkan di lapangan berbentuk empat persegi panjang. Permainan

sepaktakraw dilakukan dengan menggunakan bola yang terbuat dari rotan. Setiap

regu terdiri dari tiga orang pemain. Menurut Ucup Yusuf dkk., (2001: 10) bahwa:

Permainan sepaktakraw dilakukan di lapangan berukuran 13,4 m X 6,10 m yang dibagi oleh dua garis dan net (jaring) setinggi 1,55 dengan lebar 72 cm dan lubang jaring sekitar 4-5 cm. Bola yang dimainkan terbuat dari rotan atau fiber glass yang diayam dengan lingkaran 42-44 cm. Permainan sepaktakraw dilakukan oleh dua regu yang berhadapan di lapangan yang dipisahkan oleh jaring (net) yang terbentang membelah lapangan menjadi dua bagian. Setiap regu yang berhadapan terdiri atas 3 orang pemain yang bertugas sebagai tekong yang berdiri paling belakang, dua orang lainnya menjadi pemain depan yang berada di sebelah kiri dan kanan yang disebut apit kiri dan apit kanan.

Permainan sepaktakraw dimainkan tanpa menggunakan tangan untuk

memukul bola, bahkan tidak boleh menyentuh lengan. Bola hanya boleh

menyentuh atau dimainkan dengan kaki, dada, bahu dan kepala. Permainan

sepaktakraw diawali dengan sepak mula sebagai servis yang dilakukan oleh

tekong. Sepak mula dilakukan oleh tekong atas lambungan bola oleh pelambung

yang diarahkan ke tekong. Tekong harus berada di dalam lingkaran yang telah

disediakan. Begitu juga untuk tekong, pada waktu melakukan sepak mula salah

satu kakinya harus tetap berada di dalam lingkaran tempat tekong melakukan

sepak mula. Tekong harus mengarahkan bola ke daerah lawan melalui atas net

(jaring). Di lain pihak lawan harus menerima bola dan mengembalikannya ke

(11)

Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi lapangan sepaktakraw berserta

ukuran-ukurannya sebagai berikut:

Gambar 1. Lapangan Sepaktakraw (Ucup Yusuf dkk., 2001: 16)

b. Macam-Macam Teknik Dasar Sepaktakraw

Peningkatan prestasi olahraga menuntut adanya perbaikan dan

pengembangan unsur teknik untuk mencapai tujuannya. Teknik dikatakan baik

apabila ditinjau dari segi anatomis, fisiologis, mekanika, biomeknika dan mental

terpenuhi persyaratannya secara baik, dapat diterapkan dalam praktek dan

memberikan sumbangan terhadap pencapaian prestasi maksimal. Menurut Ucup

Yusuf dkk., (2001: 30-42) bahwa, “Teknik dasar sepaktakraw terdiri dari sepak

sila, sepak kuda, sepak badak, sepak cungkil, heading, memaha, mendada, menapak, sepak mula, smash, dan blocking”.

Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, teknik dasar

permainan sepaktakraw terdiri dari 11 macam yatiu: sila, sepak kuda, sepak

(12)

dan blocking. Agar dapat bermain sepaktakraw dengan baik, maka macam-macam teknik dasar sepaktakraw harus dikuasai dengan benar.

2. Servis Sepaktakraw

a. Pengertian Servis Sepaktakraw

Servis atau disebut sepak mula dalam permainan sepaktakraw merupakan

salah satu teknik dasar sepaktakraw sebagai tanda dimulainya permainan. Servis

dilakukan oleh tekong yang mendapat umpan atau lemparan dari pemain apit

kanan atau pemain apit kiri. Berkaitan dengan servis Ucup Yusuk dkk., (2001: 15)

menyatakan:

Permainan sepaktakraw dimulai dengan lambungan bola yang terbuat dari rotan atau fiber oleh apit kiri atau apit kanan yang diarahkan kepada tekong. Tekong harus siap melakukan sepak mula yang diarahkan ke daerah lawan melalui atas jaring baik menyentuh bibir net atau pun langsung menuju lapangan lawan.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, servis bertujuan memulai

permainan dan bola dinyatakan sah apabila menyentuh bibir net. Di samping itu

juga, servis merupakan serangan pertama untuk mendapatkan point bagi tim yang

mendapat kesempatan servis. Hal ini seperti dijelaskan dalam Peraturan

Permainan dan Penuntun Pelatih Sepaktakraw (2001: 34) bahwa:

Sevis adalah suatu gerak kerja yang penting dalam permainan sepaktakraw, karena point hanya dapat dibuat oleh regu yang melakukan servis. Kegagalan dalam servis berati hilangnya kesempatan regu untuk mendapatkan point dan memberikan kesemapatan kepada pihak lawan untuk membuat angka atau point.

Regu yang mendapat kesempatan servis mempunyai peluang besar untuk

mendapatkan angka. Agar servis menghasilkan angka, maka harus dilakukan

sesulit mungkin dan diarahkan pada kelemahan lawan. Servis yang keras justru

akan mengakibatkan bola menyangkut net. Lebih lanjut dijelaskan dalam

(13)

Tujuan suatu servis hendaklah dipusatkan kepada pengacauan permainan atau pertahanan lawan, sehingga dapat mengatur serangan-serangan yang mantap. Oleh sebab itu, servis hendaklah dilakukan dengan berbagai cara supaya mengacaukan pihak lawan terhadap sasaran servis yang akan kita lakukan seterusnya. Regu yang melakukan servis itu haruslah pandapai mencari tempat-tempat lemah pihak lawan supaya tekongnya melancarkan servis yang tepat.

Kunci dari servis sepaktakraw yaitu diarahkan pada kelemahan lawan. Hal

ini dimaksudkan untuk mengacaukan pertahanan lawan, sehingga akan

memudahkan melakukan serangan. Namun disisi lain servis yang keras dan tajam

juga penting untuk mematikan pertahanan lawan. Untuk itu, regu yang mendapat

kesempatan servis harus pandai-pandai memanfaatkan servis agar memperoleh

point atau angka. Untuk mendapatkan point melalui servis, maka seorang tekong

harus menguasai macam-macam servis dalam permainan sepaktakraw. Menurut

Peraturan Permainan dan Penuntun Pelatih Sepaktakraw (2001: 35) jenis-jenis

servis sepaktakraw antara lain:

1) Servis gaya bebas (Freestyle service) 2) Servis keras dan tajam (Spike service) 3) Servis tinggi (Lob service)

4) Servis tipu (Trick service)

5) Servis sudut (Corner/Angle service) 6) Servis sekrup (scrow service)

Menguasai jenis-jenis servis sepaktakraw tersebut sangat penting untuk

seorang tekong. Dengan menguasai jenis-jenis servis tersebut, lawan akan

kesulitan memprediksi jenis servis yang akan dilancarkan. Untuk menguasai

jenis-jensi servis sepaktakraw tersebut harus dilakukan latihan seacara sistematis dan

kontinyu.

b. Teknik Pelaksanaan Servis Sepaktakraw

Menguasi teknik servis sepaktakraw sangat penting akan mempu

melakukan servis dengan baik. Hal ini karena, melalui servis akan diperoleh

angka. Seperti dijelaskan dalam Materi Penataran Pelatih Sepaktakraw Jawa

Tengah (2000: 8) bahwa, “Penguasaan teknik servis sangat penting mengingat (1)

(14)

suatu regu dapat memimpin pertandingan sesuai dengan tipe dari yang

dikehendaki regu yang servis, (3) servis merupakan serangan pertama terhadap

regu lawan”.

Pentingnya peranan servis dalam permainan sepaktakraw, maka harus

menguasai teknik servis sepaktakraw dengan baik dan benar. Menurut Ucup

Yusuf dkk., (2001: 40) teknik servis sepaktakraw sebagai berikut:

1) Tekong berdiri pada kedua kaki menghadap pelambung bola (apit kiri/apit kanan).

2) Lingkaran yang berada di lapangan sebagai tempat tekong melakukan sepak mula.

3) Satu kaki berada di luar lingkaran, tetapi satu kaki lainnya tidak boleh menginjak apalagi keluar lingkaran ketika tekong melakukan sepak mula.

4) Setelah bola melewati net/jaring menyentuh atau tidak kaki tekong boleh keluar dari lingkaran itu.

Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi gerakan sepak mula

sebagai berikut:

Gambar 2. Gerakan Servis Sepaktakraw (Ucup Yusuf dkk., 2001: 40)

3. Hakikat Pembelajaran

a. Pengertian Pembelajaran

Seiring dengan perkembangan dan kemajuan dalam bidang pendidikan,

prinsip dari pembelajaran mengalami perubahan. Pembelajaran tidak hanya

(15)

tetapi pembelajaran sekarang ini merupakan suatu proses agar siswa belajar sesuai

dengan kemampuannya. M. Sobry Sutikno (2009: 32) berpendapat pembelajaran

adalah “Segala upaya yang dilakukan guru (pendidik) agar terjadi proses belajar

pada diri siswa”. Menurut Syaiful Sagala (2005: 62) bahwa, “Pembelajaran

adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada

suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh

guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan

kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi

pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap

materi pelajaran”. Menurut Nana Sudjana (2005: 35) bahwa, “Kriteria

keberhasilan pengajaran ada dua yaitu (1) kriteria ditinjau dari sudut prosesnya

(by process) dan (2) kriteria ditinjau dari sudut hasil yang dicapainya (by

product)”.

Kriteria dari sudut proses menekankan kepada pengajaran sebagai suatu

proses haruslah merupakan interaksi dinamis, sehingga siswa sebagai subjek yang

belajar mampu mengembangkan potensinya melalui belajar sendiri dan tujuan

yang telah ditetapkan tercapai secara efektif. Kriteria dari segi hasil (by product)

menekankan kepada tingkat penguasaan tujuan oleh siswa bagi dari segi kualitas

maupun kuantitas. Kedua kriteria tersebut tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus

merupakan hubungan sebab akibat. Dengan demikian, pengajaran bukan hanya

mengejar hasil yang setinggi-tingginya sambil mengabaikan proses, tetapi

keduanya ada dalam keseimbangan. Dengan kata lain, pembelajaran tidak hanya

semata-mata output oriented tetapi proses oriented. Untuk mencapai hal tersebut, maka seorang guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya

sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir siswa

dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan

siswa untuk belajar dengan perencanaan yang matang. Dalam proses

pembelajaran inilah, peran guru dan siswa telah mengalami perubahan. Lebih

(16)

1) Peran guru telah berubah dari:

a) Sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, ahli materi dan sumber segala jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolabolator dan mitra belajar.

b) Dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran.

2) Peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami perubahan, yaitu: a) Dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam

proses pembelajaran.

b) Dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagi pengetahuan.

c) Dari pembelajaran sebagai aktivitas individual menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain.

Dalam kegiatan proses pembelajaran siswa lebih dominan atau berperan

aktif. Siswa harus selalu berpartisipasi aktif, menghasilkan berbagai macam

pengatahuan dan harus mampu bekerjasama dengan siswa lainnya. Sedangkan

guru bertindak sebagai fasilitator, memanage berbagai sumber dan fasilitas untuk dipelajari siswa. Menurut Wina Sanjaya (2006: 79)menyatakan, terdapat beberapa

karakteristik penting dari istilah pembelajaran yaitu:

1) Pembelajaran berarti membelajarkan siswa.

Dalam konteks pembelajaran, tujuan utama mengajar adalah membelajarkan siswa. Oleh sebab itu, kriteria keberhasilan proses pembelajaran tidak diukur dari sejauh mana siswa telah menguasai materi pelajaran, tetapi diukur sejauh mana siswa telah melakukan proses belajar. Dengan demikian guru tidak lahi berperan hanya sebagai sumber belajar, tetapi berperan sebagai orang yang membimbing dan memfasilitasi agar siswa mau dan mampu belajar. Inilah makna proses pembelajaran berpusat pada siswa (student oriented). Siswa tidak dianggap sebagai objek belajar yang dapat diatur dan dibatasi oleh kemauan guru, melainkan siswa ditempatkan sebagai subjek yang belajar sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan yang dimilakinya. Oleh se`ab itu, materi apa yang seharusfya dipelajari dan bagaimana cara mdmpelajarinya tidak semata-mata ditentukan oleh keincinaf guru, tetapa mamperhatikan setiap perbedaan.

2) Pr/ses pembelajaral barlangsung di mana saja

(17)

3) Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan

Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran, akan tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang dicapai. Oleh karena itulah penguasaan materi pelajaran bukanlah akhir dari proses pengajaran, tetapi hanya sebagai tujuan antara pembentukan tingkah laku yang lebih luas. Artinya, sejauh mana materi pelajaran yang dikuasai dapat membentuk pola perilaku siswa sendiri. Untuk itulah metode dan strategi yang digunakan guru tidak hanya sekedar metode ceramah, tetapi menggunakan berbagai metode, seperti diskusi, penugasan, kunjungan ke objek-objek tertentu dan lain sebagainya.

Berdasarkan pengertian pembelajaran dan karakteristik dari pembelajaran

dapat disimpulkan, pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dirancang oleh

guru untuk membantu peserta didik mempelajari suatu kemampuan atau nilai

yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan,

pelaksanaan dan evaluasi dalam konteks kegiatan pembelajaran. Dalam proses

pembelajaran itu dikembangkan melalui pola pembelajaran yang menggambarkan

kedudukan serta peran pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran.

Pendidik sebagai sumber belajar, penentu metode belajar, dan juga penilai

kemajuan belajar.

b. Hakikat Belajar Gerak

Belajar gerak atau keterampilan mempunyai pengertian yang sama seperti

belajar pada umumnya. Tetapi dalam belajar keterampilan memiliki karakteristik

tertentu. Belajar gerak mempelajari pola-pola gerak keterampilan tubuh. Proses

belajarnya melalui pengamatan dan mempraktekkan pola-pola gerak yang

dipelajari. Intensitas keterlibatan unsur domain kemampuan yang paling tinggi

adalah domain psikomotor yang berarti juga termasuk domain fisik. Di dalam

belajar gerak bukan berarti domain kognitif dan domain afektif tidak terlibat di

dalamnya. Semua unsur kemampuan individu terlibat di dalam belajar gerak,

hanya saja intensitas keterlibatannya berbeda-beda. Intensitas keterlibatan domain

kognitif dan domain afektif relatif lebih kecil dibandingkan keterlibatan domain

psikomotor. Keterlibatan domain psikomotor tercermin dalam respon-respon

(18)

bagian-bagian tubuh. Berkaitan dengan belajar gerak, Sugiyanto (1996: 27)

menyatakan, “Belajar gerak adalah belajar yang diwujudkan melalui

respon-respon muskular yang diekspresikan dalam gerakan tubuh atau bagian tubuh”.

Menurut Rusli Lutan (1988: 102) bahwa, “Belajar motorik adalah seperangkat

proses yang bertalian dengan latihan atau pengalaman yang mengantarkan ke arah

perubahan permanen dalam perilaku terampil”.

Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan, belajar gerak

(motorik) merupakan perubahan perilaku motorik berupa keterampilan sebagai

hasil dari latihan dan pengalaman. Upaya menguasai keterampilan gerak

diperlukan proses belajar yaitu proses belajar gerak. Menurut Wahjoedi (1999:

119) bahwa, “Penguasaan keterampilan gerak hanya dapat diperoleh melalui

pelaksanaan gerak dengan program pembelajaran yang terencana, sistematis dan

berkelanjutan”. Dalam pelaksanaan belajar gerak harus direncanakan dengan baik,

disusun secara sistematis dan berkelanjutan. Dengan pembelajaran yang baik,

terencana dan terus menerus, maka siswa akan memperoleh pengalaman belajar

yang baik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Tujuan dari belajar gerak

adalah, siswa memiliki keterampilan gerak sesuai dengan yang diharapkan.

Perkembangan gerak yang terampil merupakan sasaran pembelajaran

keterampilan gerak. Jika siswa telah menguasai keterampilan yang dipelajari,

maka akan terjadi perubahan-perubahan pada diri siswa yang mengarah pada

gerakan yang efektif dan efisien. Rink seperti dikutip Rusli Lutan & Adang

Suherman (2000: 56) menyatakan ada tiga indikator gerak terampil yaitu: “(1)

efektif artinya sesuai dengan produk yang diinginkan dengan kata lain product oriented, (2) efisien artinya sesuai dengan proses yang seharusnya dilakukan dengan kata lain process oriented, dan (3) adaptif artinya sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan dimana gerak tersebut dilakukan”. Sedangkan menurut

Fitts & Posner (1967) yang dikutip Sugiyanto (1996: 44) bahwa, "Proses belajar

gerak keterampilan terjadi dalam 3 fase belajar yaitu: (1) fase kognitif, (2) fase

asosiatif, (3) fase otonom".

Fase kognitif merupakan fase awal dalam belajar gerak keterampilan. Fase

(19)

diri pelajar menjadi tahu tentang gerakan yang dipelajari, sedangkan penguasaan

geraknya sendiri masih belum baik karena masih dalam taraf mencoba gerakan.

Pada fase kognitif diawali dengan aktif berpikir tentang gerakan yang dipelajari.

Anak berusaha mengetahui dan memahami gerakan dari informasi yang diberikan

kepadanya. Informasi bisa bersifat verbal atau visual. Informasi yang diterima

tersebut kemudian diproses dalam mekanisme perseptual, sehingga memperoleh

gambaran tentang gerakan yang dipelajari untuk selanjutnya mengambil

keputusan melakukan gerakan sesuai dengan informasi yang diterima. Namun

gerakan yang dilakukan seringkali salah atau tidak benar. Pada tahap ini anak

hanya sebatas mencoba-coba gerakan yang dipelajari tanpa memahami bentuk

gerakan yang baik dan benar. Agar gerakan yang dilakukan menjadi benar dan

tidak kaku, harus dilakukan secara berulang-ulang dan kesalahan-kesalahan segera

dibetulkan agar gerakannya menjadi lebih baik dan benar. Jika gerakan sudah

dapat dilakukan dengan lancar dan baik berarti sudah meningkat memasuki fase

asosiatif.

Fase asosiatif merupakan tahap kedua dalam belajar keterampilan atau

disebut juga fase menengah. Pada fase asosiatif ditandai dengan peningkatan

kemampuan penguasaan gerakan keterampilan. Gerakan-gerakan keterampilan

yang dipelajari dapat dilakukan dalam bentuk yang sederhana atau

tersendat-sendat. Gerakan keterampilan tersebut dapat dilakukan dengan lancar, apabila

dilakukan secara berulang-ulang, sehingga pelaksanaan gerakan akan menjadi

semakin efisien, lancar, sesuai dengan keinginannya. Menurut Rusli Lutan (1988:

306) bahwa, “Permulaan dari tahap asosiatif ditandai oleh semakin efektif

cara-cara siswa melaksanakan tugas gerak, dan mulai mampu menyesuaikan diri

dengan keterampilan yang dilakukan. Akan nampak penampilan yang

terkoordinasi dengan perkembangan yang terjadi secara bertahap, lambat laun

gerakan semakin konsisten”.

Pada fase asosiatif penguasaan dan kebenaran gerakan anak meningkat,

namun masih sering melakukan kesalahan dan harus diberitahu. Kesalahan bisa

diketahui melalui pemberitahuan orang lain yang mengamatinya atau rekaman

(20)
(21)

kondisi belajar bervariasi, (4) prinsip pemberian motivasi dan dorongan

semangat”.

Berdasarkan pendapat menunjukkan bahwa, prinsip-prinsip pembelajaran

tersebut sangat penting dalam belajar keterampilan. Hasil belajar dapat dicapai

secara maksimal, jika diterapkan prinsip-prinsip belajar yang tepat. Untuk lebih

jelasnya prinsip-prinsip pembelajaran keterampilan secara singkat diuraikan

sebagai berikut:

1) Prinsip Pengaturan Giliran Praktik

Mempraktikkan gerakan keterampilan bisa dilakukan secara terus menerus

tanpa istirahat. Cara ini disebut massed conditions. Dengan cara ini siswa melakukan gerakan berulang-ulang, terus menerus selama waktu latihan, tanpa

ada pengaturan kapan harus melakukan gerakan dan kapan harus beristirahat.

Cara yang kedua adalah mempraktikkan gerakan dengan diselang-selingi

antara melakukan gerakan dan waktu istirahat. Cara ini disebut distributed conditions. Dengan cara ini ada pengaturan giliran melakukan gerakan berapa kali, kemudian diselingi istirahat dan setelah itu melakukan gerakan lagi. Waktu

istirahat yang diberikan tidak perlu menunggu sampai siswa mencapai kelelahan,

tetapi juga jangan terlalu sering. Yang penting adalah mengatur agar rangsangan

terhadap sistem-sistem yang menghasilkan gerakan tubuh diberikan secara cukup,

atau tidak kurang dan tidak berlebihan.

2) Prinsip Beban Belajar Meningkat

Gerakan keterampilan pada dasarnya merupakan sekumpulan dari

gerakan-gerakan yang menjadi unsurnya. Selain itu bahwa, penguasaan gerakan

keterampilan akan terjadi secara bertahap dalam peningkatannya. Mulai dari

belum bisa menjadi bisa, dan kemudian menjadi terampil melakukan sesuatu

gerakan. Dengan kenyataan-kenyataan seperti itu, hendaknya pengaturan materi

belajar yang dipartikkan dimulai dari yang mudah ke yang lebih sukar, atau dari

(22)

3) Prinsip Kondisi Belajar Bervariasi

Mempraktikkan gerakan merupakan kondisi belajar yang paling berat

dalam belajar gerak. Siswa harus mengerahkan tenaganya untuk melakukan

gerakan berulang kali. Siswa harus memerangi rasa lelah, dan kadang-kadang

harus memerangi rasa bosan. Agar kelelahan tidak cepat terjadi atau kalau terjadi

tidak begitu dirasakan, serta tidak cepat terjadi kebosanan pada diri siswa,

menciptakan kondisi praktik yang bervariasi sangat diperlukan. Disini diperlukan

kreativitas guru untuk menciptakan variasi pembelajaran.

Variasi bisa diciptakan dalam berbagai hal, misalnya pengaturan tempat

praktik, pengaturan formasi dan kelompok, pengaturan giliran, pengunaan

alat-alat, cara memberikan instruksi, cara pemberian umpan balik dan cara-cara

pendekatan dengan siswa.

4) Prinsip Pemberian Motivasi dan Dorongan Semangat

Siswa melakukan suatu tugas dari guru tentu dipengaruhi oleh keadaan

psikologisnya. Di dalam mempraktikkan gerakan agar melakukannya dengan

sungguh-sungguh, siswa perlu mempunyai motivasi yang kuat untuk menguasai

gerakan dan mempunyai semangat untuk berusaha.

Motivasi untuk menguasai gerakan bisa timbul anatar lain: apabila siswa

berminat terhadap gerakan. Sedangkan minat dapat timbul apabila siswa merasa

bahwa gerakan yang dipelajari tersebut memberikan manfaat bagi dirinya atau

paling tidak bisa memberikan kegembiraan atau kesenangan.

Semangat berusaha bisa ditimbulkan atau ditingkatkan antar alain melalui

cara menciptakan suasana kompetitif di antara para siswa. Dengan adanya suasana

kompetitif, siswa akan berusaha berbuat sebaik-baiknya untuk bisa lebih baik dari

teman-teman yang lain. Cara lain untuk memberikan dorongan semangat adalah

memberikan instruksi atau arahan menggunakan kalimat-kalimat atau isyarat yang

membangkitkan keoptimisan pada diri siswa, bahwa ia akan mampu mencapai

keberhasilan melakukan gerakan melalui mempraktikkan berulang-ulang. Pujian

(23)

dorongan untuk berusaha lagi diberikan kepada siswa yang belum berhasil dengan

baik.

d. Ciri-Ciri Perubahan dari Belajar Gerak

Tujuan utama dalam proses belajar mengajar yaitu terjadi perubahan yang

lebih baik pada diri siswa. Sebagai contoh, pada awalnya siswa tidak mampu

melakukan servis sepaktakraw , setelah melalui proses belajar maka siswa mampu

melakukan sepaktakraw dengan teknik yang benar. Prinsip perubahan pada siswa

dari belajar suatu keterampilan bersifat permanen, maksudnya, keterampilan yang

telah dikuasai siswa tidak mudah hilang sesudah kegiatan selesai dilakukan atau

dalam waktu tertentu. Tetapi jika tidak belajar lagi (latihan secara rutin)

kemampuan atau keterampilan yang telah dikuasai akan menurun. Menurut

Schmidt (1982) yang dikutip Rusli Lutan (1988: 102-107) karakteristik dari

belajar gerak yaitu:

1) Belajar sebagai sebuah proses.

2) Belajar motorik adalah hasil langsung dari latihan. 3) Belajar motorik tak teramati secara langsung.

4) Belajar menghasilkan kapabilitas untuk bereaksi (kebiasaan). 5) Belajar motorik relatif permanen.

6) Belajar motorik bisa menimbulkan efek negatif dan, 7) Kurve hasil belajar.

Ciri-ciri perubahan akibat belajar gerak (motorik) ada tujuan macam yaitu belajar sebagai proses, belajar sebagai hasil langsung dari latihan, belajar tidak

teramati secara langsung, belajar menghasilkan kebiasaan, belajar keterampilan

bersifat permanen, belajar keterampilan dapat menimbulkan efek negatif, dan

dalam waktu tertentu keterampilan yang dimiliki akan mengalami penurunan.

Untuk lebih jelasnya ciri-ciri perubahan dari proses pembelajaran keterampilan

diuraikan secara singkat sebagai berikut:

1) Belajar Sebagai Proses

Proses merupakan seperangkat kejadian atau peristiwa yang berlangsung

bersama, menghasilkan beberapa prilaku tertentu. Sebagai contoh dalam

(24)

simbol di dalam teks, memberikan pengertian sesuai dengan perbendaharaan kata

yang tersimpan dalam ingatan, dan seterusnya. Demikian halnya dalam belajar

keterampilan motorik, di dalamnya terlibat suatu proses yang menyumbang

kepada perubahan dalam perilaku motorik sebagai hasil dari belajar atau berlatih dalam organisme yang memungkinkannya untuk melakukan sesuatu yang berbeda

dengan sebelum belajar atau berlatih.

Proses perubahan yang terjadi akibat dari belajar harus disadari oleh siswa,

sehingga siswa dapat merasakan bahwa dirinya telah mencapai peningkatan

keterampilan yang lebih baik dari sebelumnya. Seperti dikemukakan Slameto

(1995: 3) bahwa, “Seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan

atau sekurang-kurangnya merasakan telah terjadi adanya sesuatu perubahan pada

dirinya”. Dengan kemampuan siswa menyadari akan perubahan yang terjadi

dalam dirinya, ini artinya telah terjadi proses belajar gerak dalam diri siswa.

Dengan terjadinya proses belajar maka akan dicapai hasil belajar yang lebih baik.

2) Belajar Motorik adalah Hasil Langsung dari Latihan

Perubahan perilaku motorik berupa keterampilan dipahami sebagai hasil

dari latihan dan pengalaman. Hal ini perlu dipertegas untuk membedakan

perubahan yang terjadi karena faktor kematangan dan pertumbuhan. Faktor-faktor

tersebut juga menyebabkan perubahan perilaku (seperti anak yang dewasa lebih

terampil melakukan suatu keterampilan yang baru daripada anak yang muda),

meskipun dapat disimpulkan perubahan itu karena belajar. Sugiyanto dan Agus

Kristiyanto (1998: 33) menyatakan bahwa, “Perubahan-perubahan hasil belajar

gerak sebenarnya bukan murni dari hasil suatu pengkondisian proses belajar,

melainkan wujud interaksi antara kondisi belajar dengan faktor-faktor

perkembangan individu”.

Ini artinya, perubahan kemampuan individu dalam penguasaan gerak

ditentukan oleh adanya interaksi yang rumit antara faktor keturunan dan pengaruh

lingkungan. Perkembangan individu berproses sebagai akibat adanya perubahan

anatomis-fisiologis yang mengarah pada status kematangan. Pertumbuhan fisik

(25)

dengan perubahan-perubahan fungsi faal dan sistem lain dalam tubuh. Pola-pola

perubahan tersebut pada gilirannya akan selalu mewarnai pola penguasaan gerak,

sebagai hasil proses belajar gerak.

3) Belajar Motorik Tak Teramati secara Langsung

Belajar motorik atau keterampilan olahraga tak teramati secara langsung. Proses yang terjadi dibalik perubahan keterampilan sangat kompleks dalam sistem

persyarafan, seperti misalnya bagaimana informasi sensori diproses, diorganisasi

dan kemudian diubah menjadi pola gerak otot-otot. Perubahan itu semuanya tidak

dapat diamati secara langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan eksistensinya dari

perubahan yang terjadi dalam keterampilan atau perilaku motorik.

4) Belajar Menghasilkan Kapabilitas untuk Bereaksi (Kebiasaan)

Pembahasan belajar motorik juga dapat ditinjau dari munculnya kapabilitas untuk melakukan suatu tugas dengan terampil. Kemampuan tersebut

dapat dipahami sebagai suatu perubahan dalam sistem pusat syaraf. Tujuan belajar

atau latihan adalah untuk memperkuat atau memantapkan jumlah perubahan yang

terdapat pada kondisi internal. Kondisi internal ini sering disebut kebiasaan.

Menurut Rusli Lutan (1988: 104) kapabilitas ini penting maknanya karena

berimplikasi pada keadaan yaitu, “Jika telah tercipta kebiasaan dan kebiasaan itu

kuat, keterampilan dapat diperagakan jika terdapat kondisi yang mendukung,

tetapi jika kondisi tidak mendukung (lelah) keterampilan yang dimaksud tidak

dapat dilakukan”.

5) Belajar Motorik Relatif Permanen

Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk

beberapa saat saja, seperti berkeringan, lelah dan lain sebagainya, tidak dapat

digolongan sebagai perubahan akibat belajar. Perubahan yang terjadi akibat proses

belajar bersifat menetap atau permanen. Hasil belajar gerak relatif bertahan hingga

(26)

dipergunakan atau berlatih secara teratur. Memang sukar untuk menjawab, berapa

lama hasil belajar itu akan melekat. Meskipun sukar ditetapkan secara kuantitatif,

apakah selama satu bulan, bertahun-tahun atau hanya dua atau tiga hari. Untuk

kebutuhan analisis dapat ditegaskan bahwa, belajar akan menghasilkan beberapa

efek yang melekat pada diri siswa setelah melakukan belajar gerak.

6) Belajar Motorik Bisa Menimbulkan Efek Negatif

Dilihat hasil yang dicapai dari belajar gerak menunjukkan belajar dapat

menimbulkan efek positif yaitu, penyempurnaan keterampilan atau penampilan

gerak seseorang. Namun disisi lain, belajar dapat menimbulkan efek negatif.

Sebagai contoh, seorang pesenam belajar gerakan salto ke belakang. Pada suatu

ketika lompatannya kurang tinggi dan putaran badannya terlampau banyak

sehingga jatuh terlentang. Akibatnya ia mengalami rasa sakit pada punggungnya

dan menyebabkan tidak berani lagi melakukan gerakan salto ke belakang. Rasa

takut ini mungkin berlangsung beberapa lama, sampai kemudian keberaniannya

muncul kembali. Contoh semacam ini dapat dipakai sebagai ilustrasi gejala

kemunduran suatu keterampilan sebagai rangkaian akibat kegiatan belajar pada

waktu sebelumnya.

Kesan buruk terhadap pengalaman masa lampau, kegagalan pahit dalam

suatu kegiatan atau tidak berhasil melakukan suatu jenis keterampilan dengan

sempurna justru bukan berakibat negatif, tetapi hendaknya dijadikan pendorong

ke arah perubahan positif. Pengalaman semacam ini hendaknya menjadi

pendorong untuk lebih giat belajar hingga mencapai hasil yang lebih baik.

7) Kurva Hasil Belajar

Salah satu persoalan yang paling rumit dalam proses belajar gerak adalah

tentang penggambaran perkembangan hasil belajar dan kecermatan dalam hasil

penafsirannya. Kurva hasil belajar adalah gambaran penguasaan kapabilitas untuk

bereaksi (yaitu kebiasaan) dalam satu jenis tugas setelah dilakukan

(27)

menampilkan perkembangan penampilan kemampuan gerak sebagai cerminan

dari proses belajar internal yang berlangsung dalam diri seseorang.

Meskipun kurva belajar tidak mampu sepenuhnya mencerminkan

perubahan internal pada diri seseorang, tetapi untuk kebutuhan praktis atas dasar

penampilan nyata dapat ditafsirkan kemajuan, kemandegan atau kemunduran hasil

belajar yang dicapai seseorang pada suatu waktu.

4. Pembelajaran Servis Sepaktakraw dengan Bola

Dilambungkan Sendiri

a. Pelaksanaan Pembelajaran Servis Sepaktakraw dengan Bola

Dilambungkan Sendiri

Pembelajaran servis sepaktakraw dengan cara bola dilambungkan sendiri

merupakan bentuk belajar yang bertujuan untuk memberi kemudahan siswa untuk

menguasai teknik dasar servis sepaktakraw. Pembelajaran servis sepaktakraw

dengan cara bola dilambungkan sendiri memudahkan siswa untuk melakukan

sepakkan dan mengarahkan ke lapangan permainan lawan sesuai yang diinginkan.

Hal ini karena kontrol bola sepenuhnya dikuasai oleh siswa sebagai server. Di

samping itu juga, pembelajaran servis sepaktakraw dengan cara bola

dilambungkan sendiri siswa akan merasa senang, karena siswa dapat mengukur

lambungan bola sesuai yang diinginkan sehingga tidak mengalami kesulitan.

Ditinjau dari belajar gerak, pembelajaran servis sepaktakraw dengan cara

bola dilmbungkan sendiri merupakan bentuk pembelajaran keterampilan yang

dilakukan dari cara yang mudah dan secara bertahap ditingkatkan ke tahap yang

lebih sulit atau kompleks. Sugiyanto (1996: 64) menyatakan:

Berdasarkan pertimbangan tingkat kesulitan dan tingkat kompleksitas, penyusunan materi pelajaran hendaknya mengikuti prinsip-prinsip:

1) Dimulai dari materi belajar yang mudah dan ditingkatkan secara berangsur-angsur ke materi yang lebih sukar.

2) Dimulai dari materi belajar yang sederhana dan ditingkatkan secara berangsur-angsur ke materi yang semakin kompleks.

(28)

Dengan pembelajaran servis sepaktakraw dengan cara bola dilambungkan

sendiri diharapkan siswa dapat mentransfer ke bentuk gerakan yang sebenarnya.

Dalam hal ini Sugiyanto (1996: 82) menyatakan, “Transfer bukan merupakan

materi pelajaran yang harus diajarkan, melainkan merupakan suatu kondisi yang

harus diciptakan agar materi pelajaran yang telah dikuasai murid bisa memberikan

kemudahan bagi murid untuk mempelajri hal-hal yang baru dalam situasi yang

baru atau situasi yang lain”. Melalui pembelajaran servis sepaktakraw dengan cara

bola dilambungkan sendiri diharapkan siswa akan mampu mengaktualisasikan ke

dalam gerakan servis sepaktakraw yang sebenarnya.

Pelaksanaan pembelajaran servis sepaktakraw dengan bola dilambungkan

sendiri yaitu: siswa menempatkan diri di tempat tekong dengan memegang bola.

Untuk selanjutnya bola dilambungkan sendiri sesuai dengan keinginannya dan

selanjutnya menyepak bola tersebut dan mengarahkannya ke daerah permainan

lawan. Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi gambar pembelajaran

sepak sila dengan cara bola dilambungkan sendiri sebagai berikut:

Net

Gambar 3. Ilustrasi Pembelajaran Servis Sepaktakraw dengan Cara Bola Dilambungkan Sendiri

b. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Servis Sepaktakraw dengan

Bola Dilambungkan Sendiri

Pembelajaran servis sepaktakraw dengan cara bola dilambungkan sendiri

bertujuan untuk meningkatkan akurasi atau ketepatan sepakkan untuk diarahkan

(29)

akan mudah untuk menyepak bola. Berdasarka pelaksanaan pembelajaran servis

sepaktakraw dengan cara bola dilambungkan sendiri dapat diidentifikasi kelebihan

dan kelemahannya. Kelebihan pembelajaran servis sepaktakraw dengan cara bola

dilambungkan sendiri antara lain:

1. Kontrol bola sepenuhnya terdapat pada diri siswa dan bebas melambungkan

bola sesuai keinginannya, sehingga bola akan masuk ke daerah permainan

lawan dengan baik.

2. Mudah mengarahkan sepakkannya ke dalam daerah permainan lawan sesuai

dengan keiinginannya.

Pembelajaran servis sepaktakraw dengan cara bola dilambungkan sendiri

juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan pembelajaran sepaktakraw

dengan cara bola dilambungkan sendiri antara lain:

1. Waktu pembelajaran lebih lama, karena dibutuhkan proses untuk beradaptasi

terhadap gerakan keterampilan servis sepaktakraw yang sebenarnya.

2. Keterampilan servis sepaktakraw akan lebih lama dikuasai siswa.

3. Siswa kurang menguasai konsep gerakan servis sepaktakraw yang sebenarnya.

5. Pembelajaran Servis Sepaktakraw dengan Bola Dilempar

a. Pelaksanaan Pembelajaran Servis Sepaktakraw dengan Bola Dilempar

Pembelajaran servis dengan bola dilempar merupakan bentuk

pembelajaran servis sepaktakraw yang dilakukan oleh dua orang, yaitu salah satu

siswa menjadi pelempar (apit kanan atau kiri) dan siswa satunya melakukan

servis. Pembelajaran ini dilakukan secara langsung seperti bentuk keterampilan

sebenarnya. Dalam hal ini Rusli Lutan (1988: 419) menyatakan, “Pendekatan

secara langsung yaitu guru atau pelatih mengajarkan secara langsung teknik yang

sebenarnya. Para siswa diminta untuk melakukan gerakan dalam teknik dasar”.

Ditinjau dari belajar gerak, pembelajaran servis sepaktakraw dengan dilempar

didasarkan pada kesiapan siswa. Artinya, siswa telah siap dengan keterampilan

yang akan dipelajari. Jika siswa telah siap dengan keterampilan yang akan

(30)

Sugiyanto dan Agus Kristiyanto (1998: 2) menyatakan, “Hukum kesiapan (law of readiness) menyatakan bahwa belajar akan berlangsung sangat efektif jika pelaku belajar berada dalam suatu kesiapan untuk memberikan respon. Dengan kata lain,

belajar berlangsung secara efektif bila pelaku telah siap memberikan respon untuk

beradaptasi dengan stimulusnya”.

Pelaksanaan pembelajaran servis sepaktakraw dengan bola dilempar yaitu:

siswa sebagai tekong menempatkan diri didalam lingkaran tekong. Kemudian

pelempar menempatkan diri di tempat apit kanan jika tidak kidal, dan jika kidal

menempatkan diri di apit kiri. Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi

pembelajaran servis sepaktakraw dengan bola dilempar sebagai berikut:

Net

Gambar 4. Ilustrasi Pembelajaran Servis Sepaktakarw dengan Bola Dilempar

b. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Servis Sepaktakraw dengan

Bola Dilempar

Berdasarkan pelaksanaan pembelajaran servis sepaktakraw dengan bola

dilempar dapat diidentifikasi kelebihan dan kelemahannya. Kelebihan

pembelajaran servis sepaktakraw dengan bola dilempar antara lain:

1. Pembelajaran sama seperti keterampilan sebenarnya, sehingga siswa lebih

cepat menguasai servis sepaktakraw.

2. Siswa akan menguasai teknik servis sepaktakraw dengan benar, sehingga akan

(31)

3. Siswa memiliki konsep gerakan servis, karena servis sepaktakraw dilakukan

secara berulang-ulang.

4. Keterampilan yang dipelajari secara berulang-ulang akan menjadi

keterampilan dapat dikuasai dengan baik.

Kelemahan pembelajaran servis sepaktakraw dengan bola dilempar antara

lain:

1. Siswa yang belum siap akan mengalami kesulitan melakukan gerakan servis

sepaktakraw.

2. Siswa yang belum siap mengakibatkan bola akan sering menyangkut net atau

bola keluar lapangan

6. Koordinasi

a. Koordinasi Mata-Kaki

Koordinasi merupakan suatu kemampuan biomotorik yang sangat

kompleks. Karakteristik koordinasi sangat unik. Koordinasi memainkan peran

yang khusus terhadap mobilitas fisik. Koordinasi bukan merupakan kemampuan

fisik tunggal, tetapi tersusun dari beberapa unsur kondisi fisik saling berinteraksi

antara unsur fisik satu dengan lainnya. Seperti dikemukakan Harsono (1988: 219)

bahwa, “Koordinasi sangat erat hubungannya dengan kecepatan, kekuatan, daya

tahan dan fleksibilitas. Sedangkan yang dimaksud koordinasi menurut Ismaryati

(2006: 53-54) menyatakan, “Koordinasi adalah sebagai hubungan yang harmonis

dari hubungan saling berpengaruh di antara kelompok-kelompok otot selama

melakukan kerja yang ditunjukkan dengan berbagai tingkat keterampilan”.

Menurut Depdiknas (2000: 119) menyatakan, “Koordinasi merupakan

kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas motorik secara cepat dan terarah

yang ditentukan oleh proses pengendalian dan pengaturan gerakan serta kerjasama

sistem persarafan pusat”. Menurut Rusli Lutan dan Adang Suherman (2000: 172)

menyatakan, “Koordinasi merupakan keharmonisan kerja antara kelompok otot

selama melakukan tugas gerak yang menunjukkan tingkat keterampilan”.

(32)

mengimplikasikan hubungan yang harmonis, penyatuan atau aliran gerak yang

halus dalam melakukan pekerjaan”.

Berdasarkan batasan koordinasi yang dikemukakan tiga ahli tersebut

dapat dirumuskan pengertian koordinasi mata-kaki yaitu, kemampuan mata untuk

mengintegrasikan rangsangan yang diterima dan kaki sebagai fungsi penggerak

untuk melakukan gerakan sesuai yang diinginkan. Integrasi yang melibatkan dua

bagian yaitu pandangan mata dan kaki untuk melakukan suatu gerakan harus

dikoordinasikan dengan baik dan harmonis seperti gerakan servis sepaktakraw.

Dalam hal ini mata sebagai pemegang fungsi utama untuk melihat lambungan,

sedangkan kaki sebagai pemegang fungsi untuk melakukan gerakan tendangan

bola dan mengarahkannya pada lapangan permainan lawan sesuai yang

diinginkan.

b. Kegunaan dan Jenis Koordinasi

Pukulan servis tenis lapangan merupakan salah satu keterampilan yang

memiliki beberapa unsur gerakan yang dalam pelaksanaannya harus dirangkaikan

secara baik dan harmonis. Untuk meningkatkan kemampuan pukulan servis tenis

lapangan, maka seorang pemain tenis harus memiliki koordinasi gerak yang baik.

Jika seorang pemain tenis memiliki koordinasi gerak yang baik, maka

gerakan-gerakan yang dilakukan menjadi lebih efektif dan efisien. Hal ini karena, banyak

manfaat yang diperoleh jika seseorang memiliki koordinasi yang baik. Dalam hal

ini Suharno HP. (1993: 62) berpendapat kegunaan koordinasi antara lain:

1) Mengkoordinasikan beberapa gerak agar menjadi satu gerak yang utuh dan serasi.

2) Efisien dan efektif dalam penggunaan tenaga. 3) Untuk menghindari terjadinya cidera.

4) Mempercepat berlatih, menguasai teknik.

5) Dapat untuk memperkaya taktik dalam bertanding.

6) Kesiapan mental atlet lebih mantap untuk menghadapi pertandingan.

Koordinasi pada dasarnya berguna untuk mengkoordinasikan beberapa

gerakan menjadi satu pola gerakan yang serasi dan utuh, lebih efektif dan efisien

tenaga yang dikeluarkan, dapat terhindar dari cidera, mempercepat berlatih

(33)

yang lebih baik. Untuk meningkatkan kemampuan pukulan servistenis lapangan,

maka seorang pemain tenis lapangan harus memiliki koordinasi yang baik.

Pentingnya peranan koordinasi dalam cabang olahraga permainan, maka

perlu diketahui jenis-jenis koordinasi, sehingga lebih terarah dalam

mengembangkannya. Menurut Depdiknas (2000: 119-120) membedakan jenis

koordinasi menjadi dua macam yaitu:

1) Koordinasi otot inter

Merupaka koordinasi antara otot-otot yang bekerjasama dalam melakukan suatu gerakan. Kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama otot agonis dan antagonis dalam suatu proses gerakan yang terarah. 2) Koordinasi otot intra

Merupakan koordinasi yang terjadi dalam otot. Ini berarti bahwa, koordinasi otot intra tidak dapat diamati, karena prosesnya terjadi di dalam otot tubuh manusia. Bagaimana suatu rangsangan (signal) dikoordinasikan dalam tubuh yang dapat menimbulkan kontraksi otot terjadi melalui proses koordinasi inter dan intra.

Mengetahui dan mengenal jenis-jenis koodinasi sangat panping agar

mendujung penampilannya `alam kefiatan olahraga. Untuk meninckatkah kualipas

koordinasi, maka harts dilakukan latihan secara sistematis dan kontinyu.

c" Faktor-@aktor yang Mempengaruha Koordhjasi

Koordinasa merupak`n kamalpuab bioeotorik aalg di dalamnya terdapat

beberapa unsur kondisi fisik yang saling berkaitan. Sugiyanto dan Sudjarwo

(1992: 227) menyatakan, “Syarat-syarat kualitas koordinasi adalah kualitas

persepsi selama melakukan gerakan, kualitas penyesuaian gerak dalam dimensi

waktu dan jarak, kualitas pemahaman gerak, kualitas pengorganisaian syaraf dan

otot”. Menurut Suharno HP. (1993: 62) bahwa dalam usaha untuk pencapaian

prestasi, koordinasi dipengaruhi oleh “(1) Pengaturan syaraf pusat dan tepi, hal ini

berdasarkan pembawaan atlet dan hasil dari latihan. (2) Tergantung tonus dan

elastisitas dari otot yang melakukan gerakan. (3) Baik dan tidaknya

keseimbangan, kelincahan, dan kelentukan atlet. (4) Baik dan tidaknya koordinasi

kerja syaraf, otot dan indera”.

Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan bahwa, faktor yang

(34)

dipengaruhi oleh faktor pembawaan dan unsur-unsur kondisi fisik lainnya seperti

kelincahan, kelentukan, keseimbangan, kekuatan, daya tahan. Selain itu, kualitas

koordinasi dipengaruhi kualitas persepsi selama melakukan gerakan, kualitas

penyesuaian gerak dalam dimensi waktu dan jarak serta pengorganisasian syaraf

dan otot sangat menentukan koordinasi. Jika komponen-komponen tersebut dalam

kondisi baik, maka kemampuan koordinasi yang dimiliki juga baik. Dengan

koordinasi yang baik, maka gerakan-gerakan keterampilan atau gerakan yang

ganda dapat dilakukan lebih efektif dan efisien. Pentingnya kegunaan koordinasi

dalam kegiatan olahraga, maka harus dilatih secara sistematis dan kontinyu

dengan bentuk-bentuk latihan yang tepat. Menurut Hars (1982) yang dikutip

Harsono (1999: 223) latihan-latihan untuk meningkatkan koordinasi sebagai

berikut:

1) Latihan-latihan dengan perubahan kecepatan dan irama.

2) Latihan-latihan dalam kondisi lapangan dan peralatan yang berubah-ubah. Memperkecil atau memperluas lapangan.

3) Kobinasi berbagai latihan senam. 4) Kombinasi berbagai permainan.

5) Latihan-latihan untuk mengembangkan reaksi. 6) Lari halang rintang dalam waktu tertentu.

7) Latihan di depan kaca, latihan keseimbangan, latihan dengan mata tertutup.

8) Melakukan gerakan-gerakan yang kompleks pada akhir latihan.

9) Latihan keseimbangan segera setelah melakukan koprol beberapa kali atau setelah berputar-putar di tempat.

Bentuk-bentuk latihan koordinasi tersebut dapat digunakan untuk

meningkatkan koordinasi. Untuk mencapai kemampuan koordinasi yang baik,

maka dalam pelaksanaan latihan harus didasarkan pada prinsip-prinsip latihan

yang benar.

e. Peranan Koordinasi Mata-Kaki dengan Kemampuan Servis Sepaktakraw

Koordinasi adalah salah satu komponen kondisi fisik yang mempunyai

peran penting terutama untuk cabang olahraga permainan termasuk permainan

sepaktakraw. Dalam melakukan servis sepaktakraw dibutuhkan koordinasi

(35)

menuntut adanya koordinasi. Koordinasi yang dibutuhkan dalam keterampilan di

antaranya koordinasi mata-kaki (foot-eye coordination) dan koordinasi mata-tangan (eye hand coordination). Koordinasi mata-kaki dibutuhkan dalam gerakan

seperti dalam skill menendang bola, menggiring bola”.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, gerakan servis sepaktakraw

memiliki unsur gerakan yang cukup kompleks, sehingga dibutuhkan koordinasi

mata-kaki yang baik. Koordinasi mata-kaki berperan dalam gerakan servis

sepaktakraw terutama pada saat bola dilempar oleh apit (kanan/kiri) dan tekong

sudah dalam posisi siap. Setelah bola dilempar apit (kanan/kiri) tekong melakukan

gerakan menyepak bola dengan tepat mengenai kakinya dan mengarahkan ke

dalam lapangan lawan. Dengan koordinasi mata-kaki yang baik, maka akan

membantu gerakan servis menjadi lebih baik. Namun sebaliknya, koordinasi

mata-kaki yang buruk, maka gerakan servis kurang lancar sehingga bola akan

menyangkut net atau bola keluar dari lapangan permainan.

B. Karangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas dapat

dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut:

1. Perbedaan Pengaruh Pembelajaran Servis dengan Cara Bola

Dilambungkan Sendiri dan Bola Dilempar terhadap Hasil Belajar Servis

Sepak Takraw

Pembelajaran servis dengan cara bola dilambungkan sendiri dan bola

dilempar merupakan bentuk pembelajaran yang mempunyai tujuan untuk

meningkatkan kemampuan servis dalam permainan sepaktakraw. Dari kedua

bentuk pembelajaran tersebut masing-masing memiliki karakteristik yang

berbeda. Prinsip pembelajaran servis dengan cara bola dilambungkan sendiri yaitu

meningkatkan ketepatan sepakkan dan mengarahkan bola ke dalam lapangan

permainan lawan sesuai yang diinginkan. Dengan bola dilambungkan sendiri,

koordinasi gerakan servis sepaktakraw dapat dilakukan dengan baik. Di samping

(36)

kelebihan antara lain: dapat menimbulkan rasa senang, sehingga motivasi belajar

meningkat, meningkatkan ketepatan sepakkan dan koordinasikan gerakan servis,

mudah mengarahkan sepakkannya ke dalam daerah permainan lawan sesuai

keiinginannya. Kelemahannya antara lain: waktu pembelajaran lebih lama, karena

dibutuhkan proses untuk beradaptasi terhadap gerakan keterampilan servis

sepaktakraw yang sebenarnya, keterampilan servis sepaktakraw akan lebih lama

dikuasai siswa.

Pembelajaran servis dengan bola dilempar merupakan bentuk

pembelajaran yang didasarkan pada karakteristik keterampilan sebenarnya.

Pembelajaran ini dilakukan seperti pelaksanaan servis dalam permainan

sepaktakraw secara langusng, hanya saja tidak ada lawan. Pembelajaran servis

dengan bola dilempar memiliki kelebihan antara lain: siswa lebih cepat

menguasai servis sepaktakraw, karena sesuai dengan keterampilan sebenarnya,

teknik servis sepaktakraw dapat dikuasai dengan baik, karena teknik servis

sepaktakraw dilakukan secara berulang-ulang. Kelemahannya antara lain: siswa

yang belum siap akan mengalami kesulitan melakukan gerakan servis

sepaktakraw dan membutuhkan proses belajar yang lebih lama, jika siswa belum

siap.

Berdasarkan karakteristik, kelebihan dan kelemahan pembelajaran servis

dengan bola digantung dan bola dilempar tersebut tentu akan menimbulkan

pengaruh yang berbeda. Perbedaan perlakuan akan menimbulkan respon yang

berbeda pada diri pelaku. Dengan demikian diduga, antara pembelajaran servis

dengan bola digantung dan bola dilempar memiliki perbedaan pengaruh terhadap

peningkatan hasil belajar servis sepaktakraw.

2. Perbedaan Pengaruh Koordinasi Kaki Tinggi dan Koordinasi

Mata-Kaki Rendah terhadap Kemampuan Servis Sepaktakraw

Sepaktakraw merupakan olahraga permainan yang membutuhkan

(37)

dalam melakukan servis sepaktakraw dibutuhkan koordinasi mata-kaki yang baik.

Ditinjau dari gerakan servis sepaktakraw yaitu, dari bola dilempar oleh apait (kanan/kiri) tekong telah dalam posisi siap. Setelah bola dilempar oleh apit (kanan/kiri) tekong menyepak bola dengan mengkoordinasikan bagian-bagian tubuh yang terlibat dalam gerakan servis serta mengarahkan sepakkannya ke dalam permainan lawan. Untuk melakukan serangkaian gerakan servis sepaktakraw

tersebut dibutuhkan koordinasi mata-kaki yang baik. Jika dalam melakukan servis koordinasi mata-kaki buruk, maka gerakan servis kurang lancar sehingga bola akan menyangkut net atau keluar lapangan permainan. Dengan demikian baik tidaknya koordinasi mata-kaki yang dimiliki siswa akan mempengaruhi kemampuan servis

sepaktakraw.

3. Interaksi antara Pembelajaran Servis dan Koordinasi Mata-Kaki

terhadap Hasil Belajar Servis Sepaktakraw

Pembelajaran servis dengan bola digantung dan dengan bola dilempar

merupakan bentuk pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan

kemampuan servis sepaktakraw. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran servis

dengan bola digantung, bola dalam penguasaan siswa, sehingga siswa akan lebih

mudah untuk menyepak bola dan mengarahkan sepakannya ke dalam daerah

permainan lawan sesuai keinginannya. Sedangkan pembelajaran servis dengan

bola dilempar merupakan bentuk pembelajaran yang didasarkan pada

karakteristik permainan sebenarnya. Bola dilempar oleh apit (kanan/kiri) dan

tekong menyepaknya ke daerah permainan lawan.

Ditinjau dari pelaksanaan pembelajaran servis dengan bola digantung dan

bola dilempar, siswa dituntut memiliki koordinasi mata-kaki yang baik. Hal ini

karena, dalam gerakan servis sepaktakrawdibutuhkan kecermatan pandangan dan

keakuratan sepakan. Berdasarkan bentuk pembelajaran servis sepaktakraw, maka

siswa yang memiliki tingkat koordinasi mata-kaki rendah lebih cocok diberi

pembelajaran servis dengan cara bola dilambungkan sendiri. Hal ini karena,

Gambar

Gambar 1. Lapangan Sepaktakraw
Gambar 2. Gerakan Servis Sepaktakraw                 (Ucup Yusuf dkk., 2001: 40)
Gambar 3. Ilustrasi Pembelajaran Servis Sepaktakraw dengan Cara Bola Dilambungkan Sendiri
Gambar 4. Ilustrasi Pembelajaran Servis Sepaktakarw dengan Bola Dilempar
+7

Referensi

Dokumen terkait

tersendiri. Peran guru dan dosen hanya sebagai fasilitator dan konsultan. Kemandirian belajar adalah suatu proses belajar yang terjadi pada diri.. seseorang dan

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

Agar hasil proses belajar dan mengajar dapat berhasil dengan baik, perlu adanya metode atau strategi yang tepat dalam proses belajar dan mengajar yang dilakukan oleh siswa dan

Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh komunikasi guru dengan siswa dilihat dari aspek kognitif, afektif dan psikomotor siswa terhadap motivasi belajar Mata

proses dan hasil belajarnya” 11. Jadi, baik faktor dari dalam maupun dari luar diri siswa sangat mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Adapun salah satu faktor dari luar

Belajar menimbulkan perubahan perilaku dan pembelajaran adalah usaha mengadakan perubahan perilaku dengan mengusahakan terjadinya proses belajar dalam diri siswa. Perubahan

dalam proses belajar mengajar, agar terjadi proses pembelajaran yang lebih. bermakna, sehingga proses pembelajaran dapat mewujudkan pribadi

Dengan pemberian dasar serta penyiapan kondisi bagi terjadinya proses belajar yang efektif, suatu pengelolaan kelas menunjuk kepada pengaturan orang (dalam hal ini