TUGAS 1
MATA KULIAH BANK & LEMBAGA NON BANK
Nama
: Agi Septia Nugraha
NIM
: 021122671
1. Bagaimana cara Bank mengatasi dan mengantisipasi terjadinya resiko likuiditas?
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Likuiditas diukur dengan rasio aktiva lancar dibagi dengan kewajiban lancar. Perusahaan yang memiliki likuiditas sehat paling tidak memiliki rasio lancar sebesar 100%. Ukuran likuiditas perusahaan yang lebih menggambarkan tingkat likuiditas perusahaan ditunjukkan dengan rasio kas (kas terhadap kewajiban lancar).Contoh: Membayar listrik, telepon, air PDAM, gaji karyawan, dsb.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Likuiditas)
Risiko likuiditas adalah risiko yang muncul akibat kesulitan menyediakan uang tunai dalam jangka waktu tertentu. Misalnya : jika suatu pihak tidak dapat membayar kewajibannya yang jatuh tempo secara tunai. Meskipun pihak tersebut memiliki aset yang cukup bernilai untuk melunasi kewajibannya, tapi ketika aset tersebut tidak bisa dikonversikan segera menjadi uang tunai, maka Aset tersebut dikatakan tidak likuid.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Risiko_likuiditas)
Pengelolaan likuiditas bank juga merupakan bagian dari pengelolaan leabilitas (liability management). Melalui pengelolaan likuiditas yang baik, bank dapat memberikan keyakinan pada para penyimpan dana bahwa mereka dapat mengambil dananya sewaktu‐waktu atau pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu bank harus mempertahankan sejumlah alat likuid guna memastikan bahwa bank sewaktu‐waktu dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Dalam likuiditas terdapat dua resiko yaitu resiko ketika kelebihan dana dimana dana yang ada dalam bank banyak yang idle, hal ini akan menimbulkan pengorbanan tingkat bunga yang tinggi. Kedua resiko ketika kekurangan dana, akibatnya dana yang tersedia untuk mencukupi kebutuhan kewajiban jangka pendek tidak ada. Dan juga akan mendapat pinalti dari bank sentral. Kedua keadaan ini tidak diharapkan oleh bank karena akan mengganggu kinerja keuangan dan kepercayaan masyarkat terhadap bank tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa ketika bank mengharapkan keuntungan yang maksimal akan beresikopada tingkat likuiditas yang rendah atau ketika likuiditas tinggi berarti tingkat keuntungan tidak maksimal.disini tearjadi konflik kepentingan antara mempertahankan likuiditas yang tinggi dan mencari keuntungan yang tinggi. Pengeleloan likuiditas sangat penting bagi bank terutama untuk mengatasi resiko likuiditas yang disebabkan oleh dua hal diatas. Untuk menjaga agar resiko likuiditas ini tidak terjadi kebijakan manajemen likuiditas yang dapat dilakukan antara lain dengan menjaga asset jangka pendek, seperti kas.
Pada umumnya likuiditas bank ditentukan oleh adanya beberapa faktor:
3. Komitmen nasabah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas pembiayaan atau melakukan investasi.
Jumlah alat‐alat pembayaran (alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan kekuatan membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain perusahaan tersebut belum tentu memiliki kemampuan membayar.
Kemampuan membayar baru terdapat pada perusahaan apabila kekuatan membayar‐nya adalah demikian besarnya sehingga dapat memenuhi semua kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi. Dengan demikian maka kemampuan membayar itu dapat diketahui setelah membandingkan kekuatan membayar‐nya di satu pihak dengan kewajiban‐kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi di lain pihak.
Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar sedemikian besarnya sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi, dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah likuid, dan sebaliknya yang tidak mempunyai kemampuan membayar adalah illikuid.
Risiko likuiditas timbul secara alamiah sebagai akibat dari mismatch atau Gap antara Rate Sensitive Assets (RSA) dan Rate Sensitive Liabilities (RSL). Bank mengelola risiko likuiditasnya agar dapat memenuhi setiap kewajiban yang jatuh tempo dan menjaga tingkat likuiditas yang optimal. Tujuan tersebut dicapai oleh Bank dengan menetapkan dan mengimplementasikan kebijakan cadangan likuiditas yang optimal, mengukur dan menetapkan limit untuk risiko likuiditas serta penyusunan contingency plan.
Tingkat likuiditas Bank diukur dengan besarnya tingkat cadangan primer dan cadangan sekunder yang dipelihara Bank serta rasio likuiditas lainnya. Pengukuran rasio likuiditas Bank meliputi struktur pendanaan, expected cash flow,akses pasar dan asset marketability. Pengelolaan cadangan primer dan cadangan sekunder adalah untuk keperluan pendanaan operasional harian dan sebagai buffer untuk mengcover penarikan dana yang tidak terduga
Menurut dia, untuk mengatasi likuiditas, diperlukan infrastruktur hukum dan perpajakan untuk menarik dana‐dana asing yang ada di luar negeri yang jumlahnya relatif banyak. Selain itu, dia juga menegaskan untuk meningkatkan penetrasi perbankan yang lebih cepat sehingga ada tambahan likuiditas dari masyarakat.
Sementara untuk mengatasi permodalan bank‐bank BUMN untuk dapat melakukan konsolidasi, karena berharap tambahan dari pemerintah sangat sulit dan juga dalam melakukan right issue karena saham pemerintah akan terdilusi.
Menurut pengamat perbankan Iman Sugema, ketatnya likuiditas perbankan sudah pasti akan memberatkan pengusaha di dalam negeri untuk mencari pembiayaan. Pasalnya, ada pengetatan likuiditas tersebut akan berbanding lurus dengan peningkatan suku bunga kredit perbankan yang ada saat ini.
"Hingga saat ini, banyak pengusaha yang mengeluhkan tingginya suku bunga yang ada dan memang pembiayaan dari sektor perbankan terhadap dunia usaha masih belum optimal. Secara makro, alokasi kredit perbankan masih tergolong rendah,"ujarnya saat dihubungi Neraca, Sabtu (28/6).
Lebih lanjut Iman mengatakan, pembiayaan perbankan terhadap sektor riil masih sangat minim apalagi pembiayaan untuk sektor pertanian. Padahal sektor ini sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu, perlu ada upaya memperbesar pembiayaan terhadap dunia usaha.
"Ketatnya likuiditas di perbankan yang terjadi saat ini akan bertambah parah jika pemerintah kembali lambat mencairkan anggaran belanjanya seperti tahun lalu. Jika ini terjadi, suku bunga deposito dan suku bunga kredit akan tetap tinggi," papar Iman.
Iman juga berpendapat likuiditas yang ada tidak merata dan tidak mudah diakses oleh setiap bank. Terjadi segmentasi likuiditas, di mana bank besar kelebihan likuiditas dan bank kecil kekurangan likuiditas. Dampaknya, likuiditas tetap terasa ketat yang terindikasi dari suku bunga deposito yang sulit turun dari level 11%‐12 % per tahun.
"Seiring meningkatnya ketidakpastian ekonomi, terjadi perpindahan dana dari bank kecil ke bank besar karena dianggap lebih aman. Ke depan, likuiditas perbankan diperkirakan semakin ketat," ujarnya.
Dalam situasi seperti saat ini, menurut dia, kesulitan likuiditas bisa dengan mudah menyebabkan bank bangkrut. Oleh karena itu, untuk menghindari kondisi likuiditas yang makin ketat, pemerintah harus mempercepat belanjanya.
Pengamat perbankan Aviliani menilai tingginya suku bunga dan berkurangnya suplai uang membuat likuditas perbankan makin ketat. Atas dasar itu, Aviliani mengatakan telah membuat perbankan berebut dana pihak ketiga (DPK) dengan menawarkan bunga simpanan yang tinggi kepada nasabah. "Ini kondisi yang kurang bagus," ujarnya.
Aviliani menyebut, saat ini Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menetapkan tingkat bunga
penjaminan untuk bank umum 7,75%. Adapun untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 10,25%. "Tapi kenyataannya, ada bank yang memberikan bunga simpanan sampai 11 hingga 14%," katanya.
2. Jelaskan factor yang mengakibatkan kondisi perbankan nasional rentan terhadap gejolak ekonomi?
Terdapat lima faktor yang mengakibatkan kondisi mikro perbankan nasional menjadi rentan terhadap gejolak ekonomi, (Burhanuddin, 2003) yaitu:
• Adanya jaringan terselubung (implicity guarantee) dari bank sentral atas kelangsungan hidup suatu bank untuk mencegah kegagalan sistematik dalam industri perbankan telah menimbulkan moral hazard di kalangan pengelola dan pemilik bank
• Sistem pengawasan oleh bank sentral belum efektif karena belum sepenuhnya dapat mengimbangi pesat dan kompleksnya kegiatan operasional perbankan.
• Besarnya pemberian kredit dan jaminan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada individu/kelompok usaha yang terkait dengan bank (connected lending) telah mendorong tingginya risiko kemacetan kredit yang dihadapi bank.
• Relatif lemahnya kemampuan manajerial bank telah mengakibatkan penurunan kualitas asset produktif dan peningkatan risiko yang dihadapi bank.
• Kurang transparannya informasi mengenai kondisi perbankan selain telah mengakibatkan kesulitan dalam melakukan analisis secara akurat tentang kondisi keuangan suatu bank juga telah melemahkan upaya untuk melakukan kontrol sosial dan menciptakan disiplin pasar. (http://eprints.ums.ac.id/14324/3/BAB_I.pdf)
3. Jelaskan tentang Good Corporate Governance? Mengapa hal itu penting dilakukan oleh Perbankan?
Secara umum istilah good corporate governance merupakan sistem pengendalian dan pengaturan
perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard definition), maupun ditinjau dari "nilai‐nilai" yang terkandung dari mekanisme
pengelolaan itu sendiri (soft definition). (http://www.bpkp.go.id/dan/konten/299/good‐ corporate.bpkp)
Prinsip‐prinsip GCG, meliputi:
• Transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan;
• Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;
• Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang‐undangan dan prinsip‐prinsip korporasi yang sehat; • Kemandirian (independency), yaitu keadaan di mana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang‐undangan dan prinsip‐prinsip korporasi yang sehat;
• Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak‐hak Pemangku Kepentingan (stakeholders) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundangundangan.
(http://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/dan/files/Pdf/PER‐
01_MBU_2011%20PENERAPAN%20TATA%20KELOLA%20PERUSAHAAN%20YANG%20BAIK%
Di lihat dari segi pengertian dan prinsip CGC maka bias disimpulkan bahwa CGC penting dilakukan oleh perbankan.
Demikian jawaban dari Tugas 1 Mata Kuliah Bank dan Lembaga Non Bank, atas perhatian Tutor saya ucapkan terima kasih.