• Tidak ada hasil yang ditemukan

Euthanasia Dalam Perspektif Medis yessie

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Euthanasia Dalam Perspektif Medis yessie"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Euthanasia Dalam Perspektif Medis

Dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang medik, kehidupan seorang pasien bisa diperpanjang dan hal ini sering kali membuat para dokter dihadapkan pada sebuah dilema untuk memberikan bantuan tersebut.

Tugas seorang dokter adalah untuk menolong jiwa seorang pasien mulai saat manusia dalam kandungan dan hal ini sudah tertuang dala sumpah yang diuapkan oleh para dokter. Pada suatu keadaan penyakit yang terminal hal itu menjadi susah untuk bisa dilanjutkan lagi dan jika hal itu diteruskan maka kadang akan menambah penderitaan seorang pasien. Sehingga, penghentian pertolongan tersebut merupakan salah satu bentuk euthanasia.

Berdasarkan pada cara terjadinya, ilmu pengetahuan membedakan kematian kedalam tiga jenis:

1. Orthothansia, merupakan kematian yang terjadi karena proses alamiah 2. Dysthanasia, adalah kematian yang terjadi secara tidak wajar

3. Euthanasia, adalah kematian yang terjadi dengan pertolongan atau tidak dengan pertolongan dokter (Agus, 2012)

Mengenai euthanasia, dapat digunakan dalam tiga arti :

1. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan, buat yang

beriman dengan nama Allah di bibir

2. Waktu hidup akan berakhir (sakaratul maut) penderitaan pasien diperingan dengan

memberikan obat penenang

3. Mengakhiri penderitaan dari seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri

dan keluarganya.

Adapun unsur-unsur dalam pengertian euthanasia dalam pengertian diatas adalah: 1. Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu

2. Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup pasien

(2)

4. Atas permintaan pasien dan keluarganya 5. Demi kepentingan pasien dan keluarganya.

Pengertian euthanasia ialah tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif, dan biasanya tindakan ini dilakukan oleh kalangan medis. (KODEKI, 2004)

Sehingga dengan hal demikian akan muncul yang namanya euthanasia positif dan euthanasia negatif. Berikut adalah contoh-contoh tersebut:

1. Seseorang yang sedang menderita kanker ganas atau sakit yang mematikan, yang sebenarnya dokter sudah tahu bahwa seseorang tersebut tidak akan hidup lama lagi. Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi justru menghentikan pernapasannya sekaligus.

2. Seperti yang dialami oleh Nyonya Agian (istri hasan) yang mengalami koma selama tiga bulan dan dalam hidupnya membutuhkan alat bantu pernafasan. Sehingga dia akan bisa melakukan pernafasan dengan otomatis dengan bantuan alat pernafasan. Dan jika alat pernafasan tersebut di cabut otomatis jantungnya akan behenti memompakan darahnya keseluruh tubuh, maka tanpa alat tersebut pasien tidak akan bisa hidup. Namun, ada yang menganggap bahwa orang sakit seperti ini sebagai "orang mati" yang tidak mampu melakukan aktivitas. Maka memberhentikan alat pernapasan itu sebagai cara yang positif untuk memudahkan proses kematiannya.

Hal tersebut adalah contoh dari euthanasia positif yang dilakukan secara aktif oleh medis. Berbeda dengan euthanasia negatif yang dalam proses tersebut tidak dilakukan tindakan secara aktif (medis bersikap pasif) oleh seorang medis dan contohnya sebagai berikut:

(3)

terkena serangan penyakit paruparu yang jika tidak diobati (padahal masih ada kemungkinan untuk diobati) akan dapat mematikan penderita. Dalam hal ini, jika pengobatan terhadapnya dihentikan akan dapat mempercepat kematiannya.

2. Seorang anak yang kondisinya sangat buruk karena menderita kelumpuhan tulang belakang atau kelumpuhan otak. Dalam keadaan demikian ia dapat saja dibiarkan (tanpa diberi pengobatan) apabila terserang penyakit paru-paru atau sejenis penyakit otak, yang mungkin akan dapat membawa kematian anak tersebut.

Dari contoh tersebut, "penghentian pengobatan" merupakan salah satu bentuk euthanasia negatif. Menurut gambaran umum, anak-anak yang menderita penyakit seperti itu tidak berumur panjang, maka menghentikan pengobatan dan mempermudah kematian secara pasif (euthanasia negatif) itu mencegah perpanjangan penderitaan si anak yang sakit atau kedua orang tuanya.

2.2 Kode Etik Kedokteran Indonesia

Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa: “seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi”. Jelasnya bahwa seorang dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya sebagai seorang profesi dokter harus sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir, sarana yang tersedia, kemampuan pasien, etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama. Dalam sumpah dokter dinyatakan bahwa dokter mempunyai tugas dan kewajiban untuk melindungi hidup makhluk insani, dokter harus senantiasa mengutamakan kesehatan penderita, dokter harus menghormati setiap insan mulai dan saat pembuahan, dan dokter harus membaktikan hidupnya guna kepentingan perikemanuasiaan (Pasal 1 KODEKI tentang lafal sumpah dokter).

(4)

KODEKI pasal 4d, juga menjelaskan bahwa “setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani”. Artinya dalam setiap tindakan dokter harus bertujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagiaaan manusia. Tuhan Yang Maha Esa menciptakan seseorang yang pada suatu waktu akan menemui ajalanya. Tiak seorang dokterpun, betapapun pintarnya akan dapat mencegahnya. Naluri yang terkuat pada setiap makhluk bernyawa, termasuk manusia diberi akal, kemampuan berpikir dan mengumpulkan pengalamannya, sehingga dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan usaha untuk menghindarkan diri dari bahaya maut. Semua usaha tersebut adalah tugas dokter. Ia harus berusaha memelihara dan mempertahankan hidup makhluk insani. Ini berarti bahwa baik menurut agama, Undang-Undang Negara, maupun Etik Kedokteran seorang dokter dalam menjalankan profesinya tidak boleh melakukan: 1. Menggugurkan kandungan (Abortus Provocatus),

2. Mengakhiri kehidupan seorang pasien yang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh lagi (euthanasia) (KODEKI, 2004).

KODEKI pasal 11 tahun 2012 ;

(1) Seorang dokter wajib mengerti/memahami siklus dan mutu kehidupanmanusia,mulaisaat pembuahan dan/atausaat kehidupan diawali, proses alamiah kehidupan berlangsung sampai dengan menjelang/saat/sesudah kematian manusia,dengan tujuan untuk menghormati, melindungi dan memelihara hidup mahluk insani.

(2) Seorangdokterdilarang terlibat ataumelibatkan diri ke dalamabortus, euthanasia, maupun hukuman mati yangtidakdapat dipertanggung jawabkan moralitasnya.

(5)

(4) Seorangdokter harus mengerahkan segala kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan memelihara hidup akan tetapi tidak untuk mengakhirinya .

(5) Seorang dokter dialrang menggugurkan kandungan (abortus provocatus)tanpaindikasimedis yangmembahayakan kelangsungan hidup ibu dan janin atau mengakhiri kehidupan seseorang yang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh (euthanasia)

Penjelasan pasal

Setiapdokterselayaknya berperan sebagai “pamomong ataupenjaga dan pelestari kehidupan” manusia yang merupakan penyandang hak asasi, mulai dari konsepsi/saat pembuahan sampai meninggal dunia/dimakamkannya. Setiapmanusiaadalah ciptaan Tuhan YangMaha Esa. Tuhan telah menciptakan masing-masing manusia seusiadengan tujuannya. Ketika menjadi klien/pasien, betapapun parah atau kecacatannya, setiapdokter wajib menyadaripanggilan suci nuraninya untuk menjaga kehidupan pasien tersebut.Seorang dokter harus mengerahkan segala kemampuannya untuk memelihara kehidupan alamiah pasiennya dan tidak untuk mengakhirinya.

Penjelasan cakupan pasal

(1) Yang dimaksud dengan menghormatidan melindungi kehidupan insani adalah menyadari bahwa manusia mulai saat pembuahan yang alamiah ataupun buatan, memiliki hak hidup yang akan berkembangpadasaatnya secara alamiahmenjadi hakasasimanusia, suatu hak dasar yang utuh, tak dapat dikurangi karena ia adalah semata-mata manusia

(6)

atau mengakhiri kehidupan seseorang yang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh (euthanasia)

(3) Yang dimaksud dengan kehidupan reproduksi adalah terutama t e ntang a wa l pembuahan/kehamilan, kelahiran, sterilisasi/pencegahan kehamilan, sectio caesaria, prokreasi (inseminasibuatan),selpunca/stem cell, kloningdan lain-lain hingga akhir kehidupan/saat kematian dan teknologi reproduktif lainnya, khususnya yangdidorongoleh kehendakpasien/keluarganya serta kedokteran genetika dan molekulardengan atau tanpa teknologi nano serta jenis teknologi lainnya (KODEKI, 2012)

Pada suatu saat dokter mungkin menghadapi suatu dilema, misalnya karena pasien kanker dalam keadaan menyedihkan, kurus kering, menyebarkan bau busuk, dan menjerit-jerit kesakitan karena rasa nyeri yang hebat. Orang-orang yang proeuthanasia dalam maksud kasihan, akan mengajukan supaya pasien di beri saja morphin dosis lethal, supaya ia bebas dari penderitaan yang berat itu. di bebrapa negara Eropa dan Amerika sudah banyak terdengar suara pro-euthanasia. Mereka menggerakkan gerakan yang mengkukuhkan Undang-Undang. Sebaliknya, orang-orang yang kontra euthanasia berpendirian bahwa tindakan demikian sama dengan pembunuhan. Kita di Indonesia sebagai umat beragamadan berfalsafah dan berazaskan Pancasila percaya pada kekuasaan mutlak dari Tuhan Yang Maha Esa. Segala sesuatu yang diciptakannya saerta pendiriaan yang dibebankan kepada makhluknya mengandung makna dan maksud tertentu. Dokter harus mengerahkan seegala kepandaiannya dan kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan memelihara hidup akan tetapi tidak untuk mengakhirinya.

(7)

Dalam UU No. 36 tahun 2009, dinyatakan bahwa Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan. Sehingga dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa, tindakan apapun yang akan dilakukan terhadap pasien termasuk didalamnya euthanasia harus diinformasikan terlebih dahulu baik kepada pasien maupun keluaga yang mewakili. (UU RI, 2009)

Berkenaan dengan hak untuk partisiasi etik, maka sebagai kesimpulan:

 Pengambilan keputusan utama berada pada pasien

 Bila pasien dalam inkompeten, maka kerabat terddekat yang diakui

 Bila kerabat tersebut meragukan, maka dokter boleh mengikutsertakan

orang lain dalam proses mengambil keputusan sendir

 Setiap individu boleh mengundurkan diri dari proses pengambilan

keputusan. Tetapi dokter tidak boleh manarik diri dan lari dari tanggung jawab

 Sebagai suatu ketentuan umum, semua pihak dan individuyang disebut

diatas harus bertindak di dalam batas-batas yang lazim disepakati masyarakat.

2.3 Euthanasia Dipandang Dari Medis

Di Indonesia euthanasia dilarang, hal ini diatur dalam UU No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan dan prinsip kemanusiaan. Menurut surat edaran yang dikeluarkan oleh IDI No. 702/PB/H/.2/09/2004, bahwa dalam menghadapi pasien diakhir hayatnya. Dalam keadaa ilmu dan teknologi kedokteran sudah tidak berdaya lagi untuk memberikan kesembuhan, hendaknya berpegang kepada pedoman sebagai berikut:

1. Sampaikan keadaan yang sebenarnya dan sejujurnya kepada pasien atau keluarganya.

(8)

ditujukan untuk memperoleh kesembuhan melainkan harus lebih ditujukan untuk memperoleh kenyamanan dan meringankan penderitaan.

3. Bahwa tindakan menghentikan usia pasien pada tahap menjelang ajalnya, tidak dapat dianggap sebagai suatu dosa, bahkan patut dihormati. Namun dokter wajib untuk merawatnya, sekalipun pasien dipindah ke fasilitas lainnya.

4. Beban yang menjadi tanggung keluarga pasien diusahakan seringan mungkin, dan apabila pasien meninggal dunia, seyogyanga bantuan diberikan bantuan diberikan kepada keluarga yang ditinggalkan.

5. Bahwa apabila pasien dan keluarga pasien menghendaki menempuh cara “pengobatan alternatife” tidak ada alasan untuk melarangnya selama tidak membahayakan dirinya.

6. Dalam menghadapi pasien yang secara medis tidak memungkinkn lagi untuk disembuhkan, termasuk penderita ‘dementia lanjut’ disarankan untuk memberikan ‘perwatan hospis (Hospis Care).

(Algozi, 2012)

DAPUS

UU RI No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Buku Forensik

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pusat. 2012. Kode Etik Kedokteran Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Hemat peneliti, ayat ini mengisyaratkan agar manusia selalu bersabar atas segala cobaan yang Allah timpakan kepadanya. Sebab Allah akan memberikan ganjaran kebaikan

Untuk mengetahui proses itu, penulis melakukan wawancara dengan 2 (dua) narasumber dari Tempo, wartawan dan redaktur yang menulis berita Jokowi, dan 2 (dua)

Soka Cipta Niaga mencoba untuk melakukan inovasi baru dalam proses produksi kaos kaki yaitu dengan konsep printing dimana merupakan suatu hal baru sebab berbeda dari

Metode N-Gram (Quad Gram) yang dilanjutkan dengan pengecekan bentuk kata secara logika mampu untuk memberi harakat pada kalimat Bahasa Arab agar sesuai dengan

Oleh karena itu sebagai orang tua, sebagai pendidik, sebagai orang dewasa yang peduli terhadap perkembangan anak, maka saat anak pada usia emas berikan mereka stimulus

Program PRH dengan refugi adalah strategi untuk menghindarkan hama menjadi resisten terhadap ta- naman transgenik Bt dengan cara menanam tanaman transgenik yang memproduksi

Perubahan Tingkat Konsumsi Energi Rumah Tangga Perdesaan Patanas di Desa Lahan Kering menurut Komoditas Basis, 2008 ± 2011 (kkal/kapita/hari) Bila dilihat dari komponen

Taman Panorama Baru merupakan salah satu objek wisata alam yang ada di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, yang mempunyai vegetasi alami dan berpotensi untuk dikembangkan