• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Belajar Perilaku Perilaku Konsumen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Teori Belajar Perilaku Perilaku Konsumen"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Berdasarkan yang kita ketahui, sejak kecil kita sudah mengenal kata belajar. Baik belajar di lingkungan formal maupun non-formal. Manusia dituntut untuk belajar guna bekal di masa sekarang hingga masa depan. Belajar yang sering kita lakukan yaitu belajar formal yang kita temui di bangku sekolah, namun tidak semua diantara kita yang dapat bersekolah. Akan tetapi belajar sangatlah perlu untuk kita semua, dengan belajar kita bisa mendapatkan informasi yang aktual dan juga hal yang belum kita ketahui menjadi tahu. Untuk itu, tentunya kita harus mengetahui apa definisi dari belajar itu sendiri dan macam-macam teori mengenai belajar itu sendiri.

Pengertian belajar bermacam – macam, secara tradisional pengertian belajar yang dikemukakan oleh J. Nasution. M.A. dalam buku Asas – asas kurikulum bahwa belajar adalah pengumpulan sejumlah ilmu. Pendapat ini terlampau sempit dan hanya berpusat pada mata pelajaran belaka.

Belajar tidaklah demikian, Lester D. Crow dan Alice Crow mengemukakan bahwa belajar ialah perubahan individu dalam kebiasaan, pengetahuan dan sikap. Dalam definisi ini dikatakan bahwa seseorag belajar kalau ada perubahan dari tidak tahu menjadi tahu dalam menguasai ilmu pengetahuan. Belajar disini merupakan suatu proses dimana guru melihat apa yang terjadi selama murid menjalani pengalaman edukatif untuk mrncapai suatau tujuan.

Untuk dapat memahami dan mengerti apa belajar itu, kita akan melihat dan mempelajari beberapa teori tentang belajar yang dikemukakan oleh para ahli. Pada makalah ini, akan membahas mengenai teori belajar, khususnya teori belajar perilaku.

(2)

Teori pembelajaran mengungkapkan hubungan antara kegiatan pembelajaran dengan proses – proses psikologis dalam diri siswa, sedangkan teori belajar mengungkapkan antara kegiatan siswa dengan proses – proses psikologis dalam diri dan siswa, atau teori belajar mengungkapkan hubungan antara fenomena yang ada dalam diri dan siswa. Pada makalah ini akan dibahas mengenai teori belajar perilaku yang merupakan teori belajar yang diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Teori belajar ini dikembangkan atas dasar peruabahan perilaku individu yang diberikan stimulus tertentu

Pada teori belajar perilaku akan adanya proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi stimulus dan respons. Dimana teori ini juga banyak pendapat dari para ahli yang akan dibahas pada makalah ini, berdasarkan rumusan masalah pada makalah ini.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah pada makalah ini, yaitu: 1. Apakah definisi dari teori belajar perilaku ?

2. Siapa sajakah yang mengemukakan teori belajar perilaku ?

3. Bagaimana pendapat tentang teori belajar perilaku menurut para ahli? 4. Bagaimana prinsip-prinsip teori belajar perilaku ?

5. Bagaimana penerapan teori belajar perilaku di dalam kelas ? 6. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari teori belajar perilaku ?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN Tujuan dari makalah ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui definisi dari teori belajar perilaku

2. Untuk mengetahui siapa saja yang mengemukakan teori belajar perilaku 3. Untuk mengetahui pendapat tentang teori belajar perilaku menurut para ahli 4. Untuk mempelajari prinsip – prinsip teori belajar perilaku

5. Untuk mempelajari penerapan teori belajar perilaku di dalam kelas 6. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari teori belajar perilaku

D. BATASAN

(3)

BAB II PEMBAHASAN

A. DEFINISI TEORI PERILAKU ( TEORI BEHAVIOR )

Terapi behavior tradisional diawali pada tahun 1950-an dan awal 1960-an di Amerika Serikat, Afrika Selatan, dan Inggris sebagai awal radikal menentang perspektif psikoanalisis yang dominan. Fokusnya adalah pada menunjukkan bahwa teknik pengkondisian perilaku yang efektif dan merupakan alternatif untuk terapi psikoanalitik.

Teori Behavioristik merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Kemudian teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Menurut teori behavioristik atau aliran tingkah laku, belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulasi dan respons. Belajar menurut psikologi behavioristik adalah suatu kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan.

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

(4)

respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat. Belajar tidaknya seseorang bergantung pada faktor-faktor kondisional yang diberikan lingkungan.

B. TOKOH-TOKOH ALIRAN BEHAVIORISTIK 1. Teori Belajar Menurut Ivan P. Pavlov

Pavlov menyumbangkan pikiran dan gagasannya dalam sebuah penelitiannya dalam bidang fsikologi yaitu tentang Refleks berkondisi yang di lakukannya di tempat yang berbeda-beda. Dan bagian yang paling terpenting dari penelitiannya adalah dengan berpura-pura memberi makan kepada anjing. . Percobaan dilanjutkan dengan pura-pura memberi makan melalui botol-botol kecil yang dimasukan dan diletakan di samping mulut anjing tersebut. Setelah diperhatikan ternyata anjing sebagai binatang percobaan selalu mengeluarkan air liurnya sebelum makanan diletakan dekat moncongnya dan pura-pura mulai makan. Anjing tersebut akan bertindak seperti itu jika ada makanan dan atau sekalipun tidak diberi makanan (pura-pura memberi makanan). Dari percobaannya tersebut Pavlov menyimpulkan bahwa hampir semua organisme perilakunya terjadi secara refleks dan di batasi oleh rangsangan sederhana.

(5)
(6)

lainnya. Dengan demikian diskriminasi merupakan lawan dari generalisasi atau kebalikan generalisasi.

Dalam praktek sehari-hari adanya generalisasi banyak ditemukan. Dalam pengertian setelah respon khusus terjadi akibat suatu stimulus, maka rangsangan yang sama akan menghasilkan respon yang sama. Contohnya, jika seekor anjing telah dilatih membengkokan kaki kirinya, maka ia juga akan memberikan respon membengkokan kaki kanannya seandainya respon yang asli (kaki kiri) menjadi penghalang. Konsep lain yang juga penting adalah perjumlahan. Artinya kombinasi dari stimulus sering mempunyai kekuatan yang lebih besar daripada rangsangan atau stimulus yang terpisah-pisah. Sebagai contoh kedua penglihatan dan penciuman akan bereaksi kuat pada anjing untuk menghasilkan tanggapan terhadap makanan.

2. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie

(7)

mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang. Tiga metode pengubahan tingkah laku yang dikemukakan oleh Edwin Guthrie adalah sebagai berikut:

a. Metode respon bertentangan. Misalnya saja, jika anak takut terhadap sesuatu, misalnya kucing, maka letakkan permainan yang disukai anak dekatdengan kucing. Dengan demikian, lambat laun anak akan tidak takut lagi pada kucing, namun hal ini dilakukan berulang-ulang.

b. Metode membosankan.misalnya seorang anak mencoba-coba mengisap rokok, minta kepadanya untuk merokok terus sampaibosan; setelah bosan, ia akan berhenti merokok dengan sendirinya.

c. Metode mengubah lingkungan. Jika anak bosan belajar, ubahlah lingkungan belajarnya dengan suasana lain yang lebih nyaman dan menyenangkan sehingga membuat ia menjadi betah belajar.

Namun setelah Skinner mengemukakan dan mempopulerkan akan pentingnya penguatan (reinforcemant) dalam teori belajarnya, maka hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar.

3. Teori Belajar Menurut Watson

John Watson 1878-1958; adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologiyang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Teori Watson secara umum sama dengan teori Thorndike, tetapi ada perbedaan yang cukup signifikan yaitu pengakuan adanya terhadap stimulus dan respon yang dapat diamati dan dikukur.

Watson adalah seorang tokoh aliran behavioristik yang datang sesudah Thorndike. Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur.

(8)

Pandangan utama Watson:

1. Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang dimaksud dgn stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang overt dan covert, learned dan unlearned

2. Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku. Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting (lihat pandangannya yang sangat ekstrim menggambarkan hal ini pada Lundin, 1991 p. 173). Dengan demikian pandangan Watson bersifat deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan berdasarkan free will. 3. Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya, mind

mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun dalam derajat yang berbeda-beda. [Pada titik ini sejarah psikologi mencatat pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total terhadap konsep soul dan mind. Tidak heran bila pandangan ini di awal mendapat banyak reaksi keras, namun dengan berjalannya waktu behaviorisme justru menjadi populer.

4. Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah observation, conditioning, testing, dan verbal reports.

5. Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti bersin, merangkak, dan lain-lain.

(9)

kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia (subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.

7. Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan dengan William James. Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauh smana sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah kebutuhan.

8. Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking. Artinya proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak terlihat’, masih dapat diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya.

9. Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adlaah ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya pada mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris pada eksperimen terkontrol

4. Teori Belajar Menurut B.F. Skinner

Selanjutnya, Skinner mengembangkan teori conditioning dengan menggunakan tikus sebagi percobaan. Menurutnya, suatu respons sesungguhnya juga menghasilkan sejumlah konsekuensi yang nantinya akan mempengaruhi tingkah laku manusia. Untuk memahami tingkah laku siswa secara tuntas menurut Skinner perlu memahami hubungan antara satu stimulus dengan stimulus lainnya,memahami respons itu sendiri, dan berbagai konsekuensi yang diakibatkan oleh respons tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa mengguanakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan membuat segala sesuatunya menjadi bertambahnya rumit, sebab alat itu akhirnya juga harus dijelaskan lagi. Dari hasil percobaannya, Skinner membedakan respons menjadi dua yaitu:

1. Respons yang timbul dari stimulus

(10)

Teori Skinner dikenal dengan “operant conditioning”, dengan enam konsepnya, yaitu sebagai berikut.

a. Penguatan positif dan negatif

b. Shapping, proses pembentukan tingkah laku yang makin mendekati tingkah laku yang diharapakan.

c. pendekatan suksesif, proses pembentukan tingkah laku yang menggunakan penguatan pada saat yang tepat, hingga respons pun sesuai dengan yang diisyaratkan.

d. Extinction, proses penghentian kegiatan sebagai akibat dari ditiadakannya penguatan.

e. Chaining of responce, respons dan stimulus yang berangkaian satu sama lain. f. Jadwal penguatan, variasi pemberian penguatan: rasio tetap dan bervariasi,

interval tetap dan bervariasi.

(11)

Eksperimen Skinner

5. Edward Leer Thorndike (Hukum Pengesahan)

Pada mulanya, pendidikan dan pengajaran di amerika serikat di dominasi oleh pengaruh dari Thorndike (1874-1949) teori belajar Thorndike di sebut “ Connectionism” karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon. Teori ini sering juga disebut “Trial and error” dalam rangka menilai respon yang terdapat bagi stimulus tertentu. Thorndike mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku beberapa binatang antara lain kucing, dan tingkah laku anak-anak dan orang dewasa.

Teori koneksionisme adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edwar L. Thorndike berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar.

(12)

Keadaan bagian dalam sangkar yang disebut puzzle box (teka-teki) itu merupakan situasi stimulus yang merangsang kecil untuk bereaksi melepaskan diri dan memperoleh makanan yang ada di muka pintu. Mula-mula kucing tersebut mengeong, mencakardan berlari-larian, namun gagal membuka pintu untuk memperoleh makanan yang ada di depannya. Akhirnya, entah bagaimana, secara kebetulan kucing itu berhasil menekan pengungkit dan terbukalah pintu sangkar tersebut. Eksperimen puzzle box ini kemudian terkenal dengan nama instrumental conditioning. Artinya, tingkah laku yang dipelajari berfungsi sebagai instrumental (penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang dikehendaki.

Berdasarkan eksperimen di atas, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon. Itulah sebabnya teori koneksionisme juga disebut “S-R Bond Theory” dan “S-R Psycology of learning” selain itu, teori ini juga terkenal dengan “Trial and Error Learning”. Istilah ini menunjuk pada panjangnya waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu tujuan. Apabila kita perhatikan secara seksama dalam eksperimen Thorndike tadi akan kita dapati 2 hal pokok yang mendorong timbulnya fenomena belajar.

Pertama, keadaan kucing yang lapar. Seandainya kucing itu kenyang, sudah tentu tidak akan berusaha keras untuk keluar. Bahkan, barangkali ia akan tidur saja dalam puzzle box yang mengurungnya. Dengan kata lain, kucing itu tidak akan menampakkan gejala belajar untuk keluar. Sehubung dengan hal ini, hampir dapat dipastikan bahwa motivasi (seperti rasa lapar) merupakan hal yang sangat vital dalam belajar.

Kedua, tersedianya makanan di muka pintu puzzle box, merupakan efek positif atau memuaskan yang dicapai oleh respon dan kemudian menjadi dasar timbulnya hukum belajar yang disebut law of effect. Artinya, jika sebuah respon menghasilkan efek yang memuaskan, hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan (mengganggu) efek yang dicapai respon, semakin lemah pula hubungan stimulus dan respon tersebut.

Percobaan yang dilakukan berulang-ulang maka akan terlihat beberapa perubahan yaitu :

a Waktu yang diperlukan untuk menyentuh engsel bertambah singkat.

(13)

Objek penelitian di hadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon situasi itu, dalam hal ini objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu reaksi dengan stimulasinya. Ciri-ciri belajar dengan trial and error :

1. Ada motif pendorong aktivitas 2. ada berbagai respon terhadap situasi

3. ada aliminasi respon-respon yang gagal atau salah

4. ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu.

Kemudian menurut Thorndike praktek pendidikan harus dipelajari seara ilmiah. Praktek pendidikan harus dihubungkan dengan proses belajar. Menurutnya mengajar yang baik adalah tahu apa yang hendak diajarkan, artinya tahu materi apa yang akan diberikan, respon apa yang akan diharapkan dan kapan harus memberi hadiah/ reward.

Ada beberapa aturan yang di buat Thorndike berkenaan dengan pengajaran, yaitu:

1. perhatikan situasi murid

2. perhatikan respon apa yang diharapkan dari respon tersebut

3. ciptakan hubungan respon tersebut dengan sengaja, jangan mengharapkan hubungan terjadi dengan sendirinya

4. situasi – situasi lain yang sama jaangan diindahkan sekiranya dapat memutuskan hubungan tersebut

5. bila hendak menciptakan hubungan tertentu jangan membuat hubungan – hubungan lain yang sejenis

6. buat hubungan tersebut sedemikian rupa hingga dapat perbuatan nyata

7. ciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari – hari.

Thorndike mengemukakan beberapa hukum tentang belajar yaitu sebagai berikut :

(14)

a The Law Of Use, yaitu hukum yang menyatakan bahwa hubungan atau koneksi antara stimulus dan respon akan menjadi kuat bila sering digunakan. Dengan kata lain bahwa hubungan antara stimulus dan respon itu akan menjadi kuat semata-mata karena adanya latihan.

b The Law of Disuse, yaitu suatu hukum yang menyatakan bahwa hubungan atau koneksi antara stimulus dan respon akan menjadi lemah bila tidak ada latihan.

Prinsip ini menunjukkan bahwa ulangan merupakan hak yang pertama dalam belajar. Makin sering suatu pelajaran yang diulang makin mantaplah bahan pelajaran tersebut dalam diri siswa. Pada prakteknya tentu diperlukan berbagai variasi, bukan ulangan sembarang ulangan. Dan pengaturan waktu distribusi frekuensi ulangan dapat menentukan hasil belajar.

Contoh : Siswa yang belajar Bahasa Inggris, semakin sering dia menggunakan Bahasa Inggrisnya,maka akan semakin terampil dalam berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Inggris.Tetapi jika tidak digunakan,maka ia tidak akan terampil berkomunikasi dengan Bahasa Inggris.

2. Hukum Akibat (Law of Effect)

Hukum ini juga berisikan 2 hal, yaitu : suatu tindakan/perbuatan yang menghasilkan rasa puas (menyenangkan) akan cenderung diulang, sebaliknya suatu tindakan (perbuatan) menghasilkan rasa tidak puas (tidak menyenangkan) akan cenderung tidak diulang lagi. Hal ini menunjukkan bagaimana pengaruh hasil perbuatan bagi perbuatan itu sendiri. Dalam pendidikan, hukum ini diaplikasikan dalam bentuk hadiah dan hukuman. Hadiah menyebabkan orang cenderung ingin melakukan lagi perbuatan yang menghasilkan hadiah tadi, sebaliknya hukuman cenderung menyebabkan seseorang menghentikan perbuatan, atau tidak mengulangi perbuatan.

Contoh : siswa yang mendapat nilai tinggi akan semakin menyukai pelajaran, namun jika perolehan nilainya, maka siswa akan semakin malas belajar atau malah menghindari pelajaran tersebut.

(15)

Hukum ini menjelaskan tentang kesiapan individu dalam melakukan sesuatu. Yang dimaksud dengan kesiapan adalah kecenderungan untuk bertindak. Agar proses belajar mencapai hasil yang sebaik-baiknya, maka diperlukan adanya kesiapan organisme yang bersangkutan untuk melakukan belajar tersebut. Ada 3 keadaan yang menunjukkan berlakunya hukum ini. Yaitu sebagai berikut :

 Bila pada organisme adanya kesiapan untuk bertindak atau berprilaku, dan bila organisme itu dapat melakukan kesiapan tersebut, maka organisme akan mengalami kepuasan.

 Bila pada organisme ada kesiapan organisme untuk bertindak atau berperilaku, dan organisme tersebut tidak dapat melaksanakan kesiapan tersebut, maka organisme akan mengalami kekecewaan.

 Bila pada organisme tidak ada persiapan untuk bertindak dan organisme itu dipaksa untuk melakukannya maka hal tersebut akan menimbulkan keadaan yang tidak memuaskan.

Contoh : Siswa yang siap ujian, ketika dilakukan ujian, maka ia akan puas, tetapi jika ujiannya ditunda, ia menjadi tidak puas.

Di samping hukum-hukum belajar seperti yang telah dikemukakan di atas, konsep penting dari teori belajar koneksionisme Thorndike adalah yang dinamakan Transfer of Training. Konsep ini menjelaskan bahwa apa yang pernah dipelajari oleh anak sekarang harus dapat digunakan untuk hal lain di masa yang akan datang. Dalam konteks pembelajaran konsep transfer of training merupakan hal yang sangat penting, sebab seandainya konsep ini tidak ada, maka apa yang akan dipelajarai tidak akan bermakna.

(16)

Selain ketiga hukum pokok di atas, Thorndike mengemukakan adanya 5 hukum tambahan, yaitu :

1. Law of Multiple response, yaitu individu mencoba berbagai respon sebelum mendapat respon yang tepat.

2. Law of attitude, yaitu proses belajar dapat berlangsung bila ada kesiapan mental yang positif pada siswa.

3. Law of partial activity, yaitu individu dapat bereaksi secara selektif terhadap kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam situasi tertentu. Individu dapat memilih hal-hal yang pokok dan mendasarkan tingkah lakunya kepada hal-hal yang pokok, dan meninggalkan hal-hal yang kecil. 4. Law of response by analogy, yaitu individu cenderung mempunyai reaksi

yang sama terhadap situasi baru, atau dengan kata lain individu bereaksi terhadap situasi yang mirip dengan situasi yang dihadapinya waktu yang lalu.

5. Law of assciative shifting, yaitu sikap respon yang telah dimiliki individu dapat melekat stimulus baru.

Menurut Thorndike, belajar dapat dilakukan dengan mencoba-coba. Mencoba-coba ini dapat dilakukan manakala seseorang tidak tahu bagaimana harus memberikan respon. Karakteristik belajar secara mencoba-coba adalah sebagai berikut :

a. Adanya motif pada diri seseorang yang mendorong untuk melakukan sesuatu.

b. Seseorang berusaha melakukan berbagai macam respon dalam rangka memenuhi motif-motifnya.

c. Respon-respon yang dirasakan tidak sesuai dengan motifnya akan dihilangkan.

d. Akhirnya, seseorang mendapatkan jenis respon yang paling tepat.

Thorndike juga mengemukakan prinsip-prinsip belajar yaitu :

(17)

b. Apa yang ada pada diri seseorang, baik itu berupa pengalaman, kepercayaan, sikap dan hal-hal lain yang telah ada pada dirinya turut menentukan tercapainya tujuan yang ingin dicapai.

c. Pada diri seseorang sebenarnya terdapat potensi untu mengadakan seleksi terhadap unsur-unsur penting dari yang kurang atau tidak penting hingga akhirnya dapat menentukan respon yang tepat.

d. Orang cenderung memberikan respon yang sama terhadap situasi yang sama.

e. Orang cenderung menghubungkan respon yang ia kuasai dengan situasi tertentu tatkala menyadari bahwa respon yang ia kuasai dengan situasi tersebut mempunyai hubungan.

f. Manakala suatu respon cocok dengan situasinya relatif lebih mudah untuk dipelajari.

6. Teori Belajar Menurut Clark Hull

Hull telah mengembangkan sebuah teori dalam versi behaviorisme. Ia mengatakan bahwa stimulus (S) memengaruhi organisme (O) dan menghasilkan respon (R) itu tergantung pada karakteristik O dan S. Dengan kata lain, Hull telah berminat terhadap studi yang mempelajari variabel intervening yang memengaruhi perilaku seperti dorongan atau keinginan, insentif, penghalang, dan kebiasaan. Teori Hull ini disebut dengan teori mengurangi dorongan (drive reduction theory). Seperti teori-teori behavior yang lain, dalam terori ini, reinforcement merupakan factor utama yang menentukan belajar. Bedanya, dalam Drive Reduction Theory ini, pemenuhan dorongan atau kebutuhan lebih dikurangi dan mempunyai perang yang sangat penting dalam perilaku daripada dalam teori-teori belajar behaviorisme yang lain.

(18)

Salah satu konsep yang paling penting dalam teori Hull adalah hierarki kebiasaan yang kuat bagi sebuah stimulus yang diberikan, sebuah organisme akan dapat merespon dengan sejumlah cara. Seperti sebuah respons yang spesifik mempunyai sebuah kmungkinann yang dapat diubah oleh hadiah dan dipengaruhi oleh berbagai macam variabel lain (seperti halangan). Dalam beberapa bacaan teori tentang Hull ini, hierarki kebiasaan yang kuat menyerupai komponen-komponen teori kognitif.

Clark hull (1943) mengemukakan pula konsep pokok teorinya yang sangat dipengaruhi oleh teori evolusinya Charles Darwin. Bagi Hull, tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena itu, dalam teori Hull, kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Menurut Hull (1943, 1952), kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan (drive), seperti lapar, haus, tidur, hilangnya rasa nyeri, dan sebagainya. Stimulus hampir dikaitkan dengan kebutuhan biologis ini meskipun respons mungkin bermacam-macam bentuknya.

7. Teori Belajar Menurut Albert Bandura (Teori Belajar Sosial)

(19)

Dalam pandangan belajar social, “manusia itu tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak “dipukul” oleh stimulus-stimulus lingkungan.Namun, fungsi psikologis diterangkan sebagai interaksi yang kontinu dan timbal balik dari determinan lingkungan” (Bandura, 1977:11-12).

Teori belajar sosial menekankan, bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang, tidak random; lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya.Suatu perspektif belajar sosial menganalisis hubungan kontinu antara variable-variabel lingkungan, ciri-ciri pribadi, dan perilaku terbuka dan tertutup seseorang.

Konsep-konsep utama teori belajar sosial : a. Pemodelan (Modelling)

Fenomena pemodelan yaitu meniru perilaku orang lain dan pengalaman “vicarious” yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain. Bandura merasa bahwa sebagian besar belajar yang dialami manusia tidak dibentuk dari konsekuensi-konsekuensi melainkan manusia itu belajar dari suatu model.Misalnya, guru olahraga mendemonstrasikan loncat tinggi, kemudian para siswa menirunya. Bandura menyebut ini “no-trial learning” sebab para siswa tidak harus melalui proses pembentukan, tetapi dapat segera menghasilkan respons yang benar.

b. Fase belajar

Menurut Bandura (1977), ada empat fase belajar dari model, yaitu fase perhatian, retensi, reproduksi dan motivasi. Fase-fase belajar adalah seperti pada gambar di bawah ini :

(20)

mengapa banyak siswa meniru pakaian, tata rambut dan sikap-sikap para bintang film, misalnya.

Fase Retensi

Belajar observasional terjadi berdasarkan kontiguitas.Dua kejadian contiguous yang diperlukan ialah perhatian pada penampilan model dan penyajian simbolik dari penampilan itu dalam memori jangka panjang.Bandura mengemukakan bahwa peranan kata-kata, nama-nama, atau bayangan yang kuat yang dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang dimodelkan dalam mempelajari dan mengingat perilaku sangatlah penting. Pengulangan tidak selalu harus terbuka.Pengulangan tertutup dari perilaku yang dipelajari melalui belajar observasional kerap kali dilakukan oleh para mahasiswa calon guru yang mempersiapkan pelajaran mereka yang pertama. Dari guru pamong, mahasiswa sebagai calon guru belajar bagaimana berdiri di muka kelas, bagaimana memberikan pelajaran pendahuluan, menuliskan konsep atau kata-kata baru di papan tulis, memberikan giliran pada siswa-siswa, memberikan rangkuman, dan lain sebagainya.sebelum mahasiswa itu memberikan pelajarannya, dalam pikirannya ia membayangkan persiapan yang telah dibuatnya. Pengulangan tertutup semacam ini menolong mahasiswa itu mengingat unsur-unsur pokok pola perilaku yang harus dikuasai.Pengulangan tertutup ini menolong terbentuknya kesesuaian antara perilaku mahasiswa itu dan perilaku model.

Fase Reproduksi

(21)

penampilan hanya dapat diketahui bila siswa-siswa diminta untuk menampilkan.Itulah sebabnya fase reproduksi diperlukan.

Fase Motivasi

Para siswa akan meniru suatu model sebab mereka merasa bahwa dengan berbuat demikian, mereka akan meningkatkan kemungkinan untuk memperoleh reinforcement.

Dalam kelas, fase motivasi belajar observasional kerap kali terdiri atas pujian atau angka untuk penyesuaian dengan model guru. Para siswa memperhatikan model itu, melakukan latihan dan menampilkannya sebab mereka mengetahui bahwa inilah yang dikuasai guru dan menyenangkan guru.

c. Belajar Vicariuos

Guru-guru dalam kelas selalu menggunakan prinsip belajar vicarious.Bila seorang murid berkelakuan baik dan memuji mereka karena pekerjaan mereka yang baik itu. Anak yang nakal melihat bahwa bekerja memperoleh reinforcement sehingga ia pun kembali bekerja.

d. Pengaturan Sendiri

Bandura berhipotesis bahwa manusia mengamati perilakunya sendiri, mempertimbangkan perilaku itu terhadap kriteria yang disusunnya sendiri, kemudian memberi reinforcement atau hukuman pada dirinya sendiri. Teori belajar sosial mengemukakan bahwa sebagian besar dari kreteria yang kita miliki untuk perilaku kita, kita pelajari dari banyak hal-hal yang lain, seperti model-model dalam dunia sosial kita.

(22)

C. PRINSIP–PRINSIP TEORI-TEORI BELAJAR

Beberapa prinsip yang melandasi teori-teori perilaku antara lain : konsekuensi-konsekuensi, kesegeraan (immediacy) konsekuensi-konsekuensi-konsekuensi, pembentukan (shaping).

1. Konsekuensi-Konsekuensi

Prinsip yang paling penting dari teori-teori belajar perilaku ialah, bahwa perilaku berubah menurut konsekuensi-konsekuensi langsung.Konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan “memperkuat” perilaku, sedangkan langsung.Konsekuensi- konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan “melemahkan” perilaku. Bila seekor tiukus yang lapar menerima butiran makanan waktu ia menekan sebuah papan, tikus itu akan menekan papan itu lebih kerap kali. Tetapi bila tikus itu menerima denyutan listrik, tikus itu akan menekan papan itu makin berkurang, atau berhenti sama sekali. Konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan pada umumnya disebut reinforser, sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut hukuman (punishers).

a. Reinforser-Reinforser

(23)

angka, bintang, atau points yang dapat ditukarkan untuk reinforser-reinforser lainnya).

Kerap kali, yang digunakan di sekolah merupakan hal-hal yang diberikan pada siswa-siswa.Reinforser-reinforser ini disebut reinforser positif, dan berupa pujian, angka, dan bintang.Tetapi, ada kalanya untuk memperkuat perilaku ialah dengan membuat konsekuensi perilaku pelarian dari situasi yang tidak menyenangkan, misalnya, seorang guru dapat membebaskan para siswa dari pekerjaan rumah, jika mereka berbuat baik dalam kelas.Jika pekerjaan rumah diangap siswa sebagai suatu tugas yang tidak menyenangkan, maka bebas dari pekerjaan rumah ini merupakan reinforser.Reinforser-reinforser yang berupa pelarian dari situasi yang tidak menyenangkan disebut reinforser negative.

Suatu prinsip perilaku penting ialah, kegiatan yang kurang diingini dapat ditingkatkan dengan menggabungkannya pada kegiatan-kegiatan yang lebih disenangi atau diingini. Sebagai contoh misalnya, seorang guru berkata pada muridnya “Jika kamu telah selesai mengerjakan soal ini, kamu boleh keluar.” atau “Bersihkan dahulu mejamu, nanti Ibu bacakan cerita.” Kedua contoh ini merupakan contoh-contoh dari suatu prinsip yang dikenal dengan Prinsip Premack (Premack, 1965).

b. Hukuman

Konsekuensi-konsekuensi yang tidak memperkuat perilaku disebut hukuman.Para teoriwan perilaku berbeda pendapat mengenai hukuman ini.Ada yang berpendapat, bahwa hukuman itu hanya temporer, bahwa hukuman menimbulkan sifat menentang atau agresi.Ada pula teoriwan-teoriwan yang tidak setuju dengan pemberian hukuman. Pada umumnya mereka setuju bahwa hukuman itu hendaknya digunakan, bila reinforsemen telah dicoba dan gagal, dan bahwa hukuman diberikan dalam bentuk selunak mungkin, dan hukuman hendaknya selalu digunakan sebagai bagian dari suatu perencanaan yang teliti, tidak dilakukan karena frustasi.

2. Kesegeraan (Immediacy) Konsekuensi-Konsekuensi

(24)

Prinsip kesegeraan konsekuensi-konsekuensi ini penting artinya dalam kelas.Khususnya bagi murid-murid sekolah dasar, pujian yang diberikan segera setelah anak itu melakukan suatu pekerjaan dengan baik, dapat merupakan suatu reinforser yang lebih kuat dari pada angka yang diberikan kemudian.

3. Pembentukan (Shaping)

Selain kesegeraan dari reinforsemen, apa yang akan diberi reinforsemen juga perlu diperhatikan dalam mengajar. Bila guru membimbing siswa menuju pencapaian tujuan dengan memberikan reinforsemen pada langkah-langkah yang menuju pada keberhasilan, maka guru itu menggunakan teknik yang disebut pembentukan.

Istilah pembentukan atau “shaping” digunakan dalam teori-teori belajar perilaku dalam mengajarkan keterampilan-keterampilan baru atau perilaku-perilaku dengan memberikan reinforsemen pada para siswa dalam mendekati perilaku akhir yang diinginkan.

Ringkasan dari langkah-langkah dalam pembentukan perilaku baru adalah sebagai berikut:

 Pilihlah tujuan – buat tujuan itu sekhusus mungkin.

 Tentukan sampai di mana siswa-siswa itu sekarang. Apakah kemampuan-kemampuan mereka?

 Kembangkan satu seri langkah-langkah yang dapat merupakan jenjang untuk membawa mereka dari keadaan mereka sekarang ke tujuan yang telah ditetapkan.

 Berilah umpan balik selama pelajaran berlangsung.

D. PENERAPAN TEORI PERILAKU DALAM SITUASI KELAS

(25)

sekolah itu, ia merasa bahwa mereka dapat melakukan pembagian anngka-angka dengan cukup baik, sehingga ia mengajar kepada mereka cara menghitunng rata-rata pukulan kena (angka total pukulan kena dibagi dengan jumlah kesempatan memukul).

2. Buatlah murid membentuk asosiasi antara stimulasi dan respons. Seorang guru kelas tiga sedang mengajarkan murid-muridnya penulisan judul laporan. Ia meminta murid-muridnyamenuliskan judul pada semua mata pelajaran-matematika, mengarang mengeja, dan ilmu sosial. Ia ingin mereka bereka belajar bahwa, ketika mereka mulai mengerjakan sebuah laporan (stimulasi), mereka harus menuliskan sebuah judul (respons). Seorang guru tingkat sekolah dasar membantu murid-mridnya mempelajari perkalian angka-angka dengan memberikan kepada mereka soal-soal latihan pemeriksaan yang singkat setiap hari. Tujuan guru ini adalah agar mereka mengasolasikan stimulasi “9 x 7 =” dengan respon yang tepat, “63”.

3. Asosiasikanlah aktivitas belajar dan aktivitas di kelas dengan konsekuensi yang menyenangkan. Seorang guru kelas empat memutuskan untuk memulai mata pelajaran memasak dikelasnya setiap hari Jumat, untuk embantu murid-muridnya mempelajari pengukuran. Setelah murid-muridnya ini menyiapkan berbagai bahan resep dengan ukuran-ukuran yang akurat, mereka mulai memasak masakan mereka tersebut. Ms. Kincaid., guru seni tingkat sekolah menengah, sedang membantu murid-muridnya mempelajari tekhnik memahat dan tekhnik membuat kerajinan gelas. Setelah mereka menyelesaikan beberapa proyek kecil, murid-murid ini mampu mengerjakan sebuah proyek yang lebih besar untuk ditempatkan di rumah mereka masing-masing.

(26)

Christo mengatakan, “Jason, kamu bisa menjadi pemimpin barisan saat kembali dari ruang makan siang nanti, karena kamu bertingkah laku sangat baik ketika berjalan dalam barisan dan tidak mendorong.”

5. Perkuatlah kemajuan pembelajaran dan perilaku. Mr Green meminta murid-murid tingkat sekolah lanjutan di kelas bahasa Inggris-nya agar menyimpan portofolio karangan mereka. Secara periodik, is bertemu dengan masing-masing muridnya untuk meninjau hasil kerja mereka dan menunjukkan area-area perbaikan. Hasil dari sesi-sesi perbincangan ini adalah mereka memahami bahwa diri mereka memenag mengalami kemajuan pada keterampilan mengarang. Mr. Leland., guru musik tingkat sekolah dasar, memiliki murid-murid kelas dua yang sedang mengalami kesulitan mempelajari enam lagu yang diprogramkan pada musim semi itu. Mr. Leland membuat sebuah grafik yang mendaftarkan enam lagu tersebut. Ia mengatakan kepada murid-muridnya bahwa, setiap kali mereka mempelajari sebuah lagu, ia akan menempatkan sebuah bintang pada grafik tersebut. Setelah mereka mendapatkan enam bintang, mereka akan mengadakan pesta popcorn di kelas. 6. Jadikanlah “partisipasi murid dalam aktivitas yang dianggap bernilai olehnya”

mensyaratkan “pelaksanaan aktivitas yang dianggap kurang bernilai olehnya”. Alfonso, murid kelas lima, tidak suka menyelesaikan tugas membacanya, namun ia senang menulis cerita dengan menggunakan komputer. Mr. Willet, gurunya, mengatakan kepadanya bahwa ia boleh memiliki waktu ekstra bekerja dengan menggunakan komputer asalkan ia menyelesaikan tugas membacanya. Mrs, Sherrill, guru seni drama tingkat sekolah lanjutan, mengatakan kepada murid-muridnya, bahwa untuk mendapatkan peran dalam pertunjukkan yang diselenggarakan oleh murid-murid kelas dua belas, mereka sedikitnya harus menghadiri 15 dari 20 sesi latihan pertunjukkan tersebut.

E. KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN TEORI-TEORI PERILAKU

Telah diuraikan beberapa teori-teori perilaku. Sebagaimana setiap teori tidak akan pernah sempurna demikian halnya dengan teori-teori peilaku. Di samping kekuatan-kekuatannya ada pula kelemah-kelemahannya.

(27)

Proses-proses belajar yang kurang tampak, seperti pembentukan konsep, belajar dari buku, pemecahan masalah, dan berfikir, sukar untuk diamati secara langsung sehingga kurang diteliti oleh para teoretikus perilaku. Proses – proses ini termasuk ke dalam domain belajar kognitif.

Teori-teori belajar perilaku dan kognitif kerap kali dikemukakan sebagai model-model yang bersaing dan bertentangan.Sebenarnya lebih baik melihat kedua macam teori ini sebagai teori-teori yang menanggapi masalah-masalah yang berbeda, jadi lebih bersifat komplimenter dari pada bersaing.

Teori belajar perilaku ini sangat cocok dalam pemerolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur kecepatan spontanitas, kelenturan daya tahan dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak – anak yang masih membutuhkan peran orang tua.

Namun, penting untuk diketahui bahwa ruang lingkup teori belajar perilaku terbatas. Dengan pengecualian teoritikus – teoritikus sosial, para teoritikus belajar perilaku terutama memusatkan pada perilaku yang tampak. Pandangan teori belajar perilaku ini hanya mengakui adanya stimulus-respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur – unsur yang diamati tersebut. Menurut pandangan teori belajar peilaku, siswa dipandang sebagai pembelajar yang pasif dan kurang memberikan ruang gerak yang bebas untuk siswa dalam mengembangkan potensi dirinya.

(28)

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan tujuan penulisan makalah ini, dapat disimpulkan bahwa:

1) Teori belajar perilaku atau teori belajar behavioristik merupakan teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini merupakan teori belajar yang berdasarkan atas perilaku. Teori belajar ini dikembangkan atas dasar peruabahan perilaku individu yang diberikan stimulus tertentu.

2) Pendapat para ahli yang mengemukakan tentang teori belajar perilaku, yaitu: Ivan P. Pavlov, Edwin Guthrie, Watson, B.F. Skinner, Edward Leer Thorndike, Clark Hull, dan Albert Bandura.

3) Pendapat para ahli mengenai teori belajar perilaku, diantaranya:

a) Ivan P. Pavlov: teori belajar Dari percobaannya tersebut Pavlov menyimpulkan bahwa hampir semua organisme perilakunya terjadi secara refleks dan di batasi oleh rangsangan sederhana.

b) Edwin Guthrie: menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskan oleh Clark dan Hull.

c) Watson: Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan.

d) B.F. Skinner: mengembangkan teori conditioning dengan menggunakan tikus sebagi percobaan. Menurutnya, suatu respons sesungguhnya juga menghasilkan sejumlah konsekuensi yang nantinya akan mempengaruhi tingkah laku manusia. e) Edward Leer Thorndike: proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus

(29)

teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku beberapa binatang antara lain kucing, dan tingkah laku anak-anak dan orang dewasa.

f) Clark Hull: mengembangkan sebuah teori dalam versi behaviorisme. Ia mengatakan bahwa stimulus (S) memengaruhi organisme (O) dan menghasilkan respon (R) itu tergantung pada karakteristik O dan S.

g) Albert Bandura: menambahkan konsep belajar sosial (social learning). Ia mempermasalahkan peranan ganjaran dan hukuman dalam proses belajar. Kaum behaviorisme tradisional menjelaskan bahwa kata-kata yang semula tidak ada maknanya, dipasangkan dengan lambak atau obyek yang punya makna (pelaziman klasik). Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1969). Teori ini menerima sebagian besar prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan efek-efek dari isyarat-isyarat pada perilaku, dan pada proses-proses mental internal. Teori belajar Bandura adalah teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri yang menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain.

4) Beberapa prinsip yang melandasi teori-teori perilaku antara lain : konsekuensi-konsekuensi, kesegeraan (immediacy) konsekuensi-konsekuensi-konsekuensi, pembentukan (shaping).

a. Konsekuensi-Konsekuensi

b. Kesegeraan (Immediacy) Konsekuensi-Konsekuensi c. Pembentukan (Shaping)

5) Penerapan teori belajar perilaku

Yang harus dilakukan pada penerapan teori belajar adalah pastikan semua peserta didik siap untuk belajar, peserta didik membentuk asosiasi antara stimulasi dan respon, dari asosiasi tersebut dibuat menyenangkan, perkuatkanlah perilaku yang diinginkan, perkuatkanla kemajuan pembelajaran dan perilaku, serta meningkatkan partisipasi peserta didik.

6) kelebihan dan kekurangan teori belajar perilaku, antara lain:

(30)

hanya mengakui adanya stimulus-respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur–unsur yang diamati tersebut. Menurut pandangan teori belajar peilaku, siswa dipandang sebagai pembelajar yang pasif dan kurang memberikan ruang gerak yang bebas untuk siswa dalam mengembangkan potensi dirinya.

B. SARAN

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Budhi. 2011. “Pendekatan teori Perilaku Behavior”. http://budhi211social.wordpress.com/ 2011/07/11/pendekatan-teori-perilaku-behavior-theory/.(Jum’at, 19 September 2014).

Dahar, Ratna Wilis. 1988. “Teori-Teori Belajar”. Bandung: Erlangga.

Ibrahim, Hervino. 2012. “Teori Belajar Perilaku”. Mister Phsics Education. http://misterphysicseducation.blogspot.com/2012/11/teori-belajar-perilaku.html. (Jum’at, 19 September 2014).

Prastiwi, Mike. 2009. “ Teori Behavioristik”.

http://mikeprastiwi.blogspot.com/2009/05/teori-behavioristik.html. (Jum’at, 19 September 2014).

Schunk, Dale H., dkk. 2012. “Motivasi dalam Pendidikan Teori, Penelitian, dan Aplikasi. Edisi Ketiga”. Jakarta: Indeks

Referensi

Dokumen terkait

penelitian. Jumlah tim peneliti maksimal tiga orang. f) Tiap pengusul hanya boleh menjadi ketua peneliti pada satu kegiatan dan/atau menjadi anggota pada satu kegiatan di tahun

memprediksikan suatu hal pada ekonomi, statistik dan lain sebagainya, akan lebih baik apabila mencoba berbagai macam metode dan menggunakan data-data yang lebih banyak

Walau bagaimanapun, persoalan yang timbul pada masa kini adalah setakat manakah tahap penguasaan kemahiran berfikir pelajar dan sejauh manakah penerapan kemahiran

Pada parameter represion sebagian besar responden memiliki manajemen stress yang negatif ditunjukkan dari hasil penelitian bahwa sebagian besar responden mengatakan kadang-kadang

Menurut pendapat anda apakah RSUD Parapat merupakan sarana kesehatan yang tepat dalam menangani masalah penyakit yang anda

Dimensi Komunikasi (Communication) ... Penelitian Terdahulu ... Dimensi Impact ... Definisi Operasional ... Populasi dan Sampel... Sumber Data Penelitian... Teknik Pengumpulan

Melihat dari berbagai khasiat serta manfaat yang dihasilkan dari labu kuning tersebut, maka melalui karya tulis yang berjudul “ Pelatihan Pembuatan Klepon Waluh

Kesimpulan secara umum dari pengujian beta dengan menggunakan kuesioner terhadap pelanggan dealer adalah bahwa sistem aplikasi yang dibangun sudah berjalan dengan