• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA PERIODE TAHUN 2000:1 – 2010:12

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA PERIODE TAHUN 2000:1 – 2010:12"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

PERIODE TAHUN 2000:1 – 2010:12

Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai

Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret Surakarta

OLEH:

Ratih Dian Yuniarti

F0107107

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)
(3)
(4)

commit to user PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk :

Ø Mama dan Papa tercita

Ø Kakak ku Mas Fafan & Mbak Ratna

Ø Keponakan ku Aliya

Ø Kluarga besarku

Ø Some one Special for me

Ø Sahabat-sahabat tersayang ku

(5)

commit to user MOTTO

“ sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain”

(Qs.Alam Nasrah : 6)

“… Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…”.

(QS, Ar Ra’d:11)

“Dengan ilmu kehidupan menjadi mudah, dengan seni kehidupan menjadi indah, dan dengan agama kehidupan menjadi terarah dan bermakna”.

(H. A. Mukti Ali)

“Kesuksesan akan diraih oleh orang yang mempunyai kemauan, keyakinan dan semangat untuk menuju hal yang lebih baik dengan diiringi do’a kepada ALLAH SWT, setiap saat”

(6)

commit to user KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala

rahmat, hidayah dan petunjukNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap Perekonomian Indonesia Periode Tahun

2000:1 – 2010:12”.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dan persyaratan mencapai gelar

Sarjana Ekonomi jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga banyak

kekurangan-kekurangan yang terdapat didalamnya, hal ini mengingat terbatasnya

pengetahuan dan kemampuan penulis. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh semua

pihak dalam penyusunan skripsi ini, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan banyak

terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Sutanto, Msi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mengorbankan

waktu dan tenaganya untuk membimbing dan mengarahkan penulis di dalam

penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Wisnu Untoro, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas

Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta atas

(7)

commit to user

5. Mama dan Papa tercinta yang telah mencurahkan segenap kasih sayang, perhatian,

dan cintanya dengan tulus serta segala pengorbanannya demi masa depan dan

kebahagianku.

6. Kakak ku Mas Fafan dan Mbak Ratna yang telah memberikan dukungan, harapan,

semangat dan doa.

7. Teman dekat special ku yang selalu memberikan dukungan, kasih saying, waktu,

bantuannya dan perhatiannya setiap saat selama ini.

8. Sahabat-sahabat satu angkatan di Fakultas Ekonmi Pembangunan Istrini, Khurul,

Reni, Mutmainah, Nastiti, Anind, Sesilia dan semuanya yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu yang selalu menyemangati dan membantu penulis hingga

penulis menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh kakak senior dan adik-adik angkatan di FE-UNS yang telah memberikan

wadah pergaulan bagi penulis.

10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu

dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan penulis

terima dengan senang hati. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat berguna bagi siapa

saja yang telah membacanya dan dapat mengambil manfaat atas apa yang baik dan

berguna dalam skripsi ini.

Surakarta, Desember 2011

(8)

commit to user DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL….……….. i

ABSTRAK……….…….……….... ii

HALAMAN PERSETUJUAN……..………. iv

HALAMAN PENGESAHAN…..……….. v

HALAMAN PERSEMBAHAN.………. vi

HALAMAN MOTTO...………. vii

KATA PENGANTAR.……….………... viii

DAFTAR ISI……… x

DAFTAR TABEL……… xiv

DAFTAR GAMBAR………... xv

DAFTAR LAMPIRAN……… xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Perumusan Masalah……… 12

C. Tujuan Penelitian……… 12

D. Manfaat Penelitian………. 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Moneter……… 14

1. Pengertian Kebijakan Moneter……… 14

2. Kerangka Operasional Kebijakan Moneter………. 16

3. Instrumen Kebijakan Moneter……… 17

4. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter………... 18

(9)

commit to user

6. Kebijakan Moneter Inflation Targeting……….. 20

B. Tingkat Inflasi……… 24

1. Pengertian Inflasi………. 24

2. Jenis-jenis Inflasi………. 25

3. Macam-macam Inflasi………. 26

4. Tinjauan Teori Tentang Inflasi……… 29

5. Akibat Buruk Inflasi……… 34

6. Cara Mencegah Inflasi………. 37

C. Jumlah Uang Beredar……… 38

D. Nilai Tukar atau Kurs……… 40

1. Pengertian Nilai Tukar Atau Kurs……….. 40

2. Sistem Nilai Tukar……….. 41

3. Teori Nilai Tukar Atau Kurs……… 43

E. Pengaruh Kurs Terhadap Jumlah Uang Beredar……… 46

F. Tingkat Suku Bunga SBI……… 46

G. Pertumbuhan Ekonomi……… 48

1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi……… 48

2. Karakteristik Pertumbuhan Ekonomi……… 51

3. Tahap-tahap Pertumbuhan Ekonomi W.W. Rostow………. 54

4. Faktor-faktor Penenentu Pertumbuhan Ekonomi………. 55

H. Penelitian Sebelumnya………... 59

I. Kerangka Teoritis……….. 61

J. Hipotesis……… 63

(10)

commit to user

B. Jenis dan Sumber Data……….. 64

C. Teknik Pengumpulan Data……… 66

D. Devinisi Operasional Variabel……….. 66

1. Variabel Dependen……….. 66

2. Variabel Independen………... 67

E. Metode Analisis……… 69

1. Seleksi Model Empirik……… 70

a. Uji MWD Test………... 70

b. Uji Stasioneritas……… 73

F. Analisis Ekonometrika……….. 74

1. Analisis Error Correction Model……… 74

2. Uji Asumsi Klasik……… 79

3. Uji Statistik……….. 81

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Perkembangan Variabel……… 84

1. Perkembangan Tingkat Inflasi……… 84

2. Perkembangan Jumlah Uang Beredar………. 86

3. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar (Kurs)……. 87

4. Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI……… 89

5. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi……… 90

B. Analisis Data……….. 92

C. Data Empirik Penelitian………. 93

D. Model Analisis………... 96

E. Hasil Analisis Data……… 97

(11)

commit to user

2. Uji Stasioner……… 98

3. Uji Kointegrasi……… 100

4. Estimasi Model Koreksi Kesalahan (ECM)……… 102

5. Uji Statistik………. 104

6. Uji Asumsi Klasik……… 110

7. Interpretasi Hasil Analisis dengan Pendekatan Error Crection Model (ECM)………... 113

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan……… 118

B. Saran……….. 119

(12)

commit to user DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Inflasi Bulanan Indonesia Tahun 2000:1 – 2010:12……… 4

1.2 Jumlah Uang Beredar Tahun 2000:1 – 2010:12……….. 5

1.3 Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar Tahun 2000:1 – 2010:12…………. 6

1.4 Suku Bunga SBI Tahun 2000:1 – 2010:12……… 8

1.5 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2000:1 – 2010:12………. 10

4.1 Tingkat Inflasi Bulanan Tahun 2000 – 2010………... 85

4.2 Jumlah Uang Beredar Bulanan Tahun 2000 – 2010………. 87

4.3 Nilai Tukar Rupiah Secara Bulanan 2000 – 2010……… 89

4.4 Suku Bunga SBI Bulanan Pada Tahun 2000 – 2010……… 90

4.5 Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun 2000 – 2010……... 92

4.6 Data Empirik Penelitian………. 94

4.7 Hasil Uji MWD Test………. 97

4.8 Hasil Uji MWD Test Model Log Linier……… 98

4.9 Nilai Uji Stasioner Dengan Metode DF dan ADF pada Ordo 0[1(0)]………. 99

4.10 Nilai Uji Stasioner Dengan Metode DF dan ADF pada Ordo 1[1(1)]………. 100

4.11 Uji Kointegrasi……….. 101

4.12 Nilai Uji Kointegrasi Dengan Metode DF dan ADF pada Ordo 1[1(1)]……. 101

4.13 Hasil Estimasi Dengan ECM……… 103

4.14 Hasil Uji t……… 105

4.15 Hasil Uji Koutsoyiannis Dengan Mendeteksi Multikolinearitas……….. 110

4.16 Hasil Uji LM ARCH Untuk Mendeteksi Heterokedastisitas……….. 111

(13)

commit to user DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kurva Demand Inflation………... 27

2.2 Kurva Cost Inflation………... 28

2.3 Kerangka Teoritis……… 61

3.1 Kurva Uji-t……….. 81

(14)

commit to user DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Penelitian

Lampiran 2 Uji MWD Test Dengan Linier

Lampiran 3 Uji MWD Test Dengan Log Linier

Lampiran 4 Uji Akar Unit

Lampiran 5 Uji Derajat Integrasi

Lampiran 6 Uji Kointegrasi

Lampiran 7 Hasil ECM

Lampiran 8 Uji Koutsoyiannis

Lampiran 9 Hasil Uji LM ARCH

(15)

commit to user ABSTRAK

“PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

PERIODE TAHUN 2000:1 – 2010:12”

Oleh:

Nama : Ratih Dian Yuniarti

Nim: F0107107

Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia menuntut berbagai prasyarat untuk mencapai keberhasilannya. Salah satunya adalah keterlibatan sektor moneter dan perbankan, yang merupakan salah satu unsur penting dalam proses pembangunan tersebut. Kebijakan moneter dan perbankan sering dipandang mempunyai kekuatan yang lebih dari apa yang secara efektif dapat dicapai dengan kebijakan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh inflasi, kurs, JUB, tingkat suku bunga SBI terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Data yang digunakan adalah deret waktu (time series) mulai bulan Januari 2000-Desember 2010. Alat analisisnya adalah model ECM (Eror Corection Model), dimana pertumbuhan ekonomi sebagai variabel dependen dan Inflasi, Kurs, tingkat suku bunga SBI, dan JUB sebagai variabel independen. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Inflasi berpengaruh negatif, Kurs berpengaruh negatif, JUB berpengaruh negatif, dan tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi baik jangka panjang maupun jangka pendek.

Hasil dari penelitian berdasarkan uji ECM (Error correction model) menunjukkan bahwa inflasi untuk jangka pendek memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan koefisien sebesar 0,005236, sedangkan dalam jangka panjang mempunyai pengaruh negatif dan signifikan dengan koefisien sebesar -0,123432. Variabel Kurs jangka pendek mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan dengan koefisien sebesar 0,015941, sedangkan dalam jangka panjang mempunyai pengaruh negatif dan signifikan dengan koefisien sebesar –0,220831. Variabel JUB menunjukkan untuk jangka pendek mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan sebesar 0,099450 sedangkan untuk jangka panjang mempunyai pengaruh negatif dan signifikan dengan koefisien sebesar -0,116815. Variabel SBI untuk jangka pendek mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan dengan koefisien sebesar -0,007500 dan dalam jangka panjang mempunyai pengaruh negatif dan signifikan dengan koefisien sebesar –0,131339.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka terdapat beberapa saran yang diajukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yaitu kebijakan moneter dapat menekan laju inflasi melalui kebijakan stabilisasi harga, jumlah uang beredar yang sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian dan tidak berlebihan, nilai tukar yang stabil dan kompetitif, menjaga tingkat suku bunga SBI rendah agar mampu ditransmisikan dalam penurunan suku bunga kredit, serta landasan perekonomian yang kuat agar bisa mendukung terjadinya pertumbuhan ekonomi yang memadahi.

(16)

commit to user ABSTRACT

“EFFECT OF MONETARY POLICY ECONOMIC GROWTH IN INDONESIA

PERIOD 2000:1 – 2010:12”

By:

Name : Ratih Dian Yuniarti

Nim: F0107107

Economic development that has lasted quite long in Indonesia requires a variety of prerequisites for achieving success. One is the involvement of the monetary and banking sector, which is one important element in the development process. Monetary and banking policy is often considered to have more power than what can be achieved effectively with these policies.

This study aims to determine the presence or absence of the effect of inflation, exchange rate, JUB, SBI interest rate of economic growth in Indonesia. The data used are time series (time series) starting in January 2000 – December 2010. Analysis tool is a model ECM (Error Correction Models), where economic growth as the dependent variable and inflation , exchange rate, interest rate of SBI, and JUB as independent variable. The hypothesis proposed in this study are as follows : the negatie effect inflation, exchange rate have a negative influence, JUB negative affect, and interest rates negtively affect economic growth in both long and short term.

Result of research based on test ECM (Error Correction Model) shows that inflation in the short term have a positive and significant impact on economic growth with a coefficient of 0.005236, where as in the long run have a negative and significants influence with the coeficient of -0.123432. Short term exchange rate variable has a positive influence and not significant influence with coefficient of 0.015941, whereas in the long run have a negative and significant influence with the coefficient of -0.220831. variable JUB show for thw short term and do not have a significant positive influence of 0.099450 while for the long term have a negative and significant influence with the coefficient of -0.007500 and in the long run have a negative and significant influence with the coefficient of -0131339.

Based on the results of research that has been done, then there is some suggestion that proposed to increase the economic growth of monetary policy to curb inflation through price stabilization policy, the money supply according to the real needs of the economiy and not excessive, the exchange rate stable and competitive, keeping SBI interest rates low in order to be able tobe transmittedin a reduction in lending rates strong economic base in order to support the occurrence of the propereconomic growth.

(17)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu titik awal kelahiran ilmu ekonomi makro adalah adanya permasalahan

ekonomi jangka pendek yang tidak dapat diatasi oleh teori ekonomi klasik. Masalah jangka

pendek ekonomi tersebut yaitu inflasi, pengangguran dan neraca pembayaran. Munculnya

ekonomi makro dimulai dengan terjadinya depresi ekonomi Amerika Serikat pada tahun

1929. Depresi merupakan suatu malapetaka yang terjadi dalam ekonomi di mana kegiatan

produksi terhenti akibat adanya inflasi yang tinggi dan pada saat yang sama terjadi

pengangguran yang tinggi pula.

Dalam literatur ekonomi, peran kebijakan moneter dalam kebijakan stabilisasi

perekonomian telah lama menjadi perdebatan diantara ekonom. Perbedaan ini dapat

dilihat dari diskusi antara Keynesian yang lebih menekankan pada pentingnya peran

kebijakan fiskal dibandingkan dengan moneter. Friedman and Schwartz berpendapat

bahwa terjadinya Great Depression di Amerika Serikat pada tahun 1930-an

membuktikan peran uang bagi perekonomian. Mereka mengatakan bahwa kegagalan

Federal Reserve sebagai Bank Sentral dalam mencegah ambruknya sistem perbankan,

telah menyebabkan menurunnya jumlah uang beredar dari akhir tahun 1930 sampai

1933. Turunnya jumlah uang beredar ini merupakan penyebab utama makin seriusnya

resesi pada waktu itu atau dengan kata lain money does matter (Safuan S, dan Irawan

F, 2005).

Dewasa ini, semakin banyak bank sentral telah menerapkan kebijakan moneter

yang lebih memfokuskan kepada sasaran tunggal, yaitu stabilitas harga. Strategi

(18)

commit to user

akhir tersebut juga berbeda – beda tergantung pada kondisi perekonomian yang

bersangkutan dan mekanisme transmisi moneter yang diyakini.

Banyak negara dunia berkembang, yang umumnya memiliki tingkat

kesejahteraan rakyat yang relatif masih rendah, mempertinggi tingkat pertumbuhan

ekonomi memang sangat mutlak diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang

ekonomi dari negara-negara industri maju. Oleh karena masih relatif lemahnya

kemampuan partisipasi swasta domestik dalam pembangunan ekonomi,

mengharuskan pemerintah untuk mengambil peran sebagai motor penggerak

pembangunan ekonomi nasional.

Terjadinya krisis pada tahun 1997 tidak saja melemahkan perbankan nasional

tetapi juga menyeret perekonomian ke dalam pertumbuhan ekonomi yang begitu

lambat. Tidak sedikit bank-bank yang secara finansial tutup akibat krisis moneter,

krisis moneter setidaknya berdampak langsung terhadap permintaan uang.

Salah satu penyebab krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia adalah proses

integrasi perekonomian Indonesia kedalam perekonomian global yang berlangsung

cepat. Faktor lain yang juga berperan menciptakan krisis tersebut adalah kelemahan

fundamental mikro ekonomi yang tercermin dari kerentanan (fragility) sektor

keuangan nasional, khususnya perbankan. Salah satu krisis keuangan tersebut adalah

gejolak nilai tukar yang telah menimbulkan berbagai kesulitan ekonomi yang sangat

parah. Pada kuartal pertama tahun 1998, kegiatan ekonomi mengalami kontraksi

sebesar 12% per tahun sebagai akibat banyaknya perusahaan yang mengurangi

aktivitas atau bahkan menghentikan produksinya. Laju inflasi juga melambung tinggi,

yakni 69,1% dalam periode Januari-Agustus 1998 lalu. Tingginya laju inflasi

(19)

commit to user

Tugas dan tujuan Bank Indonesia sebagai bank sentral Republik Indonesia

yang diatur jelas di UU No. 23 Tahun 1999 kemudian diubah menjadi UU No. 3

tahun 2004. Tujuan Bank Indonesia yaitu untuk mencapai dan memelihara kestabilan

rupiah yang dimaksudkan adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa

diukur pada perkembangan inflasi, serta terhadap mata uang negara lain tercermin

pada perkembangan nilai tukar rupiah (kurs) terhadap mata uang negara lain.

Kestabilan nilai rupiah sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang

berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan, sesuai dengan undang – undang Bank Indonesia mempunyai

tugas menetapkan dan melaksanakan kebiajakn moneter, mengatur dan menjaga

kelancaran system pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank (Bank

Indonesia).

Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral dalam bentuk

pengendalian besaran moneter dan suku bunga untuk mencapai perkembangan

kegiatan. Perkembangan perekonomian suatu negara dapat dikatakan sedang

meningkat atau menurun berdasarkan beberapa indikator dasar makro ekonominya

diantaranya suku bunga, jumlah uang beredar, inflasi, nilai tukar dan pengangguran.

Bank Indonesia sebagai lembaga otoritas moneter melakukan upaya stabilisasi

melalui instrumen suku bunga SBI, penetapan SBI dilakukan untuk mengendalikan

jumlah uang beredar. Ketika jumlah uang yang beredar di masyarakat terlalu banyak

maka akan menyebabkan terjadinya inflasi.

Inflasi (inflation) adalah gejala yang menunjukkan kenaikan tingkat harga

umum yang berlangsung terus menerus. Dari pengertian tersebut maka apabila terjadi

kenaikan harga hanya bersifat sementara, maka kenaikan harga yang sementara

(20)

commit to user

menghadapi permasalahan inflasi ini. Oleh karena itu, tingkat inflasi yang terjadi

dalam suatu negara merupakan salah satu ukuran untuk mengukur baik buruknya

masalah ekonomi yang dihadapi suatu negara.

Bagi Indonesia, laju inflasi yang tinggi memiliki potensi untuk mengganggu

stabilitas dan kredibilitas mata uang rupiah. Dari sudut pandang stabilitas ekonomi,

tingginya laju inflasi suatu negara dapat menimbulkan gangguan pasar, yaitu

lemahnya permintaan dan pada akhirnya menurunkan pertumbuhan ekonomi. Bagi

konsumen, tingginya laju inflasi mengakibatkan daya beli mereka melemah, sehingga

menyebabkan tingkat konsumsinya menurun. Tingginya inflasi juga menjadikan daya

saing produk di pasar internasional menjadi lemah (Suseno, 1997).

Tabel 1.1

Inflasi Bulanan Indonesia Tahun 2000;1 – 2010;12

Sumber Sumber: Bank Indonesia (2011)

Inflasi yang tinggi mencerminkan ketidakstabilan harga, hal ini tentu saja

mengurangi daya beli masyarakat. Ketika inflasi terjadi jumlah uang yang beredar

meningkat hal ini akan berdampak pada terdepresiasinya nilai tukar.

Pada saat krisis terjadinya peningkatan jumlah uang yang cukup pesat,

peningkatan keinginan masyarakat untuk memegang uang tunai disebabkan hilangnya

(21)

commit to user

kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan yang ada dengan terjadinya rush

(pengambilan uang besar – besaran secara serentak oleh masyarakat) diberbagai bank

diseluruh Indonesia, sedangkan kenaikan uang yang beredar dalam arti luas yaitu

uang giral dan uang kuasi (M2) terjadi karena peningkatan uang kuasi yang terdiri

dari simpanan rupiah dan simpanan valuta asing (Darmansyah, 2005).

Tabel 1.2

Jumlah Uang Beredar Tahun 2000;1 – 2010;12

BULAN 2000 2001 2002 2003 2004 2005

JANUARI 650,597 738,731 838,022 873,683 939,143 1,017,491

FEBRUARI 653,334 755,898 837,160 881,215 927,053 1,014,376

MARET 656,451 766,812 831,411 877,776 927,302 1,022,703

APRIL 665,651 792,227 828,278 882,808 928,584 1,046,656

MEI 683,477 788,320 833,084 893,029 951,848 1,049,516

JUNI 684,335 796,440 838,635 894,213 973,398 1,076,526

JULI 689,935 771,135 852,718 901,389 974,097 1,092,206

AGUSTUS 685,602 774,037 856,835 905,498 982,669 1,119,102

SEPTEMBER 686,453 783,104 859,706 911,224 988,173 1,154,053

OKTOBER 707,447 808,514 863,010 926,325 998,167 1,168,842

NOVEMBER 720,261 821,691 870,046 944,647 1,001,586 1,169,085 DESEMBER 747,028 844,053 883,908 955,692 1,033,877 1,202,762

BULAN 2006 2007 2008 2009 2010

JANUARI 1,194,939 1,367,957 1,596,565 1,874,145 2,073,860

FEBRUARI 1,197,772 1,369,243 1,603,750 1,900,208 2,066,481

MARET 1,198,748 1,379,237 1,594,390 1,916,752 2,112,083

APRIL 1,197,122 1,385,715 1,611,691 1,912,623 2,116,024

MEI 1,241,865 1,396,067 1,641,733 1,927,070 2,143,234

JUNI 1,257,785 1,454,577 1,703,381 1,977,532 2,231,144

JULI 1,252,816 1,474,769 1,686,050 1,960,950 2,217,589

AGUSTUS 1,274,084 1,493,050 1,682,811 1,995,294 2,236,459

SEPTEMBER 1,294,744 1,516,884 1,778,139 2,018,510 2,274,955

OKTOBER 1,329,425 1,533,846 1,812,490 2,021,517 2,308,846

NOVEMBER 1,341,940 1,559,570 1,851,023 2,062,206 2,347,807 DESEMBER 1,382,493 1,649,662 1,895,839 2,141,384 2,471,206 Sumber : Bank Indonesia (2011)

Pengalaman menunjukkan bahwa jumlah uang beredar diluar kendali dapat

menimbulkan konsekuensi atau pengaruh yang buruk bagi perekonomian secara

(22)

commit to user

jumlah uang beredar tersebut antara lain dapat dilihat pada kurang terkendalinya

perkembangan variabel – variabel ekonomi utama, yaitu tingkat produksi (output) dan

harga. Peningkatan jumlah uang beredar yang berlebihan dapat mendorong

peningkatan harga melebihi tingkat yang diharapkan sehingga dalam jangka panjang

dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, apabila peningkatan jumlah

uang beredar rendah maka kelesuan ekonomi akan terjadi.

Tabel 1.3

Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar Tahun 2000;1 – 2010;12

BULAN 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Jan 7,425 9,450 10,320 8,876 8,441 9,165 9,395 9,090 9,291 11,355 9,365

Feb 7,505 9,835 10,189 8,905 8,447 9,260 9,230 9,160 9,051 11,980 9,335

Mart 7,590 10,400 9,655 8,908 8,587 9,480 9,075 9,118 9,217 11,575 9,115

April 7,945 11,675 9,316 8,675 8,661 9,570 8,775 9,083 9,234 10,713 9,012

Mei 8,620 11,058 8,785 8,279 9,210 9,495 9,220 8,828 9,318 10,340 9,180

Juni 8,735 11,440 8,730 8,285 9,415 9,713 9,300 9,054 9,225 10,225 9,083

Juli 9,003 9,525 9,108 8,505 9,168 9,819 9,070 9,186 9,118 9,920 8,952

Agus 8,290 8,865 8,867 8,535 9,328 10,240 9,100 9,410 9,153 10,060 9,041

Sept 8,780 9,675 9,015 8,389 9,170 10,310 9,235 9,137 9,378 9,681 8,924

Okt 9,395 10,435 9,233 8,495 9,090 10,090 9,110 9,103 10,995 9,545 8,928

Nov 9,530 10,430 8,976 8,537 9,018 10,035 9,165 9,376 12,151 9,480 9,013

Des 9,595 10,400 8,940 8,465 9,290 9,830 9,020 9,419 10,950 9,400 8,991

Sumber : Bank Indonesia (2011)

Nilai tukar Rupiah selalu mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, pada saat

sebelum krisis yaitu dari tahun 1993-1996, nilai tukar Rupiah berada pada kisaran

2.110–2.383 Rupiah per US Dollar. Ketika terjadi krisis ekonomi yang melanda

kawasan Asia pada pertengahan 1997 perekonomian Indonesia terkena dampak

negatifnya. Krisis ekonomi yang terjadi di Asia ini diawali dengan melemahnya Bath

Thailand yang melahirkan contagion-effect (efek menular ke negara lain) dan

menyebabkan krisis mata uang yang merambat ke negara Asia lainnya termasuk

Indonesia.

Krisis mata uang yang melanda Indonesia ditandai dengan melemahnya mata

(23)

commit to user

2.450 Rupiah per US Dollar pada bulan Juni 1997 mengalami depresiasi secara terus

menerus hingga pada akhir tahun 1997 mencapai 4.650 Rupiah per US Dollar. Dalam

menahan laju nilai tukar Rupiah, pada tanggal 14 Agustus 1997 pemerintah melepas

sistem kurs mengambang terkendali (managed floating system) dan menerapkan

sistem kurs mengambang bebas (free floating system). Namun memasuki tahun 1998

kondisi nilai tukar Rupiah semakin parah dan puncaknya mencapai 14.850 Rupiah per

US Dollar pada Juni 1998.

Untuk meredam melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar dan tingkat

inflasi yang tinggi, bank sentral meningkatkan tingkat suku bunga SBI yang pada

bulan November 1998 menyentuh angka 61 persen per tiga bulan. Langkah ini disatu

sisi memang berhasil menurunkan laju inflasi dari 77,63 persen pada tahun 1998

menjadi 2 persen pada akhir tahun 1999. Namun di sisi lain keadaan ini berdampak

buruk pada tingkat investasi di Indonesia, pada tahun 1997 pelarian arus modal keluar

mencapai 3,5 milyar Dollar, sementara pada tahun 1998 dan 1999 masing-masing

(24)

commit to user Tabel 1.4

Suku Bunga SBI Tahun 2000;1 – 2010;12

BULAN 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Krisis ekonomi dan moneter yang dialami Indonesia telah memberikan

pelajaran berharga pada peran yang seharusnya dilakukan oleh Bank Sentral dalam

perekonomian dan status kelembagaanya dalam suatu negara. Pembangunan ekonomi

yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia menuntut berbagai prasyarat untuk

mencapai keberhasilannya. Salah satunya adalah keterlibatan sektor moneter dan

perbankan, yang merupakan salah satu unsur penting dalam proses pembangunan

tersebut. Disatu sisi hal ini dapat dipahami mengingat sektor moneter dan perbankan

memang mempunyai fungsi yang mampu memberi pelayanan pada bekerjanya sektor

riil, baik kegiatan investasi, produksi, distribusi maupun konsumsi.

Di Indonesia, pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas

manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan

pemanfaatan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan

tantangan perkembangan global. Pembangunan yang terpusat dan tidak merata yang

dilaksanakan selama ini ternyata hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi serta

(25)

commit to user

Fundamental pembangunan ekonomi yang rapuh, penyelenggaraan negara yang

sangat birokatis dan cenderung korup serta tidak demokratis, telah menyebabkan

krisis yang mengancam kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Karena itu

reformasi disegala bidang dilakukan untuk bangkit kembali dan memperteguh

kepercayaan diri atas paradigma baru Indonesia masa depan.

Sumber – sumber ekonomi yang strategis dan dominan tergantung pada faktor

nonfisik dan faktor – faktor manajemen yang mempengaruhi penggunaan

sumber-sumber dominan untuk pertumbuhan yang kualitasnya cukup banyak serta dengan

kualitas cukup tinggi, tetapi bila manajemen penggunaannya tidak menunjang maka

laju pertumbuhan ekonomi akan rendah. Pertumbuhan ekonomi melibatkan perubahan

faktor – faktor permintaan yaitu perubahan permintaan agregatif akan menyebabkan

perubahan alokasi sumber – sumber daya dalam perekonomian. Mekanisme

perubahan alokatif harus terjadi dengan cepat dan bebas agar kenaikan kapasitas

produksi dapat direalisasi. Dalam proses pertumbuhan ekonomi berupa sektor atau

industri mengalami penciutan atau perluasan secara lambat , pergeseran atau

perpindahan sumber daya dari sektor yang satu ke sektor yang lain harus dijamin

mekanismenya, terjadinya mungkin sebagian besar melalui mekanisme pasar

sehingga pemanfaatan atau penggunaan sumber daya dalam pertumbuhan ekonomi

dapat dilaksanakan secara efisien (Jhingan, 2000).

Perekonomian yang stabil akan lebih disukai dibandingkan perekonomian

yang mengalami gejolak. Kestabilan menjadi penting karena kondisi yang stabil akan

menciptakan suasana yang kondusif untuk perkembangan dunia usaha. Perkembangan

dunia uasaha membuka pintu kesempatan kerja. Kesempatan kerja adalah banyaknya

orang yang bekerja pada berbagai sektor perekonomian. Baik sektor pertanian,

(26)

commit to user

1999). Kesempatan kerja atau permintaan kerja merupakan permintaan turunan

(derived demand) dari permintaan konsumen dari produk barang atau jasa yang

dihasilkan oleh suatu unit usaha. Sehingga permintaan tenaga kerja terkait dengan

permintaan barang dari unit usaha tersebut.

Tabel 1.5

Pertumbuhan Ekonomi Indonesi Pada Tahun 2000;1 – 2010;12

BULAN 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Oleh karena itu, pembahasan maupun perumusan kebijakan moneter

perbankan harus senantiasa ditempatkan pada konteksnya sebagai bagian dari

kebijakan ekonomi nasional. Pemahaman ini menjadi semakin penting dalam

kaitannya dengan arah kebijakan nasional kita dewasa ini yang diarahkan pada upaya

pemulihan ekonomi pasca krisis dengan menitikberatkan pada program stabilisasi dan

reformasi ekonomi.

Dengan melihat strategisnya peran perbankan dalam perekonomian maka

upaya memperbaiki dan memperkuat sektor keuangan, khususnya perbankan, menjadi

sangat penting. Sektor perbankan memiliki peranan yang penting dalam proses

kebangkitan (recovery) perekonomian secara keseluruhan. Melalui pendekatan yang

komprehensif, telah dibuktikan bahwa restrukturisasi perbankan telah memberikan

(27)

commit to user

Hal ini dapat terjadi karena pemulihan fungsi intermediasi perbankan secara efektif

meningkatkan kembali mobilisasi dana, merealokasi sumber keuangan secara lebih

efisien dan mendorong penurunan tingkat bunga, sehingga pada akhirnya memacu

pertumbuhan ekonomi kita.

Disamping itu Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan

memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No.

3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan

nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang

tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank

Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran

utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem

nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat

penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank

Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai

tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.

Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk

melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti

uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi

yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran

moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka

di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan

cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. (Bank Indonesia ).

Sehubungan uraian diatas, maka penulis ingin menelitai berbagai pengaruh

kebijakan moneter untuk dapat menstabilkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang

(28)

commit to user

menggunakan metode analisis ECM. Maka penelitian ini diberi judul “Pengaruh

Kebijakan Moneter Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode

Tahun 2000:1 -2010:12 ”.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh Inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam

jangka pendek dan jangka panjang ?

2. Bagaimana pengaruh nilai kurs terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia

dalam jangka pendek dan jangka panjang ?

3. Bagaimana pengaruh Jumlah Uang Beredar terhadap pertumbuhan ekonomi di

Indonesi dalam jangka pendek dan jangka panjang ?

4. Bagaimana pengaruh tingkat suku bunga SBI terhadap pertumbuhan ekonomi di

Indonesi dalam jangka pendek dan jangka panjang ?

C. Tujuan Penelitian

1. Dapat mengetahui pengaruh dari Inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi di

Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.

2. Dapat mengetahui pengaruh dari nilai kurs terhadap pertumbuhan ekonomi di

Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.

3. Dapat mengetahui dari pengaruh tingkat suku bunga SBI terhadap pertumbuhan

ekonomi di Indonesi dalam jangka pendek dan jangka panjang.

4. Dapat mengetahui pengaruh dari Jumlah Uang Beredar terhadap pertumbuhan

ekonomi di Indonesi dalam jangka pendek dan jangka panjang.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh kebijakan moneter terhadap

pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.

(29)

commit to user

memberikan tambahan pengetahuan, terutama dalam mengaplikasikan ilmu yang

telah penulis dapatkan. Untuk pihak-pihak lain yang berkepentingan, penelitian ini

diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan bagi

(30)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebijakan Moneter

1. Pengertian Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank

sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai

perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Dalam praktek,

perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan tersebut adalah stabilitas

ekonomi makro yang antara lain dicerminkan oleh stabilitas harga (rendahnya laju

inflasi), membaiknya perkembangan output riil (pertumbuhan ekonomi), serta

cukup luasnya lapangan atau kesempatan kerjayang tersedia.

Kebijakan moneter yang disebutkan diatas merupakan bagian integral dari

kebijakan ekonomi makro, yang pada umumnya dilakukan dengan

mempertimbangkan siklus kegiatan ekonomi, sifat perekonomian suatu negara

tertutup atau terbuka, serta faktor – faktor fundamental ekonomi lainnya. Dalam

pelaksanaannya, strategi kebijakan moneter dilakukan berbeda – beda dari suatu

negara dengan negara lain, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan

mekanisme transmisi yang diyakini berlaku pada perekonomian yang

bersangkutan.

Menurut Sadono Sukirno (2006), kebijakan moneter merupakan langkah –

langkah pemerintah yang dilakukan oleh Bank Sentral ( di Indonesia Bank

Sentralnya adalah Bank Indonesia) untuk mempengaruhi (mengubah) penawaran

yang dalam perekonomian atau mengubah suku bunga, dengan maksud untuk

(31)

commit to user

agregat adalah penanaman modal (investasi) oleh perusahaan – perusahaan. Suku

bunga yang tinggi akan mengurangi penanaman modal dan apabila suku bunga

rendah lebih banyak penawaran modal akan dilakukan. Dengan demikian salah

satu cara yang dapat dijalankan pemerintah untuk mempengaruhi pengeluaran

agregat adalah dengan mempengaruhi penanaman modal. Apabila pengangguran

berlaku dalam perekonomian, pengeluaran agregat perlu ditambah untuk

mengurangi pengangguran. Menurunkan suku bunga untuk menggalakkan

pertambahan penanaman modal adalah salah satu cara untuk mencapai tujuan

tersebut. Tujuan ini dapat dicapai pemerintah dengan menjalankan kebijakan

moneter.

Dalam kajian literatur ada dua jenis kebijakan moneter, yaitu kebijakan

moneter ekspansif dan kebijakan moneter kontraktif. Kebijakan moneter ekspansif

adalah kebijakan yang ditujukan untuk mendorong kegiatan ekonomi antara lain

dengan menambah jumlah uang beredar, sedangkan kebijakan moneter kontraktif

ditujukan untuk memperlambat kegiatan ekonomi antara lain dilakukan dengan

mengurangi jumlah uang beredar (Sadono Sukirno; 2006).

Kebijakan moneter sebagai salah satu dari kebijakan ekonomi makro pada

umumnya diterapkan sejalan dengan business cycle “siklus kegiatan ekonomi’’.

Dalam hal ini, kebijakan moneter yang diterapkan pada kondisi dimana

perekonomian sedang mengalami boom ‘perkembangan yang sangat pesat, tentu

berbeda dengan kebijakan moneter yang diterapkan pada kondisi dimana

perekonomian sedang mengalami depression atau slump (perkembangan yang

melambat). Dalam kajian literatur dikenal dua jenis kebijakan moneter, yaitu

kebijakan moneter ekspansif dan kebijakan moneter kontraktif. Kebijakan

(32)

commit to user

kegiatan ekonomi, yang antara lain dilakukan melalui peningkatan jumlah uang

beredar. Sebaliknya, kebijakan moneter kontraktif adalah kebijakan moneter yang

ditujukan untuk memperlambat kegiatan ekonomi, yang antara lain dilakukan

melalui penurunan jumlah uang beredar.

Kebijakan moneter biasanya dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini

Bank Indonesia yang menurut undang – undang keberadaanya adalah independen.

Seringkali Bank Sentral disebut sebagai otoritas moneter, karena dengan sifat

independen tersebut Bank Indonesia mempunyai wewenang melakukan

pengendalian uang yang beredar untuk maksud tertentu. Oleh karenanya perlu

diketahui apa fungsi dari lembaga otoritas moneter tersebut.

2. Kerangka Operasional Kebijakan Moneter

Kerangka operasional kebijakan moneter adalah rangkaian langkah –

langkah bank sentral dari penentuan dan prakiraan sasaran akhir, pemantauan

variabel – variabel ekonomi yang dijadikan dasar perumusan kebijakan moneter

hingga pelaksanaan pengendalian moneter untuk mencapai sasaran akhir. Pada

umumnya kerangka operasional tersebut terdiri dari instrument, sasaran

operasional, sasaran antara dan sasaran akhir. Instrument moneter digunakan

untuk mempengaruhi sasaran-sasaran operasional yang diperlukan untuk

mencapai sasaran antara, dimana informasinya tersedia lebih awal daripada

sasaran antara. Sasaran antara diperlukan karena untuk mencapai sasaran akhir

yang ditetapkan terdapat tenggang waktu antara pelaksanaan kebijakan moneter

dan hasil pencapaian sasaran akhir. Sedangkan sasaran akhir dapat berupa

stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja (Warjiyo,

(33)

commit to user 3. Instrumen Kebijakan Moneter

Instrumen kebijakan moneter adalah instrumen yang dimiliki oleh bank

sentral yang dapat digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk

mempengaruhi sasaran-sasaran operasional yang telah ditetapkan (Warjiyo, Perry

dan Solikin, 2003).

Menurut Nopirin (2000), pada dasarnya instrumen kebijakan moneter yang

dipakai adalah :

a. Instrumen Umum yang meliputi : politik pasar terbuka (open market), politik

cadangan minimum (reserve requirements), dan politik diskonto (discount

policy).

b. Instrumen yang selektif meliputi : margin requirements, pembatasan atau

penentuan tingkat bunga, yang kesemua ini untuk mempengaruhi alokasi

kredit untuk sektor – sektor tertentu.

c. Instrumen yang bersifat menghimbau yaitu moral suasion atau open mouth

policy.

Disamping itu, penentuan tingkat bunga, pengaturan sistem perbankan,

serta devaluasi termasuk juga dalam instrumen kebijakan moneter.

a. Politik Pasar Terbuka

Meliputi tindakan menjual dan membeli surat – surat berharga oleh

bank sentral. Tindakan ini akan berpengaruh terhadap, pertama; kenaikan

cadangan bank – bank umum yang tersangkut dalam transaksi. Kedua; akan

(34)

commit to user

b. Politik Diskonto

Tindakan untuk mengubah – ubah tingkat bunga yang harus dibayar

oleh bank umum dalam hal meminjam dana dari bank sentral. Kebijakan ini

berpengaruh terhadap jumlah uang yang beredar. Di negara yang sudah maju,

politik ini juga mempunyai efek pengumuman, yakni efek yang ditimbulkan

dari adanya pengumuman (melalui mass media) tentang tingkat diskonto, dan

biasanya ini akan dipakai masyarakat sebagai indikasi ketat tidaknya

kebijakan moneter pemerintah.

Digunakan untuk membatasi penggunaan kredit untuk tujuan – tujuan

pembelian surat – surat berharga (yang biasanya bersifat spekulatif). Caranya

dengan menetapkan jumlah minimum kas down payment untuk transaksi surat

berharga.

e. Moral Suasion

Kebijakan ini bermaksud untuk mempengaruhi sikap lembaga moneter

dan individu yang bergerak dibidang moneter, dengan pidato – pidato

gubernur bank sentral, atau publikasi – publikasi supaya bersikap seperti yang

dikehendaki penguasa moneter.

4. Mekanisme Tranmisi Kebijakan Moneter

Menurut Taylor dalam Warjiyo (2003), mendefinisikan mekanisme

(35)

commit to user

decision are transmitted in to changes in real GDP and inflation”. Sedangkan

Sukirno (2003) menyatakan bahwa mekanisme transmisi menggambarkan

rangkaian perubahan yang akan berlaku sebagai akibat dari kebijakan moneter

yang dijalankan.

Dalam berbagai literatur ekonomi moneter terdapat beberapa jalur tranmisi

utama. Dalam tranmisi moneter langsung, mekanisme tranmisi kebijakan moneter

mengacu pada peranan uang dalam perekonomian dimana dalam jangka pendek

pertambahan JUB akan mempengaruhi perkembangan riil. Sedangkan dalam

jangka menengah, pertumbuhan JUB akan mendorong kenaikan harga (inflasi),

yang berdampak pada perkembangan output riil, tetapi mendorong kenaikan laju

inflasi.

a. Jarak waktu (lag) dari Kebijakan Moneter

Menurut Boediono (1985), masalah kebijakan yang masih berkaitan

dengan ketidakpastian ini adalah masalah jarak waktu atau lag dari

kebijaksanaan. Ada dua macam lag yang dikenal dalam kepustakaan

kebijaksanaan ekonomi, yaitu:

a) Inside lag adalah jarak waktu dari timbulnya permasalahan didalam

perekonomian sampai dengan dimulainya tindakan kebijaksanaan untuk

mengatasinya.

b) Outside lag adalah jarak waktu antara saat mulai dilaksanakannya langkah

kebijaksanaan dan saat timbulnya akibat pada perekonomian.

5. Kebijakan Stabilisasi

Kebijakan stabilisasi (stabilization policy) mengacu pada tindakan

kebijakan yang bertujuan mengurangi tekanan fluktuasi ekonomi jangka pendek.

(36)

commit to user

panjangnya, maka kebijakan stabilisasi dilakukan untuk memperkecil siklus bisnis

dengan mempertahankan output dan kesempatan kerja sedekat mungkin dengan

tingkat wajarnya (Mankiw, 2000).

6. Kebijakan Moneter Inflation Targeting

Dengan dilepasnya system crawling band dan dianutnya system nilai tukar

mengambang setelah krisis ekonomi tahun 1997/1998, kerangka kebijakan

moneter diarahkan kepada penciptaan stabilitas harga dengan target base money

(inflation targeting lite). Sejak bulan juli 2005, kerangka kebijakan moneter

disempurnakan dengan prinsip-prinsip Inflation Targeting Framework

(Prijambodo, 2006).

Mulai bulan Juli tahun 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan

kerangka kerja kebijakan moneter yang baru konsisten dengan Inflation Targeting

Framework, yang mencakup empat elemen mendasar yaitu penggunaan suku

bunga BI Rate sebagai sasaran operasional , proses perumusan kebijakan moneter

yang antisipatif , strategi komunikasi yang lebih transparan, dan penguatan

koordinasi kebijakan dengan pemerintah. Langkah – langkah tersebut ditujukan

untuk meningkatkan efektifitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter

dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan

ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat (Purnomo, 2010).

Dengan kerangka ini, Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan

sasaran inflasi kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai

sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah tersebut. Untuk mencapai sasaran

inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara forward looking, artinya perubahan

stance kebijakan moneter dilakukan melaui evaluasi apakah perkembangan inflasi

(37)

commit to user

kerangka kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh transparansi dan

akuntabilitas kebijakan kepada publik. Secara operasional, stance kebijakan

moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI Rate) yang

diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito

dan suku bunga kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan

memengaruhi output dan inflasi (Bank Indonesia, 2011)

Pelaksanaan ITF di Indonesia mengikuti prinsip dasar bahwa ITF adalah

framework, bukan rule. Dengan prinsip ini, kebijakan moneter tidak dilaksanakan

secara kaku. Pelaksanaan kebijakan moneter juga mempertimbangkan

sasaran-sasaran pembangunan yang lebih luas antaralain pertumbuhan ekonomi. Berbeda

dengan prinsip full discretionary, ITF menuntut agar discretionary policy dalam

pelaksanaan kebijakan moneter bersifat terbatas (Prijambodo, 2006).

Langkah – langkah penguatan kebijakan moneter untuk meningkatkan

efektifitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai

sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang

berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat (www.bi.go.id), yaitu

1. Inflation Targeting Laite

Sejak tahun 2000, dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999,

Bank Indonesia telah menentukan dan mengumumkan sasaran inflasi sebagai

sasaran akhir kebijakan moneter. Selanjutnya, dengan amandemen UU Bank

Indonesia No. 3 Tahun 2004, pemerintah telah berkoordinasi dengan Bank

Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi untuk jangka

pendek dan menengah yang mencerminkan proses penurunan inflasi secara

bertahap (gradual disinflation) mengharap pada sasaran inflasi jangka

(38)

commit to user

Meskipun demikian proses restrukturisasi ekonomi dan sector

keuangan yang Indonesia alami dengan terjadinya krisis tahun 1997 telah

membatasi ruang gerak Bank Indonesia untuk menerapkan ITF secara formal.

Operasi moneter masih menggunakan uang primer (base money) sebagai

sasaran operasional. Selain karena merupakan salah satu indikator kinerja

selama Indonesia dalam program IMF, dimasa lalu menggunakan uang primer

diperlukan untuk menyerap kelebihan likuiditas sebagai dampak dari proses

resolusi perbankan dan ketidakpastian yang masih melingkupi mekanisme

transmisi kebijakan moneter. Praktek kerangka kerja kebijakan moneter

seperti ini sering disebut Inflation Targeting Lite (www.bi.go.id).

2. Inflation Targeting Framework (ITF)

Secara umum, Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan

kerangka kerja kebijakan moneter yang secara eksplisit mentargetkan inflasi

dan kebijakan moneter secara transparan dan konsisten diarahkan untuk

mencapai sasaran inflasi dimaksud. Meskipun definisi berbeda secara rinci,

terdapat konsensus umum mengenai karakteristik pokok dari rezim kebijakan

moneter ini, yaitu: adanya sasaran inflasi yang secara eksplisit menjadi tujuan

utama pemeliharaan kestabilan harga oleh bank sentral, terbatasnya dominasi

fiskal dan tidak adanya sasaran nominal yang lain, dan otoritas moneter yang

dibekali dengan independensi instrument dan beroperasi secara transparan dan

terbuka kepada public (Bank Indonesia).

Pelaksanaan ITF di Indonesia mengikuti prinsip dasar bahwa ITF

adalah framework, bukan rule. Dengan prinsip ini, kebijakan moneter tidak

dilaksanakan secara kaku. Pelaksanaan kebijakan moneter juga

(39)

commit to user

lain pertumbuhan ekonomi. Berbeda dengan prinsip full discretionary, ITF

menuntut agar discretionary policy dalam pelaksanaan kebijakan moneter

bersifat terbatas. Dengan prinsip dasar tersebut, Bank Indonesia melaksanakan

kebijakan moneter dengan elemen – elemen pokok sebagai berikut

(Prijambodo, 2006), yaitu

Pertama, suku bunga (BI-rate) digunakan sebagai sasaran operasional

moneter menggantikan uang beredar. Perubahan sasaran operasional moneter

ini didasarkan pada pertimbangan makin lemahnya hubungan antara uang

beredar dengan laju inflasi.

Kedua, kebijakan moneter diperkuat dengan strategi yang bersifat

pre-empire atau forward looking. Elemen dasar ini sekaligus merupakan tantangan

besar bagi Bank Indonesia mengingat inflasi di Indonesia lebih banyak

dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi yang bersifat adaptif (inertia). Bank

Indoneisa menyebutkan, misalnya sekitar 74% inflasi pada tahun 2001 dan

sekitar 89% inflasi pada tahun 2004 terutama disumbang oleh ekspektasi yang

bersifat adaptif.

Ketiga, terkait dengan unsur kedua, pelaksanaan ITF membutuhkan

komunikasi yang efektif dan transparan kepada masyarakat luas. Ini

diperlukan agar langkah-langkah kebijakan yang akan ditempuh ke depan

benar – benar dipahami secara utuh oleh masyarakat.

Keempat, peningkatan koordinasi yang lebih kuat dengan pemerintah.

Elemen ini sangat penting dalam rangka pencapaian sasaran inflasi yang

ditetapkan mengingat faktor – faktor pendorong inflasi tidak sepenuhnya

berada dalam lingkup kewenangan Bank Indonesia. Bank Indonesia relative

(40)

commit to user

faktor pendorong inflasi dari sisi penawaran sebagian berada dalam kebijakan

pemerintah antara lain kenaikan harga barang dan jasa yang dikendalikan oleh

pemerintah ( administered price). Bahkan beberapa diantaranya tidak dalam

kendali Pemerintah dan Bank Indonesia. Seperti harga minyak yang tinggi,

pelemahan nilai tukar regional, dan sebagainya.

B. Tingkat Inflasi

1. Pengertian Inflasi

Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dijumpai di semua

negara di dunia adalah inflasi. Definisi singkat mengenai inflasi adalah

kecenderungan dari harga – harga untuk menaik secara umum dan terus –

menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi,

kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan)

sebagian besar dari harga barang - barang lain. Syarat adanya kecenderungan

menaik yang terus – menerus juga perlu diingat. Kenaikan harga – harga karena

misalnya musiman, menjelang hari – hari besar atau yang terjadi sekali saja (tidak

mempunyai pengaruh lanjutan) tidak disebut inflasi. Kenaikan harga ini diukur

dengan menggunakan indeks harga. Beberapa indeks harga yang sering digunakan

untuk mengukur inflasi adalah :

a) Indeks biaya hidup

b) Indeks harga perdagangan besar

c) GNP deflator

Nopirin mengemukakan bahwa inflasi merupakan proses kenaikan harga

barang – barang secara umum yang berlaku terus – menerus. Ini tidak berarti

bahwa harga berbagai macam barang itu naik dengan persentase yang sama.

(41)

commit to user

selama periode tertentu. kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun dengan

persentase yang cukup besar) bukan merupakan inflasi.

Sedangkan yang dimaksud dengan tingkat inflasi adalah persentase

kecepatan kenaikan harga – harga dalam suatu tahun tertentu, biasanya digunakan

sebagai ukuran untuk menunjukkan sampai dimana buruknya masalah ekonomi

yang dihadapi. Dalam perekonomian negara yang berkembang pesat, inflasi

dikatakan rendah apabila tingkat inflasi negara tersebut antara 2 sampai 4 persen

dimana kondisi ini sangatlah sulit untuk dipenuhi. Sering sekali inflasi yang

serius, yaitu tingkatannya mencapai 5 sampai 10 persen atau sedikit lebih tinggi,

terjadi pada waktu peperangan atau ketidakstabilan politik, inflasi bisa mencapai

tingkat yang sangat tinggi, yaitu inflasi yang mencapai beberapa ratus atau

beberapa ribu persen. Kenaikan harga – harga seperti ini dinamakan hiperinflasi

(Sadono Sukirno, 2006).

2. Jenis – Jenis Inflasi

Laju inflasi dapat berbeda antara satu negara dengan negara lain atau

dalam satu negara untuk waktu yang berbeda. Atas besarnya laju inflasi, inflasi

dapat di bedakan dalam tiga kategori (Nopirin, 2000):

a. Creeping Inflation : Kondisi inflasi ini ditandai dengan laju inflasi yang

rendah kurang dari 10 % pertahun. Kenaikan harga berjalan secara

lambat, dengan persentase kecil serta dalam jangka yang relatif lama.

Creeping inflation umumnya dialami oleh negara-negara yang sedang

berkembang, karena terjadinya berhubungan dengan pembangunan itu

sendiri dan dinilai dapat mendorong pembangunan.

b. Galloping Inflation : Jenis ini adalah jenis inflasi menengah ditandai

(42)

commit to user

triple digit) dan kadang – kadang berjalan dalam waktu yang relatif

pendek serta mempunyai sifat akselerasi. Artinya harga – harga minggu

atau bulan ini lebih dari harga minggu atau bulan yang lalu. Efeknya

terhadap perekonomian lebih besar dari pada creepinginflation.

3. Macam Inflasi

Ada berbagai cara untuk menggolongkan macam inflasi danpenggolongan

mana yang kita pilih tergantung pada tujuan kita. Menurut Boediono (1985), ada

berbagai cara untuk menggolongkan macam inflasi. Penggolongan pertama

didasarkan atas parah tidaknya inflasi tersebut. Perbedaan macam inflasi yaitu:

a. Inflasi ringan (dibawah 10% setahun)

b. Inflasi sedang (antara 10% - 30% setahun)

c. Inflasi berat (antara 30% - 100% setahun)

d. Hiperinflasi (diatas 100% setahun)

Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar yang secara mutlak dapat

mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di suatu

wilayah tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada berapa bagian dan

golongan masyarakat manakah yang terkena imbas ( yang menderita ) dari inflasi

yang sedang terjadi (Adwin S. Atmadja, 1999)

(43)

commit to user

Penggolongan yang kedua adalah dasar sebab-musabab awal dari inflasi.

Atas dasar ini dibedakan duamacam inflasi, (Boediono, 1985) :

a. Demand inflation adalah Inflasi yang timbul karena permintaan

masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat.

Harga S

H2 D2

H1 D1

Q1 Q2 Output

Gambar 2.1 Kurva Demand Inflation (Sumber : Boediono, 1985)

Gambar 2.1 Kurva Demand Inflation. karena permintaan

masyarakat akan barang-barang (aggregate demand) bertambah (misalnya,

karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan

pencetakan uang, atau kenaikan pemerintah luar negeri akan

barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena

kredit yang murah), maka kurva aggregate demand bergeser dari D1 ke

(44)

commit to user

b. Cost inflation merupakan inflasi yang timbul karena kenaikan biaya

produksi.

Harga S2

S1

H4

H3 D

Q4 Q3 Output

Gambar 2.2 Kurva Cost Inflation (Sumber : Boediono, 1985)

Pada gambar 2.2 kita lihat bahwa biaya produksi naik (misalnya,

karena kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri,

atau kenaikan harga bahan bakar minyak) maka kurva penawaran

masyarakat (agregat supplay) bergeser dari S1 ke S2.

Akibat dari kedua macam inflasi tersebut, dari segi kenaikan harga output,

tidak berbeda, tetapi dari segi volume output (GDP riil) meningkat bersama

dengan kenaikan harga umum. Besar kecilnya kenaikan output ini tergantung

kepada elastisitas kurva aggregate supply, semakin mendekati output maksimum

semakin tidak elastic kurva ini. Sebaliknya, dalam kasus cost-inflation kita

melihat kenaikan harga-harga diikuti dengan penurunan omzet penjualan barang

(kelesuan usaha).

Perbedaan yang lain dari kedua proses inflasi ini terletak pada urutan dari

kenaikan harga. Dalam demand-inflation kenaikan harga barang akhir (output)

(45)

commit to user

produksi (upah dan sebagainya). Sebaliknya, dalam cost-inflation kita melihat

kenaikan harga barang – barang input dan harga – harga faktor produksi

mendahului kenaikan harga barang – barang akhir (output).

Kedua macam inflasi ini jarang sekali dijumpai dalam praktek yang

bentuknya murni. Pada umumnya, inflasi yang terjadi adalah kombinasi dari

kedua macam inflasi tersebut, dan seringkali keduanya saling memperkuat satu

sama lain.

Penggolongan yang ketiga adalah berdasarkan asal dari inflasi, yaitu

adalah :

a) Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation)

Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul misalnya karena

deficit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru,

panen yang gagal, dan sebagainya.

b) Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation)

Inflasi yang berasal dari luar negeri adalah inflasi yang timbul

karena kenaikan harga – harga (inflasi) di luar negeri atau negara –

negara yang berdagang dengan negara kita.

4. Tinjaun Teori Tentang Inflasi

a Teori Kuantitas

Teori ini adalah teori yang tertua yang membahas tentang inflasi, tetapi

dalam perkembangannya teori ini mengalami penyempurnaan oleh para ahli

ekonomi Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model

kaum moneteris (monetarist models). Teori ini menekankan pada peranan

jumlah uang beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan

(46)

commit to user

a) Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar,

baik uang kartal maupun giral.

b) Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar

dan oleh harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di

masa mendatang.

b Keynesian Model

Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi

karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya,

sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang –

barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia

(penawaran agregat), akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan

jumlah persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka

pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi

kenaikan permintaan agregat. Oleh karenanya sama seperti pandangan kaum

monetarist, Keynesian models ini lebih banyak dipakai untuk menerangkan

fenomena inflasi dalam jangka pendek.

Dengan keadaan daya beli antara golongan yang ada di masyarakat

tidak sama (heretogen), maka selanjutnya akan terjadi realokasi barang –

barang yang tersedia dari golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang

relatif rendah kepada golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang lebih

besar. Kejadian ini akan terus terjadi di masyarakat. Sehingga, laju inflasi akan

berhenti hanya apabila salah satu golongan masyarakat tidak bisa lagi

memperoleh dana (tidak lagi memiliki daya beli) untuk membiayai pembelian

(47)

commit to user

masyarakat secara keseluruhan tidak lagi melebihi supply barang (inflationary

gap menghilang).

c Mark-Up Model

Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua

komponen, yaitu cost of production dan profit margin. Relasi antara

perubahan kedua komponen ini dengan perubahan harga dapat dirumuskan

sebagai berikut :

Price = Cost + Profit Margin

Karena besarnya profit margin ini biasanya telah ditentukan sebagai

suatu prosentase tertentu dari jumlah cost of production, maka rumus tersebut

dapat dijabarkan menjadi :

Price = Cost + ( a% x Cost )

Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada

komponen-komponen yang menyusun cost of production dan atau penaikan pada profit

margin akan menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di

pasar.

d Teori Struktural : Model Inflasi di Negara Berkembang

Banyak studi mengenai inflasi di negara-negara berkembang,

menunjukan bahwa inflasi bukan semata-mata merupakan fenomena moneter,

tetapi juga merupakan fenomena struktural atau cost push inflation. Hal ini

disebabkan karena struktur ekonomi negara – negara berkembang pada

umumnya yang masih bercorak agraris. Sehingga, goncangan ekonomi yang

bersumber dari dalam negeri, misalnya gagal panen (akibat faktor eksternal

pergantian musim yang terlalu cepat, bencana alam, dan sebagainya), atau hal

(48)

commit to user

memburuknya term of trade; utang luar negeri; dan kurs valuta asing, dapat

menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik.

Fenomena struktural yang disebabkan oleh kesenjangan atau kendala

struktural dalam perekonomian di negara berkembang, sering disebut dengan

structural bottlenecks. Strucktural bottleneck terutama terjadi dalam tiga hal,

yaitu :

a) Supply dari sektor pertanian (pangan) tidak elastis. Hal ini dikarenakan

pengelolaan dan pengerjaan sektor pertanian yang masih menggunakan

metode dan teknologi yang sederhana, sehingga seringkali terjadi

supply dari sektor pertanian domestik tidak mampu mengimbangi

pertumbuhan permintaannya.

b) Cadangan valuta asing yang terbatas (kecil) akibat dari pendapatan

ekspor yang lebih kecil daripada pembiayaan impor. Keterbatasan

cadangan valuta asing ini menyebabkan kemampuan untuk mengimpor

barang – barang baik bahan baku; input antara; maupun barang modal

yang sangat dibutuhkan untuk pembangunan sektor industri menjadi

terbatas pula. Belum lagi ditambah dengan adanya demonstration

effect yang dapat menyebabkan perubahan pola konsumsi masyarakat.

Akibat dari lambatnya laju pembangunan sektor industri, seringkali

menyebabkan laju pertumbuhan supply barang tidak dapat

mengimbangi laju pertumbuhan permintaan.

c) Pengeluaran pemerintah terbatas. Hal ini disebabkan oleh sektor

penerimaan rutin yang terbatas, yang tidak cukup untuk membiayai

pembangunan, akibatnya timbul defisit anggaran belanja, sehingga

Gambar

Tabel
Gambar
Inflasi Bulanan Indonesia Tahun 2000;1 – 2010;12Tabel 1.1
  Tabel 1.2 Jumlah Uang Beredar Tahun 2000;1 – 2010;12
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan memiliki tujuan untuk menganalisis pengaruh pembangunan infrastruktur yang dibagi menjadi infrastruktur ekonomi, sosial dan institusi

PERBANDINGAN KUNJUNGAN PASIEN PER KASUS DI PELAYANAN KESEHATAN GIGI LANJUTAN PADA RUMAH SAKIT DI KOTA PADANG DITINJAU DARI PEMANFAATAN.. SISTEM JAMINAN KESEHATAN

[r]

[r]

[r]

[r]

[r]

For future thinking about green earth is that reducing pollution and waste, saving energy, avoid misusing of energy, saving water, using renewable energy, conservation of