TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebijakan Moneter
6. Kebijakan Moneter Inflation Targeting
Dengan dilepasnya system crawling band dan dianutnya system nilai tukar
mengambang setelah krisis ekonomi tahun 1997/1998, kerangka kebijakan moneter diarahkan kepada penciptaan stabilitas harga dengan target base money (inflation targeting lite). Sejak bulan juli 2005, kerangka kebijakan moneter
disempurnakan dengan prinsip-prinsip Inflation Targeting Framework
(Prijambodo, 2006).
Mulai bulan Juli tahun 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan
kerangka kerja kebijakan moneter yang baru konsisten dengan Inflation Targeting
Framework, yang mencakup empat elemen mendasar yaitu penggunaan suku bunga BI Rate sebagai sasaran operasional , proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif , strategi komunikasi yang lebih transparan, dan penguatan koordinasi kebijakan dengan pemerintah. Langkah – langkah tersebut ditujukan
untuk meningkatkan efektifitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter
dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat (Purnomo, 2010).
Dengan kerangka ini, Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah tersebut. Untuk mencapai sasaran
inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara forward looking, artinya perubahan
stance kebijakan moneter dilakukan melaui evaluasi apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah dicanangkan. Dalam
commit to user
kerangka kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh transparansi dan
akuntabilitas kebijakan kepada publik. Secara operasional, stance kebijakan
moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI Rate) yang
diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan
memengaruhi output dan inflasi (Bank Indonesia, 2011)
Pelaksanaan ITF di Indonesia mengikuti prinsip dasar bahwa ITF adalah framework, bukan rule. Dengan prinsip ini, kebijakan moneter tidak dilaksanakan secara kaku. Pelaksanaan kebijakan moneter juga mempertimbangkan sasaran-sasaran pembangunan yang lebih luas antaralain pertumbuhan ekonomi. Berbeda
dengan prinsip full discretionary, ITF menuntut agar discretionary policy dalam
pelaksanaan kebijakan moneter bersifat terbatas (Prijambodo, 2006).
Langkah – langkah penguatan kebijakan moneter untuk meningkatkan
efektifitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai
sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat (www.bi.go.id), yaitu
1. Inflation Targeting Laite
Sejak tahun 2000, dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999, Bank Indonesia telah menentukan dan mengumumkan sasaran inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter. Selanjutnya, dengan amandemen UU Bank Indonesia No. 3 Tahun 2004, pemerintah telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi untuk jangka pendek dan menengah yang mencerminkan proses penurunan inflasi secara
bertahap (gradual disinflation) mengharap pada sasaran inflasi jangka
commit to user
Meskipun demikian proses restrukturisasi ekonomi dan sector keuangan yang Indonesia alami dengan terjadinya krisis tahun 1997 telah membatasi ruang gerak Bank Indonesia untuk menerapkan ITF secara formal.
Operasi moneter masih menggunakan uang primer (base money) sebagai
sasaran operasional. Selain karena merupakan salah satu indikator kinerja selama Indonesia dalam program IMF, dimasa lalu menggunakan uang primer diperlukan untuk menyerap kelebihan likuiditas sebagai dampak dari proses resolusi perbankan dan ketidakpastian yang masih melingkupi mekanisme transmisi kebijakan moneter. Praktek kerangka kerja kebijakan moneter
seperti ini sering disebut Inflation Targeting Lite (www.bi.go.id).
2. Inflation Targeting Framework (ITF)
Secara umum, Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan
kerangka kerja kebijakan moneter yang secara eksplisit mentargetkan inflasi dan kebijakan moneter secara transparan dan konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi dimaksud. Meskipun definisi berbeda secara rinci, terdapat konsensus umum mengenai karakteristik pokok dari rezim kebijakan moneter ini, yaitu: adanya sasaran inflasi yang secara eksplisit menjadi tujuan utama pemeliharaan kestabilan harga oleh bank sentral, terbatasnya dominasi fiskal dan tidak adanya sasaran nominal yang lain, dan otoritas moneter yang dibekali dengan independensi instrument dan beroperasi secara transparan dan terbuka kepada public (Bank Indonesia).
Pelaksanaan ITF di Indonesia mengikuti prinsip dasar bahwa ITF
adalah framework, bukan rule. Dengan prinsip ini, kebijakan moneter tidak
dilaksanakan secara kaku. Pelaksanaan kebijakan moneter juga
commit to user
lain pertumbuhan ekonomi. Berbeda dengan prinsip full discretionary, ITF
menuntut agar discretionary policy dalam pelaksanaan kebijakan moneter
bersifat terbatas. Dengan prinsip dasar tersebut, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter dengan elemen – elemen pokok sebagai berikut (Prijambodo, 2006), yaitu
Pertama, suku bunga (BI-rate) digunakan sebagai sasaran operasional
moneter menggantikan uang beredar. Perubahan sasaran operasional moneter ini didasarkan pada pertimbangan makin lemahnya hubungan antara uang beredar dengan laju inflasi.
Kedua, kebijakan moneter diperkuat dengan strategi yang bersifat
pre-empire atau forward looking. Elemen dasar ini sekaligus merupakan tantangan besar bagi Bank Indonesia mengingat inflasi di Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi yang bersifat adaptif (inertia). Bank Indoneisa menyebutkan, misalnya sekitar 74% inflasi pada tahun 2001 dan sekitar 89% inflasi pada tahun 2004 terutama disumbang oleh ekspektasi yang bersifat adaptif.
Ketiga, terkait dengan unsur kedua, pelaksanaan ITF membutuhkan komunikasi yang efektif dan transparan kepada masyarakat luas. Ini diperlukan agar langkah-langkah kebijakan yang akan ditempuh ke depan benar – benar dipahami secara utuh oleh masyarakat.
Keempat, peningkatan koordinasi yang lebih kuat dengan pemerintah. Elemen ini sangat penting dalam rangka pencapaian sasaran inflasi yang ditetapkan mengingat faktor – faktor pendorong inflasi tidak sepenuhnya berada dalam lingkup kewenangan Bank Indonesia. Bank Indonesia relative hanya dapat mempengaruhi stabilitas dari sisi permintaan. Sementara faktor –
commit to user
faktor pendorong inflasi dari sisi penawaran sebagian berada dalam kebijakan pemerintah antara lain kenaikan harga barang dan jasa yang dikendalikan oleh
pemerintah ( administered price). Bahkan beberapa diantaranya tidak dalam
kendali Pemerintah dan Bank Indonesia. Seperti harga minyak yang tinggi, pelemahan nilai tukar regional, dan sebagainya.