• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatkan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Tipe Jingsaw pada Siswa Sekolah Dasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatkan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Tipe Jingsaw pada Siswa Sekolah Dasar"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

5 2.1.1 Hasil Belajar

Ada empat unsur utama dalam proses belajar-mengajar, yakni tujuan bahan

metode dan alat serta penilaian. Tujuan sebagai arah dari proses belajar mengajar

yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima pembelajaran. Bahan

adalah seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk

disampaikan dalam proses belajar mengajar. Metode dan alat adalah cara yang

digunakan dalam mencapai tujuan. Sedangkan penilaian adalah upaya untuk

mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai atau tidak. Dengan

kata lain penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan

hasil belajar siswa.

Hamalik (2008) hasil belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada

diri seseorang yang dapat di amati dan di ukur dalam bentuk pengetahuan, sikap dan

keterampilan. Menurut Nana Sudjana, (2011 : 22) hasil belajar adalah kemampuan

yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Pengalaman

belajar ini akan menghasilkan kemampuan yang menurut Horwart Kingsley dalam

buku Nana Sudjana, (2011 : 22) dibedakan menjadi tiga macam kemampuan (hasil

belajar) yaitu: (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan,

(3). Sikap dan cita-cita. Ketiga hasil belajar (kemampuan) itulah yang harus dimiliki

oleh siswa. Hasil belajar dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi siswa dan dari sisi

guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang

lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan

mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan

(2)

Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dipaparkan di atas, maka dapat

dikemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku pada diri seseorang

akibat tindak belajar yang mencakup aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek

psikomotorik.

2.1.2 Pengukuran Hasil Belajar

Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai

suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas

pengukuran. Pengukuran (measurement) adalah membandingkan sesuatu yang diukur

dengan alat ukurnya dan kemudian menerapkan angka menurut sistem aturan tertentu

menurut Kerlinger dalam Purwanto, (2010:2). Hopkins dan Antes dalam Purwanto

(2010:2), mendefinisikan pengukuran sebagai pemberian angka pada atribut dari

obyek, orang atau kejadian yang dilakukan untuk menunjukan perbedaan dalam

jumlah. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang

disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan

untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan

wawancara, skala sikap dan angket.

Dari pengertian pengukuran di atas untuk mengukur hasil belajar peserta didik

digunakan instrumen penilaian hasil belajar. Penilaian hasil belajar dapat diukur

melalui teknik tes dan non tes.

Tes menurut Nana Sudjana (2008:35) sebagai alat penilaian adalah pertanyaan

pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam

bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan) atau dalam bentuk

perbuatan (tes tindakan).

1. Tes Lisan

Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya dalam

bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki rambu-rambu

penyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari tes lisan biasanya tidak

(3)

2. Tes Tertulis

Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal

maupun jawabannya misalnya tes formatif.

3. Tes Tindakan

Pada Tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator

pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor misalnya unjuk

kerja. Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar

siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan

pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran, namun demikian

dalam batas tertentu tes dapat pula digunakan untuk mengukur atau menilai

hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris. Menurut Endang Poerwanti, dkk.

(2008:4), tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang

digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia,

kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.

Jadi kesimpulan dari pengertian tes di atas adalah alat penilaian yang

digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik berupa pertanyaan-pertanyaan

yang diberikan kepada siswa untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan dan sikap

peserta didik dalam bentuk lisan, tulisan, dan perbuatan.

Non tes adalah pertanyaan maupun pernyataan yang tidak memiliki jawaban

benar atau salah. Teknik non tes sangat penting dalam mengukur kemampuan peserta

didik pada ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih

menekankan pada aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes menurut

Endang Poerwanti (2008:3), yaitu:

a. Observasi

Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar

dapat dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan

instrumen yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan

belajar peserta didik, maupun observasi informal yang dapat dilakukan oleh

(4)

b. Wawancara

Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang diberikan

secara lisan dan spontan.

c. Angket

Angket adalah suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi

yang berupa data deskriptif. Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui

melalui teknik atau cara pengukuran yang sistematis dengan alat pengukuran

seperti tes, observasi, wawancara, angket. Alat yang dipergunakan untuk

mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran dinamakan dengan instrumen.

Instrumen sebagai alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan

pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah benar

atau valid.

Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa hasil belajar dalam penelitian ini

adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes (tes formatif) dan non tes

(observasi keaktifan siswa menyimak materi dan keaktifan siswa ketika belajar

bersama).

2.2 Model Pembelajaran Jigsaw

2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Jigsaw

Model pembelajaran jigsaw merupakan bagian dari model pembelajran

kooperatif, dimana akan dibentuk kelompok-kelompok menggunakan pola kelompok

asal dan kelompok ahli. Pembelajaran ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan

partisipasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan

dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraski dan

belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya Trianto (2007: 42)

Seperti yang dikatakan Isjoni (2011: 54) bahwa model pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa

aktif dan saling mendorong dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai tujuan

(5)

Jigsaw adalah salah satu dari metode-metode kooperatif yang paling fleksibel

Slavin (2005:246). Model pembelajaran Jigsaw merupakan salah satu variasi model

Collaborative Learning yaitu proses belajar kelompok dimana setiap anggota berhak

mengemukakan pendapat, informasi, pengalaman, ide, sikap, kemampuan, dan

keterampilan yang dimilikinya. Model pembelajaran jigsaw ini siswa memiliki

banyak kesempatan untuk mengemukakan pendapat, dan mengelolah informasi yang

dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota kelompok bertanggung

jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari,

dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya.

2.2.2 Tujuan

Model pembelajaran jigsaw dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan

pembelajaran yaitu:

1. Hasil belajar akademik

Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga

memperbaiki prestasi siswa.

Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa

memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah

menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat

meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang

berhubungan dengan hasil belajar

2. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari

orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan,

dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa

dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung

pada tugas-tugas dan belajar saling menghargai satu sama lain.

3. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa

(6)

oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan

sosial.

2.2.3 Langkah-Langkah Pembelajaran

Slavin (2010: 237) mengemukakan bahwa: dalam pembelajaran jigsaw para

siswa bekerja dalam tim yang heterogen. Para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit, dan diberikan “lembar ahli” yang terdiri atas topik -topik yang berbeda yang harus menjadi fokus perhatian masing-masing tim saat

mereka membaca. Setelah semua anak selesai membaca, siswa-siswa dari tim berbeda yang mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam “kelompok ahli” untuk mendiskusikan topik mereka sekitar tiga puluh menit. Para ahli tersebut

kemudian kembali pada tim mereka dan secara bergantian mengajari teman satu

timnya mengenai topik mereka. Slavin (2010: 241) menjelaskan dalam pembelajaran

jigsaw terdiri atas siklus regular dari kegiatan-kegiatan pengajaran yaitu:

1. Membaca. Para siswa menerima topik ahli dan membaca materi yang diminta untuk menemukan informasi.

2. Diskusi kelompok ahli. Para siswa dengan keahlian yang sama, bertemu untuk

mendiskusikannya dalam kelompok-kelompok ahli.

3. Laporan tim. Para ahli kembali ke dalam kelompok mereka masing-masing

untuk mengajari topik-topik mereka kepada teman satu timnya.

4. Tes. Para siswa mengerjakan kuis-kuis individual yang mencakup semua

topik.

5. Rekognisi tim. Skor tim dihitung berdasarkan skor perkembangan individual.

Pendapat Slavin tidak jauh berbeda dengan pendapat Aronson dkk dalam

Saminanto (2010:31) bahwa dalam model pembelajaran jigsaw (Model Tim Ahli),

setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan peran yang sama dengan materi

berbeda, namun bobotnya relatif sama. Semua anggota kelompak harus mendapat

tugas agar semuanya aktif.

Langkah-langkah model pembelajaran jigsaw oleh Aronson dkk dalam

(7)

1. Siswa dikelompokkan ke dalam tim (kelompok asal).

2. Setiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda.

3. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian yang sama

bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan materi

mereka.

4. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota kembali ke kelompok

asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang materri yang

telah mereka kuasai dan teman yang mendengarkan dengan sungguh-sungguh

kemudian tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.

5. Guru memberi evaluasi.

6. Penutup.

Senada dengan Slavin dan Aronson, Zaini Hisyam (2010:59) mengemukakan

bahwa strategi ini merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika materi yang

akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak

mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi ini adalah dapat melibatkan

seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain.

Langkah-langkah model pembelajaran jigsaw menurut Zaini Hisyam sebagai berikut:

1. Pilih materi pelajaran yang dapat dibagi menjadi beberapa bagian

2. Bagi siswa menjadi beberapa kelompok sesuai jumlah bagian materi yang ada.

3. Setiap kelompok mendapat tugas membaca dan memahami materi pelajaran

yang berbeda-beda.

4. Setiap kelompok mengirimkan anggotanya ke kelompok lain untuk

menyampaikan apa yang telah mereka pelajari di kelompok.

5. Beri siswa beberapa pertanyaan untuk mengecek pemahaman mereka

terhadap materi.

Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

jigsaw merupakan model pembelajaran yang melibatkan seluruh siswa ketika

pembelajaran dalam bentuk kelompok kecil, setiap anggotanya memiliki materi yang

(8)

2.3 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 2.3.1 Pengertian IPS

IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan

masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau

satu perpaduan. (Surdiyo, dkk, 2008: 1, 26). Seperti yang ditegaskan oleh Saidiharjo

(1996:4) bahwa IPS merupakan kombinasi atau perpaduan dari beberapa mata

pelajaran seperti: geografi, sejarah, ekonomi, polotik dan antropolgi.

Jadi dapat di simpulankan bahwa IPS adalah gabungan dari beberapa aspek

ilmu sosial yang bertujuan meningkatkan kemampuan, pengetahuan, menganalisis

gejala dan masalah-masalah sosial yang ada di masyarakat.

Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi sampai

pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan sejarah.

Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada dilingkungan

sekitar peserta didik di SD. Ruang lingkup mata pelajaran IPS di SD meliputi

aspek-aspek sebagai berikut :

1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan

2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan

3. Sistem Sosial dan Budaya

4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.

Menurut kurikulum 2006 mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik

memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat

dan lingkungannya

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin

tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan

sosial

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

(9)

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dalam masyarakat

yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang

standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam

Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum yang

secara nasional harus dicapai oleh siswa dalam pengembangan kurikulum di setiap

satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta

didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang

difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPS yang

ditujukan untuk siswa kelas IV SD disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS Kelas IV Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan propinsi.

2.2. Mengenal pentingnya koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2.3. Mengenal perkembangan teknologi komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya.

2.4 Penelitian yang Relavan

Penelitian yang sejalan dengan penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini

bertujuan untuk menguatkan hasil yang diperoleh tentang hasil belajar melalui model

pembelajaran Jigsaw.

Penelitian yang dilakukan oleh Mustofa (2012) yang berjudul “Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebagai upaya meningkatkan aktivitas belajar

IPA peserta didik kelas VII E semester II pada tema pencemaran air di SMP N 4 wates”. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan keaktifan belajar peserta didik kelas VII E SMP Negeri 4 Wates.

(10)

didik yang mengalami peningkatan, di mana rata-rata aktivitas belajar peserta didik

pada siklus I mencapai 65,46% sedangkan siklus II meningkat menjadi 85,86%.

Penelitian yang dilakukan oleh Laila Mardhiyah (2009) yang berjudul Upaya

Meningkatkan hasil belajar IPS melalui model pembelajaran tipe jigsaw kelas IV di

SDN Blotongan 01 Salatiga. Dalam hasil penelitiannya terjadi peningkatan

ketuntasan belajar siswa dari setiap siklus. Pada kondisi awal hanya 7 siswa yang

tuntas setelah pembelajaran jigsaw hasil belajar meningkat pada siklus1 rata-rata

75,81 setelah diadakan tindak lanjut menjadi 76,96. Pada siklus 2 menjadi 77,22

ketuntasan belajar 100%. Kelebihan yang dicapai dari penelitian ini terletak pada

pemilihan kelompok heterogen sehingga pada siklus 1 sudah nampak peningkatan

belajarnya, karena sudah ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi

kepada rekan-rekannya sedangkan kelemahannya pada kelompok tertentu siswa yang

aktif lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi.

Penelitian yang dilakukan oleh Aang Taufik (2010) dalam tesisnya yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Motivasi, Aktivitas Dan Prestasi Belajar Siswa Kelas IX A SMP Negeri Cigugur”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam

pembelajaran PAI mampu meningkatkan aktivitas belajar PAI siswa. Hal tersebut

dapat terlihat dari presentase hasil perhitungan keaktifan siswa. Pada siklus I

keaktifan siswa sebesar 76%, sedangkan pada siklus II sebesar 88%, dengan rata-rata

siklus I dan siklus II sebesar 82%. Sesuai dengan judul yang peneliti pilih maka ada

kesamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Aang Taufik dengan penelitian yang

peneliti lakukan yakni pada variabel input berupa penerapan pembelajaran kooperatif

tipe jigsaw , dan salah satu variabel outputnya yakni meningkatkan aktivitas belajar

siswa.

Penelitian yang dilakukan oleh Rinda Dwi Pratiwi (2013) yang berjudul

“Peningkatan Keaktifan Belajar Melalui Cooperative Learning Metode Jigsaw Pada

(11)

ditempuh mulai dari merancang pembelajaran menggunakan metode jigsaw hingga

penerapannya yang dipadukan dengan diskusi kelas dan pemberian penghargaan.

Sedangkan, hasil peningkatan keaktifan belajar IPS dapat dibuktikan dengan adanya

peningkatan rata-rata presentase observasi keaktifan belajar pada siklus I sampai

dengan siklus III. Siklus I sebesar 57,29%, siklus II meningkat sebesar 13,28%

menjadi 70,57% dan siklus III meningkat sebesar 12,24% menjadi 82,81%. Pada

siklus III ratarata presentase tiap indikator keaktifan belajar sudah mencapai 75%.

Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, dapat memberikan gambaran peneliti

untuk melaksanakan penelitian yang berhubungan dengan penggunaan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajaran IPS. Selain itu keempat

penelitian yang telah disebutkan diatas juga terbukti menguatkan teori bahwa dalam

kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa, demikian pula dengan penelitian yang

akan dilakukan yaitu menggunakan model pembelajaran jigsaw untuk meningkatkan

hasil belajar IPS siswa sebagai langkah perbaikan dari contoh penelitian yang telah

dijelaskan sebelumnya.

2.5 Kerangka Berpikir

Dalam kegiatan mengajar guru, tidak menggunakan RPP dan tidak memakai

Model pembelajaran tertentu seperti Model Jigsaw. Pelajaran IPS dianggap

membosankan bagi peserta didik karena pembelajaran hanya mengandalkan

komunikasi satu arah. Guru dianggap sebagai satu satunya sumber belajar. metode

pembelajaran yang digunakan masih bersifat konvensional, dimana siswa hanya

menyimak penjelasan guru, mencatat dan mengerjakan latihan saja serta

pembelajaran yang monoton dan hanya menekankan pada penghafalan semata.

Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak membagikan siswa kedalam beberapa

kelompok dengan anggota 4 sampai 5 orang, siswa tidak diberi materi yang berbeda

untuk melakukan diskusi, tidak ada penugasan dari anggota tim yang berbeda dan

(12)

untuk menjelaskan materi kepada anggota kelompok, tidak ada presentasi. Tidak

menggunakan model tertentu seperti jigsaw.

Model pembelajaran jigsaw diawali dengan pembentukan kelompok heterogen,

siswa dibagi menjadi 9 kelompok asal contohnya (A, B, C, D, E, F, G, H, I), setiap

siswa dalam kelompok memperoleh materi yang berbeda-beda (materi 1, 2, 3, 4, 5)

kemudian siswa yang memperoleh materi sama berkumpul membentuk kelompok

ahli 1 (A1, B1, C1, D1, E1, F1, G1, H1, I1) kelompok ahli 2 ( A2, B2, C2, D2, E2,

F2, G2, H2, I2) dan seterusnya. Kemudian siswa belajar bersama membahas materi

mereka dalam kelompok ahli. Setelah siswa selesai belajar bersama dalam kelompok

ahli, siswa kembali ke kelompok asal mereka dan menjelaskan materi mereka kepada

rekan satu kelompoknya. Dalam model pembelajaran jigsaw ini penilaian dibagi

menjadi dua yaitu penilaian proses belajar dan penilaian hasil belajar. Penilaian

proses diperoleh dari penilaian observasi yang dilakukan guru ketika pembelajaran

yang terdiri dari penilaian dalam kelompok asal dan penilaian dalam kelompok ahli.

Sedangkan dalam penilaian hasil belajar diperoleh dari tes formatif yang dilakukan

guru setelah pembelajaran selesai. Penilaian proses belajar dan penilaian hasil belajar

ini kemudian diolah menjadi nilai ahir siswa yang meningkat (KKM 70). Skor

capaian pengukuran ini akan menunjukkan kenaikan skor yang signifikan. Untuk itu,

perlu dilakukan dengan pemantapan tindakan yaitu mengulang kembali model

pembelajaran jigsaw dengan kompetensi dasar yang sama sehingga tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai lebih meningkat.

2.6 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka penerapan model pembelajaran jigsaw

dapat meningkatkan hasil belajar IPS bagi siswa kelas IV SDN Blotongan 01

Gambar

Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS Kelas IV Semester II

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat kompetensi indikator harus mencapai tingkat kompetensi minimal yang tercantum pada kompetensi dasar maupun kompetensi inti dan dapat dikembangkan hingga ke tingkat yang

Hubungan termodinamika dengan pemanasan global adalah bahwa telah diterangkan diatas efek rumah kaca disebabkan oleh aktvitas manusia seperti dari gas buangan

Kita sebagai manusia yang memiliki akal dan berpegang teguh dalam ajaran islam, kita. harus meluruskan niat kita dalm mencari ilmu dan mengamalkannya nanti agar

Pembelajaran dengan menggunakan Metode Pemecahan Masalah Sistematis dapat meningkatkan prestasi belajar Matematika di kelas VB SDN 50 Cakranegara, ini dapat dilihat dari hasil tes

Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 116,

 Bagian lateral dan anterior dari traktus corticospinal Bagian lateral dan anterior dari traktus corticospinal (pyramidal) merupakan jalur desending yang terdiri dari

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara

bahwa dalam rangka mendukung operasional Pelabuhan Perikanan Birea serta melaksanakan ketentuan Pasal 24 ayat (6) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor