5 2.1.1 Hasil Belajar
Ada empat unsur utama dalam proses belajar-mengajar, yakni tujuan bahan
metode dan alat serta penilaian. Tujuan sebagai arah dari proses belajar mengajar
yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima pembelajaran. Bahan
adalah seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk
disampaikan dalam proses belajar mengajar. Metode dan alat adalah cara yang
digunakan dalam mencapai tujuan. Sedangkan penilaian adalah upaya untuk
mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai atau tidak. Dengan
kata lain penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan
hasil belajar siswa.
Hamalik (2008) hasil belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada
diri seseorang yang dapat di amati dan di ukur dalam bentuk pengetahuan, sikap dan
keterampilan. Menurut Nana Sudjana, (2011 : 22) hasil belajar adalah kemampuan
yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Pengalaman
belajar ini akan menghasilkan kemampuan yang menurut Horwart Kingsley dalam
buku Nana Sudjana, (2011 : 22) dibedakan menjadi tiga macam kemampuan (hasil
belajar) yaitu: (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan,
(3). Sikap dan cita-cita. Ketiga hasil belajar (kemampuan) itulah yang harus dimiliki
oleh siswa. Hasil belajar dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi siswa dan dari sisi
guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang
lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan
mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan
Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dipaparkan di atas, maka dapat
dikemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku pada diri seseorang
akibat tindak belajar yang mencakup aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek
psikomotorik.
2.1.2 Pengukuran Hasil Belajar
Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai
suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas
pengukuran. Pengukuran (measurement) adalah membandingkan sesuatu yang diukur
dengan alat ukurnya dan kemudian menerapkan angka menurut sistem aturan tertentu
menurut Kerlinger dalam Purwanto, (2010:2). Hopkins dan Antes dalam Purwanto
(2010:2), mendefinisikan pengukuran sebagai pemberian angka pada atribut dari
obyek, orang atau kejadian yang dilakukan untuk menunjukan perbedaan dalam
jumlah. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang
disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan
untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan
wawancara, skala sikap dan angket.
Dari pengertian pengukuran di atas untuk mengukur hasil belajar peserta didik
digunakan instrumen penilaian hasil belajar. Penilaian hasil belajar dapat diukur
melalui teknik tes dan non tes.
Tes menurut Nana Sudjana (2008:35) sebagai alat penilaian adalah pertanyaan
pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam
bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan) atau dalam bentuk
perbuatan (tes tindakan).
1. Tes Lisan
Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya dalam
bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki rambu-rambu
penyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari tes lisan biasanya tidak
2. Tes Tertulis
Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal
maupun jawabannya misalnya tes formatif.
3. Tes Tindakan
Pada Tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator
pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor misalnya unjuk
kerja. Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar
siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan
pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran, namun demikian
dalam batas tertentu tes dapat pula digunakan untuk mengukur atau menilai
hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris. Menurut Endang Poerwanti, dkk.
(2008:4), tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
Jadi kesimpulan dari pengertian tes di atas adalah alat penilaian yang
digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik berupa pertanyaan-pertanyaan
yang diberikan kepada siswa untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan dan sikap
peserta didik dalam bentuk lisan, tulisan, dan perbuatan.
Non tes adalah pertanyaan maupun pernyataan yang tidak memiliki jawaban
benar atau salah. Teknik non tes sangat penting dalam mengukur kemampuan peserta
didik pada ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih
menekankan pada aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes menurut
Endang Poerwanti (2008:3), yaitu:
a. Observasi
Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar
dapat dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan
instrumen yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan
belajar peserta didik, maupun observasi informal yang dapat dilakukan oleh
b. Wawancara
Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang diberikan
secara lisan dan spontan.
c. Angket
Angket adalah suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi
yang berupa data deskriptif. Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui
melalui teknik atau cara pengukuran yang sistematis dengan alat pengukuran
seperti tes, observasi, wawancara, angket. Alat yang dipergunakan untuk
mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran dinamakan dengan instrumen.
Instrumen sebagai alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan
pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah benar
atau valid.
Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa hasil belajar dalam penelitian ini
adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes (tes formatif) dan non tes
(observasi keaktifan siswa menyimak materi dan keaktifan siswa ketika belajar
bersama).
2.2 Model Pembelajaran Jigsaw
2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Jigsaw
Model pembelajaran jigsaw merupakan bagian dari model pembelajran
kooperatif, dimana akan dibentuk kelompok-kelompok menggunakan pola kelompok
asal dan kelompok ahli. Pembelajaran ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan
partisipasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan
dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraski dan
belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya Trianto (2007: 42)
Seperti yang dikatakan Isjoni (2011: 54) bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa
aktif dan saling mendorong dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai tujuan
Jigsaw adalah salah satu dari metode-metode kooperatif yang paling fleksibel
Slavin (2005:246). Model pembelajaran Jigsaw merupakan salah satu variasi model
Collaborative Learning yaitu proses belajar kelompok dimana setiap anggota berhak
mengemukakan pendapat, informasi, pengalaman, ide, sikap, kemampuan, dan
keterampilan yang dimilikinya. Model pembelajaran jigsaw ini siswa memiliki
banyak kesempatan untuk mengemukakan pendapat, dan mengelolah informasi yang
dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota kelompok bertanggung
jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari,
dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya.
2.2.2 Tujuan
Model pembelajaran jigsaw dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan
pembelajaran yaitu:
1. Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga
memperbaiki prestasi siswa.
Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa
memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah
menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat
meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang
berhubungan dengan hasil belajar
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari
orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan,
dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa
dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung
pada tugas-tugas dan belajar saling menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa
oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan
sosial.
2.2.3 Langkah-Langkah Pembelajaran
Slavin (2010: 237) mengemukakan bahwa: dalam pembelajaran jigsaw para
siswa bekerja dalam tim yang heterogen. Para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit, dan diberikan “lembar ahli” yang terdiri atas topik -topik yang berbeda yang harus menjadi fokus perhatian masing-masing tim saat
mereka membaca. Setelah semua anak selesai membaca, siswa-siswa dari tim berbeda yang mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam “kelompok ahli” untuk mendiskusikan topik mereka sekitar tiga puluh menit. Para ahli tersebut
kemudian kembali pada tim mereka dan secara bergantian mengajari teman satu
timnya mengenai topik mereka. Slavin (2010: 241) menjelaskan dalam pembelajaran
jigsaw terdiri atas siklus regular dari kegiatan-kegiatan pengajaran yaitu:
1. Membaca. Para siswa menerima topik ahli dan membaca materi yang diminta untuk menemukan informasi.
2. Diskusi kelompok ahli. Para siswa dengan keahlian yang sama, bertemu untuk
mendiskusikannya dalam kelompok-kelompok ahli.
3. Laporan tim. Para ahli kembali ke dalam kelompok mereka masing-masing
untuk mengajari topik-topik mereka kepada teman satu timnya.
4. Tes. Para siswa mengerjakan kuis-kuis individual yang mencakup semua
topik.
5. Rekognisi tim. Skor tim dihitung berdasarkan skor perkembangan individual.
Pendapat Slavin tidak jauh berbeda dengan pendapat Aronson dkk dalam
Saminanto (2010:31) bahwa dalam model pembelajaran jigsaw (Model Tim Ahli),
setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan peran yang sama dengan materi
berbeda, namun bobotnya relatif sama. Semua anggota kelompak harus mendapat
tugas agar semuanya aktif.
Langkah-langkah model pembelajaran jigsaw oleh Aronson dkk dalam
1. Siswa dikelompokkan ke dalam tim (kelompok asal).
2. Setiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda.
3. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian yang sama
bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan materi
mereka.
4. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota kembali ke kelompok
asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang materri yang
telah mereka kuasai dan teman yang mendengarkan dengan sungguh-sungguh
kemudian tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
5. Guru memberi evaluasi.
6. Penutup.
Senada dengan Slavin dan Aronson, Zaini Hisyam (2010:59) mengemukakan
bahwa strategi ini merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika materi yang
akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak
mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi ini adalah dapat melibatkan
seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain.
Langkah-langkah model pembelajaran jigsaw menurut Zaini Hisyam sebagai berikut:
1. Pilih materi pelajaran yang dapat dibagi menjadi beberapa bagian
2. Bagi siswa menjadi beberapa kelompok sesuai jumlah bagian materi yang ada.
3. Setiap kelompok mendapat tugas membaca dan memahami materi pelajaran
yang berbeda-beda.
4. Setiap kelompok mengirimkan anggotanya ke kelompok lain untuk
menyampaikan apa yang telah mereka pelajari di kelompok.
5. Beri siswa beberapa pertanyaan untuk mengecek pemahaman mereka
terhadap materi.
Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
jigsaw merupakan model pembelajaran yang melibatkan seluruh siswa ketika
pembelajaran dalam bentuk kelompok kecil, setiap anggotanya memiliki materi yang
2.3 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 2.3.1 Pengertian IPS
IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan
masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau
satu perpaduan. (Surdiyo, dkk, 2008: 1, 26). Seperti yang ditegaskan oleh Saidiharjo
(1996:4) bahwa IPS merupakan kombinasi atau perpaduan dari beberapa mata
pelajaran seperti: geografi, sejarah, ekonomi, polotik dan antropolgi.
Jadi dapat di simpulankan bahwa IPS adalah gabungan dari beberapa aspek
ilmu sosial yang bertujuan meningkatkan kemampuan, pengetahuan, menganalisis
gejala dan masalah-masalah sosial yang ada di masyarakat.
Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi sampai
pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan sejarah.
Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada dilingkungan
sekitar peserta didik di SD. Ruang lingkup mata pelajaran IPS di SD meliputi
aspek-aspek sebagai berikut :
1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan
2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan
3. Sistem Sosial dan Budaya
4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.
Menurut kurikulum 2006 mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
dan lingkungannya
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan
sosial
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dalam masyarakat
yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang
standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam
Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum yang
secara nasional harus dicapai oleh siswa dalam pengembangan kurikulum di setiap
satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta
didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang
difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPS yang
ditujukan untuk siswa kelas IV SD disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS Kelas IV Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan propinsi.
2.2. Mengenal pentingnya koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2.3. Mengenal perkembangan teknologi komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya.
2.4 Penelitian yang Relavan
Penelitian yang sejalan dengan penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini
bertujuan untuk menguatkan hasil yang diperoleh tentang hasil belajar melalui model
pembelajaran Jigsaw.
Penelitian yang dilakukan oleh Mustofa (2012) yang berjudul “Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebagai upaya meningkatkan aktivitas belajar
IPA peserta didik kelas VII E semester II pada tema pencemaran air di SMP N 4 wates”. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan keaktifan belajar peserta didik kelas VII E SMP Negeri 4 Wates.
didik yang mengalami peningkatan, di mana rata-rata aktivitas belajar peserta didik
pada siklus I mencapai 65,46% sedangkan siklus II meningkat menjadi 85,86%.
Penelitian yang dilakukan oleh Laila Mardhiyah (2009) yang berjudul Upaya
Meningkatkan hasil belajar IPS melalui model pembelajaran tipe jigsaw kelas IV di
SDN Blotongan 01 Salatiga. Dalam hasil penelitiannya terjadi peningkatan
ketuntasan belajar siswa dari setiap siklus. Pada kondisi awal hanya 7 siswa yang
tuntas setelah pembelajaran jigsaw hasil belajar meningkat pada siklus1 rata-rata
75,81 setelah diadakan tindak lanjut menjadi 76,96. Pada siklus 2 menjadi 77,22
ketuntasan belajar 100%. Kelebihan yang dicapai dari penelitian ini terletak pada
pemilihan kelompok heterogen sehingga pada siklus 1 sudah nampak peningkatan
belajarnya, karena sudah ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi
kepada rekan-rekannya sedangkan kelemahannya pada kelompok tertentu siswa yang
aktif lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi.
Penelitian yang dilakukan oleh Aang Taufik (2010) dalam tesisnya yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Motivasi, Aktivitas Dan Prestasi Belajar Siswa Kelas IX A SMP Negeri Cigugur”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam
pembelajaran PAI mampu meningkatkan aktivitas belajar PAI siswa. Hal tersebut
dapat terlihat dari presentase hasil perhitungan keaktifan siswa. Pada siklus I
keaktifan siswa sebesar 76%, sedangkan pada siklus II sebesar 88%, dengan rata-rata
siklus I dan siklus II sebesar 82%. Sesuai dengan judul yang peneliti pilih maka ada
kesamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Aang Taufik dengan penelitian yang
peneliti lakukan yakni pada variabel input berupa penerapan pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw , dan salah satu variabel outputnya yakni meningkatkan aktivitas belajar
siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Rinda Dwi Pratiwi (2013) yang berjudul
“Peningkatan Keaktifan Belajar Melalui Cooperative Learning Metode Jigsaw Pada
ditempuh mulai dari merancang pembelajaran menggunakan metode jigsaw hingga
penerapannya yang dipadukan dengan diskusi kelas dan pemberian penghargaan.
Sedangkan, hasil peningkatan keaktifan belajar IPS dapat dibuktikan dengan adanya
peningkatan rata-rata presentase observasi keaktifan belajar pada siklus I sampai
dengan siklus III. Siklus I sebesar 57,29%, siklus II meningkat sebesar 13,28%
menjadi 70,57% dan siklus III meningkat sebesar 12,24% menjadi 82,81%. Pada
siklus III ratarata presentase tiap indikator keaktifan belajar sudah mencapai 75%.
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, dapat memberikan gambaran peneliti
untuk melaksanakan penelitian yang berhubungan dengan penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajaran IPS. Selain itu keempat
penelitian yang telah disebutkan diatas juga terbukti menguatkan teori bahwa dalam
kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa, demikian pula dengan penelitian yang
akan dilakukan yaitu menggunakan model pembelajaran jigsaw untuk meningkatkan
hasil belajar IPS siswa sebagai langkah perbaikan dari contoh penelitian yang telah
dijelaskan sebelumnya.
2.5 Kerangka Berpikir
Dalam kegiatan mengajar guru, tidak menggunakan RPP dan tidak memakai
Model pembelajaran tertentu seperti Model Jigsaw. Pelajaran IPS dianggap
membosankan bagi peserta didik karena pembelajaran hanya mengandalkan
komunikasi satu arah. Guru dianggap sebagai satu satunya sumber belajar. metode
pembelajaran yang digunakan masih bersifat konvensional, dimana siswa hanya
menyimak penjelasan guru, mencatat dan mengerjakan latihan saja serta
pembelajaran yang monoton dan hanya menekankan pada penghafalan semata.
Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak membagikan siswa kedalam beberapa
kelompok dengan anggota 4 sampai 5 orang, siswa tidak diberi materi yang berbeda
untuk melakukan diskusi, tidak ada penugasan dari anggota tim yang berbeda dan
untuk menjelaskan materi kepada anggota kelompok, tidak ada presentasi. Tidak
menggunakan model tertentu seperti jigsaw.
Model pembelajaran jigsaw diawali dengan pembentukan kelompok heterogen,
siswa dibagi menjadi 9 kelompok asal contohnya (A, B, C, D, E, F, G, H, I), setiap
siswa dalam kelompok memperoleh materi yang berbeda-beda (materi 1, 2, 3, 4, 5)
kemudian siswa yang memperoleh materi sama berkumpul membentuk kelompok
ahli 1 (A1, B1, C1, D1, E1, F1, G1, H1, I1) kelompok ahli 2 ( A2, B2, C2, D2, E2,
F2, G2, H2, I2) dan seterusnya. Kemudian siswa belajar bersama membahas materi
mereka dalam kelompok ahli. Setelah siswa selesai belajar bersama dalam kelompok
ahli, siswa kembali ke kelompok asal mereka dan menjelaskan materi mereka kepada
rekan satu kelompoknya. Dalam model pembelajaran jigsaw ini penilaian dibagi
menjadi dua yaitu penilaian proses belajar dan penilaian hasil belajar. Penilaian
proses diperoleh dari penilaian observasi yang dilakukan guru ketika pembelajaran
yang terdiri dari penilaian dalam kelompok asal dan penilaian dalam kelompok ahli.
Sedangkan dalam penilaian hasil belajar diperoleh dari tes formatif yang dilakukan
guru setelah pembelajaran selesai. Penilaian proses belajar dan penilaian hasil belajar
ini kemudian diolah menjadi nilai ahir siswa yang meningkat (KKM 70). Skor
capaian pengukuran ini akan menunjukkan kenaikan skor yang signifikan. Untuk itu,
perlu dilakukan dengan pemantapan tindakan yaitu mengulang kembali model
pembelajaran jigsaw dengan kompetensi dasar yang sama sehingga tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai lebih meningkat.
2.6 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka penerapan model pembelajaran jigsaw
dapat meningkatkan hasil belajar IPS bagi siswa kelas IV SDN Blotongan 01