• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I - Inheritance For The Future

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I - Inheritance For The Future"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

THE REALITY

Kota Medan, kota terbesar Pulau Sumatera merupakan kota multikultur yang memiliki berbagai budaya serta obyek wisata bersejarah yang unik. Seiring dengan sejarah perjalanan Kota Medan, sekitar 600-an bangunan bersejarah yang berdiri rata– rata memiliki usia lebih dari 100 tahun. Keberadaan bangunan–bangunan bersejarah peninggalan Belanda yang mengawali pembangunan infrastruktur untuk industri perkebunan tembakau Deli merupakan kebanggaan Kota Medan.

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, kondisi ini pernah mengangkat derajat dan martabat Kota Medan sehingga menjadi sorotan negara-negara di dunia. Keindahan pola dan estetika arsitektural, kondisi sungai yang bersih, tersedianya akses lebar sepanjang jalan pejalan kaki, serta tata kota teratur yang dimiliki pada masa pemerintahan kolonial Belanda membuat Kota Medan disebut sebagai kota terindah di Pulau Sumatera yang identik dengan Kota Paris (Perancis). Sungai Deli yang melintas juga menjadi suatu pemandangan yang menarik. Oleh karena itu, Kota Medan pernah mendapat julukan ‘Parijs Van Sumatra’1.

1 Dirk Aedsge Buiskool, 1992, mengutip tulisan W Feldwick dalam buku “Present Day Impressions of The Far East and Prominent & Progressive Chinese at Home and Abroad. The History, People, Commerce, Industries and Resources of China, Hongkong, Indo-China, Malaya and Netherlands India (1917). Seperti diungkap Dirk, di buku itu di halaman 1.185, Feldwick menulis, “Medan is the queen city of the island of Sumatra, and is, moreover, the chief trading

centre on the east coast, which is the most important and progressive quarter of the island.”

(2)

Namun julukan kebanggaan ‘Parijs Van Sumatra’ yang pernah melekat di Kota

Medan sekarang hanya tinggal kenangan. Kondisi kebersihan lingkungan, jalanan, ketimpangan bangunan dan kondisi sungai yang dahulu berperan sangat penting di Kota Medan sekarang begitu memprihatinkan dan tidak bisa dibanggakan. Roh “spirit” dan inti “essence” Kota Medan yang menjadi identitas masing–masing kawasan mulai menghilang. Banyak bangunan bersejarah peninggalan masa pemerintahan kolonial Belanda dihancurkan dan diganti oleh bangunan–bangunan dengan fungsi baru. Hal ini disebabkan karena lokasi bangunan bersejarah berada di tempat yang strategis dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Menurut Norberg-Schulz (1980), hubungan manusia dengan suatu tempat “place” bukan hanya sekedar orientasi terhadap lingkungan, seperti yang disebutkan oleh Kevin Lynch2, namun lebih memiliki keterkaitan dengan proses identifikasi yang lebih dalam dan menjadi bagian dalam lingkungan tertentu. Syarat untuk identifikasi manusia dengan tempat adalah karakter dan ciri khas yang menjadi perbedaan suatu tempat dengan yang lainnya sebagai kehadiran unik setiap tempat atau Genius Loci3.

Keberadaan warisan bersejarah seperti bangunan–bangunan pada masa kolonial Belanda hingga saat ini masih dapat dirasakan walaupun secara perlahan terancam hilang. Banyak bangunan tua yang hanya ditempati tetapi tidak dirawat dan diterlantarkan sehingga menyebabkan warisan bersejarah yang menjadi identitas Kota Medan hilang satu per satu. Pengaruh modernitas dan bentuk bangunan yang kemudian dirancang mengutamakan fungsi (form follows function) juga merupakan faktor utama hilangnya identitas arsitektur Kota Medan.

(3)

Identitas arsitektur Kota Medan yang telah diukir sejarah sebelumnya tidak dipergunakan sebagai acuan dalam perencanaan arsitektur kawasan tertentu sehingga banyak bangunan yang terbentuk saat ini tidak mewakili identitas kawasannya. Keberadaan Sungai Deli yang melintas di beberapa sisi kawasan bersejarah ini seharusnya juga dapat menjadi magnet dan memiliki nilai positif bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas. Hal ini sangat disayangkan, padahal julukan ‘Parijs Van Sumatra’ merupakan sebuah episode sejarah yang unik bagi Kota Medan selama perjalanannya sampai saat ini.

Ironisnya melihat kondisi Kota Medan saat ini sepertinya tidak mungkin jika Kota Medan ini dahulu pernah memiliki keidentikan dengan Kota Paris. Proses modernisasi dalam pembangunan Kota Medan mengancam warisan bersejarah dan pengembangan pariwisata, bahkan jalur aliran air Sungai Deli diubah demi kepentingan pembangunan beberapa pihak (lihat gambar 1.2). Rasanya sangat berat untuk membangkitkan kembali kharisma yang dibanggakan Kota Medan sebagai ‘Parijs Van

Sumatra’ tempo dulu di masa kini. Untuk itu, julukan nostalgia “Parijs Van Sumatra” harus dibangkitkan kembali.

(4)

Dimulai dari skala mikro, Medan Municipal Office (MMO) bekerja sama dengan konsorsium terkemuka pengembang real estate di Kota Medan yaitu PT Twin Rivers Development (PT TRD) menunjuk Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara untuk mengembangkan kembali area muka Sungai Deli dan Babura. Pada konteks proyek revitalisasi kawasan muka Sungai Deli dengan tema utama “Urban

Heritage Tourism” yang berlokasi di belakang kawasan preservasi yaitu Istana Maimun, Departemen Arsitektur USU telah menugaskan salah satu kelompok “Studio PA6 Design

Group” yaitu kelompok D untuk mengembangkan perencanaan dan perancangan proposal

proyek ini.

Kasus proyek merupakan revitalisasi kawasan preservasi dengan penambahan pembangunan fungsi - fungsi baru namun tetap mempertahankan eksistensi bangunan peninggalan bersejarah. Kawasan ini akan menjadi magnet baru bagi masyarakat dan menghidupkan kembali julukan ‘Parijs Van Sumatra’ yang sangat dirindukan masyarakat Kota Medan.

Gambar 1.3: Lokasi tapak pembangunan Sumber: Google Earth

(5)

Pembangunan bangunan-bangunan baru ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat baik di bidang sosial, ekonomi dan budaya, menyediakan pariwisata yang khas dan ruang publik bagi masyarakat kota ataupun wisatawan lokal dan mancanegara, menghidupkan kembali kawasan preservasi sebagai cagar budaya Kota Medan, dan menumbuhkan ketertarikan masyarakat dengan sejarah Kota Medan.

Strategi perencanaan dan perancangan proyek ini adalah pembangunan hotel dan apartemen yang dibatasi pada lingkungan rumah tinggal keluarga Kesultanan Deli yang berlokasi di belakang bangunan Istana Maimun dengan garis tepian Sungai Deli. Menyelaraskan desain bangunan baru dengan kondisi eksisting Istana Maimun dan keberadaan Sungai Deli sebagai acuan agar tercipta suatu keharmonisan arsitektur pada lingkungan tersebut. Menyediakan ruang publik sebagai generator aktivitas yang dapat menjadi daya tarik masyarakat untuk berkunjung dan melakukan aktivitas. Untuk memaksimalkan fungsi bangunan Istana Maimun sebagai cagar budaya Kota Medan, maka keluarga Kesultanan Deli yang tinggal di dalam dan di belakang Istana Maimun akan direlokasi ke apartemen baru. Sebagian unit apartemen akan tersedia untuk kepemilikan publik dengan persetujuan dari keluarga sultan sebagai salah satu cara meningkatkan perekonomian masyarakat lingkungan tersebut.

(6)

Pengumpulan informasi dan data dapat dicapai melalui beberapa kegiatan, yaitu kegiatan studi lapangan, wawancara, studi literatur, dan studi banding. Kegiatan studi lapangan yang dilakukan yaitu mengamati berbagai kondisi pada tapak dan lingkungan sekitarnya seperti kondisi sungai, vegetasi, drainase, sirkulasi, kondisi dan sistem pengolahan sampah, eksisting bangunan–bangunan sekitar terutama bangunan bersejarah, perilaku manusia baik yang dalam ataupun diluar lokasi proyek, kontur tapak, hukum dan peraturan tapak (GSB dan DAS), kondisi ekonomi masyarakat, iklim dan struktur bangunan eksisting.

Informasi dan data yang diperoleh dari pengamatan beberapa kondisi di lapangan, kemudian dijabarkan menjadi dua hal, yaitu hal–hal positif yang berpotensi menambah daya tarik serta hal–hal negatif yang harus diperbaiki. Hal-hal positif seperti kekayaan nilai budaya yang dimiliki Istana Maimun, pohon–pohon rindang yang ada pada tepi sungai dan lingkungan istana, serta bangunan bersejarah lain seperti mesjid raya yang sampai sekarang masih memiliki hubungan erat dengan Istana Maimun. Keberadaan bangunan–bangunan bersejarah di sekitar lingkungan tapak sangat membantu dalam pemulihan identitas kawasan.

(7)

Hal yang paling memprihatinkan adalah kondisi Sungai Deli yang tidak layak dengan genangan sampah–sampah disekitarnya, serta abrasi yang terjadi di bantaran sungai. Hal ini disebabkan karena pembangunan tembok penahan (retaining wall) oleh komplek Multatuli yang menyebabkan aliran sungai menghempas ke tepi dinding sungai di sisi lain, yaitu sisi Istana Maimun, serta kurangnya kesadaran dan tindakan masyarakat yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan, sehingga permukiman di bantaran Sungai Deli identik dengan kawasan kumuh (lihat gambar 1.4).

Wawancara yang dilakukan dengan salah satu perwakilan Kesultanan Deli, Sekretaris Umum Yayasan Ma’moen Al Rasyid, Tengku Moharsyah sebagai narasumber,

memberikan informasi dan data cukup mengejutkan. Lahan Istana Maimun yang disewakan untuk sebagian bangunan Rumah Sakit Martha Friska selama 5 tahun mulai dari tahun 2011, serta lahan yang juga disewakan sebagai tempat parkir bus pariwisata salah satu operator jasa perjalanan dan pariwisata yaitu Trophy Tour (lihat gambar 1.5).

Gambar 1.5: Lahan sewa tempat parkir bus Trophy Tour Sumber: Dokumentasi pribadi

(8)

Ironisnya, hal ini disadari dan disetujui oleh pengelola Istana Maimun yang juga merupakan bagian dari keluarga Kesultanan Deli. Menurut penulis ini merupakan tindakan yang tidak seharusnya dilakukan karena akan mencemari identitas kawasan sebagai salah satu ikon dan tempat pariwisata yang dikenal di Kota Medan.

Pencarian informasi dan data juga dilaksanakan melalui studi literatur dan studi banding untuk mencari referensi teori yang relevan dengan konteks kasus proyek. Studi literatur yang dicari adalah nilai budaya, roh dan inti yang dimiliki serta mencerminkan identitas kawasan Istana Maimun, dan studi literatur bangunan baru yaitu hotel butik dan apartemen yang sesuai dengan konteks proyek.

Contoh studi banding untuk bangunan hotel yang penulis kutip adalah Capella Hotel, Singapore. Mengintegrasikan dua bangunan militer Tanah Merah yang telah berdiri dari tahun 1880 dan mengubahnya menjadi tempat rekreasi dan mengubah fungsinya menjadi bangunan hotel, vila, dan spa. Penerapan tema “Restoration and intervention in historical buildings” bertujuan untuk menyatukan gaya lama dan baru

dalam konteks tropis. Desain bangunan baru dengan pencampuran gaya tropis dan kontemporer sebagai wujud penghormatan terhadap bangunan eksisting.

(9)

Pendekatan ini berupaya untuk menyoroti bangunan bersejarah tersebut, menciptakan bangunan baru dengan fungsi baru tanpa menghilangkan nilai bersejarah yang ada di dalamnya (Gambar 1.9).

Bangunan eksisting (bangunan militer) yang tetap dipertahankan dan menjadi sumbser acuan untuk rancangan hotel dan vila di sekitarnya.

Bangunan hotel yang dirancang memanjang dari kedua sisi bangunan eksisting. Bagian atap bangunan hotel memiliki tinggi yang sama dengan bangunan lama.

Gambar 1.6: Tampak atas Capella hotel, Singapore

Sumber: Capella Singapore Gallery

Gambar 1.7: Site Plan Capella hotel, Singapore

Sumber: Capella Singapore Gallery

Gambar 1.8: Capella hotel, Singapore, dalam konstruksi

Sumber: Capella Singapore Gallery

(10)

Studi banding lainnya adalah New Capital Quay yang merupakan bangunan apartemen yang berlokasi di kawasan bersejarah Greenwich juga di muka sungai bersejarah yaitu Sungai Thames. Bangunan ini memiliki posisi yang unik, tiga sisi bangunannya memiliki pemandangan panorama yang bagus, yaitu arah pandang ke The City, Canary Wharf dan The Millennium Dome yang merupakan kawasan bersejarah terkenal di dunia.

Gambar 1.10: Peta dan foto udara New Capital Quay, Greenwich Sumber: New Capital Quay Brochure

Gambar 1.11: Jenis-jenis tower New Capital Quay, Greenwich

Sumber: New Capital Quay Brochure

Gambar 1.12: New Capital Quay, Greenwich, dalam konstruksi Sumber: New Capital Quay Brochure New Capital Quay

The Royal Observatory Millenium Dome

Canary Wharf

Gambar

Gambar 1.1: Kesawan di masa 1930-an (repro koleksi Dr. Phil Ichwan Azhari) Sumber: Website Badan Warisan Sumatera
Gambar 1.2: Perubahan jalur aliran Sungai Deli Sumber: Leushuis (2011)
Gambar 1.3: Lokasi tapak pembangunan
Gambar 1.4: Kondisi Sungai Deli akibat abrasi Sumber: Dokumentasi pribadi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Winarno Surachman, Perkembangan Pribadi dan Keseimbangan Mental, IKIP, Bandung, 1965, hlm.7... 1) Pengayoman Polri kepada masyarakat, harus menyentuh setiap lapisan

Oleh karena itu, kepentingan ekonomi akan menjadi faktor penyebab kemiskinan yang terus menerus terjadi di negara miskin, karena kekayaan SDM dan kekayaan SDA diambil

Warga NU merasa keberatan dengan materi dan metode pendekatan yang dilakukan MTA dalam melaku- kan dakwah karena MTA tidak menghormati perbedaan fiqhiyah , cenderung melecehkan

Mereka diberi tayangan dan bahan bacaan (melalui Whattsapp group, Zoom, Google Classroom, Telegram atau media daring lainnya) terkait materi Penyelesaian sistem

Perlu diingat bahwa unsur-unsur tubuh sedimen dasar yang ada dalam sistem ini sama dengan unsur-unsur tubuh sedimen yang ada di muara sungai

Salah satu varietas unggul kencur dengan ukuran rimpang besar adalah varietas unggul asal Bogor (Galesia-1) yang mempunyai ciri sangat spesifik dan berbeda dengan klon

Pada gambar 7 scene menu Drag n Drop Puzzle adalah scene dimana dimana pemain harus mencocokan potongan gambar dengan cara menarik potongan menggunakan cursor mouse

Analisis spasial wilayah potensial PKL menghasilkan peta tingkat wilayah potensial yang tersebar sepanjang Jalan Dr.Radjiman berdasarkan aksesibilitas lokasi dan