BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari penginderaan manusia yaitu
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengalaman manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengelihatan atau
kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam bentuk tindakan
seseorang (Notoatmodjo, 2010:142). Pengetahuan seseorang terhadap objek
mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya
dibagi enam tingkat pengetahuan, yakni:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut,
tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila
orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan,
membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan
sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2010:54), pengetahuan dapat
dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Awareness knowledge (Pengetahuan kesadaran), yaitu pengetahuan
akan keberadaan suatu inovasi. Pengetahuan jenis ini akan memotivasi
mengadopsinya. Pada inovasi ini diperkenalkan pada masyarakat tetapi tidak ada informasi yang pasti tentang produk tersebut. Karena
kurangnya informasi tersebut maka masyarakat tidak merasa
memerlukan inovasi tadi. Rogers menyatakan bahwa untuk
menyampaikan keberadaan inovasi akan lebih efektif disampaikan
melalui media massa seperti radio, televisi, koran atau majalah.
Sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui keberadaan suatu
inovasi.
b. How-to-knowlegde (Pengetahuan pemahaman), yaitu pengetahuan
tentang bagaimana cara menggunakan suatu inovasi dengan benar.
Rogers memandang pengetahuan jenis ini penting dalam proses
keputusan inovasi. Untuk lebih meningkatkan peluang pemakaian
sebuah inovasi maka individu harus memiliki pengetahuan ini dengan
cukup tentang penggunaan inovasi ini.
c. Principles-knowledge (Prinsip dasar), yaitu pengetahuan tentang
prinsip-prinsip keberfungsian yang mendasari bagaimana dan mengapa
suatu inovasi dapat bekerja.
2.2. Penyuluhan
2.2.1. Pengertian Penyuluhan
Penyuluhan merupakan upaya perubahan perilaku manusia yang
dilakukan melalui pendekatan edukatif. Pendekatan edukatif sendiri diartikan
dengan peran serta aktif individu maupun kelompok atau masyarakat, untuk
memecahkan masalah masyarakat dengan memperhitungkan faktor sosial,
ekonomi, budaya setempat (Suharjo, 2003).
Dengan cara ini, kontak antara klien dengan petugas lebih intensif.
Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat diteliti dan dibantu
penyelesaianya. Akhirnya klien tersebut dengan sukarela, berdasarkan
kesadaran, dan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut atau perilaku
baru.
2.2.2. Metode Penyuluhan dan Media Penyuluhan
Menurut Van de ban dan Hawkins yang dikutip oleh Rika Candra
(2008), pilihan seorang agen penyuluhan terhadap suatu metode atau teknik
penyuluhan sangat tergantung kepada tujuan khusus yang ingin dicapai.
2.2.2.1Pendekatan Kelompok besar
Dalam metode ini, penyuluh berhubungan dengan sasaran penyuluhan
secara kekompok. Metode ini cukup efektif karena sasaran dibimbing dan
diarahkan untuk melakukan sesuatu kegiatan yang lebih produktif atas dasar
kerjasama. Dalam pendekatan kelompok banyak manfaat yang dapat diambil,
disamping dari transfer informasi juga terjadi tukar pendapat dan pengalaman
antara sasaran penyuluhan dalam kelompok yang bersangkutan.
Disamping keuntungan yang diperoleh, kelemahan yang ditemukan
dalam metode ini adalah sulitnya mengkoordinir sasaran karena faktor
dikarenakan metode ini sesuai untuk masyarakat, baik yang berpengetahuan
tinggi maupun yang berpengetahuan rendah.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti memilih metode pendekatan
kelompok dengan melakukan penyuluhan dengan cara ceramah mengenai
makanan kariogenik dengan hubungannya terhadap penyakit karies gigi.
2.2.2.2Pendekatan Kelompok Kecil (Diskusi Kelompok)
Agar semua anggota kelompko dapat bebas berpartisipasi dalam diskusi
maka formasi duduk peserta diatur sedemikian rupa sehingga dapat saling
berhadapan satu sama lain. Pemimpin juga duduk diantara peserta sehingga
tidak menimbulkan kesan ada yang lebih tinggi.
2.3. Makanan Kariogenik
Menurut Setiowati dan Furqnita (2007), Makanan kariogenik adalah
makanan manis yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi. Sifat makanan
kariogenik adalah banyak mengandung karbohidrat, lengket dan mudah hancur
di dalam mulut.
Kariogenitas suatu makanan tergantung dari :
1. Bentuk fisik
Bentuk fisik makanan yang lunak, lengket dan manis yang mudah
menempel pada permukaaan gigi dan sela-sela gigi yang jika dibiarkan akan
menghasilkan asam yang lebih banyak pula sehingga mempertinggi resiko
hancur di dalam mulut juga harus dihindari, misalnya kue-kue, roti, es krim,
susu, permen dan lain-lain, (Suwelo 1992).
Sebaliknya makanan yang kasar dan berserat menyebabkan makanan
lebih lama dikunyah. Gerakan mengunyah sangat menguntungkan bagi
kesehatan gigi dan gusi. Mengunyah akan merangsang pengaliran air liur yang
membasuh gigi dan mengencerkan serta menetralisasi zat-zat asam yang ada.
Makanan berserat menimbulkan efek seperti sikat dan tidak melekat pada
gigi.Titik-titik positif pada buah segar adalah kadar vitamin, kadar mineral,
kaya akan serabut kasar dan air serta sifat-sifat yang merangsang fungsi
pengunyahan dan sekresi ludah. Buah yang mempunyai sifat sebagi pembersih
alami seperti apel, bengkoang, pir, jeruk.
2. Jenis
Ada banyak macam makanan yang dijual bebas sebagai makanan
cemilan, akan tetapi ada jenis makanan tertentu yang dapat menyebabkan karies
gigi, makanan manis yang banyak mengandung gula atau sukrosa.
Makanan-makanan yang lunak dan melekat pada gigi amat merusak gigi seperti permen,
coklat, biskuit dan lain sebagainya (Tarigan, 1993).
Pada umumnya para ahli sependapat bahwa karbohidrat yang paling erat
berhubungan dengan proses karies adalah sukrosa, karena mempunyai
kemampuan yang lebih efisien terhadap pertumbuhan mikroorganisme
asidogenik dibanding karbohidrat lain. Sukrosa dimetabolisme dengan cepat
manis dan camilan (snack) seperti roti, coklat, permen dan es krim (Pratiwi,
2009).
Gula adalah istilah umum untuk karbohidrat yang punya sifat khas
misalnya larut dalam air dan manis. Dalam arti sempit disebut sukrosa akan
tetapi dalam arti luas merupakan monosakarida dan disakarida yakni: glukosa
atau gula tebu atau gula pasir, maltose atau gula gandum, fruktosa atau gula
buah bisa juga terdapat dalam madu, laktosa atau gula susu dan gula inverse
atau campuran 50:50 glukosa dan fruktosa yang diperoleh dari hidrolisis
sukrosa, tingkat kemanisan gula inverse ini 130% lebih tinggi dibandingkan
dengan sukrosa.
Didalam makanan menurut Mahdiyah (2003), terdapat beberapa
kandungan
1. Coklat :
- 99,8% sukrosa
- kadar air 0.01-0,02%,
- mineral 0,006-0,3%
- gula invert 0,03-0,2%,
2. Susu :
- 62,5% sukrosa
- 4,8% laktosa
3. es krim :
- 12-16% sukrosa
4. permen :
- 65,25% sukrosa
Menurut Sutrisna dan Rizal (2007) jika tingkat kemanisan sukrosa diberi
angka 100 makan kandungan masing-masing tingkat kemanisan gula adalah
sebagai berikut:
Table 2.1
Tingkat kemanisan gula
No Jenis gula Tingkat kemanisan
1 Fruktosa 173
2 Gula inverse 130
3 Sukrosa 100
4 Glukosa 74
5 Maltose 33
6 Laktosa 16
Sumber : Sutrisna dan Rizal (2007)
3. Frekuensi konsumsi
Mengonsumsi makanan kariogenik dengan frekuensi yang lebih sering
akan meningkatkan kemungkinan terjadinya karies dibandingkan dengan
mengkonsumsi dalam jumlah banyak tetapi dengan frekuensi yang lebih jarang
(Arisman, 2002).
Terlalu sering mengemil akan membuat saliva dalam rongga mulut
Beberapa hasil penelitian menganjurkan supaya makanan dan minuman yang
bersifat kariogenik jangan dikonsumsi sepanjang hari tetapi sebaiknya
dikonsumsi pada tiga waktu makan utama, hal ini dapat mengurangi resiko
karies. (Houwink, 1993)
4. Cara Mengkonsumsi
Berhubungan dengan cara mengonsumsi makanan yang dapat
menyebabkan karies gigi dan juga berhubungan dengan oral clearance time,
yaitu waktu yang dibutuhkan oleh seseorang untuk mengeliminasi makanan
dari mulut, dan mengurangi konsentrasi karbohidrat sampai pada titik terang.
Seseorang yang mengulum makanan lebih lama didalam mulutnya mempunyai
resiko karies lebih tinggi dari pada orang yang mengulum makanan / oral
clearance time pendek (Tarigan, 1995).
2.4 Karies Gigi
2.4.1. Defenisi Karies Gigi
Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan
kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pits,fissure dan daerah
interproximal) meluas kearah pulpa. Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang
dan dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan dapat meluas ke
bagian yang lebih dalam dari gigi, misalnya dari email ke dentin atau ke pulpa
(Tarigan, 1995).
Menurut Inda Irma dan S. Ayu intan dalam bukunya mendefenisikan
yang ada dalam karbohidrat melalui perantaraan mikroorganisme yang ada
dalam saliva.
Kata karies, dalam bahasa Yunani diambil dari kata “Ker” artinya
kematian. Dalam bahasa Latin berarti kehancuran. Pembentukan lobang pada
permukaan gigi disebabkan oleh kuman yang dikenal sebagai Streptococcus.
Lubang ini terbentuk pada permukaan gigi yang terbuka yaitu mahkota gigi
(Srigupta, 2004).
Karies merupakan suatu proses kronis, regresif yang dimulai dengan
larutnya mineral email, sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara
email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial
dari substrat (medium makanan dari bakteri), selanjutnya timbul destruksi
komponen-komponen organik, yang akhirnya terjadi kavitasi (pembentukan
lubang) (Schuurs, 1992).
2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Karies Gigi 1. Faktor dalam
Menurut Panjaitan (1995), ada empat faktor yang langsung
berhubungan dengan karies gigi yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau
mikrooorganisme, substrat dan waktu.
Faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap
karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel,
faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan
terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut
dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies
gigi.
Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya
karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan
mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk
dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan.
Menurut Panjaitan (1995), Streptokokus mempunyai sifat-sifat tertentu
yang memungkinkannya memegang peranan utama dalam proses karies gigi
yaitu : (1) memfermentasikan berbagai jenis karbohidrat menjadi asam
sehingga mengakibatkan penurunan Ph. (2) membentuk dan menyimpan
polisakarida intraseluler (levan) dari berbagai jenis karbohidrat, simpanan ini
dapat dipecahkan kembali oleh mikroorganisme tersebut bila karbohidrat
eksogen kurang sehingga dengan demikian menghasilkan asam terus-menerus.
(3) mempunyai kemampuan untuk membentuk polisakarida ekstraseluler
(dekstran) yang merupakan matriks yang melekatkan bakteri pada enamel gigi.
Dekstran menghasilkan sifat-sifat adhesif dan kohesif plak pada permukaan
gigi. (4) mempunyai kemampuan untuk menggunakan glikoprotein dari saliva
pada permukaan gigi.
Diet yang dimakan dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu pembiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada
permukaan enamel, juga mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak itu
sendiri dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk produksi
karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi
karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi,
sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan
protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini
penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting
dalam terjadinya karies.
Secara umum karies dianggap penyakit kronis pada manusia, yang
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang
dibutuhkan suatu karies berkembang menjadi suatu lubang, bervariasi dan
diperkirakan antara 6-48 bulan. Penelitian epidemiologi pada segolongan besar
anak memperlihatkan serangan karies mencapai puncaknya pada waktu dua
sampai empat tahun sesudah erupsi gigi, yang kemudian menurun. Disamping
itu aktivitas karies akan lebih besar bila semakin lama sukrosa di dalam mulut,
sebab aktivitas juga bergantung pada frekuensi konsumsi sukrosa (Panjaitan,
1995).
Karies akan terjadi bila kondisi setiap faktor tersebut saling mendukung
yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang
sesuai dan waktu yang lama.
2. Faktor Luar
Menurut Tarigan (1995), beberapa faktor luar yang juga
mempengaruhi terjadinya karies gigi yaitu usia, jenis kelamin, ras / suku
bangsa, letak geografis, kultur sosial penduduk serta kesadaran, sikap dan
Penelitian epidemiologis menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi
karies sejalan dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir erupsi lebih
rentan terhadap karies. Kerentanan ini meningkat karena sulitnya
membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi tersebut mencapai dataran
oklusal dan beroklusi dengan gigi antagonisnya. Anak-anak mempunyai resiko
karies yang paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi sedangkan orang tua
lebih berisiko terhadap terjadinya karies akar. Umur yang paling rentan
menderita karies gigi adalah 4-8 tahun untuk gigi primer dan 12-18 tahun untuk
gigi sekunder atau permanen (Wong, 2008).
Banyak faktor yang dapat menimbulkan karies gigi pada anak,
diantaranya adalah faktor di dalam mulut yang berhubungan langsung dengan
proses terjadinya karies gigi, antara lain struktur gigi, morfologi gigi, susunan
gigi-geligi di rahang, derajat keasaman saliva, kebersihan mulut yang
berhubungan dengan waktu dan teknik menggosok gigi, jumlah dan frekuensi
makan makanan yang menyebabkan karies (kariogenik). Selain itu, terdapat
faktor luar sebagai faktor predisposisi dan penghambat yang berhubungan tidak
langsung dengan terjadinya karies gigi antara lain usia, jenis kelamin, letak
geografis, tingkat ekonomi, serta pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap
pemeliharaan kesehatan gigi.
Dilihat dari jenis kelamin seseorang, beberapa penelitian menyatakan
bahwa prevalensi karies gigi tetap wanita lebih tinggi dibandingkan pria.
Demikian juga dengan anak-anak, prevalensi karies gigi sulung anak
antara lain karena erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibanding anak
laki-laki sehingga gigi anak perempuan berada lebih lama dalam mulut. Akibatnya
gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor risiko
terjadinya karies.
Pengaruh ras terhadap terjadinya karies gigi amat sulit ditentukan, tetapi
keadaan tulang rahang suatu ras bangsa mungkin berhubungan dengan kejadian
karies yang semakin meningkat atau menurun. Misalnya pada ras tertentu
dengan rahang yang sempit, sehingga gigi-gigi pada rahang sering tumbuh
tidak teratur. Keadaan gigi yang tidak teratur ini akan mempertinggi prosentase
karies pada ras tersebut.
Keadaan geografis berpengaruh dalam hal terjadinya karies karena
kandungan fluor air minum. Bila air minum mengandung fluor 1 ppm maka
gigi mempunyai daya tahan terhadap karies tetapi bila air minum mengandung
lebih besar dari 1 ppm maka akan terjadi Mottled teeth yang menyebabkan
kerusakan email berupa bintik-bintik hitam. Pendidikan dan penghasilan yang
berhubungan dengan diet dan kebiasaan merawat gigi merupakan faktor yang
mempengaruhi kultur sosial penduduk .
Fase perkembangan anak- anak masih sangat tergantung pada
pemeliharaan dan bantuan orang dewasa dan pengaruh paling kuat dalam masa
tersebut datang dari ibunya. Peranan ibu sangat mementukan dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak. Pengetahuan, kesadaran dan kebiasaan
orang tua dalam merawat kesehatan gigi anaknya sangat berpengaruh terhadap
mulut sangat dipengaruhi oleh faktor perilaku masyarakat. Dalam hal ini adalah
peran ibu yang pertama-tama terdekat dengan anak-anaknya (Ratna;_).
Kesadaran masyarakat untuk datang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan
masih rendah. Demikian juga keadaan kesehatan gigi dan mulut anak usia
prasekolah masih sangat ditentukan oleh kesadaran, sikap dan perilaku serta
pendidikan ibunya.
2.5 Proses terjadinya karies gigi 2.5.1. Pembentukan karies
Karies gigi atau lebih dikenal dengan lubang pada permukaan gigi,
yang berada di atas email dapat terjadi apabila semua faktor yaitu gigi, air liur,
makanan dan kuman lengkap. Bagian yang ganjil adalah bukan hanya
keberadaannya saja yang penting akan tetapi keempat faktor tersebut harus
saling mempengaruhi. Kuman yang sangat kecil memainkan peran yang sangat
penting dalam pembentukan lubang. Kuman-kuman ini menghasilkan asam
yang melarutkan email permukaan gigi dan membentuk suatu lubang.
Kuman-kuman tersebut menempel pada permukaan gigi dan bagian
yang tidak dicuci dengan air liur. Air liur, makanan dan permukaan gigi
menyediakan perlindungan bagi bakteri dalam mulut untuk menempati dan
membentuk suatu koloni. Bahan yang lengket dan bakteri membuat suatu
endapan, yang dikenal dengan plak (Srigupta, 2004).
Di dalam plak, 70% lapisan yang menutupi gigi, volumenya terdiri
lokal yang normal. Penurunan ini mengganggu keseimbangan antara jaringan
gigi, biasanya email, dan lingkungan (Schuurs, 1992).
2.5.2. Proses Penjalaran Karies
Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin
melalui prismata dan lewat perluasan “lubang fokus” tapi belum sampai
kavitasi. Kavitasi baru muncul apabila dentin terlibat dalam proses tersebut.
Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga
permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitas yang
makroskopis dapat dilihat. Bila lesi mencapai dentin, pulpa langsung akan
terlibat proses, lewat cabang-cabang odontoblas di dalam kanal-kanal dentin.
Lewat email yang menjadi porus, mungkin melalui suatu kavitas,
produk-produk bakterial mencapai dentin yang lebih miskin mineral dan kaya putih
telur dari pada email (Schuurs, 1992).
Secara histologis, pada karies tulang gigi yang tidak begitu dalam,
dapat dibedakan dari luar ke dalam lima daerah : (1) lapisan dentin lunak yang
strukturnya tidak dapat dikenal lagi. Di dalam lapisan ini terdapat flora
campuran yang mengeluarkan enzim hidrolitik yang akan merusak komponen
organik dentin. (2) lapisan infeksi, dimana akan dijumpai bakteri-bakteri di
dalam tubuli, tubuli melebar dan saling menyatu. Selain itu terlihat juga
celah-celah yang mengikuti jalannya garis-garis pertumbuhan owen. (3) lapisan
demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin peritubular diserang. (4)
lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan
(tidak tembus penglihatan), ditandai dengan adanya lemak di dalam tubuli,
kemungkinan merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas.
Pada karies dentin yang baru mulai terlihat hanya lapisan keempat dan
kelima. Baru setelah terjadi kavitas, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada
proses karies yang amat dalam tidak terdapat lapisan-lapisan 4 dan 5.
Bila sementum oleh retraksi gingiva terbuka bagi lingkungan mulut,
dapat terjadi karies akar, suatu proses yang lebih luas ke arah dalam. Hal ini
menyebabkan keadaan tidak janggal bahwa dentin yang makin tua akan lebih
mengalami sklerosis. Mikroorganisme menembus saluran-saluran dimana
sebelumnya terdapat jaringan ikat dan dengan demikian pada lapisan lebih
dalam dapat mengurus proses perluasan ke arah lebar (Schuurs, 1992).
2.6. Bentuk – Bentuk Karies Gigi
Tarigan (1995) mengelompokkan karies gigi berdasarkan cara
meluasnya, stadium (kedalamannya), lokalisasi dan berdasarkan banyaknya
permukaan gigi yang terkena karies.
2.6.1.Berdasarkan Cara Meluasnya
Berdasarkan cara meluasnya karies gigi, karies terbagi sebagai berikut:
1. Penetrierende Karies
Karies yang meluas dari email ke dentin dalam bentuk kerucut.
Perluasannya secarapenetrasi, yaitu merembes ke arah dalam.
Karies yang meluas dari email ke dentin dengan jalan meluas ke arah
samping, sehingga menyebabkan bentuk seperti periuk.
2.6.2. Berdasarkan Stadium (Kedalamannya)
Berdasarkan stadium (kedalamannya) karies gigi, karies terbagi sebagai
berikut:
1. Karies Superficialis
Ciri-ciri karies superficialis adalah karies baru mengenai enamel saja,
sedang dentin belum terkena.
2. Karies Media
Ciri-ciri karies superficialis adalah karies sudah mengenai dentin, tetapi
belum melebihi setengah dentin.
3. Karies Profunda
Ciri-ciri karies superficialis adalah karies sudah mengenai lebih dari
setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa.
Karies profunda dapat dibagi lagi atas :
a. Karies profunda stadium I
Karies telah melewati setengah dentin, biasanya radang pulpa belum
dijumpai.
b. Karies profunda stadium II
Masih dijumpai lapisan tipis yang membatasi karies dengan pulpa dan
telah terjadi radang pulpa.
c. Karies profunda stadium III
2.6.3. Berdasarkan Lokalisasi Karies
Berdasarkan lokalisasi, karies terbagi sebagai berikut:
1. Karies Oklusal
Karies yang terdapat pada bagian oklusal (pits dan fissure) dari gigi
premolar dan molar (gigi posterior). Dapat juga terdapat pada gigi
anterior di foramen caecum.
2. Kariess Labial
Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi-gigi molar atau
premolar, yang umumnya meluas sampai kebagian oklusal.
3. Karies Bukal
Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi-gigi depan, tetapi
belum mencapai margo incisalis (belum mencapai 1/3 incisial dari gigi).
4. Karies Palatal/Lingual
Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi-gigi depan, dan
sudah mencapai margo incisalis (telah mencapai 1/3 incisial dari gigi).
5. Karies Aproksimal
Karies yang terdapat pada bagian 1/3 leher dari gigi-gigi depan maupun
gigi belakang pada permukaan labial lingual, palatal ataupun bukal dari
gigi.
6. Karies Kombinasi
Karies yang terdapat pada bagian incisal edge dan cusp oklusal pada
gigi belakang yang disebabkan oleh keausan pada gigi yang terjadi
pengunyahan (atrisi) dan keausan gigi yang disebabkan oleh proses
kimia (erosi).
2.6.4. Berdasarkan Banyaknya Permukaan gigi yang Terkena Karies Berdasarkan banyaknya permukaan gigi yang terkena karies, karies
terbagi sebagai berikut:
1. Simpel karies
Karies yang dijumpai pada satu permukaan saja. Misalnya labial, bukal,
lingual, mesial, distal, oklusal.
2. Kompleks Karies
Karies yang sudah luas dan mengenai lebih dari satu bidang permukaan
gigi. Misalnya : mesio incisal, disto incisal, mesio oklusal.
2.7. Hubungan Makanan Kariogenik Terhadap Karies
Beberapa jenis karbohidrat termasuk sukrosa dan glukosa, dapat
diragikan oleh bakteri tertentu (Edwina dan Sally, 1992) penurunan pH dalam
waktu tertentu akan demineralisasi permukaan gigi yang menyebabkan
terjadinya karies gigi.
Menurut Edwina dan Sally (1992) plak akan tetap bersifat asam pada
waktu tertentu untuk dapat kembali ke pH normal. Makanan manis atau
makanan kariogenik bertahan 20- 30 menit tidak berbahanya. Akan tetapi
apabila lebih dari 20 menit makanan tersebut akan bersifat asam dan gigi akan
mengalami kerusakan lebih cepat karena keadaan ini. Setelah memakan
menghancurkan email. pH ini akan bertahan dalam waktu 30 sampai 60 menit
sebelum mencapai pH normal. Sebaiknya dalam sehari kebiasaan mengemil
dibatasi 4 kali/ hari untuk total makanan kariogenik dan 3 kali/minggu agar gigi
mempunyai waktu untuk menetralisir asam yang ada dalam mulut (Ramadhan,
2010).
Kebiasaan mengemil makanan manis diluar jam makan utama yakni
makan pagi, siang dan malam juga mempengaruhi terjadinya karies gigi.
Karena pada waktu jam makan utama, air ludah yang dihasilkan cukup banyak
sehingga mambantu membersihkan gula dan bakteri yang menempel pada gigi
(Edwina dan Sally, 1992).
Mengkonsumsi permen loli juga mempunyai resiko lebih tingi terjadi
karies dibandingkan dengan mengkonsumsi coklat batangan karena adanya
gula sukrosa tersembunyi dalam permen loli serta permen loli lebih bersifat
lengket dan keras dibandingkan dengan coklat batangan (Wong, 2009).
2.8. Konsep Frekuensi Menyikat Gigi
Frekuensi menggosok gigi adalah banyak sedikitnya atau berapa kali
menyikat gigi dalam satu hari. Menngosok gigi ini dilakukan untuk
mengangakat dan menghilangkan sisa makanan dan pla pada permukaan gigi
dan gusi (Nurfaizah, 2007).
Frekuensi menggosok gigi adalah sehari 3 X, setiap sehabis makan dan
dilakukan, terutama ketika seseorang berada di sekolah, kantor atau tempat lain
(Mimit Ariwibowo, 2010).
Frekuensi sikat gigi adalah Minimal 2 kali sehari, pagi setelah sarapan
dan malam sebelum tidur. Idealnya sikat gigi setiap habis makan, tapi yang
paling penting malam hari sebelum tidur. Sebaiknya sikat gigi dengan pasta
gigi yang mengandung fluor yang dapat menguatkan email. Untuk anak -anak
berikan pasta gigi dengan rasa buah, sehingga anak gemar menggosok gigi
(Ririn Fitriana, 2010).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa frekuensi menyikat gigi maksimal 3
X sehari (setelah makan pagi, makan siang dan sebelum tidur malam), atau
minimal 2 X sehari (setelah makan pagi dan sebelum tidur malam).
2.9. Kerangka Konsep
Penyuluhan Makanan Kariogenik dengan
hubungannya terhadap karies
Sebelum
Pengetahuan anak penderita karies gigi
Sesudah
Dalam kerangka konsep yang ingin diketahui adalah bagaimana tingkat
pengetahuan anak sebelum dan sesudah penyuluhan.
2.10.Hipotesis
Ada pengaruh (pemberian) penyuluhan tentang makanan kariogenik
dengan metode ceramah dan diskusi terhadap pengetahuan anak-anak penderita