KULIT BUAH NAGA PUTIH (
Hylocereus undatus
)
DAN UJI KESTABILAN FISIKNYA
1 2
H. Benjamin M Noer , Sundari
1 2
Dosen Jurusan Farmasi, Alumni Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Palembang
ABSTRAK
Buah naga adalah salah satu tanaman yang dibudidayakan di Indonesia yang memiliki kandungan antioksidan. Terutama bagian kulitnya yang mengandung betasianin yang dapat digunakan sebagai antioksidan alami untuk antipenuaan. Telah dibuat beberapa formula hand and body lotion yang mengandung ekstrak kulit buah naga putih (Hylocereus undatus). Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yaitu ekstrak kental kulit buah naga putih yang diperoleh dengan mengekstraksi kulit buah naga putih dengan cara maserasi lalu didestilasi vakum. Formulasi hand and body lotion dibuat dengan memvariasikan TEA dengan konsentrasi 0,2%, 0,4% dan 0,6%. Serta dilakukan uji kestabilan fisik hand and body lotion selama 28 hari penyimpanan meliputi pH, homogenitas, viskositas, daya sebar, pemisahan fase, warna dan bau. pH ketiga formula berkisar 5,36-6,57, viskositas ketiga formula antara 6707-17383 cp, daya sebar ketiga formula antara 4-5,5 cm hanya formula II yang memenuhi syarat, homogenitas hanya formula II yang memenuhi syarat, pemisahan fase hanya formula I yang memenuhi syarat. Formula I, II, dan III dengan penambahan ekstrak kulit buah naga putih tidak mengalami perubahan warna dan baru. Dari penelitian dapat disimpulkan ekstrak kulit buah naga putih (Hylocereus undatus) tidak dapat dibuat menjadi formula hand and body lotion yang baik dan stabil secara fisik.
Kata kunci : hand and body loyion, ekstrak kulit buah naga putih, TEA
PENDAHULUAN
Kulit merupakan salah satu jaringan
t u b u h y a n g s e c a r a l a n g s u n g
memperlihatkan terjadinya proses penuaan
(Cunnningham, 2003; dalam Jusuf, 2012).
Berdasarkan survei yang diadakan
oleh independent research agency Taylor
Nelson Sofres (TNS) kepada 1.800 wanita berusia diantara 20 – 39 tahun di lima
negara Asia: India, Indonesia, Korea,
Filipina dan Thailand. Hasil survei tersebut
adalah Wanita Asia mulai melihat
tanda-tanda penuaan pada usia rata-rata 25 tahun 7
bulan.
Perawatan kulit sangat dibutuhkan
agar kulit tidak menjadi kering, kasar, dan
kusam. Salah satu cara untuk mengatasi
m a s a l a h t e r s e b u t a d a l a h d e n g a n
menggunakan pelembab yaitu hand and
body lotion. Kandungan zat aktif yang terdapat pada sediaan hand and body lotion
salah satunya adalah senyawa antioksidan.
Kulit buah naga putih (H.undatus) yang diteliti oleh Nurliyana dkk, (2010)
mengandung antioksidan betalain yaitu
betasianin.
Menurut penelitian Nurliyana dkk,
(2010), dalam 1 mg/ml kulit buah naga
putih mampu menghambat radikal bebas
sebanyak 87,02±2,24% sedangkan dalam
buah naga putih mampu menghambat
radikal bebas sebanyak 16,56±2,96%.
Berdasarkan penelitian tersebut kandungan
antioksidan lebih banyak terdapat didalam
kulit dibandingkan buahnya. Fidrianny,
Nadiya, dan Komar, (2014), melakukan
penelitian aktivitas antioksidan terhadap
menunjukkan IC50 dari kulit buah naga
putih ekstrak etanol dengan uji DPPH
sebesar 1,83 ppm dan diantara ketiga jenis
buah naga tersebut kulit buah naga putih
memiliki antioksidan yang kuat .
Berdasarkan penelitian Faramayuda,
Alatas, dan Rayani, (2013), telah
melakukan sebuah penelitian stabilitas
fisik sediaan lotion dari ekstrak etanol kulit buah coklat dengan basis lotion yang stabil yaitu Asam stearat 2,0% dan TEA 0,2%
selama penyimpanan.
Berdasarkan kandungan kulit buah
naga putih dan formula Faramayuda,
Alatas, dan Rayani, (2013) tersebut maka
kulit buah naga putih berpotensi untuk
dibuat menjadi sediaan hand and body lotion yang stabil secara fisik. Penulis telah melakukan penelitian untuk membuat
formula hand and body lotion dari ekstrak kulit buah naga putih (Hylocereus undatus).
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan UmumUntuk memformulasikan ekstrak
kulit buah naga putih (Hylocereus undatus) sebagai hand and body lotion dengan menguji kestabilan fisiknya
Tujuan Khusus
1. Melakukan pengujian pH hand and body lotion ekstrak kulit buah naga putih
(Hylocereus undatus).
2. Melakukan pengujian homogenitas
hand and body lotion ekstrak kulit buah
naga putih (Hylocereus undatus).
3. Melakukan pengujian viskositas hand and body lotion ekstrak kulit buah naga
putih (Hylocereus undatus).
4. Melakukan pengujian pemisahan fase
hand and body lotion ekstrak kulit buah
naga putih (Hylocereus undatus).
5. Melakukan pengujian daya sebar hand and body lotion ekstrak kulit buah naga
putih (Hylocereus undatus).
6. Melakukan pengujian perubahan warna
hand and body lotion ekstrak kulit buah
naga putih (Hylocereus undatus).
7. Melakukan pengujian perubahan bau
hand and body lotion ekstrak kulit buah naga putih (Hylocereus undatus).
METODE PENELITIAN
Jenis PenelitianJ e n i s p e n e l i t i a n i n i a d a l a h
eksperimental yang dilakukan dengan
membuat beberapa formulasi hand and body lotion yang mengandung ekstrak kulit buah naga putih (Hylocereus undatus) dan uji kestabilan fisiknya.
Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah kulit buah
naga putih (Hylocereus undatus) yang masih segar yang didapat dari pasar 16 Ilir
Cara Pengumpulan Data
1. Pembuatan Ekstrak Kental Kulit Buah Naga Putih
Ekstrak kulit buah naga putih
didapatkan dengan cara maserasi.
Prosedur kerja :
a. Buah naga putih dicuci bersih dengan air
mengalir.
b. Kupas dan pisahkan kulit buah naga
putih dari buahnya.
c. Kulit buah naga ditimbang sebanyak 2
kg. Iris-iris kecil kemudian dikering
anginkan lalu masukkan dalam botol
maserasi.
d. Siram dengan campuran etanol 96% dan
asam asetat 3% (9:1) sampai semua
sampel terendam dan ada selapis cairan
diatasnya.
e. Tutup dan biarkan selama 4 hari di
tempat yang gelap atau terlindung dari
cahaya, sambil dikocok sebanyak tiga
kali sehari.
f. Lalu saring, biarkan beberapa jam
kemudian dienaptuangkan ke wadah
lain. Ulangi sampai semua sampel
tersari sempurna.
g. Ekstrak cair yang didapat lalu
dipekatkan dengan cara destilasi vakum
sehingga didapatkan ekstrak kental kulit
buah naga putih.
Komposisi
Lotion Formula I Formula II Formula III Keterangan EkstrakKulit Buah
Naga Putih 3,7% 3,7% 3,7% Zataktif
AsamStearat 2% 2% 2% Pengemulsi
Paraffin cair 1% 1% 1% Pelembab
Setilalcohol 2% 2% 2% Pelembut
Trietanolamin 0,2% 0,4% 0,6% Pengemulsi
Propilenglikol 3% 3% 3% Pelembab
Nipagin 0,15% 0,15% 0,15% Pengawet
Nipasol 0,05% 0,05% 0,05% Pengawet
Aerosil 1,75% 1,75% 1,75% Pengental
Air ad 100 100 100 Pembawa
Tabel 1. Formula Hand and BodyLotion Ekstrak Kulit Buah Naga Putih
Modifikasi formula Faramayuda, Alatas, dan Rayani, (2013)
2. Formulasi Hand and Body Lotion Ekstrak Kulit Buah Naga
Formula sediaan hand and body lotion dalam penelitian ini diambil dari formula Faramayuda, Alatas, dan Rayani,
(2013) yang telah dimodifikasikan dengan
memvariasikan TEA yaitu 0,2%, 0,4%,
0,6%. Konsenstrasi zat aktif sebesar 3,7%
di dapatkan dengan membandingkan IC50
ekstrak kulit buah naga putih dengan
vitamin c sebagai kontrol lalu dikali dengan
3. Pembuatan Hand and Body Lotion Formula I, II, III
a. Fase minyak dibuat dengan melebur
asam stearat, setil alkohol, paraffin cair,
dan nipasol bersama-sama dengan panas
0 pada suhu 80 C.
b. Fase air dibuat dengan memanaskan
aquadest,propilenglikol,trietanolamin,
0 nipagin bersama-sama pada suhu 80 C
sambil diaduk secara terus menerus
hingga homogen.
c. Campur massa (1), (2), gerus sampai
homogen.
d. Campurkan aerosil sedikit demi sedikit.
e. Tambahkan sedikit demi sedikit ekstrak
kulit buah naga putih kedalam mortir
0
pada suhu 35 C, gerus homogen.
4. Uji Kestabilan Fisik
Uji kestabilan lotion meliputi p e n g a m a t a n p H , h o m o g e n i t a s ,
pemisahan fase, viskositas, daya sebar,
bau dan warna.
a. pH
Mengukur pH lotion dilakukan
dengan menggunakan alat ukur pH
meter.
Cara Kerja :
1) Nyalakan alat dengan menekan
tombol “ON”
2) Kalibrasi alat pH meter dengan
cara :
a) Tekan tombol pH
b) Celupkan elektroda kedalam
dapar pH 7, putar tombol skala
sampai menunjukkan angka
7,0
c) B i l a s e l e k t r o d a d e n g a n
a q u a d e s t l a l u c e l u p k a n
kedalam dapar pH 4, layar
digital akan menunjukkan
angka 4,0. Bila belum tepat,
putar tombol slope sampai
menunjukkan angka 4±0,002
dengan demikian kaibrasi pH
t e l a h s e l e s a i . S e t e l a h
pengkalibrasian selesai bilas
elektroda dengan aquadest.
3) Larutkan lotion dengan 10-20 ml aquadest didalam beaker glass.
4) Celupkan elektroda kedalamnya.
5) Catat angka pH yang tertera pada
monitor pH meter.
b. Homogenitas
Uji lotion dilakukan dengan mengoleskan pada sekeping kaca
setipis mungkin lalu dilihat dibawah
mikroskop untuk mengetahui
p a r t i k e l y a n g m e n u n j u k k a n
homogenitasnya atau dapat juga
diamati secara langsung.
c. Pemisahan Fase
Uji yang dilakukan untuk
mengetahui pemisahan fase yang
terjadi dalam lotion dengan
menggunakan alat sentrifugasi.
Cara Kerja :
tabung sentrifugasi ±10cm.
Volume lotion dalam setiap tabung harus sama.
2) Masukkan tabung kedalam alat
sentrifugasi lalu tutup.
3) Tekan tombol “ON”.
4) Atur kecepatan 3500 rpm selama
5 jam.
5) Catat pemisahan fase yang terjadi
tiap jam.
d. Viskositas (Kekentalan)
M e n g u k u r k e k e n t a l a n
dilakukan dengan menggunakan alat
v i s k o m e t e r B r o o k f i e l d
menggunakan spindel nomor 6 yang
dipasang pada alat kemudian
dicelupkan kedalam lotion yang telah digunakan dalam beaker glass.
Cara Kerja :
1) Masukkan spindel kedalam
c o n t o h s a m p e l k e d a l a m a n
tertentu.
2) P u t a r s p i n d e l d e n g a n
menggunakan arus listrik sampai
jarum viskometer menunjukkan
angka tertentu.
3) Spindel logam yang digunakan
pada penelitian ini digunakan
spindel nomor 6.
4) Kecepatan putar yang digunakan
pada uji viskositas ini adalah 30
rpm.
5) Hasil pengukuran viskositas
tersebut akan didapat angka yang
d i t a m p i l k a n p a d a m o n i t o r
viskometer, dinyatakan dalam
centipoise.
6) P e n g u k u r a n v i s k o s i t a s i n i
dilakukan pada suhu kamar.
e. Daya sebar
Pengukuran daya sebar lotion
sebanyak 1 gr, sediaan diletakkan di
tengah 2 cawan petri yang telah
d i b a l i k d a n d i l a p i s i p l a s t i k
t r a n s p a r a n d i b a w a h . L a l u
tambahkan beban di atasnya seberat
125 gr, didiamkan 1 menit.
Kemudian ukur diameter lotion
menggunakan penggaris catat daya
sebarnya. Lakukan sebanyak 3 kali
(Garg dkk, 2002; dalam Nugraha,
2012).
f. Warna
Pengamatan warna dilakukan
dengan menggunakan 30 orang
r e s p o n d e n u n t u k m e n g a m a t i
perubahan warna lotion yang
mengandung ekstrak kulit buah naga
putih (Hylocereus undatus) yang disimpan selama 28 hari.
g. Bau
Pengamatan warna dilakukan
dengan menggunakan 30 orang
r e s p o n d e n u n t u k m e n g a m a t i
p e r u b a h a n B a u l o t i o n y a n g mengandung ekstrak kulit buah naga
E. Alat dan Bahan Penelitiaan 1. Alat
Alat yang digunakan adalah
destilator, botol maserasi, gelas ukur,
erlenmeyer, corong, kertas saring,
beaker glass, timbangan gram kasar,
timbangan analitik, anak timbangan,
mortir, stamper, cawan, termometer,
batang pengaduk, penjepit kayu, sudip,
kertas perkamen, pot plastik, pH meter,
sentrifugasi, viskometer Brookfield,
mikroskop, dan objek gelas.
2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah
kulit buah naga putih (Hylocereus undatus), asam stearat, setil alkohol, parafin cair, propilenglikol, aerosil,
nipagin, nipasol, TEA, aquadest,
ethanol 96%, asam asetat 3%.
HASIL PENELITIAN
1. Hasil Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Naga Putih
Penelitian ini menggunakan kulit
buah naga putih sebanyak 2 kg. Kulit
buah naga putih dipotong kecil dan
dimaserasi menggunakan pelarut etanol
96% dan asam asetat 3% (9:1) kemudian
m a s e r a t n y a d i d e s t i l a s i v a k u m
selanjutnya dihasilkan ekstrak kental
kulit buah naga putih sebanyak 42 gr.
2. Hasil Pemeriksaan Fisik Hand and Body Lotion Ekstrak Kulit Buah Naga Putih
Formulasi hand and body lotion
e k s t r a k k u l i t b u a h n a g a p u t i h
(Hylocereus undatus) dalam penelitian ini terdiri dari 3 formula dengan
melakukan variasi pada TEA yaitu
0,2%, 0,4%, 0,6%. Hasil Pemeriksaan
Fisik Hand and Body Lotion ekstrak kulit buah naga putih (Hylocereus undatus) dapat dilihat dalam tabel-tabel berikut ini.
Tabel 2. Hasil Uji pH Hand and Body Lotion yang Mengandung Ekstrak Kulit Buah Naga Putih (Hylocereus undatus) Selama 28 Hari Penyimpanan.
Hand and Body Lotion
pH pada hari ke- Keterangan (pH
memenuhi syarat 4,5-8)
0 7 14 21 28
Formula I 5,96 5,91 5,79 5,66 5,60 MS
Formula II 6,48 6,46 6,31 6,42 6,57 MS
Formula III 5,52 5,38 5,41 5,36 5,55 MS
Keterangan tabel
Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Hand and Body Lotion yang Mengandung Ekstrak Kulit Buah Naga Putih (Hylocereus undatus) Selama 28 Hari Penyimpanan.
Hand and Body Lotion
Homogenitas pada hari ke- Keterangan (syarat homogen)
0 7 14 21 28
Formula I TH TH TH TH TH TMS
Formula II H H H H H MS
Formula III TH TH TH TH TH TMS
Keterangan
H : Homogen
TH : Tidak Homogen
MS : Memenuhi Syarat
TMS : Tidak Memenuhi Syarat
Tabel 4. Hasil Uji Viskositas Hand and Body Lotion yang Mengandung Ekstrak Kulit Buah Naga Putih (Hylocereus undatus) Selama 28 Hari Penyimpanan.
Hand and Body Lotion
Viskositas (cp) pada hari ke- Keterangan (viskositas memenuhi syarat
2000-50.000 cp)
0 7 14 21 28
Formula I 15164 15740 11215 13297 13518 MS
Formula II 6707 6871 8522 8441 9130 MS
Formula III 15657 16467 16225 17383 17227 MS
Keterangan tabel
MS : Memenuhi Syarat
Tabel 5. Hasil Uji Daya Sebar Hand andBody Lotion yang Mengandung Ekstrak Kulit Buah Naga Putih (Hylocereus undatus) Selama 28 hari Penyimpanan.
Hand and Body Lotion
Daya Sebar (cm) pada hari ke- Keterangan (daya sebar memenuhi
syarat 5-7cm)
0 7 14 21 28
Formula I 5 5 4 4 4 TMS
Formula II 5,5 5,4 5,1 5 5 MS
Formula III 5 4,1 4 4 4 TMS
Keterangan
TMS : Tidak Memenuhi Syarat
Tabel 6. Hasil Uji Pemisahan Fase Hand and body lotion yang Mengandung Ekstrak Kulit Buah Naga Putih (Hylocereus undatus) Selama 28 Hari Penyimpanan.
Keterangan
TM : Tidak Memisah MS : Memenuhi Syarat
M : Memisah TMS : Tidak Memenuhi Syarat
Hand and Body Lotion
Pemisahan fase Keterangan (syarat tidak memisah)
0 7 14 21 28
Formula I TM TM TM TM TM MS
Formula II M M M M M TMS
Formula III M M M M M TMS
Tabel 7. Hasil Pengamatan Perubahan Warna Hand and Body Lotion yang Mengandung Ekstrak Kulit Buah Naga Putih (Hylocereus undatus) Selama 28 Hari Penyimpanan.
Hand and Body Lotion
Hasil Persentase
Berubah Tidak
berubah Berubah Tidak berubah
Formula I 0 30 0% 100%
Formula II 0 30 0% 100%
Formula III 0 30 0% 100%
Tabel 8. Hasil Pengamatan Perubahan Bau Hand and Body Lotion yang Mengandung Ekstrak Kulit Buah Naga Putih (Hylocereus undatus) Selama 28 Hari Penyimpanan.
Hand and Body Lotion
Hasil Persentase
Berubah Tidak
Berubah Berubah Tidak Berubah
Formula I 0 30 0% 100%
Formula II 0 30 0% 100%
Formula III 0 30 0% 100%
Tabel 9. Rekapitulasi Hasil Uji Kestabilan Fisik Hand and Body Lotion Ekstrak Kulit Buah Naga Putih (Hylocereus undatus).
Handand BodyLotion
Kestabilan Fisik Jumlah
pH
Homo Genitas Visko Sitas Daya Sebar
Pemisahan
Fase Warna Bau MS TMS
Formula II MS TMS MS TMS MS MS MS 5 2
Formula II MS MS MS MS TMS MS MS 6 1
PEMBAHASAN
1. pHBerdasarkan hasil pengukuran pH
hand and body lotion yang mengandung ekstrak kulit buah naga putih (Hylocereus undatus) selama 28 hari penyimpanan pada tabel 2 didapatkan rentang pH formula I
yaitu 5,60 - 5,96, pH formula II 6,37 - 6,57,
pH formula III 5,36 - 5,55. Dilihat pada
tabel 2 pH ketiga formula mengalami
kenaikan dan penurunan. Pada sediaan ini
pengukuran pH seharusnya menunjukkan
kenaikan yang linier karena modifikasi dari
TEA. Sesuai dengan teori Rowe, Shesky,
dan Quinn, (2009) bahwa TEA merupakan
ketika dicampur dalam
proporsi molar yang sama dengan asam
lemak, seperti asam stearat atau asam oleat,
trietanolamina membentuk sabun anionic
dengan pH sekitar 8 dan menghasilkan
butiran halus sehingga akan menstabilkan
tipe emulsi minyak dalam air. Pada formula
I dan formula II terlihat pH mengalami
penurunan, hal ini terjadi karena pada saat
pembuatan sediaan berbusa. Busa yang
terjadi karena air tidak terikat pada proses
penyabunan TEA stearat. Sesuai dengan
teori Wijana, Soemarjo, dan Harnawi,
(2009), bahwa air dengan sifatnya yang
netral dapat menurunkan konsentrasi suatu
larutan sehingga pH dalam sediaan
cenderung menurun. Secara keseluruhan
hasil dari pengukuran pH menunjukkan
bahwa masing - masing formula terjadi
Alkalizing agent
penurunan nilai pH selama penyimpanan
karena sifat dari ekstrak yang memiliki
kandungan asam. Sesuai dengan teori
Gozali dkk, (2014), bahwa perubahan yang
terjadi pada pH selama penyimpanan
disebabkan oleh karakteristik dari ekstrak
yang pH nya relatif bersifat asam.
Walaupun demikian, perubahan pH pada
masing-masing formula masih berada pada
rentang pH sediaan topikal yaitu 4,5-8 (SNI
16-4399-1996).
2. Homogenitas
H a s i l p e n g a m a t a n t e r h a d a p
homogenitas hand and body lotion yang mengandung ekstrak kulit buah naga putih
(Hylocereus undatus) selama 28 hari penyimpanan bahwa secara kasat mata
dapat dilihat formula I dan Formula III
tampak tidak homogen karena ada
bintik-bintik putih yang menggumpal. Dilihat
d e n g a n m e n g g u n a k a n m i k r o s k o p
p e m b e s a r a n 4 0 x 1 0 t e r d a p a t
penggumpalan partikel. Penggumpalan
yang terjadi adalah aerosil yang tidak
tercampur pada saat awal pembuatan
lotion. Hal ini terjadi karena pada saat pembuatan lotion belum terjadi proses penyabunan yang sempurna. Karena sifat
dari aerosil yang berbentuk granul dan
amorf seharunya aerosil digerus terlebih
dahulu lalu di ayak ditambahkan sedikit
demi sedikit pada basis lotion kemudian
digerus sampai homogen. Berbeda dengan
homogen dan dilihat dengan mikroskop
tidak ada partikel yang menggumpal.
Sesuai dengan teori Rieger (1994);
dalam Purwaningsih, Ella, dan Budiarti,
(2014), homogenitas sistem emulsi
dipengaruhi oleh teknik atau cara
pencampuran yang dilakukan serta alat
yang digunakan pada proses pembuatan
emulsi tersebut.
3. Viskositas
Setelah dilakukan pengujiaan
terhadap viskositas sediaan lotion dengan
menggunakan viscometer Brookfield
selama 28 hari penyimpanan pada tabel 4
didapatkan rentang viskositas berkisar
6707 - 17383 cp. Dilihat pada tabel 4
viskositas ketiga formula menunjukkan
penurunan dan kenaikan. Pada sediaan ini
s e h a r u s n y a v i s k o s i t a s m e n g a l a m i
penurunan karena modifikasi dari TEA.
Sesuai dengan teori Rowe, Shesky, dan
Quinn, (2009), bahwa TEA sebagai
emulgator pada fase air bersifat
higroskopis. Oleh sebab itu semakin besar
konsentrasi TEA, maka sediaan semakin
encer. Pada formula I dan formula III
Viskositas meningkat. Hal ini terjadi
karena pada saat pembuatan sediaan
berbusa sehingga dilakukan peleburan
kembali, tetapi tidak menambahkan
kehilangan air yang menguap akibat
peleburan, sehingga viskositas sediaan
meningkat. Seharusnya pada saat
melakukan peleburan ditimbang terlebih
dahulu sediaan yang akan dileburkan
kemudian setelah dileburkan ditimbang
kembali dan ditambahkan air panas
sebanyak yang menguap.
Walaupun demikian nilai viskositas
selama penyimpanan masih termasuk
k e d a l a m k i s a r a n v i s k o s i t a s y a n g
disyaratkan yaitu 2000-50.000 cp (SNI
16-4399-1996).
4. Daya Sebar
Dari hasil pengujian daya sebar hand and body lotion ekstrak kulit buah naga putih (Hylocereus undatus) selama 28 hari penyimpanan pada tabel 5 didapatkan daya
sebar ketiga formula berkisar 4 - 5,5 cm.
Dapat dilihat bahwa formula I dan formula
III memiliki diameter daya sebar yang kecil
karena pada saat pembuatan sediaan
formula I dan formula III dilakukan
peleburan kembali sehingga viskositasnya
besar. Sesuai dengan teori Trilestari,
(2002); dalam Zulkarnain dkk, (2013),
bahwa semakin tinggi viskositas maka
semakin turun daya penyebarannya begitu
pula sebaliknya, tetapi pada formula I daya
sebar tidak berbanding terbalik dengan
viskositas. Hal ini dikarenakan pada saat
p e n g u j i a n v i s k o s i t a s d i l a k u k a n
penambahan sediaan kedalam cup yang
telah dimasukkan spindel agar spindel
tercelup. Pada saat penambahan tersebut
sediaan telah mengalami pengadukan yang
menurun sehingga pada pengukuran daya
sebar tidak berbanding terbalik.
5. Pemisahan Fase
Berdasarkan hasil pengujian dengan
menggunakan alat sentrifugasi pada
kecepatan 3500 rpm selama lima jam dan
diamati setiap satu jam menunjukkan
bahwa selama 28 hari penyimpanan pada
tabel 6 formula II dan formula III
mengalami pemisahan sedangkan formula
I tidak mengalami pemisahan. Sesuai
dengan teori Silvia dkk, (2006); dalam
Purwaningsuh dkk, (2014) , semakin kecil
dan seragam bentuk droplet, maka emulsi
akan semakin stabil. Pembentukan emulsi
dipengaruhi oleh laju pengadukan selama
proses emulsifikasi. Sesuai dengan teori
Anief (2005); dalam Sowhyathul (2014),
faktor yang paling penting dalam
menstabilkan suatu emulsi adalah sifat fisik
dari lapisan pengemulsi atau film
antarmuka yang dihasilkan oleh zat
pengemulsi. Untuk itu suatu zat
pengemulsi atau kombinasi zat pengemulsi
yang baik akan membentuk film antar
muka yang kuat sehingga mampu
mencegah terjadinya pemisahan fase.
6. Warna
Uji warna dilakukan untuk menguji
kualitas fisik lotion secara organoleptik. Parameter ini memegang peranan penting
karena berkaitan langsung dengan
acceptability terhadap konsumen.
Diharapkan formula ini memiliki warna
yang tidak berubah. Uji warna dilakukan
terhadap 30 orang responden. Responden
diminta untuk terlebih dahulu melihat
warna hand and bodylotion untuk masing-masing formula, kemudian diminta untuk
mengisi angket kuesioner yang telah
disediakan. Uji warna dikelompokan
menjadi dua kategori yaitu berubah dan
tidak berubah.
Berdasarkan hasil pengamatan hand and body lotion yang mengandung ekstrak kulit buah naga putih (Hylocereus undatus) selama penyimpanan 28 hari.
Dari hasil kuesioner pada tabel 7
didapatkan bahwa dari formula I, formula
II, dan formula III tidak terjadi perubahan
warna.
7. Bau
Uji bau dilakukan untuk menguji
kualitas fisik lotion secara organoleptik. Parameter ini memegang peranan penting
karena berkaitan langsung dengan
acceptability terhadap konsumen. Diharapkan formula lotion ini memiliki bau yang tidak berubah. Uji bau dilakukan
terhadap 30 orang responden. Responden
diminta untuk terlebih dahulu mencium
bau hand and body lotion untuk masing-masing formula, kemudian diminta untuk
mengisi angket kuesioner yang telah
disediakan. Uji bau dikelompokan menjadi
berubah.
Berdasarkan hasil pengamatan hand and body lotion yang mengandung ekstrak kulit buah naga putih (Hylocereus undatus) selama penyimpanan 28 hari.
Dari hasil kuesioner pada tabel 8
didapatkan bahwa dari formula I, formula
II, dan formula III tidak terjadi perubahan
bau.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan ketiga formula hand and body lotion ekstrak kulit buah naga putih (Hylocereus undatus) yang telah diuji kestabilan fisiknya selama 28 hari
penyimpanan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Ekstrak kulit buah naga putih
(Hylocereus undatus) tidak dapat diformulasikan dalam hand and body lotion.
2. pH formula hand and body lotion
e k s t r a k k u l i t b u a h n a g a p u t i h
(Hylocereus undatus) telah memenuhi syarat.
3. Homogenitas hand and body lotion
e k s t r a k k u l i t b u a h n a g a p u t i h
(Hylocereus undatus) tidak memenuhi syarat.
4. Viskositas hand and body lotion ekstrak kulit buah naga putih (Hylocereus undatus) telah memenuhi syarat.
5. Pemisahan fase hand and body lotion
yang mengandung ekstrak kulit buah
naga putih (Hylocereus undatus) tidak memenuhi syarat
6. Daya sebar hand and body lotion ekstrak kulit buah naga putih (Hylocereus undatus) tidak memenuhi syarat.
7. Warna hand and body lotion yang mengandung ekstrak kulit buah naga
putih (Hylocereus undatus) telah memenuhi syarat.
8. Bau hand and body lotion yang mengandung ekstrak kulit buah naga
putih (Hylocereus undatus) telah memenuhi syarat.
SARAN
dapat disarankan:
1. Melakukan prosedur pembuatan hand and body lotion dari ekstrak kulit buah naga putih (Hylocereus undatus) dengan
lebih baik sehingga didapatkan uji
stabilitas fisik yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anief. 2005. Dalam : Sowyathul, 2014.Formulasi Hand and Body Lotion Ekstrak etanol terung ungu (Solanum melogena) dan uji kestablan fisiknya. Cunnningham, 2003. Dalam : Jusuf, N. K.
2012. Pengaruh Ekstrak Bunga Brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck)Terhadap Penghambat Penuaan Kulit Dini.
Faramayuda, F., Alatas, A., dan Rayani, T. T. 2013. Formulasi Sediaan Losion Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Buah Coklat (Theobroma cacao L.). Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi. ISSN 2354-6565.
Fidrianny, I., A, Nadiya, S. dan W, Komar R. 2014. Evaluation of Antioxidant Activities from Various Extracts of Dragon Fruit Peels Using DPPH, ABTS Assays and Correlation with Phenolic, F l a v o n o i d , C a r o t e n o i d Content.ISSN:0975-7538.
Gozali, D., dkk. 2014. Formulasi Sdiaan Losio dari Ekstrak Buah Tomat
(Solanum lycopersicum L) Sebagai Tabir Surya. ISSN 1411-0903.
. Diakses 24 februari 2015.
Nurliyana, R., Syed, Z, I., Mustapha, S, K., Aisyah, M, R. dan Kamarul, R, K. 2010.
Antioxidant Study of Pulps and Peels of Dragon Fruits: a Comparative Study. International Food Research Journal 17:367-375.
Rieger, 1994. Dalam : Purwaningsih, S., Sallamah, E., dan Budiarti, T. A. 2014.
Formulasi Skin Lotion dengan P e n a m b a h a n K a r a g e n a n d a n antioksidan Alami dari Rhizophora mucronata lamk. Jurnal Akuatika Vol V No. 1/ Maret 2014(55-62). ISSN 0853-2532.
Rowe, C, R., Shesky, J, P. dan Quinn, E, M.2009. Handbook of Pharmaceutical Excipient Sixth Edition. London. Hal 155, 185, 441, 592, 596, 697, 754.
Silvia, dkk. 2006. Dalam : Purwaningsih, S., Sallamah, E., dan Budiarti, T. A. 2014. Formulasi Skin Lotion dengan P e n a m b a h a n K a r a g e n a n d a n antioksidan Alami dari Rhizophora mucronata lamk. Jurnal Akuatika Vol V No. 1/ Maret 2014(55-62). ISSN 0853-2532.
Trilestari. 2002. Dalam Zulkarnain, Susanti, dan Lathifa. 2013. Stabilitas Fisik Sediaan O/W dan W/O Ekstrak Buah Mahkota Dewa sebagai Tabir Surya dan Uji Iritasi Primer pada Kelinci.
Wijana, S., Soemarjo, dan Harnawi, T. 2009. Studi Pembuatan Sabun Mandi Cair dari Daur Ulang Minyak Goreng Bekas (Kajian Pengaruh Lama
ISSN 0126-107X 114
KECAMATAN BELITANG KABUPATEN OKU TIMUR TAHUN 2015
Nurhayati Ramli,* Asrori,* Jabno Riswanto**
*Dosen Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Palembang **Mahasiswa Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Palembang
ABSTRAK
Penyemprotan pestisida yang tidak memenuhi aturan akan mengakibatkan banyak dampak terutama dampak kesehatan bagi penggunanya. Zat kimia didalam pestisida yang masuk dalam darah dapat menghambat aktivitas superoksidase dismutase, menurunkan glutathione, meningkatnya produksi methemoglobin dan sulfhemoglobin yang dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kadar hemoglobin pada petani pengguna pestisida di Desa Tanah Merah Kecamatan Belitang Kabupaten OKU Timur Tahun 2015. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Metode pemeriksaan hemoglobin yang digunakan adalah digital haemometer. Jumlah sampel yaitu 47 petani pengguna pestisida. Hasil penelitian didapat pada petani yang menggunakan pestisida kadar hemoglobin rata-rata adalah 12,28 gr/dL. Berdasarkan masa kerja, petani dengan kategori lama yang anemia sebanyak 30 orang (75%) dan dengan kategori baru sebanyak 5 orang (71,4%). Berdasarkan frekuensi penyemprotan, petani dengan frekuensi penyemprotan kurang baik yang anemia sebanyak 21 orang (72,4%) dan dengan frekuensi penyemprotan baik sebanyak 14 orang (77,8%). Berdasarkan lama penyemprotan, petani dengan kategori penyemprotan kurang baik yang anemia sebanyak 3 orang (75%) dan yang baik yang anemia sebanyak 32 orang (74,4%). Berdasarkan kelengkapan pelindung diri, petani dengan pemakaian pelindung diri kurang lengkap yang anemia sebanyak 32 orang (76,2%) dan pemakaian pelindung diri lengkap sebanyak 3 orang (60%). Berdasarkan status gizi, petani dengan status gizi normal yang anemia sebanyak 25 orang (73,5%), status gizi kurus yang anemia sebanyak 8 orang (80%) dan status gizi gemuk yang anemia sebanyak 2 orang (66,7%). Disarankan bagi petani untuk memakai pelindung diri yang lengkap saat kontak dengan pestisida baik waktu pencampuran, penyemprotan maupun pencucian peralatan untuk mengurangi resiko terpaparnya pestisida.
Kata Kunci : Kadar Hemoglobin, Petani, Pestisida Daftar Pustaka : 41 (1986-2015)
PENDAHULUAN
Kemajuan yang sangat pesat dari
teknologi yang diciptakan oleh manusia
telah memberikan banyak kemudahan bagi
manusia. Sebagai contoh, kemajuan dalam
bidang teknologi kimia yaitu dengan
penemuan pestisida. Hal ini dapat
menunjang perolehan hasil yang maksimal
dalam sistem pertanian. Pestisida dibuat
oleh manusia dalam bidang pertanian
bertujuan untuk memberantas dan
mencegah hama atau penyakit yang
merusak tanaman atau hasil pertanian,
memberantas rerumputan, mematikan daun
dan mencegah pertumbuhan yang tidak
diinginkan, mengatur atau merangsang
pertumbuhan tanaman atau bagian
(1,2) tanaman.
Petani di Indonesia sudah banyak yang
menggunakan pestisida. Hal ini karena
adanya sosialisasi dari pemerintah melalui
Bimas/ Inmas dan tersebarnya iklan-iklan
atau reklame di seluruh pelosok pedesaan.
Semua ini banyak mendorong minat petani
menggunakan pestisida sebagai bahan
p e m b e r a n t a s d a n p e n c e g a h j a s a d
(3) pengganggu tanaman yang diusahakan.
p e r t a n i a n b e r k e l a n j u t a n , p a l a w i j a
merupakan salah satu komponen untuk
melakukan rotasi tanaman. Palawija
mampu menghemat air di musim kering
sehingga tidak memberikan beban bagi
irigasi, terutama ketika irigasi tidak mampu
memberikan cukup air bagi padisawah.
Selain itu, palawija juga sebagai penunjang
perekonomian masyarakat. Karena waktu
panen tanaman palawija lebih cepat
daripada padi. Umur padi dari penanaman
sampai panen yaitu 3 bulan, sedangkan
palawija hanya 1 bulan. Namun tanaman
palawija merupakan tanaman yang cukup
rentan terhadap serangan hama sehingga
(4) membutuhkan lebih banyak pestisida.
Pestisida adalah campuran bahan
kimia yang digunakan untuk mencegah,
membasmi dan mengendalikan hewan/
tumbuhan pengganggu, eperti binatang
pengerat, termasuk serangga penyebar
penyakit, zat pengatur tubuh dan
perangsang tumbuh, dengan tujuan
kesejahteraan manusia. United Stated
(USEPA) menyatakan pestisida sebagai zat
atau campuran zat yang digunakan untuk
mencegah, memusnahkan, menolak, atau
membasmi hama dalam bentuk hewan,
t a n a m a n , d a n m i k r o o r g a n i s m e
(5) pengganggu.
Penggunaan pestisida terutama sintetik
telah menimbulkan dilema. Pestisida
sintetik di satu sisi sangat dibutuhkan dalam
Environmental Protection Agency
rangka meningkatkan produksi pangan
untuk menunjang kebutuhan yang semakin
meningkat. Disisi lain telah diketahui
bahwa penggunaannya juga berdampak
negatif bagi manusia, hewan, mikroba, dan
lingkungan. Keracunan pestisida dapat
terjadi melalui penetrasi lewat kulit,
t e r h i s a p m a s u k k e d a l a m s a l u r a n
pernapasan melalui hidung, dan masuk
(6,7) kedalam saluran pencernaan.
Besar dan seringnya suatu zat masuk ke
dalam tubuh akan menghasilkan 2 jenis
toksisitas, yaitu akut dan kronis. Toksisitas
akut menunjukkan efek yang timbul segera
setelah paparan atau maksimal 24 jam
paparan, sedangkan toksisitas kronik
mengacu pada paparan yang berulang.
Tanda-tanda keracunan pada kasus ringan
adalah lelah, lemah, dizziness, mual, dan
pandangan kabur. Pada kasus sedang adalah
sakit kepala, berkeringat, mual dan
pandangan terbatas. Pada kasus berat
adalah kram perut, diare, tremor, hipotensi
berat, susah bernapas dan kemungkinan
menyebabkan kematian jika tidak segera
(7) diterapi
M e n u r u t d a t a Wo r l d H e a l t h Organization (WHO), paling banyak ditemukan 20.000 orang meninggal karena
keracunan pestisida dan sekitar
5.000-10.000 orang mengalami dampak yang
sangat berbahaya seperti kanker, cacat,
mandul, dan hepatitis dalam setiap
Pada keracunan pestisida terutama
golongan organofosfat dan karbamat dapat
m e n y e b a b k a n p e n u r u n a n k a d a r
hemoglobin didalam sel darah merah
s e h i n g g a t e r j a d i a n e m i a , d a p a t
menyebabkan gangguan fungsi hati dan
gangguan fungsi ginjal. Anemia terjadi
karena senyawa kimia yang terdapat dalam
pestisida seperti dietildithiokarbamat
(DDC) dan sulfur, sehingga dapat
menyebabkan terhambatnya aktivitas
superoksida dismutase, menurunkan
aktivitas glutatione, terbentuknya
sulfhemoglobin dan methemoglobin di
(8) dalam sel darah merah.
Hemoglobin merupakan suatu zat yang
terkandung dalam sel darah merah yang
b e r p e r a n s a n g a t p e n t i n g d a l a m
pendistribusian oksigen ke seluruh jaringan
tubuh. Apabila jumlah hemoglobin dalam
darah berkurang maka akan menyebabkan
anemia, sehingga menimbulkan beberapa
gejala seperti lemah, lesu, letih dan
(9) pusing.
Di Indonesia, prevalensi anemia
bervariasi yaitu 50-70% pada wanita hamil,
30-40% pada wanita dewasa, 30-40% pada
balita, 25-30% pada anak sekolah, dan
20-30% pekerja berpenghasilan rendah
(Husaini, 1989). Penelitian Ramli pada
pekerja di SPBU di Kota Palembang
menunjukkan bahwa sebanyak 31,6%
(10,11) mengalami anemia.
Penelitian yang dilakukan oleh Runia
menunjukkan bahwa petani pengguna
pestisida di Desa Tejosari Kecamatan
Ngablak Kabupaten Magelang yang
m e n g a l a m i a n e m i a d e n g a n k a d a r
hemoglobin darah < 13 gr/dl adalah
(12) sejumlah 80,8%.
Penelitian Patil kepada petani anggur
yang terpapar pestisida mendapati
penurunan dalam beberapa komponen
hematologi seperti hemoglobin, hematokrit
dan Red Blood Cell (RBC).Köprücü melakukan penelitian tentang efek
keracunan pestisida pada hewan European catfish mendapati kadar hemoglobin, hematokrit, dan indeks eritrosit rata-rata
yang rendah pada ikan yang dipapari
pestisida.Gujetiya melakukan penelitian
pada petani di beberapa desa di India
menyimpulkan hal yang sama dimana
d i d a p a t i p e n u r u n a n p a d a s e r u m
kolinesterase dan parameter hematologi
seperti hemoglobin, hematokrit, dan
(13,14,15) RBC.
Kejadian keracunan akibat pestisida
pada petani dapat dipengaruhi oleh faktor
masa kerja, frekuensi penyemprotan, lama
penyemprotan, dan kelengkapan Alat
Pelindung Diri (APD). Penelitian
Fatmawati di Kabupaten Sidrap Propinsi
Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa
petani dengan masa kerja > 5 tahun,
frekuensi penyemprotan 2-3 kali seminggu
dan lama penyemprotan > 3 jam menderita
Berdasarkan survei pendahuluan,
mayoritas penduduk di Kecamatan
Belitang pekerjaannya adalah sebagai
petani. Diantaranya adalah petani palawija.
Petani palawija di Desa Tanah Merah
Kecamatan Belitang paling banyak
menggunakan jenis dan bahan aktif
pestisida dari golongan insektisida,
fungisida dan herbisida, jenis (merk
dagang) pestisidanya adalah Dursban 200 EC, Furadan 3GR, Regent 50 SC, Prevathon 50 SC, Decis 2,5 EC, dan Super Flora. Hal ini mengindikasikan adanya penggunaan pestisida oleh petani
penyemprot pestisida tersebut.
Dari hasil observasi dilapangan
b e b e r a p a p e t a n i a d a y a n g t i d a k
menghiraukan arah angin, dengan alasan
hembusan angin yang tidak menentu, ada
yang tidak menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD) yang lengkap, seperti masker,
baju lengan panjang, dan sarung tangan,
ada juga frekuensi penyemprotan yang
dilakukan petani rata-rata 2 kali dalam
s e m i n g g u , d a n l a m a n y a w a k t u
penyemprotan rata-rata 3 jam. Hal ini
sangat mungkin terpapar oleh pestisida
melalui pernapasan maupun melalui kulit.
Dari hasil wawancara diketahui adanya
tanda-tanda keracunan pada petani seperti
lemah, lesu, pusing, mual, dan hipersaliva
setelah kontak dengan pestisida.
Pemeriksaan anemia pada petani
karena terpapar pestisida belum pernah
dilakukan oleh tenaga kesehatan di desa
tersebut. Menurut data di RSUD Belitang
Kabupaten OKU Timur, anemia pada
sebagian besar penduduk disana terjadi
karena komplikasi dari beberapa penyakit,
diantaranya penyakit Gagal Ginjal Kronik
( G G K ) , D i a b e t e s M e l i t u s ( D M ) ,
Thalasemia, Tuberculosis paru, dan
kecacingan.
TUJUAN PENELITIAN
Diketahuinya gambaran kadar
hemoglobin pada petani pengguna
pestisida di Desa Tanah Merah Kecamatan
Belitang Kabupaten OKU Timur Tahun
2015.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif observasi dengan pendekatan
Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani pengguna
pestisida di Desa Tanah Merah Kecamatan
Belitang yang berjumlah 90 orang.
Perhitungan populasi didapatkan melalui
wawancara terhadap ketua kelompok tani
dusun 3 dan dusun 4 Desa Tanah Merah.
Sampel didapat dari jumlah total
petani pengguna pestisida sebanyak 90
petani, di Desa Tanah Merah Kecamatan
Belitang, dan yang menanam palawija
adalah 47 petani yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi peneliti.
18-60 tahun dan jenis kelamin laki-laki.
lKriteria eksklusi yaitu petani yang tidak menanam tanaman palawija,
petani yang sedang sakit, dan jenis
kelamin perempuan.
Teknik sampling yang digunakan
adalah Purposive Sampling. Metode yang digunakan pada pemeriksaan kadar hemoglobin adalah metode digital haemometer (Accucheck) yang dikalibrasi menggunakan metode sianmethemoglobin.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1
Distribusi Statistik Deskriptif Kadar Hemoglobin
Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa
rata-rata kadar hemoglobin petani di Desa
Tanah Merah tahun 2015 adalah 12,28
gr/dL dengan median 12,00 gr/dL dan
standar deviasi 1,4541 gr/dL. Kadar
hemoglobin terendah 9,4 gr/dL dan kadar
tertinggi yaitu 15,5 gr/dL.
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Anemia pada Petani Pengguna Pestisida Berdasarkan Masa
Kerja
Berdasarkan tabel 2 diatas dapat
diketahui bahwa dari 40 petani dengan
masa kerja lama yang anemia sebanyak 30
orang (75%) dan yang tidak anemia
sebanyak 10 orang (25%). Untuk 7 petani
yang masa kerja baru yang anemia
sebanyak 5 orang (71,4%) dan yang tidak
anemia sebanyak 2 orang (28,6%).
Tabel 3
Distribusi Statistik Deskriptif Kadar Hemoglobin pada Petani Pengguna
Pestisida Berdasarkan Masa Kerja
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa
rata-rata kadar hemoglobin petani dengan
masa kerja lama adalah 12,13 gr/dL dengan
median 11,9 gr/dL dan standar deviasi
1,454 gr/dL. Kadar hemoglobin terendah
9,4 gr/dL dan kadar tertinggi yaitu 15,5
gr/dL. Sedangkan rata-rata kadar
hemoglobin petani dengan masa kerja baru
adalah 12,71 gr/dL dengan median 12,4
gr/dL dan standar deviasi 1,458, kadar
hemoglobin terendah 11,3 gr/dL dan kadar
tertinggi yaitu 15,5 gr/dL.
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Anemia pada Petani Pengguna Pestisida Berdasarkan
Frekuensi Penyemprotan
Variabel Mean Median SD
Min-Max
Masa Kerja Mean Median SD
Min-Max
Berdasarkan tabel 4 diatas dapat diketahui bahwa dari 29 petani dengan frekuensi penyemprotan kurang baik yang anemia sebanyak 21 orang (72,4%) dan yang tidak anemia sebanyak 8 orang (27,6%). Untuk 18 petani yang frekuensi penyemprotan baik yang anemia sebanyak 14 orang (77,8%) dan yang tidak anemia sebanyak 4 orang (22,2%).
Tabel 5
Distribusi Statistik Deskriptif Kadar Hemoglobin pada Petani Pengguna Pestisida Berdasarkan
Frekuensi Penyemprotan
Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa rata-rata kadar hemoglobin petani dengan frekuensi penyemprotan kurang baik adalah 12,18 gr/dL dengan median 12,1 gr/dL dan standar deviasi 1,479 gr/dL. Kadar hemoglobin terendah 9,4 gr/dL dan kadar tertinggi yaitu 14,8 gr/dL. Sedangkan rata-rata kadar hemoglobin petani dengan frekuensi penyemprotan baik adalah 12,28 gr/dL dengan median 11,85 gr/dL dan standar deviasi 1,453, kadar hemoglobin terendah 10,2 gr/dL dan kadar tertinggi yaitu 15,5 gr/dL.
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Anemia pada Petani Pengguna Pestisida Berdasarkan Lama
Penyemprotan
Berdasarkan tabel 6 diatas dapat diketahui bahwa dari 4 petani dengan lama penyemprotan kurang baik yang anemia sebanyak 3 orang (75%)
Frekuensi Penyemprotan
Mean Median SD Min-Max
Kurang Baik 12,18 12,1 1,479 9,4-14,8 Baik 12,28 11,85 1,453 10,2-15,5 yang anemia sebanyak 32 orang (74,4%) dan yang tidak anemia sebanyak 11 orang (25,6%).
Tabel 7
Distribusi Statistik Deskriptif Kadar Hemoglobin pada Petani Pengguna Pestisida Berdasarkan
Lama Penyemprotan
Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa rata-rata k a d a r h e m o g l o b i n p e t a n i d e n g a n l a m a penyemprotan kurang baik adalah 11,57 gr/dL dengan median 11,6 gr/dL dan standar deviasi 2,010 gr/dL. Kadar hemoglobin terendah 9,4 gr/dL dan kadar tertinggi yaitu 13,7 gr/dL. Sedangkan rata-rata kadar hemoglobin petani dengan lama penyemprotan baik adalah 12,28 gr/dL dengan median 12,0 gr/dL dan standar deviasi 1,409, kadar hemoglobin terendah 9,6 gr/dL dan kadar tertinggi yaitu 15,5 gr/dL.
Tabel 8
Distribusi Frekuensi Anemia pada Petani Pengguna Pestisida Berdasarkan Kelengkapan
APD
Berdasarkan tabel 8 diatas dapat diketahui bahwa dari 42 petani petani dengan pemakaian APD kurang lengkap yang anemia sebanyak 32 orang (76,2%) dan yang tidak anemia sebanyak 10 orang (23,8%). Untuk 5 petani dengan pemakaian APD lengkap yang anemia sebanyak 3 orang (60%) dan
yang tidak anemia sebanyak 2 orang (40%). Tabel 9
Distribusi Statistik Deskriptif Kadar Hemoglobin pada Petani Pengguna Pestisida Berdasarkan
Kelengkapan APD
Dari tabel 9 dapat diketahui bahwa rata-rata kadar hemoglobin petani dengan kelengkapan APD kurang lengkap adalah 12,08 gr/dL dengan median 11,85 gr/dL dan standar deviasi 1,386 gr/dL. Kadar hemoglobin terendah 9,4 gr/dL dan kadar tertinggi yaitu 15,4 gr/dL. Sedangkan rata-rata kadar hemoglobin petani dengan kelengkapan APD lengkap adalah 13,32 gr/dL dengan median 12,3 gr/dL dan standar deviasi 1,706, kadar hemoglobin terendah 11,7 gr/dL dan kadar tertinggi yaitu 15,5 gr/dL.
Tabel 10
Distribusi Frekuensi Anemia pada Petani Pengguna Pestisida Berdasarkan Status Gizi
Berdasarkan tabel 10 diatas dapat diketahui bahwa dari 10 petani dengan nilai IMT kurus yang anemia sebanyak 8 orang (80%) dan yang tidak anemia sebanyak 2 orang (20%). Untuk 34 petani dengan nilai IMT normal yang anemia sebanyak 25 orang (73,5%) dan yang tidak anemia sebanyak 9
Kelengkapan Lengkap 13,32 12,3 1,706
11,7-15,5 gemuk yang anemia sebanyak 2 orang (66,7%) dan yang tidak anemia sebanyak 1 orang (33,3%).
Tabel 11
Distribusi Statistik Deskriptif Kadar Hemoglobin pada Petani Pengguna Pestisida Berdasarkan
Status Gizi
Dari tabel 11 dapat diketahui bahwa rata-rata kadar hemoglobin petani dengan status gizi kurus adalah 11,93 gr/dL dengan median 11,65 gr/dL, standar deviasi 1,725, kadar hemoglobin terendah 9,8 gr/dL dan kadar tertinggi yaitu 15,4 gr/dL. Rata-rata kadar hemoglobin petani dengan status gizi normal adalah 12,28 gr/dL dengan median 11,95 gr/dL, standar deviasi 1,425, kadar hemoglobin terendah 9,4 gr/dL dan kadar tertinggi yaitu 15,5 gr/dL. Rata-rata kadar hemoglobin petani dengan status gizi gemuk adalah 12,83 gr/dL dengan median 12,8 gr/dL, standar deviasi 0,850, kadar hemoglobin terendah 12,0 gr/dL dan kadar tertinggi yaitu 13,7 gr/dL.
PEMBAHASAN
1. Kadar Hemoglobin Petani Pengguna Pestisida di Desa Tanah Merah Tahun 2015
Dari penelitian yang dilakukan terhadap petani pengguna pestisida di Desa Tanah Merah tahun 2015 rata-rata kadar hemoglobin adalah 12,28 gr/dL dengan kadar terendah 9,4 gr/dL dan kadar tertinggi 15,5 gr/dL. Dari hasil yang didapat menunjukkan bahwa terdapat responden yang memiliki kadar hemoglobin yang rendah dan normal.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian
Status Gizi Mean Median SD Min-Max
Kurus 11,93 11,65 1,725 9,8-15,4 Normal 12,28 11,95 1,425 9,4-15,5 Gemuk 12,83 12,8 0,850
Runia (2008) pada petani hortikultura di Desa Tejosari didapat bahwa rata-rata kadar hemoglobin adalah 12,32 gr/dL, kadar hemoglobin terendah adalah 10 gr/dL dan kadar tertinggi adalah 14,2
(12)
gr/dL.
Banyak hal yang mempengaruhi kadar hemoglobin diantaranya adalah sosial ekonomi dan infeksi cacing. Sosial ekonomi meliputi tingkat pendidikan, pekerjaan, lingkungan dan asupan gizi sehari-hari. Tingkat pendidikan yang rendah membuat mereka tidak faham mengenai kebutuhan gizi yang harus dipenuhi setiap harinya. Pekerjaan mempengaruhi perekonomian sehingga karena terdesak kebutuhan ekonomi yang tidak mencukupi sehingga kebutuhan untuk memenuhi asupan gizi terabaikan. Pekerjaan yang menuntut aktivitas yang berat dengan tidak diimbangi asupan gizi yang cukup dapat menyebabkan penurunan adar hemoglobin. Anemia juga dipengaruhi oleh infeksi kecacingan. Hal ini dikarenakan petani tidak memakai alas kaki, seperti sepatu bot.
2. Distribusi Frekuensi Anemia Petani Pengguna Pestisida Di Desa Tanah Merah Tahun 2015
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui dari tabel 4.2 bahwa didapat 35 petani (74,5%) yang anemia dengan rata-rata kadar hemoglobin 11,53 gr/dL dan 12 petani (25,5%) tidak anemia dengan rata-rata kadar hemoglobin adalah 14,2 gr/dL. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Runia (2008) didapatkan bahwa petani yang anemia sebanyak 80,8% dan yang tidak anemia sebanyak
(12)
19,2%.
Pestisida merupakan zat atau senyawa kimia digunakan untuk membasmi, mencegah, dan mengendalikan hama pengangganggu tanaman. Penyemprotan pestisida yang tidak tepat dapat menimbulkan dampak negatif bagi penggunanya. Partikel pestisida yang mengandung senyawa kimia berbahaya dapat terbawa oleh angin sehingga
menempel dipermukaan kulit dan dapat terhisap
(32)
oleh hidung.
Senyawa kimia yang terus menerus terhirup mengalami akumulasi dalam darah sehingga dapat menghambat kinerja enzim yang bekerja untuk m e l i n d u n g i o rg a n i s m e a e r o b d a n d a p a t menyebabkan hemoglobin tidak mampu mengikat oksigen. Hal ini dapat menyebabkan eritrosit
(34)
menjadi hemolisis, sehingga terjadi anemia. Penelitian ini menunjukkan bahwa petani pengguna pestisida yang mengalami anemia lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak anemia. Hal ini dikarenakan luasnya permukaan kulit yang terpapar dan banyaknya senyawa kimia yang terhirup masuk kedalam tubuh.
Faktor lain yang dapat menyebabkan anemia adalah faktor lingkungan, seperti kecacingan. Hal ini bisa terjadi karena banyak petani yang tidak menggunakan sepatu bot, yang memungkinkan petani terinfeksi oleh cacing sehingga menyebabkan anemia.
3. Distribusi Frekuensi Anemia Petani Pengguna Pestisida Berdasarkan Masa Kerja
Dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa petani dengan masa kerja lama yang anemia sebanyak 30 orang (75%) dengan rata-rata kadar hemoglobin 12,13 gr/dL. Untuk petani yang masa kerja baru yang anemia sebanyak 5 orang (71,4%) dengan rata-rata kadar hemoglobin 12,71 gr/dL.
Hasil kadar hb yang didapat lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian Fatmawati (2005) pada petani di Kabupaten Sidrap dimana didapat bahwa petani dengan masa kerja 5 tahun mengalami anemia dengan rata-rata kadar
(16)
hemoglobin yaitu 11,49 gr/dL.
signifikan antara petani dengan masa kerja yang lama dan baru. Hal ini dikarenakan anemia terjadi bukan hanya dari paparan pestisida, namun banyak faktor yang dapat menyebabkan anemia, seperti rendahnya faktor ekonomi dan kurangnya asupan gizi.
Dalam teorinya, semakin lama petani melakukan penyemprotan pestisida maka semakin lama pula kontak dengan pestisida sehingga resiko keracunan terhadap pestisida semakin tinggi. Efek toksik pestisida sangat tergantung pada banyak faktor yang terpenting adalah dosis. Dosis menunjukkan berapa banyak dan berapa seringnya suatu zat toksik masuk kedalam tubuh. Petani yang masa kerjanya lebih dari 5 tahun biasanya telah terjadi toksisitas kronis. Jadi semakin lama melakukan penyemprotan maka semakin banyak zat
(7,12)
kimia yang terakumulasi dalam darah.
4. Distribusi Frekuensi Anemia Petani Pengguna Pestisida Berdasarkan Frekuensi Penyemprotan
Dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa petani dengan frekuensi penyemprotan kurang baik yang anemia sebanyak 21 orang (72,4%) dengan rata-rata kadar hemoglobin 12,18 gr/dL. Untuk petani yang frekuensi penyemprotan baik yang anemia sebanyak 14 orang (77,8%) dengan rata-rata kadar hemoglobin 12,28 gr/dL.
Hasil kadar hb yang didapat lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian Fatmawati (2005) pada petani di Kabupaten Sidrap dimana didapat bahwa petani dengan frekuensi penyemprotan 2-3 kali dalam seminggu yang mengalami anemia sebanyak 66,66% dengan rata-rata kadar
(16)
hemoglobin yaitu 11,93 gr/dL.
Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan kadar hemoglobin yang signifikan antara petani dengan frekuensi penyemprotan yang kurang baik dengan frekuensi
baik. Berdasarkan teorinya, seringnya petani melakukan penyemprotan maka semakin tinggi
(37)
pula resiko keracunan. Namun demikian, tidak hanya frekuensi penyemprotan yang merupakan faktor penyebab anemia dari paparan pestisida, tetapi masih banyak faktor lain diantaranya status gizi yang buruk, dan kesejahteraan petani sendiri.
Petani dalam melakukan penyemprotan pestisida tergantung dengan banyak tidaknya hama pengganggu tanaman. Jika hama pengganggu tanaman tumbuh banyak, maka penyemprotan akan sering dilakukan. Namun jika hama yang tumbuh sedikit, petani hanya menyemprot rata-rata 2 kali sehari.
5. Distribusi Frekuensi Anemia Petani Pengguna Pestisida Berdasarkan Lama Penyemprotan
Dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa dari 47 petani didapatkan hasil bahwa petani dengan lama penyemprotan kurang baik yang anemia sebanyak 3 orang (75,0%) dengan rata-rata kadar hemoglobin 11,57 gr/dL. Untuk petani dengan lama penyemprotan baik yang anemia sebanyak 32 orang (74,4%) dengan rata-rata kadar hemoglobin 12,28 gr/dL.
Hasil kadar hb yang didapat lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian Fatmawati (2005) pada petani di Kabupaten Sidrap dimana didapat bahwa petani dengan lama penyemprotan > 3-6 jam mengalami anemia sebanyak 60% dengan rata-rata
(16)
kadar hemoglobin yaitu 11,65 gr/dL.
Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan kadar hemoglobin yang signifikan antara petani dengan lama penyemprotan yang kurang baik dengan lama penyemprotan yang baik. Hal ini dikarenakan tidak hanya paparan pestisida yang dapat mempengaruhi terjadinya anemia, akan tetapi masih banyak faktor lain diantaranya lemahnya kondisi fisik petani.
pestisida yang dilakukan petani sejalan dengan lamanya terpapar oleh pestisida. Dalam melakukan penyemprotan sebaiknya tidak boleh lebih dari 3 jam, karena bila lebih dari 3 jam maka resiko
(12)
keracunan akan semakin besar.
Lamanya penyemprotan tergantung dengan banyaknya hama tanaman dan luasnya lahan. Hama tanaman yang tumbuh merata maka penyemprotan juga dilakukan secara merata yang secara otomatis akan semakin lama. Lahan yang luas juga akan membutuhkan waktu yang lama.
6. Distribusi Frekuensi Anemia Petani P e n g g u n a P e s t i s i d a B e r d a s a r k a n Kelengkapan APD
Dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa dari 47 petani didapatkan hasil bahwa petani dengan pemakaian APD kurang lengkap yang anemia sebanyak 32 orang (76,2%) dengan rata-rata kadar hemoglobin 12,08 gr/dL. Untuk petani dengan pemakaian APD lengkap yang anemia sebanyak 3 orang (60,0%) dengan rata-rata kadar hemoglobin 13,32 gr/dL.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Fatmawati (2005) pada petani di Kabupaten Sidrap dimana didapat bahwa petani yang tidak memakai APD lengkap mengalami anemia sebanyak 66,7% dengan rata-rata kadar hemoglobin yaitu 11,89
(16)
gr/dL.
Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan kadar hemoglobin yang signifikan antara petani dengan pemakaian APD kurang lengkap dengan pemakaian APD lengkap. Namun demikian, tidak hanya paparan pestisida yang dapat mempengaruhi terjadinya anemia, akan tetapi masih banyak faktor lain diantaranya kecacingan. Hal ini dikarenakan hampir semua petani tidak ada yang memakai alas kaki saat melakukan aktifitasnya, sehingga memungkinkan terinfeksi oleh cacing.
Pada dasarnya pestisida bersifat racun
kontak. Setiap racun berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi penggunanya. Maka penggunaan alat pelindung diri pada petani saat melakukan penyemprotan sangat penting untuk menghindari kontak langsung dengan pestisida. Pemakaian pelindung diri harus dipakai bukan waktu aplikasi penyemprotan saja, namun sejak mulai mencampur, mencuci peralatan aplikasi hingga sesudah aplikasi selesai. Alat pelindung diri yang digunakan antara lain topi, kacamata, masker, baju lengan panjang, sarung tangan, celana panjang, dan sepatu bot. Pemakaian APD dinilai lengkap jika
(6,12)
memakai minimal 5 APD.
Rata-rata petani di Desa Tanah Merah, APD yang digunakan yaitu topi, baju lengan panjang, celana panjang dan masker. Penggunaan Kacamata dan sepatu bot hanya dipakai oleh beberapa petani saja. Kebiasaan petani hanya memakai APD waktu m e l a k u k a n p e n y e m p r o t a n s a j a . Wa k t u pencampuran dan pencucian hanya menggunakan beberapa APD, seperti celana panjang, topi, baju lengan panjang. Hal ini sangat mungkin partikel pestisida yang bersifat racun terhirup oleh hidung dan menempel pada permukaan kulit sehingga zat kimia tersebut masuk kedalam tubuh.
7. Distribusi Frekuensi Anemia Petani Pengguna Pestisida Berdasarkan Status Gizi
Dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui dari tabel 4.12 bahwa dari 47 petani didapatkan hasil bahwa petani dengan nilai IMT kurus yang anemia sebanyak 8 orang (80,0%) dengan rata-rata kadar hemoglobin 11,93 gr/dL. Untuk petani dengan nilai IMT normal yang anemia sebanyak 25 orang (73,5%) dengan rata-rata kadar hemoglobin 12,28 gr/dL. Untuk petani dengan nilai IMT gemuk yang anemia sebanyak 2 orang (66,7%) dengan rata-rata kadar hemoglobin 12,83 gr/dL.
bermakna antara status gizi dengan keracunan pestisida (p= 0,019) dengan OR 2,2 yang artinya orang yang dengan status gizi kurang beresiko 2,2 kali terkena keracunan pestisida dibanding kan
(39)
dengan petani yang bergizi baik.
Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan kadar hemoglobin yang signifikan antara petani dengan status gizi kurus, normal dan gemuk. Namun demikian, tidak hanya paparan pestisida yang dapat mempengaruhi terjadinya anemia, akan tetapi masih banyak faktor lain diantaranya asupan gizi yang buruk.
Berat normal adalah idaman bagi setiap orang agar mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Berat badan yang kurang atau berlebihan akan menimbulkan resiko munculnya berbagai macam penyakit, salah satunya yaitu anemia.
Status gizi yang kurang dapat dipengaruhi oleh konsumsi makanan pada petani yang tidak memenuhi syarat gizi yang baik. Kebutuhan gizi yang dibutuhkan yaitu kebutuhan dalam mengkonsumsi zat besi yang akan berperan dalam penentuan produksi hemoglobin. Jumlah konsumsi zat besi dan protein dalam makanan yang tidak mencukupi akan menghambat pembentukan hemoglobin dan pembentukan eritrosit yang baru menggantikan eritrosit yang lisis akibat zat toksin dalam darah.
Hal yang dapat mempengaruhi terjadinya anemia adalah banyakzat toksin yang ada di dalam darah manusia, walaupun memiliki status gizi yang baik yang dilihat dari indeks masa tubuh yang normal akan tidak akan berpengaruh apabila jumlah zat toksin di dalam tubuh banyak terakumulasi sehingga menyebabkan anemia dan begitu juga sebaliknya.
Selain itu, petani mempunyai aktivitas yang banyak mengeluarkan kalori seperti mencangkul, memberi pupuk, menyemprot sehingga daya tahan tubuh petani menjadi lemah. Dengan daya tahan
tubuh yang lemah membuat timbulnya keracunan
(38)
pestisida akibat paparan yang terus menerus. KESIMPULAN
1. Rata-rata kadar hemoglobin adalah 12,28 gr/dL, kadar minimum adalah 9,4 gr/dL dan kadar maksimum adalah 15,5 gr/dL.
2. Pada petani pengguna pestisida menunjukkan bahwa dari 47 petani pengguna pestisida yang anemia sebanyak 35 petani (74,5%) dan yang tidak anemia sebanyak 12 petani (25,5%). 3. Pada petani pengguna pestisida berdasarkan
masa kerja lebih banyak petani dengan masa kerja lama yang anemia yaitu sebanyak 30 petani (75%) dari 40 petani dibandingkan dengan yang masa kerja baru yaitu sebanyak 5 petani (71,4%) dari 7 petani.
4. Pada petani pengguna pestisida berdasarkan frekuensi penyemprotan lebih banyak petani dengan frekuensi penyemprotan kurang baik yang anemia yaitu sebanyak 21 petani (72,4%) dari 29 petani dibandingkan dengan yang frekuensi penyemprotan baik yaitu sebanyak 14 petani (77,8%) dari 18 petani.
5. Pada petani pengguna pestisida berdasarkan lama penyemprotan lebih banyak petani dengan lama penyemprotan baik yang anemia yaitu sebanyak 32 petani (74,4%) dari 43 petani dibandingkan dengan yang lama penyemprotan kurang baik yaitu sebanyak 3 petani (75%) dari 4 petani.
6. Pada petani pengguna pestisida berdasarkan kelengkapan APD lebih banyak petani dengan pemakaian APD kurang lengkap yang anemia yaitu sebanyak 32 petani (76,2%) dari 42 petani dibandingkan dengan yang pemakaian APD lengkap yaitu sebanyak 3 petani (60%) dari 18 petani.
yang nilai IMT kurus yaitu sebanyak 8 petani (80%) dari 10 petani dan yang nilai IMT gemuk yaitu sebanyak 2 petani (66,7%) dari 3 petani. SARAN
1. Bagi petani untuk selalu memakai APD yang lengkap saat kontak dengan pestisida, baik waktu pencampuran, penyemprotan maupun waktu pencucian peralatan agar mengurangi resiko terpaparnya pestisida.
2. Bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti faktor resiko lain dan memeriksa kadar kolinesterase dalam darah sebagai indikasi terjadi keracunan karena pestisida.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adriyani, R. 2006. Usaha Pengendalian P e n c e m a r a n L i n g k u n g a n A k i b a t Penggunaan Pestisida Pertanian. Universitas Airlangga: Surabaya.
2. Palar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta: Jakarta.
3. Wudianto, R. 1990. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya: Jakarta.
4. W i k i p e d i a . 2 0 1 3 . P a l a w i j a . (Diakses 11 November 2014)
5. Soemirat, J. 2009. Toksikologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. 6. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana
Pertanian. 2011. Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida.
scribd (Diakses 11 November 2014)
7. Priyanto. 2009. Toksikologi. Leskonfi: Jawa Barat.
8. Kelner, M. J. and Alexander, N. M. 1986. Inhibition of Erythrocyte Superoxide Dismutase by Diethyldithiocarbamate Also Results in Oxyhemoglobin-catalyzed Glutathione Depletion and Methemoglobin Production. The Journal of Biological C h e m i s t r y. Vo l . 2 6 1 : 1 6 3 6 - 1 6 4 1 .
(Diakses 11 November 2014)
9. Price, dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol. 1 edisi 6. Buku
http://id.wikipedia.org/wiki/Palawija
10. Murtiyasa, Nyoman. 2004. Faktor Resiko Kejadian Anemia pada Pekerja Wanita.
.(Diakses 14 Februari 2015)
11. R a m l i , N . , D k k . 2 0 0 9 . H u b u n g a n Karakteristik Pekerja, Pengguna APD dan Lama Kerja dengan Kejadian Anemia pada Pekerja di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Palembang. Prosiding Seminar Nasional: Sumatera Selatan.
12. Runia, Y. A. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keracunan Pestisida Organofosfat, Karbamat dan Kejadian Anemia Pada Petani Hortikultura Di Desa Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten M a g e l a n g . U n i v e r s i t a s D i p o n e g o r o :
S e m a r a n g .
eprints.undip.ac.id/17532/1/YODENCA_ASST I_RUNIA.pdf (Diakses 11 November 2014)
13. Patil, J. A., Patil, A. J., Govindwar, S. P. 2003. Biochemical Effects of Various Pesticides on Sprayer of Grape Gardens. Journal of clinichal biochemistry: Indian.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PM C3453870/pdf/12291_2008_Article_BF02867 362.pdf (Diakses 11 November 2014)
14. Köprücü, S. S. dkk. 2006. Acute Toxicity of Organophosphorous Pesticide Diazinon and Its Effects on Behavior and Some HematologicalParameters of Fingerling European Catfish. Pesticide biochemistry and physiology.
( D i a k s e s 11 November 2014)
15. Gujetiya, R. 2012. Clinico Pathological Effects of Pesticides Exposure on Farm Workers. International Journal of Science: India.
http://omicsonline.org/abstract/Title_Clinico_ Pathological_Effects_Of_Pesticides_Exposur e_On_Farm_Workers/(Diakses 11 November 2014)
16. Fatmawati. 2005. Pengaruh Penggunaan 2,4-D (2,4-2,4-Dichlorphenoxyaceticacid) Terhadap Status Kesehatan Petani Penyemprot di Kabupaten Sidrap Provinsi Sulawesi Selatan. J.med. Nus. Vol. 27 No.1. Makassar 17. Watson, R. 2002. Anatomi Fisiologi.Buku
KedokteranEGC: Jakarta. Hal 235.
18. Fawcett & Bloom. 2002. Buku Ajar Histopatologi Edisi 12. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
http://adln.lib.unair.ac.id/go.php/