BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Landasan Teori 2.1.1 Pasar Modal
Perusahaan yang membutuhkan dana atau ingin menambah dana dapat menjual surat berharganya di pasar modal. Dapat dikatakan bahwa pasar
modal merupakan pasar seperti pada umumnya, yaitu tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan kegiatan jual beli. Penentuan harga dalam pasar modal juga merupakan hasil dari permintaan dan penawaran.
Namun, yang membedakan pasar modal dengan pasar-pasar pada umumnya adalah barang yang dijual di pasar modal merupakan sekuritas dan surat-surat
berharga.
Menurut Jogiyanto (1998:10) pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk meningkatkan kebutuhan dana jangka panjang dengan
menjual saham atau mengeluarkan obligasi. Pasar modal dapat dikatakan sebagai pasar yang abstract karena yang diperjual belikan adalah dana dana
jangka panjang, yaitu dana yang keterkaitannya dalam investasi lebih dari satu tahun (Lubis, 2008:7). Pasar modal juga dipandang sebagai sarana yang efektif untuk menarik dana dari masyarakat yang kemudian akan disalurkan ke
sektor-sektor yang lebih produktif (Indriyo dan Basri, 2002:239).
Pada umumnya pasar modal dapat dibagi menjadi empat jenis, antara
1. Pasar Perdana (Primary Market)
Tempat untuk menjual surat berharga yang baru dikeluarkan oleh perusahaan yang melibatkan banker investasi. Surat berharga yang baru dijual dapat berupa penawaran perdana ke publik atau dapat berupa
tambahan surat berharga baru jika perusahaan sudah go public (seasoned new issues).
2. Pasar Sekunder (Secondary Market)
Setelah sekuritas baru selesai dijual di pasar perdana melalui
underwriter sekuritas tersebut akan diperdagangkan untuk publik di pasar
sekunder. Pasar sekunder merupakan tempat perdagangan sekuritas dan surat-surat berharga yang telah beredar.
3. Pasar Ketiga (Third Market)
Pasar ketiga merupakan pasar perdagangan surat berharga pada saat pasar kedua tutup. Pasar ketiga dijalankan oleh broker yang
mempertemukan pembeli dan penjual pada saat pasar kedua tutup.
4. Pasar keempat (Fourth Market)
Pasar keempat merupakan pasar modal yang dilakukan antara institusi berkapasitas besar untuk menghindari komisi untuk broker. Pasar keempat umumnya menggunakan jaringan komunikasi untuk
2.1.2 Saham
Saham dapat diartikan sebagai hak kepemilkan terhadap suatu perusahaan. Dengan memiliki saham maka secara otomatis kita memiliki kepentingan dalam perusahaan tersebut dan memiliki hak suara dalam RUPS
serta berhak atas deviden. Secara umum saham dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock).
1. Saham Biasa (common stock)
Saham dapat didefinisikan sebagai penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan (Lubis, 2008:59).
2. Saham Preferen (preferred stock)
Saham preferen merupakan saham yang mempunyai sifat gabungan antara obligasi dan saham biasa (Jogiyanto, 1998:53).
2.1.3 Initial Public Offering (IPO)
Untuk memperoleh tambahan dana, yang akan dipergunakan untuk membiayai kegiatan operasionalnya, perusahaan dapat memanfaatkan pasar modal dengan mengeluarkan saham untuk publik (go public). Perusahaan
yang baru pertama kali menawarkan saham perusahaannya untuk publik disebut melakukan penawaran umum perdana atau disebut IPO. Menurut
oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang
diatur dalam undang-undang Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya.”
Initial Public Offerring (IPO) merupakan satu dari beberapa alternatif yang paling diminati oleh perusahaan karena banyaknya keuntungan yang
akan diterima oleh perusahaan. Menurut Indriyo dan Basri (2002:240) keuntungan menjadi perusahaan publik antara lain jumlah dana yang dihimpun
berjumlah besar, dana dapat diterima sekaligus pada saat pasar perdana tutup, mempertinggi solvabilitas serta ketergantungan kepada bank relative kecil. Keputusan menjadi perusahaan publik (go public) atau tetap menjadi
perusahaan privat merupakan keputusan yang harus dipikirkan matang-matang.
2.1.4 Penjamin Emisi (Underwriter)
Pada saat melakukan IPO perusahaan biasanya akan menggunakan jasa
banker investasi atau penjamin emisi (underwriter) untuk menjual sahamnya di pasar perdana (primary market). Underwriter merupakan pihak yang membeli saham atau sekuritas lain yang nantinya akan dijual kembali ke
publik (Jogiyanto, 1998:16). Underwriter juga merupakan pihak yang akan menanggung resiko apabila saham tersebut tidak laku terjual dengan cara
Beberapa tipe underwriter menurut Lubis (2008:42), antara lain adalah
kesanggupan penuh, kesanggupan yang terbaik, kesanggupan siaga dan kesanggupan semua atau tidak sama sekali.
1. Kesanggupan Penuh (Full Commitment)
Underwriter akan mengambil resiko dalam menjual saham baru. Apabila saham tidak terjual semua, maka underwriter akan menanggung seluruh
resiko dengan membeli semua sisa saham.
2. Kesanggupan yang Terbaik (Best Effort Commitment)
Underwriter akan berusaha sebaik mungkin untuk menjual saham tersebut.
Apabila tidak semua saham laku terjual maka saham tersebut akan dikembalikan kepada perusahaan.
3. Kesanggupan Siaga (Standby Commitment)
Apabila saham tidak laku sampai batas waktu yang telah ditentukan, maka
underwriter bersedia untuk membeli saham yang tidak laku tersebut.
Hanya saja harga saham yang dibeli oleh underwriter tidak sama dengan harga pada penawaran umum, biasanya dibawah harga penawaran umum.
4. Kesanggupan Semua atau Tidak Sama Sekali (All or None Commitment)
dikembalikan kepada perusahaan. Hal ini dilakukan karena biasanya
perusahaan membutuhkan dana dalam jumlah tertentu.
2.1.5 Underpricing
Penetapan harga saham pada pasar perdana merupakan kesepakatan yang dibuat oleh perusahaan dengan penjamin emisi (underwriter). Sebagai
pihak yang mengetahui pasar modal lebih baik, underwriter cenderung akan membuat harga saham perusahaan tersebut lebih murah. Hal ini dilakukan
underwriter agar saham tersebut laku terjual yang pada akhirnya akan
mengurangi resiko yang ditanggung oleh underwriter tersebut. Kondisi ini akan menimbulkan harga saham menjadi underpricing. Underpricing
merupakan kondisi dimana harga saham di pasar sekunder pada hari pertama perdagangan saham secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan harga penawaran di pasar perdana (Sulistio,2005).
Underpricing dapat terjadi karena adanya asimetri informasi atau keterbatasan informasi antara pelaku IPO yaitu perusahaan yang IPO,
underwriter maupun investor. Perusahaan yang IPO belum mengetahui
bagaimana kondisi pasar modal sehingga perusahaan akan meminta bantuan kepada underwriter untuk menentukan harga yang terbaik untuk menjual
Bagi perusahaan, underpricing merupakan kondisi yang sebisa
mungkin harus dihindari karena perusahaan sebagai pihak yang membutuhkan dana tidak dapat menghimpun dana secara maksimal. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa perusahaan sengaja untuk menetapkan harga saham yang
cenderung lebih murah. Hal ini dilakukan perusahaan agar minat investor terhadap saham yang dijual oleh perusahaan menjadi tinggi sehingga saham
tersebut laku terjual di pasar modal.
Setiap investor pasti akan berupaya untuk memaksimalkan return yang akan diterima dari seluruh investasi yang dilakukannya. Sehingga pihak
investor akan lebih mengharapkan tingginya underpricing yang terjadi pada saham yang dibelinya. Apabila terjadi underpricing investor akan menerima
initial return, yaitu persentase selisih harga saham di pasar sekunder dibandingkan dengan harga saham pada penawaran perdana (Sulistio, 2005).
2.1.6 Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Underpricing
Di dalam penelitian ini beberapa faktor yang diduga mempengaruhi
underpricing antara lain umur perusahaaan, persentase penawaran saham dan
ukuran perusahaan.
1. Umur Perusahaan
Sebuah perusahaan yang telah lama berdiri umumnya mempunyai pengalaman yang lebih banyak dalam mengatasi kondisi permasalahan
baru berdiri. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan perusahaan untuk
tetap bertahan (survive) dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Semakin lama perusahaan berdiri, maka semakin banyak juga informasi yang dapat dihimpun oleh investor sehingga dapat mengurangi asimetri
informasi. Semakin sedikit asimetri informasi tentang perusahaan tersebut maka akan semakin kecil pula tingkat ketidakpastian perusahaan tersebut
dan pada akhirnya akan berdampak pada semakin kecilnya underpricing. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang lebih lama berdiri diduga memiliki underpricing yang lebih kecil.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Beatty (1989) menyatakan bahwa umur perusahaan memiliki hubungan negatif terhadap initial return
(underpricing). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rosyati dan Sabeni (2002) yang memperlihatkan hasil bahwa umur perusahaan mempunyai pengaruh negatif yang signifikan
terhadap underpricing.
2. Persentase Penawaran Saham
Persentase penawaran saham merupakan banyak jumlah saham yang ditawarkan oleh perusahaan kepada publik. Dengan kata lain
persentase penawaran saham menunjukan seberapa besar porsi kepemilikan yang akan dikuasai oleh publik. Semakin besar jumlah saham
information perusahaan. Semakin sedikit private information perusahaan,
para investor akan lebih banyak mendapatkan informasi tentang perusahaan sehingga akan mengurangi tingkat ketidakpastian terhadap perusahaan dan pada akhirnya akan mengurangi underpricing. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa semakin besar persentase penawaran saham yang ditawarkan kepada publik maka akan semakin kecil underpricing
yang terjadi pada perusahaan tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Nasirwan (2000) memperlihatkan hasil bahwa persentase penawaran saham berpengaruh negatif terhadap
initial return (underpricing). Hasil yang sama diperlihatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2008). Hasil penelitian tersebut
membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara persentase penawaran saham terhadap underpricing,
3. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan besarnya aktiva yang dimiliki oleh sebuah perusahaan. Perusahaan yang besar umumnya memiliki jumlah
aktiva yang besar pula. Semakin besar perusahaan maka informasi mengenai perusahaan tersebut juga akan semakin banyak karena pada
Dengan banyaknya informasi yang diperoleh, investor akan mudah
menilai resiko yang akan dihadapinya apabila berinvestasi pada sebuah perusahaan. Kejelasan informasi mengenai perusahaan akan meningkatkan penilaian terhadap perusahaan, mengurangi tingkat ketidakpastian dan
meminimalkan resiko dan tingkat underpricing (Sulistio, 2005). Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran suatu perusahaan maka
underpricing yang terjadi akan semakin kecil pula.
Penelitian yang dilakukan oleh Yolana dan Martani (2005) memperlihatkan hasil bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif
secara signifikan terhadap underpricing. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2008) yang membuktikan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ukuran perusahaan terhadap underpricing.
2.2Review Penelitian Terdahulu
Underpricing merupakan fenomena yang lazim ditemui pada saat
perusahaan melakukan penawaran umum perdana atau initial public offering
(IPO). Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk menentukan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi underprcing, baik penelitian yang
dilakukan di dalam negeri maupun di luar negeri. Ringkasan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1
Daftar Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti
Variable Teknik
Analisis Hasil Penelitian Dependent Independent
Nasirwan (2000)
Initial return,
return 15 hari
setelah IPO dan
return 1 tahun
setelah IPO
Reputasi auditor, reputasi underwriter, umur perusahaan, ukuran perusahan, persentase
penawaran saham, nilai penawaran saham, dan deviasi standarreturn.
Regresi hari setelah IPO dan
return 1 tahun setelah
IPO. Persentase penawaran saham dan nilai penawaran saham berpengaruh negatif terhadap return 15 hari setelah IPO. Sedangkan deviasi standar return
berpengaruh positif terhadap return awal
dan return 15 hari
setelah IPO. Daljono
(2000)
Initial return Reputasi auditor,
reputasi underwriter, persentase
penawaran saham, umur perusahaan, ROA, financial
leverage dan
solvability ratio.
Regresi Linier Berganda
Reputasi underwriter
dan financial leverage
berpengaruh positif secara signifikan terhadap initial return. Sedangkan reputasi auditor, persentase penawaran saham, umur perusahaan, ROA
dan solvabilitas ratio
tidak terbukti mempengaruhi initial
return. Rosyati dan
Sabeni (2002)
Underpricing Kondisi pasar, umur
perusahaan, reputasi auditor dan reputasi penjamin emisi.
Regresi Linier Berganda
Reputasi penjamin emisi dan umur perusahaan
mempengaruhi
underpricing secara
Nama Peneliti
Variable Teknik
Analisis Hasil Penelitian Dependent Independent
Ardiansyah (2003)
Initial return
dan return 15
hari setelah IPO
ROA, financial
leverage, EPS, CR,
Procced,
pertumbuhan laba, reputasi underwriter, reputasi auditor, umur perusahaan, jenis industri dan kondisi
perekonomian
Regresi Linier Berganda
EPS memiliki pengaruh
negatif secara signifikan terhadap
initial return. Kondisi perekonomian
berpengaruh secara signifikan dengan korelasi positif terhadap initial return.
Variabel lainnya tidak terbukti berpengaruh terhadap initial return. Yolana dan
Martani (2005)
Underpricing reputasi penjamin
emisi, rata-rata kurs, ukuran perusahaan,
Rata-rata kurs dan ROE terbukti mempengaruhi
underpricing secara
signifikan dengan korelasi positif. Ukuran perusahaan dan jenis industri terbukti mempengaruhi
underpricing secara
signifikan dengan korelasi negatif. Reputasi penjamin emisi tidak terbukti mempengaruhi
underpricing. Sulistio
(2005)
Initial return Ukuran perusahaan,
EPS, PER, leverage, persentase
pemegang saham lam, reputasi auditor
dan reputasi
mempengaruhi initial return secara signifikan dengan arah negatif dan persentase pemegang
saham lama mempengaruhi initial
return secara signifikan kearah positif. Ukuran perusahaan, EPS, PER, reputasi auditor dan reputasi underwriter
tidak mempengaruhi
initial return. Handayani
(2008)
Underpricing DER, ROA, EPS,
umur perusahaan,
Variabel EPS, Ukuran Perusahaan dan Persentase Penawaran Saham berpengaruh terhadap Underpricing. Variabel lainnya, seperti DER, ROA, dan Umur perusahaan tidak terbukti mempengaruhi
Penelitian oleh Nasirwan (2000) dilakukan pada periode 1989-1996.
Penelitiannya menganalisis pengaruh reputasi auditor, reputasi underwriter, umur perusahaan, ukuran perusahan, persentase penawaran saham, nilai penawaran saham, dan deviasi standarreturn terhadap return awal, return 15
hari setelah IPO dan return 1 tahun setelah IPO. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dan mean adjusted model untuk mengukur
return. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa reputasi underwriter
berpengaruh positif signifikan terhadap return awal, return 15 hari setelah IPO dan return 1 tahun setelah IPO. Persentase penawaran saham dan nilai
penawaran saham berpengaruh negatif terhadap return 15 hari setelah IPO. Variabel deviasi standar return berpengaruh positif terhadap return awal dan
return 15 hari setelah IPO.
Daljono (2000) melakukan penelitian pada periode 1990-1997 terhadap initial return dengan reputasi auditor, reputasi underwriter,
persentase penawaran saham, umur perusahaan, ROA, financial leverage dan
solvability ratio sebagai variabel independen. Analisis regresi linier berganda
digunakan dalam penelitian ini untuk meneliti hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Penelitian ini menyatakan bahwa reputasi underwriter dan financial leverage berpengaruh positif secara
signifikan terhadap initial return. Variabel reputasi auditor, persentase penawaran saham, umur perusahaan, ROA dan solvabilitas ratio tidak terbukti
Penelitian yang dilakukan oleh Rosyati dan Sabeni (2002) dengan data
yang digunakan tahun 1997-2000 menganalisis pengaruh variabel kondisi pasar, umur perusahaan, reputasi auditor dan reputasi penjamin emisi terhadap
underpricing dengan regresi linier berganda sebagai teknik analisis yang
digunakan. Penelitian mereka menyatakan bahwa reputasi penjamin emisi dan umur perusahaan mempengaruhi underpricing secara signifikan dengan
korelasi kearah negatif. Variabel reputasi auditor dan kondisi pasar tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap underpricing.
Penelitian yang dilakukan oleh Ardiansyah (2003) menggunakan
ROA, financial leverage, EPS, CR, Procced, pertumbuhan laba, reputasi
underwriter, reputasi auditor, umur perusahaan, jenis industri dan kondisi
perekonomian sebagai variabel independent dengan menggunakan data perusahaan yang IPO antara 1995-2000. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dan berhasil membuktikan bahwa variabel EPS
memiliki pengaruh negatif secara signifikan terhadap initial return. Variabel kondisi perekonomian berpengaruh secara signifikan dengan korelasi positif
terhadap initial return. Variabel lainnya tidak terbukti berpengaruh terhadap
initial return.
Yolana dan Martani (2005) meneliti variabel-variabel yang
mempengaruhi underpricing pada saat penawaran perdana. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dengan
ukuran perusahaan, ROE dan jenis industry sebagai variabel independen. Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa rata-rata kurs dan ROE terbukti mempengaruhi underpricing secara signifikan dengan korelasi positif. Variabel ukuran perusahaan dan jenis industri terbukti mempengaruhi
underpricing secara signifikan dengan korelasi negatif. Variabel reputasi penjamin emisi tidak terbukti mempengaruhi underpricing.
Penelitian oleh Sulistio (2005) mengambil data tahun 1998-2003 dengan menggunakan ukuran perusahaan, EPS, PER, leverage, persentase pemegang saham lama, reputasi auditor dan reputasi underwriter sebagai
variabel independen dan initial return sebagai variabel dependen. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dan menghasilkan
kesimpulan bahwa (1) variabel tingkat leverage mempengaruhi initial return
secara signifikan dengan arah negatif dan (2) persentase pemegang saham lama mempengaruhi initial return secara signifikan kearah positif. Variabel
ukuran perusahaan, EPS, PER, reputasi auditor dan reputasi underwriter tidak terbukti mempengaruhi initial return.
Handayani (2008) melakukan penelitian terhadap perusahaan-perusahaan keuangan yang melakukan IPO pada tahun 2000-2006 dengan menggunakan variabel independen DER, ROA, EPS, umur perusahaan,
ukuran perusahaan, persentase penawaran saham dan Underpricing sebagai variabel dependen. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier
underpricing. Variabel lainnya, DER, ROA, umur perusahaan, tidak terbukti
mempengaruhi underpricing.
Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2008) adalah sebagai berikut:
1. informasi keuangan yang digunakan dalam penelitian ini hanya ukuran perusahaan (Total Aktiva) dan informasi non keuangan yang
digunakan adalah umur perusahaan dan persentase penawaran saham, 2. penelitian ini menggunakan data dari perusahaan yang melakukan
penawaran umum perdana (IPO) antara tahun 2010-2012.
2.3Kerangka Konseptual
Informasi keuangan dan non keuangan perusahaan yang melakukan IPO akan mempengaruhi besarnya underpricing yang terjadi. Hal ini dikarenakan bahwa investor, sebagai pihak yang menanamkan modalnya
dalam perusahaan, akan menggunakan informasi tersebut untuk mengukur besarnya keuntungan dan tingkat resiko apabila melakukan investasi pada
perusahaan tersebut. Semakin besar informasi yang dimiliki oleh investor maka akan semakin kecil asimetri informasi yang terjadi, semakin kecil asimetri informasi maka akan semakin kecil pula underpricing yang terjadi.
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual Penelitian
Perusahaan yang telah lama berdiri akan memudahkan investor mendapatkan informasi tentang perusahaan tersebut. Dengan bertambahnya informasi yang dimiliki investor maka besarnya asimetri informasi tentang
perusahaan tersebut juga akan berkurang dan pada akhirnya akan mengurangi besarnya underpricing yang terjadi. Sehingga dapat disimpulkan umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing.
Banyaknya saham yang ditawarkan oleh perusahaan kepada publik mengindiasikan bahwa semakin sedikit private information tersebut. Semakin
kecil private information maka asimetri informasi juga akan semakin kecil. Dengan semakin kecilnya asimetri informasi maka underpricing juga akan
semakin kecil. Sehingga dapat disimpulkan persentase penawaran saham berpengaruh negatif terhadap underpricing.
Umur Perusahaan (X1)
Persentase Penawaran Saham (X2)
Ukuran Perusahaan (X3)
Ukuran perusahaan merupakan satu dari beberapa faktor utama yang
dipertimbangkan investor dalam berinvestasi. Semakin besar ukuran perusahaan tingkat kepercayaan investor akan semakin besar. Hal ini dikarenakan bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka akan semakin
dikenal masyarakat sehingga investor akan semakin mudah mendapatkan informasi menggenai perusahaan tersebut. Semakin banyak informasi yang
dimiliki investor tentu akan mengurangi asimetri informasi dan pada akhirnya akan mengurangi besarnya underpricing. Sehingga dapat disimpulkan ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing.
2.4Hipotesis
Berdasarkan kerangka konseptual diatas, hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah umur perusahaan, persentase penawaran saham dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap underpricing baik secara
simultan maupun secara parsial pada perusahaan yang melakukan IPO tahun 2010-2012.