• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL DAN FRAKSI PELEPAH AREN (Arenga pinnata Merr) TERHADAP Propionibacterium acnes DAN Staphylococcus aureus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL DAN FRAKSI PELEPAH AREN (Arenga pinnata Merr) TERHADAP Propionibacterium acnes DAN Staphylococcus aureus"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL DAN FRAKSI PELEPAH AREN (Arenga pinnata Merr) TERHADAP Propionibacterium acnes DAN Staphylococcus aureus

Mira Andam Dewi, Julia Ratnawati, Fitri Sukmanengsih

Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Jenderal Achmad Yani, Cimahi. miraandamdewi.91@gmail.com

ABSTRAK

Pelepah aren (Arenga pinnata Merr) digunakan oleh masyarakat sebagai obat jerawat. Penggunaan secara empiris di masyarakat pelepah aren dibakar kemudian abunya dipakai sebagai masker. Dilakukan pengujian aktivitas antimikroba ekstrak etanol, fraksi air, fraksi etil asetat dan fraksi n-heksana terhadap bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus aureus dengan metode agar perforasi. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi dengan pelarut etanol. Ekstrak etanol di fraksinasi dengan pelarut air, etil asetat, dan n-heksana. Hasil ekstrak dan fraksi dipekatkan dengan “rotary evaporator” dan dikentalkan di penangas air. Konsentarsi hambat minimum (KHM) ekstrak etanol 35% dan fraksi etil asetat 7,5% memberikan diameter hambat berturut-turut (14±0,06) mm dan (14±0,04) mm terhadap bakteri Propionobacterium acnes. Konsentrasi hambat miminum (KHM) ekstrak etanol 18%, fraksi air 40%, dan fraksi etil asetat 2,5% memberikan diameter hambat berturut-turut (14,6±0,13) mm, (14±0,06) mm, dan (14±0,06) mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Hasil pengujian aktivitas mikrobiologi menunjukkan bahwa fraksi etil asetat paling potensial dalam menghambat kedua bakteri uji.

Kata kunci : pelepah aren (Arenga pinnata Merr), Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus, jerawat, difusi agar perforasi.

ABSTRACT

Palm frond (Arenga pinnata Merr) is used by the public as an acne medication. The use of empirically in the community burned palm frond ashes then used as a mask. Testing the antimicrobial activity of the ethanol extract, water fraction, the fraction of ethyl acetate and n-hexane fraction of the bacteria Propionibacterium acnes and Staphylococcus aureus with difussion perforation method. Extraction is done by the method of maceration with ethanol. The ethanol extract is fractionated by water solvent, ethyl acetate, and n-hexane. Results extracts and fractions concentrated by "rotary evaporator" and thickened in water bath. The minimum inhibitory concentration (MIC) of 35% ethanol extract and 7.5% ethyl acetate fraction gives a row inhibitory diameter (14 ± 0.06) mm and (14±0.04)mm to Propionobacterium acnes bacteria. Miminum inhibitory concentration (MIC) of 18% ethanol extract, 40% water fraction, and 2.5% ethyl acetate fraction gave inhibitory consecutive diameter (14.6 ± 0.13) mm, (14 ± 0.06) mm, and (14 ± 0.06) mm against Staphylococcus aureus. The test results showed that the microbiological activity of ethyl acetate fraction is the most potent in inhibiting both bacterial test.

Key words : palm frond (Arenga pinnata Merr), Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus, acne, diffusion perforation method.

PENDAHULUAN

Acne atau yang sering kita kenal dengan jerawat adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel polisebasea yang ditandai dengan adanya

(2)

Jerawat dapat disebabkan oleh bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus aureus. Kedua bakteri tersebut menghasilkan lipase yang memecah asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam lemak tersebut dapat menimbulkan peradangan jaringan yang berperan dalam timbulnya jerawat (Jawetz dkk, 1996).

Pelepah aren yang telah lama bermanfaat dalam pengobatan tradisional antara lain untuk pengobatan jerawat. Hasil pengujian fitokimia yang pernah dilakukan melaporkan bahwa tepung pelepah aren mengandung senyawa metabolit sekunder alkaloid, terpenoid dan tanin yang merupakan golongan polifenol (Meiske dkk, 2002), senyawa-senyawa tersebut mempunyai kemampuan sebagai antibakteri.

Berdasarkan angka kejadian acne vulgaris yang tinggi serta penggunaan pelepah aren secara tradisional sebagai obat jerawat dan metabolit sekunder yang terdapat dalam pelepah aren, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui aktivitas antimikroba dari ekstrak dan fraksi pelepah aren terhadap bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus aureus.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antimikroba ekstrak etanol dan fraksi-fraksi pelepah aren yang ditunjukkan dengan adanya penghambatan pada mikroba uji (Propionibacterium acnes dan Staphylococcus aureus) serta untuk menetapkan konsentrasi hanbat minimum (KHM) yang dapat diberikan oleh ekstrak dan fraksi-fraksi tersebut.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat mengenai aktivitas antimikroba dari ekstrak etanol dan fraksi-fraksi pelepah aren terhadap bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus aureus. Selain itu diharapkan dapat dijadikan bahan acuan dalam penelitian lebih lanjut terhadap formulasi sediaan yang mengandung ektrak etanol dan fraksi-fraksi dari tanaman tersebut.

METODE

Tahap penyiapan simplisia meliputi pengumpulan simplisia pelepah aren (Arenga pinnata Merr), pembersihan, pengeringan, dan pembuatan serbuk simplisia. Simplisia diperoleh dari Kemang, Cianjur, Jawa barat. Dilakukan determinasi di Laboratorium Biosistematik dan Ekologi, Sekolah Tinggi Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung (ITB). Pelepah aren yang dikumpulkan adalah pelepah aren yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua yaitu pelepah yang ke 3 hingga pelepah yang ke 6. Simplisia kemudian diserbukkan dan dilalukan pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penapisan fitokomia yang meliputi: pemeriksaan alkaloid, flavonoid, tanin, polifenol, steroid dan triterpenoid, monoterpenoid dan seskuiterpenoid, saponin dan kuinon, serta dilakukan karakteristik simplisia yang meliputi penetapan kadar air, kadar abu, dan kadar sari.

Proses penyiapan sampel uji berupa ekstrak serta fraksi. Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara ekstraksi dingin yaitu secara maserasi dalam pelarut etanol redestilasi, kemudian didiamkan selama 24 jam dengan pengadukan sesekali dan diulangi sebanyak 4 kali hingga ekstrak bening. Pemekatan ekstrak dilakukan dengan cara menguapkan pelarut ekstrak menggunakan alat rotary evaporator pada suhu 50°C, sedangkan pengentalan ekstrak dilakukan dengan menguapkan sisa pelarut pada waterbath dengan suhu 50°C hingga diperoleh ekstrak kental. Kemudian dilanjutkan dengan proses fraksinasi seecara ekstraksi cair-cair (ECC) untuk mendapatkan fraksi air, fraksi etil asetat dan fraksi n-heksan. Semua sampel uji yang berupa ekstrak serta fraksi pelepah aren diidentifikasi kembali dengan penapisan fitokimia untuk mengetahui jenis metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak dan fraksi tersebut.

(3)

Agar (NA) dengan metode difusi agar perforasi. Konsentrasi ekstrak dan fraksi yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji diukur dengan menggunakan jangka sorong. Media agar yang masih cair dicampur dengan suspensi satu jenis bakteri dalam cawan petri, dan biarkan membeku. Media yang telah padat dibuat lubang dengan menggunakan perforator. Setiap cawan dibuat 4-5 lubang untuk diisi 4-5 konsentrasi zat uji yang berbeda-beda yaitu : 20%, 40%, 60%, dan 80% masing-masing 50 μL. Pembuatan beberapa konsentrasi uji tersebut dilakukan dengan menggunakan pelarut DMSO. serta dilakukan uji terhadap Tetrasiklin HCl sebagai pembanding. Semua cawan yang telah diisi zat uji diikubasikan pada suhu 35-37°C selama 24 jam untuk media NA dan 48 jam untuk media TSA. Diameter hambat yang terbentuk diukur dengan menggunakan jangka sorong. Parameter yang digunakan dalam menunjukkan aktivitas ekstrak dan fraksi pelepah aren terhadap bakteri jerawat adalah besarnya diameter hambat yaitu antara 14-16 mm. Ekstrak serta fraksi yang aktivitasnya paling potensial kemudian ditentukan konsentrasi hambat minimum (KHM).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan metabolit sekunder dalam pelepah aren adalah flavonoid, polifenol, tanin, saponin, kuinon, alkaloid, monoterpen dan seskuiterpen. Hasil dapat diilihat pada tabel 1.

Pada pemeriksaan karakteristik simplisia pelepah aren dimana didapat hasil bahwa Kadar abu 16,21%, Kadar abu larut air 1,43%, kadar abu tidak larut asam 12,88%, kadar sari larut air 15,51%, kadar sari larut etanol 10,36% dan kadar air 1,98%. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Pelepah Aren (Arenga pinnata Merr)

No Karakteristik Hasil b/b 1 Kadar Abu Total 16,12% 2 Kadar Abu Larut Air 1,43% 3 Kadar Abu Tidak Larut

Asam 12,88%

4 Kadar Sari Larut Air 15,51% 5 Kadar Sari Larut

Etanol 10,36%

6 Kadar Air 1,98%

Pengujian Aktivitas Antimikroba Metode Difusi Agar Perforasi

Hasil pengujian terhadap P. acnes menunjukan nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) dari ekstrak etanol (35% b/v), dan fraksi etil asetat (7,5% b/v) dengan diameter hambat 14 mm. Sedangkan hambatan terhadap Staphylococcus aureus menunjukan nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) dari ekstrak etanol (18% b/v), fraksi air (40% b/v), dan fraksi etil asetat (2,5%b/v) dengan diameter hambat berturut-turut 14,6 mm; 14 mm; 14 mm. Fraksi n-heksan tidak memberikan hambatan terhadap kedua bakteri tersebut. Tetrasiklin 0,005% memberikan konsentrasi hambat minimum (KHM) terhadap Propionibacterium acnes dengan diameter hambat 14 mm, sedangkan konsentrasi Tetrasiklin 0,0005% memberikan konsentrasi hambat minimum (KHM) terhadap Staphylococcus aureus dengan diameter hambat 14 mm.

(4)

komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, menyebabkan sel bakteri menjadi lisis. Terpenoid dapat menyebabkan terjadinya lisis pada sel bakteri dengan mengikat protein, lipid dan karbohidrat yang terdapat pada mikroba. Polifenol dan tanin dapat menghambat aktivitas enzim protease, menghambat enzim pada protein transpor selubung sel bakteri, dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik (Cowan, 1999). Tanin juga diduga mampu mengkerutkan dinding sel bakteri sehigga dapat mengganggu permeabilitas sel. Terganggunya permeabilitas sel bakteri menyebabkan sel tersebut tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhan terhambat dan mati (Harbourne, 1978).

Fraksi etil asetat merupakan yang potensial menghambat pertumbuhan kedua bakteri hal ini didukung dengan data penapisan fitokimia dimana metabolit sekunder yang terdapat dalam fraksi etil asetat lebih banyak di bandingkan ekstrak etanol, fraksi air dan fraksi n-heksan. fraksi air memberikan hambatan hanya terhadap Staphylococcus aureus dengan konsentrasi hambat minimum yang besar sedangkan fraksi n-heksan tidak memberikan hambatan terhadap kedua bakteri uji, hal ini dikarenakan kandungan senyawa yang terdapat pada fraksi n-heksan hanya monoterpen dan seskuiterpen sehingga tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri.

Fraksi etil asetat yang merupakan fraksi yang paling potensial dari bahan uji aktivitas antimikrobanya tidak sebanding dengan antibiotik Tetrasiklin. Akan tetapi efek resistensi dari antibiotik Tetrasiklin terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus aureus cukup tinggi jika penggunaan obat tersebut tidak sesuai dosis yang dianjurkan. Aktivitas antimikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, konsentrasi ekstrak, kandungan metabolit senyawa antimikroba pada bahan uji, dan jenis bakteri yang dihambatnya. Konsentrasi ekstrak yang semakin tinggi membentuk zona bening yang semakin besar. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Pelczar dan Chan yang dalam bukunya menyebutkan bahwa semakin tinggi

konsentrasi ekstrak maka akan semakin besar efek yang ditimbulkan. Semakin pekat konsentrasi bahan uji maka senyawa metabolit sekunder yang terkandung didalamnya akan semakin banyak sehingga memberikan pengaruh terhadap diameter hambat (Holt dkk, 1994 dan Tim penyusun, 1986).

Propionibacterium acnes dan Staphylococcus aureus menunjukkan perbedaan sensitivitas terhadap bahan uji (ekstrak dan fraksi pelepah aren) karena setiap jenis bakteri memiliki sensitivitas dan respon sel yang berbeda (Nester, 2001). Staphylococcus aureus mempunyai faktor koagulase (+) yang menyebabkan peptidoglikan pada dinding sel bakteri tersebut mudah menggumpal oleh karena itu Staphylococcus aureus lebih mudah dihambat dibandingkan Propionibacterium acnes, hal ini ditunjukkan oleh variasi diameter zona bening yang terbentuk (Jawetz dkk, 1996).

Konsentasi terkecil zat uji yang masih menghambat pertumbuhan mikroba uji denggan diameter 14-16 mm merupakan konsentrasi hambat minimum (KHM). Bagan pengujian antimikroba ekstrak dan fraksi-fraksi pelepah aren dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan Nilai KHM Ekstrak Etanol, Fraksi Air, Fraksi Etil Asetat dan Fraksi n-Heksan

Bahan Uji

KHM (% b/v)

Propionibacterium

acnes Staphylococcus aureus

KHM

(%b/v) Diameter (mm) (%b/v) KHM Diameter (mm) Ekstrak

Etanol 35 14 ± 0,06 18 14,6 ± 0,13 Fraksi Air - - 40 14 ± 0,06 Fraksi Etil

Asetat 7,5 14 ± 0,04 2,5 14 ± 0,06 Fraksi

n-Heksan - - - -

(5)

Gambar I. Pengukuran KHM fraksi etil asetat pelepah aren terhadap bakteri Staphylococcus aureus (a) dan Propionibacterium acnes (b)

Gambar II. Pengukuran KHM kontrol Tetrasiklin terhadap bakteri Staphylococcus aureus (a) dan Propionibacterium acnes (b)

KESIMPULAN

Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pelepah aren memiliki aktivitas sebagai antimikroba terhadap bakteri penyebab jerawat Staphylococcus aureus dan Propionibacterium acnes. Fraksi etil asetat merupakan fraksi yang paling potensial menghambat pertumbuhan mikroba Propionibacterium acnes dan Staphylococcus aureus.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Goeswin. 2007. Teknologi Bahan Alam. Penerbit ITB. Bandung. 21-27. Tim Penyusun. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 1986, 10-13, 16, 28.

Cowan, M.M. 1999. Plant Product as Microbial Agent. Clinical Microbilogy. 564-584.

Departemen Kesehatan & Kesejahteraan Sosial RI. 2001. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I). Jilid 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta. 153-154.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1989. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Jakarta. 245-247, 302, 321.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. Jakarta. 9, 16, 34-37.

(6)

Djuanda, A., Hamzah, M, dan Aisah , S. 1999. Ilmu Penyakit Kulit DanKelamin. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 3, 253-26. Efendi dedi soleh. 2010. Prospek

Pengembangan Tanaman Aren (Arenga pinnata Merr) Mendukung Kebutuhan Bioetanol di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Indonesian Center for Estate Crops Research and Development. 9(1). 36.

Goodman and Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi Volume 2. EGC. Jakarta. 1231, 1775-1776, 1809.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Terbitan kedua. Terjemahan Kosasih Padmawinata. ITB. Bandung. 47-49, 102. Holt,J. G., et. Al. 1994. Bergeys Manual of Determinative Bacteriology. 9th ed, Williams & Wilkins. USA.572, 580, 596. Ikatan Apoteker Indonesia. 2011. ISO

Farmakoterapi 2. Ikatan Apoteker Indonesia. Jakarta. 1-8.

Jawetz, E., Melnick, dan Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. Alih bahasa Edi Nugroho & R.F. Maulany. EGC. Jakarta. 219.

Katzung, B.G. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinis, Edisi VI, Terjemaah Staf Dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran UNSRI. Jakarta. EKG.

Martini, F.H. 1998. Fundamentals of Anatomy and Physiology 4th Edition, New

JERSEY. prentice Hall Inc.148-157.

Meiske, S. Sangi., Lidya I. Momuat, dan Maureen Kumaunang. 2002. Uji Toksisitas Dan Skrining Fitokimia Tepung Gabah Pelepah Aren (Arenga Pinnata Merr). Program Studi Kimia FMIPA Universitas Sam Ratulangi-Manado. 12(2). 127-134.

Nester, E.W., 2001. Microbiology A Human Perspective 3rd Edition. Mc Graw Hill. New York.

Pelczar, Michael J, dan E.C.S. Chan. 1998. Dasar-dasar Mikrobiologi. Terjemahan Ratna S Hadioetomo, T. Imas, S. Sutarmi Tjitrosomo, Sri Lestari. UI. Jakarta. 548-549.

Volk & Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar, Jilid 1, Edisi kelima, Terjemahan Markham. Erlangga. Jakarta. 184-191. Jawetz, E. 1991. Mikrobiologi Untuk Profesi

Kesehatan, Edisi XIV, terjemahan Tonang and Gerard, B. Jakarta. EKG. 272-273. Staf Pengajar Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiologi Kedokteran, Edisi Revisi. Binarupa Aksara. Jakarta 111.

Tim penyusun. 1986. Sediaan Galenik. Departement Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 10-13, 16, 18.

Gambar

Tabel 1.  Hasil
Gambar I. Pengukuran KHM fraksi etil asetat pelepah aren terhadap bakteri Staphylococcus aureus (a) dan Propionibacterium acnes (b)

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Pasal 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat 5 asas, yaitu: Asas manfaat menyatakan bahwa segala upaya dalam

Pengaruh yang nyata dari pelakuan dosis POC terhadap jumlah daun baru menunjukan perbedaan yang nyata setelah tanaman berumur 21 hari dan seterusnya, karena pada saat

Pada kasus ketiga, beban paling besar diberikan oleh kereta yang berada di belakang carbody TeC berupa beban perlawanan gelundung dan tanjakan memberikan hasil

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua) variabel yaitu variabel suku bunga simpanan dan variabel loyalitas nasabah. Jenis penelitian ini adalah penelitian yang

Peran kepala sekolah SMP Ta’miriyah sangat aktif dalam mengembangkan 8 standar pendidikan. Salah satunya dalam program peningkatan mutu di sekolah. Kegiatan program

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR.. Uadi Haryadi, MSc. Serangga merupakan penyebab kerusakan paling besar pada bahan pangan selama penyimpanan. Salah satu serangga hama

Berdasarkan uraian pada kerangka teori dan gambaran penelitian diatas tampaknya ada hubungan rapat antara kondisi kosmis dan duniawi. Berkat potensi mistiknya, manusia sanggup

Sumber dana dan alokasi dana bagi pemegang program P2TB dan petugas laboratorium dalam kegiatan capaian CDR TB paru di puskesmas Kota Semarang sudah sesuai dengan