ANALISA KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KANTOR
PEMERINTAH DI SURABAYA
Wa Ode Alfian*1, IGN Antaryama**2, Ima Defiana***3 1
Mahasiswa Pascasarjana Program Keahlian Arsitektur Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia,
2,3
Staf Pengajar Jurusan Arsitektur,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia *
Kantor hemat energi merupakan salah satu program Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mendorong pembangunan gedung hemat energi. Pada umumnya, gedung di negara tropis seperti Indonesia paling banyak menggunakan energi untuk sistem tata udara sekitar 45-70% dimana 55% penyumbang panas terbesar berasal dari fasade bangunan. Untuk mengurangi beban panas bangunan, pemerintah juga telah menetapkan standar konservasi energi pada fasade (selubung bangunan) bangunan gedung di Indonesia yang didasarkan pada SNI 03-6389-2011, yakni OTTV dan RTTV ≤ 35 watt/m2. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantifikasi, yakni menghitung OTTV dan RTTV. Studi dilakukan pada 2 bangunan kantor pemerintah di Surabaya yaitu Kantor DPRD dan Kantor Walikota. Hasil penelitian menunjukkan kedua bangunan tersebut telah memenuhi kriteria konservasi energi.
Kata kunci:Fasade, Kantor Pemerintah, Konservasi Energi
1. Pendahuluan
Kantor hemat energi merupakan salah satu program Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mendorong pembangunan gedung hemat energi (DJEBTKE, 2011). Dilingkungan kepemerintahan, hal ini dipertegas dengan adanya Instruksi Presiden Republik Indonesia No.13 Tahun 2011 tentang penghematan energi dan air. Pemerintah juga akan membentuk tim pengawas
energi listrik di tiap kantor di kota besar untuk mengontrol pemakain listrik
(www.news.liputan6.com). Kedua hal tersebut mengindikasikan adanya pemborosan energi pada kantor pemerintah. Hal ini sejalan dengan yang di ungkapkan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bahwa kantor pemerintah boros pemakaian listrik (www.tribunnews.com). Pada umumnya, gedung di negara tropis seperti Indonesia paling banyak menggunakan energi untuk sistem tata udara sekitar 45-70% (DJEBTKE, 2011), dimana 55% penyumbang panas terbesar berasal dari selubung bangunan (GBCI dalam Laksmiyati, 2013)
Fasade adalah elemen kunci eksterior bangunan dan memberikan pengaruh ruang dalam bangunan (Knack, 2007). Fasade juga memiliki kontribusi terbesar untuk pembiayaan energi (Aksamija,2013). Kedua teori Knack dan Aksamija melihat fasade lebih pada fungsi pengendali lingkungan termal. Hal ini sejalan dengan pendapat Karyono (1999) mengatakan seluruh selubung bangunan (atap, dinding, lantai) berfungsi sebagai alat menetralisir atau memodifikasi iklim luar yang tidak nyaman.
Fasade bangunan merupakan media perpindahan panas dari luar bangunan ke dalam bangunan. Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk melihat kinerja termal dan konservasi energi suatu bangunan adalah OTTV. Di Indonesia, standar konservasi energi pada fasade (selubung bangunan) bangunan gedung di Indonesia yang didasarkan pada SNI 03-6389-2011 dengan OTTV
dan RTTV ≤ 35 watt/m2
Pada dasarnya terdapat 2 tipe fasade, yaitu: (Aksamija, 2013)
1. Opaque facades, disusun dari material-material yang padat, seperti batu, panel beton pracetak,
metal cladding, insulasi, dan cold-formed steel framing. Opaque facade
2. Glazed facades, seperti curtail wall atau storefront facades, terbuat dari material transparan atau kaca tembus cahaya dan komponen metal framing.
Indonesia memiliki iklim tropis lembab dengan ciri utamanya adalah temperatur udara dan radiasi matahari yang tinggi. Desain kantor pemerintahan di Surabaya umumnya telah sesuai PERMEN PU 45/PRT/M/2007 dan awalnya didesain tanpa menggunakan pengkondisian udara dengan mengandalkan material fasad, elemen fasad, bukaan, ataupun gubahan masa bangunan sebagai respon kondisi iklim setempat. Fakta dilapangan, meskipun kantor pemerintahan didesain telah sesuai PERMEN PU 45/PRT/M/2007 dan respon terhadap iklim, namun suhu ruang dalam bangunan dirasa tidak mampu mengatasi kenyamanan pengguna, sehingga memaksa digunakannya AC. Radiasi matahari dan temperatur udara yang tinggi menyebabkan kebutuhan energi untuk mendinginkan bangunan menjadi besar. Didalamnya, energi pendinginan merupakan energi yang jumlahnya relatif besar (Gevorkian, 2007). Pada umumnya, gedung di negara tropis seperti Indonesia paling banyak menggunakan energi untuk sistem tata udara (45-70%), sistem tata cahaya (10-20%), lift dan eskalator (2-7%), serta alat-alat kantor dan elektronik (2-10%).
Disinilah peran perancang sangat dibutuhkan dalam perancangan untuk mengakomodasi segala permasalahan dan mencari solusi terbaik sehingga penghematan energi listrik, khususnya pada pendinginan bisa dikontrol. Untuk menjawab permasalahan ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa seberapa jauh pengeruh tipologi fasade dalam mendukung konservasi energi.
2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kuantifikasi dengan menghitung OTTV dan RTTV berdasarkan SNI 03-6389-2011. Untuk kebutuhan penelitian, maka variabel yang diperhitungkan adalah variabel fasad bangunan, yaitu orientasi, jenis material dan elemen pembayangan.
Rumus 1: Untuk menghitung OTTV keseluruhan
Rumus 2: Untuk menghitung OTTV tiap orientasi
dengan:
OTTV= nilai perpindahan termal menyeluruh pada dinding terluar yang memiliki arah atau orientasi tertentu (W/m2);
= absorbtansi radiasi matahari
UW = transmitans termal dinding tidak tembus cahaya (W/m2.K)
WWR = perbandingan luas jendela dengan luas seluruh dinding luar pada orientasi yang ditentukan;
TDEK = beda temperature ekuivalen (K); SF = faktor radiasi matahari (W/m2);
Uf = tranmitans termal fenestrasi (W/m2.K);
Tabel 2. Beda Temperatur Ekuivalen Dinding Berat/satuan luas (kg/m2) TDEK
Kurang dari 125 15
126 – 195 12
Lebih dari 195 10
Sumber: SNI 03-6389-2011
Tabel 3. Faktor Radiasi Matahari (SF, W/m2) untuk berbagai orientasi
Orientasi U TL T TGR S BD B BL
130 113 112 97 97 176 243 211
Sumber: SNI 03-6389-2011
Rumus 3: Untuk menghitung RTTV (Roof Thermal Transfer Value)
dengan:
RTTV = nilai perpindahan termal menyeluruhuntuk atap (W/m2); Ar = luas atap yang tidak transparat
As = luas skylight (m2)
Ao = luas total atap = Ar + As (m2)
Ur = transmitans termal atap tidak transparan Us = transmitans termal atap transparan SC = koefisien peneduh dari system fenestrasi
Tabel 4. Nilai Ur dan TDEK pada Atap Berat/satuan luas atap
(kg/m2) TDEK
Ur
Kurang dari 50 24 0.4
50 - 230 20 0.8
Lebih dari 230 16 1.2
Sumber: SNI 03-6389-2011
3. Spesifikasi Bangunan
Dua bangunan kantor pemerintah di Surabaya dipilih untuk mewakili 2 tipologi fasade yang banyak terdapat di Indonesia, yang beriklim tropis lembab.
Tabel 4. Subjek Penelitian
Tipologi
Fasade Nama Instansi
Alamat dan Tampak
Atas Orientasi
Jumlah Lantai
Fasade tebal dengan pelindung
Kantor Walikota Jl. Taman Surya no.1
Barat
Fasade tebal tanpa pelindung
Kantor DPRD Kota Surabaya
Jl. Yos Sudarso n.18-22
Tenggara 3
4. Analisa dan Pembahasan
4.1 Desain Bangunan Kantor Pemerintah
Pada umumnya desain bangunan kantor pemerintahan terbuat dari dinding bata plaster dengan finishing cat yang berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel.5
Tabel 5. Desain Bangunan Kantor Pemerintah
Orientasi
Kantor Walikota Kantor DPRD
Foto Kode
Material Foto Kode Material
Tenggara 1, 2, 4, 5 1, 3, 4, 5
Barat Daya 1, 2, 3, 5 1, 3, 4, 5
Barat Laut 1, 2, 4, 5 1, 3, 4, 5
Timur Laut 1, 2, 4, 5 1, 3, 4, 5
Notasi
1 = Dinding bata ( = 0.88)
2 = Dinding dicat abu-abu ( = 0.89) 3 = Dinding dicat krem ( = 0.25) 4 = Jendela kaca gelap ( Uf = 1.05)
4.2 Perhitungan OTTV a. Kantor DPRD
Tabel 6. Perhitungan OTTV Tiap Orientasi
Orientasi Ao WWR TDek SC SF Uw Uf T OTTVi Tenggara 619 0.15 10 1 97 0.53 1.05 5 0.57 17.54
Barat
Daya 928 0.22 10 1 176 0.53 1.05 5 0.57 42.84 Barat
Laut 658 0.05 10 1 211 0.53 1.05 5 0.57 14.56 Timur
Laut 928 0.18 10 1 113 0.53 1.05 5 0.57 23.87
= 26.29 Watt/m2
Jika dilihat perolehan OTTV pada tiap orientasi (Tabel 6), semua dinding bangunan terkecuali dinding orientasi barat daya memenuhi kriteria yang disyaratkan, yakni OTTV ≤ 35 Watt/m2
. Namun secara keseluruhanKantor DPRD memenuhi kriteria konservasi energi karena nilai OTTV lebih kecil 35 Watt/m2.
b. Kantor Walikota
Tabel 7. Perhitungan OTTV Tiap Orientasi
Orientasi Ao WWR Tdek SC SF Uw Uf T OTTVi Tenggara 110.7 0.28 10 0.5 97 0.53 1.05 5 0.57 17.39
Barat
Daya 858.6 0.39 10 0.5 176 0.53 1.05 5 0.88 39.12 Barat
Laut 110.7 0.42 10 0.5 211 0.53 1.05 5 0.88 49.76 Timur
Laut 858.6 0.40 10 0.5 113 0.53 1.05 5 0.88 27.70
= 33.43 Watt/m2
Jika dilihat perolehan OTTV pada tiap orientasi (Tabel 7), dinding orientasi tenggara dan timur laut memenuhi kriteria, yakni OTTV ≤ 35 Watt/m2. Sedangkan dinding orientasi barat daya dan barat laut tidak memenuhi kriteria, karena OTTV 35 Watt/m2. Namun secara keseluruhan Kantor Walikota memenuhi kriteria konservasi energi karena nilai OTTV ≤ 35 Watt/m2.
4.3 Perhitungan RTTV
Material atap bangunan Kantor DPRD dan Kator Walikota keseluruhan adalah genteng merah. Karena tidak memiliki skylight maka data SC dan SF tidak diperlukan, sehingga Rumus.3 dapat disederhanakan menjadi:
Berdasarkan SNI 03-6389-2011 RTTV yang disyaratkan lebih kecil dari 35 Watt/m2. Dari perhitungan di atas diperoleh nilai RTTV ≤ 35 Watt/m2, maka kedua bangunan tersebut telah memenuhi standart penghematan energi. Dari persamaan di atas (penyederhanaan Rumus.3) maka dapat disimpulkan luas atap tidak memiliki pengaruh pada perolehan RTTV.
4.4 Pengaruh WWR terhadap OTTV
Gambar 1. Grafik Hubungan WWR dan OTTV pada Kantor DPRD (Atas), Kantor Walikota (Bawah)
Dari gambar di atas, maka dapat dilihat pengaruh WWR terhadap OTTV. Semakin besar WWR maka semakin besar OTTV, dan begitupula sebaliknya. Untuk bangunan Kantor DPRD nilai OTTV tertinggi berada pada dinding orientasi barat daya sekitar 42.84 Watt/m2 dengan WWR 0.22, sedangkan OTTV terendah berada pada dinding orientasi barat laut sekitar 14.56 Watt/m2 dengan WWR 0.05.
Untuk bangunan Kantor Walikota nilai OTTV tertinggi berada pada dinding orientasi barat laut sekitar 49.76 Watt/m2dengan WWR 0.42, sedangkan OTTV terendah berada pada dinding orientasi tenggara sekitar 17.39 Watt/m2 dengan WWR 0.28.
5. Kesimpulan
6. Daftar Pustaka
Aksamija,A., 2013.Sustainable Facades: Design Methode for High Perform ance Building Envelope. New Jersey:John Wiley & Sons, Inc.
Devi, EC., 2002.Perpindahan Panas Melalui Kulit Bangunan dan Pengaruhnya pada Beban Pendinginan, KILAS Jurnal Arsitektur FTUI vol.4 No.1, pp 76-90
Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi. (2011), Kantor Hemat Energi, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Jakarta
Gevorkian, P., 2007.Sustainable Energy System Engineering, The Complate Green Building Design Resources, New York: MacGraw Hill
Karyono, T., 1999, Arsitektur: Kemapanan Pendidikan Kenyamanan dan Penghematan Energi.
Jakarta: PT Catur Libra Optima
Knack,U., Klein, T., Bilow, M.l, dan Auer,T., 2007. Facades: Principle of Contruction. Berlin: Birkhauser Verlag AG
Mangunwijaya,Y.B.,1997. Pengantar Fisika Bangunan.Jakarta: Djambaran
PERMEN PU 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara SNI 03-6389-20011 tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan pada Bangunan Gedung wwww.news.liputan6.com/read/158433/kantor-pemerintah-boros-energi, akses 25/03/2015
www.tribunnews.com/nasional/2012/05/08/kantor-pemerintahan-boros-pakai-listrik, akses