• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mahasiswa dan Diskotik Sebuah Studi Tent (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Mahasiswa dan Diskotik Sebuah Studi Tent (1)"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

Mahasiswa dan Diskotik:

Sebuah Studi Tentang Gaya Hidup Mahasiswa di Yogyakarta

(2)

A. Pendahuluan 1. Latar Belakang

Tempat hiburan malam sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Yogyakarta pada umumnya. Sebagai kota wisata, Yogyakarta dari waktu ke waktu mengalami perkembangan dan perubahan sarana pariwisata seiring dengan arus globalisasi yang tinggi. Modernisasi yang turut serta membawa budaya barat ke Indonesia juga berpengaruh pada arah perubahan ketertarikan masyarakat akan hiburan dan hal ini mendapat respon positif dari pelaku usaha. Dimulai dari Tarian yang disajikan pada panggung terbuka di Purawisata setiap malam tertentu sejak tahun 1975 dan pentas dangdut keliling, hiburan malam di Kota Yogyakarta berkembang pesat dengan bermunculan café dan restoran.

Catatan sejarah menunjukkan bahwa café atau diskotik yang sebenarnya sudah hadir di Yogyakarta sejak tahun 1980-an. Sekitar tahun 1982 sebuah pusat hiburan publik tempat bilyard dan diskotek Crazy Horse adalah salah satunya diskotik yang terkenal di Yogyakarta pada masa itu dan menjadi salah satu tempat tujuan wisatawan, namun kemudian menjadi simbol dari gaya hidup generasi kaum muda Yogyakarta (jogjabagus.com, 2013). Dalam tahun 1990-an cafe-cafe dan rumah makan menjadi amat popular sebagai tempat untuk mengisi waktu luang yang beralih dari menggambarkan Yogyakarta sebagai kota wisata menjadi gaya dan cara hidup kaum muda Yogyakarta yang didominasi oleh mahasiswa.

Pengertian ”diskotik” sendiri pada mulanya adalah tempat koleksi piringan hitam.

Pemutar piringan hitam disebut sebagai ”disc jockey”. Di dalam diskotik, pendengar

meminta pada ”disc jockey” untuk memutarkan lagu yang dikehendaki. Pada

perkembangan selanjutnya, akhirnya pengertian diskotik amat bergeser dari fungsi awalnya, yaitu memutarkan lagu yang dikehendaki para pendengarnya (Poerwoto, 2003). Lebih lanjut kegiatan yang dapat digambarkan secara umum di diskotik dapat digambarkan suara musik yang hingar-bingar, sebagaian besar pengunjung “berjoget”, asap rokok yang mengepul tidak hanya pria tetapi juga wanita, sexy dancer (bagi diskotik yang menyediakan), berbagai macam minuman mulai dari non Alkohol (Green Sand)

sampai yang berakohol seperti Vodka atau Jack Daniel‟s.

(3)

tempat hiburan dunia gemerlap yang baru bermuculan di antaranya seperti, Bunker, The Jet Zet (tj's), Hugos Cafe, The CLUB, Boshe, Republik, Embessi. Total dari keseluruhan

tempat hiburan malam “dunia Gemerlap” di kota Yogyakarta yang pernah eksis dari

tahun 2000 hingg saat ini yang meramaikan kota sebanyak 17 nama tempat.

Masing-masing diskotik menawarkan kemasan acara yang unik dan menarik, dari mengemas acara khusus untuk mahasiswa, mendatangkan DJ (Disc Jockey) tamu yang terkenal, minuman keras (minuman beralkohol) berbagai jenis, menghadirkan grup-grup musik, mengadakan kontes dance, sampai pada pemilihan putri favorit dan lain-lainya. Dengan menjamurnya cafe, muncul pula fenomena clubbing yang cukup marak awal tahun 2000-an, dimana diskotik selalu menjadi tempat “nongkrong” mahasiswa.

Hingga saat ini fenomena seperti ini terus masih mewarnai hiru-pikuk kota Yogyakarta pada waktu malam, bahkan kontes dance dan sexy dancer dengan kostum celana minim diatas paha dan baju pas badan tanpa lengan. Banyaknya tempat hiburan malam yang bermunculan tak lepas dari trend yaitu suatu kecenderungan perilaku atau kegiatan yang diikuti oleh orang banyak pada suatu masa tertentu yang sedang berlaku di masyarakat modern perkotaan yang menjadikan diskotik dan tempat hiburan malam lainnya sebagai tempat alternatif berkumpul. Bagi para pengunjungnya, tempat hiburan malam dapat menjadi ajang bersosialisasi dalam rangka memperluas pergaulan dan wawasan mereka (Hertika, 2003).

Pada perkotaan besar lain missal di Jakarta, Surabaya, Medan dan Denpasar, fenomena semakin menjamurnya hiburan malam sejalan dengan kapasitas dan karakteristik masyarakat perkotaan dengan bisnisnya yang cenderung hedonis dan mencari pergaulan yang modern. Namun bila melihat kota Yogyakarta sebagai kota pelajar dan wisata budaya setidaknya keberadaan hiburan dunia malam seperti diskotik, bar, café, dan lainnya bisa ditekan sedemikian rupa. Kehadiran diskotik pada saat ini berpotensi untuk menstimulasi gaya hidup generasi muda khususnya yang mengunjungi tempat-tempat tersebut. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa melalui interaksi sosial yang berlangsung pada akhirnya seseorang mampu untuk mengenal, menghayati nilai, dan norma kelompok/kelompok temannya sehingga dapat menetapkan peran yang dijalaninya atau sebaliknya dapat berdampak buruk pada kehidupan pribadi dan sehari-hari remaja tersebut. Kehadirannya juga tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi tetapi juga dipengaruhi oleh modernisasi komunikasi di masyarakat.

(4)

mahasiswa terjerumus menjadi kaum "hedonis" yang menempatkan kesenangan duniawi menjadi prioritas utama, yang di bungkus dalam bentuk hiburan malam.

Berkumpulnya pemuda sebagai mahasiswa yang sangat banyak dan beragamnya karakteristik tidak salah lagi jika Yogyakarta adalah tempatnya. Mahasiswa yang datang ke kota Yagyakarta berasal dari berbagai daerah di Indonesia mulai dari Sabang sampai dengan Meraoke bisa dijumpai di kota Yogyakarta ini. Tempat dimana semua komponen di Indonesia bergabung menjadi satu dalam konsep ekosistem yang bertajuk "Kota Pelajar". Beragamnya unsur yuridis tersebut yang menjadikan Yogyakarta terkenal sebagai julukan "Indonesia Mini", selain itu Yogyakarta juga terkenal sebagai "kota sejarah & budaya".

Fasilitas komunikasi dan informasi sebagai salah satu penyongkong utama arus globalisasi berpengaruh signifikan dalam segala sektor kehidupan. Arus komunikasi dan informasi yang demikian cepatnya melalui media masa (cetak maupun eletronik), dan fasilitas lain sangat berpengaruh terhadap perkembangan budaya dan pola pikir mahasiswa Yogyakarta. Arus globalisasi memaksa mahasiswa menerima perbedaan kebudayaan yang bercampur di Yogyakarta, (Kebudayaan Timur versus kebudayan Barat). Memang keberadaan awal hiburan malam untuk kalangan muda yang produknya dari luar nampak aneh di mata masyarakat Yogyakarta, namun ternyata mau tidak mau kita harus bisa menerima konsekuensi bahwa segala sesuatu pasti ada sebabnya yang dibawa oleh arus globalisasi itu. Toleransi memang di perlukan namun harus diingat bahwa tidak semua kebudayaan baru yang masuk dapat di terima dan sesuai dengan norma-norma serta adat kebudayaan kita sebagai orang Timur.

Globalisasi adalah menyebabkan berbagai gaya hidup mahasiswa kontemporer, dan media masa turut mempengaruhi perkembangan gaya hidup mahasiswa (life style) tersebut. Dalam hal ini misalnya, media masa juga menawarkan produk atau programnya yang bersifat orientasinya kepada budaya bukan timur, imbasnya kepada mahasiswa yang masih proses mencari jadi diri (identitas) adalah mahasiswapun mengikut tempat tertentu,/nongkrong bersama-sama menikmati malam dan menghabiskan waktu malam sesama teman mahasiswa. Ini juga merupakan gaya hidup (life style) sebahagian mahasiswa Yogyakarta di waktu malam yang telah menjadi trend.

(5)

Mahasiswa sebagai konsumen hiburan malam tentu semakin antusias mana kala banyak dari tempat hiburan malam menawarkan even-even khusus mahasiswa. Misalnya pada hari senin hampir seluruh diskotik membuat even University Party, dimana pada malam itu mahasiswa mendapat potongan 50% harga masuk dan paket minuman (contoh: paket harga Rp. 1.500.000,- akan menjadi Rp. 750.000,-) yang diambil dengan menunjukkan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM), kemudian ada even “rabu gaul”, pada kamis malam dengan biaya Rp. 100.000,- dapat minum (alkohol) sepuasnya hingga pagi menjelang. Bila kita memlihat dengan seksama, even-even yang di buat oleh pengelola hiburan malam hususnya diskotik membuat mahasiswa tertarik untuk datang, ditambah lagi promosi yang gencar dilakukan di kampus-kampus.

Pada dasarnya, apabila dilihat dari perilaku dan perubahan sosial yang terjadi pada diri mahasiswa yang telah bergeser ketertarikan terhadap hiburan (banyak yang menganggap kemunduran moral) adalah dampak dari arus modernisasi yang turut serta merubah aspek norma-norma masyarakat. Belum lagi dengan perilaku mahasiswa yang mementingkan gengsi dan gaya hidup kebarat-baratan sebagai trend serta hal yang dibanggakan. Namun tentu juga harus kembali melihat peran pemerintah (provinsi dan kota/kabupaten) serta perspektif pelaku bisnis, dimana ada pembiaran dari pemerintah menangani pelaku bisnis dalam mempromosikan diskotik dan pemerintah dalam memproteksi mahasiswa (pemuda) dari dunia malam (konteks negatif). Pelaku bisnis

juga sebenarnya hasrus mempertimbangkan ke “etisan” usaha yang dalam konteks

hiburan malam justru menjerumuskan mahasiswa yang notabene adalah penerus generasi dimasa mendatang. Walaupun disadari bahwa promosi pelaku bisnis diskotik yang gencar dilakukan di kampus menurut observasi peneliti hanya terjadi di Yogyakarta. Di koata lain, pasar utama dari pelaku bisnis hiburan malam adalah para eksekutif dan pengusaha, bahkan di kota Malang yang juga sebagai kota pendidikan kedua Indonesia promosi even hiburan malam tidak segencar di Yogyakarta.

Di Amerika Serikat perilaku mahasiswa di amerika dalam mengkonsumsi alkohol juga dalam tahap menghawatirkan, penelitian mengenai dampak berlebihan konsumsi alkohol dikalangan mahasiswa berdampak pada keseriusan belajar dan datang ke kelas, peran orang tua mahasiwa pengkonsumsi alkohol akan sangat dibutuhkan dan menentukan untuk mengontrol perilaku mahasiswa (Glanton F. C dan Wulfert E., 2013). Hal ini membuktikan bahwa bahkan di negara asalnya budaya hiburan malam ini juga berdampak buruk bagi mahasiswa.

2. Pertanyaan Penelitian

a. Apa yang menjadi faktor-faktor penyebab mahasiswa di Kota Yogyakarta tertarik pergi ke Diskotik?

(6)

3. Tujuan

a. Mengetahui Faktor-faktor penyebab mahasiswa di Kota Yogyakarta tertarik mengunjungi Diskotik.

b. Memahami gaya hidup (perilaku dan kegiatan) dari mahasiswa di Kota Yogyakarta yang mengunjungi diskotik.

4. Manfaat

Secara akademis, penelitian ini mencoba untuk mengkaji perilaku mahasiswa yaitu kaitannya dengan gaya hidup, khususnya yang mengunjungi diskotik, sehingga dapat dikaji lebih mendalam bagaimana pengaruh diskotik terhadap gaya hidup mahasiswa tersebut. Kemudian penelitian ini mencoba memberi masukan bagi penelitian sejenis yang akan dilaksanakan di kemudian hari. Diharapkan untuk stakeholder terkait (pemda, kepolisian, pelaku usaha, universitas dan lembaga lainnya) agar dapat menyediakan sarana hiburan atau memberikan izin dalam pengadaan acara sesuai minat mahasiswa yang dapat lebih terkontrol apabila nantinya terbukti bahwa dampak dari mengunjungi diskotik lebih banyak kerugiannya dan adanya batasan bagi pengunjung diskotik.

B. Kajian Teori 1. Diskotik

Tempat hiburan malam adalah tempat atau suatu kegiatan yang ditujukan untuk memberikan kesenangan bagi orang-orang agar dapat menghilangkan kejenuhan dari berbagai ativitasnya dan dari berbagai perasaan tidak enak atau susah yang sedang dirasakan orang-orang tersebut, yang ada pada malam hari (Hertika, 2003). Dahulu tempat hiburan malam bukan hanya berada dalam gedung seperti sekarang, dan hiburan malam seperti ini identik dengan hiburan di daerahdaerah kecil. Hiburan malam tersebut kental dengan adat tradisional seperti panggung wayang (di daerah Jawa), layar tancap, panggung tari-tarian daerah, dan lain-lain. Seiring perkembangan zaman terdapat beberapa jenis tempat hiburan malam yang berkesan lebih modern, khususnya yang ada di kota-kota besar yaitu, kafe, bar, diskotik/klab malam, dan pub. Namun pada penelitian ini peneliti membatasi tempat hiburan malam tersebut pada diskotik/klab malam. Diskotik adalah sebuah klab dimana seseorang dapat berjoged/berdansa mengikuti musik-musik rekaman dari plat-plat/compact disc musik disko atau musik-musik yang memiliki ketukan cepat, dimana di tempat ini juga disediakan minuman-minuman baik yang beralkohol atau pun tidak dengan harga yang dapat dikatakan mahal. Contoh harga yang ditawarkan berkisar Rp. 25.000,00 sampai Rp. 200.000,00 untuk per gelas, sedangkan untuk per botol berkisar Rp. 250.000,00 sampai Rp. 3.000.000,00 dan ini untuk berbagai jenis/merk minuman yang ada.

(7)

bertema Lady`s Night dan Kamis bertema Campus Night. Sesuai dengan namanya pada malam Lady`s Night di salah satu diskotik di Jakarta khusus untuk pengunjung perempuan dibebaskan membayar atau gratis untuk masuk tempat tersebut sedangkan untuk pengunjung lak-laki tetap bayar dengan tarif yang sudah ditetapkan yaitu Rp. 60.0000,00 sedangkan untuk Campus Night, malam yang khusus dibuat untuk para mahasiswa, tarif normal masuknya adalah Rp. 50.000,00 tetapi apabila pengunjung yang datang menunjukkan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) maka mendapat potongan harga yaitu Rp. 30.000,00 dan gratisminuman-minuman khusus yang ditawarkan tempat tersebut , baik yang beralkohol atau tidak, dan harga ini berlaku untuk pengunjung perempuan maupun laki-laki.

2. Motivasi Mendatangi Hiburan Malam

Motivasi adalah dorongan dalam diri manusia untuk melakukan suatu tindakan. Menurut Handoko (1992), motivasi suatu tenaga atau faktor yang terdapat di dalam diri manusia, yang menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Motivasi dapat diukur dengan dua cara, yaitu:

a. Mengukur faktor-faktor luar tertentu yang diduga menimbulkan dorongan dalam diri seseorang.

b. Mengukur aspek tingkah laku tertentu yang manjadi ungkapan dari motif tertentu.

Berdasarkan Teori Penyebab Personal (Personal Causation) menjelaskan bahwa setiap individu selalu termotivasi untuk menjadi agen penyebab dari perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Pada teori ini ditekankan pada dua kategori, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari diri sendiri (internal) sehingga menimbulkan kepuasan, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi akibat kekuatan-kekuatan dari luar (eksternal) untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.

(8)

of Effects” dalam Handoko (1992) perilaku yang tidak mendatangkan kesenangan tidak akan diulangi. Jadi, seseorang tidak akan menikmati atau menggunakan sarana tempat hiburan malam, bila hal tersebut dianggap tidak memberikan kepuasan pada kebutuhannya. Motivasi mendorong remaja untuk menikmati hiburan malam merupakan suatu pemuasan akan kebutuhannya (Rakhmat, 2000).

3. Gaya Hidup

Blackwell, James dan Paul (1994) dalam Aprianti (2005) menyatakan bahwa gaya hidup didefenisikan sebagai pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Gaya hidup adalah fungsi motivasi konsumen dan pembelajaran sebelumnya, kelas sosial, demografi dan variable lain. Blackwell, James dan Paul (1994) dalam Aprianti (2005) juga menyatakan bahwa gaya hidup terdiri dari kegiatan (activities), minat (interest), dan opini (opinion). Kegiatan adalah tindakan nyata seperti menonton media, berbelanja di toko atau menceritakan pada orang lain mengenai hal yang baru. Walaupun tindakan ini biasanya dapat diamati, alas an untuk tindakan tersebut jarang diukur secara langsung. Minat akan semacam objek, peristiwa atau topik adalah tingkat kegairahan yang menyertai perhatian khusus maupun terus menerus kepadanya. Opini

adalah “jawaban” lisan atau tertulis yang orang berikan sebagai respon terhadap situasi stimulus dimana semacam “pertanyaan” diajukan. Opini digunakan untuk

mendeskripsikan penafsiran, harapan dan evaluasi, seperti kepercayaan mengenai maksud orang lain, antisipasi sehubungan dengan peristiwa masa datang dan penimbangan konsekuensi memberi ganjaran atau menghukum dari jalannya tindakan alternatif. Gaya hidup tersebut akan menentukan perilaku seseorang terhadap kehidupan. Gaya hidup menggambarkan orang seutuhnya, yang berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi dengan lingkungan yang terjalin terus menerus akan membentuk gaya manusia yang seutuhnya.

Berge dan Arthur Asa (1998) mengatakan bahwa gaya hidup adalah istilah menyeluruh yang meliputi cita rasa seseorang di dalam fashion, mobil, hiburan dan hal-hal lain. Gaya hidup mempengaruhi gaya hidup seseorang. Gaya hidup remaja dapat diukur melalui kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan bersama teman-temannya, minat-minat apa saja yang mereka miliki, dan bagaimana opini mereka tentang hal yang berlangsung.

4. Konsep Remaja

(9)

22 tahun, dengan klasifikasi : (12 – 15 tahun) masa remaja awal, masa remaja pertengahan (16 – 18 tahun), dan masa remaja terakhir (19 – 22 tahun). Kepribadian remaja masih sangat labil dan rentan terhadap berbagai pengaruh luar (stimulus) yang akan membentuk sikap dan pola hidupnya, terutama pada remaja dengan batasan usia 12

– 18 tahun.

Gejolak emosi, pikiran, dan keyakinan remaja sewaktu-waktu berubah secara drastis dengan tidak terduga sebelumnya. Budaya dan karakteristiknya ditandai dengan sifat-sifat seperti eklusif, solidaritas tinggi, dan serba tidak menentu. Berkelompok dengan penuh dinamika dan romantika serta ikut-ikutan adalah cirri kegiatannya. Pada diri remaja amat besar potensi peniruannya. Turner dan Helms (1995) sebagaimana dikutip oleh Ardiyanti, Erna, dan Mukhtar (2003) menyatakan masa remaja sebagai suatu masa dimana terjadi perubahan besar yang memberikan suatu tantangan pada individu remaja untuk dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya, dan mampu mengatasi perubahan fisik dan seksual yang sedang dialaminya.

Pertumbuhan remaja menuju ke arah kematangan tidak hanya kematangan fisik, tetapi kematangan sosial psikologis. Remaja dalam artian psikologis sangat berkaitan dengan kehidupan dan keadaan masyarakat. Perkembangan yang dialami remaja secara psikologis dapat dilihat dari pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa atau pencarian identitas diri. Dalam perkembangannya terdapat usaha penyesuaian diri menuju kedewasan. Hal ini dapat berupa kondisi dimana remaja aktif mengatasi masalah yang dihadapi hingga menjadi stress dan aktif mencari jalan keluar dari masalah tersebut.

Proses penyesuaian diri terhadap tahapan-tahapan, yang salah satunya yaitu tahap remaja akhir (late adolescence) yang merupakan masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapain ego dalam mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam mencari pengalaman pengalaman baru. Kondisi terlihat dari remaja yang sangat membutuhkan temanteman. Remaja senang jika memiliki banyak teman, apalagi teman yang menyukainya dan memiliki sifat-sifat yang sama dengan dirinya.

(10)

Remaja berusaha untuk melepaskan diri dari pengaruh orang tua dengan maksud untuk menemukan identitas dirinya sendiri selama di dalam masa remaja. Menurut Yusuf (2000), proses perkembangan mencari identitas diri ini dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya :

a. Keluarga, yaitu yang berkaitan dengan interaksi sosio emosional antar anggota keluarga, sikap dan perlakuan orang tua terhadap anak

b. Tokoh idola, yaitu orang-orang yang dipersepsikan oleh remaja sebagai figur yang memiliki posisi di masyarakat. Pada umumnya, tokoh-tokoh yang menjadi idola dan pujaan remaja berasal dari kalangan selebritis seperti penyanyi, bintang film dan olahragawan.

c. Peluang pengembangan diri, yaitu kesempatan untuk melihat ke depan dan menguji dirinya dalam setting (adegan) kehidupan yang beragam.

5. Perilaku Remaja

Perilaku merupakan segala sesuatu yang mencakup tiga komponen, yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan (Hickerson & Middleton, 1975). Selanjutnya menurut Hamalik (2001), pengertian perilaku mencakup tiga aspek yang terdiri dari :

a. Aspek pengetahuan, yaitu informasi yang tersimpan dan tersrtuktur.

b. Aspek sikap, mengandung nilai-nilai, sikap perilaku dan perasaan sebagai dasar perilaku.

c. Aspek tindakan, merupakan serangkaian tindakan dengan tujuan untuk mengamati, mengungkapkan kembali, merencanakan dan melakukan, baik yang bersifat reproduktif maupun bersifat produktif.

Menurut Goldsmith (1989), sebagaimana dikutip oleh Sarwono (1999), perilaku manusia sebagai makhluk sosial dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dalam diri (organismic forces). Perilaku bukanlah karakteristik yang kekal sifatnya tetapi dapat berubah, diubah dan berkembang sebagai hasil interaksi individu yang bersangkutan dengan lingkungannya.

Perilaku manusia adalah untuk mencapai tujuan tertentu atau dipengaruhi oleh dorongan yang ada dalam diri individu itu sendiri atau dari luar individu. Dorongan yang menggerakkan manusia untuk bertingkah (behaviour) ini disebut motif. Berawal dari kata motif terebut, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Sehubungan dengan hal tersebut, tentunya perilaku seseorang tidak terlepas dari dari motif atau dorongan yang datang dari dalam dirinya atau dari luar individu untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakannya. Motivasi dari luar dipengaruhi oleh lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan tempat bersosialisasi di luar keluarga (Ahmadi, 1991).

(11)

merupakan hubungan sosial antara beberapa individu yang bersifat alami yang individu-individu itu saling mempengaruhi satu sama lain secara serempak. Perilaku remaja sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan, di satu pihak remaja memiliki keinginan kuat untuk mengadakan interaksi sosial dalam upaya mendapatkan kepercayaan dari lingkungan, di lain pihak ia mulai memikirkan kehidupan secara mandiri, terlepas dari pengawasan orang tua dan sekolah. Salah satu bagian perkembangan masa remaja yang tersulit adalah penyesuaian terhadap lingkungan sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan interpersonal yang sebelumnya belum pernah ada, juga harus menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah.

Maka untuk mencapai tujuan sosialisasi pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat pola penyesuaian baru. Masa remaja merupakan fase yang sangat potensial bagi tumbuh dan berkembangnya aspek fisik maupun psikis baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Mereka menganggap dirinya bukan anak-anak lagi tetapi orang-orang disekelilingnya masih menganggap mereka belum dewasa. Disebabkan dorongan yang kuat ingin menemukan dan menunjukkan jati dirinya itulah remaja seringkali ingin melepaskan diri dari orang tuanya dan mengarahkan perhatian kepada lingkungan di luar keluarganya dengan cara bergabung dengan sebayanya (Soekanto,1989).

C. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan sebuah pedoman penting bagi seorang peneliti

karena tampa sebuah “metode Penelitian” akan sulit di pahami hasil sebuah penelitian,

selain itu adanya metode dengan benar dapat mengantarkan kepada analisis yang berbobot ilmiah yang tinggi dan bisa menganlisa fenomena realitas dengan tajam dan kritis.

Dalam penelitian ini, penulis memilih obyek penelitian tentang fenomena aktifitas hiburan malam di kalangan mahasiswa Yogyakarta, khususnya di tempat dunia gemerlap yang sering dkenal seperti di tempat café dan diskotik yang ada di kota Jogja, sebagai sebuah realitas bahwa mahasiwa yang datang dari penjuru Nusantara ketika datang ke Yogyakarta tidak hanya bergelut (beraktifitas) dengan dunia kampus saja, melainkan ketika malam tiba dengan sajian hiburan, mahasiswapun ikut berpasrtisipasi di dalamnya dengan berbagai tawaran hiburanya. Maka penulis melakukan penelitian ini dengan mengunakan metode penelitian kualitatif fenomenologi, atau biasa di kenal sebagai pendekatan penelitian kualitatif murni, dengan mengunakan model paradigma naturalistik.

1. Teknik Pengumpulan Data

(12)

a. Observasi

Penelitian ilmiah metode observasi bisa di artikan pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang di selidiki. Yaitu dengan cara menghimpun data atau keterangan yang dilakukan dengan pengamatan atau pencatatan sistematik terhadap gejala-gejala sosial demi mendapat data yang jelas mengenai obyek yang diteliti. Dalam mengunakan metode observasi penulis mencoba mengamati tindakan, aktifitas, relasi mahasiswa dengan hiburan yang dinikmati, di beberapa tempat di kota Yogyakarta seperti, Club, Diskotik, tempat Billyard, konser musik band dan nama lain sebagainya. Kemudian hasil observasi ini penulis jadikan data sebagai langkah awal dalam melakukan penelitian selanjutnya. Untuk lokasi lapangan sebagai sumber data penelitian, peneliti kali ini mencoba mendiskripsikan di lokasi yang bernama Republik Cafe di Malioboro dan di tempat satu lagi yang bernama diskotik Bosche di jalan Magelang. Dua tempat ini penulis menilai sebagai tempat yang mewakili umur dari usia remaja sampai umur dewasa. Jadi dua lokasi secara pendukung data sudah di wakili oleh dua tempat yang satu ini, walaupun jika ada sumber data dilain tempat penulis tidak menutup diri.

b. Wawancara (Interview)

Metode wawancara atau interview merupakan salah satu teknik pokok dalam penelitian kualitatif. Wawancara dalam penelitian kualitatif menurut Denzim dan Lincoln adalah percakapan, seni bertanya dan mendengar (the art of asking and Listening), wawancara dalam penelitian tidaklah bersifat netral, melainkan di pengaruhi oleh kreatifitas individu dalam merespon realitas dan situasi ketikan berlangsungnya wawancara sangat di pengaruhi oleh kerakteristik pewawancara, termasuk masalah ras, kelas sosial, masalah jender, jadi wawancara merupakan produk dari interaksi yang khas (Soehada, 2004:48). Maka penulis berusaha dan harus memahami situasi lapangan, dan dapat mempersiapkan alat-alat yang di perlukan dalam wawancara, sehingga mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang penulis harapakan.

Mengingat latar belakang kehidupan mahasiswa yang berada di Yogyakarta berasal dari daerah-daerah dan suku-suku berbeda. Untuk cara kerja peneliti dalam hal

wawancara, peneliti mengunakan metode “parsitipatoris”, yaitu dimana peneliti sendiri

terjun kelapangan melihat sendiri kondisi untuk mewawancarainya, selain di lapangan peniliti juga melihat pendapat mereka ketika mereka berada di rumah kediaman (kost) dan pendapat mereka ketika mereka berada di dunia kampus.

c. Dokumetasi

(13)

peneliti sendiri yang mengambilnya di lapangan atau peneliti mendapatkannya dari informan, dan bisa saja mendapatkan dari media internet, khusunya yang berkaitan dengan penelitian penulis.

2. Validitas Data

Validitas data atau kesahihan data merupakan data dari hasil penelitian. Hal ini dilakukan oleh peneliti dengan maksud supaya hasil penelitiannya benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, karena validitas data menunjukkan mutu seluruh proses pengumpulan data dalam penelitian. Data yang telah terkumpul, diolah dan diuji kebenarannya melalui teknik pemeriksaan tertentu. Untuk mendapatkan data dengan mantap dan benar maka penelitian ini menggunakan pendekatan sesuai dengan tujuan penelitian yaitu teknik triangulasi. Menurut Moleong (2004:330) menjelaskan bahwa triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu. Denzin dalam Moleong (2004:331) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dijelaskan sebagi berikut:

a. Triangulasi dengan sumber

Triangulasi ini berarti membandingkan dan mengecek balik derajat keperayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.

b. Triangulasi dengan metode

Triangulasi ini terdapat dua strategi yaitu yang pertama adalah pengecekan dokumen kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan kedua adalah pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.

c. Triangulasi penyidik

Triangulasi ini berarti mengumpulkan data yang semacam dilakukan oleh beberapa peneliti.

d. Triangulasi dengan teori

Triangulasi ini adalah melakukan penelitian tentang topik yang sama dan datanya dianalisis dengan beberapa perspektif teoritis yang berbeda.

(14)

pendapat dan pandangan orang lain, (3) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen.

3. Analisis Data

Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif. Model analisis interaktif terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Ketiga data tersebut aktivitasnya berbentuk interaksi dalam proses mengumpulkan data sebagai proses siklus, komponen data dengan lainnya berhubungan sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Teknik analisis data di jelaskan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Model dalam analisa data Miles dan Huberman (dalam Sugiyono 2010:247)

Berdasarkan gambar tersebut sebelumnya, dijelaskan sebagai berikut:

a. Pengumpulan data(data collection)

Proses analisis data dimulai dengan pengumpulan data. Sesuai dengan teknik pengumpulan data, maka pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber tersebut dibaca, dipelajari dan ditelaah. Analisis data dapat dilakukan sejak pengumpulan data sewaktu di lapangan, meskipun analisis secara intensif baru dilakukan setelah pengumpulan data berakhir.

b. Reduksi Data (data Reduction)

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan informasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung secara terus menerus selama penelitian berlangsung. Antisipasi akan adanya reduksi data sudah tampak ketika penelitian memutuskan kerangka konseptual wilayah penelitian, permasalahan penelitian, dan pendekatan pengumpulan data yang dipilih. Tahapan selanjutnya adalah membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus, membuat partisi, dan menulis memo. Reduksi data ini terus berlanjut sampai penulisan suatu penelitian selesai.

Data collection

Data Reduction

Conclusion: drawing/ verifying

(15)

c. Penyajian Data (data display)

Penyajian data yang dikumpulkan dibatasi hanya sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian yang dimaksud meliputi berbagai jenis grafik, bagan, dan bentuk lainnya. Semuanya dirancang untuk menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah didapatkan. Dengan demikian dapat mempermudah analisis dalam melihat apa yang terjadi, dan menentukan apakah penarikan kesimpulan yang benar sudah dapat dilakukan ataukah terus melangkah melakukan analisis yang berguna.

d. Penarikan Kesimpulan (conclusion: drawing/ verifying)

Dari data yang diperoleh di lapangan penulis sejak awal mulai menarik kesimpulan. Kesimpulan itu mula-mula masih belum jelas dan masih bersifat sementara, kemudian meningkat sampai pada kesimpulan yang mantap yaitu pernyataan yang telah memiliki landasan yang kuat dari proses analisis data terhadap fenomena-fenomena yang ada. Dalam penelitian ini data yang diperoleh dari wawancara dan observasi dapat segera ditarik suatu kesimpulan yang bersifat sementara. Agar kesimpulan lebih mantap maka peneliti memperpanjang waktu observasi. Data tersebut dapat ditemukan data baru yang dapat mengubah kesimpulan sementara, sehingga diperoleh kesimpulan yang mantap.

D. Hasil dan Pembahasan

1. Sejarah Hiburan Malam di Kota Yogyakarta

Suasana Kota Yogyakarta memang terus berubah dari waktu ke waktu. Begitupula sarana hiburan bagi masyarakat Yogyakarta juga turut berkembang. Masyarakat Yogyakarta tentunya tidak asing dengan Purawisata. Purawisata terletak di Jalan Brigjend Katamso Yogyakarta, tepatnya sebelah timur Kraton Yogyakarta. Tempat hiburan ini diciptakan sedemikian rupa hingga memungkinkan orang untuk memperoleh berbagai macam hiburan yang dapat membawa suasana baru bagi masyarakat Yogyakarta. Tarian yang disajikan pada panggung terbuka di Purawisata setiap malam tertentu sejak tahun 1975. Dengan kapasitas 600 tempat duduk, para penonton dapat menikmati kisah romantika tragedy dari Rama dan Sinta yang menceritakan pertarungan antara kebaikan dengan kejahatan. Disamping itu, Purawisata juga terkenal dengan Pentasan Dangdut yang notabene sudah melekat sebagai musik rakyat, tapi akhir-akhir ini -pentas Dangdut tidak banyak mendapatkan respon dari masyarakat khususnya kalangan anak muda. Seakan-akan kehadiran Purawisata telah kalah pamor dengan hadirnya tempat hiburan malam yang semakin hari semakin marak seperti kafe, diskotik atau klub malam. Keberadaan Purawisata yang memberikan image pentas Dangdut sangatlah lain dengan keberadaan tempat hiburan malam seperti cafe, atau diskotik yang sebenarnya sudah hadir di Yogyakarta sejak tahun 1980-an.

(16)

dan menjadi simbol dari gaya hidup generasi kaum muda. Dalam tahun 1990-an cafe-cafe dan rumah makan menjadi amat popular sebagai tempat untuk mengisi waktu luang yang menggambarkan gaya dan cara hidup kaum muda Yogyakarta yang didominasi oleh mahasiswa. Saat ini setidaknya sudah hadir beberapa diskotik dan cafe yang ramai dikunjungi sebahagian mahasiswa setiap malamnya. Di kawasan Jl. Magelang paling tidak yang dijumpai penulis ada Boshe Vvip Club, Jogja-Jogja Rumah Musik, Java Cafe, Bunker cafe, The CLUB Concert Cafe, kemudian di sepanjang Jalan Solo ada „TJ‟

Extraordinary, Hugo‟S Cafe, Soda Lounge, Caesar Cafe, Goedang Musik (sekarang

sudah tutup), kemudian di Jalan Malioboro ada Republik, Papillon Clubbing Music & Cafeint di Jl. Mayor Suryotomo, dan masih banyak lagi. Masing-masing kafe menawarkan kemasan acara yang unik dan menarik, dari mengemas acara khusus untuk mahasiswa atau khusus untuk pelajar, dan mendatangkan DJ (Disc Jockey) tamu yang terkenal atraktif, menghadirkan grup-grup musik, mengadakan kontes dance, sampai pada pemilihan putri favorit cafe dan lain-lanya. Dengan menjamurnya cafe, muncul pula fenomena clubbing yang cukup marak awal tahun 2000-an, dimana cafe selalu menjadi tempat nongkrong mereka.

Sekarang ini pada fenomena seperti ini terus masih mewarnai hiru-pikuk kota Yogyakarta pada waktu malam, bahkan kontes dance dan sexy dancer dengan kostum celana minim diatas paha dan baju pas badan tampa lengan tidak hanya di temukan di dalam ruangan diskotik, melaikan di tempat-tempat umum bisa ditemukan juga misalnya di mall atau di pertunjukan ruang publik sekarang ini tidak menjadi masalah lagi. Begitu juga dengan keberadaan cafe-cafe dadakan non-house music alias ada moment ada cafe, dengan pelayanan cewek cantik dan pria ganteng siap melayani pengunjung yang sekilas terlihat kaya.

2. Perkembangan Diskotik Yogyakarta

Kehadiran diskotik dan café yang menawarkan musik house memang bukan hal yang asing bagi sebahagian mahasiswa pecinta hiburan malam yang seperti itu. Banyak diskotik dan cafe yang ada di Yogyakarta tidak semata-mata bentuk hiburan seperti ini di tawarkan kepada kalangan eksekutif saja tapi juga mahasiswa. Menurut Parahita (2007), banyaknya mahasiswa yang mencari kesenangan malam di diskotik, ternyata bukan isapan jempol belaka. Buktinya, fenomena yang biasa dikenal dengan “dugem” (dunia gemerlap) tersebut menjadi kebiasaan rutin mahasiswa.

Melihat sasaran pasar Yogyakarta merupakan banyak didominasi oleh kalangan muda atau mahasiswa, maka kebutuhan akan ragam bentuk hiburanpun turut disuguhkan di kota Yogyakarta oleh pemodal yang datang bersamaan dengan arus globalisasi. Sehingga sebagian mahasiswa terfasilitasi oleh pemodal dengan sungguhan bentuk

(17)

melonjak menjadi hargat tiketnya Rp 80.000. sampai dengan Rp.100.000, tempatnya seperti di Boshe, Republik, Liquid, juga termasuk Hugo‟s Cafe, Embessi. Kedua: semua harga minuman dan rokok yang gampang di temukan di luar diskotik, ketika sudah masuk kedalam diskotik bisa mencapai harganya naik sampai menjadi 100%, dibandingkan dengan harga normal dari pasaran. Contoh minuman Green Sand di luar dengan garga Rp.7000 kemudian di dalam disotik menjadi Rp.15.000, sama halnya dengan produk lain seperti rokok Sampoerna Mill, Malboro, dan lain sebagainya, dan jenis minumannya seperti Spriet, fanta, cola-cola dan lainya.

Perkembangan diskotik dan café house Musik di Yogyakarta memang sangat subur. Fenomena ini bisa dilihat dengan banyaknya tempat-tempat hiburan yang berdiri di kota Yogyakarta yang hanya luas lebih dari 32,8 km², dengan jumlah tempat hiburan

gemerlap 11 tempat, di antaranya Chesar, Boshe, Republik, Hugos Cafe, Embessi, “JJ”

Rumah Musik, Bunker, The Jet Zet, Goedang Musik, The Club dan Papilon (sekarang sudah tutup). Dari gambaran perbandingan ini, maka terlihat jelas bahwa sebahagian mahasiswa Yogyakarta juga mencari hiburan yang berbentuk gemerlap ala Barat.

Perkembangan mahasiswa yang cenderung memilih hiburan tipe ini tidak

semata-mata karena faktor ingin meniru saja, melaikan juga faktor terjadinya peluang “bisnis yang lebar” yang di garap oleh pemodal, khususnya Yogyakarta pasarnya adalah untuk

kalangan mahasiswa, (bidikanya yaitu Pemuda). Untuk melihat mahasiswa itu sendiri yang berpartisipasi dalam dunia gemerlap dapat dilihat atau di kategorikan mahasiswa tersebut menjadi tiga kelompok Pertama, mahasiswa yang dugem “karena coba-coba”, kedua “karena telah terbiasa” dan ketiga “karena prestise”.

3. Diskotik yang Menjadi Objek Penelitian

Lokasi tempat hiburan yang akan penulis teliti sebagai fokus penelitian kali ini, mengambil di dua lokasi tempat yaitu di Boshe VVIP Club yang beralamat di jl.Magelang Yogyakarta dan satunya lagi di jalan Malioboro dengan nama tempat Republik Cafe, Kedua diskotik tersebut saat ini paling banyak menjadi tujuan dari mahasiswa untuk dugem, dan tidak tertutup kemungkinan jika penulis mengangap mendapatkan data dari tempat lain yang berhubungan maka penulis juga tidak menutup diri mengambil dan menganalisa data tersebut.

Republic Positiva cafe & lounge terletak di area parkir selatan Inna Garuda Hotel Jl. Malioboro No. 60 Yogyakarta. Diskotik berdesain gaya modern dengan banyak lampu-lampu yang menarik diluar. Letak di Malioboro menjadikan diskotik ini sangat ramai terutama diakhir pecan, sedang untuk menarik mahasiswa dengan membuat promo atau event menarik seperti freeflowpada hari jum‟at. Jika hari biasa open bottle dihargai diatas Rp. 1.500.000 (1 wiskey/ Vodka. 1 minuman bersoda, dan makanan ringan), pada

hari jum‟at tersebut pengunjung “hanya” membayar Rp. 100.000 untuk minum

(18)

Yogyakarta, Republic terbilang kecil dengan segmentasi pasar yaitu kalangan mahasiswa dan wisatawan yang sedang berkunjung di Yogyakarta. Mahasiswa yang datang berasal dari berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Guest Relation Officer (GRO) bernama Tian:

Target pasar kami emang mahasiswa, dengan event yang kita adakan di hari tertentu terutama terbukti bisa menarik mereka datang. Mahasiswa yang datang juga termasuk mahasiswa internasional disini, umur pengunjung ya antara 18-23an lah. (Wawancara pad tanggal 20 Desember 2013)

Hal senada juga diungkapkan oleh Brian (Manager Floor) sebagai berikut:

Ya namanya mahasiswa, klo dengar ada yang murah pasti langsung diserbu, apalagi kalo awal bulan, hampir gak bisa bergerak didalam. Mana 100.000 bisa minum sampai puas. Dan karena event-event itu juga kadang banyak anak SMA dengan dandanan dewasa ikut datang. Lagian disini kan cewek gratis masuk, mungkin itu juga daya tariknya, ceweknya banyak. (Wawancara pad tanggal 20 Desember 2013)

Event-event yang dibuat bertujuan untuk menarik mahasiswa agar pergi ke Republik, padahal di hari senin dan kamis merupakan hari dimana mahasiswa juga memiliki kewajiban untuk kuliah, dan setidaknya umur 18 tahun masih terlalu muda untuk hal tersebut (umur yang diperbolehkan masuk Bar/ diskotik di Amerika Serikat 21 tahun).

(19)

4. Suasana di dalam Diskotik dan Cafe House Music

Diskotik dan Café House Musik adalah termasuk acara hiburan malam yang bersifat tertutup, Event tertutup dapat dilihat dari beberapa indikasi misalnya, pertama acara di selenggarakan di dalam ruangan atau dalam gedung (endap suara), kedua hanya untuk kalangan tertentu, ketiga tidak sesuai di tempat terbuka karena acaranya berpotensi bertentangan dengan norma sosial dan Agama, Keempat hiburannya tidak sesuai dengan segala umur hanya untuk ramaja dan pemuda, kelima tidak ada larangan untuk mengkosumsi minuman Alkohol dan berhubungan seks, enam masuk untuk berpartisipasi di wajibkan untuk membeli tiket, tujuh tempatnya menikmati pesta khusus yang bersifat ria dan hura-hura (Permisif, Hedonis). Dengan alasan itulah maka Diskotik

dan Café House Music di katagorikan hiburan malam “Event tertutup”. Mayoritas “wajah” Diskotik dan Cafe, dari luar sudah terlihat remang-remang dengan pencahayaan yang tidak cukup terang. Lapangan depan hampir pasti berfungsi sebagai lokasi parkir para pengunjung. Beberapa langkah dari parkiran, terdapat loket pembelian tiket masuk (Cover Charge) berdiri kokoh.

Harga tiket antara satu tempat dengan tempat lain berbeda. Rata-rata harga tiket masuk Rp.50.000. kalau ada event harga tiket naik menjadi Rp.80.000 bahkan sampai dengan Rp.100.000. Di Diskotik dan Cafe House Music terdapat peraturan khusus yang mengaruskan pengunjung memasuki dalam ruangan hiburan tidak satupun diperbolehkan mengenakan Jaket, membawa Tas, Kamera Digital dan Kamera Video capture. Semua barang-barang tersebut harus dititipkan di loker penitipan. Namun ada juga berapa pengunjung yang terlihat membawa HP yang fiturnya ada kamera dan kamera Video Capture. Biasanya mereka mengabadikan sesuatu moment untuk koleksi pribadi. Memasuki bagian dalam ruagan hiburan, para pengunjung memesan minuman sesuai selera, baik berAlkohol ataupun tidak mengandung Alkohol (Alkoholik) di meja Bartender. Ada dua jenis tempat nongkrong di dalam ruangan: yaitu di kursi-kursi sudut (sofa) biasanya terlebih dahulu melakukan pemesanan tempat terlebih dahulu, plus meja yang berjejer di beberapa tempat dan kursi plus meja kecil bulat, pengunjung dipersilakan memilih. Dan ada pula yang tidak usah memesan dengan melihat ada yang kosong langsung ditepati kursi meja tersebut.

Tata letak diskotik dan kafe tidak jauh berbeda. Hanya penyajian musik yang berbeda. Di salah satu sudut Diskotik, misalnya di Diskotik Republic Positiva, disediakan anjungan untuk DJ (Disk Djokey) memainkan musik dengan beatbeat menghentak naik-turun. Berdampingan dengan lokasi DJ, di sebelah kanan dan kirinya terdapat panggung khusus untuk para penari gadis seksi (sexy dancers) berbaju minim yang membangkitkan perhatian para penonton dan menikmati goyangannya. Di dalam Cafe digunakan pencahayaan remangremang untuk membawa perasaan intim antara sesama pengunjung. Sementara di Diskotik menggunakan lampu Disko (kelap-kelip atau Lighting/ pencahayaan) menyerasikan alunan musik yang diatur DJ.

(20)

detuman bass musik Techno. Asap rokok mengepul memenuhi ruang bak seperti awan yang dihembuskan oleh dugemers tak tekecuali terlihat beberapa remaja putri dari bibir mereka juga mengeluarkan asap dan dalam kondisi berjoget dengan pakaian kaos minim rok atau celana di atas pahak. Penampilan seksi dari Waitress yang sedang sibut mengantarkan minuman berakohol (Bintang) kepada tamu, puluhan pria dan wanita larut dalam joget di Dance Floor (Lantai Tarian) irama musik mulai dari jam 22:00 s/d 00:03 WIB yang di pandu oleh DJ (Disk Djokey), dan tidak tanggung-tanggung beberapa pasangan pengunjung berjoget meniru gaya seolah-olah dirinya adalah penari striptease.

Gambar: Suasana di Diskotik BOSHE (21 Desember 2013)

(21)

E. Aktivitas Mahasiswa Di Diskotik Dan Gaya Hidup Keseharian

1. Interaksi Sosial dan Gaya Hidup di Kalangan Mahasiswa yang Mengunjungi Diskotik

Dinamika mahasiswa atau yang berhubungan dengan seluk-beluk keseharian mahasiswa tidak bisa lepas dari tiga sudut perspektif untuk melihat interaksi sosial mahasiswa itu sendiri, atau lebih memudahkan memahaminya bahwa mahasiswa dalam

interaksinya bisa dilihat dalam tiga dunia keseharianya, yaitu: “mahasiswa di dunia kos”, “mahasiswa di dunia kampus”, “mahasiswa di dunia luar”, yang dimaksud mahasiswa di dunia luar adalah mahasiswa yang beraktifitas tidak ada hubungannya dengan dunia Universitas dan kesehariannya di kost, lebih kepada aktifitasnya jalan-jalan dan refresing. Tiga pendekatan itu untuk mendeskripsikan mahasiswa ini, yaitu penulis mencoba untuk melihat mahasiswa yang berhubungan dengan gaya hidup yang berhubungan dengan Diskotik yang sekarang ini sedang menjadi trend di kalangan sebagian mahasiswa kota Yogyakarta.

Sedangkan pengertian dari “dunia gemerlap” yaitu: suatu kegiatan yang di lakukan pada malam hari yang bersifat berpesta, gembira, hedonis, identik musik, kebebasan, identik minuman Alkohol yang dapat diperoleh di tempat diskotik dan cafe house music, dekat dengan prilaku seks bebas, menganut Permisif. Istilah yang sangat

populer di kalangan mahasiswa untuk tempat seperti ini adalah: tempat “Dugem”, “cafe”, “Pup” dan “Club”. Dugem di Diskotik telah menjadi bagian gaya hidup di kalangan remaja, sehingga dunia gemerlap menjadi istilah khas anak muda yang merujuk pada suatu dunia malam yang bernuasa kebebasan, ekspresif, modern, teknologis, hedonis, konsumeristik dan metroplolis yang menjanjikan kegembiraan sesaat.

Pertama, potret interaksi sosial “mahasiswa di dunia kos”, mahasiswa yang tergolong dugemers tidak ada perpedaan khusus dengan mahasiswa yang bukan dugemers, hal ini terlihat pada kos-kosan yang tepat berada di depan tempat kos penulis, terdapat tiga dugemers (mahasiswa S1 PTN ternama), dan di beberapa tempat lain juga penulis melihat hal yang sama. Meraka bersosial layaknya seperti mahasiswa pada umunya. Namun perbedaan-perbedaan seorang dugemers pasti terlihat dan emosinya muncul ketika sesama dugemers apabila bertemu. Misalnya, masalah Guest dj (DJ tamu), jika ada imformasi mengenai suatu tempat akan datang DJ tamu yang sudah terkenal atau akan ada Live Performance Band mereka pasti memberikan imformasi kepada sesama teman satu Geng. Dan begitu juga dengan pembahasan-pembahasan mengenai seputar dunia gemerlap yang lain, apabila sudah berkumpul sesama dugemers satu Geng maka topic pembicaraan semakin hangat terdengar.

(22)

Kalau perbulan buat ke diskotik ya gak ngitung juga berapa mas, biasanya kan kondisional tu, tapi sekali berangkat biasanya 400an (Rp. 400.000,-). Temenkupun kadang-kadang ngutang duit sama aku, tidak Cuma itu kalo ada temen yang pingin minjam baju ya aku kasih, buat pergi ngedugem. Ya ortu sih santai-santai saja mas, uang habis bisa langsung minta. (Wawancara pada tanggal 27 Desember 2013)

Hal senada juga diungkapkan Elvan (Mahasiswa FIB di PTN ternama) sebagai berikut:

Kalau saya sih saya paling rajin ikut tapi bayarnya paling murah mas, heheheh. Teman-teman kan pengertian keuangan saya gak sebanyak mereka. Tapi tetep kebersamaan dikos ataupun teman lain gak ada bedanya, karena kan tetap dikos ini saya gak punya saudara lain selain mereka, gak beda-bedain yang alim atau tukang minum (menunjuk pada beberapa teman). (Wawancara pada tanggal 27 Desember)

Inilah gambaran dan poin penting dari obrolan kami. Sejauh yang penulis amati interaksi sosial mereka sesama anak kos yang lain biasa saja. Mereka juga tidak tertutup diri, jika ada anak kost yang bukan dugemers mereka juga ikut ngobrol layaknya mahasiswa biasa. Namun dalam hal wawasan dunia gemerlap Dadang dan temenya sesama dugemers mereka lebih menonjol dan banyak tau, padahal meraka di kota Yogyakarta baru satu tahun.

Kedua, potret Interaksi sosial “ mahasiswa di Dunia kampus”, pengamatan penulis di sebuah PTN dan di salah satu PTS yang ternama di Jogja, menemuka ciri yang sangat khas para mereka mahasiswa dugemers yaitu mereka cenderung mengikuti mode yang lagi berkembang, misalnya pemakaian gelang hampir rata-rata, fashion keluaran terbaru, sebagian mengecat rambut dan ada juga yang tidak, lebih itens bersosial sesame dugemers (ikatan emosional lebih erat karena sudah saling mengenal lebih dalam satu sama lain), bukan berarti tidak bersosial dengan mahasiswa yang lain. Yang bertipe biasa-biasa saja juga ada, dalam arti katagori yang penulis sebutkan di atas, tidak termasuk padanya seseorang dagumers tertentu. Dia lebih memperlihatkan dirinya sebagai mahasiswa biasa saja di lingkungan kampus, artinya dugemers ini dalam hal ikut mode yang berkembang di bawah level yang lazim di temukan.

Pengaruh ke Akademis memang tidak bisa secara general di diskripsikan, karena hal yang satu ini lebih kepada semangat untuk berlajar secara inidividu-individu. Paling tidak penulis juga menemukan sedikit, bahwa pergaulan aktif di Diskotik membawa juga dampak sedikit kepada pengaruh ke akademisnya, misalnya yang paling sering adalah kesiangan bangun pagi yang mengakibatkan jam mata kuliah pagi terlewatkan. Hal ini terjadi karena terlalu capek melewati malam di tempat Diskotik dan paginya di jadikan untuk istirahat yang tidak di rencanakan dan di rencanakan.

(23)

Biasanya dipajang dalam kamar kost. (namun tidak semuanya dugemers suka memajangkan botol minuman kosong, Cuma beberapa dugemers saja yang penulis temunkan). Fenomena pemanjangan botol minuman kosong penulis temukan di

beberapa kamar informan yang sering ke diskotik atau dikatakan “peminum”. Kebanggaan memperlihatkan trend Barat (Amerika) merupakan bagian dari sikap sosial mahasiswa dugemers. Hal ini bisa terjadi karena mereka sangat bebas menentukan sendiri mau kemana dan mau seperti apa.

Blackwell, James dan Paul (1994) menyatakan bahwa gaya hidup terdiri dari kegiatan (activities), minat (interest), dan opini (opinion). Pada pembahasan ini kegiatan remaja dilihat dari berbagai macam kegiatan yang berhubungan dengan gaya hidup. Adapun kegiatan yang dianggap berhubungan dengan gaya hidup yaitu hobi, kegiatan-kegitaan sosial kemasyarakatan, rekreasi, hiburan, keanggotaan klub olahraga, dan kegiatan belanja. Sementara minat dilihat dari topik yang berhubungan dengan gaya hidup yaitu minat terhadap keluarga, pekerjaan, masyarakat, rekreasi, pakaian, makanan, media, dan prestasi. Opini remaja dilihat dari opini yang berkaitan dengan gaya hidup remaja yaitu tentang diri sendiri, isu sosial, politik, bisnis, ekonomi, pendidikan, produk, masa depan, dan kebudayaan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam untuk mengetahui gaya hidup remaja yang mengunjungi diskotik, maka pembahasan mengenai gaya hidup remaja ini akan dibagi menjadi tiga kelompok gaya hidup yang memiliki persamaan dan perbedaaan satu sama lain pada dimensi dimensi gaya hidup (kegiatan, minat, dan opini) tersebut. Pengelompokkan profil remaja ini dibagi berdasarkan kategori frekuensi mengunjungi diskotik tiap bulan. Maka profil gaya hidup remaja yang suka mengunjungi diskotik dibagi menjadi tiga kelompok yaitu profil remaja yang mengunjuingi diskotik selama empat sampai lima kali selama satu bulan, tiga sampai empat kali, dan satu sampai tiga kali. Profil-profil gaya hidup dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut:

Tabel: Gaya Hidup Remaja yang Suka Mengunjungi Diskotik berdasarkan Frekuensi Mengunjungi Diskotik tiap bulan

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

(24)

dengan hiburan atau

ekonomi saja yang berkecimpung di dalamnya yaitu “lapisan ekonomi menegah”, dan “lapisan ekonomi atas”. Maka di Yogyakarta tidak demikian, berdasarkan hasil

pengamatan penulis di dunia kost dan Style mahasiswa dilokasi penelitian terlihat sekali tiga latar belakang lapisan ekonomi bisa dijumpai di tempat dunia gemerlap. (diskotik dan Café), (deskripsi ini khususmelihat mahasiswa dugemers).

a. Dugemers Ekonomi Lapisan Atas

Lapisan atas ekonomi mahasiswa penulis menemukan pada observasi pertama penelitian ini dilakukan di lapangan yaitu ditempat tinggal tempat tinggal (kontrakan) dan di Boshe VVIP Club. Informan bernama Rian, mahasiswa S1 Psikologi di PTN ternama DIY, Rian merupakan kenalan teman penulis yang sering ke Boshe (Diskotik terbesar di Yogyakarta). Dari tempat tinggal Rian yang berada di perumahan cukup mewah sudah dapat diperkirakan Rian ada pada strata ekonomi atas. Rian adalah mahasiswa dari Kalimantan yang saat ini semester enam, dia memilih mengontrak sebuah rumah karena tidak nyaman dengan kos yang dia anggap sempit dan tidak bisa leluasa. Rian memiliki mobil “Honda Jazz” yang dipakai untuk kegiatan dan penampilan yang modern pemuda saat ini. Dalam dunia sosialnya Rian menjelaskan sebagai berikut:

(25)

setiap senin ya, kan anak-anak pada rame tu disana, 50% lagi potongannya, walaupun saya tentu mampu bayar full tapikan namanya maen yang penting kan bisa rame-rame. Kalau untuk bulanan buat dugem saja 5 jutaan lah mas, kalau buat saya sih gak seberapa, biasanya sekali datang teman-teman saya kasih 1-2juta terus kurangnya biar mereka yang nambahin. (Wawancara pda tanggal 4 Januari 2014)

Hal serupa juga diungkapkan teman Rian yang kebetulan sudah membantu penulis untuk memberikan keterangan, informan bernama David mahasiswa Kedokteran PTN ternama DIY sebagai berikut:

Gak beda jauh sama Rian sih mas, habisnya segitu itu, tapi kalau pas ada cewek yang cantik ya kita respon cepat belikan mereka minuman yang berkelaslah, siapa tau pulang dugem ada keberlanjutan hubungan (merujuk pada hubungan pacaran atau hanya hubungan semalam (seks), heheheh. (Wawancara pada tanggal 4 januari 2014)

Kehidupan dugemers kelas atas bisa dikatakan tanpa ada rem, dengan dukungan finansial yang tak terbatas dari orang tua mereka, kehidupan glamour tentu tidak bisa dihindarkan.

b. Dugemers Ekonomi Lapisan Tengah (Menegah)

Setibanya dilokasi Boshe (di jl.Magelang Yogyakarta), penulis bertemu Maman (nama samaran). Maman adalah gambaran mahasiswa yang ekonomi lapisan menengah. Lapisan menengah bisa penulis amati dari obrolan informasi Maman berikan kepada penulis dan style nya Maman pakai. Misalnya (1) Maman datang ketempat ini memakai

„motor sendiri‟, (2). fashion of style Maman modis, dan (3). kuliah di PTS yang SPP-nya pada tahun 2000 Rp.550.000 + 24 SKS / 1 SKS Rp.40.000. jumlah total persemester: Rp.1.510.000, (belum biaya lainlain). Pendek kata Maman sanggup kuliah di Universitas yang termasuk mahal ini. Dari tiga indikator ini terlihat Maman adalah mahasiswa dugemers ekonomi lapisan menegah. Wawancara Pembukaan atau obrolan lebih intim penulis dengan temen baru bernama Maman ketika penulis mendekatinya.

Iya, di sini Mas, kalau mau masuk ketempat ini, datangya Senin, Banyak cewek-cewek ABG. Dulu aku sering ke sini party-party, sekalian nyarik cewek-cewek cantik. Untuk rata-rata pengeluaran kami berenam patungan, 1,5 juta dibagi 6, ya sekitar 250.000an lah mas, kadang waktu ada diantara kita yang paling kaya ya ngeluarin uang 150 aja mas.

(26)

c. Dugemers Ekonomi Lapisan Bawah

Mahasiswa dugemers lapisan ekonomi Bawah, inilah mahasiswa dugemers paling unik yang ada di kota Yogyakarta dan mungkin belum tentu ada dugemers seperti ini di ibu kota propinsi-propinsi lain di Indonesia. Melihat latar belakang mahasiswa yang datang ke kota Yogyakarta sangat banyak dari berbagai propinsi yang ada di Indonesia untuk memburu puluhan universitas, tidak tertutup kemungkinan, dan pasti ada dari mereka yang ekonominya tergolong pas-pasan, alias mahasiswa berlatar belakang ekonomi bawah. Pemerintah Indonesia menyebutkan untuk golongan ini adalah

“masyarakat di garis kemiskinan”. Terbuka lebar, menetukan sendiri, banyak pilihan, terjangkau, tidak ada intervensi dari orang tua, merasa bebas, hidup di tengah kota, peluang-peluang inilah yang dipakai oleh mahasiswa dugemers lapisan ekonomi bawah tampa memperhitungkan sanggup atau tidak untuk mengikuti Life Style impor dari Amerika. Dari pengamatan penulis melihat bahwa mahasiwa tipe seperti ini adalah

victim student from impact of globalization and capitalism”.

Lebih tepatnya adalah mahasiswa pas-pasanini yang datang ke kota Yogyakarta yang menjadi korban dampak globalisasi dan model pasar kapitalis yang sangat parah. Awalnya penulis terkejut melihat dan menemukan realitas seperti ini di sekitar kehidupan penulis. Masih dalam satu Geng dengan Dadang, karena mereka satu angkatan 2007, sama-sama di satu PTN, satu fakultas beda jurusan, tidak satu tempat tinggal (kost), sebut saja namanya yang sudah saya samarkan yaitu Putra. Keakrapan Putra dengan Dadang sangat dekat lebih kurang seperti di cerita Sinetron bertajuk sahabat. Putra adalah dugemers sejati, hal ini telihat beberapa kali penulis amati ketika Putra hendak pergi Clubbing, terlebih dahulu Putra pergi ke tempat Dadang untuk meminjam baju dan celana agar terlihat keren, maklum Putra mahasiswa paspasan, Cuma modalnya tampang wajah yang tidak mirip anak desa.

Terkadang tidak hanya baju dan celana saja yang menjadi pinjaman Putra, uangpun Putra tidak segan-segan meminjam ke pada Dadang, dan Putra berterus terang uang ini di pakai untuk pergi ke tempat dugem. Dari fenomena yang penulis temukan ini, terlihat bahwa Putra berada di ekonomi lapisan bawah sangat tercermin dari sedikit sekali koleksi bajunya, uang pas-pasan, motor tidak ada (beberapa dugemers lapisan bawah memiliki motor), harta lain juga nihil. Namun yang menjadi kebanggaan Putra adalah dia seorang dugemers jika nanti ada teman yang sebayanya menayakinya. Mengikuti budaya Amerika era modern ini ternyata menjadi kebanggaan tersendiri bagi remaja sekarang ini. Dadang menjelaskan bahwa:

(27)

Penulis menemukan fakta bahwa pada lapisan menengah dan bawah mereka

kadang sampai menggadaikan barang untuk memenuhi kebutuhan “gaul” dan diskotik

mereka, hal ini di sampaikan oleh Dimas, mahasiswa Teknik di PTN ternama DIY sebagi berikut:

Pernah nih mas, saya ke Boshe waktu itu berdua, kan ada cewek teman yang ngajak dugem, katanya cewek itu berdua juga, jadi pas dong kita berdua juga, pas hari senin lagi, ada 50% potongan kan kalau nunjukin KTM. Berangkatlah kita, habis pesan yang paket 750ribu, eh ternyata dua cewek itu doyan minum, akhirnya mereka minta tambah terus, sampai pas pulang tagihannya 1,2juta. Jadi saya ma teman patungan 600an buat bayar itu, padahal itu uang terakhir kami, dan waktu pulang cewek itu gak mau lagi ikut ke kos, rugi banyak lah kita. Akhirnya mau minta uang ortu gak enak, besoknya bawa leptop ke pegadaian, langsung deh kami gadaikan itu buat nutupin pengeluaran bulanan. Anak kos disini sering kayak gitu, gadai laptop demi sebotol Jack’D (minuman berakohol).( Wawancara pada tanggal 28 Desember 2013)

Kasus Dimas juga bisa menimpa siapa saja di dugemers kalangan menengah dan bawah, saat mereka sudah terpengaruh minuman tidak ada pikiran rasional lagi untuk menghabiskan uang walaupun itu uang terakhir mereka.

3. Media Massa pembentuk Trend Mahasiswa

Media Massa, berasal dari dua kata yang digabungkan menjadi satu makna. Setiap kata ini memiliki arti masing-masing, seperti kata Media yang artinya perantara informasi, penegah, wahana, wadah. Sedangkan massa sendiri berasal dari kata massal

yang artinya “dengan cara melibatkan orang banyak, bersama-sama secara

besar-besaran”. Jadi, pengabungan dua kata antara kata “media dan massa” akan melahirkan makna yang lain. Dan maknanya yang lain itu dari hasil gabungan dua kata adalah:

“media massa” berarti: suatu wadah penyampian imformasi secara besar-besaran kepada orang banyak. Media massa itu sendiri terbagi menjadi dua lagi, yaitu media cetak dan elektronik, kedua-duanya berperan sama-sama menyampaikan sesuatu hal kepada masyarakat secara besar-besaran dalam jumlah wadah yang sangat banyak, (duplicate information). Dalam hal kaitanya Mode Barat dan trend Remaja Kota peran media massa sekarang ini pada era globalisasi sebagai jembatan tampa filter yang menghubungkan mode Barat menuju trend Remaja Kota di Indonesia. Media elektronik yang dapat di terima siaranya (Channel) di kota Yogyakarta terdiri dari 14 Channel nama stasiun TV-nya, terdiri dari 3 channel TV lokal yaitu Jogja TV, RBTV, TVRI Yogyakata dan 11 channel TV nasional yang bisa di terima di kota Yogyakarta yang berpusat di Jakarta dengan namanya RCTI, SCTV, ANTV, INDOSIAR, TRAN TV, TRAN 7, TV ONE, GLOBAL TV, MNC TV, METRO TV dan TVRI Pusat Jakarta.

(28)

terbaru. Informasi mengenai diskotik tersebut bisa dengan membuat acara sendiri ataupun dengan menyisip pada berita malam, berikut beberpa acara tersebut yaitu acara tersendiri yaitu Mata Lelaki (Trans 7), Wisata Malam (Trans 7) sedangkan yang disisipkan dalam berita yaitu Redaksi malam (Trans 7), Reportase malam (Trans TV), dan hampir setiap TV juga melakukan hal sama dan juga menyisipkan pada acara-acara bahkan sinetron.

Media sosialisi juga berbentuk banner yang ditempel di depan Kampus-kampus dan jalan di Yogyakarta, selain itu banner ini juga di sosialiasikan lewat internet melalui Twitter dan Facebook, sebagai berikut:

(29)

Bentuk sosialisasi yang di lakukan oleh media cetak lokal di kota Yogyakarta juga hampir sama yang di lakukan oleh media eletronik. Namun yang menjadi perbedaan antara jasa sosialisasi media cetak dan media eletronik terletak pada, jika media elektronik meperlihat atau mempromosikan trend baru seperti, tarian, mode, fashion, fashionable (sesuai dengan mode terakhir). maka media cetak berperan sebagai pemberi imformasi yang bersifat seperti, tempat, waktu, jam tanyang, sajiannya apa, acara spesialnya apa, dan bisanya ditunjukan untuk nama-nama tempat tertentu saja. Kalau istilah lain, nama-nama tempat tertentu itu mengiklankan diri pada jasa surat kabar (Iklan Koran,). Sebagai contoh kalimat iklannya adalah sebagai berikut ini:

DJ Battle Hangatkan Liquid Liquid GENERATION.

JUM‟AT (15/12) malam ini, Liquid next Generation Menghadirkan Live DJ Performances Resident DJ Dea, DJ Glory dan Exotic Band serta VJ Honest. Marketing Lingquid Next Generation, Rona Agung R menjelaskan, acara ini mengunakan voucer Rp.50.000 bagi male Clubbers & Free for Ladies. Minggu ketiga Agustus, Linquid akan menghadirkan bintang tamu ST 12 Band.

Boshe

Boshe Tampilkan DJ Miki Electra.

Boshe Vvip Clup, Jum‟at malam (15/12) malam ini, mengelar event bersama M-150 dengan title Counterpart Electro Unlimited Music Feat, DJ Lala & DJ Miki Elektra 666 Jakarta. Atri, marketing & Promotio Event Boshe menjelaskan, special event malam ini akan menghadirkan Guest DJ Lala & DJ Miki from Elektra 666 Jakarta yang merupakan DJ terbaik Indonesia.

REPUBLIC.

Disco emotion Hangatkan Republic

Republic Café & Lounge menampilkan disco emotion featuring DJ Monique (Rumus) dan DJ Morena (Filter). Duo DJ Cantik ini, menurut Marketing Manager Republic, Shasya, akan memberikan atmosrfer baru. Juga di tampilkan Twenty one Band dari Bandung, DJ Ari, DJ Eddy, DJ Dykaa, dan Crossed Dancer serta Sexy Female Dancer.

Inilah gambaran peran media massa sekarang ini di Indonesia dalam era globalisasi, umumnya media massa sekarang ini terlihat di satu sisi mereka lebih mementingkan pemodal tampa ada pertimbangan yang matang dalam kemasan sajian imformasi dan tidak mempertimbangkan implikasi sajian beritanya, di sisi lain mereka juga sebagai jembatan imformasi atau penyalur berita dalam bentuk kemasan apapun yang sangat berguna atau bisa saja sangat berpotensi menjerumuskan bagi orang-orang tertentu.

(30)

life-style selalu kiblatnya yang ke Barat. Maka misi globalisasi oleh Barat telah berhasil tepat sasaran dan sukses besar yang di dukung oleh media massa Indonesia.

4. Faktor dan Alasan yang Mendorong Memilih Hiburan Malam

Beberapa pendapat muncul di kalangan dugemers mengenai pemaknaan istilah

Dugem” alias Dunia Gemerlap. Ada yang berpendapat bahwa melakukan dugem itu adalah bagian dari refreshing bagi sebagian kalangan yang dilakukan pada malam hari. Tempat dugem juga di artikan sebagai tempat yang bisa meluapkan sisi kebebasan, kesenangan, tempat pestanya anak-anak muda zaman sekarang. Pandangan ini penulis temukan setelah penulis mendapatkan tanggapan mereka dugemers yang penulis golongkan salah satu faktor apa yang menyebabkan mereka menjadi enjoy di tempat dugem?. Tanggapan yang mempertegas dari informan adalah sebagai berikut:

Menurutku dugem adalah sebuah ekspresi untuk menghilangkan rasa kepenatan yang dilakukan di kafe dan diskotik, santai sembari menikmati makanan ringan dan minuman sambil mendengarkan musik yang dag dig dug gitu. (wawancara pada tanggal 27 Desember 2013)

tapi gimana ya. gue sendiri demen banget sama yang namanya ”dugem”, buat penghilang penat setelah beraktivitas seharian, Asalkan yang wajar-wajar saja.. karena gue sadar nie bukan Amerika, kita mesti pegang adat ketimuran kita kan. (wawancara pada tanggal 27 Desember 2013)

Alasan ini sangat logis jika dilihat aktifitas mahasiswa dari mulai pagi hingga sore bahkan sampai magrip yang sangat menguraskan tenaga dan fikiran di dunia perkuliahan. Dengan adanya fasilitas di sebuah kota yang salah satunya berbentuk hiburan malam gemerlap maka itupun menjadi salahsatu pilihan untuk menghilangkan ke-penatan selama seharian beraktifitas bagi sebahagian mahasiswa. Setelah mendengar pendapatnya Nogroho (nama samaran) mahasiswa dugemers sejati ini (dugemers sejati bisa penulis lihat dari respon dia mengatakan (gue sendiri demen banget sama yang namanya dugem), maka penulis berasumsi bahwa Nugroho menjadi seorang dugemers berawal dari untuk menghilangkan penat (stress) yang kemudian memilih hiburan malam sebagai salah satu tempat refresingnya yang ada di sebuah kota dan yang kemudian Nugroho mejadi seorang mahasiswa dugemers, (demen Banget).

Gambar

Gambar 3.1 Model dalam analisa data Miles dan Huberman (dalam Sugiyono 2010:247)

Referensi

Dokumen terkait

karena itu perlu disediakan”media”pembelajaran”untuk siswa“yang lebih”inovatif dan”menarik”sebagai variasi dan penunjang dimana”media pembelajaran ini akan

❖ Indonesia mempunyai perbatasan laut langsung dengan 10 negara tetangga termasuk India, Thailand, Singapura, Malaysia, Vietnam, Filipina, Palau, Timor Leste, Papua Nugini,

Aku Ini Puisi Cinta merupakan kumpulan dari puisi-puisi terpilih Faiz yang diambil dari buku kesatu (Untuk Bunda dan Dunia) dan buku kedua (Guru Matahari) yang

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: Dokumen yang digunakan dalam sistem penggajian pada Dinas Pendidikan Pemuda dan

Berdasarkan data tersebut balita mempunyai resiko terkena diare sehingga peneliti ingin melihat adanya hubungan antara praktek personal hygiene ibu dan kondisi sanitasi lingkungan

Cerita ini mengemukakan tema keberanian luar biasa seorang raja yang bernama Indera Nata dalam usaha mencari gajah bergadingkan emas dan menyelamatkan tujuh orang

Tujuan penelitian ini adalah menentukan atribut strategi bauran pemasaran mana yang harus diperbaiki atau dikembangkan di Wisata Agro Wonosari (WAW) dengan metode

Dalam rangka mendukung UPSUS Padi, Jagung dan Kedelai terdapat kegiatan penyuluhan yang harus segera dilaksanakan berkenaan dengan APBN-P 2015, yaitu pengawalan