1 JEJAK-JEJAK KEHIDUPAN NABI MUHAMMAD
BOOK REVIEW
Judul : In the Footsteps of the Prophet: Lesson from the Life of Muhammad
Pengarang : Tariq Ramadan
Penerbit : Oxford University Press, New York
Terbit Tahun : 2007
Tebal : xiii + 241 halaman
Pereview : M. Nurul Humaidi
Perhatian sejarawan terhadap biografi Nabi Muhammad, dalam waktu yang
cukup lama, sungguh sangat meyakinkan. Hal itu terlihat dari karya-karya mereka
yang melimpah, mulai dari karya-karya klasik hingga karya-karya sejarah
kontemporer. Buku yang ditulis oleh Tariq Ramadan ini hadir untuk turut melengkapi
kepustakaan tentang kehidupan Nabi Muhammad.
Meskipun merupakan tema klasik, kehadiran buku ini merupakan salah satu
jawaban atas kebutuhan terhadap sumber-sumber biografi Nabi Muhammad yang
ditulis oleh penulis kontemporer. Lebih-lebih, pada dasa warsa terakhir ini hasrat
untuk mewujudkan kehidupan ideal seperti yang terjadi pada zaman kerasulan
menjadi tema yang cukup menonjol di tengah-tengah kehidupan umat Islam.
Kehidupan masyarakat pada zaman Nabi Muhammad dipandang sebagai kehidupan
yang memiliki spirit dan contoh terbaik, dan karena itu pengkajian terhadapnya
marak dilakukan. Wacana masyarakat madani sering diparalelkan dengan konsep
2 Konsep masyarakat madani secara umum merujuk pada kehidupan masa
Nabi, terutama pada periode Madinah. Pada masa tersebut Nabi Muhammad
dipandang telah berhasil meletakkan dasar-dasar bagi kehidupan masyarakat yang
damai dalam konteks masyarakat yang majemuk.
Penulis buku ini adalah seorang ilmuan yang memiliki reputasi yang
meyakinkan. Ia adalah putra Sayyid Ramadan, dan cucu Hassan al-Banna, seorang
ulama Mesir terkenal dan pendiri Ikhwān Muslimūn. Setelah memperoleh gelar MA
(Filsafat dan Sastra Perancis) dan Ph.D (Studi Islam dan Bahasa Arab) di University
of Geneva, ia mendalami khazanah keislaman klasik kepada para ulama Universitas
al-Azhar, Kairo. Selain menulis dan berceramah di berbagai negara, ia mengajar
filsafat di College of Geneva, mengajar Kajian Islam di Fribourg University,
menjabat presiden European Muslim Network (EMN) di Brussels, menjadi peneliti senior di St. Antony‟s College (Oxford), Doshisha University (Kyoto, Jepang), serta the Lokahi Foundation (London). Di Eropa, ia dikenal sebagai tokoh muda yang
semakin diterima luas, baik di kalangan muslim maupun nonmuslim, karena
pandangan-pandangannya tentang posisi umat Islam di benua itu. Bahkan, majalah
TIME mengangkatnya sebagai salah satu “inovator dunia di bidang spiritualitas”. Meskipun buku ini merupakan buku sejarah, namun kajiannya tidak hanya
berhenti sampai di situ. Dari segi pengungkapan peristiwa-peristiwa sejarah sekitar
Nabi, sepintas buku ini secara umum tidaklah berbeda dengan buku-buku yang lain
yang telah lebih dulu ditulis. Justru karya ulama klasik, terutama Ibn Hisyam,
dijadikan rujukan. Secara jujur penulis mengatakan bahwa buku ini tidak bermaksud
menandingi sumber-sumber klasik, tidak juga untuk menyingkap fakta baru, atau
menafsir ulang secara orisinal dan revolusioner sejarah kenabian (hal. ix).
Meskipun demikian, buku ini tentu memiliki keistimewaan tersendiri.
Sepanjang sejarah di dalam kesadaran setiap muslim, Nabi Muhammad menempati
posisi khusus, dari zaman awal hingga sekarang ini. Di samping mengungkapkan
3 kemanusiaan Muhammad yang mengantarkannya menjadi pemimpin yang sukses.
Titik pijak yang dipegangi penulis adalah bahwa Muhammad tidak lain adalah
manusia biasa, namun beliau diberi tugas mengubah dunia dengan cahaya wahyu dan
ilham dari Tuhannya. Kenyataan bahwa dirinya dipilih dan diberi ilham oleh Tuhan
tapi juga sepenuhnya menerima sifat kemanusiaannya telah dijadikan teladan dan
panutan orang beriman. Meskipun Muhammad menjadi pilihan Tuhan sebagai nabi
dan rasul, ia tidak pernah kehilangan kualitas kemanusiaannya. Penulis menjadikan
kedua hal ini—kualitas kemanusiaannya sebagai seorang manusia dan keteladanannya sebagai seorang nabi—sebagai fokus kajiannya.
Dari segi pemaparan sejarah, buku ini tidak sebanding dengan, dan tidak
sedetail, biografi-biografi klasik tentang Nabi yang memaparkan secara teperinci
berbagai fakta sejarah. Pilihan ini bukan tanpa alasan. Penulis mengatakan, “Classical biographies of the Messenger give abundant information about such matters, and we see no profit in dealing with them exhaustively” (hal. x); “ Biografi-biografi klasik tentang Nabi telah menyajikan informasi yang berlimpah mengenai
berbagai hal, dan kita tidak lagi membahasnya panjang lebar”. Sepanjang penuturan
kisah hidup Nabi, buku ini memfokuskan diri pada pelbagai situasi, sikap, atau
perkataan yang akan menyingkap kepribadian beliau dan pelajaran apa dapat dipetik
darinya. Inilah tema pokok dan sekaligus keistimewaan buku ini.
Karena itu, dengan buku ini penulis bermaksud menyelami jantung kehidupan
Nabi dan mengabadikan ajaran-ajaran spiritualnya yang tak lapuk tertelan zaman.
Sejak kelahiran hingga wafatnya, kehidupan Nabi dipenuhi dengan beragam
peristiwa, situasi, dan penyataan yang mengandung pelajaran spiritual yang paling
dalam. Keteguhan iman, dialog dengan Tuhan, mengamati alam, keraguan diri,
kedamaian batin, berbagai tanda dan cobaan, dan sebagainya, merupakan tema yang
menuturkan sekaligus mengingatkan kita bahwa pada dasarnya tidak ada yang
4 Membaca halaman demi halaman buku ini, pembaca akan digiring pada
penghayatan yang mendalam tentang kehidupan Nabi. Bahkan, dengan kekuatan
penyajiannya, pembaca seolah-olah dibawa ke dalam kehidupan Nabi, melebur
menjadi satu bersama orang-orang yang diceritakan di dalamnya. Buku ini bisa
dikatakan sebagai buku novel realitas kehidupan Nabi Muhammad.
Pembaca akan menjadi sangat terharu ketika buku ini melukiskan cinta Nabi
kepada sahabat-sahabatnya; cinta seorang manusia kepada manusia lainnya. Untuk
sekedar contoh, misalnya, sepulang pasukan muslimin dari Perang Mu„tah, digambarkan sebagai berikut.
Dengan berlinang airmata dan emosi yang mendalam, beliau menuturkan kepada mereka kematian Zayd, Ja„far dan „Abbullah. Beliau memuji strategi Khalid dan menyebutnya sayf Allāh (pedang Allah), tetapi hal itu tidak bisa
menyembunyikan kesedihannya yang mendalam ketika menyebut kematian orang-orang yang sangat beliau sayangi. Beliau pergi ke rumah Asma, istri Ja„far, dan anak mereka untuk menyampaikan berita tersebut dan menghibur mereka; beliau menangis
sebelum mulai bicara, dan Asma langsung tersedu setelah mendengar kematian
suaminya. Nabi kemudian pergi ke rumah Umm Ayman dan Usamah dan
mengatakan kepada mereka tentang kematian Zayd, dengan mata yang basah: beliau
mencintainya seperti mencintai anaknya. Baru saja beliau meninggalkan rumah
mereka, anak Zayd yang paling kecil keluar dari rumahnya dan lari ke pelukan Nabi;
beliau berusaha menenangkannya sementara air mata terus mengalir membasahi
wajahnya. Salah seorang sahabat yang melintas, Sa„d ibn Ubadah, terkejut menyaksikan pemandangan ini, terutama ketika melihat air mata Nabi, dan
menanyakan apa sebabnya. Nabi menjawab bahwa yang tampak olehnya adalah “seseorang yang mencintai sedang menangisi orang yang dicintai.”
Setelah panjang lebar menceritakan kisah ini, penulis meneruskan:
5 about human fragility and the dignity of tears expressing love and the suffering of those who love (hal. 173).
(Nabi mengajarkan para sahabatnya untuk mengungkapkan cinta dan kelembutan, dan saat itu, ketika menghadapi perpisahan akhir karena kematian, beliau mengajarkan tentang kerentanan manusia dan kehormatan air mata yang mengekspresikan cinta dan penderitaan mereka yang dicintai.)
Bukan hanya itu. Terhadap orang-orang nonmuslim, digambarkan bahwa
Nabi membina hubungan atas dasar kepercayaan dan penghormatan terhadap
prinsip-prinsip mulia; dan tidak semata atas dasar agama. Para Sahabat juga tidak ragu
membangun hubungan yang erat dengan nonmuslim atas nama kekeluargaan atau
persahabatan, yang dilandasi oleh sikap saling menghormati dan saling percaya,
bahkan dalam situasi yang genting sekalipun. Nabi dan kaum muslim pada masanya
bahkan tidak pernah membatasi hubungan sosial dengan penganut agama lain.
Selama itu pula, Nabi juga memperlihatkan sikap yang sangat penuh perhatian
terhadap mereka yang keluar dari Islam karena penganiayaan dan tekanan dari
keluarga mereka, seperti kasus dua orang pemuda, Hisyam dan Ayyas, yang
meninggalkan Islam setelah bertahan menanggung penderitaan. Tidak ada sanksi
khusus yang diberikan kepada mereka. Sepanjang hidupnya, Nabi tetap menunjukkan
sikap menghormati kebebasan setiap orang, dan berbagai riwayat otoritatif tentang
kehidupannya sama sekali tidak menunjukkan sikap yang berbeda. Belakangan, di
Madinah, Nabi harus bersikap tegas dan bertindak keras terhadap orang yang
pura-pura masuk Islam untuk semata mengumpulkan informasi tentang orang Islam,
kemudian meninggalkan Islam dan kembali ke suku mereka untuk membeberkan
informasi yang berhasil mereka himpun (hal. 77-78). Membaca bagian ini, mungkin
sebagian orang akan terbelalak ketika melihat pemahaman dan kehidupan sebagian
masyarakat dunia saat ini, yang telah kehilangan rasa saling percaya dan saling
menghormati, karena perbedaan agama.
Sehubungan dengan isinya itu, buku ini—menurut penulisnya sendiri—
6 ini secara ketat mengikuti data dari sumber-sumber klasik, sehingga sangat berguna
bagi para sarjana peminat ilmu-ilmu keislaman. Sumber-sumber rujukan disajikan
secara sistematis dalam catatan akhir yang diklasifikasikan dalam bab per bab.
Sebaliknya, penuturan yang terpadu dengan perenungan menjadikan mudah diikuti
dan dimaksudkan untuk menyampaikan ajaran-ajaran spiritual dan universal Islam.
Menyimak pengalaman historis Nabi jelas merupakan cara yang paling elegan untuk
menangkap prinsip-prinsip abadi yang dipegang oleh lebih dari satu miliar orang
Islam di seluruh dunia. Menurutnya, buku ini adalah pengantar untuk memahami
Islam (hal. xi-xii).
Dari segi susunannya, buku merupakan bacaan yang mudah dipahami oleh
pembaca. Aspek kesejarahan Nabi disajikan secara diakronik sejak kelahiran hingga
wafatnya. Pembaca juga dibantu dengan indeks yang cukup panjang, mencapai
delapan halaman tersendiri. Di setiap bagian pembahasan peristiwa sejarah Nabi,
penulis menggiring pembaca kepada pelajaran-pelajaran yang dapat diambil dari
peristiwa-peristiwa tersebut. Selain itu, di dalam bab terakhir disajikan secara cukup
memadai pelajaran-pelajaran universal yang terdapat dalam perjalanan kehidupan
Nabi, sebagaimana dijanjikan pada bagian pendahuluan. Secara garis besar
ajaran-ajaran universal tersebut terekam dalam dua bagian: pertama, teladan, tuntunan (a
model, a guide); kedua, kebebasan dan cinta (freedom and love).
Jadi, setelah pembaca, baik muslim atau nonmuslim, diajak untuk menyimak
kehidupan Nabi dan mengikuti alur cerita yang secara ketat didasarkan pada biografi
klasik (sejauh menyangkut fakta dan kronologi), buku ini memperkenalkan
perenungan dan komentar dari sudut pandang spiritual, filosofis, sosial, legal, politis,
dan kultural yang terinspirasi dari penuturan fakta. Pilihan untuk berfokus pada
pilihan tertentu dan bukan pada yang lain rupanya didasarkan pada keinginan untuk
mengambil pelajaran-pelajaran yang responsif terhadap kehidupan kontemporer.
Buku ini merupakan buku yang sangat kaya dengan pesan-pesan spiritual
7 mengangkat dan menampilkan kembali nilai-nilai universal kehidupan Nabi kepada
kita yang hidup pada yang masa yang sangat jauh sesudahnya. Penyajian kehidupan
Nabi tidak terjebak pada hal-hal yang partikular, yang hanya dapat dikuti oleh
orang-orang Islam, melainkan juga—dan itu yang terpenting—nilai-nilai universal yang dapat diteladani oleh seluruh manusia, apa pun agamanya, di mana pun dan kapan
pun. Rupanya, penulis ingin menunjukkan dan meluruskan konsepsi Islam yang
sebenarnya kepada masyarakat dunia melalui kehidupan Nabi. Tidak mudah