• Tidak ada hasil yang ditemukan

108963604 Sistem Pertnian Masa Depan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "108963604 Sistem Pertnian Masa Depan"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PERTNIAN MASA DEPAN

I.

PENDAHULUAN

Populasi dunia telah melampaui 7 miliar dan ditetapkan untuk mencapai 9 miliar

pada tahun 2050. Memenuhi kebutuhan pangan meningkat dari orang-orang ini

dengan mengurangi sarana pasokan, aman, etis dan adil sekaligus memperbaiki

lingkungan daripada menambah beban perubahan iklim adalah tantangan

terbesar pertanian yang pernah dihadapi.

Petani di seluruh dunia harus naik ke tantangan ini dengan mengadaptasi sistem

pertanian mereka untuk memenuhi perubahan keadaan, mengambil teknologi

mapan dan baru dan praktek yang diperlukan untuk memberikan campuran

terbaik output dengan penggunaan minimal non-terbarukan input. Untuk

melakukan hal ini, mereka akan membutuhkan informasi yang tepat pada waktu

yang tepat dan dalam bentuk yang tepat untuk mendukung pengambilan

keputusan mereka.

Mendasari penelitian ilmiah ini dengan menyediakan teknologi yang diperlukan

dan pemahaman dari beberapa proses yang terlibat. Namun, penelitian tersebut

harus dikombinasikan dengan penelitian dari disiplin lain, ditempatkan dalam

konteks yang lebih luas, ditunjukkan dalam praktek pertanian dan melibatkan

para pengambil keputusan sendiri jika ingin membantu memastikan produksi

pangan yang cukup dan berkelanjutan di masa depan. Perspektif sistem

penelitian yang lebih luas sering diabaikan dalam penelitian pertanian dan karena

itu fokus untuk FFSG.

II.

PERTANIAN MASA DEPAN

Paradigma Pembangunan Pertanian Indonesia Masa Depan: Skenario, Strategi, dan

Implikasinya

(Paradigm on The Development of Coming Indonesian Agriculture: Scenarios,

Strategies and Its Implications)

(2)

called as eco-technofarming) approach is considered to be a plausible scenario to

achieve

agricultural

development

which pursuing the vision of a knowledge and resources-based sustainable

agriculture.

At

macro-policy

level,

as

expected to be a prime mover to strongly competitive national economy at global

level,

such

vision

of

agricultural

development challenges the coming government to re-organize high level state

institutions

which

is

instrumental

to

create a sound policy on food, agriculture and rural development that relate to

transmigration

program.

Such

steering

state institution is suggested to be a Ministry or Department of Food, Agriculture and

Rural

Community

Development

(FAR-ComDev), instead of a committee like The Committee of Agriculture, Fishery,

and

Forestry

Revitalization

(Komite

Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan) as under The United Indonesian

Cabinet),

in

which

subsectors

of

crop, livestock and fresh water fishery being re-organized in such a way that policy

on

agricultural

development

considers

the wholeness of terrestrial (including tidal swamp) ecosystem, especially at rural

areas.

At

implementation

level,

the

government is suggested to promote the establishment of model cooperation

between

herself

(as

policy

maker),

research institution and university (as R and D contributor), entrepreneur or bank (as

capital

owner),

and

farmer

(as

agricultural practitioner). Key words: Techno-ecofarming, Ministry or Department of

Food,

Agriculture,

and

Rural

Community

Development,

steering

ABSTRAK Pembangunan sistem pertanian melalui pendekatan yang komplementer

antara

teknofarming

dan

ekofarming (disebut eko-teknofarming) dianggap sebagai skenario yang tepat untuk

mencapai

pembangunan

pertanian

bervisikan pertanian berkelanjutan yang berbasis ilmu pengetahuan dan sumber

daya.

Pada

tingkat

makro,

dengan

harapan menjadi penggerak utama ekonomi nasional yang kompetitif di tingkat

global,

visi

pembangunan

pertanian

itu

menantang pemerintahan yang akan datang untuk mereorganisasi

lembaga-lembaga

tinggi

negara

yang

penting

bagi

penciptaan kebijakan pembangunan pangan, pertanian, dan perdesaan yang handal

yang

berkaitan

dengan

program

transmigrasi. Lembaga negara yang berfungsi steering itu disarankan berupa

Kementrian

atau

Departemen

Pangan,

Pertanian, dan Pembangunan Komunitas Perdesaan (PPP-Komdes), bukan sebuah

(3)

Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan yang kini ada dalam Kabinet Indonesia

Bersatu,

yang

dengannya

subsektor

tanaman, ternak, dan ikan air tawar direorganisasi sedemikian rupa sehingga

kebijakan

pembangunan

pertanian

mempertimbangkan kemenyeluruhan ekosistem daratan (termasuk lahan pasang

surut),

terutama

di

wilayah

perdesaan.

Pada tingkat implementasi, pemerintah disarankan untuk mendorong pembangunan

model

kemitraan

antara

pemerintah

(sebagai pengambil kebijakan), lembaga penelitian dan universitas (sebagai

kontributor

litbang),

wiraswastawan

atau

bank (sebagai pemilik modal), dan petani (sebagai praktisi pertanian). Kata-kata

kunci:

Tekno-ekofarming,

Kementrian

atau Departemen Pangan, Pertanian, dan Pengembangan Komunitas Perdesaan,

steering

PENDAHULUAN

Dalam

artikel yang lain (”Paradigma Pembangunan Pertanian Indonesia Masa Depan: Visi

dan

Misi”),

penulis

telah mengusulkan visi pembangunan pertanian berupa sistem pertanian

berkelanjutan

berbasis

ilmu

pengetahuan

dan

sumber daya sebagai penggerak utama ekonomi nasional yang berdaya saing tinggi

dalam tataran ekonomi global.

Misi

pembangunan pertanian tersebut adalah sebagai berikut: mencukupi kebutuhan

pangan

dan

gizi

dalam

negeri,

memperbaiki kualitas hidup bangsa Indonesia, khususnya masyarakat pertanian,

memberikan

kontribusi

yang

tinggi

bagi

pertumbuhan ekonomi nasional, dan menunjukkan peran yang nyata dalam

perbaikan kualitas lingkungan.

Dengan

visi

dan misi tersebut, paradigma pembangunan pertanian Indonesia masa depan

adalah

pembangunan

pertanian

berkelanjutan yang berbudaya industri, berdaya saing global, dan berpendekatan

ekosistem.

Tulisan

ini

bermaksud

menguraikan bagaimana visi dan misi pembangunan pertanian masa depan tersebut

dapat

dicapai

dengan

menggunakan ‘pendekatan logika intuitif untuk skenario' (an intuitive logics approach

to scenarios).

Dengan

pendekatan ini, setelah keputusan strategis berupa penetapan visi dan misi

(4)

barunya ditetapkan, faktor-faktor keputusan kunci (key decision factors) dan faktor

lingkungan

strategisnya

yang

berupa

kekuatan luar atau pengendali (environmental forces atau external forces/drivers)

dicermati.

Kemudian,

logika

skenario

dan skenario pencapaian visi dan misi pembangunan pertanian dengan paradigma

baru

tersebut

dirumuskan.

Selanjutnya, berbagai strategi yang sesuai dengan rumusan skenario itu ditetapkan.

Akhirmya,

implikasi-implikasi

yang

mungkin timbul difikirkan akibat adanya berbagai strategi yang digunakan.

Pencermatan

Lingkungan

Strategis

Berdasarkan pendekatan di atas, faktor-faktor kebijakan kunci yang perlu dicermati

mencakup

lingkungan

Indonesia

yang beriklim tropik, lahan pengembangan yang masih luas, sumber daya manusia

yang

banyak,

IPTEK

yang

terus

dikembangkan, serta kebutuhan pangan nasional yang besar. Di antara faktor-faktor

kunci

ini,

perlu

dibedakan

faktorfaktor

yang tergolong mengandung ketidakpastian (uncertainties) dan faktor-faktor yang

dapat

ditentukan

(predetermineds). Iklim yang sulit diperkirakan, kondisi politik dan ekonomi nasional

yang

masih

kurang

menguntungkan,

dan permintaan akan produk pertanian yang dapat berubah dan penuh persaingan

tergolong

ke

dalam

faktor-faktor

yang

sarat dengan ketidakpastian. Faktor-faktor yang dapat ditentukan mencakup kualitas

dan

kuantitas

sumber

daya

manusia dan alam, taraf kemajuan IPTEK dan sistem informasi yang dimiliki, budaya

makan

konsumen,

dan

produktivitas tanaman pertanian. Pencermatan lingkungan strategis yang

menempatkan

issues

perdagangan

global,

lingkungan, kemajuan IPTEK, sistem informasi, kebutuhan pangan dunia, dan

otonomi

daerah

sebagai

faktor-faktor

pengendali memberikan gambaran tentang besaran peluang (opportunity) dan

ancaman

(threat)

bagi

pembangunan

pertanian yang berwawasan agribisnis, sebagaimana yang tercermin dari

paradigmanya.

Selanjutnya,

dengan

mempertimbangkan kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) yang dimiliki

secara

internal

oleh

subsektor

ini,

kebijakan dan program pembangunannya diimplementasikan dengan

mempertimbangkan berbagai skenario danlogikanya untuk mencapai visi

pembangunan pertanian yang diusulkan tersebut. Hasil keempat komponen analisis

SWOT untuk mengembangkan pertanian dari sudut pandang agribisnis adalah

sebagai

berikut.

Peluang

Peluang

yang kita miliki untuk membangun pertanian dengan paradigma baru adalah sebagai

berikut:

(a)

munculnya

kawasan

(5)

pertanian

Indonesia;

(b)

adanya

penurunan peranan beberapa negara produsen pertanian pesaing Indonesia yang

berarti

meningkatkan

kapasitas

kompetitif Indonesia; (c) adanya kemungkinan penurunan proteksi baik yang

dilakukan

oleh

negara-negara

maju

maupun oleh negara-negara berkembang sehingga akan memperluas pasar ekspor

komoditi

pertanian

Indonesia;

(d)

masih adanya kesempatan untuk meningkatkan produksi melalui pemanfaatan

IPTEK,

perluasan

areal

tanam,

dan

peningkatan indeks pertanaman; (e) tersedianya plasma nutfah untuk sumber

perbaikan

varietas,

baik

untuk

lahan

subur

maupun lahan marginal; (f) iklim Indonesia yang tropis memberikan kesempatan

untuk

mengusahakan

berbagai

tanaman sepanjang tahun; (f) ekosistem yang beragam antardaerah dengan

keunggulan

komoditi

setempatnya

dapat

menghasilkan berbagai produk untuk perdagangan antardaerah; (g) penekanan

kehilangan

hasil

dan

peningkatan

mutunya melalui perbaikan teknologi pascapanen dan pendekatan pemuliaan

tanaman;

(h)

adanya

kemauan

politik

pemerintah untuk memperbaiki kinerja pertanian; (i) penggunaan produk pertanian

yang

semakin

beragam,

yakni

untuk

pangan manusia dan bahan baku industri dan pakan ternak. Ancaman Tergolong

sebagai

ancaman

bagi

pengembangan pertanian, khususnya agribisnis, adalah sebagai berikut: (a)

persaingan

yang

semakin

meningkat

karena

jumlah produsen yang semakin meningkat; (b) harga produk pertanian yang relatif

stabil

dan

tidak

terlalu

tinggi

akibat

banyaknya produsen; (c) pengurangan permintaan produk akibat perubahan pola

konsumsi;

(d)

tuntutan

penggunaan

teknologi yang bergeser dari pihak produsen ke pihak konsumen, misalnya

konsumen

menginginkan

produk

pertanian

dengan spesifikasi tertentu (buah yang asam, berwarna jingga, bulat, dan

sebagainya);

(e)

peningkatan

kesadaran

konsumen akan lingkungan dan kesehatan sehingga menimbulkan tuntutan produk

pertanian

(pangan)

yang

bebas

atau

tidak tercemari pestisida; (f) timbulnya hambatan teknis terselubung yang berupa

kecenderungan

negara

maju

pengimpor pangan menggunakan perjanjian Technical Barrier to Trade (TBT) dan

Agreement

on

Sanitary

and

Phytosanitary Measures (SPS) dalam perdagangan (disguised restriction to trade)

dan

eco-labelling

bagi

ekspor

produk

pertanian Indonesia; (g) informasi pasar yang cepat menjadi kendala bagi

pengusaha

untuk

mengantisipasinya

dengan

(6)

ketidakpastian

produksi

pertanian;

(i)

keterbatasan lahan pada masa-masa yang akan datang ditinjau dari segi luasan dan

kesesuaiannya

untuk

produksi

pertanian; (j) kecenderungan upah pertanian yang semakin meningkat akibat produk

manufaktur

yang

mahal;

(k)

penghapusan subsidi yang dapat meningkatkan biaya produksi akibat meningkatnya

harga

sarana

produksi.

Kekuatan

Kekuatan Indonesia sehubungan dengan pembangunan pertaniannya adalah seperti

di

bawah

ini:

(a)

kegiatan

pertanian dapat meningkatkan pendapatan petani dan menyerap tenaga kerja; (b)

ekspor

produk

pertanian

dapat

meningkatkan perolehan devisa negara; (c) lapangan kerja baru dapat ditimbulkan

oleh

kegiatan

agroindustri;

(d)

agroekologi Indonesia lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan negara lain

sebagai

pemasok

produk

pertanian;

(e) lahan pertanian tersedia dan dapat dikembangkan untuk pertanian dalam jumlah

yang

luas;

(f)

penduduk

Indonesia

berjumlah banyak sehingga tenaga kerja untuk agribisnis pun akan cukup tersedia

selain

sebagai

pangsa

pasar

produk

pertanian/agroindustri; (g) sektor pertanian terbukti lebih tangguh jika dibandingkan

dengan

sektor

lainnya

dalam

situasi

krisis ekonomi. Kelemahan Pembentukan WTO menuntut setiap negara anggotanya

untuk

membuka

pasarnya

bagi

produk negara-negara lainnya. Akibatnya, dalam era perdagangan global akan

terjadi

persaingan

yang

ketat

antarprodusen, termasuk penghasil komoditi pertanian. Dalam era perdagangan

global

tersebut

Indonesia

memiliki

kelemahan sebagai berikut: (a) daya saing ekonomi yang rendah; (b) adanya

kesenjangan

mutu

produk

nasional

terhadap standar mutu internasional; (c) tidak adanya standar mutu bagi pangan

impor;

(d)

adanya

kesenjangan

Standar

Nasional Indonesia (SNI) dengan standar mutu internasional; (e) kurangnya bahan

baku

(sarana

produksi)

yang

cukup

dan kontinyu; (f) lemahnya pemanfaatan teknologi yang tersedia; (g) kurangnya

tenaga

profesional.

Indonesia

dengan

peluang dan kekuatan yang dimilikinya diharapkan dapat mengatasi ancaman dan

kelemahan

yang

menghantuinya

untuk membangun pertanian. Optimisme ini cukup beralasan mengingat adanya

faktor-faktor

pendorong

sebagaimana

yang

telah

dikemukakan.

Logika Skenario dan Skenario Pencapaian Visi Pembangunan Pertanian Dengan

mempertimbangkan

kecenderungan perkembangan dalam pertanian tropika yang mengarah pada dua

(7)

berkelanjutan, yakni yang bermasukan eksternal tinggi (HEIA, high-external-input

agriculture)

atau,

sebaliknya,

yang

bermasukan eksternal rendah (LEIA, low-external-input agriculture), visi

pembangunan

pertanian

Indonesia

masa

depan

dapat dicapai dengan melaksanakan empat alternatif skenario sebagai berikut:

ecofarming,

eco-ecofarming,

hitechfarming, dan ecofarming bersama technofarming (selanjutnya disebut

eco-technofarming,

yakni

ecologically

soundtechnofarming).

Di antara keempat skenario itu, eco-technofarming dianggap sebagai skenario yang

tepat

dan

bijaksana,

yang logika skenarionya adalah sebagai berikut: "sistem pertanian berkelanjutan

dengan

pendekatan

eco-technofarming

yang efisien dan saling melengkapi akan menjadi sektor yang andal bagi kecukupan

pangan

dan

gizi

serta

perbaikan

kualitas hidup masyarakat, selain berkontribusi bagi perolehan produk domestik

bruto

(PDB)

sektor

pertanian

yang

tinggi

sehingga berperan bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan perbaikan kualitas

lingkungan".

Karakteristik

dari

keempat

alternatif skenario tersebut dibedakan menurut taraf masukan teknologi versus

keamanan

lingkungan

dan

orientasi

agribisnis yang ingin dicapainya, yakni sebagai berikut. Skenario-1: Ecofarming

sebagai

Skenario

yang

Pesimistik

Skenario-1 mengusahakan pertanian multikomoditi (tanaman dan hewan) yang

saling

komplementer

dan

sinergik,

dan

karenanya menghasilkan multiproduk, serta dapat dipasarkan meskipun hanya di

dalam

negeri.

Dengan

pendekatan

ecofarming, pelaku agribisnis diharapkan dapat mempertahankan keamanan pangan

dan

gizinya.

Kebutuhan

bidang

lainnya dapat dipenuhi pula dalam taraf yang minimal. Untuk mengatasi situasi

rawan

pangan

dalam

krisis

ekonomi

yang

terjadi saat ini, skenario ini merupakan pilihan terjelek yang memberikan harapan,

oleh

karena

itu,

disebut

sebagai

skenario yang pesimistik. Lebih-lebih harga produk pertanian tertentu acap kali

tinggi,

padahal,

tidak

ada

pengeluaran

usaha tani untuk pembelian agrokimia. Skenario ini dapat diambil dalam keadaan

yang

tidak

mungkin

melaksanakan

techno-farming karena, misalnya, tidak adanya masukan eksternal dan teknologi

pertanian

konvensional

lainnya.

Sistem

ini memerlukan waktu yang lama untuk mencapai ekosistem yang stabil sehingga

lama

pula

mencapai

keuntungan

yang

stabil. Pendekatan ecofarming lebih mengutamakan standar keamanan lingkungan,

tetapi

tidak

meremehkan

standar

mutu produk. Pemilihan skenario ini menghadapi resiko pengadaan bahan pangan

(8)

kurang pada waktu yang relatif singkat. Pendekatan ini kurang baik untuk jangka

pendek,

tetapi

cukup

baik

dalam

jangka

panjang. Namun, dengan pendekatan skala agribisnis yang lebih luas, lebih-lebih

jika

produk

organiknya

dapat

diekspor,

jika skenario ini akan berlaku, akan diperoleh hasil dan keuntungan yang banyak

untuk

memenuhi

keperluan

pangan,

gizi, dan ekonomi konsumen/penduduk. Skenario-2: Eco-ecofarming (Economically

Viable

Ecofarming)

sebagai

Skenario yang Utopis Skenario-2 mengusahakan pertanian multi-komoditi

sebagaimana

dalam

Skenario-1,

tetapi

dengan pemilihan komoditi yang unggul di pasar baik di dalam maupun di luar

negeri.

Pemilihan

skenario

ini

bersifat

utopis karena varietas tanaman penghasil tinggi umumnya memerlukan masukan

eksternal

yang

tinggi

pula.

Pendekatan

ini tampaknya tidak mungkin dalam jangka pendek, bahkan memerlukan waktu yang

lama

untuk

mendapatkan

varietas

tanaman dan spesies hewan unggulan yang akan dibudidayakan. Skenario-3:

Hitechfarming

sebagai

Skenario

yang

Optimistik Pendekatan hitechfarming dalam Skenario-3 akan menghasilkan produk

dalam

kuantitas,

kualitas,

dan

kontinuitas yang diinginkan konsumen meskipun harganya harus mahal, dan dengan

dampak

teknologi

bagi

kerusakan

lingkungan sangat minimal. Bagi pengusaha, skenario ini akan mendatangkan

stabilitas

keuntungan

dengan

daur

produksi yang cepat serta sangat efisien. Pendekatan ini memungkinkan

pengungkapan

potensi

hasil

komoditi

yang

maksimal dengan pendekatan bioteknologi, demikian juga dengan keamanan

lingkungan,

sehingga

disebut

skenario

optimistik. Skenario-4: Eco-technofarming (Ecologically Sound-Technofarming)

sebagai

Skenario

yang

Bijaksana

Technofarming mengusahakan komoditi yang mengutamakan monokultur dengan

teknologi

konvensional

(produk

revolusi hijau) yang jika memungkinkan juga didukung oleh bioteknologi. Usaha tani

ini

menjamin

produktivitas

yang

tinggi dalam waktu relatif singkat, tetapi padat modal. Kelemahannya berupa

kerusakan

lingkungan

yang

sulit

dihindari

akibat penggunaan agrokimia yang tinggi. Sistem pertanian yang secara ekonomis

efisien

ini,

secara

ekologis

tidak

berkelanjutan akibat daur ulang sumber daya terbatas atau tidak ada sama sekali.

Technofarming

dipandang

rawan

dalam jangka panjang. Oleh karena itu, pemanfaatannya dalam Skenario-4 perlu

diimbangi

dengan

aplikasi

teknologi

yang ramah lingkungan, antara lain, dengan mendaur ulang limbahnya untuk

(9)

Dalam skenario eco-technofarming ini, di tingkat usaha tani individual (farm level)

sistem

pertanian

monokultur

bisa

jadi

berpendekatan technofarming. Namun, dalam tingkat wilayah (region level), usaha

tani-usaha

tani

monokultur

tersebut

harus berada dalam satu pengelolaan yang memungkinkan adanya pendaurulangan

produk

sampingnya

berupa

limbah

antarusaha tani. Jadi, dalam skenario ini, pengelolaan secara terpadu atas berbagai

sistem

usaha

tani

konvensional

dapat memperbaiki tingkat keramahan usaha tani itu secara keseluruhan terhadap

lingkungan,

tetapi

dengan

produktivitas yang tinggi akibat pendekatan techno-farming oleh unit-unit usaha

taninya

masing-masing.

Skenario-4

juga merujuk pada sistem pertanian ramah lingkungan (ecofarming) yang meskipun

memanfaatkan

masukan

eksternal,

penggunaannya berlangsung dalam jumlah yang aman, seperti yang terjadi dalam

sistem

LEISA.

Jadi,

skenario

ecotechnofarming

melaksanakan pendekatan techno-farming dan eco-farming secara simultan, yang

akan

mendatangkan

manfaat berupa keuntungan finansial yang tinggi, kondisi sosial yang berterima, dan

keamanan

lingkungan

yang

relatif

terkendali. Eco-technofarming diharapkan akan melahirkan berbagai model

agroekosistem

yang

cukup

ramah

lingkungan. Skenario ke-4 ini merupakan pendekatan yang memberikan jaminan

bagi

penyediaan

pangan

dalam

negeri,

selain dapat menghasilkan devisa yang kontribusinya nyata bagi ketangguhan

ekonomi

nasional.

Skenario

ini

juga

sangat memperhatikan standar mutu sehingga merupakan skenario bijaksana yang

diusulkan

untuk

mencapai

visi

dan

misi pertanian masa depan. Strategi DAN IMPLEMENTASI Pembangunan Pertanian

Masa

Depan

Berdasarkan

skenario yang bijaksana berupa aplikasi eco-technofarming, strategi pembangunan

pertanian

masa

depan

dirumuskan

secara makro dan mikro. Implikasi dari kedua strategi itu selanjutnya harus

ditindaklanjuti

pula.

Strategi

Pembangunan

Pertanian Masa Depan Secara makro strategi tersebut meliputi hal-hal sebagai

berikut:

(1)

penetapan

kembali

paradigma pembangunan ekonomi menjadi berbasis sumber daya domestik, (2)

pengendalian

sistem

moneter,

(3)

regulasi di bidang investasi dan pemberian intensif bagi produsen, (4) intervensi

dalam

pengintegrasian

sektor

pertanian

dengan perekonomian global, (5) penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi

kegiatan

agribisnis,

termasuk

peningkatan

keberpihakan lembaga keuangan kepada petani; (6) restrukturisasi Departemen

(10)

kembali subsektor perikanan darat bersama dengan subsektor tanaman pangan,

subsektor

tanaman

hortikultura,

subsektor tanaman perkebunan, dan subsektor peternakan disertai dengan

perhatian

pada

SDM

petaninya,

(7)

peninjauan dan penetapan kembali tata ruang peruntukan lahan untuk pertanian

dalam

arti

luas,

(8)

restrukturisasi

kelembagaan dan manajemen penelitian dan pengembangan sektor pertanian, (9)

penerapan

standar

mutu

produk

pertanian dan standar keamanan lingkungan, dan (10) penerapan otonomi daerah

yang

mendorong

pada

pemeliharaan

atau perbaikan sumber daya alam.. Diduga bahwa agribisnis yang akan mampu

bersaing

pada

masa

yang

akan

datang adalah yang memiliki kriteria berikut: (1) melaksanakan prinsip efisiensi dan

produktivitas

tinggi,

(2)

menghasilkan

nilai tambah yang tinggi per satuan luas, (3) menggunakan teknologi yang sesuai

dan

ramah

terhadap

lingkungan,

dan

(4) mempunyai jaringan kelembagaan yang professional tanpa KKN. Oleh karena

itu,

secara

mikro

strategi

implementasi

pembangunan pertanian masa depan adalah sebagai berikut: (1) mengembangkan

agribisnis

berskala

komersial

yang

memanfaatkan potensi lahan dengan sebesar-besarnya, (2) meningkatkan produksi

dan

produktivitas

pertanian,

(3)

meningkatkan mutu dan kontinuitas produk pertanian, (4) meningkatkan efisiensi

produksi

dan

pemasaran

produk

pertanian, (5) meningkatkan keterkaitan produksi pertanian dengan kegiatan

agroindustrinya,

dan

(6)

meningkatkan

kemampuan bersaing perusahaan agribisnis dalam memasarkan produknya melalui

penguasaan

informasi

pasar,

pengembangan produk unggulan, perluasan negara tujuan ekspor produk, dan

peningkatan

mutu

produk

dan

lingkungannya. Implikasi Strategi Pembangunan Pertanian Masa Depan Implikasi

dari

strategi

pendekatan

makro

adalah perlunya tindakan-tindakan yang sesuai dengan paradigma baru

pembangunan

pertanian,

yaitu

(1)

reformasi

administrasi publik; (2) peninjauan kembali berbagai peraturan dan perundangan

yang

tidak

sesuai

di

semua

jenjang

dan

menggantinya dengan berbagai produk hukum baru yang lebih memadai; (3)

peninjauan

kembali

tata

ruang

secara

keseluruhan yang ditindaklanjuti dengan penetapan dan pengendalian tata ruang

baru

bagi

yang

tidak

sesuai;

(4)

penetapan kebijakan pangan strategis sehubungan pencapaian ketahanan pangan

nasional

berbasis

individu;

(5)

pembangunan kurikulum pendidikan pertanian yang sesuai dengan kebutuhan

(11)

pengintegrasian litbang pendidikan tinggi dan lembaga lainnya (departemen dan

nondepartemen)

dengan

sektor

agribisnis praktis yang didukung oleh kebijakan yang memadai dari pemerintah; (7)

penjaminan

akses

petani

kepada

sumber pembiayaan usaha tani baik kepada lembaga perbankan maupun melalui

kerja

sama

dengan

pengusaha

swasta. Implikasi dari strategi pendekatan mikro adalah perlunya tindakan-tindakan

sebagai

berikut:

(1)

penginventarisasian kembali kualifikasi sumber daya alam dan manusia serta taraf

penguasaan

teknologi

pertanian

dan

agroindustri; (2) peningkatan peran penelitian dan pengembangan di sektor

pertanian

dalam

arti

luas;

(3)

pengadaan

sarana dan prasarana produksi pertanian yang cukup dan serasi dengan kebutuhan;

(4)

pembangunan

dan

pengendalian berbagai model agroekosistem (terpadu) yang berkelanjutan; (5)

pengkoordinasian

berbagai

lembaga

yang terkait dalam sistem produksi pertanian; (6) pengembangan sistem informasi

pertanian

dalam

arti

luas;

(7)

pemasyarakatan diversifikasi pangan dalam rangka memantapkan ketahanan

pangan

yang

berbasis

individu.

SIMPULAN Pembangunan sistem pertanian berpendekatan eco-technofarming yang

dilaksanakan

secara

komplementer dan sinergis (antara ecofarming dan technofarming) dinilai sebagai

skenario

bijaksana

untuk

mencapai

visi pembangunan pertanian berupa sistem pertanian berkelanjutan berbasis ilmu

pengetahuan

dan

sumber

daya

sebagai penggerak utama ekonomi nasional yang berdaya saing tinggi dalam

tataran

ekonomi

global.

Dengan

visi

pembangunan pertanian itu, pemerintah dituntut untuk menetapkan paradigma

pembangunan

ekonomi

yang

berbasis

pada kekuatan sendiri, yakni sumber daya manusia dan alam domestik. Dalam

rangka

kelanjutan

reformasi

pertanian,

diperlukan reorganisasi lembaga tinggi negara untuk menghasilkan kebijakan

pangan,

pertanian,

dan

pembangunan

manusia perdesaan yang dikaitkan dengan program transmigrasi. Lembaga tinggi

negara

yang

melaksanakan

fungsi

steering ini disarankan berbentuk kementrian atau departemen dengan sebutan

Kementrian

atau

Departemen

Pangan,

Pertanian, dan Pengembangan Komunitas Perdesaan (PPP-Komdes), bukan

sebuah

komite

seperti

Komite

Revitalisasi

Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan seperti yang kini ada. Dalam departemen

yang

diusulkan

itu

subsektor

tanaman,

peternakan, dan perikanan darat digabungkan kembali agar kebijakan

(12)

mempertimbangkan keutuhan ekosistem darat, termasuk ekosistem lahan

pasang-surut,

terutama

di

wilayah

perdesaan.

Pembangunan pertanian masa depan sebagai subsistem agribisnis hendaknya

didukung

oleh

subsistem

masukan

dan

berbagai lembaga yang terkait di stratum hulunya, sedangkan di stratum hilirnya

ditopang

oleh

subsistem

perdagangan

hasil, agroindustri, dan perdagangan produk agroindustri. Oleh karena itu, diperlukan

adanya

berbagai

model

pembinaan

agribisnis swasta berbasis penelitian dan pengembangan yang didukung oleh

pemerintah,

misalnya,

dalam

bentuk

kemitraan antara pemerintah (sebagai pemberi dukungan kebijakan), lembaga

penelitian

dan

universitas

(sebagai

sumber daya penelitian dan pengembangan), dan pengusaha atau perbankan

(sebagai

pemodal)

yang

melibatkan

petani (sebagai pelaksana di tingkat operasional usaha taninya).

DAFTAR PUSTAKA Alif, S. 1990. Tantangan pembangunan pertanian dalam

menghadapi

globalisasi.

Pangan

6

(Vol.

II): 42 - 48. Badan Agribisnis, Departemen Pertanian. 1998. Rencana Strategis

(Program

dan

Kegiatan

Badan

Agribisnis

TA 1999/2000 - 2001/2002). Jakarta. Departemen Pertanian. 2000. Kebijakan dan

Program

Utama

Pembangunan

Pertanian. Jakarta. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura,

Departemen

Pertanian.

1999.

Kebijaksanaan

Pembangunan Subsektor Tanaman Pangan dan Hortikultura. Fahey, L. and R. M.

Randall.

1998.

Learning

from

The

Future Competitive Foresight Scenarios. John Wiley & Sons, Inc. New York.

Hartono,

C.F.G.S.

1994.

Aspek

globalisasi

perdagangan internasional dan regional yang berkaitan dan berpengaruh pada

masalah

pangan

dan

pertanian

di

Indonesia. Pangan 20 (Vol. V): 41 - 49. Imamura, N. 1999. Agricultural policy reform,

new

legislation

to

change

the

face

of Japanese farming. Look Japan 521 (Vol. 45): 4-9. Menteri Pertanian RI. 2000.

Memposisikan

Pertanian

sebagai

Poros Penggerak Perekonomian Nasional: Penajaman Kebijakan dan Program

Pembangunan

2000-2004.

Departemen

Pertanian. Jakarta. Mugnisjah, W.Q. 1999. Paradigma baru pembangunan pertanian

Indonesia.

Naskah

bahan

diskusi

di Kantor Menteri Negara Pangan dan Hortikultura. Jakarta. Mugnisjah, W.Q. dan

Sudradjat.

2000.

Penilaian

kritis

terhadap kebijakan pembangunan tanaman pangan dan hortikultura. Makalah dalam

Diskusi

Pakar

Arah

Pembangunan

Pangan dan Hortikultura. Bandung. 8 Maret 2000. Mugnisjah, W.Q., Suwarto, dan

A.S.

Solihin.

2000.

Agribisnis

(13)

49-61.

Prakosa,

M.

(Menteri

Pertanian RI). 1999. Kebijakan pembangunan pertanian sebagai poros penggerak

pembangunan

nasional

pada

era

transparansi global. Makalah pada “Simposium Nasional Inovasi Pertanian dan

Pameran

Aneka

Produk

Unggulan

1999”. Surabaya, 24 November 1999. Ringland, G. 1998. Scenario Planning

Managing

for

The

Future.

John

Wiley & Sons. Chichester. Saefuddin, A.M. 1998. Pembangunan pangan dan

pertanian.

Seminar

dan

Lokakarya

Nasional Perguruan Tinggi Pertanian Menjawab Tantangan Krisis Pangan Nasional.

Bogor,

13-14

Juli

1998.

Saragih,

B.

1996. Pertanian Abad 21 : Agribisnis, cara baru melihat pertanian. Pangan 27 (Vol.

VII):

8

-

16.

Soekartawi.

1996.

Strategi ganda dalam pengembangan agribisnis di Indonesia. Pangan 27 (Vol. VII):

50

-

58.

The

World

Bank.

1998.

Indonesia in Crisis, A Macroeconomic Update. Washington, D.C.

Van der Heijden, K. 1996. Scenarios, The Art of Strategic Conversation. John Wiley

&

Sons.

Chichester.

http://kecubung6.com - ::: kecubung6.com :: : :: Prof. DR. Ir. Wahju Qamara

MugnisPjaohw, eMre.Adg bry. :M: :a :m: ©b ocopyleft 2006 ::: Generated: 24 May,

2011, 16:16aaa

pada hikikatnya sistem pertanian berkelanjutan adalah kembali kepada alam, yaitu sistem

pertanian yang tidak merusak, tidak mengubah, serasi, selaras dan seimbang dengan

lingkungan atau pertanian yang patuh dan tunduk pada kaidah-kaidah alamiah. Kata

“berkelanjutan” sekarang ini digunakkan secara meluas dalam lingkup program

pembangunan, keberlanjutan dapat diartikan sebagai ”menjaga agar suatu upaya terus

berlangsung”, ”kemampuan untuk bertahan dan menjaga agar tidak merosot”. Dalam

konteks pertanian, keberlanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha

pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau

meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam.

Upaya manusia yang mengingkari kaidah-kaidah ekonomi dalam jangka panjang biasanya

hanya akan berakhir dengan kehancuran lingkungan, sekitar pertngahan tahun tujupuluhan

duni diguncng dua krisis yaitu krisis energi dan krisis lingkunganm saat itu permintaan

pasokan akan minyak bumi tinggi isedangkan pasokan cadangan minyak bumi terbatas, dan

produksi rata-rata dilkukkan di negra timur tengah, sehingga mengakibatkan inflasi yang

cukup tinggi, bagi negara-negara industri dan devisa bagi pemproduksi minyak.

Pada saat yang sama dunia dilanda krisis lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran berat,

terutama hasil pembakaran petroleum dari kendaraan bermotor, mesin-mesin industri berat,

dan sebgainya. Selain itu didunia pertanian terdapat booming pupuk kimia, obat-obatan

pemberantas hama dan penyakit serta mesin-mesin pertanian berbahan bakar solar. Ternyata

masuknya energi dari luar ekosistem memberikan dampak buruk baik anasir-anasir

lingkungan dan membahayakan atau mengancam manusia.

1.

B. Pembahasan

(14)

Dimana dahulu arus pemikiran utamanya adalah bahwa dengan penggunaan alat modern

maka akan meningkatkan produktivitas pertanian secara signifikan sehingga bisa

meningkatkan keuntungan agribisnis yang cukup besar, seingga melupakan dampak

eksternalitas negatif yang dtimbukannya. Sektor ini dipascu untuk menghasilkan bahan baku

bagi agroindustri dan lahan kebutuhan pangan.

Namun demikian terdapat kesadaran baru pada tahunn1920-an untuk mempertimbangkan

aspek biologis dan ekologis dalam pengelolaan industri-indistri pertanian. Amerika serikat

memulai di tahun 1930-an dengan memunculkan konsep eco agriculture (pertanian

lingkungan) sebagai solusi atas kemuduran produktivitas lahan dan bencana erosi. Pada tahun

1940an, mulai terdapat kesinambungan anatara teknologi kimia dan bilogi, melalui konsep

pengendalian hayati hama dan penyakit (biological control for pest and diseases)

Setelah perang dunia II penggunaan bahan kimia dan rekayasa teknologi meningkat lagi dan

mencapai puncaknya pada tahun 1970-an., dimana pada tahun yang sama terjadi krisis energi.

Semua negara berlomba-lomba memacu produktivitas industri pertanian untuk memenuhi

bahan baku agroindustri. Semangat berkompetisi melahirkan teknologi-teknologi baru

didunia pertanian seperti rekayasa genetika, kultur jaringan, dan teknologi canggih pertanian.

Dinegara-negara selatan seperti Indonesia, dicanangkan program intensiifikasi usaha tani,

khususnya padi sebagai makanan pokok, dengan mendorong pemakaina benih varietas

unggul (high variety vield), pupuk kimia dan obat-obatan pemeberantas hama dan penyakit.

Kebijakkan pemerintah saat itumemang secara jelas merekomondasaikan penggunaan energi

luar yang dikenal dengan paket Panca Usaha Tani, yang salah satunya menganjurkan

penggunaan pupuk kimia dan pestisida.

Terminologi pertanian berkelanjutan (susitainable agriculture) sebagai padanan istilah

agroekosistem pertama kali dipakai sekitar awal tahun 1980-an oleh pakar pertanian FAO

(Food Agriculture Organization) Argoekosistem sendiri mengacu pada modifikasi ekosistem

alamiah dengan sentuhan campurtangan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, serat,

dan kayu, untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan manusia. Conway (1984) juga

menggunakan istilah pertanian berkelanjutan dengan agro ekosistem yang berupaya

memadukan antara produktivitas (productivity), stabilitas (Stability), Pemerataan (equlity),

jadi semakin jelas bahwa konsep agroekosistem atau pertanian berkelanjutan adalah jawaban

kegamangan dampak green revolution anatara lain di tenggarai oleh semakin merosotnya

produktivitas pertanian (leaffing off).

Kegagalan pertanian modern memaksa pakar pertanian dan lingkungan berpikir keras dan

mencobamerumuskan kembali sistem pertanian ramah lingkungan atau back to nature. Jadi

sebenarnay sistem pertaninan berkelanjutan merupakan paradigma lama yang mulai

diaktualisasikan kembali menjelang masuk abad ke 21 ini. Hal ini merupakan fenomena

keteraturan siklus alamiah sesuai dengan pergantian abad.

(15)

Jeneri Brazil pada tahun 1992, yang memuat pembahasan agenda 21 dengan

mempromosikan Sustainable Agriculture and Rural Development (SARD) yang membawa

pesan moral pada dunia bahwa ”without better enviromental stewardship, development will

be undermined” berbagai agenda penting termasuk pembahasan bidang yang termasuk dalam

pembahasan bidang pertanian dalam konferensi tersebut antara lain sebagai berikut :

1.

Menjaga kontinuitas produksi dan keuntungan usaha dibidang pertanian dalam arti

yangluas (pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peikanan, dan

peternakan) untuk jangka panjang, bagi kelangsungan kehidupan manusia.

2.

Melakukan perawatan dan penigkatan SDA yang berbasis pertanian.

3.

Memenimalkan damapak negatif aktivitas usaha pertanian yang dapat merugikan bagi

kesuburan lahan dan kesehatan manusia.

4.

Mewujudkan keadilan sosoal antardesa dan antar sektor dengan pendekatan

pembangunan pertanian berkelanjutan.

Memasuki abad 21 ini, kesadaran akan ertabiab yang anah lingkungan semakin meningkat,

sejalan dengan tuntuan era globalisasi dan perdagangan bebas, ha ini terutama sekali

dirasakan di negara-negara maju, misalnya negara-negara Amerika dan negara-negara Eropa.

Smsentara itu negara-negara berkembang misalnya Indonesia, tampaknya masih terpuruk an

berkutat dengan dampak negatif green revolution. Lahan-lahan sawah di pulau Jawa sebagai

sentra produksi padi menunjukkan indikasi adanya oenuruanan produktifitas. Sawah-sawah

mengalami kejenuhan berat atau pelandaian produktivitas karena pemakain pupuk kimia dan

obat-obatan yang sudah melampaui ambang batas normal.

Konsep pertanian yang berkelanjutan terus berkembang, diperkaya dan dipertajam dengan

kajian pemikiran, model, metode, dan teori berbagai disiplin ilmu sehingga menjadi suatu

kajian ilmu terapan yang diabadikan bagi kemaslahatan umat manusia untuk generasi

sekarang dan mendatang. Pertanian berkelanjutan dengan pendekatan sistem dan besifat

holistik mempertautkan berbagai aspek atau gatrs dan disiplin ilmu yang sudah mapan antara

lain agronomi, ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya.

Sistem pertanian berkelanjutan juga beisi suatu ajakan moral untuk berbuat kebajikkan pada

lingkungan sumber daya alam dengan memepertimbangkan tiga matra atau aspek sebagai

berikut

1.

Kesadaran Lingkungan (Ecologically Sound), sistem budidaya pertanian tidak boleh

mnyimpang dari sistem ekologis yang ada. Keseimbanganadalah indikator adanya

harmonisasi dari sistem ekologis yang mekanismena dikendalikanoleh hukum alam.

2.

Bernilai ekonomis (Economic Valueable), sistem budidaya pertanian harus mengacu

pada pertimbangan untung rugi, baik bagi diri sendiri dan orang lain, untuk jangka

pandek dan jangka panjang, serta bagi organisme dalam sistem ekologi maupun diluar

sistem ekologi.

3.

Berwatak sosial atau kemasyarakatan (Socially Just), sistem pertanian harus selaras

dengan norma-noma sosial dan budaya yang dianut dan di junjung tinggi oleh

masyarakat disekitarnya sebagai contoh seorang petani akan mengusahakan

peternakan ayam diperkaangan milik sendiri. Mungkin secra ekonomis dan ekologis

menjanjikkan keuntungan yang layak, namun ditinjau dari aspek sosial dapat

memberikan aspek yang kurang baik misalnya, pencemaran udara karena bau kotoran

ayam.

(16)

Lima kriteria untuk mengelola suatu sistem pertanian berkelanjutan

1.

Kelayakan ekonomis (economic viability)

2.

Bernuansa dan bersahabat dengan ekologi (accologically sound and friendly)

3.

Diterima secara sosial (Social just)

4.

Kepantasan secara budaya (Culturally approiate)

5.

Pendekatan sistem holistik (sistem and hollisticc approach)

Sejak tahun 1980an kajian dan diskusi untuk merumuskan konsep pembangunan

berkelanjutan yang operasional dan diterima secara universal terus berlanjut. Pezzy (1992)

mencatat, 27 definisi konsep berkelanjutan dan pembangunan berkelanjutan, dan tettunya

masih ada banyak lagi yang luput dari catatan tersebut. Walau banyak variasi definisi

pembangunan berkelanjutan, termasuk pertanian berkelanjutan, yang diterima secara luas

ialah yang bertumpu pada tiga pilar: ekonomi, sosial, dan ekologi (Munasinahe, 1993).

Dengan perkataan lain, konsep pertanian berkelanjutan berorientasi pada tiga dimensi

keberlanjutan, yaitu: keberlanjutan usaha ekonomi(profit), keberlanjutan kehidupan sosial

manusia (people), dan keberlanjutan ekologi alam (planet).

Dimensi ekonomi berkaitan dengan konsep maksimisasi aliran pendapatan yang dapat

diperoleh dengan setidaknya mempertahankan asset produktif yang menjadi basis dalam

memperoleh pendapatan tersebut. Indicator utama dimensi ekonomi ini ialah tingat efisiensi

dan daya saing, besaran dan pertumbuhan nilai tambah dan stabilitas ekonomi. Dimensi

ekonomi menekankan aspek pemenuhan nebutuhan ekonomi manusia baik untuk generasi

sekarang ataupun mendatang.

Dimensi sosial adalah orientasi kerakyatan, berkaitan dengan kebutuhan akan kesejahteraan

sosial yang dicerminkan oleh kehidupan sosial yang harmonis (termasuk tercegahnya konflik

sosial), preservasi keragaman budaya dan modal sosio-kebudayaan, termasuk perlindungan

terhadap suku minoritas. Untuk itu, pengentasan kemiskinan, pemerataan kesempatan

berusaha dan pendapatan, partisipasi sosial politik dan stabilitas sosial budaya merupakan

indikator-indikator penting yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pembangunan.

Dimensi lingkungan alam menekankan kebutuhan akan stabilitas ekosistem alam yang

mencakup sistem kehidupan biologis dan materi alam. Termasuk dalam hal ini ialah

pterpeliharanya keragaman hayati dan daya lertur bilogis, sumber daya tanah, air dan

agroklimat, serta kesehatan dan kenyamanan lingkungan. Penekanan dilakukan pada

preservasi daya lentur dan dinamika ekosistem untuk beradaptasi terhadap perubahan bukan

pada konservasi sustu kondisi ideal statis yang mustahil dapat diwujudkan. Ketiga dimensi

tersebut saling mempengaruhi sehinnga ketiganya harus dipertimbangkan secara berimbang.

Sistem sosial yang stabil dan sehat serta sumberdaya alam dan lingkungan merupakan basis

untuk kegiatan ekonomi, sementara kesejahteraan ekonomi merupakan prasyarat untuk

terpeliharanya stabilitas sosial budaya maupun kelestarian sumber daya alam dan lingkungan

hisup. Sistem sosial yang tidak stabil atau sakit akan cenderung menimbulkan tindakan yang

merusak kelestarian sumber daya alam dan merusak kesehatan lingkungan, sementara

ancaman kelestarian sumber daya alam dan lingkungan dapat mendorong terjadinya

kekacauan dan penyakit sosial.

(17)

timbulnya berbagai penyakit sosial seperti pencurian dan bahkan kekacauan sosial,

selanjutnya mendorong masyarakat melakukan eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya

alam sehingga kapasitas produksi sumber daya alam mengalami degradasi dan kesehatan

lingkungan makin memburuk. Menurunnya kualitas sumber daya manusia, modal sosial dan

kapasitas produksi sumber daya alam menyebabkan resesi ekonomi berlanjut makin parah,

dan demikian seterusnya.

Perekonomian yang tumbuh cukup pesat memungkinkan investasi untuk peningkatan kualitas

sumber daya manusia serta perluasan dan perbaikan modal sosial. Terpenuhinya kebutuhan

hidup dan sosial mendorong terjadinya proses internalisasi kebutuhan akan kenyamanan

lingkungan hidup dan kelestarin sumber daya alam. Sumber daya manusia, sosial, alam dan

lingkungan yang semakin baik selanjutnya akan dapat mempertahankan pertumbuhan

ekonoimi berkalanjutan selanjutnya akan dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi

berkelanjutan sehingga tercipta kondisi ideal yakni zaman keemasan adil dan makmur.

Visi pembangunan (pertanian) berkelanjutan ialah terwujudnya kondisi ideal skenario kondisi

zaman keemasan, yang dalam bahasa konstitusi Indonesia disebut adil dan makmur, dan

mencegah terjadinya lingkaran malapetaka kemelaratan. Visi ideal tersebut diterima secara

universal sehingga pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi prinsip dasar

pembangunan pertanian secara global termasuk di Indonesia. Oleh karena itulah

pengembangan sistim pertanian menuju usaha tani berkelanjutan merupakan salah satu misi

utama pembangunan pertanian di Indonesia.

Perspektif pertanian berkelanjutan telah tersosialisasi secara global sebagai arah ideal

pembangunan pertanian. Pertanian berkelanjutan bahkan kini tidak lagi sekedar wacana

melainkan sudah menjadi gerakan global. Pertanian berkelanjutan telah menjadi dasar

penyusunan protocol aturan pelaksanaan (rules of conduct) atau standar prosedur operasi

“Praktek Pertanian yang Baik” (Good Agricultur Practices = GAP) sebagai sebuah gerakan

global maka praktek pertanian berkelanjutan menjadi misi bersama komunitas internasional,

negara, lembaga pembangunan, organisasi swadaya masyarakat dan lembaga konsumen

internasional turut mendorong dan mengawasi pelaksanaan prinsip pertanian berkelanjutan

tersebut. Kepatuhan produsen terhadap standar praktek pertanian berkelanjutan menjadi salah

satu atribut preferensi konsumen atas produk pertanian. Karena itu, setiap perusahaan

agribisnis haruslah senantiasa mematuhi prinsip Praktek Pertanian yang Baik (PPB) agar

dapat memperoleh akses pasar, khususnya di pasar internasional.

PPB yang pada dasarnya ialah operasionalisasi dari pertanian berkelanjutan, juga merupakan

salah satu sumber keunggulan bersaing. Usaha agribisnis yang terbukti memenuhi standar

PPB akan mampu mengalahkan perusahaan pesaing yang tidak memenuhi standar PPB. Agar

dapat dipercaya secara internasional maka perusahaan perusahaan haruslah memiliki

sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga independent bereputasi internasional yang biasa

disebut “ecolabel”.

(18)

Pembangunan Asia. Kepatuhan terhadap praktek pembangunan pertanian berkelanjutan

merupakan salah satu persyaratan bantuan oleh lembaga dan Negara donor.

Selain secara langsung dalam penentuan proyek pembangunan, tekanan untuk memenuhi

praktek pertanian berkelanjutan juga dilakukan melalui penentuan atau penetapan kebijakan

domestik suatu Negara, khususnya Negara Negara sedang berkembang yang membutuhkan

bantuan pembangunan dari Negara dan lembaga donor pembiayaan pembangunan

internasional. Pada gilirannya, kebijakan Negara penerima bantuan tersebut akan

mengarahkan dan memaksa pengusaha agribisnis mematuhi standar praktek pertanian

berkelanjutan.

Suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, pengusaha agribisnis harus mematuhi standar

praktek pertanian yang baik, merupakan tuntutan zaman yang harus diikuti. Petani dan

pemerintah harus bekerja sama untuk mewujudkannya.

Masalah dan tantangan yang dihadapi dalam sistem pertanian berkelanjutan yaitu:

1.

Membangun pemerintah yang baik dan memposisikan pertanian sebagai sektor

andalan perekonomian nasional.

Cara penyelenggaraan pmerintah yang baik(good goverment) sangat diperlukan dalam

pelaksanaan pembangunan pertanian yaitu; bersih (clean), berkemampuan(competent),

memberikan hasil positif(credible), dan secara publik dapat dipertanggung

jawabkan(accountable). Pembangunan pertanian akan berhasil bila diawali dengan cara

penyenggaraan pemerintah yang baik, dimana pemerintah merupakan agen pembangunan

yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan. Tantangan yang

dihadapi adalah bagaimana membangun pemerintah yang bersih, berkemampuan, berhasil

dan dapat dipertanggung jawabkan.

1.

Mewujudkan kemandirian pangan dalam tatanan perdagangan dunia yang bebas dan

tidak adil

Kecukupan pangan merupakan masalah hidup dan matinya suatu bangsa, sehingga

kemandirian pangan merupakan prioritas tujuan pembangunan pertanian. Tantangan ke depan

yang dihadapi dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan adalah meningkatnya derajat

globalisasi perdagangan dunia yang tidak adil.

Kecukupan pangan merupakan masalah hidup dan matinya suatu bangsa, sehingga

kemandirian pangan merupakan prioritas tujuan pembangunan pertanian. Tantangan ke depan

yang dihadapi dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan adalah meningkatnya derajat

globalisasi perdagangan dunia yang tidak adil.

Di negara Indonesia juga menghadapi permasalahan dalam negeri yang berkaitan dengan

produksi pangan yaitu:

1.

Upaya meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi jumlah petani gurem, sementara

pada saat bersamaan muncul gejala pelambatan produktivitas dan penurunan nilai

tukar petani;

2.

Upaya mempertahankan momentum pertumbuhan tinggi produksi pangan dan

membalikkan kecenderungan deselerasi pertumbuhan produksi menjadi akselerasi;

3.

Upaya mengatasi fenomena ketidakpastian produksi; dan

4.

Upaya meningkatkan daya saing produk pangan.

1.

Mengurangi jumlah petani miskin, membangun basis bagi partisipasi petani dan

pemerataan hasil pembangunan

(19)

pertanian, maka hal ini berarti bahwa permasalahan kemiskinan terkait dengan sektor

pertanian.

1.

Meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian

Pertumbuhan sektor pertanian sangat dibutuhkan untuk mengakselerasi perekonomian

pedesaan. Sektor pertanian Indonesia, hingga saat ini masih sangat tergantung pada hasil

primer, sehingga nilai tambah yang diperoleh masih sangat rendah dan kurang kompetitif di

pasr dalam negeri maupun luar negeri.

Pemerintah harus dapat mendorong perkembangan produk pertanian olahan primer, selain

untuk meningkatkan nilai tambah juga meningkatkan dan memperluas pangsa pasar di dalam

dan luar negeri. Negara berkembang penghasil produk pertanian, saat ini banyak yang

melakukan pengembangan produk pertanian untuk mensiasati perdagangan dunia yang tidak

adil.

Apabila hal ini dapat dilakukan maka sektor pertanian akan tumbuh dengan cepat dan tinggi

lagi dibandingkan dengan yang telah selama ini dicapai. Pertumbuhan sector pertanian yang

makin cepat akan memacu pertumbuhan sector-sektor lain secara lebih cepat melalui kaitan

ke belakang dan ke depan dalam kegiatan produksi dan konsumsi. Dengan demikian, sektor

pertanian akan lebih dikenal sebagai pengganda tenaga kerja, dan bukan sekedar pencipta

kesempatan kerja.

1.

Membangun system agribisnis terkoordanatif

Struktur agribisnis kita saat ini dapat digolongkan sebagai tipe dispersal. Struktur dispersal

dicirikan oleh tiadanya hubungan organisasi fungsional disetiap tingkatan usaha. Jaringan

ahribisnis praktis hanya diikat dan dikoordinir oleh mekanisma pasar (harga). Hubungan

diantara sesama pelaku pelaku agribisnis praktis bersifat tidak langsung dan impersonal.

Dengan demikian pelaku agribisnis hanya memikirkan kepentingan diri sendiri dan tidak

menyadari bahwa mereka saling membutuhkan. Bahkan hubungan diantara pelaku agribisnis

cenderung berkembang menjadi bersifat eksploitatif yang pada akhirnya menjurus ke

kematian bersama.

Tiadanya ikatan institusional, asosiasi pengusaha yang bersifat asimetri, kemampuan bisnis

yang tidak berimbang (kutub hulu, yaitu petani, bersifat serba gurem; sedangkan kutub hilir,

yaitu agroindustri dan eksportir, bersifat serba kuat) ditambah pula sifat intrinsik permintaan

dan penawaran komoditi pertanian yang sangat tidak elastis membuat rantai vertical

agribisnis bersifat dualistic (Bell and Tai, 1969). Struktur agribisnis yang bersifat dulistik

inilah yang menytebabkan masalah transisi dalam agribisnis (Simatupang,1995).

1.

Melestarikan sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup

Permasalahan lingkungan hidup yang dihadapi banyak berkaitan dengan penurunan kualitas

lingkungan di wilayah hulu yang berakibat langsung pada kualitas lingkungan di wilayah

hilir. Meningkatnya permintaan lahan akibat pertumbuhan penduduk selain menyebabkan

penurunan luas baku lahan pertanian yang meningkatnya intensitas usahatani di daerah aliran

sungai (DAS) hulu. Penurunan luas baku lahan pertanian, khususnya lahan sawah, yang telah

berlangsung sejak paruh kedua decade 1980-an, saat ini cenderung makin besar seiring

dengan peningkatan konversi ke non pertanian, khususnya di pulau Jawa,. Pada beberapa

tahun terakhir, luas baku lahan sawah di luar Jawa juga telah mengalami penurunan.

1.

Membangun system iptek yang efisien

(20)

sinkronisasi program litbang pertanian mulai dari hulu sampai hilir dan sinkronisasi program

litbang pertanian dengan lembaga penelitian lainnya. Selain itu, efisiensi system IPTEK

pertanian ini perlu didukung dengan sistem pendidikan pertanian yang mampu menghasilkan

peneliti yang berkemampuan (competent) dan produktif (credible). Juga perlu dibangun

kembali sistem penyuluhan petani yang lebih efektif dan efisien.

Srategi umum dalam upaya mewujudkan visi pembangunan pertanian adalah sebagai berikut:

1.

Melaksanakan manajemen pembangunan yang bersih, transparan dan bebas KKN

b. Meningkatkan koordinasi dalam penyusunan kebijakan dan manajemen pembangunan

pertanian

1.

Memperluas dan memanfaatkan basis produksi secara berkelanjutan

d. Meningkatkan kapasitas dan memberdayakan sumber daya manusia pertanian

1.

Meningkatkan ketersediaan prasarana dan sarana pertanian

2.

Meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna

3.

Memoromosikan dan memproteksi komoditas pertanian

Program pembangunan pertanian dirumuskan dalam tiga program yaitu:

1.

Program Peningkatan Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan diartikan sebagai terpenuhinya pangan dengan ketersediaa yang cukup,

tersedia setiap saat disemua daerah, mudah diperoleh rumah tangga, aman dikonsumsi dan

harga terjangkau. Ketahanan pangan mencakup konsep:

1.

Ketersediaan pangan

b. Distribusi dan ketersediaan pangan

1.

Penerimaan oleh ketersediaan pangan

d. Diversifikasi pangan

1.

Keamanan pangan

Program peningkatan ketahanan pangan merupakan fasilitas bagi terjaminnya masyarakat

untuk memperoleh pyang cukup setiap saat, sehat dan halal. Ketahanan rumah tangga

berkaitan dengan kemampuan rumah tangga untuk dapat akses terhadap pangan di pasar,

dengan demikian ketahanan pangan rumah tangga dipengaruhi oleh kemampuan daya beli

atau pendapatan rum,ah tangga. Sejalan dengan itu maka peningkatan pendapatan rumah

tangga merupakan faktor kunci dari peningkatan ketahanan pangan rumah tangga.

Pangan dalam arti luas mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan untuk

memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya

yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan. Sasaran yang ingin dicapai adalah:

1.

Dicapainya ketersediaan pangan tingkat nasional, regional dan rumah tangga yang

cukup, aman dan halal

2.

Meningkatnya keragaman produksi dan konsumsi pangan masyarakat

3.

Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengatasi kerawanan pangan.

Kegiatan utama Program Peningkatan Ketahanan Pangan meliputi:

1.

Peningkatan produksi dan ketersediaan pangan

2.

Pengembangan diversifikasi produksi dan konsumsi pangan yang bertumpu pada

sumber daya local penyusunan kebijakan dan pengendalian harga pangan

3.

Penanggulangan kasus atau kejadian kerawanan pangan

Rencana tindak program meliputi:

1.

Peningkatan produksi pangan pokok

2.

Koordinasi kebijakan nketersediaan dan distribusi pangan

3.

Pengembangan sumber pangan alternative berbasis sumbar daya local

4.

Koordinasi penyusunan kebijakan harga pangan

(21)

6.

Koordinasi penetapan standar kualitas dan keamanan pangan

7.

Pengawasan lalu lintas pertanian dan hewan serta penerapan GAO dan HACC produk

pangan

8.

Koordinasi penanggulangan kasus/kejadian kerawanan pangan

1.

Program Peningkatan Nilai Tambah dan Dayasaing Produk Pertanian

Dalam rangka meningkatkan pendapatan petani, maka arah yang perlu ditempuh adalah

memperluas cakupan kegiatan ekonomiproduktif petani. Perluasan kegiatan ekonomi yang

memungkinkan untuk dilakukan adalah peningkatan nilai tambah melalui pengolahan.

Dengan demikian program ini dimaksudkan untuk memfasilitasi:

1.

Berkembangnya usaha pertanian agar produktif dan efisien menghasilkan berbagai

produk pertanian yang mempunyai nilai tambah dan daya saing tinggi baik di pasar

domestik maupun internasional

b. Meningkatnya kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian nasional terutama melalui

peningkatan devisa.

Kegiatan utama mencakup:

1.

Peningkatan produksi dan mutu produk pertanian

2.

Pengembangan agro-industri pedesaan

3.

Pengembangan produk sesuai dengan standar internasional

4.

Penerapan kebijakan insentif

5.

Pengembangan informasi pasar

6.

Pengembangan sarana dan prasarana usaha

7.

Pengembangan pasar

8.

Perlindungan produk domestik

9.

Harmonisasi regulasi/deregulasi

Rencana tindak program meliputi:

1.

Pengembangan produksi komoditas unggulan

2.

Perbaikan pasca panen

3.

Pengembangan kelembagaan pengolahan hasil pertanian

4.

Penerapan standar produk sesuai standar internasional

5.

Pengendalian harga produk pertanian

6.

Pengembangan jaringan informasi distribusi

7.

Pengembangan sarana pengolahan dan pemasaran

8.

Peningkatan market intelligent

9.

Perlindungan produk domestik

Peningkatan kerjasama antar negara dibidang karantina

C. PENUTUP

Keberhasilan pembangunan pertanian terletak pada keberlanjutan pembangunan pertanian itu

sendiri. Konsepsi pembangunan pertanian berkelanjutan tersebut diterjemahkan ke dalam visi

pembangunan pertanian jangka panjang yaitu ”Terwujudnya sistem pertanian industrial

berdaya saing, berkeadilan dan berkelanjutan guna menjamin ketahanan pangan dan

kesejahteraan masyarakat pertanian “ dan diimplementasikan.

Sistem pertanian industrial dicirikan oleh usaha pertanian bernilai tambah tinggi dan

Gambar

Tabel 4.7 Neraca N per tahun pada sistem budidaya pagar berumur 2 dan 3 tahun(yang ditunjukkan dengan angka dalam kurung) dan tumpang gilir
Tabel 4.6.  Besarnya N yang ditambat dari udara (fiksasi), jumlah N dalam biji danneraca N dari  berbagai jenis tanaman
Tabel 4.8 Beberapa contoh tanaman yang toleran terhadap tingkat kemasaman tinggi.Kelompok Nama lokal Nama ilmiah

Referensi

Dokumen terkait

1. Mengumpulkan dan klasifikasikan data-data yang telah dihimpun dan menyusun data-data tersebut. Menganalisis laporan penggunaan atau alokasi modal kerja yang

Biji maupun stek batang dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman jarak pagar, namun memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang beragam pada media

Skripsi dengan judul” Pengaruh Kedisiplinan Belajar dan Bimbingan Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada Materi Persamaan Dan Pertidaksamaan Linier

Berdasarkan penjelasan yang diuraikan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan menjadikan permasalahan yang terjadi sebagai topik penelitian

,;ekurang-kurangnyn setara dengan pengalaman. 5.3.:1 Kw-:,us alau pengalamun, pengetahtlan dan/atall kepakaran yang dlmakl!Udkan telah diikutilelipt>rolehi daJam rna

Pemisahan senyawa atau unsur-unsur yang dikandung sehingga didapatkan berat endapan dapat dilakukan melalui cara pengendapan pada analisis gravimetrik.. Kadar klorida dapat

PT JAKARTA INTERNATIONAL HOTELS & DEVELOPMENT Tbk DAN ENTITAS ANAK Catatan atas Laporan Keuangan Konsolidasian Untuk Tahun-tahun yang Berakhir.. 31 Desember 2012

bahwa sehubungan dengan peningkatan kelas sebagaimana dimaksud dalam huruf a, maka untuk menyesuaikan kebutuhan dan beban kerja organisasi serta untuk memenuhi mutu