• Tidak ada hasil yang ditemukan

Foreign Policy dalam Ilmu Hubungan Inter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Foreign Policy dalam Ilmu Hubungan Inter"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

Tugas Makalah Ringkasan II Pengantar Ilmu Hubungan Internasional

NPM : 1406541266

Sumber Utama : Mintz, Alex., Karl DeRouen Jr., Understanding Foreign Policy Decision

Making, New York : Cambridge University, 2010

Ilmu Hubungan Internasional merupakan ilmu yang mempelajari interaksi antar

aktor-aktor dalam hubungan internasional. Terdapat banyak konsep yang berkembang dalam ilmu ini.

Salah satunya adalah konsep mengenai kebijakan luar negeri atau yang lebih dikenal dengan

foreign policy. Untuk itu, dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai foreign policy yang

terbagi ke dalam tiga bagian. Pada bagian pertama akan dibahas mengenai pengertian, jenis, dan

tujuan dari foreign policy. Pada bagian kedua akan dibahas mengenai proses perumusan,

faktor-faktor yang mempengaruhi, aktor penting foreign policy, serta ekspektasi negara terhadap

foreign policy. Pada bagian terakhir akan ditutup dengan kesimpulan mengenai pentingnya

foreign policy dalam hubungan internasional.

Foreign Policy dalam ilmu Hubungan Internasional memiliki berbagai pengertian. Salah

satunya adalah yang terdapat dalam Foreign Policy in Transformed World karya Mark Webber

dan Michael Smith, foreign policy merupakan keseluruhan komponen yang terdiri atas usaha

pencapaian tujuan, seperangkat nilai-nilai, dan keputusan-keputusan yang dibuat serta tindakan

yang dilakukan oleh negara, yang mana pemerintah nasional bertindak mewakilinya dalam

konteks hubungan eksternal dengan masyarakat antar bangsa. Upaya merancang, mengendalikan

dan mengatur hubungan itu juga termasuk ke dalam tindakan pemerintah nasional tersebut.

Sedangkan, menurut Kautiliya, foreign policy adalah tindakan setiap bangsa dalam bidang

politik, ekonomi dan militer sesuai dengan kepentingannya untuk memaksimalkan power dan

kepentingannya itu yang seringkali mengabaikan kewajiban atau prinsip moral dalam

hubungannya dengan bangsa lain.1

Pengertian lain mengenai foreign policy dikemukakan oleh George Modelski. Menurut

beliau, foreign policy adalah sebuah sistem aktivitas yang dikembangkan oleh

komunitas-komunitas dengan tujuan untuk mengubah perilaku dan tindakan dari negara lain serta untuk

1

(2)

2

menyesuaikan aktivitasnya tersebut dengan lingkungan internasional.2 Tidak jauh berbeda

dengan Modelski, Holsti juga mendefinisikan foreign policy sebagai ide-ide atau

tindakan-tindakan yang dilakukan oleh para pembuat keputusan untuk menyelesaikan sebuah masalah

ataupun untuk mempromosikan sejumlah perubahan baik itu berupa kebijakan, perilaku, maupun

tindakan dari negara lain serta aktor non-negara lainnya di lingkungan internasional.

Berdasarkan pengertian yang ada, Kautiliya membagi foreign policy ke dalam enam

jenis, yaitu Sandhi, Vigraha, Asana, Dvaidhibhava, Samsarya, dan Yana.3Sandhi memiliki

makna saling mengakomodasi kepentingan antara kedua negara dan tidak berusaha untuk

menggunakan cara-cara kekerasan. Vigraha memiliki makna melibatkan cara-cara ofensif seperti

perang dalam usaha mencapai tujuan negara. Asana memiliki makna netral atau tidak memihak

dalam sebuah hubungan internasional, Sedangkan, Dvaidhibhava berarti menerapkan kebijakan

ganda, dimana disatu sisi mempersiapkan cara-cara kekerasan dan di sisi lain memberlakukan

cara-cara yang akomodatif. Samsarya memiliki makna mencari bantuan dan proteksi dari pihak

yang lebih kuat ataupun pembuatan aliansi. Terakhir, Yana berarti mempersiapkan penggunaan

cara-cara ofensif atau kekerasan dalam upaya mencapai tujuan negara.

Meskipun jenis foreign policy beragam, namun dalam dunia kontemporer, negara-negara

memiliki tujuan utama yang kurang lebih sama yang hendak dicapai melalui foreign policy.

Setidaknya ada empat hal yang menjadi tujuan utama tersebut, diantaranya adalah: [1] security

atau keamanan; [2] otonomi; [3] kesejahteraan; [4] status atau prestige. 4 Di samping keempat

tujuan utama tersebut, terdapat dua tujuan lain yang ingin dicapai oleh sebagian negara, yaitu [5]

proteksi atas suku, ideologi, kerabat religi; [6] re-organisasi dunia.5

Holsti, dalam karyanya International Politics: A Framework for Analysis, Sixth Edition,

menjelaskan bahwa setiap negara menghadapi ancaman dan kerentanan dengan tingkat dan efek

tertentu. Ancaman dan kerentanan yang ada dapat membahayakan keamanan nasional, mulai dari

ancaman terhadap jiwa warga negara, aktivitas privat negara, integritas wilayah negara, cara

2

Modelski, George dalam Charles W. Kegley, Jr. dan Eugene R. Wittkopf, World Politics : Trend and Transformation.(Boston: Macmillan Press LTD, 2001), hlm. 54

3

Kaur, M., 2012. Manu and Kautiliya’s Idea on Interstate Relations and Diplomacy tersedia di

http://shodhganga.inflibnet.ac.in 4

Holsti, K.J., International Politics: A Framework for Analysis, Sixth Edition. ( New Jersey : Prentice Hall, Inc, 1992 ), hlm. 82

5

(3)

3

hidup negara, atau bahkan kemerdekaan dan institusi negara itu sendiri. Oleh karena itu, untuk

mengurangi ancaman dan kerentanan yang ada, negara menjadikan security sebagai salah satu

tujuan utama dari foreign policy. Alasan ini juga diperkuat dengan asumsi tradisional foreign

policy itu sendiri yang menyatakan karena negara adalah aktor utama hubungan internasional,

dengan begitu perlu untuk memperkuat security negara demi mempertahankan kedaulatan dan

independensi negara tersebut.6

Tujuan lainnya yang menjadi objektif utama dari foreign policy adalah otonomi. Otonomi

Otonomi dalam konteks ini memiliki makna kemampuan pemerintah untuk memformulasikan

dan mengambil keputusan baik yang bersifat domestik maupun luar negeri sesuai dengan

prioritas pemerintah itu sendiri.7 Ide mengenai kedaulatan memberikan dasar hukum dari

otonomi sebuah negara. Namun, tidak semua negara memiliki otonomi secara penuh.

Negara-negara berkembang hanya menikmati sebagian otonominya sebagai akibat dari sistem

interdependensi yang berlaku dalam dunia internasional.

Berikutnya adalah kesejahteraan. Kesejahteraan warga negara menjadi tujuan utama dari

foreign policy sebagai bentuk dari perpanjangan tugas domestik pemerintah yaitu, memenuhi

kebutuhan, dan memberikan pelayanan sosial yang baik kepada warga negaranya

sertamempromosikan pertumbuhan dan efisiensi dari ekonomi negara tersebut.8 Namun, dalam

upaya menciptakan kesejahteraan tersebut, pemerintah dihadapkan pada keterbatasan sumber

daya yang ada. Oleh karenanya, melalui foreign policy, memungkinkan pemerintah untuk

mengatasi masalah tersebut dengan cara tukar-menukar sumber daya dalam negeri dengan

sumber daya yang tersedia dalam sistem internasional.

Tujuan utama foreign policy yang terakhir adalah status dan prestige. Status dan prestige

menjadi penting dalam hubungan internasional dikarenakan dapat digunakan sebagai sarana

mempromosikan negara dan kepentingan nasional yang seringkali menjadi lebih efektif

dibandingkan jenis foreign policy lainnya.9 Implikasi yang diharapkan oleh negara dari status

dan prestige ini adalah mendapatkan rasa hormat dan respek dari negara lain. Menurut asumsi

6 Webber, Mark., Michael Smith.,

Foreign Policy in A Transformed World, ( Edinburgh : Pearson Education Limited, 2002 ) hlm. 12

7

Ibid., Holsti, International Politics: A Framework for Analysis, Sixth Edition, hlm. 96

8

Ibid., hlm. 97

9

(4)

4

tradisional, status dan prestige hanya akan didapatkan oleh negara-negara yang memiliki

kapabilitas dalam bidang militer.10 Namun, dalam dunia kontemporer, status dan prestige

mampu didapatkan melalui bidang pengetahuan, teknologi, serta olahraga. Bahkan, bagi negara

berkembang, industrialisasi sudah mampu menjadi sumber dari status dan prestige tersendiri.

Negara memiliki prioritas tujuan yang berbeda-beda yang hendak dicapai dalam foreign

policy-nya tersebut. Untuk memahami bagaimana negara menetapkan prioritas tersebut dan

bagaimana tujuan foreign policy negara ditetapkan, dibutuhkan pemahaman terkait dengan

proses pembuatan foreign policy itu sendiri. Pada dasarnya, proses pembuatan foreign policy

merujuk kepada pilihan-pilihan yang dibuat oleh individu, kelompok dan koalisi yang

mempengaruhi tindakan suatu bangsa dalam lingkungan internasional.11 Proses pembuatan

foreign policy juga dapat dimaknai sebagai sebuah proses pengendalian keputusan yang mana

didalamnya dilakukan penyesuaian sebagai bentuk respon terhadap apa yang terjadi di dunia

luar.12 Proses pembuatan foreign policy merupakan tahapan paling penting dalam foreign

policy.13

Terdapat beberapa jenis model dalam proses pembuatan foreign policy, diantaranya

adalah model aktor rasional, model birokrasi politik, serta model teori prospek. 14 Namun pada

umumnya, model aktor rasional yang menjadi dasar dari proses pembuatan foreign policy. Model

aktor rasional adalah model yang mempercayai bahwa para pembuat keputusan telah

menetapkan tujuan, mengevaluasi tingkat urgensi, dan mempertimbangkan biaya dan manfaat

dari setiap tindakan yang mungkin dilakukan serta memilih satu yang terbaik diantaranya yang

memiliki manfaat paling tinggi dan biaya terendah.15 Model ini mendapat banyak kontribusi dari

gagasan-gagasan realis dan neo-realis seperti adanya anggapan bahwa negara adalah aktor uniter

dan proses pembuatan foreign policy negara semata-mata hanya menyesuaikan dengan sistem

internasional yang anarki, serta tujuan utama yang ingin dicapai adalah keberlangsungan negara

10

Ibid.,

11 Mintz, Alex., Karl DeRouen Jr.,

Understanding Foreign Policy Decision Making, ( New York : Cambridge University, 2010 ), hlm. 3

12

Goldstein, Joshua S., Jon C. Pevehouse., International Relations: Tenth Edition, 2013-2014 Update, ( New Jersey : Pearson, 2014 ), hlm. 127

13

Ibid., hlm. 141

14

Ibid., Mintz, Alex., Karl DeRouen Jr., Understanding Foreign Policy Decision Making, hlm. 57 , 69

15

(5)

5

tersebut. 16 Sehingga, hal yang perlu ditekankan dari model aktor rasional ini adalah sebagai

aktor uniter, foreign policy apapun yang dinilai sebagai hal yang rasional atau rasionalitas.

Setidaknya terdapat tiga asumsi dasar tentang rasionalitas dalam model aktor rasional

ini17,yaitu: [1] aktor diasumsikan menjalankan tindakan secara disengaja dengan dimotivasi

perilaku berorientasi tujuan dan bukan karena kebiasaan atau ekspektasi sosial. Arti dari asumsi

tersebut adalah aktor secara sadar mampu mengidentifikasi objektif yang hendak dicapai; [2]

aktor menunjukkan preferensi yang konsisten sebagai manifestasi kemampuan aktor

menempatkan preferensi sesuai urutan yang hendak dicapai; [3] aktor akan selalu

memaksimalkan utilitas yang ada. Artinya, aktor akan selalu memilih alternatif yang

memberikan jumlah manfaat paling besar.

Berdasarkan ketiga asumsi tersebut, Cashman memberikan gambaran mengenai

langkah-langkah yang diambil oleh para aktor ketika merumuskan sebuah foreign policy dengan

menggunakan model aktor rasional.18Langkah-langkah tersebut adalah : [1] identifikasi masalah;

[2] identifikasi dan mengurutkan tujuan; [3] mengumpulkan informasi; [4] identifikasi alternatif

untuk mencapai tujuan; [5] analisis alternatif; [6] pemilihan alternatif yang paling

menguntungkan; [7] mengimplementasikan keputusan; [8] pemantauan dan evaluasi.

Model proses pembuatan foreign policy yang kedua adalah model birokrasi politik.

Model ini lahir sebagai upaya untuk menghindari adanya kesalahan keputusan atau

penyalahgunaan kekuasaan dari para pengambil keputusan utama foreign policy.19 Perbedaan

dengan model sebelumnya adalah model ini memberlakukan asas desentralisasi dan

memperhatikan dampak dari struktur organisasi terhadap pengambilan keputusan foreign policy.

Kunci dari model ini adalah tidak adanya master plan yang telah dipersiapkan sebelumnya,

sehingga keputusan lahir dari perjuangan dan tawar menawar politik antar kelompok.

Keggley dan Witkopff dalam karyanya World Politics : Trend and Transformation

menjelaskan bahwa model birokrasi mampu meningkatkan efisiensi dan rasionalitas dari sebuah

keputusan foreign policy. Hal ini dilakukan dengan cara membagi tanggung jawab terkait

16

Ibid., Charles W. Kegley, Jr. dan Eugene R. Wittkopf, World Politics : Trend and Transformation. hlm. 56

17

Ibid., Mintz, Alex., Karl DeRouen Jr., Understanding Foreign Policy Decision Making, hlm. 58

18

Ibid.,

19

(6)

6

tugas tertentu kepada ahli masing-masing bidang. Keuntungan lain dari model birokrasi ini

adalah menghindari terjadinya kerja ganda, mempromosikan kapabilitas pihak lain, memberikan

informasi yang lebih komprehensif kepada para pengambil keputusan, serta mampu menyusun

foreign policy jangka panjang.20

Meskipun memiliki beberapa keuntungan, model birokrasi ini juga memiliki beberapa

kelemahan yaitu, tidak efisien apabila dalam keadaan krisis, melemahkan posisi para pengambil

keputusan utama, tidak jarang juga sulit menghasilkan sebuah keputusan karena adanya konflik

kepentingan antar kelompok,21 atau bahkan dapat mensabotase foreign policy yang sebelumnya

ditetapkan22.

Model proses pembuatan foreign policy yang terakhir adalah model teori prospek. Model

ini bertentangan dengan model aktor rasional, dimana model teori prospek menegaskan bahwa

para pembuat keputusan tidak menggunakan rasionalitas dalam merumuskan sebuah foreign

policy. Mereka membiarkan kebutuhan dan ekspektasi mereka mempengaruhi, ketika mereka

dihadapkan pada pilihan untuk mengambil resiko dan ketika dihadapkan pada resiko merubah

suatu kebijakan demi kebaikan. Pemikiran para pembuat keputusan foreign policy dalam model

teori prospek dibatasi oleh opini yang terbentuk sebelumnya, sehingga menyebabkan keputusan

diambil berdasarkan pilihan yang prospeknya sudah jelas menurutnya.23 Menurut model ini juga,

seringkali para pembuat keputusan foreign policy bertindak berlebihan di saat krisis.

Foreign policy, tidak selamanya akan berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan, apa

yang telah dirumuskan atau tujuan yang hendak dicapai. Hal tersebut sangat bergantung pada

faktor-faktor yang mempengaruhinya baik ketika perumusan maupun ketika pelaksanaan. Pada

bagian ini, akan dijelaskan mengenai tiga faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap foreign

policy, yaitu faktor psikologis, faktor internasional dan faktor domestik.24

Setiap manusia memiliki dinamika kondisi psikologis dengan tingkat dan dimensi

tertentu. Tidak terkecuali dengan para pembuat keputusan Foreign Policy. Dalam konteks

20

Ibid., Charles W. Kegley, Jr. dan Eugene R. Wittkopf, World Politics : Trend and Transformation, hlm. 71-72

21 Cimbala, Stephen J.,

The Policy Sciences and Foreign Policy : An Introduction, Policy Sciences Vol. 4 No. 4 (Dec., 1973): 379-386

22

Ibid., Charles W. Kegley, Jr. dan Eugene R. Wittkopf, World Politics : Trend and Transformation, hlm. 76

23

Ibid., Charles W. Kegley, Jr. dan Eugene R. Wittkopf, World Politics : Trend and Transformation, hlm. 70

24

(7)

7

perumusan foreign policy, kondisi psikologis dari seorang pembuat keputusan memainkan

peranan sangat penting dalam menentukan bagaimana foreign policy itu akan dibentuk. Menurut

Mintz, dan Rouen Jr. setidaknya terdapat tujuh komponen dari faktor psikologis seorang

pembuat keputusan yang perlu diperhatikan dalam proses merumuskan sebuah foreign policy. 25

Ketujuh faktor itu adalah : [1] Konsistensi kognitif. Konsistensi kognitif berarti pembuat

keputusan meremehkan informasi tertentu yang dianggap tidak konsisten dengan pandangan dan

kepercayaan sebelumnya, dengan kata lain terlalu berpegang teguh pada konsistensi informasi

dari pandangan dan kepercayaan yang mereka miliki; [2] Evoked set. Evoked set merujuk pada

ketanggapan perhatian yang diberikan terhadap informasi yang baru diterima oleh pembuat

keputusan; [3] Emosi. Emosi mampu mengubah relevansi informasi yang diterima oleh pembuat

keputusan; [4] Pandangan. Pandangan disini bermakna stereotip yang digunakan untuk

mengkategorikan sebuah kejadian atau sekelompok orang. [5] Kepercayaan. Kepercayaan

seorang pembuat keputusan mampu menghalangi atau menentang informasi yang diterimanya.

[6] Analogi. Analogi bermakna mengibaratkan suatu kejadian yang telah berlalu dengan suatu

kejadian sekarang. Seringkali pembuat keputusan mengabaikan ciri khas dari kedua kejadian

sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan pengambilan keputusan. [7] Personalitas Individu.

Personalitas individu menjadi penting karena menggambarkan bagaimana ia bertindak terhadap

tanda dan simbol yang ada. Dalam perumusan foreign policy tanda dan simbol menentukan

langkah berikutnya yang harus diambil oleh pembuat keputusan.

Selain faktor psikologis tersebut, sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, terdapat juga

faktor internasional yang mempengaruhi sebuah foreign policy. Menurut K.J. Holsti faktor-faktor

internasional tersebut adalah26 :

1. Struktur dalam sistem internasional

Menurut realis, sistem internasional yang anarki menjadikan struktur yang ada

didalamnya berbasis pada power yang dimiliki oleh setiap negara.27 Hal ini menjadikan

keseluruhan struktur power tersebut menentukan luas atau sempitnya rentang pilihan

foreign policy yang mungkin diambil oleh setiap negara anggota sistem tersebut.

25

Ibid., Charles W. Kegley, Jr. dan Eugene R. Wittkopf, World Politics : Trend and Transformation, hlm. 99

26

Ibid., Holsti, International Politics: A Framework for Analysis, Sixth Edition, hlm. 273-275

27

(8)

8

2. Kondisi perekonomian dunia;

Menurut liberalis, kondisi perekonomian dunia kontemporer yang penuh dengan

ketergantungan antara negara yang satu dengan negara yang lain, memiliki pengaruh `

terhadap foreign policy suatu negara.28 Ketergantungan tersebut menciptakan

batasan-batasan bagi foreign policy suatu negara. Foreign policy yang bersifat koersif atau

represif dari suatu negara cenderung tidak akan dipilih karena akan berdampak buruk

terutama bagi negara yang menerapkannya. Ditambahkan, fluktuasi global harga

komoditas tertentu juga menentukan foreign policy suatu negara.

3. Kebijakan dan tindakan negara lain;

Kebijakan dan tindakan negara lain akan mempengaruhi foreign policy sebuah negara

apabila negara itu memiliki kepentingan di atau dengan negara lainnya tersebut.

4. Permasalahan global dan regional

Permasalahan global dan regional disini adalah permasalahan yang melampaui

batas-batas negara. Artinya, masalah yang ada merupakan ancaman bersama beberapa negara

atau semua negara. Oleh karena ancaman ini sifatnya massif dan luas, maka sebuah

negara harus bertindak secara bersama-sama dalam menanganinya. Kebutuhan untuk

bertindak bersama inilah yang mempengaruhi foreign policy sebuah negara.

Walaupun faktor internasional memiliki pengaruh terhadap foreign policy suatu negara,

namun bukan berarti faktor internasional menjadi satu-satunya faktor yang mempengaruhi

foreign policy. Faktor domestik dari suatu negara juga mempengaruhi foreign policy negara

tersebut. Menurut K. J. Holsti terdapat beberapa faktor domestik yang mempengaruhi foreign

policy sebuah negara29 yaitu :

 Karakteristik geografis dan topografis.

Karakteristik geografis dan topografis sebuah negara memberikan keunggulan,

kelemahan, ancaman, maupun bantuan tersendiri bagi negara. Kapabilitas sebuah negara

sangat ditentukan oleh dampak dari karakteristik dan topografis yang ada. Kapabilitas

inilah yang nantinya mempengaruhi foreign policy negara tersebut;

28

Ibid., hlm. 10

29

(9)

9

 Ciri-ciri dan atribut nasional

Ciri-ciri dan atribut nasional yang dimaksud adalah ukuran wilayah negara, kekuatan

militer, kondisi perekonomian, populasi dan faktor lainnya;

 Struktur pemerintahan dan birokrasi.

Bentuk struktur pemerintahan dan birokrasi dalam sebuah negara sangat mempengaruhi

keragaman foreign policy yang diambil oleh negara tersebut. Selain itu, bentuk struktur

pemerintahan juga menentukan kecepatan proses pembuatan, pihak-pihak yang terlibat,

tujuan, serta bagaimana penerapan dari foreign policy negara. Birokrasi dalam hal ini

yang terdiri atas berbagai agensi pemerintahan memungkingkan terjadinya konflik antar

agensi. Konflik kepentingan antar agensi yang ada berpengaruh terhadap foreign policy

sebuah negara karena konflik kepentingan tersebut menantang gagasan negara sebagai

aktor uniter dalam sistem internasional dimana seharusnya memiliki sebuah kepentingan

utama yang harus diperjuangkan30;  Opini publik.

Pada pemerintahan yang sifatnya demokratis, dimana pemerintahnya berasal, dipilih dan

bekerja untuk rakyat, rakyat memegang peranan penting jalannya pemerintahan. Rakyat

memiliki jaminan kebebasan untuk mengawasi jalannya pemerintahan dan

menyampaikan pendapatnya kepada pemerintahan baik itu terkait urusan dalam negeri

maupun luar negeri. Pendapat rakyat inilah yang dikenal dengan opini publik.

Berdasarkan jaminan yang ada, maka opini publik tersebut mampu mempengaruhi

foreign policy sebuah negara. Dalam pemerintahan yang sifatnya otoriter, opini publik

kurang berperan signifikan pada foreign policy.31

Berdasarkan faktor tersebut dapat dipahami bahwa aktor-aktor yang berpengaruh

terhadap foreign policy terdiri atas pemerintah eksekutif, legislatif, birokrat dan agensi

pemerintahan, kelompok kepentingan, kelompok industri militer, serta publik melalui opininnya.

30

Ibid., Goldstein, Joshua S., Jon C. Pevehouse., International Relations: Tenth Edition, 2013-2014 Update, hlm. 137

31

(10)

10 32

Selain itu, pada beberapa kasus terdapat juga aktor lain yang berpengaruh terhadap foreign

policy diantaranya adalah organisasi non-pemerintah33, think tanks34, media35, serta pemuda36.

Terlepas dari faktor dan aktor yang paling berpengaruh dalam foreign policy sebuah

negara, pada dasarnya setiap negara memiliki ekspektasi tertentu terhadap foreign policy yang

telah dibuat. Hill menyampaikan ekspektasi negara terhadap foreign policy adalah negara mampu

[1] melindungi warga negara di luar negeri [2] melindungi identitas negara di luar negeri [3]

Homeostasis, mempertahankan integritas wilayah teritorial dan melindungi dari ancaman

eksternal [4] memajukan kesejahteraan masyarakat [5] membuat keputusan dalam intervensi luar

negeri [6] menegosiasikan tatanan internasional yang stabil [7] melindungi global commons.37

Setelah berbagai penjelasan terkait dengan foreign policy diatas, pada akhirnya dapat

ditarik kesimpulan bahwa konsep foreign policy merupakan salah satu konsep yang paling

penting dalam hubungan internasional. Hal ini dikarenakan melalui pemahaman terkait konsep

foreign policy mampu memberikan gambaran bagaimana cara sebuah negara mempertahankan

posisi dan keberlanjutan negara tersebut baik dalam sistem internasional maupun dalam

hubungannya dengan aktor internasional lain. Lebih lanjut, konsep foreign policy juga dapat

menjelaskan bagaimana dinamika domestik dapat berpengaruh terhadap dinamika internasional

kontemporer dan begitu juga sebaliknya.

32

Ibid., Goldstein, Joshua S., Jon C. Pevehouse., International Relations: Tenth Edition, 2013-2014 Update, hlm. 135-140

33 Taft, Julia.,

Non-Governmental Organization : The Voice of the People. Electronic Journal of The U.S. Department of State Vol. 5 No. 1, ( Mar, 2000 ): 28-32.

34

Hunter, Robert E., Think Tanks : Helping to Shape U.S. Foreign and Security Policy. Electronic Journal of The U.S. Department of State Vol. 5 No. 1, ( Mar, 2000 ): 33-36

35

Strobel, Warren P., The Media : Influencing Foreign Policy In The Information Age. Electronic Journal of The U.S. Department of State Vol. 5 No. 1, ( Mar, 2000 ): 37-39

36

Kelman, Steven J., Youth and Foreign Policy. Foreign Affairs, Vol. 48, No. 3 (Apr., 1970): 414-426

37

(11)

11 Daftar Pustaka

Beasley, Ryan K. , Juliet Kaarbo, Jeffrey S. Lantis, Michael T. Snarr, Foreign Policy in

Comparative Perspective: Domestic and International Influences on State Behavior, 2nd

Edition, Washington : Sage Publication, 2001

Boesche, Roger dan Arthur G. Coons. 2003. Kautilya’s Arthasastra on War and Diplomacy in

Ancient India tersedia di http://www.defencejournal.com/2003/mar/kautilya.htm

Charles W. Kegley, Jr. dan Eugene R. Wittkopf, World Politics : Trend and Transformation.

Boston: Macmillan Press LTD, 2001

Cimbala, Stephen J., The Policy Sciences and Foreign Policy : An Introduction, Policy

Sciences Vol. 4 No. 4 (Dec., 1973)

Goldstein, Joshua S., Jon C. Pevehouse., International Relations: Tenth Edition, 2013-2014

Update, New Jersey : Pearson, 2014

Hill, C. The Changing Politics of Foreign Policy. New York: Palgrave Macmillan, 2003

Holsti, K.J., International Politics: A Framework for Analysis, Sixth Edition. New Jersey :

Prentice Hall, Inc, 1992

Hunter, Robert E., Think Tanks : Helping to Shape U.S. Foreign and Security Policy. Electronic

Journal of The U.S. Department of State Vol. 5 No. 1, ( Mar, 2000 )

Kaur, M., 2012. Manu and Kautiliya’s Idea on Interstate Relations and Diplomacy tersedia di

http://shodhganga.inflibnet.ac.in

Kelman, Steven J., Youth and Foreign Policy. Foreign Affairs, Vol. 48 No. 3 (Apr., 1970)

Kolodziej, A. Edward, Formulating Foreign Policy, Proceedings of the Academy of Political

Science, Vol. 34, No. 2, The Power to Govern : Assessing Reform in United States (

1981 )

Mintz, Alex., Karl DeRouen Jr., Understanding Foreign Policy Decision Making, New York :

(12)

12

Modelski, George dalam Charles W. Kegley, Jr. dan Eugene R. Wittkopf, World Politics : Trend

and Transformation. Boston: Macmillan Press LTD, 2001

Strobel, Warren P., The Media : Influencing Foreign Policy In The Information Age. Electronic

Journal of The U.S. Department of State Vol. 5 No. 1, ( Mar., 2000 )

Taft, Julia., Non-Governmental Organization : The Voice of the People. Electronic Journal of

The U.S. Department of State Vol. 5 No. 1, ( Mar., 2000 )

Webber, Mark., Michael Smith., Foreign Policy in A Transformed World , Edinburgh : Pearson

Referensi

Dokumen terkait

Presiden adalah benar-benar rintisan untuk dapat keluar dari impasse perundingan-perun- dingan jang telah memakan waktu bertahun-tahun itu dan

Vitamin dan suplemen tidak dibeli dalam jumlah yang banyak, kebanyakan dari mereka hanya membeli satu botol atau satu dos untuk setiap macam vitamin dan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan diameter folikel, jumlah folikel matur dan keberhasilan ovulasi pada kedua kelompok namun

Dengan memperhatikan gaya kognitif yang dimiliki oleh siswa, guru dapat. meningkatkan kreativitas siswa dalam memecahkan masalah matematika

CPDW Indo Setu Bara Resources Tbk 19.. Citra

Hasil uji statistik perbedaan skor insomnia sebelum dan setelah diberikan terapi akupresur dan aromaterapi lavender dalam mengatasi insomnia pada wanita perimenopause

Dengan demikian peneliti berpendapat bahwa penggunaan air bersih adalah salah satu faktor penyebab dari terjadinya diare dengan hasil penelitian yang didapatkan bahwa

Narasumber : “ Pertama itu bertemu dengan kepala madrasah untuk menyampaikan masalah yang dihadapi guru dalam pembelajaran,. kemudian baru menentukan kapan diadakan