• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Pertimbangan Hukum Terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Akibat Wanprestasi (Studi Kasus Nomor 1060 K/PDT/2016) - Ubharajaya Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Pertimbangan Hukum Terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Akibat Wanprestasi (Studi Kasus Nomor 1060 K/PDT/2016) - Ubharajaya Repository"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Tanah adalah hal yang penting dalam kehidupan bangsa Indonesia, karena

sebagai negara agraris sebagian besar rakyat Indonesia hidup dari ekonomi yang

bercorak agraris atau pertanian. Selain itu, dalam kamus besar bahasa Indonesia

disebutkan pengertian mengenai tanah, yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi

yang diatas sekali. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, menyebutkan pengertian tanah adalah :

“Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut

tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri

maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.”1

Sistem pertanahan Indonesia memiliki sumber hukum yang identik dikenal

dengan status tanah dan riwayat tanah. Status tanah atau riwayat tanah merupakan

kronologis masalah kepemilikan dan penguasaan tanah baik pada masa lampau,

masa kini maupun masa yang akan datang.2 Salah satu cara untuk mendapatkan

tanah saat ini adalah melalui jual beli yang biasanya dilakukan dengan perjanjian

atau yang dikenal dengan perjanjian jual beli. Ketentuan tentang perjanjian jual

beli diatur dalam KUHPerdata dimana pada pasal 1458 KUHPerdata berbunyi :

“Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak sewaktu mereka telah mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar.”3

1

Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-undang Pokok-pokok Agraria (1960) dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya (1996), Cetakan Kesepuluh, Bandung: Citra Aditya Bakti,1997,hlm.94.

2

B. F. Sihombing, Evolusi Kebijakan Pertanahan dalam Hukum Tanah Indonesia, Jakarta: Gunung Agung,2004, hlm.55.

3

(2)

2

Atas dasar pasal tersebut terlihat bahwa perjanjian dianggap telah ada sejak

tercapainya kata sepakat, meskipun barang yang diperjanjikan belum diserahkan

maupun harganya belum dibayar. Hal ini sesuai dengan asas konsensualisme yang

dianut dalam buku III KUHPerdata. Konsensualisme artinya perjanjian sudah

mengikat para pihak yang membuatnya sejak detik tercapainya kata sepakat

mengenai hal-hal yang diperjanjikan.4

Perjanjian, selain memenuhi syarat kata sepakat juga harus memenuhi

formalitas tertentu. Formalitas yang dimaksud adalah jual beli tanah harus

dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang yang dalam hal ini adalah Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT).5 Pejabat Pembuat Akta Tanah yang dimaksud dapat

membuktikan bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum yang bersangkutan,

yakni adanya suatu perjanjian.

Terbitnya suatu perjanjian atas suatu pertanahan menuju ketertiban

administrasi pertanahan, maka ditemukan suatu terobosan hukum yang hingga

kini masih dilakukan dalam praktek pembuatan suatu Perjanjian Pengikatan Jual

Beli (PPJB) tanah. Perjanjian Pengikatan Jual Beli tanah ini mengatur tentang jual

beli tanah, namun baru sebatas pengikatan jual beli yaitu suatu bentuk perjanjian

yang merupakan perjanjian pendahuluan sebelum dilakukannya perjanjian jual

beli sebenarnya yang diatur dalam perundang-undangan.

PPJB adalah perjanjian jual beli antara penjual dan pembeli dimana

masing-masing pihak mengikatkan diri satu sama lain untuk melakukan suatu transaksi

jual beli. Dalam hal PPJB tanah pada umumnya mengatur bahwa penjual akan

menjual tanahnya kepada pembeli, namun hal tersebut belum dapat dilakukan

karena ada sebab tertentu, misalnya tanahnya masih dalam jaminan bank, atau

masih diperlukan syarat lain untuk dilakukannya penyerahan.6

4

Akhmad Budi Cahyono dan surini Ahlan Sjarif, Mengenal Hukum Perdata, Jakarta: CV.Gitama Jaya,2008, hlm.134.

5

Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta,Hukum Bisnis Properti Di Indonesia, Jakarta: PT.Grasindo,2017, hlm.249

6

(3)

Namun suatu perjanjian tidak selamanya dapat berjalan sesuai dengan

kesepakatan yang diinginkan oleh para pihak. Dalam praktek dilapangan timbul

perkara antara PT. Pulau Seribu Paradise yang menggugat PT. Patra Jasa dan PT.

Pertamina atas wanprestasi terhadap PPJB tanah. Kasus ini bermula dari

dibuatnya PPJB tanah tanggal 18 Agustus 1990 yang isinya adalah PT. Patra Jasa

akan menjual sebidang tanah seluas kira kira 6 ha kepada Sdr. Benny

Sumampouw. Setelah perjanjian tersebuat dibuat, pada hari dan tanggal yang

sama Sdr. Benny Sumampouw telah membayar kepada PT. Patra Jasa uang muka

sejumlah Rp. 5.000.000.000,00 dan telah dibuat tanda terima/kwitansi yang

ditandatangani oleh Manager Divisi Keuangan PT. Patra Jasa. Namun pada saat

akan diminta tindak lanjut untuk membuat AJB di hadapan PPAT, PT. Patra Jasa

menghindar dengan alasan bahwa tanah yang akan dijual adalah milik PT.

Pertamina.

Tanah yang akan dijual mulanya dimiliki oleh PT. Patra Jasa melalui

tambahan penyertaan modal (inbreng) yang dilakukan oleh PT. Pertamina ke

dalam PT. Patra Jasa. Namun saat isi PPJB atas tersebut dapat ditindaklanjuti, PT.

Pertamina menarik kembali pernyertaan modalnya dari PT. Patra Jasa sehingga

tidak dapat dibuat AJB tersebut. Karena menganggap isi PPJB tidak dapat

dilaksanakan maka Sdr. Benny Sumampouw menagih kembaliian uang muka

yang sudah dibayarnya kepada PT. Patra Jasa sejumlah Rp. 5.000.000.000,00.

Namun uang tersebut tidak mau dikembalikan oleh PT. Patra Jasa.

Sdr. Benny Sumampouw kemudian menyerahkan hak tagihan sejumlah Rp.

5.000.000.000,00 tersebut kepada PT. Pulau Seribu Paradise secara cessie.

Dimana kemudian PT. Pulau Seribu Paradise menggugat PT. Patra Jasa dan PT.

Pertamina telah bersama-sama melakukan perbuatan wanprestasi atas PPJB tanah.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili kasus ini memenangkan

PT. Pulau Seribu Paradise dengan menyatakan bahwa PT. Patra Jasa dan PT.

Pertamina telah terbukti melakukan wanprestasi. Namun dalam tingkat banding,

Pengadilan Negeri Jakarta membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

dengan alasan bahwa PPJB tanah yang dilakukan PT. Patra Jasa dengan Sdr.

(4)

4

dikatakan bahwa PT. Patra Jasa dan PT. Pertamina telah melakukan wanprestasi

atas PPJB tersebut. PT. Pulau Seribu Paradise kemudian mengajukan kasasi,

namun permohonan kasasi tersebut ditolak oleh Mahkamah Agung.7

Dalam perkara lainnya yang berkaitan dengan uraian diatas, penulisan ini

akan membahas suatu perkara PT. Mtek Internasional Indonesia sebagai pihak

Pemohon Kasasi dahulu Tergugat/Terbanding dengan PT. Yudo Indonesia

sebagai Termohon Kasasi dahulu Penggugat/Pembanding. Berawal dari PT. Mtek

Internasional Indonesia yang ingin menjual tanah miliknya kepada PT. Yudo

Indonesia ketika harga sudah disepakati maka di buatlah Surat Kesepakatan Jual

Beli (SKJB) antara keduanya tentang tahapan-tahapan pembayaran sebagaimana

proses jual beli pada umumnya. Pada saat pembayaran tahap pertama usai maka

dibuatlah Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antara kedua belah pihak.

Namun pada saat pembayaran tahap kedua PT. Yudo Indonesia ingkar janji

terhadap PPJB yang telah disepakati atas batas waktu pembayaran tahap kedua,

sehingga merugikan PT. Mtek Internasional Indonesia sebagai penjual.

Berdasarkan uraian perkara tersebut terlihat bahwa adanya suatu perkara

wanprestasi akibat dari suatu perjanjian. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk

melakukan penulisan skripsi dengan judul “Pertimbangan Hukum Terhadap

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Akibat Wanprestasi (Studi Kasus

1060 K/PDT/2016).”

1.2. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah

1.2.1.Identifikasi Masalah

Perjanjian menurut pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa :

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya.”

Dalam praktek di lapangan perjanjian kerap tidak berjalan dengan mulus

yang sehingga mengakibatkan suatu adanya cidera janji atau yang disebut

wanprestasi.

7

(5)

Putusan Mahkamah Agung memeriksa perkara perdata pada tingkat kasasi

Nomor 1060 K/Pdt/2016 dengan perkara PT. Mtek Internasional Indonesia

sebagai pihak Pemohon Kasasi dahulu Tergugat/Terbanding dengan PT. Yudo

Indonesia sebagai Termohon Kasasi dahulu Penggugat/Pembanding. Kasus ini

bermula dari PT. Mtek Internasional Indonesia yang ingin menjual tanah dan

banguan miliknya yang berada di daerah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat kepada

PT. Yudo Indonesia.

Pada tanggal 11 November 2013, kedua belah pihak sepakat atas proses jual

beli dengan harga Rp 3.750.000.000,00. (tiga miliyar tujuh ratus lima puluh juta

rupiah) ditambah dengan PPn 10%. Dalam tahap pembayaran Down Payment

(DP) dan tahap pembayaran pertama berjalan dengan lancar. Namun, pada tahap

pembayaran kedua bahwa PT. Yudo Indonesia tidak menjalankan kesepakatan

yakni melakukan tahap pembayaran kedua pada tanggal 16 Desember 2013 dan

PT. Mtek Internasional Indonesia telah memberikan kesempatan sampai tanggal

30 Desember 2013.

Dalam perkara tersebut, pada tingkat pertama pengadilan negeri, PT. Yudo

Indonesia menggugat PT. Mtek Internasional Indonesia karena merasa dirugikan

atas pembatalan sepihak yang dilakukan oleh PT. Mtek Internasional Indonesia

terhadap perjanjian jual beli tanah serta bangunan tersebut. Pengadilan negeri

memutuskan menolak gugatan penggugat karena PT. Yudo Indonesia telah

melakukan wanprestasi terhadap perjanjian pengikatan jual beli kedua belah

pihak. Kemudian, ditingkat banding pengadilan tinggi, PT. Yudo Indonesia

kembali mengajukan permohonan banding terhadap putusan pengadilan negeri.

Pengadilan tinggi memutuskan mengabulkan permohonan banding, karena PT.

Yudo Indonesia bukan melakukan wanpretasi melainkan adanya suatu keadaan

memaksa (overmacht) yang menyebabkan perkara ini terjadi. Pada tingkat kasasi

Mahkamah Agung, PT. Mtek Internasional Indonesia mengajukan permohonan

kasasi. Mahkamah Agung memutuskan menolak permohonan kasasi dan

(6)

6

1.2.2.Rumusan Masalah

1. Bagaimana pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara

wanprestasi berdasarkan PPJB tanah dalam suatu perjanjian menurut

Putusan Nomor 1060 K/Pdt/2016 ?

2. Bagaimana overmacht dijadikan pertimbangan hakim dalam memutus

perkara Nomor 1060 K/Pdt/2016 ?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan diatas, maka tujuan penulisan

ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara

wanprestasi berdasarkan PPJB tanah dalam suatu perjanjian menurut

Putusan nomor 1060 K/Pdt/2016.

2. Untuk mengetahui overmacht dijadikan pertimbangan hakim dalam

memutus perkara Nomor 1060 K/Pdt/2016.

1.3.2.Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penulisan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan

hukum mengenai terpenuhinya unsur wanprestasi dalam terbitnya suatu

perjanjian.

b. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penulisan dapat dipergunakan sebagai bahan ilmu

pengetahuan hukum dan praktisi dalam penyelesaian perkara wanprestasi maupun

(7)

1.4. Kerangka Teoritis, Konseptual dan Pemikiran

1.4.1.Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis berisi teori-teori hukum atau asas-asas hukum yang

relevan digunakan untuk membahas dan menganalisis masalah hukum dalam

penelitian yang telah dirumuskan, penyusunan kerangka teori berkaitan erat

dengan pokok permasalahan dan konteks penelitian,8 oleh karena itu teori hukum

yang menjadi kerangka teoritis dalam penelitian ini adalah, Teori Perjanjian

sebagai Grand Theory, Teori Kehendak sebagai Middle Range Theory, Teori

Itikad Baiksebagai Applied theory.

a. Teori Hukum Perjanjian (Grand Theory)

Suatu perjanjian, merupakan suatu peristiwa di mana seseorang berjanji

kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan

sesuatu. berdasarkan macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan,

perjanjian-perjanjian itu dibagi dalam tiga macam, yaitu :

1) Perjanjian untuk memberikan sesuatu / menyerahkan suatu barang;

2) Perjanjian untuk berbuat sesuatu;

3) Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.

b. Teori Kehendak / Wilstheorie (Middle Range Theory)

Teori kehendak (Wisltheorie) adalah teori tertua dan menekankan pada

faktor kehendak. Menurut Hofmann yang diikuti oleh Karl von Savigny bahwa yang menentukan apakah perjanjian telah terjadi adalah “Kehendak para pihak” sehingga pendapat Hofmann ini populer sebagai teori kehendak. Menurut teori ini

perjanjian mengikat, jika kedua Kehendak telah saling sepakat.9 Kesepakatan ini

berasas pada asas konsensualisme, artinya bahwa suatu perikatan itu terjadi atau

8

Koesparmono Irsan, Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya,Pedoman Teknis: Penulisan Tugas Akhir Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Jakarta: FH-UBHARA PRESS,2017, hlm. 9.

9

(8)

8

ada sejak saat terjadinya kata sepakat antara para pihak. Dengan kata lain bahwa

perikatan itu sudah sah dan mempunyai akibat hukum sejak saat tercapai kata

sepakat antara para pihak mengenai pokok perikatan.10

Teori ini mendapat penerapan dalam Pasal 1343 KUHPerdata yang menyebutkan : “Jika kata-kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai macam penafsiran, harus dipilihnya menyelidiki maksud kedua belah pihak yang

membuat perjanjian itu, dari pada memegang teguh arti kata-kata menurut huruf.”11

c. Teori Itikad Baik (Applied theory)

Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (Pasal 1338 ayat (3)

KUHPerdata). Itikad baik ada dua yaitu :12

1) Bersifat Objektif, artinya mengindahkan kepatutan dan kesusilaan.

2) Bersifat Subjektif, artinya ditentukan sikap batin seseorang.

1.4.2.Kerangka Konseptual

a. Pertimbangan

Pendapat mengenai baik dan buruk.13

b. Hukum

Hukum menurut Utrecht memberikan batasan hukum sebagai berikut :

“Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu

harus ditaati oleh masyarakat itu.”14

10

Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher,2006, hlm. 249

11

R. Subekti dan R. Tjitrosudibyo, Opcit, hlm. 12

Handri Rahardjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Jakarta: Pustaka Yustisia, 2009, hlm. 45. 13Kamus Besar Bahasa Indonesia

14

(9)

c. Pertimbangan Hukum

Suatu tahapan dimana majelis hakim mempertimbangkan fakta yang

terungkap selama persidangan berlangsung, mulai dari gugatan, jawaban, eksepsi

dari tergugat yang dihungkan dengan alat bukti yang memenuhi syarat formil dan

syarat materil, yang mencapai batas minimal pembuktian.15

d. Perjanjian

Perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.16

e. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)

PPJB adalah perjanjian jual beli antara penjual dan pembeli dimana

masing-masing pihak mengikatkan diri satu sama lain untuk melakukan suatu transaksi

jual beli. Dalam hal PPJB tanah pada umumnya mengatur bahwa penjual akan

menjual tanahnya kepada pembeli, namun hal tersebut belum dapat dilakukan

karena ada sebab tertentu, misalnya tanahnya masih dalam jaminan bank, atau

masih diperlukan syarat lain untuk dilakukannya penyerahan.

f. Wanprestasi

Wanprestasi adalah suatu peristiwa atau keadaan, dimana debitur tidak telah

memenuhi kewajiban prestasi perikatannya dengan baik, dan debitur punya unsur

salah atasnya.17

15

www.kamus-internasional.com diunduh oleh penulis pada tanggal 26 Juni 2018, pukul 14.12 WIB.

16

I.G. Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, Bekasi:Kesaint Blanc,2004,hlm.21 17

(10)

10

1.4.3.Kerangka Pemikiran

1.5. Metode Penelitian

1.5.1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis

penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian

hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.18

Selain itu, penelitian hukum normatif didefinisikan sebagai penelitian yang

mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan dan putusan pengadilan. Ronald Dwokrin berpendapat bahwa:

“Penelitian hukum normative disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai

Law as is written in the book (hukum sebagai perundang-undang tertulis) maupun

18

Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2014, hlm. 13.

UUD45 Pasal 33 Ayat 3

Asas Pacta Sunt Servanda KUHPerdata

Pasal 1338

Akta Otentik (PPJB) KUHPerdata

Pasal 1868

Wanprestasi KUHPerdata

Pasal 1238 Syarat Sah Perjanjian

KUHPerdata Pasal 1320

Putusan MA Nomor 1060 K/Pdt/2016 Jual Beli

(11)

hukum sebagai law as is decided by the judge through judicial process (hukum sebagai putusan pengadilan dalam proses berperkara).”19

Dengan demikian penulisan ini akan menganalisis putusan Mahkamah

Agung dengan Nomor 1060 K/Pdt/2016 yang memuat perkara wanprestasi dalam

suatu perjanjian.

1.5.2.Sumber dan Jenis data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu dengan

meneliti data kepustakaan yang diperoleh dari berbagai sumber yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang

meliputi Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, Perjanjian Pengikatan

Jual Beli, putusan pengadilan negeri bekasi 185/Pdt.G/2014/PN Bks,

putusan pengadilan tinggi Bandung 208/PDT/2015/PT BDG, putusan

Mahkamah Agung 1060 K/Pdt/2016.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer yang berupa rancangan undang-undang,

hasil penelitian, buku-buku hukum, jurnal ilmiah, disertasi.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder yaitu berupa kamus bahasa, kamus hukum, website berbasis

hukum.20

1.5.3.Analisis Data

Data yang diperoleh melalui studi dokumen terhadap bahan hukum primer,

sekunder, dan data tersier, kemudian disusun secara sistematis agar diperoleh

gambaran yang menyeluruh. Data tersebut disusun secara sistematis dan

19

Ronald Dworkin Dalam Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif Dan Perbandingan Hukum, disampaikan pada “Dialog Interaktif Tentang Penelitian Hukum dan Hasil

Penulisan Penelitian Hukum Pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum, USU, Tanggal 18 Februari 2003.

20

(12)

12

diklasifikasikan secara kualitatif dalam kategori tertentu, kemudian disunting

untuk memperoleh penelitian.

Data yang didapat dari studi dokumen setelah disunting, kemudian diolah

kembali disusun secara sistematis, untuk memenuhi kelengkapan, kejelasan dan

keseragaman dan tujuan agar mudah di analisis secara kualitatif.

1.6. Sistematika Penelitian

Hasil penellitian ini disusun dan disajikan dalam suatu karya ilmiah berupa

skripsi yang terdiri dari 5 (lima) bab yang akan diuraikan dalam sistematika

sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi tentang Pendahuluan, Latar Belakang

Masalah, Identifikasi dan Perumusan Masalah, Tujuan dan

Manfaat Penelitian, Kerangka Teoritis, Kerangka Konseptual,

Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian serta Sistematika

Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini menjelaskan bahan-bahan pustaka terkait secara

sistematis dengan isi yang benar-benar berhubungan langsung

dengan unsur wanprestasi dalam suatu perjanjian.

BAB III HASIL PENELITIAN

Berisi tentang hasil dari bahan-bahan hukum dan non hukum, hasil

penelitian tersebut akan dihubungkan dengan studi kasus putusan

Nomor 1060 K/Pdt/2016.

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini akan diuraikan bagaimana penerapan penelitian

(13)

PT. Mtek Internasional Indonesia dan PT. Yudo Indonesia dalam

studi kasus putusan Nomor 1060 K/Pdt/2016.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini menyampikan dari seluruh bab yang terdapat dalam

penulisan skripsi kemudian mebuat saran-saran yang merupakan

sumbangan pemikiran dari penulis berdasarkan permasalahan yang

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil data yang diperoleh dapat di ketahui bahwa kompetensi guru tidak mempunyai pengaruh terhadap prestasi belajar siswa MI Bahrul Ulum Bontorea Kabupaten Gowa.. Dari

Oleh kerana presiden mengikut sistem ketatanegaraan Indonesia seperti yang terdapat dalam sumber hukum dari segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia, iaitu UUD

Pemberdayaan Masyarakat dalam Percepatan Infrastruktur Lingkungan Permukiman Wilayah Kelurahan Bengkong Indah (PM-PIK Kelurahan Bengkong Indah) Kelurahan Bengkong Indah

Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara

Hasil tersebut menunjukan bahwa Q hitung yaitu 4,56 Lebih besar dari Q tabel yaitu 4,04 pada taraf signifikansinya α = 0,05,dengan demikian dapat disimpulkan H0 ditolak

Ayon sa survey, 14 katao na may 46.67% na porsyento ang naniniwalang kaya kailangang matutuhan nila ang kaugaliang Pilipino ay dahil upang magkaroon ng

Dilain hal proses sosial dari waria atau banci tentang bagaimana mereka melakukan interaksi dengan sesama waria dan dengan anggota masyarakat lain memang merupakan

memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter Adapun apa yang menjadi dasar hukum dalam pelayanan medik, menurut King bahwa