ANALISIS KETERAMPILAN MEMBERIKAN PENJELASAN SEDERHANA DAN MENYIMPULKAN PADA MATERI KOLOID MENGGUNAKAN
MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING
Oleh
IBRAMSAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
ANALISIS KETERAMPILAN MEMBERIKAN PENJELASAN SEDERHANA DAN MENYIMPULKAN PADA MATERI KOLOID MENGGUNAKAN
MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING
Oleh
IBRAMSAH
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan menjawab pertanyaan apa yang menjadi contoh dan mengemukakan kesimpulan berdasarkan fakta pada materi koloid menggunakan model pembelajaran Problem Solving untuk siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA5 SMA Negeri 1 Natar. Penelitian ini menggunakan metode pre-eksperimen,
berkriteria baik, dan 20% lainnya berkriteria cukup. Pada kelompok rendah 30% berkriteria baik, 60% berkriteria cukup, dan 10% lainnya berkriteria kurang.
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Pembelajaran Konstruktivisme ... 8
B. Model Pembelajaran Problem Solving ... 10
C. Keterampilan Berpikir Kritis ... 12
D. Kemampuan Kognitif ... 18
E. Konsep ... 19
F. Kerangka Pemikiran ... 26
G. Anggapan Dasar ... 27
H. Hipotesis Umum ... 27
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 28
vi
B. Metode dan Desain Penelitian ... 28
C. Data Penelitian ... 29
D. Instrumen Penelitian ... 29
E. Validasi Instrumen Penelitian ... 30
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 31
G. Teknik Pengelompokkan ... 33
H. Analisis Data ... 35
1. Pengolahan data tes tertulis ... 35
2. Pengolahan data kuesioner (angket) ... 37
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38
A. Hasil Penelitian ... 38
B. Pembahasan ... 41
1. Model pembelajaran problem solving ... 42
2. Indikator keterampilan berpikir kritis mengemukakan kesimpulan berdasarkan fakta ... 48
3. Indikator keterampilan berpikir kritis menjawab pertanyaan apa yang menjadi contoh ... 50
4. Kendala selama penelitian ... 51
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 53
A. Simpulan ... 53
B. Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 55
LAMPIRAN 1. Pemetaan SK / KD ... 58
2. Silabus ... 62
vii
4. Lembar Kerja Siswa 1 ... 101
5. Lembar Kerja Siswa 2 ... 107
6. Lembar Kerja Siswa 3 ... 113
7. Lembar Kerja Siswa 4 ... 123
8. Soal Pretest ... 129
9. Kunci Pretest ... 130
10. Kisi-kisi soal Posttest ... 133
11. Soal Posttest ... 136
12. Pedoman Penskoran dan Rubrik Penilaian Posttest ... 138
13. Kuesioner (angket) ... 141
14. Penentuan Kelompok Siswa ... 142
15. Hasil Tes Tertulis Berbasis keterampilan Berpikir Kritis ... 144
16. Penentuan Kriteria Tingkat Kemampuan Siswa ... 146
17. Data Kuesioner ... 148
18. Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 150
19. Lembar Observasi Guru ... 160
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari mengenai susunan, struktur, sifat, peru-bahan materi, serta energi yang menyertai peruperu-bahan tersebut. Dalam BSNP (2006) hakikat ilmu kimia mencakup dua hal yang tidak terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk dan kimia sebagai proses. Kimia sebagai produk meliputi sekum-pulan pengetahuan yang terdiri dari fakta-fakta, konsep-konsep, hukum-hukum, dan prinsip-prinsip kimia. Sedangkan kimia sebagai proses meliputi kerja ilmiah. Kedua karateristik diatas merupakan hal pokok dalam pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar kimia. Untuk dapat menguasai kedua hal tersebut, maka siswa perlu memiliki keterampilan berpikir kompleks atau berpikir tingkat tinggi.
Menurut Preseisen dalam Costa (1985) berpikir tingkat tinggi dapat dikategorikan menjadi empat kelompok, salah satunya yaitu berpikir kritis. Berpikir kritis adalah kegiatan berpikir tingkat tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, men-sintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan menge-valuasi (Anggelo dalam Sulastri, 2012). Menurut Ennis (1989) terdapat 5
pertanyaan yang menantang serta keterampilan menginduksi dan mempertim-bangkan hasil induksi. Indikator yang dapat dikemmempertim-bangkan yakni kemampuan menjawab pertanyaan apa yang menjadi contoh dan mengemukakan kesimpulan berdasarkan fakta.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMA Negeri 1 Natar Kabupaten Lampung Selatan,diperoleh bahwa proses pembelajaran yang diterapakan masih berpusat pada guru (teacher center). Kemampuan siswa dalam menyebutkan contoh dan mengemukakan kesimpulan masih rendah. Hal ini terlihat pada sikap siswa yang cenderung diam, saat guru menanyakan kesimpulan dari pembelajaran yang telah diberikan mengenai materi hasil kali kelarutan. Demikian pula pada saat guru menunjuk siswa untuk menyebutkan contoh, siswa cenderung diam atau terkadang hanya membacakan contoh-contoh yang terdapat dalam buku paket saja. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa pada siswa tersebut belum pernah dilakukan evaluasi atau analisis mengenai kemampuan menjawab pertanyaan apa yang menjadi contoh dan kemampuan mengemukakan kesimpulan berdasarkan fakta.
berpikir kritis siswa, khususnya dalam indikator mengemukakan kesimpulan ber-dasarkan fakta dan menjawab pertanyaan apa yang menjadi contoh.
Standar kompetensi (SK) materi koloid yaitu menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan SK ini siswa dila-tihkan kemampuan mengemukakan kesimpulan berdasarakan fakta dengan cara menarik kesimpulan mengenai pengertian sistem koloid melalui pengamatan ciri-ciri koloid berdasarkan hasil percobaan. Siswa juga dapat dilatihkan kemampuan menjawab pertanyaan apa yang menjadi contoh dengan cara menyebutkan contoh-contoh dari masing-masing jenis sistem koloid yang biasa ditemui dalam kehidup-an sehari-hari.
Untuk mengembangkan kedua kemampuan diatas, maka diperlukan pula suatu model pembelajaran yang mampu mengarahkan siswa untuk berpikir dalam me-mecahkan suatu masalah dan lebih berorientasi pada keaktifan siswa dalam kegi-atan pembelajaran.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aeniah (2012) yang berjudul “Anali
Problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berbasis peme-cahan masalah yang berlandaskan pada pembelajaran konstruktivisme. Langkah-langkah pembelajaran problem solving menurut Depdiknas (Nessinta, 2009) dibagi menjadi 5 tahapan yakni pengorentasian siswa pada masalah, mencari data yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut, menetapkan jawaban sementara, menguji kebenaran jawaban sementara tersebut, dan menarik kesim-pulan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Gustini (2010) mengenai
“Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI Pada Pembelajaran
Peng-aruh Ion Senama dan pH Terhadap Kelarutan dengan Siklus Belajar Hipotesis Deduktif” diperoleh bahwa siswa dengan kemampuan kognitif lebih tinggi memi-liki kemampuan berpikir kritis yang lebih tinggi pula. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara keterampilan berpikir kritis dengan kemampuan kognitif siswa.
Kemampuan kognitif dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yakni kelompok kemampuan kognitif tinggi, sedang, dan rendah. Siswa dengan kemampuan kog-nitif tinggi, cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan kemampuan kognitif sedang dan rendah (Nasution, 2000). Melalui model
problem solving diharapkan keterampilan berpikir kritis dan kemampuan kognitif siswa dapat meningkat.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui ting-kat keterampilan berpikir kritis siswa kelas XI IPA5 SMA Negeri 1 Natar
Keterampilan Memberikan Penjelasan Sederhana dan Menyimpulkan pada Materi Koloid Menggunakan Model Pembelajaran Problem Solving”.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah kemampuan menjawab pertanyaan apa yang menjadi contoh
pada materi koloid menggunakan model pembelajaran Problem Solving untuk siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah?
2. Bagaimanakah kemampuan mengemukakan kesimpulan berdasarkan fakta pada materi koloid menggunakan model pembelajaran Problem Solving untuk siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah?
C.Tujuan Penelitian
D.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai pengalaman secara langsung dalam melatih kemampuan menjawab pertanyaan apa yang menjadi contoh dan mengemukakan kesimpulan berdasar-kan fakta bagi siswa dalam memahami materi kimia.
2. Memberikan informasi kepada guru-guru kimia SMA Negeri 1 Natar Kab. Lampung Selatan mengenai tingkat kemampuan berpikir kritis siswanya yang meliputi kemampuan menjawab pertanyaan apa yang menjadi contoh dan me-ngemukakan kesimpulan berdasarkan fakta pada materi koloid menggunakan model pembelajaran Problem Solving.
3. Sebagai referensi kepada sekolah untuk perbaikan mutu pembelajaran yang melatih kemampuan berpikir kritis siswa, diantaranya kemampuan menjawab pertanyaan apa yang menjadi contoh dan mengemukakan kesimpulan berdasar-kan fakta.
E.Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Analisis adalah penyelidikan dan penguraian terhadap suatu masalah (KBBI, 2008).
dengan sub keterampilan menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi yang berpusat pada indikator mengemukakan kesimpulan berdasarkan fakta. 3. Model pembelajaran Problem Solving adalahsalah satu model pembelajaran berbasis konstruktivisme yang terdiri dari 5 tahap yaitu pengorientasian siswa pada masalah, mencari data yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut, menetapkan jawaban sementara, menguji kebenaran jawaban semen-tara tersebut, dan menarik kesimpulan. (Depdiknas dalam Nessinta, 2009) 4. Subjek penelitian yaitu siswa SMA Negeri 1 Natar Kabupaten Lampung
Selatan Kelas XI IPA5 Tahun ajaran 2012/2013.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.Pembelajaran Konstruktivisme
Belajar merupakan hal pokok dalam proses pendidikan. Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli psikologi, termasuk ahli psikologi pendidikan. Secara sederhana Anthony Robbins (Trianto, 2007) mendefinisikan belajar
sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Dari definisi ini, dimensi belajar memuat beberapa unsur, yaitu: (1) penciptaan hubungan, (2) sesuatu hal (pengeta-huan) yang sudah dipahami, dan (3) sesuatu (pengeta(pengeta-huan) yang baru. Dalam makna belajar, di sini bukan berangkat dari sesuatu yang benar-benar belum dike-tahui (nol), tetapi merupakan keterkaitan dari dua pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan yang baru.
Slavin (Trianto, 2007) juga mengemukakan definisi belajar sebagai suatu peruba-han pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbu-han atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Bahwa antara belajar dan perkembangan sangat erat kaitannya.
bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kom-pleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apa-bila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner.
Satu prinsip yang penting dalam psikologi pendidikan menurut teori ini adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Menu-rut Nur (Trianto, 2007) siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam be-naknya. Guru dapat memberikan kesempatan siswa untuk menemukan atau me-nerapkan ide-ide mereka sendiri. Guru juga mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.
Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain: 1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif;
2. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; 3. Mengajar adalah membantu siswa belajar;
4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; 5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa; dan
6. Guru adalah fasilitator.
Menurut Von Glaserfeld (1989) dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001), agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan, maka diperlukan:
1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali peng-alaman. Kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut. 2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan
umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjut-nya membuat klasifikasi dan mengkons-truksi pengetahuannya.
3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain (selective conscience). Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pembentukan pengetahuannya.
B.Model Pembelajaran Problem Solving
Salah satu pembelajaran konstruktivisme adalah pembelajaran yang menggunakan model problem solving. Problem solving adalah pembelajaran yang menuntut sis-wa belajar untuk memecahkan masalah baik secara individu maupun kelompok. Oleh karena itu dalam pembelajaran siswa harus aktif agar dapat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Masalah pada hakikatnya merupakan bagian dalam kehidupan manusia. Masalah yang sederhana dapat dijawab melalui proses berpikir yang sederhana, sedangkan masalah yang rumit memerlukan langkah-langkah pemecahan yang rumit pula. Masalah pada hakikatnya adalah suatu per-tanyaan yang mengandung jawaban. Suatu perper-tanyaan mempunyai peluang ter-tentu untuk dijawab dengan tepat, bila pertanyaan itu dirumuskan dengan baik dan sistematis. Ini berarti, pemecahan suatu masalah menuntut kemampuan tertentu pada diri individu yang hendak memecahkan masalah tersebut.
kemampuan memproses informasi untuk membuat keputusan tertentu (Hidayati, 2006).
Langkah-langkah pembelajaran problem solving (Amelia, 2012) yaitu meliputi : 1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan.
2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain.
3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di atas.
4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban se-mentara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan metodemetode lainnya seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain.
5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan ter-akhir tentang jawaban dari masalah tadi.
Kelebihan pembelajaran problem solving menurut Djamarah dan Zain (2002) adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan pembelajaran problem solving
a. Membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan.
b. Membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil.
c. Model pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya siswa banyak menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya.
siswa hanya mempunyai satu buku / bahan saja maka topik permasalahan yang diberikan tidak akan bisa diselesaikan dengan baik.
C.Keterampilan Berpikir Kritis
Keterampilan adalah kecakapan untuk melaksanakan tugas, dimana keterampilan tidak hanya meliputi gerakan motorik, tetapi juga melibatkan fungsi mental yang bersifat kognitif, yaitu suatu tindakan mental dalam usaha memperoleh pengeta-huan. Berpikir merupakan proses kognitif untuk memperoleh pengetapengeta-huan. Kete-rampilan berpikir selalu berkembang dan dapat dipelajari (Nickerson, 1985).
Proses berpikir berhubungan dengan pola perilaku yang lain dan membutuhkan keterlibatan aktif pemikir. Costa (1985) membagi keterampilan berpikir menjadi dua, yaitu keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir kompleks atau tingkat tinggi. Berpikir kompleks atau tingkat tinggi dapat dikategorikan menjadi empat kelompok, yaitu pemecahan masalah, pembuatan keputusan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif.
Menurut Elam (Mc Tighe & Schollenbenger) dalam Redhana dan Liliasari (2008), keterampilan berpikir kritis telah menjadi tujuan pendidikan tertinggi. Sementara itu Candy (Philips & Bond) dalam Redhana dan Liliasari (2008), menyatakan bah-wa keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu tujuan yang paling penting dalam semua sektor pendidikan.
penalaran yang proporsional (Arifin dkk, 2003). Dressel dalam Amri (2010) menyatakan beberapa kemampuan yang berkaitan dengan konsep berpikir kritis adalah kemampuan untuk memahami masalah, menyeleksi informasi yang pen-ting untuk menyelesaikan masalah, memahami asumsi-asumsi, merumuskan dan menyeleksi hipotesis yang relevan, serta menarik kesimpulan dan menetukan ke-validan dari kesimpulan-kesimpulan. Menurut Amri dan Ahmadi (2010) dalam berpikir kritis siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan, pemecahan masalah, dan mengatasi masalah serta kekurangannya.
Terdapat enam komponen/unsur dari berpikir kritis menurut Ennis (1989) yang disingkat menjadi FRISCO, seperti yang tertera pada tabel 1.
Tabel 1. Unsur-unsur kemampuan berpikir kritis
No Unsur Keterangan
1 Focus Memfokuskan pemikiran, menggambarkan poin-poin utama, isu, pertanyaan, atau permasalahan. Hal-hal po-kok dituangkan di dalam argumen dan pada akhirnya didapat kesimpulan dari suatu isu, pertanyaan, atau per-masalahan tersebut.
2 Reasoning Ketika suatu argumen dibentuk, maka harus disertai dengan alasan (reasoning). Alasan dari argumen yang diajukan harus dapat mendukung kesimpulan dan pada akhirnya alasan tersebut dapat diterima sebelum mem-buat keputusan akhir.
3 Inference Ketika alasan yang telah dikemukakan benar, apakah hal tersebut dapat diterima dan dapat mendukung kesimpulan
4 Situation Ketika proses berpikir terjadi, hal tersebut dipengaruhi oleh situasi atau keadaan baik (keadaan lingkungan, fisik, maupun sosial).
No Unsur Keterangan
6 Overview Suatu proses untuk meninjau kembali apa yang telah kita temukan, putuskan, pertimbangkan, pelajari, dan simpulkan.
Pada dasarnya Ennis mengembangkan berpikir kritis ke dalam dua aspek yaitu aspek diposisi/kecenderungan (dispositions) dan kemampuan (abilities). Berikut ini penjelasan dari kedua aspek di atas:
1. Aspek kecenderungan ((dispositions) yang terdiri dari komponen: a. Mencari sebuah pernyataan yang benar dari pertanyaan, b. Mencari alasan,
c. Mencoba untuk menperoleh informasi yang baik,
d. Menggunakan sumber yang dapat dipercaya dan menyebutkannya, e. Memasukkan sumber dalam laporan,
f. Mencoba mempertahankan pemikiran yang relevan, g. Menjaga pikiran tetap dalam fokus perhatian, h. Mencari beberapa alternatif,
i. Berpikir terbuka, yang meliputi
1) Mempertimbangkan secara serius tinjauan yang lain
2) Alasan dari sebuah dasar pemikiran dengan satu yang tidak disetujui 3) Tidak memberi keputusan ketika fakta dan alasan tidak sesuai. j. Mengambil posisi (perubahan posisi) ketika fakta dan alasan sesuai, k. Mencari keakuratan subyek,
l. Mengikuti kebiasaan yang teratur secara keseluruhan,
2. Aspek kemampuan (abilities)
Untuk aspek kemampuan terdiri dari 5 keterampilan dan 12 sub keterampilan berpikir kritis.
Tabel 2. Keterampilan Berpikir Kritis Keterampilan
berpikir kritis
Sub keterampilan
berpikir kritis Indikator
(1) (2) (3)
1. Memberikan penjelasan sederhana
1.Menfokuskan pertanyaan
a.Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan
b.Mengidentifikasi atau merumuskan kriteria jawaban yang mungkin. c.Menjaga pikiran terhadap situasi
yang sedang dihadapi 2.Menganalisis
argumen
a.Mengidentifikasi kesimpulan b.Mengidentifikasi alasan yang
di-nyatakan
c.Mengidentifikasi alasan yang tidak dinyatakan
d.Mencari persamaan dan perbedaan e.Mengidentifikasi dan menangani
ketidaktepatan
f. Mencari struktur dari argumen g.Meringkas
3.bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang
a.bertanya dan menjawab pertanyaan mengapa?
b.Apa alasan utama Anda?
c.Apa yang Anda maksud dengan ...? d.Apa yang menjadi contoh?
e.Apa yang bukan menjadi contoh? f. Bagaimana mengaplikasikan ke
kasus ini?
g.Apa yang menjadi perbedaan? h.Apa faktanya?
i. Apakah ini yang Anda katakan,...? j. Apakah yang ingin Anda katakan
lagi mengenai hal tersebut? 2. Membangun
kemampuan dasar
4. Mempetimbang-kan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak
a.Keahlian
b.Mengurangi konflik yang menarik perhatian
c.Kesepakatan antarsumber d.Reputasi
e.Menggunakan prosedur yang tepat. f. Mengetahui resiko
Tabel 2. (Lanjutan)
(1) (2) (3)
5. Mengobservasi dan
mempertimbang-kan hasil observasi
a.Mengurangi menggunakan dugaan b.Mempersingkat waktu antara
observasi dengan laporan c.Laporan yang dilakukan oleh
pengamat
d.Mencatat hal-hal yang diperlukan. e.Pembuktian
f. Kemungkinan dalam pembuktian g.Kondisi akses yang baik
h.Kompeten dalam menggunakan teknologi
i. Kepuasan pengamat atas kredibilitas kriteria 3.
Menyimpul-kan
6.Mendeduksi dan mempertimbang-kan hasil deduksi
a.Kelas logika
b.Mengkondisikan logika
c.Menginterpretsi suatu pernyataan 1)Penyangkalan
2)Kondisi yang dibutuhkan dan secukupnya
3)Kata logika lainnya: “hanya”, “jika
dan hanya jika”. “atau”, “beberapa”, “kecuali”. “tidak keduanya”, dll
7.Menginduksi dan mempertimbang-kan hasil induksi
a.Menggeneralisasi
1)Kekhasan dari sebuah data: batasan cakupan data
2)Pengambilan contoh 3)Tabel dan grafik
b.Menyimpulkan kesimpulan yang bersifat penjelasan dan hipotesis 1)Tipe-tipe kesimpulan yang bersifat
menjelaskan dan hipotesis: a)Pernyataan sebab akibat b)Menyatakan hal yang dapat
dipercaya dan sikap orang lain. c)Menginterpretasikan maksud
penulis
d)Menyatakan secara historikal tentang hal-hal yang terjadi e)Melaporkan definisi
f)Menyatakan sesuatu yang
merupakan alasan dan kesimpulan yang tidak tercantum.
2) Menginvestigasi
Tabel 2. (Lanjutan)
(1) (2) (3)
b) Mencari fakta dan fakta yang berlawanan
3)Mencari penjelasan yang mungkin 4)Kriteria – memberikan anggapan
yang tepat.
a) Mengemukakan kesimpulan yang dapat menjelaskan fakta
b) Mengemukakan kesimpulan berdasarkan fakta
c) Alternatif kesimpulan yang tidak sesuai fakta
d) Mengemukakan kesimpulan yang masuk akal
8. Membuat dan mengkaji hasil pertimbangan
a. Latar belakang fakta b. Konsekuensi
c. Menerapkan konsep (prinsip-prinsip, hukum dan asas) d. Mempertimbangkan alternatif e. Menyeimbangkan, menimbang,
dan memutuskan 4. Membuat penjelasan lanjut 9. Mendefinisikan istilah dan mempertimbang-kan definisi
Ada 3 dimensi:
a. Bentuk: sinonim, klasifikasi, rentang, ekspresi yang sama, cara kerja, contoh dan non contoh b.Strategi definisi
1) Tindakan: melaporkan maksud, menetapkan maksud,
mengungkapkan posisi pada suatu permasalahan (termasuk rencana dan definisi yang meyakinkan) 2) Mengidentifikasi dan
mengendalikan
a) Memberikan perhatian kepada keadaan
b) Jenis-jenis respon yang mungkin:
“Definisi yang kurang tepat”
(respon yang sederhana) (i) Pengurangan keadaan yang
bukan-bukan “Menurut definisi tersebut, ada hasil
yang tidaksesuai”
(ii) Mempertimbangkan alternatif interpretasi
Tabel 2. (Lanjutan)
(1) (2) (3)
10.Mengidentifikasi asumsi
a. Alasan yang tidak dinyatakan b. Asumsi yang dibutuhkan:
rekonstruksi argumen 5. Strartegi dan
taktik
11.Memutuskan suatu tindakan
a. Mendefinisikan masalah b. Memilih kriteria untuk
mempertimbangkan solusi yang mungkin
c. Merumuskan alternatif solusi d. Memutuskan hal-hal yang akan
dilakukan sementara
e. Merivew, memasukkan sumber ke dalam laporan dan membuat keputusan
f. Memonitor pelaksanaan 12.Berinteraksi
dengan orang lain
a. Memberi label b. Strategi logis c. Strategi retorik
d. Mempresentasikan posisi,baik lisan ataupun tulisan
(Ennis dalam Costa, 1985)
Pada penelitian ini, keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan adalah : 1. Memberikan penjelasan sederhana dengan sub keterampilan bertanya dan
menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang, indikator menjawab pertanyaan apa yang menjadi contoh.
2. Menyimpulkan dengan sub keterampilan menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, indikator mengemukakan kesimpulan berdasarkan fakta.
D.Kemampuan Kognitif
dipelajari dan dapat digunakan sebagai bekal atau modal untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas dan kompleks lagi, maka dapat disebut sebagai kemampuan kognitif (Winarni, 2006).
Lebih lanjut Nasution dalam Winarni (2006) mengemukakan bahwa secara alami dalam satu kelas kemampuan kognitif siswa bervariasi, jika dikelompokkan men-jadi 3 kelompok, maka ada kelompok siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Menurut Usman dalam Winarni (2006), apabila siswa memiliki tingkat kemampuan kognitif berbeda kemudian diberi pengajaran yang sama, maka hasil belajar (pemahaman konsep) akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampu-annya, karena hasil belajar berhubungan dengan kemampuan siswa dalam mencari dan memahami materi yang dipelajari.
Siswa berkemampuan tinggi adalah sejumlah siswa yang memiliki keadaan awal lebih tinggi dari rata-rata kelas. Sedangkan siswa yang berkemampuan rendah adalah sejumlah siswa yang memiliki keadaan awal lebih rendah atau sama dengan rata-rata kelas. Siswa berkemampuan tinggi memiliki keadaan awal lebih baik daripada siswa berkemampuan awal rendah. Hal ini menyebabkan siswa berkemampuan tinggi memiliki rasa percaya diri yang lebih dibandingkan dengan siswa yang berkemampuan rendah.
E. Konsep
antara kategori-kategori. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan.
Herron et al. (1977) dalam Saputra (2012) mengemukakan bahwa analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam me-rencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Prosedur ini telah digunakan secara luas oleh Markle dan Tieman serta Klausemer dkk. Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label
Tabel 3. Analisis konsep materi koloid.
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis Konsep
Atribut Konsep Posisi Konsep
Contoh Non Contoh Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1. Campuran Campuran
merupakan gabungan dari dua atau lebih senyawa dengan perbandingan tidak tentu dapat dipisahkan dengan cara fisika,diantaranya larutan , koloid, dan suspensi Konsep konkret Suspensi Larutan Koloid Jenis komponen Campuran Jumlah komponen Campuran Klasifikasi Materi
Zat Tunggal Suspensi
Larutan
Koloid
Udara Gas O2 ,
gas nitrogen
2. Suspensi Suspensi
merupakan
campuran heterogen yang terdiri dari dua fasa dan dapat dibedakan antara zat terlarut dengan zat pelarut.
Konsep konkret
Campuran
heterogen
Zat terlarut
Zat pelarut
Ukuran Partikel
Zat terlarut
Zat pelarut
Campuran larutan
koloid
-
Campuran air dengan pasir.
Santan, susu
3. Larutan Larutan merupakan
campuran homogen yang terdiri dari satu fasa dan tidak dapat dibedakan
Konsep konkret
Campuran
homogen
Zat terlarut
Zat pelarut
Ukuran
partikel
Zat terlarut
Zat pelarut
Campuran suspensi
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis Konsep
Atribut Konsep Posisi Konsep
Contoh Non Contoh Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
antara zat terlarut dengan zat pelarut.
asam basa
4. Koloid Koloid merupakan
campuran senyawa yang terdiri dari fase terdispersi dan fase pendispersi, dan memiliki sifat sifat tertentu seperti Efek Tyndall, Gerak Brown, Elektroforesis, Adsorbsi, Dialisis, Koagulasi, serta terbagi kedalam 4 jenis diantaranya Sol, Emulsi, Buih, dan Aerosol. Dapat dibuat menggunakan 2 cara. Konsep abstrak contoh konkret Fase Terdispersi Fase Pendispersi
Efek Tyndall
Gerak Brown
Elektroforesis Adsorbsi Dialisis Koagulasi Sol Emulsi Buih Aerosol
Cara Dispersi
cara Kondensasi Fase Terdispersi Fase Pendispersi Ukuran Partikel Sifat-sifat Jenis-jenis Pembuatan Sistem Koloid
Campuran larutan
suspensi
Efek Tyndall
Gerak Brown
Elektroforesis Adsorbsi Dialisis Koagulasi Sol Emulsi Buih Aerosol Susu, santan ,cat ,tinta Campuran air dengan minyak, campuran pasir dengan air
5. Fase Terdispersi Zat yang
didispersikan dalam medium pendispersi
Konsep abstrak
-
Zat Koloid Fase
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis Konsep
Atribut Konsep Posisi Konsep
Contoh Non Contoh Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
6. Fase Pendispersi Zat yang berperan
mendispersikan zat lain.
Konsep abstrak
-
Zat Koloid Fase
Terdispersi - Zat pengencer (air) dalam tinta. Air dalam campuran minyak dan air
7. Efek Tyndall Efek Tyndall adalah
terhamburnya berkas cahaya oleh sistem koloid dikarenakan ukuran partikel. Konsep abstrak Penghambur an berkas cahaya oleh partikel koloid Ukuran partikel Sifat-sifat koloid
Gerak Brown
Elektroforesis Adsorbsi Dialisis Koagulasi - Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut Pemurnian gula tebu
8. Gerak Brown Gerak Brown adalah suatu gerak zig-zag partikel koloid yang dapat diamati dengan mikroskop ultra
Konsep abstrak
Gerakan
zig-zag dari partikel koloid Ukuran Partikel Sifat-sifat koloid
Efek Tyandall
Koagulasi Adsorpsi Elektroforesis Dialisis - Pengamatan partikel koloid pada susu Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut
9. Elektroforesis Elektroforesis
adalah pergerakan partikel koloid yang bermuatan dalam medan listrik Konsep abstrak parikel koloid dalam medan listrik Muatan partikel Sifat-sifat koloid
Efek Tyandall
Koagulasi
Adsorpsi
Gerak brown
Dialisis - Untuk identifikasi DNA dalam mengidentifik asi pelaku kejahatan Pengamata n partikel koloid pada susu
10. Adsorpsi Adsorbsi adalah
peristiwa penyerapan berbagai macam zat pada permukaan sistem koloid. Konsep abstrak Penyerapan zat dipermukaan oleh partikel koloid. Muatan partikel Sifat-sifat koloid
Efek Tyandall
Koagulasi
Elektroforsis
Gerak brown
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis Konsep
Atribut Konsep Posisi Konsep
Contoh Non Contoh Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
11. Koagulasi Koagulasi yaitu
peristiwa penggumpalan pada sistem koloid Konsep abstrak Penggumpal an sistem koloid Muatan partikel Sifat-sifat koloid
Efek Tyandall
Adsorpsi
Elektroforsis
Gerak brown
Dialisis
- Sol Fe(OH)ditetesi larutan 3 NaCl
Pemutihan gula tebu
12. Dialisis Dialisis yaitu
proses pemurnian sistem koloid dari ion-ion pengganggu. Konsep abstrak Pelepasan ion-ion penggangu dari sistem koloid. Partikel koloid
Ion-ion pengganggu
Sifat-sifat koloid
Efek Tyandall
Adsorpsi
Elektroforsis
Gerak brown
Koagulasi - Proses pemisahan hasil-hasil metabolisme dari darah oleh ginjal Sol Fe(OH)3 ditetesi larutan NaCl
13. Aerosol Aerosol merupakan
jenis koloid dengan fase terdispersi padat atau cair dan fase pendispersi gas. Konsep abstrak contoh konkret Fase terdispersi padat atau cair Fase pendispersi gas
Fase zat jenis-jenis
koloid sol emulsi buih Aerosol padat
Aerosol cair
Asap, debu dalam udara Kabut dan awan Air sungai, cat
14. Sol Sol merupakan
jenis koloid dengan fase terdispersi padat dan fase pendispersi padat atau cair. Konsep abstrak contoh konkret Fase terdispersi padat Fase pendispersi padat atau cair
Fase zat jenis-jenis
koloid
aerosol
emulsi
buih
Sol cair
Sol padat
Sol sabun, sol detergen, sol kanji
Santan, susu, mayonaise
15. Emulsi Emulsi merupakan
jenis koloid dengan fase terdispersi cair dan fase pendispersi
Konsep abstrak contoh konkret Fase terdispersi cair Fase
Fase zat jenis-jenis
koloid aerosol sol buih Emulsi padat
Emulsi cair
Susu,santan, mutiara, jeli
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis Konsep
Atribut Konsep Posisi Konsep
Contoh Non Contoh Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
padat atau cair. pendispersi
padat atau cair
16. Buih Buih merupakan
jenis koloid dengan fase terdispersi gas dan fase pendispersi padat atau cair.
Konsep abstrak contoh konkret Fase terdispersi gas Fase pendispersi padat atau cair
Fase zat jenis-jenis
koloid
aerosol
sol
emulsi
Buih cair
Buih padat
Buih sabun, karet busa batu apung
susu, santan, jeli
17. Cara Dispersi Cara dispersi yaitu
pembuatan koloid dari partikel yang berukuran lebih besar (suspensi).
konkret Pembuatan
sistem koloid dari partikel yang lebih besar. Ukuran Partikel Cara Pembuatan koloid Cara kondensasi Cara dispersi langsung Homogenis asi Peptisasi Busur bredig Pembuatan sol belerang Pembuatan sol Fe(OH)3
18. Cara
Kondensasi
Cara kondensasi yaitu pembuatan koloid dari partikel yang berukuran lebih kecil (larutan).
konkret kondensasi Ukuran
Partikel
Cara Pembuatan koloid
Cara dispersi Reaksi
F. Kerangka Pemikiran
Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi yang berfungsi untuk membentuk kemampuan dalam aspek logika, seperti kemampuan memberikan argumentasi, silogisme, dan penalaran yang proporsi-onal. Dalam berpikir kritis siswa dituntut untuk menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat digunakan untuk menguji kendala gagasan pemecahan masa-lah, dan mengatasi masalah serta kekurangannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan menjawab pertanyaan apa yang menjadi contoh dan mengemukakan kesimpulan berdasarkan fakta pada materi koloid melalui penerapan model pembelajaran Problem Solving. Subjek penelitian ini adalah siswa SMA N 1 Natar Lampung Selatan yang memiliki kemampuan kognitif yang heterogen.
Pada saat proses pembelajaran siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang heterogen berdasarkan kemampuan kognitif mereka. Dalam satu kelompok terdapat anak berkemampuan kognitif tinggi, sedang, dan rendah.
diharapkan dapat menentukan hipotesis sementara mengenai pemecahan dari masalah tersebut. Pada tahap berikutnya yaitu menguji kebenaran jawaban sementara, guru mengarahkan siswa untuk merivisi kembali atau memperkuat hipotesis yang telah meraka buat. Tahapan yang terakhir, siswa diharapkan dapat menarik kesimpulan dari permasalahan tersebut.
Melalui penerapan model Problem solving pada pembelajaran kimia dikelas diha-rapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan menjawab pertanyaan apa yang menjadi contoh dan mengemukakan kesimpulan berdasarkan fakta, sehingga kete-rampilan berpikir kritis siswa akan semakin tinggi sebanding dengan semakin tingginya kemampuan kognitif siswa.
G.Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA5 SMAN 1 Natar
Kabupaten Lampung Selatan tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi subyek penelitian mempunyai tingkat kemampuan kognitif yang heterogen.
H.Hipotesis Umum
28
III. METODOLOGI PENELITIAN
A.Subyek Penelitian
Penentuan subyek penelitian didasarkan pada pertimbangan kelas yang memiliki kemampuan kognitif heterogen. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dipilih siswa kelas XI IPA5 SMAN 1 Natar Kabupaten Lampung Selatan Tahun Ajaran
2012/2013 dengan jumlah 40 siswa sebagai subyek penelitian.
B.Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode pre-eksperimen dengan desain penelitian yang digunakan adalah one shot case study. Pada desain ini hanya di-beri suatu perlakuan kemudian diobservasi. Dengan desain sebagai di-berikut (Creswell, 1997) :
Keterangan: X = Perlakuan yang diberikan O = Posttest
C.Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Data hasil tes sebelum pembelajaran (pretest) mengenai materi hasil kali kelarutan yang bertujuan untuk mengelompokkan siswa sesuai kelompok kognitifnya.
2. Data kinerja guru. 3. Data aktivitas siswa.
4. Data hasil tes setelah pembelajaran (posttest) mengenai materi koloid melalui model pembelajaran problem solving.
5. Data keterlaksanaan proses pembelajaran koloid menggunakan model pembelajaran problem solving.
D.Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Silabus dan RPP
3. Tes Tertulis yang digunakan yaitu
(a) pretest materi hasil kali kelarutan yang terdiri dari 5 soal dalam bentuk uraian yang digunakan untuk mengelompokkan siswa sesuai dengan kelompok kognitif nya.
(b) posttest materi koloid yang terdiri dari 4 soal dalam bentuk uraian yang sesuai untuk mengukur keterampilan berpikir kritis yang meliputi kemampuan menjawab pertanyaan apa yang menjadi contoh dan mengemukakan kesimpulan berdasarkan fakta.
4. Lembar observasi yang digunakan terdiri dari lembar aktivitas siswa dan lembar kinerja guru. Pengisian lembar observasi dilakukan dengan cara memberi tanda check list pada kolom yang telah disediakan.
5. Kuesioner (Angket) yang diberikan bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai keterlaksanaan proses pembelajaran materi koloid melalui penerapan model pembelajaran problem solving. Daftar pertanyaan bersifat tertutup, yaitu alternatif jawaban telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti.
E.Validasi Instrumen Penelitian
itu terdapat kesesuaian, maka instrumen dianggap valid dan dapat digunakan untuk mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan.
Dalam mekanisme kerjanya, cara judgment memerlukan ketelitian dan keahlian penilai. Untuk itu peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini peneliti meminta bantuan kepada Dra. Ila Rosilawati, M.Si. dan Dr. Noor Fadiawati, M.Si. selaku dosen pembimbing penelitian untuk mengujinya.
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi pendahuluan
a. Meminta izin kepada kepala SMA Negeri 1 Natar untuk melaksanakan penelitian.
b. Mengadakan observasi sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan infor-masi mengenai data siswa, karakteristik siswa, jadwal, cara mengajar guru kimia di kelas, dan sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat diguna-kan sebagai sarana pendukung pelaksanaan penelitian.
c. Menentukan model pembelajaran yang cocok untuk digunakan pada materi pokok koloid berdasarkan keterampilan berpikir kritis yang ingin dikem-bangkan.
2. Pelaksanaan penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu: a. Tahap persiapan
1) Membuat instrumen penelitian yang akan digunakan untuk mengumpulkan data mengenai keterampilan berpikir kritis siswa melalui penerapan model pembelajaran Problem Solving.
2) Melakukan validasi instrumen sebelum digunakan dalam penelitian.
b. Tahap pelaksanaan penelitian
1) Melaksanakan proses pembelajaran materi koloid pada subyek penelitian melalui penerapan model pembelajaran Problem Solving.
2) Memberikan posttest kepada subyek penelitian.
3) Memberikan kuesioner (angket) kepada subyek penelitian setelah pem-belajaran materi koloid.
c. Tahap analisis data
1) Menganalisis data berupa jawaban tes tertulis siswa dan jawaban kuesioner (angket) untuk memperoleh informasi mengenai keterampilan berfikir kritis siswa.
Alur prosedur penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan berikut ini:
Gambar 1. Prosedur pelaksanaan penelitian
G.Teknik Pengelompokan Siswa
Siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuan kognitifnya ke dalam tiga kelom-pok yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Penentuan kelomkelom-pok ini berdasarkan hasil nilai pretes mengenai materi hasil kali kelarutan.
Pengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan kognitifnya, dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Mengurangi nilai terbesar dengan nilai terkecil untuk menentukan rentang. Observasi Pendahuluan
Posttest Kuesioner
Pembelajaran Problem Solving
Membuat instrumen penelitian
Validasi instrumen penelitian
Analisis Data
Simpulan Pembahasan
Menentukan Subyek Penelitian
Perbaikan Perbaikan
b. Menentukan banyak kelas interval menggunakan rumus:
�� � � = 1 + 3,3 log
n = banyak data
c. Membagi rentang dengan banyak kelas untuk menentukan panjang interval. d. Menentukan mean menggunakan rumus:
= ����
��
Keterangan: Mx = Mean
∑FiXi = Jumlah frekuensi siswa dikali nilai tengah
Fi = Jumlah frekuensi siswa
e. Menentukan standar deviasi menggunakan rumus:
�� = ����
2
�� −( ����
�� )2
Keterangan:
SDx = Standar Deviasi
Fi = Jumlah frekuensi siswa
∑FiXi = Jumlah frekuensi siswa dikali nilai tengah
FiXi2 = Jumlah frekuensi siswa dikali kuadrat nilai tengah f. Menghitung mean + SD dan mean – SD
g. Mengelompokkan kemampuan kognitif siswa ke dalam kategori tinggi, sedang dan rendah menurut Sudijono (2008).
Tabel 4. Kriteria pengelompokkan siswa Kriteria pengelompokkan Kelompok
Nilai ≥ mean + SD Tinggi
Mean –SD ≤ nilai < mean + SD Sedang Nilai < mean – SD Rendah
Berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran 14, diperoleh jumlah siswa tiap kelompok kognitif sebagai berikut :
Tabel 5. Jumlah siswa tiap kelompok kognitif
Kriteria pengelompokkan Kriteria Kelompok Jumlah Siswa
Nilai ≥ mean + SD Nilai ≥ 71,88 Tinggi 10
Mean –SD ≤ nilai < mean + SD 46,22 ≤ Nilai < 71,88 Sedang 20 Nilai < mean - SD Nilai < 46,22 Rendah 10
H.Analisis Data
Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah data penelitian adalah sebagai berikut:
1. Pengolahan data tes tertulis
Untuk menganalisis data yang berasal dari tes tertulis berupa soal uraian, dilaku-kan dengan cara:
a. Memberi skor pada setiap jawaban siswa pada tes tertulis berbentuk uraian ber-dasarkan pedoman jawaban yang telah dibuat.
b. Menjumlahkan skor yang didapat setiap siswa sesuai dengan indikator kemam-puan menjawab pertanyaan apa yang menjadi contoh dan mengemukakan kesimpulan berdasarkan fakta.
[image:44.595.112.521.272.344.2]� ��= � �
� � 100
d. Menghitung nilai rata-rata siswa untuk kemampuan menjawab pertanyaan apa yang menjadi contoh dan mengemukakan kesimpulan berdasarkan fakta pada kelompok tinggi, sedang dan rendah
� �� � � − � � � = � �� � �� � � � � 100
[image:45.595.127.373.355.447.2]e. Menentukan kriteria tingkat kemampuan siswa untuk nilai rata-rata yang dida-pat pada poin d berdasarkan skala kriteria tingkat kemampuan siswa seperti yang diungkapkan oleh Arikunto (1997).
Tabel 6. Kriteria Tingkat Kemampuan Siswa Skor Kriteria
81-100 Sangat baik 61-80 Baik 41-60 Cukup 21-40 Kurang 0-20 Sangat kurang
f. Menentukan kriteria tingkat kemampuan siswa untuk nilai siswa pada kemampuan menjawab pertanyaan apa yang menjadi contoh dan mengemukakan kesimpulan beradsarkan fakta berdasarkan Tabel 6. g. Menentukan jumlah siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk
setiap kriteria tingkat kemampuan.
h. Menentukan persentase siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk setiap kriteria tingkat kemampuan.
% = � � � � �� � �� � � � � �
2. Pengolahan data kuesioner (angket)
Analisis data kuesioner dilakukan dengan cara berikut:
a. Memberikan skor untuk setiap nomor dengan kriteria skor 1 untuk jawaban
“ya” dan skor 0 untuk jawaban “tidak”.
b. Menjumlahkan skor yang diperoleh dari jawaban seluruh siswa pada setiap per-tanyaan.
c. Menentukan persentase jawaban dari skor yang didapat pada setiap pertanyaan dengan menggunakan persamaan menurut Sudjana (2002).
%�� = �
� � 100%
Keterangan:
%Xin = Persentase jawaban siswa
∑S = Jumlah siswa yang menjawab ya
Smaks = Jumlah total siswa
[image:46.595.128.379.535.653.2]d. Menafsirkan persentase angket secara keseluruhan dengan menggunakan taf-siran Koentjaraningrat (1990) seperti pada Tabel 7.
Tabel 7. Hubungan antara presentase dengan tafsiran Presentase Tafsiran
0% Tidak ada
1%-25% Sebagian kecil 26%-49% Hampir separuhnya
50% Separuhnya
51%-75% Sebagian besar 76%-99% Hampir seluruhnya
53
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada penelitian penerapan model pembelajaran problem solving pada materi koloid dapat disimpulkan bahwa:
1.Kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan apa yang menjadi contoh, pada kelompok tinggi terdapat 30% siswa berkriteria sangat baik, 60% siswa berkriteria baik, dan 10% siswa lainnya berkriteria cukup. Pada kelompok sedang terdapat 10% siswa berkriteria sangat baik, 65% siswa berkriteria baik dan 25% siswa lainnya berkriteria cukup. Pada kelompok rendah terdapat 10% siswa berkriteria sangat baik, 40% siswa berkriteria baik, dan 50% siswa lainnya berkriteria cukup.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disarankan bahwa: 1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian yang sejenis agar
memperhatikan pengelolaan waktu, serta peneliti harus memiliki kemampuan dan keterampilan dalam mengelola kelas.
55
DAFTAR PUSTAKA
Aeniah, R. 2012. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI pada Pembelajaran Hidrolisis Garam Menggunakan Model Problem Solving.
Skripsi. Diakses pada tanggal 28 November 2012 dari
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0807110.pdf Ahmadi, A. dan Uhbiyati N. 2003. Ilmu Pendidikan (Cetakan Ke-Dua). PT
Rineka Cipta. Jakarta.
Amri, S. 2010. Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam Kelas. PT. Prestasi Pustakaraya. Jakarta
Arifin, M. 2003. Strategi Belajar Mengajar Kimia. IMSTEP JICA. Bandung. Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan penyusunan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah . BSNP. Jakarta.
Costa, A.L. 1985. Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking.
ASCD. Alexandria.
Creswell, J. W. 1997. Research Design Qualitative and Quantitative Approaches. Sage Publications. London.
Dahar, R. W. 1996. Teori-Teori Belajar. Erlangga. Jakarta
Damayanti, R. 2008. Pembelajaran Model Pemecahan Masalah Berbasis pada Materi Penerapan Ksp dalam Pengendapan. Skripsi. Diakses pada tanggal 2 Juni 2013 dari
http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=2265
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Edisi IV). Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gustini, N. 2010. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI pada Pembelajaran Pengaruh Ion Senama dan pH Terhadap Kelarutan dengan Siklus Belajar Hipotesis Deduktif. Skripsi. Diakses tanggal 2 Oktober 2012 dari http://repository.upi.edu/operator/upload/s_d0451_0606857.pdf Koentjaraningrat. 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia.
Jakarta
Liliasari dan Redhana, I. W. Program Pembelajaran Keterampilan Berpikir Kritis pada Topik Laju Reaksi untuk Siswa SMA. Jurnal Forum Kependidikan Volume 27 Nomor 2 Maret 2008. Diakses tanggal 2 Juni 2013 dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/27207103114_0215-9392.pdf Nasution. 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta.
Bumi Aksara.
Nessinta, N. 2009. Penerapan Metode Problem Solving Pada Materi Pokok Asam Basa Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA 10 Bandar
Lampung. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.
Nickerson, R.S. 1985. The Theaching of Thinking. Lawrence Erlbaum
Associates Publesher. New Jersey.
Nurhadi, B.Y. dan Senduk, A.G. 2002. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Universitas Negeri Malang. Malang. Pannen, P., Dina Mustafa, dan Mestika Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme
Dalam Pembelajaran. Jakarta: Dikti.
Purlistyani, Ika. 2012. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI Pada Pembelajaran Sifat-Sifat Koloid dengan Metode Discovery-Inquiry.
Skripsi. Diakses tanggal 14 Maret 2013 dari
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0807600.pdf
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Rajawali Pers : Jakarta
Saputra, A. 2012. Model Pembelajaran Problem solving Pada Materi Pokok Kesetimbangan Kimia Untuk Meningkatkan Keterampilan berpikir kritis Siswa. Skripsi. Unversitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak
dipublikasikan.
Sudbudhy, Endang R dan I M Nuryata. 2010. Pembelajaran Masa Kini. Sekarmita. Jakarta.
Sudjana. 2002. Metoda Statistika.Tarsito. Bandung.
Sulastri. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Materi Reaksi Redoks Dalam Meningkatkan Keterampilan Memberikan Alasan Dan Menarik Kesimpulan Serta Penguasaan Konsep Siswa. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik.
Prestasi Pustaka. Jakarta.